• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wulandari Citra Anggraeni 1, Renti Mahkota 2. Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Wulandari Citra Anggraeni 1, Renti Mahkota 2. Abstrak"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan antara Karakteristik Individu, Tingkat Depresi, Status Kesehatan,

serta Asupan Zat Gizi Makro terhadap Status Gizi Lansia di Panti Sosial

Tresna Werdha (Pstw) Budhi Mulia 1 dan 3 Jakarta Tahun 2013

Wulandari Citra Anggraeni1, Renti Mahkota2

1Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia 2Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

Email : wulan_citra19@hotmail.com

Abstrak

Meningkatnya usia harapan hidup berdampak pada peningkatan jumlah penduduk lanjut usia. Lansia merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap gangguan kesehatan dan gizi. Ketidakberdayaan usia lanjut akan memberikan beban tersendiri untuk keluarga yang merawatnya. Tidak heran banyak lansia yang di terlantarkan oleh keluarga sendiri akibat ketidakberdayaan itu. Pemerintah memberikan kebijakan dengan menyediakan tempat yang layak bagi lansia khususnya lansia terlantar yaitu panti werdha. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan antara karakteristik individu, tingkat depresi, status kesehatan, serta asupan zat gizi makro terhadap status gizi lansia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budhi Mulia 1 dan 3 Jakarta Tahun 2013. Penelitian ini menggunakan desain studi Cross-sectional dengan jumlah sampel sebanyak 150 orang. Hasil studi didapatkan kejadian gizi kurang pada lansia sebesar 17,3%. Status gizi lansia memiliki hubungan yang bermakna dengan umur, keluhan kesakitan, tingkat depresi dan asupan lemak (P-value < 0,05). Disarankan pihak panti mengontrol setiap asupan zat gizi makro yang dikonsumsi lansia serta selalu memberikan makanan sesuai dengan gizi seimbang dan lansia senantiasa memelihara kesehatan fisik maupun mental.

Katakunci :status gizi, karakteristik individu, status kesehatan, tingkat depresi, dan asupan zat gizi makro

Relationships Between The Individual Characteristics, Levels Of Depression, Health Status, and Macro Nutrient Intake on Nutritional Status Of The Elderly In The PSTW Budhi

(2)

Abstarct

Increasing life expectancy impact on increasing number of elderly people. Elderly are vulnerable groups of health and nutritional disorders. Helplessness of old age will give a burden to their family care. No wonder many elderly who are abandoned by their own families due to the powerlessness. Therefore the government policy by provided decent place for the elderly especially for the displaced called nursing homes. The purpose of this study is to assess the relationship between the individual characteristics, levels of depression, health status, and macro nutrient intake on nutritional status of the elderly in the PSTW Budhi Mulia 1 and 3 Jakarta in 2013. This study used cross-sectional study design with a sample size of 150 people. The studied found the incidence of malnutrition in the elderly by 17.3%. Nutritional status of the elderly have a significant association with age, complaint of pain, depression and fat intake level (P-value <0,05). It is recommended that the social institution control every macro nutrient intake consumed by the elderly and always give appropriate foods with balanced nutrition and the elderly continue to maintain physical and mental health.

Keywords: Nutritional Status, Individual Characteristics, Health Status, Levels of Depression, Macro Nutrient Intake

Pendahuluan

Indonesia mengalami perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) serta pembangunan yang sangat pesat sehingga meningkatkan status kesehatan masyarakat. Tingkat kesehatan penduduk yang semakin membaik ditandai dengan meningkatnya usia harapan hidup (life expectancy). Angka Harapan Hidup disebut juga lama hidup manusia didunia. Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai 273,65 juta jiwa pada Tahun 2025. Pada Tahun yang sama angka harapan hidup diperkirakan mencapai 73,7 Tahun. Konsekuensi dari meningkatnya usia harapan hidup adalah jumlah penduduk yang berusia lanjut atau >60 Tahun akan semakin meningkat. Dengan demikian, masalah-masalah yang berkaitan dengan usia lanjut akan menjadi perhatian pada masa yang akan datang.

Usia lanjut merupakan kelompok masyarakat yang memiliki risiko tinggi mengalami gangguan kesehatan dan gangguan gizi. Masalah kesehatan yang menonjol pada kelompok usia lanjut adalah disabilitas fungsional. Disabilitas fungsional pada usia lanjut merupakan respon tubuh sejalan dengan bertambahnya umur seseorang dan proses kemunduran yang diikuti dengan munculnya gangguan fisiologis, penurunan fungsi, gangguan kognitif, gangguan afektif, dan gangguan psikososial. Masalah gizi yang biasa terjadi pada lansia adalah kondisi kekurangan gizi

(3)

yang berbentuk KKP (Kurang Kalori Protein) kronik, baik ringan maupun berat. Keadaan ini di tandai dengan indeks massa tubuh (IMT) tidak mencapai batas normal atau <18,5. Masalah gizi pada lansia lainnya adalah kelebihan gizi yang sering disebut dengan obesitas. Keadaan obesitas ditandai dengan indeks massa tubuh (IMT) >30. (Darmojo, Boedhi, dan Hadi, 1999).

Ketidakberdayaan usia lanjut akan memberikan beban tersendiri untuk keluarga yang merawatnya. Tidak heran banyak lansia yang di terlantarkan oleh keluarga sendiri akibat ketidakberdayaan itu. Namun dengan adanya kebijakan dari pemerintah dibentuklah tempat penampungan untuk lansia (>65 Tahun). Three generation in one roof menurut Departemen Sosial RI (2002) merupakan filosofi yang menjamin keharmonisan hubungan antara anak, orangtua, dan lansia di dalam suatu ikatan kekeluargaan dalam satu rumah. Filosofi tersebut tidak selamanya dapat diterapkan. Pada kondisi demikian kehadiran panti werdha sangat di perlukan.

Departemen Sosial memiliki 4 Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) yaitu PSTW Budhi Mulia 1, PSTW Budhi Mulia 2, PSTW Budhi Mulia 3, dan PSTW Budhi Mulia 4. PSTW Budhi Mulia 1 terletak di daerah Cipayung Jakarta Timur, PSTW Budhi Mulia 2 terletak di daerah Cengkareng Jakarta Barat, PSTW Budhi Mulia 3 terletak di daerah Ciracas Jakarta Timur, sedangkan PSTW Budhi Mulia 4 terletak di daerah Marga Guna Jakarta Selatan.

Pada kenyataannya saat ini, kondisi beberapa panti werdha cukup memprihatinkan karena terjadi perbedaan penafsiran penyelenggaraan sistem pelayanan oleh pengelola, manajemen pengelolaan yang sederhana yang disesuaikan dengan kemampuan pengelola dan jumlah maupun mutu pengelola relatif kurang memenuhi prasyarat suatu panti yang ideal (Departemen Sosial RI, 2002) menyebabkan mutu pelayanan menjadi rendah dan memberi pengaruh pada rendahnya derajat kesehatan dan gizi lansia di panti werdha. Pada PSTW Budhi Mulia 1 dan PSTW Budhi Mulia 3 memiliki lokasi yang tidak terlalu jauh, terletak di Jakarta Timur dengan mutu pelayanan yang sama. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian di panti werdha tentang bagaimana sebenarnya keadaan status gizi lansia serta menilai hubungan antara karakteristik individu (umur, jenis kelamin, status kawin, pendidikan dan lama tinggal), tingkat depresi, status kesehatan (keluhan kesakitan, lama sakit, dan pengobatan) serta asupan zat gizi makro (energi, protein, karbohidrat dan lemak) terhadap status gizi lansia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budhi Mulia 1 dan 3 Jakarta Tahun 2013.

(4)

Tinjauan Teoritis

Manusia selama hidupnya akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang berlangsung sejak ia bayi hingga masa tua. Dalam struktur anatomis menjadi tua sebagai kemunduran didalam sel. Proses ini berlangsung secara alamiah, terus menerus dan berkesinambungan yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomi, fisiologi dan biokimia pada jaringan tubuh dan akhirnya akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan.

Berdasarkan Darmojo, Boedhi, dan Hadi (1999) terjadinya kekurangan gizi pada lansia disebabkan oleh 2 hal, yaitu sebab primer meliputi ketidaktahuan, isolasi sosial, hidup seorang diri, baru kehilangan pasangan hidup, gangguan fisik, gangguan indera, gangguan mental, kemiskinan dan iatrogenik. Sedangkan sebab sekunder meliputi gangguan nafsu makan/selera, gangguan mengunyah, malabsorpsi, obat-obatan, peningkatan kebutuhan zat gizi serta alkoholisme.

Penilaian status gizi dengan antropometri menggunakan pengukuran tubuh , yaitu berat badan dan tinggi badan. Namun seiring dengan bertambahnya usia yang menyebabkan komposisi tulang akan menurun dan masalah tulang lainnya, maka pada penilaian status gizi lansia dengan antropometri menggunakan tinggi lutut dan berat badan. (Muis,2006).

Pengukuran tinggi badan lansia sangat sulit dilakukan mengingat adanya masalah postur tubuh seperti terjadinya kifosis atau pembengkokan tulang punggung, sehingga lansia tidak dapat berdiri tegak. Oleh karena itu, pengukuran tinggi lutut dapat digunakan untuk memperkirakan tinggi badan. Menurut WHO (1999) tinggi lutut direkomendasikan sebagai prediktor tinggi badan pada seseorang yang berusia ± 60 tahun (lansia).

Dirumuskan model regresi baru untuk prediksi tinggi badan lansia menggunakan tinggi lutut. Seluruh model presamaan tinggi badan prediksi dari studi ini dituangkan dalam suatu nomogram IMT lansia dari prediktor panjang depa, tinggi lutut, dan tinggi duduk dan didapatkan nomogram konversi tinggi badan ke tinggi lutut (Fatmah, 2010) :

• TB pria : 56,343 + 2,102 TINGGI LUTUT • TB wanita : 62,682 + 1,889 TINGGI LUTUT

(5)

Pada lansia, kebutuhan energi menurun sehubungan dengan meningkatnya usia. Hal ini disebabkan banyak sel yang sudah kurang aktif yang mengakibatkan menurunnya kalori basal yang dibutuhkan tubuh, yang akhirnya mengakibatkan kegiatan fisik juga menurun. Jenis kelamin merupakan faktor internal yang menentukan kebutuhan gizi seseorang. Kebutuhan gizi pada laki-laki lebih besar dari kebutuhan gizi perempuan. Perbedaan morfologi antara laki-laki dan perempuan serta fungsi sebagian tubuh mempengaruhi berbagai keadaan pada laki-laki dan perempuan. Kecenderungan gizi kurang biasanya dialami oleh perempuan dibandingkan dengan laki-laki. (Fatmah, 2010)

Beberapa penelitian mengenai status perkawinan terhadap status gizi telah banyak dilakukan. Salah satunya adalah penelitian Sukesi (2002), dalam penelitian ini ditemukan bahwa lansia yang berstatus kawin mempunyai IMT rendah sebanyak 54,2%, sedangkan lansia yang belum kawin/duda/janda dengan IMT rendah sebanyak 83,3%. Bagi lansia yang tidak memiliki pasangan baik yang memang belum menikah maupun hilangnya pasangan suami atau istri akan mempengaruhi psikologisnya sehingga dapat menggangu asupan makanan yang menyebabkan terganggunya status gizi mereka. (Merryana dan Bambang, 2012)

Lama tinggal bagi lansia yang tinggal di panti dapat mempengaruhi status gizi lansia secara tidak langsung. Lama tinggal lansia di panti merupakan waktu yang dijalani lansia terpajan dengan makanan yang disajikan, yang diasumsikan mempunyai mutu dan jumlah yang baik. Lansia yang mendapat makanan bergizi dan makanan tersebut dikonsumsi maka tentu diharapkan lansia akan mempunyai status gizi yang baik. (Nisa,2004). Menurut White, et al (1991) menyatakan bahwa konsumsi makanan yang tidak optimal dalam kandungan gizi dan kuantitasnya selama tiga bulan terus-menerus akan berpengaruh buruk terhadap status gizi lansia dan menempatkan lansia tersebut kedalam risiko gizi kurang.

Status kesehatan bagi penduduk lansia tidak boleh terlupakan saat penilaian status gizi dan sangat penting karena pada umumnya daya tahan tubuh mereka telah berkurang sehingga mengakibatkan seseorang menjadi rentan atau mudah terserang penyakit (Puspitasari,2011). Indikator kesehatan antara lain angka keluhan kesehatan, rata-rata lama sakit dan cara berobat penduduk lansia (BPS 2008).

Menurut Azad (2002) Status gizi berhubungan langsung dengan status kesehatan, khususnya keberadaan penyakit, terutama penyakit infeksi. Kurang gizi dapat meningkatkan

(6)

risiko infeksi saluran pernapasan dan masalah jantung, tekanan luka, kematian dini dan gangguan multi organ. Malnutrisi merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian untuk banyak penyakit infeksi primer.

Faktor biologik, psikologik dan sosial yang saling berinteraksi dapat menyebabkan terjadinya depresi pada usia lanjut. Faktor sosial yang dapat menyebabkan depresi adalah kurangnya interaksi sosial, kesepian, berkabung, dan kemiskinan. Sedangkan faktor psikologik yang berperan dalam timbulnya depresi adalah rasa rendah diri, kurang rasa keakraban, dan ketidakberdayaan karena menderita penyait kronik. Pada faktor biologik, usia lanjut mengalami kehilangan dan kerusakan banyak sel saraf maupun zat neurotransmitter, risiko genetik maupun adanya penyakit tertentu yang memudahkan terjadinya ganguan depresi. (Soejono et al., 2000)

Depresi merupakan penyebab umum menurunnya berat badan pada lansia. Depresi dapat menyebabkan dan memperburuk masalah gizi. Tidak hanya mengurangi nafsu makan, namun depresi dapat mengurangi motivasi yang digunakan untuk memperoleh, menyiapkan dan mengkonsumsi nutrisi yang cukup. (Morley, Thomas 2010). Depresi bukan merupakan keadaan yang disebabkan oleh patologi tunggal, tetapi biasanya bersifat multifaktorial. Diagnosis depresi harus memenuhi kriteria baku yang dikeluarkan oleh DSM-III R yang dikeluarkan oleh Asosiasi Psikiater Amerika. (Soejoenoes, 1999)

Kebutuhan gizi bagi setiap manusia berbeda-beda tergantung dari jenis kelamin, umur, aktivitas dan susunan tubuh, iklim atau suhu udara, kondisi fisik tertentu (sakit) serta unsur lingkungan. Kebutuhan nutrisi manusia sama pada usia 40, 50, 60 dan seterusnya seperti ketika masih berusia sedikit muda dengan sedikit variasi. (Merryana dan Bambang, 2012)

Setiap negara memiliki standar/baku kebutuhan gizi yang berbeda-beda, namun tetap menggunakan standar FAO/WHO sebagai acuan utamanya. Di Indonesia kebutuhan gizi telah ditulis dalam daftar Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang diperbaharui setiap 5 tahun sekali melalui Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG). Menurut Widyakarya Nasional Pangan Gizi tahun 2004, secara umum kecukupan gizi yang dianjutkan untuk usia lanjut (>60 tahun) pada laki-laki adalah 2050 kalori, sedangkan pada perempuan adalah 1600 kalori. (LIPI,2004).

(7)

Berdasarkan Widyakarya Nasioanal Pangan Gizi tahun 2004, secara umum kecukupan protein yang dianjurkan untuk usia lanjut (>60 tahun) pada laki-laki adalah 60 gram, sedangkan pada perempuan adalah 45 gram. (LIPI,2004). Pada usia lanjut tidak diperlukan jumlah konsumsi protein yang berlebihan karena akan memberikan gangguan pada fungsi ginjal dan hati, sebaiknya konsumsi protein asal hewani atau nabati adalah 70% dari AKG protein yang telah ditentukan dalam WNPG 2004. (Fatmah,2010)

Pada lansia kebutuhan karbohidrat pada lansia sebesar 70% dari kebutuhan total energi perhari. Lemak merupakan penyumbang energi terbesar per gramnya dibandingkan penghasil energi lainnya. Satu gram lemak menghasilkan 9 kilokalori, sedangkan satu gram protein dan karbohidrat menghasilkan 4 kilokalori saja. Pada lansia kebutuhan lemak pada lansia sebesar 20% dari kebutuhan total kalori per hari. (Fatmah,2010)

Metode Penelitian

Desain studi yang digunakan pada penelitian ini adalah cross sectional untuk menilai hubungan antara karakteristik individu, tingkat depresi, status kesehatan, serta asupan zat gizi makro terhadap status gizi lansia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budhi Mulia 1 dan 3 Jakarta Tahun 2013.Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Maret 2013.

Dalam penelitian ini populasi penelitian yaitu seluruh lansia yang berada di PSTW Budhi Mulia 1 dan 3. Pada penelitian ini sampel yang digunakan sesuai dengan perhitungan sampel dengan mempertimbangkan kriteria inklusi. Kriteria inklusi adalah lansia berusia ≥ 60 Tahun dan mampu berkomunikasi dua arah dengan baik. Jumlah sampel ada sebanyak 150 responden dengan pembagian 76 sampel pada PSTW Budhi Mulia 1 dan 74 sampel pada PSTW Budhi Mulia 3.

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara langsung datang ke panti werdha dengan mencari lansia di tempat/ kamar bagian lansia yang sehat tidak total care lalu dicari yang dapat berkomunikasi dua arah dengan baik, dan berusia ≥ 60 tahun. Pada PSTW Budhi Mulia 3 menggunakan list yang diberikan oleh petugas panti namun tetap mendatangi langsung lansia yang sekiranya masuk dalam kriteria inklusi.

(8)

Data dianalisis dalam dua tahap yaitu univariat dan bivariat. Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui prevalensi hipertensi pada lansia dan proporsi dari masing-masing variabel yang akan disajikan secara deskriptif. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan dependen.

Untuk pengambilan data menggunakan kuesioner terstruktur yang terdiri dari beberapa pertanyaan yang ditanyakan langsung kepada responden. Pada penelitian ini pengukuran antropometri menggunakan berat badan dan tinggi badan yang merupakan konversi dari tinggi lutut. Untuk pengukuran konsumsi pangan menggunakan metode 24recall. Pengukuran tingkat depresi diukur menggunakan GDS-15 (Geriatric Depresstion Scale).

Hasil Peneilitan

Dari hasil analisis diperoleh prevalensi gizi kurang pada lansia sebesar 17,3%, sedangkan yang tidak Gizi kurang sebanyak 82,7%. Tabel 1 memperlihatkan distribusi responden pada variable dependen yaitu berdasarkan karakteristik individu (umur, jenis kelamin, status kawin, pendidikan dan lama tinggal), tingkat depresi, status kesehatan (keluhan kesakitan, lama sakit, dan pengobatan) serta asupan zat gizi makro (energi, protein, karbohidrat dan lemak). Pada tabel 2 disajikan distibusi karakteristik individu (umur, jenis kelamin, status kawin, pendidikan dan lama tinggal), tingkat depresi, status kesehatan (keluhan kesakitan, lama sakit, dan pengobatan) serta asupan zat gizi makro (energi, protein, karbohidrat dan lemak) yang dihubungkan dengan status gizi.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Status Gizi dan Faktor-Faktor yang Berisiko

Variable Presentase (%)

Status Gizi Gizi Kurang 17,3

Tidak Gizi Kurang 82,7

Usia

Lansia (60-69thn) 41,3 Lansia Berisiko

(≥70thn) 58,7

Jenis Kelamin Perempuan 60,0

(9)

Variable Presentase (%) Status Kawin Belum Kawin 12,0 Kawin 22,0 Cerai Hidup 16,0 Cerai mati 50,0 Pendidikan Tidak Sekolah 29,3 Pendidikan Rendah 54,7 Pendidikan Tinggi 16,0

Lama Tinggal ≤ 42 bulan 61,3

> 42 bulan 38,7

Keluhan Kesakitan

≤1 keluhan 54,0 >1 keluhan 46,0

Lama Sakit ≤7 hari 72,7

>7 hari 27,3

Pengobatan Iya 67,3

Tidak 32,7

Tingkat Depresi Normal 56,0

Depresi 44,0

Konsumsi Energi Cukup 4,0

Kurang 96,0

Konsumsi Protein Cukup 5,3

Kurang 94,7

Konsumsi Karbohidrat

Cukup 2,0

Kurang 98,0

Konsumsi Lemak Cukup 91,3

Kurang 8,7

Sebagian besar lansia yang ada di panti berusia ≥70tahun (lansia berisiko), dengan jumlah lansia perempuan lebih banyak. Status perkawinan terbanyak pada lansia dengan status perkawinan cerai mati. Tingkat pendidikan terbanyak pada kelompok lansia yang berada dalam kategori pendidikan rendah. Sebagian lansia telah tinggal di panti werdha selama ≤42 bulan. Banyak lansia yang mengalami ≤1 keluhan kesakitan dalam 1 bulan terakhir, dengan lama sakit pada lansia dengan kategori ≤7 hari. Berdasarkan pengakuan lansia, lebih banyak yang melakukan pengobatan ketika mereka mengalami sakit. Lansia yang mengalami tingkat depresi lebih banyak dibandingkan dengan lansia yang normal atau tidak mengalami tingkat depresi. Berdasarkan asupan zat gizi makro lansia lebih banyak yang kurang mengkonsumsi energi, protein dan karbohidrat. Pengkonsumsian lemak pada lansia lebih banyak yang cukup lemak.

(10)

Tabel 2. Hubungan antara Status Gizi dengan Faktor-Faktor yang Berisiko

Variable Kategori Gizi Kurang

(%) Tidak Gizi Kurang (%) P-Value PR (95% CI) Umur Lansia Berisiko (≥70 tahun) 23,9 76,1 0,015 2,959 (1,180-7,422) Lansia (60-69 tahun) 8,1 91,9

Jenis Kelamin Perempuan 15,6 84,4 0,514 0,778

laki-laki 20,0 80,0 (0,387-1,564) Status Kawin Belum Kawin 33,3 66,7 0,50 1,57 (0,621-3,970) Cerai Mati 8,0 92,0 0,06 (0,137-1,036) 0,37 Cerai Hidup 29,2 70,8 0,50 1,37 (0,555-3,402)

Kawin 21,2 78,8 reff Reff

Pendidikan

Tidak Sekolah 15,9 84,1 0,74 0,763 (0,271-2,148) Pendidikan Rendah 17,1 82,9 0,76 0,819

(0,328-2,045) Pendidikan Tinggi 20,8 79,2 reff reff

Lama Tinggal > 42 bulan 19,0 81,0 0,666 1,163

≤ 42 bulan 16,3 83,7 (0,575-2,355) Keluhan Kesehatan >1 keluhan 23,2 76,8 0,048 1,878 (1,913-3,866) ≤1 keluhan 12,3 87,7

Lama Sakit >7 hari 9,8 90,2 0,154 0,483

≤7 hari 20,2 79,8 (0,177-1,318) Pengobatan Tidak 20,4 79,6 0,498 1,288 Iya 15,8 84,2 (0,632-2,627) Tingkat Depresi Depresi 27,3 72,7 0,008 2,864 (1,329-6,172) Normal 9,5 90,5 Konsumsi Energi Kurang 16,0 84,0 0,065 0,319 (0,132-0,773) Cukup 50,0 50,0 Konsumsi Protein Kurang 18,0 82,0 0,823 1,125 (0,526-2,407) Cukup 16,0 84,0 Konsumsi Karbohidrat Kurang 17,0 83,0 0,437 0,510 (0,099-2,629) Cukup 33,3 66,7 Konsumsi Lemak Kurang 46,2 53,8 0,011 3,162 (1,549-6,452) Cukup 14,6 85,4

Berdasarkan hasil analisis bivariat antara variable karakteristik individu (umur, jenis kelamin, status kawin, pendidikan dan lama tinggal), tingkat depresi, status kesehatan (keluhan kesakitan, lama sakit, dan pengobatan) serta asupan zat gizi makro (energi, protein, karbohidrat dan lemak) dengan status gizi, didapatkan hanya variable umur, keluhan kesakitan, tingkat

(11)

depresi dan konsumsi lemak yang memiliki hubungan yang bermakna secara statistik dengan status gizi (Pvalue = 0,05)

Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis antara umur dan status gizi terdapat hubungan yang bermakna (pvalue <0,05). Lansia dengan umur ≥70tahun (lansia berisiko) memiliki kecenderungan mengalami gizi kurang sebesar 2,959 kali dibandingkan dengan kelompok lansia (60-69 tahun). Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Sukesi (2002) bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan status gizi. Namun, penelitian ini sejalan dengan hasil RISKESDAS (2010) yang menjelaskan pada lansia yang berumur >65 kejadian gizi kurang akan semakin meningkat dibandingankan dengan lansia berumur kurang dari 65.

Proses menua menyebabkan proporsi lemak dan otot didalam tubuh berubah. Penambahan usia akan memnyebabkan penurunan berat badan pada lansia pria dan wanita. Kehilangan berat badan terjadi saat pengeluaran air tubuh dan massa bebas lemak (BMI). Peristiwa kehilangan ini disertai dengan berkurangnya BMR, sehingga memicu menurunnya kemampuan aktivitas fisik tubuh, menurunnya energi dan berkurangnya asupan makanan. (Fatmah, 2010) .

Berdasarkan hasil analisi secara statistik dinyatakan proporsi kejadian gizi kurang pada responden dengan >1 keluhan kesakitan lebih besar dibandingkan dengan responden yang hanya memiliki ≤1 keluhan kesakitan. Dapat dinyatakan pula bahwa ada hubungan yang bermakna anatara keluhan kesakitan dengan status gizi. Pada lansia yang mengalami >1 keluhan kesakitan memiliki risiko mengalami gizi kurang 2,35 kali dibandingkan dengan lansia dengan ≤1 keluahan kesakitan. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian dari Sukesi (2002) bahwa keluhan kesakitan tidak ada hubungan dengan status gizi (Pvalue > 0,005).

Faktor kesehatan merupakan salah satu variable yang berperan dalam perubahan status gizi. Naiknya insiden penyakit degeneratif maupun nondegeneratif akan menyebabkan

(12)

perubahan asupan makanan, perubahan dalam absorpsi dan utilisasi zat-zat gizi di tingkat jaringan. (Muis, 1999)

Azad (2002) menyatakan keberadaan penyakit, penyakit infeksi akan meningkatkan kebutuhan tubuh terhadap gizi. Seseorang yang mengalami penyakit akan kehilangan nafsu makan sehingga berdampak pada menurunnya asupan energi dan zat gizi. Hal ini akan memperburuk kondisi tubuh dan membawa pada kondisi kurang gizi.

Berdasarkan hasil analisis dinyatakan bahwa da hubungan antara depresi dengan status gizi (P-Value = 0,008). Lansia dengan kategori depresi memiliki kencenderungan mengalami gizi kurang 2,864 kali lebih besar dibandingkan dengan lansia kategori normal. Proporsi kejadian gizi kurang lebih tinggi pada responden dengan kategori depresi daripada responden dengan kategori normal. Dari 66 lansia yang mengalami depresi, 18 orang (27,3%) diantaranya mengalami gizi kurang. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Puspitasari (2008) bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara depresi dengan status gizi.

Lansia yang berada di panti merupakan orang-orang yang tidak memiliki sanak saudara maupun keluarga. Adapula lansia yang berasal dari penjaringan petugas keamanan. Bagi mereka yang benar-benar hidup sebatang kara merasakan rasa kesepian yang membuat mereka mengalami depresi, meskipun keberadaan teman-teman sesama lansia banyak namun itu tidak dapat membuat mereka merasa cukup senang. Rasa kesepian dan ketidak berdayaan yang mereka alami membuat mereka mengalami depresi yang berat.

Bagi mereka yang berasal dari penjaringan di jalan yang dilakukan oleh para pertugas merasakan bahwa keberadaannya di panti sangatlah membuat mereka depresi, karena ketika mereka berada dijalanan mereka dapat melakukan hal yang menghasilkan uang tanpa harus bekerja dengan susah payah seperti mengemis dan mengamen. Dengan berada di panti mereka telah meninggalkan kebiasaan mereka dan merasa tidak berdaya.

Depresi merupakan penyebab umum menurunnya berat badan pada lansia. Depresi dapat menyebabkan dan memperburuk masalah gizi. Tidak hanya mengurangi nafsu makan, namun depresi dapat mengurangi motivasi yang digunakan untuk memperoleh, menyiapkan dan mengkonsumsi nutrisi yang cukup. (Morley, Thomas 2010)

(13)

Pengukuran tingkat depresi tidak hanya dilihat menggunakan GDS namun untuk menunjukkan tingkat depresi perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan melakukan diagnosis depresi sesuai dengan kriteria baku yang dikeluarkan oleh DSM-III R. GDS-15 hanya sebagian kecil untuk mendeteksi tingkat depresi pada lansia, jadi diharapkan pihak panti werdha dapat melakukan diagnosis lebih lanjut agar dapat mengurangi tingkat depresi yang mana dibiarkan begitu saja akan menyebabkan depresi kronis.

Berdasarkan hasil analisis secara statistik bahwa dari 150 lansia, 137 lansia diantaranya mengkonsumsi cukup lemak dari total kecukupan energi pada 1 harinya. Dapat dinyatakan pula bahwa perbedaan proporsi kejadian gizi kurang antara responden yang cukup lemak dengan responden yang kekurangan lemak terdapat perbedaan yang bermakna, atau ada hubungan yang bermakna secara statistik dengan nilai P-Value sebesar 0,011 (<0,05).

Dibandingkan dengan konsumsi sumber energi lainnya, pengkonsumsian lemak di Panti Werdha cukup tinggi. Dikarenakan kebanyakan dari mereka mengkonsumsi makanan ringan seperti biskuit marie susu, donat, gorengan dan makanan ringan lainnya yang merupakan makanan mengandung banyak lemak. Rasa bosan yang mereka rasakan terhadap penyajian keanekaragaman makanan dari Panti Werdha yang membuat mereka memilih untuk membeli makanan ringan yang justru mengandung banyak lemak dibandingkan dengan makanan yang kaya protein. Makanan ringan didapatkan pula dari para tamu, donatur maupun LSM yang berkunjung pada hari sabtu dan minggu dengan demikian lansia memiliki cadangan makanan ringan yang cukup banyak sehingga tidak dapat dikontrolnya asupan lemak pada setiap orangnya.

Berdasarkan hasil analisis yang dilihat pada table 5.28 bahwa masih ada 13 lansia yang mengalami kekurangan asupan lemak, dan 6 orang diantaranya mengalami gizi kurang. Dapat dikatakan bahwa tidak semua lansia mengkonsumsi lemak cukup, yang mana pada lansia yang tidak mengkonsumsi lemak cukup mengalami gizi kurang. Berdasarkan pengakuan dari beberapa lansia bahwa mereka kurang selera untuk makan makanan berlemak salah satu contohnya adalah biskuit dan roti. Sebagian dari mereka mengaku jika mendapatkan roti dan biskuit mereka berikan kepada lansia lainnya. Mereka lebih suka memakan makanan yang telah disediakan dari pihak panti, karena beberapa diantara mengalami penyakit hipertensi maupun diabetes sehingga mereka sangat menjaga pola makan mereka.

(14)

Dari hasil analisis tersebut didapatkan pula nilai PR sebesar 3,162 dengan nilai 95% CI : 1,549 -6,452. Yang artinya adalah responden yang kurang mengkonsumsi lemak dalam 1 harinya berisiko mengalami gizi kurang sebesar 3,162 kali dibandingan dengan responden yang cukup mengkonsumsi lemak.

Hasil penelitian ini tidak sama dengan penelitian dari Henry (2008) dengan Setiani (2012) yang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara konsumsi lemak dengan status gizi (Pvalue > 0,05). Namun, penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Napitupulu (2002) yang mana berdasarkan hasil analisis didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara konsumsi lemak dengan status gizi.

Kesimpulan

Proporsi kejadian gizi kurang pada lansia sebesar 17,3%. Sebagian besar lansia yang ada di panti berusia ≥70tahun (lansia berisiko) berjenis kelamin perempuan dengan status perkawinan cerai mati kategori tingkat pendidikan rendah yang telah tinggal di panti werdha selama ≤42 bulan, mengalami ≤1 keluhan kesakitan dalam 1 bulan terakhir, dengan lama sakit pada lansia dengan kategori ≤7 hari dimana mereka melakukan pengobatan ketika sakit dan banyak yang mengalami depresi. Berdasarkan asupan zat gizi makro lansia lebih banyak yang kurang mengkonsumsi energi, protein dan karbohidrat. Pengkonsumsian lemak pada lansia lebih banyak yang cukup lemak.

Berdasarkan hasil analisis bivariat antara variable karakteristik individu (umur, jenis kelamin, status kawin, pendidikan dan lama tinggal), tingkat depresi, status kesehatan (keluhan kesakitan, lama sakit, dan pengobatan) serta asupan zat gizi makro (energi, protein, karbohidrat dan lemak) dengan status gizi, didapatkan hanya variable umur, keluhan kesakitan, tingkat depresi dan konsumsi lemak yang memiliki hubungan yang bermakna secara statistik dengan status gizi (Pvalue = 0,05)

(15)

Saran

Memberikan perhatian khusus pada lansia yang berada pada kelompok lansia yang berisiko (≥ 70 tahun) dikarenakan semakin tua seseorang akan menyebabkan penurunan daya tahan tubuh sehingga rentan terhadap suatu penyakit. Semakin banyak penyakit yang diderita lansia akan menyebabkan komplikasi penyakit dan menurunkan nafsu makan maka dari itu panti werdha harus cepat tanggap dan selalu melaksanakan pemeriksaan kesehatan secara berkala.

Untuk menunjukkan tingkat depresi perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan melakukan diagnosis depresi sesuai dengan kriteria baku yang dikeluarkan oleh DSM-III R. GDS-15 hanya sebagian kecil untuk mendeteksi tingkat depresi pada lansia, jadi diharapkan pihak panti werdha dapat melakukan diagnosis lebih lanjut agar dapat mengurangi tingkat depresi kronis. Diharapkan pihak panti mengontrol setiap asupan zat gizi makro yang dikonsumsi lansia serta selalu memberikan makanan sesuai dengan gizi seimbang. Disarankan agar lansia senantiasa memelihara kesehatan fisik maupun mental.

Daftar Refrensi

[BPS] Badan Pusat Statistik. (2008). Statistik Penduduk Lanjut Usia 2008. Jakarta : Badan Pusat Statistik.

[WNPG] Widyakarya Nasional Pangan Gizi. (2004). Ketahanan Pangan Dan Gizi Di Era Otonomi Daerah Dan Globalisasi. Jakarta : LIPI

Adriani, Merryana., & Wirjatmadi, Bambang. (2012). Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan. Jakarta:Prenada Media Group

Azad N. (2002). Nutrition In The Elderly. The Canadian Journal of Diagnosis: 83-93

Departemen Sosial RI. (2002). Standardisasi Pelayanan Kesejahteraan Sosial Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW).

(16)

Depkes RI. (1989). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta : Departemen Kesehatan RI

Depkes RI. (1993). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan.

Jakarta: Departemen Kesehatan.

Depkes RI. (1998). Review Buku Acuan Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut. Jakart: Departemen Kesehatan.

Edmon. (1997). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Orang Dewasa Di 10 Kota Di Indonesia Tahun 1996. Program studi ilmu kesehatan masyarakat program pascasarjana Universitas Indonesi, Depok.

Fatmah. (2010). Gizi Usia Lanjut. Jakarta : Erlangga.

Gibson,RS. (1990). Principle Nutritional Assesment, Oxford University Press, New York

Napitupulu, Halasan. (2002). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Pada Lanjut Usia Di Kota Bengkulu Tahun 2001. Tesis, FKM UI.

Nisa, Hoirun. (2004). Faktor Determinan Status Gizi Lansia Penghuni Panti Werdha Pemerintah DKI Jakarta Tahun 2004. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat UI.

Oktariyani. (2012). Gambaran Status Gizi Pada Lanjut Usia Di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulya 01 Dan 03 Jakarta Timur. Skripsi, FIK UI

Puspitasari, Anne. (2011). Keragaan Konsumsi Pangan, Status Kesehatan, Tingkat Tingkat Depresi Dan Status Gizi Lansia Peserta Dan Bukan Peserta Program Home Care Di Tegal Alur Di Jakarta Barat. Skripsi, IPB.

Setiani, Wenny. (2012). Hubungan Antara Riwayat Penyakit, Asupan Protein Dan Faktor- Faktor Lain Dengan Status Gizi Peserta Posyandu Lansia Di Kecamatan Grogol Petamburan Jakarta Barat Tahun 2011. Skripsi, FKM UI

Simanjuntak, Elvi. (2010). Status Gizi Lansia Di Daerah Pedesaan, Kecamataan Porsea Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010. Tesis, FKM UI.

(17)

Soejono., et al. (2000). Pedoman Pengelolaan Kesehatan Pasien Geriatric Untuk Dokter Dan Perawat. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI.

Sukesi, Tatiek. (2002). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Lanjut Usia Di Sasana Tresna Werdha Karya Bahkti Ria Pembangunan Jakarta Tahun 2002. Tesis, FKM UI.

White et al,. (1991). Risk Factors And Indicators Of Poor Nutritional Status In Older American,

J Am Diet assoc, July (7) : 783-6

WHO, World Health Organization Expert Committee. (1999). Physical Status : The Use and Interpretation of Anthtopometry.

Yesavage et al., (1983). Development Adn Validation Of A Geriatric Depression Screening Scale : A Preliminary Report. Journal of psychiatric research,17, 34-49.

Gambar

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Status Gizi dan Faktor-Faktor yang Berisiko
Tabel 2. Hubungan antara Status Gizi dengan Faktor-Faktor yang Berisiko

Referensi

Dokumen terkait

Jika pemberitaan hoax telah menjadi hal yang lumrah dan dikonsumsi setiap hari, maka bukan tidak mungkin akan terbentuk karakter masyarakat, terutama generasi muda,

Berdasarkan beberapa tinjauan pustaka dari penelitian terdahulu yang telah dijabarkan, maka penulis akan membangun sistem pakar yang dapat mendiagnosa kelainan sistem ortopedi

Hasil penelitian menggunakan analisis chi square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara penggunaan helm dengan keparahan korban kecelakaan lalu lintas sepeda motor

Tabel 19 Jumlah kasus penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) menurut jenis kelamin, kecamatan, dan puskesmas kabupaten/kota yogyakarta data tahun 2014.. Tabel 20

Menimbang bahwa walaupun penyebab alasan perceraian yang diajukan Penggugat telah dibantah oleh Tergugat yang menyatakan benar telah terjadi pertengkaran antara Penggugat

Ada tiga faktor yang berperan dalam sistem penyelenggaraan pondok pesantren, yaitu ; a) manajemen sebagai faktor upaya, b) organisasi sebagai faktor sarana, dan c)

Dari uraian di atas dapat diambil hipotesis dalam penelitian ini bahwa hubungan kualitas layanan terhadap loyalitas pelanggan adalah kualitas pelayanan mempunyai

Sehubungan dengan pemeriksaan atas laporan keuangan kami per 31 Desember 2013, oleh akuntan publik kami Drs. Hariyanto &amp; Co., Sudilah anda memeriksa kebenaran data di