• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inovasi Teknologi Pertanian Mendukung Daya Saing Produk Pertanian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Inovasi Teknologi Pertanian Mendukung Daya Saing Produk Pertanian"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Inovasi Teknologi Pertanian Mendukung

Daya Saing Produk Pertanian

Prof. Erizal Jamal

Beranjak dari batasan yang diungkap Zuhal (2010), bahwa daya saing suatu bangsa adalah kemampuan dalam mengendalikan kekuatan kompetensi yang dimilikinya secara terpadu guna mencapai kesejahteraan dan keuntungan. Dalam upaya mengoptimalkan kekuatan kompetensi ini, maka peran dari inovasi teknologi sangatlah dominan. Berbagai pengalaman empris dari beberapa negara maju yang tergabung dalam Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) seperti Amerika Serikat, Jerman dan Jepang, yang termasuk tiga negara yang mempunyai daya saing terbaik di dunia, penciptaan dan penguasaan inovasi menjadi motor utama untuk meningkatkan daya saing dalam berbagai bidang kehidupan.

Untuk melihat peran inovasi teknologi dalam kegiatan ekonomi suatu negara salah satu indikator yang digunakan adalah Total Factor Productivity (TFP). Selama tahun 1971-2001 TFP Indonesia hanya 0,002 persen (Mireille Merx, C. and W.J. Nijhof, 2005 dan UNSFIR, 2002) jauh dibandingkan negara ASEAN lainnya seperti Thailand (1,8%), Singapura (1,5 %) dan Malaysia (0,9%). Ini menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih banyak ditopang oleh modal dibandingkan intervensi inovasi teknologi. Hal ini dipertegas oleh nilai ekspor Indonesia tahun 1996 sampai 2009 yang didominasi oleh produk-produk yang kandungan teknologinya rendah. Sementara impor Indonesia didominasi oleh produk industri, tambang, dan produk industri makanan dengan kandungan teknologi yang tinggi. Keadaan yang sama dapat diamati pada kegiatan pertanian di Indonesia, berdasarkan data Fuglie and Piggott (2003) seperti yang dikutip Kasryno (2007) TFP pertanian Indonesia tahun 1993-2000 menunjukan angka minus 0,1.

Beberapa Persoalan Utama

Pertanyaannya sekarang adalah kenapa demikian rendah peran inovasi dalam pembangunan pertanian Indonesia dan upaya apa yang perlu dilakukan agar daya saing produk pertanian kita meningkat dimasa yang akan datang. Untuk menjawab pertanyaan ini maka perlu ditelusuri empat pilar yang menentukan dihasilkannya suatu inovasi, serta upaya penyampaiannya kepada pengguna ( Kementerian Riset dan Teknologi, 2010 dan Zuhal, 2010). Ke empat pilar tersebut adalah (1) institusi

(2)

penghasil inovasi, dalam hal ini Badan Litbang Pertanian dan lembaga penelitian lainnya yang melakukan riset pertanian termasuk berbagai pihak yang mencoba menggali berbagai hal-hal baru yang ada dilingkungannya, (2) institusi pengguna inovasi, dalam hal ini industri, pelaku agribisni dan petani, (3) institusi pemerintah yang mengeluarkan berbagai regulasi terkait dengan kegiatan penelitian dan penyampaian hasil penelitian kepada pengguna, serta (4) institusi pendidikan dalam arti umum, yang bertanggung jawab dalam pendidikan masyarakat banyak.

Sumber inovasi teknologi secara umum dapat kita kategorikan dalam dua kelompok utama, yaitu inovasi yang bersumber dari penggalian yang dilakukan masyarakat dilingkungannya, dengan mengembangkan berbagai kerarifan lokal yang ada disekitarnya, serta inovasi yang berasal dari luar yang merupakan hasil penelitian pihak lain yang dicoba diintroduksi ke suatu lingkungan baru yang dianggap cocok. Kedua sumber inovasi ini membutuhkan pribadi yang memiliki budaya inovasi dan kreativitas tinggi. Persoalan utama kita dimulai dari sini, secara umum sistem pendidikan yang ada kurang mendukung ke arah budaya inovasi dan memaksimalkan potensi kreatif yang ada pada anak didik, sehingga budaya inovasi kurang berkembang di masyarakat. Akibat kondisi ini sumber inovasi kelompok pertama kurang berkembang sebagaimana yang diharapkan. Sangat terbatas berbagai kearifan lokal yang ada diangkat sebagai suatu inovasi yang membuat kehidupan suatu masyarakat menjadi lebih baik, dan kegiatan penelitian banyak bertumpu pada intitusi penelitian yang resmi seperti institusi Badan Litbang dan lembaga penelitian universitas, sehingga secara kuantitatif jumlah peneliti dapat dikatakan terbatas adanya.

Lemahnya budaya inovasi dan proses kreatif ini menular pada institusi penelitian yang ada, dimana sangat terbatas ketersediaan sumberdaya peneliti yang memiliki budaya inovasi dan kreativitas tinggi dalam pelaksanaan penelitian. Cerminan dari kondisi ini dapat diamati dari rendahnya produktivitas hasil penelitian dari berbagai lembaga penelitian yang ada, hal itu terlihat dari minimnya hasil penelitian yang mendapatkan paten atau dimanfaatkan oleh industri sebagai basis pengembangan kegiatannya. Indikator lainnya dapat dilihat dari publikasi hasil penelitian yang masih dominan pada berbagai jurnal di tingkat lokal.

(3)

dukungan bagi penyediaan berbagai sarana penunjang untuk dapat dilakukannya suatu penelitian yang baik. Menghadapi persoalan ini pemerintah yang mempunyai kewenangan mengeluarkan berbagai regulasi terkait dengan kegiatan penelitian dan penyampaian hasil penelitian kepada pengguna, telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2007 tentang Pengalokasian sebagian Pendapatan Badan Usaha untuk Peningkatan Kemampuan Perekayasaan, Inovasi, dan Difusi Teknologi. Peraturan Pemerintah ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan perekayasaan, inovasi, dan difusi teknologi di sektor usaha, serta mendorong kemitraan antara lembaga litbang, perguruan tinggi dengan sektor usaha. Upaya ini nampaknya belum banyak mendatangkan hasil seperti yang diharapkan, dan masih sedikit sekali adanya kerjasama antara usaha sektor usaha dengan lembaga litbang dan perguruan tinggi (Kementerian Riset dan Teknologi, 2010).

Rendahnya pemanfaatan hasil penelitian dalam usaha ekonomi produktif masyarakat, yang tercermin dari nilai TFP, juga disebabkan lemahnya keterkaitan kegiatan penelitian dengan apa yang dibutuhkan atau upaya pemecahan persoalan yang dihadapi masyarakat dalam hal ini petani atau pelaku agribisnis. Proses penyusunan kegiatan di suatu lembaga penelitian belum sepenuhnya mengakomodir persoalan riil yang dihadapi pelaku usaha atau industri. Lembaga penelitian seperti Badan Litbang pertanian mendasarkan perencanaan kegiatannya pada apa yang akan dilakukan Kementerian Pertanian, dan itu berpedoman pada rencana strategis Kementerian Pertanian. Bertitik tolak dari renstra Kementerian Pertanian ini, Badan litbang menyusun rencana strategis juga yang akan menjadi pedoman oleh institusi yang ada dibawahnya (Puslitbang/Puslit/ Balai Besar/Balit dan BPTP). Persoalan peningkatan daya saing misalnya, termasuk salah satu dari empat sukses yang ditargetkan Kementerian Pertanian untuk tahun 2010-2014. Masalahnya, seberapa jauh pesoalan yang terkait dengan daya saing produk pertanian ini sudah diidentifikasi dengan baik, sehingga dapat dipilah kegiatan penelitian apa yang perlu dilakukan untuk menjawab persoalan ini. Persoalan semacam ini merupakan hal-hal yang belum sepenuhnya mengait seperti yang diharapkan, terutama antara penghasil inovasi dan calon pengguna dalam hal ini para pelaku usaha dan industri. Upaya Ke Depan

(4)

Dari uraian di atas dapat terlihat bahwa rendahnya dukungan penelitian pertanian terhadap upaya peningkatan daya saing produk pertanian utamanya disebabkan masih lemahnya sinergi antara lembaga penelitian dengan institusi pengguna serta kurang jelasnya target akhir kegiatan penelitian yang terkait dengan kepentingan pengguna. Pengguna disini adalah industri, pelaku agribisnis ataupun petani secara langsung. Sinergi disini dapat diartikan sebagai upaya bersama melihat persoalan yang ada, dan saling mendukung untuk mencari pemecahannya dalam kegiatan penelitian serta pemanfaatan langsung hasil penelitian.

Upaya pemecahan masalah ke depan memerlukan beberapa perbaikan dalam proses penyusunan rencana kegiatan penelitian, serta adanya upaya yang sistematis dari institusi pendidikan bagi penyediaan sumberdaya yang handal, dalam arti pengembangan budaya inovasi serta proses kreatif di masyarakat. Pada sisi lembaga penelitian sendiri perlu dilakukan penelaahan yang mendalam pada proses perencanaan kegiatan penelitian. Salah satu persoalan yang perlu dianalisis adalah pemisahan kegiatan penelitian dan diseminasi pada dua kutub yang berbeda. Pemisahan ini dalam banyak kasus telah berkontribusi pada pelambatan penggunaan inovasi oleh pengguna. Persoalan utamanya adalah pada saat kegiatan penelitian direncanakan, belum dengan jelas di uraikan bagaimana hasil penelitian itu nantinya akan digunakan atau didiseminasikan. Dalam banyak kasus kegiatan diseminasi baru direncanakan pada saat penelitian sudah selesai dilakukan.

Idealnya kegiatan penelitian dan diseminasi berada dalam satu garis yang saling mendukung satu sama lainnya. Ketika penelitian itu direncanakan, maka harus sudah jelas siapa yang akan menggunakan hasil penelitian itu nantinya serta pola diseminasinya kepada pengguna. Untuk penelitian yang terkait dengan pemecahan masalah yang dihadapi industri atau pelaku agribisnis misalnya, tentunya sejak awal sudah jelas bahwa hasil penelitian ini akan digunakan oleh industri atau pelaku agribisnis ini nantinya, dan untuk itu proses identifikasi masalah harus dilakukan secara bersama demikian juga proses diseminasinya sudah disepakati dari awal termasuk tata aturan dalam pemanfaatan hasil akhirnya, serta lamanya kegiatan akan dilakukan.

Sementara itu untuk penelitian yang bersifat pemecahan masalah petani secara umum yang bersifat masal, identifikasi masalah sejak dari awal juga sudah

(5)

masalah yang perlu untuk diteliti harus mendapat perhatian yang memadai. Pada level BPTP misalnya, kegiatan penelitian atau pengkajian dan diseminasi harus ada dalam satu proses perencanaan. Kegiatan diseminasi sangat sulit dipisahkan dari kegiatan pengkajian, karena ketika peneliti melakukan kegiatan pengkajian di lahan petani sebenarnya sudah termasuk melakukan kegiatan diseminasi didalamnya, namun masih dalam kadar yang rendah. Secara skematik kegiatan pengkajian dan diseminasi seperti terlihat pada Gambar 1 (diadopsi dari Subarna dan Subagyono, 2009).

Gambar 1. Skema keterkaitan kegiatan pengkajian dan diseminasi BPTP (Subarna dan Subagyono, 2009)

Gambar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada tahun awal kegiatannya, BPTP masih mencoba mencari inovasi spesifik lokasi yang sesuai untuk suatu wilayah. Dalam kegiatannya, pengkaji BPTP telah melibatkan petani dalam jumlah terbatas, baik sebagai lokasi pengkajian maupun sebagai petani kooperator. Dalam skala yang terbatas petani ataupun penyuluh yang terlibat sudah mendapatkan informasi dari kegiatan, dan hasil kegiatan tersebut sudah merupakan diseminasi awal dari kegiatan pengkajian.

Inovasi terpilih yang dianggap sudah “matang” kemudian dikaji lebih lanjut mengenai bagaimana pola/model “scalling up” dalam skala yang lebih luas. Pada fase ini sebenarnya dapat dikatakan sebagai kegiatan pengkajian-diseminasi dimana alokasi waktu antara pengkajian dan diseminasi dapat berimbang, dan keterlibatan pengkaji dan kelompok sasaran bisa pula berimbang atau mungkin dominan pada kelompok sasaran.

Selanjutnya, model yang dianggap sudah matang dan siap direplikasi di tempat lain tersebut disosialisasikan dalam kegiatan information transfer yang

(6)

dikemas sebagai kegiatan diseminasi, dimana peran kelompok sasaran lebih dominan dalam menyebarkan informasi tentang inovasi tersebut, dan peran pengkaji terbatas sebagai pendamping/atau narasumber bila diperlukan.

Hal lain yang perlu disempurnakan adalah penentuan target keberhasilan suatu penelitian. Untuk penelitian di tingkat BPTP misalnya hasil penelitian dan pengkajian dapat dinilai dari seberapa jauh informasi tersebut sudah diketahui oleh kelompok sasaran sampai diadopsi pada kegiatan usahataninya. Sebagai contoh dari suatu pengkajian yang dilakukan BPTP, maka minimal 80% dari hasil pengkajian tersebut harus sudah diketahui oleh 80% penyuluh yang ada di wilayah tersebut satu tahun sejak pengkajian itu berakhir. Teknologi tersebut juga harus sudah dikenal dan diterapkan oleh minimal 80% petani/kelompok petani yang sejak awal sudah ditargetkan sebagai pengguna akhir, dalam dua/tiga tahun sejak kegiatan itu dimulai.

Daftar Pustaka

Fuglie, K.O. and R.R. Piggott.2003. Agricultural Research and Development policy in Indonsia, in agricultural research policy in the developing world, eds. P.G. Pardey, J.M. Alston and R.R. Piggott. Washington DC. IFPRI.

Kasryno, F. 2007. Membangun kemampuan penelitian untuk mewujudkan visi pembangunan pertanian 2020, dalam buku Membangun Kemampuan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Penyunting: F. Kasryno, E. Pasandaran dan A.M. Fagi. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

Kementerian Riset dan Teknologi. Keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi R.I. nomor 193/M/KP/IV/2010 tentang Kebijakan startegis pembangunan nasional Ilmu pengetahuan dan teknologi 2010-2014. Kemenristek. Jakarta. Mireille Merx, C. and W.J. Nijhof .2005. Factors influencing knowledge creation and

innovation in an organization, Journal of European Industrial Training; 2005; 29, 2/3; ABI/INFORM Global.

Subarna, T. dan K. Subagyono. 2008. Perencanaan Pengkajian dan Diseminasi untuk Menjembatani Penelitian dan Penyuluhan. Pertemuan Solo, 5 September 2008. UNSFIR . 2002. Indonesia 2020. mimeo. Jakarta

Zuhal. 2010. Knowledge platform kekuatan daya saing & Innovation. PT. Gramedia Pustaka Utama dan Kompas Gramedia. Jakarta

(7)

Variabel yang terkait dengan isu Inovasi Teknologi dan Peningkatan Daya saing

Budaya inovasi : adalah suatu pola sikap yang sudah membudaya pada masyarakat yang menumbuhkan rasa ingin tahu serta keinginan mencoba sesuatu yang baru, baik itu yang berasal dari luar lingkungan ataupun yang ada disekitar lingkungannya sendiri.

Kearifan lokal : adalah suatu kebiasaan, tata aturan atau budaya di suatu lokasi yang mengandung berbagai hal baik dalam pemanfaatan sumberdaya, yang mendorong ke arah pemanfaatan sumberdaya secara lebih baik dan menjamin keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya tersebut.

Kuantitas dan kualitas sumberdaya peneliti: Gambaran tentang keahlian, kepakaran, kompetensi manusia dan pengorganisasiannya, kekayaan intelektual dan informasi, serta sarana dan prasarana yang mencerminkan ketersediaan sumberdaya peneliti dan kapasitasnya untuk dapat melakukan penelitian secara baik.

Produktivitas Peneliti : ukuran untuk menilai kemampuan peneliti menghasilkan produk hasil penelitian, baik itu berupa paten, rekomendasi kebijakan dan bahan publikasi dalam bebagai bentuk.

Kualitas hasil penelitian : adalah ukuran relatif tentang kemanfaatan suatu penelitian dibandingkan dengan hasil penelitian lainnya. Suatu hasil penelitian dikatakan berkualitas bila tingkat pemanfaatannnya oleh pengguna sangat tinggi.

Pemanfaatan Hasil Penelitian : proses adopsi suatu inovasi secara utuh atau sebagian sebagai tindak lanjut dari suatu kegiatan penelitian oleh pihak luar atau pendalaman terhadap berbagai kearifan lokal yang ada di sekitarnya.

(8)

Anggaran Penelitian : adalah dukungan pembiayaan yang diperlukan untuk terlaksananya suatu kegiatan penelitian dengan baik, serta proses diseminasinya kepada calon pengguna.

Sarana dan prasana Penelitian : Fasilitas dan alat bantu yang dibutuhkan oleh peneliti untuk dapat melakukan penelitian dengan baik dan menghasilkan produk penelitian sesuai kebutuhan pengguna.

Keterkaitan penelitian dan pengguna : merupakan suatu kondisi ideal yang diinginkan dimana terjalin kerjasama yang baik antara pihak yang melakukan penelitian dengan yang akan menggunakan hasil penelitian.

Rencana Strategis Kementerian Pertanian : merupakan acuan yang digunakan berbagai pihak yang terkait dengan pelaksanaan pembangunan pertanian di Indonesia dalam satu satuan waktu tertentu. Pada acuan ini dijelaskan target yang ingin dicapai serta upaya dan cara mencapai target yang telah ditetapkan.

Target Akhir kegiatan Penelitian : adalah suatu deskripsi tentang hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan penelitian. Deskripsi ini menggambarkan bentuk hasil akhir yang dapat berupa rekomendasi inovasi, paten atau bahan publikasi dalam berbagai bentuk.

Diseminasi : suatu proses pemasyarakatan hasil penelitian atau pengkajian kepada calon pengguna. idealnya sangat sulit memisahkan kegiatan penelitian dan diseminasi secara sendiri-sendiri. Suatu kegiatan penelitian yang baik, sejak dari awal telah terdeskripsi dengan jelas bagaimana kegiatan diseminasi akan dilakukan.

Teknologi matang : adalah suatu inovasi yang dianggap sudah siap untuk dimasyarakatkan kepada calon pengguna dalam skala luas. Pengertian

(9)

mengalami berbagai tahap pengujian dan terbukti lebih baik dari teknologi eksisting.

Penyebaran teknologi (scalling up) : adalah proses pemasyarakatan suatu inovasi dalam skala luas dan mencakup calon pengguna yang banyak, setelah berhasil dikembangkan dalam skala terbatas pada berbagai lokasi atau dikembangkan dalam model pengembangan pada suatu kawasan yang terkontrol.

Penyebaran informasi : adalah proses diseminasi dalam skala luas dan dilakukan dengan berbagai pendekatan tergantung kelompok sasarannya. Proses penyebaran informasi ini dapat dilakukan melalui audiovisual, bahan tercetak dan bahan terproyeksi.

Gambar

Gambar  1.  Skema  keterkaitan  kegiatan  pengkajian  dan  diseminasi  BPTP  (Subarna  dan Subagyono, 2009)

Referensi

Dokumen terkait

Fasal 22 mengadakan peruntukan bagi individu yang berhasrat untuk mengamal perubatan tradisional dan komplementari dalam mana-mana bidang amalan diiktiraf hendaklah memohon

Pada menu utama ini terdapat beberapa sub menu yang terdiri dari dosen untuk memanage data dosen, mahasiswa untuk memanage data mahasiswa, mata perkuliahan

Jika mengutip dari hasil komunikasi pribadi, nama sumber ditulis secara lengkap (nama depan dan tengah inisial saja diikuti nama keluarga/ belakang). Karena data yang diberikan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) perbedaan hasil belajar antara siswa yang diberi pembelajaran Biologi menggunakan model PBL dengan metode

Primipara atau melahirkan anak pertama saat usia >35 tahun juga lebih banyak memiliki resiko gangguan emosional, hal ini disebabkan karena ibu usia >35

Walaupun pemburukan yang jelas dan bertahap mungkin tidak ditemukan pada semua kasus, gejala neurologis fokal adalah lebih sering pada demensia vaskular dibandingkan pada demensia

Manfaat penelitan ini bagi mahasiswa adalah melatih kemampuan mahasiswa dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh departemen Teknik Industri FT-USU dalam menghasilkan para

Data geospasial yang berisi tentang lokasi geografis, dimensi/ukuran, dan karakteristik objek digunakan dalam perumusan kebijakan, pengambilan keputusan dan pelaksanaan