• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Strategi Pengeloalan Wakaf Produktif di Masjid Riyadusolikhin Desa Margodadi Kec.Sumberjo Kab.Tanggamus - ANALISIS STRATEGI PENGELOLAAN WAKAF PRODUKTIF DALAM MENINGKATAN KESEJAHTERAAN UMAT (Studi Pada Masjid

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Strategi Pengeloalan Wakaf Produktif di Masjid Riyadusolikhin Desa Margodadi Kec.Sumberjo Kab.Tanggamus - ANALISIS STRATEGI PENGELOLAAN WAKAF PRODUKTIF DALAM MENINGKATAN KESEJAHTERAAN UMAT (Studi Pada Masjid"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

A.Analisis Strategi Pengeloalan Wakaf Produktif di Masjid Riyadusolikhin Desa Margodadi Kec.Sumberjo Kab.Tanggamus

Tujuan dari pengelolaan wakaf adalah mampu memaksimalkan potensi

wakaf sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial umat. Pemanfaatan wakaf tersebut tidak hanya digunakan untuk konsumtif tetapi juga

digunakan dalam bentuk produktif sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan umat secara berkelanjutan. Dalam perkembangannya wakaf produktif dewasa ini semakin mendapatkan tempat, hal ini dikarenakan kemudahan yang didapatkan

melalui wakaf produktif dibanding wakaf konsumtif. Wakaf yang bersifat produktif ini akan lebih memberikan sebuah timbal balik yang nyata bagi umat

serta akan lebih produktif untuk menghasilkan suatu barang. Pemanfaatan wakaf untuk kegiatan produktif akan menjadi sumber pendanaan alternatif bagi penguatan ekonomi umat. Umat dapat menggunakan wakaf untuk sesuatu yang

produktif, seperti tanah pertanian, dapat dikelola oleh umat untuk menghasilkan keuntungan.

Wakaf di Desa Margodadi yang dikelola oleh nazir masjid Riyadlusolikhin sebenarnya berupa wakaf dalam bentuk bangunan seperti bangunan masjid, mushalla, madrasah dan pondok pesantren, namun pengelolaan

wakaf yang telah produktif hanyalah berupa wakaf sawah. Pengelolaan sawah ini kemudian oleh nazir dikelola dengan sistem bagi hasil (paroan). Untuk sistem

(2)

hasil, menurut pengalaman para nazirnya jauh lebih menguntungkan bila

dibandingkan dengan sistem lain seperti sewa.

Sawah yang digarap melalui perjanjian bagi hasil (paroan) dengan luas

15.400m2 atau 1,54 ha tersebut dalam sekali panennya dapat menghasilkan sekitar 9,3 ton padi atau bila diuangkan sekitar Rp23.262.000. Hasil tersebut kemudian di bagi (diparo) dengan presentase 50% atau Rp16.631.000 untuk petani

penggarap dan 50% atau Rp16.631.000 masuk ke kas masjid. Dalam satu tahun sawah tersebut dapat dipanen sebanyak tiga kali artinya dalam satu tahunnya

pengelolaan wakaf sawah produktif tersebut dapat menghasilkan kurang lebih Rp50.000.000 yang masuk ke kas masjid Riyadlusolikhin, hasil yang diperoleh

tidaklah selalu sama, hal ini tergantung pada kualitas tanah dan juga gangguan hama yang ada. Hasil dari pengelolaan sawah tersebut semuanya masuk ke masjid yang dipergunakan untuk kesejahteraan masjid.

Dari hasil penelitian di lapangan pengelolaan wakaf produktif di Desa Margodadi jika dilihat dari penggunaan strateginya menggunakan strategi diversifikasi. Hal ini terlihat dari hasil pengelolaan wakaf berupa sawah yang

diperuntukan untuk biaya pemeliharaan masjid, membantu pemeliharaan mushala, pembangunan pondok pesantren dan madrasah, serta membantu pembeliaan lahan

untuk dibangunkan sekolah yang ada di Desa Margodadi. Sehingga dari hasil pengelolaan wakaf tersebut dapat membantu meningkatkan pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana yang ada di desa tersebut.

Hal tersebut menunjukan bahwa sesungguhnya pengelolaan tanah wakaf yang dijalankan oleh nazir Masjid Riyadlusolikhin ini memiliki potensi yang

(3)

Margodadi. Nazir yang bertanggungjawab dalam mengelolaa wakaf tersebut telah

dirasa dapat memproduktifkan wakaf yang ada sehingga tujuan wakaf dapat tercapai dan hasil dari pengelolaan wakaf dapat disalurkan sebagaimana

peruntukan wakaf yang dimaksud.

Melihat fakta di atas tentunya yang bertanggung jawab dalam sukses tidaknya pengelolaan wakaf produktif di Desa Margodadi ini adalah pengelola (nazir).

Bagaimanapun nazir berperan dalam upaya pengelolaan wakaf tersebut sehingga benar-benar bisa produktif sebagaimana tujuan wakaf dan hasilnya dapat

disalurkan sebagaimana peruntukan wakaf yang dimaksud. Menurut fiqih diantara syarat nazir selain Islam dan mukallaf yaitu memiliki kemampuan dalam

mengelola wakaf (profesional) dan memiliki sifat amanah, jujur dan adil. Untuk mengelola wakaf secara produktif, terdapat empat asas yang mendasarinya yaitu:

1 Asas keabadian manfaat, benda wakaf itu bisa dikatakan memiliki

keabadian manfaat jika:

a. Benda itu dapat dimanfaatkan/digunakan oleh orang banyak. Jadi bukan hanya dapat dimanfaatkan atau dinikmati oleh seorang saja, tetapi juga

oleh masyarakat banyak.

b. Wakif dan penerima wakaf sama-sama berhak memanfaatkan benda

wakaf tersebut secara berkesinambungan. Seorang wakif juga diperbolehkan mengambil manfaat dari apa yang diwakafkan, sama seperti yang lain. Tentu ada catatan, wakif jangan merasa bahwa itu

(4)

c. Nilai immaterialnya banyak, artintya potensi nilai manfaatnya bisa lebih

banyak dari pada potensi nilai materialnya.

d. Benda wakaf itu tidak menjadi mudharat bagi orang di sekitarnya

Adanya tanah wakaf yang dikelola nazir masjid Riyadlusolikhin memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dengan dapat bekerja sebagai petani penggarap sawah wakaf yang produktif, dengan sistem bagi hasil

tanah wakaf tersebut dapat memberikan hasil yang kemudian diberikan kepada masjid sebagai aset kesejahteraan masjid. Dana tersebut kemudian

dapat digunakan untuk pembangunan dan pemeliharaan masjid, mushala, pondok pesantren dan madrasah. Hal tersebut menunjukan bahwa tanah

wakaf yang ada telah dimanfaatkan dengan baik dengan menjadikan harta wakaf terjaga dan terurus serta memberikan kontribusi manfaat bagi masyarakat, sehingga dari wakaf yang ada dapat diambil manfaatnya oleh

masyarakat tanpa mengambil atau mengurangi zatnya.

2 Asas pertanggungjawaban, artinya wakaf harus dipertanggungjawabkan baik di dunia maupun di akhirat kelak. Bentuknya adalah dengan

mengelolanya secara sungguh-sungguh dan semangat yang didasarkan kepada tanggungjawab kepada Allah SWT atas prilaku dan perbuatannya,

tanggungjawab secara hukum, tanggungjawab pada lembaga, serta tanggungjawab sosial yang berkaitan dengan moral masyarakat.

Asas pertanggungjawaban tercermin dari pengelolaan wakaf yang

dilakukan oleh nazir Masjid Riyadlusolikhin dengan berlandaskan keikhlasan dan keridhaan Allah SWT. Dalam pengelolaannya nazir juga

(5)

hasil pengelolaan dengan selalu terbuka pada masyarakat. Masyarakat

diberikan hak dan kebebasan untuk menayakan tentang pengelolaan dan alokasi hasil dari dana wakaf yang terkumpul. Pengelolaan wakaf dijalankan

sesuai dengan dasar hukum wakaf yaitu terlihat dari pemanfaatan yang baik dari tanah wakaf tersebut dengan menjadikan harta wakaf lebih berkembang dan memberikan manfaat bagi masyarakat tanpa mengurangi zatnya,

sehingga harta wakaf yang ada tidak sia-sia.

3 Asas profesionalitas manajemen, untuk mengelola dan mengembangkan

harta wakaf, satu hal yang perlu digarisbawahi adalah pentingnya profesionalisme dalam pengelolaannya. Aspek profesionalisme tersebut

paling kurang mengikuti standar dari sifat-sifat Nabi Muhammad SAW yaitu:

a. Amanah

Nazirnya dapat dipercaya, baik dari segi pendidikan, keterampilan, job descnya jelas, hak dan kewajibannya jelas, dan adanya standar

operasi (SOP) yang juga jelas. Amanah menyangkut aspek spiritualitas,

juga aspek profesionalitas yang didasarkan pada komitmen dan skill yang mumpuni. Antara komitmen dan skill harus seiring, karena keduanya

saling mendukung.

Nazir masjid Riyadlusolikhin Desa Margodadi dipercaya oleh masyarakat untuk mengelola wakaf produktif yang ada di desa tersebut.

Amanah menyangkut aspek spiritualitas, juga aspek profesionalitas yang didasarkan pada komitmen dan skill yang mumpuni. Namun dari

(6)

seimbang antara aspek spiritualitas dan aspek profesionalitas. Hal ini

dibuktikan dengan nazir hanya mendistribusikan hasil wakaf produktif yang berupa sawah tersebut hanya untuk keperluan masjid. Seharusnya

nazir memiliki keterampilan lebih sehingga bisa mengembangkan wakaf produktif untuk usaha-usaha lainnya. Sehingga masyarakat Desa Margodadi bisa merasakan manfaat dengan adanya wakaf yang

diproduktifkan.

b. Shiddiq

Nazir harus jujur dalam menjalankan dan menginformasikan programnya. Kejujuran adalah dasar dari sebuah sikap amanah. Orang bisa dikatakan amanah jika memiliki sifat jujur. Karena kejujuran

merupakan cermin dari pribadi profesional.

Dalam pengelolaan wakaf yang ada, nazir Masjid Riyadlusolikhin

selalu terbuka dan menyampaikan hasil dari pelaksanaan pengelolaan wakaf produktif kepada masyarakat Desa Margodadi dalam musyawarah, sehingga masyarakat mengetahui bagaimana pengelolaan wakaf dan

dialokasikan kemana saja dana wakaf yang terkumpul.

c. Fathanah

Nazir harus cerdas, kreatif dan inovatif dalam mengelola wakaf. Yaitu kecerdasan yang tidak sekedar intelektual, tetapi juga emosional, dan spiritual. Hal yang paling penting adalah kecerdasan dalam

(7)

dan menampung peluang dalam pemberdayaan dan pengembangan wakaf

di masa-masa mendatang.

Dari penelitian lapangan, nazir wakaf masjid Riyadlusolikhin Desa

Margodadi kurang kreatif dan inovatif dalam mengelola wakaf produktif berupa sawah tersebut. Nazir hanya mengelola dan mendistribusikan hasil wakaf sesuai dengan ikrar dari wakif yang memperuntukkan sawah

sebagai aset masjid. Seharusnya nazir yang profesional dapat mencari inovasi-inovasi baru baik dalam pengelolaan maupun distribusi hasil

wakaf. Nazir tidak harus kaku dalam merumuskan ikrar penyerahan wakaf tanah atau bangunan, tapi harusnya bisa lebih luwes agar dapat

mencakup peruntukan yang lebih luas, seperti pendidikan, pemberdayaan ekonomi kaum miskin, dan tujuan-tujuan kemaslahatan lainnya. Dengan begitu, nazir memiliki kebebasan dalam mengelola aset wakaf untuk

tujuan produktif sesuai perkembangan dinamika ekonomi.

d. Tabligh

Nazir harus menyampaikan informasi programnya dengan jelas dan

transparan. Prinsip dari sifat tabligh meliputi 3 hal pokok, yaitu: transparan, akuntable, aspiratif. Di negara demokrasi, ketiga hal pokok

tersebut menjadi instrumen penting sebagai wujud dari tata pemerintahan yang baik, demikian juga dalam sistem kenaziran. Transparan sebagai medium bagi terbukanya informasi yang terkait dengan pelaksanaan

(8)

sebagai medium untuk menyerap berbagai masukan dan keinginan

masyarakat dalam mengelola dan mengembangkan wakaf.

Nazir masjid Riyadlusolikhin selalu mengadakan musyawarah

dengan masyarakat Desa Margodadi terkait dengan wakaf yang ada dan dikelola oleh nazir masjid tersebut. Dalam musyawarah tersebut akan dibahas mengenai perbaikan dan pemeliharaan wakaf yang ada, serta

akan dialokasikan kemana dana wakaf yang terkumpul. Masyarakatpun diberikan hak dan kebebasan dalam mempertanyakan pengelolaan dan

pengembangan wakaf yang dikelola oleh nazir Masjid Riyadlusolikhin. Hal ini menunjukan bahwa nazir Masjid Riyadlusolikhin selalu

menyampaikan informasi mengenai program kerja yang mereka lakukan tentang bagaimana pengelolaan wakaf produktif yang ada dan bersifat transparan kepada masyarakat yang ingin mengetahui pengelolaan wakaf

dan alokasi dana wakaf yang terkumpul. Nazir juga bersifat terbuka jika masyarakat memberikan masukan baik saran atau kritikan dalam pengelolaan dan pengembangan wakaf.

4 Asas keadilan sosial, sebagai ibadah sosial, wakaf sangat kental dengan dimensi keadilan. Setidaknya terdapat 3 (tiga) tujuan, bahwa dalam

pengelolaan wakaf yang didasarkan pada asas keadilan sosial, yaitu:

a. Asas keadilan sosial dilandasi prinsip keimanan yaitu semua manusia yang ada di alam semesta adalah milik Allah. Manusia sebagai khalifah

(9)

b. Menggalakkan sistem pendistribusian kembali yang lebih efektif dengan

mengaitkannya kepada ridha Allah SWT. Wakaf adalah bukti bahwa orang yang lebih mampu bersedia mendermakan sebagian hartanya untuk

berbagi dengan yang lain demi kesejahteraan bersama.

c. Mendorong kewajiban berbuat adil dan saling membantu. Sebagai makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran orang lain di luar diri kita,

manusia harus lebih berbuat adil dan saling membantu dalam kebaikan. Asas keadilan sosial dalam wakaf yang ada di Desa Margodadi ini

tercerminkan dari adanya kerelaan dan keikhlasan sebagian masyarakat di desa tersebut yang bersedia mendermakan sebagian harta yang mereka

miliki untuk menjadi milik umum, dikelola dan hasilnya didistribusikan untuk kepentingan bersama. Dengan adanya kesadaran untuk memahami dan mewakafkan sebagian harta yang dimiliki dalam hal ini dalam

bentuk sawah tersebut menunjukan bahwa harta tersebut tidak hanya berputar pada golongan tertentu saja, melainkan dapat juga dirasakan manfaatnya bagi masyarakat lainnya sehingga memberikan kontribusi

dalam terciptanya keadilan distribusi ditengah-tengah masyarakat. Adanya tanah wakaf tersebut membantu masyarakat yang awalnya tidak

memiliki pekerjaan menjadi dapat bekerja sebagai penggarap wakaf dan memberikan tambahan penghasilan bagi sebagian masyarakat lainnya yang bekerja sebagai buruh tani sehingga mereka dapat mencukupi

kebutuhan hidup dan mendapatkan kehidupan yang layak.

Dari keempat asas tersebut ada satu asas yang menjadi penunjang dalam

(10)

asas profesionalitas manajemen. Pengelolaan wakaf produktif di Desa

Margodadi selama ini belum maksimal dan menggunakan manajemen kepercayaan. Nazir menuturkan ketika ada dana terkumpul maka dana tersebut

langsung digunakan untuk pemeliharaan dan kebutuhan masjid, musholla dan madrasah, yang dilakukan secara bergantian. Asas profesionalitas manajemen ini harusnya dijadikan semangat pengelolaan wakaf produktif dalam rangka

mengambil kemanfaatan yang lebih luas dan lebih nyata untuk kepentingan masyarakat luas.

Untuk itu diperlukan bimbingan dan pelatihan secara berkelanjutan bagi nazir wakaf di Desa Margodadi, agar kelak nazir memiliki kemampuan

manajemen yang baik sehingga dapat megelola wakaf lebih produktif. Perlu juga diperhatikan asas kesejahteraan nazir, agar pekerjaan nazir tidak lagi diposisikan sebagai pekerja sosial tetapi sebagai pekerjaan profesional yang

dapat hidup dengan layak dengan profesi tersebut.

Selain adanya nazir yang profesional, strategi dalam pengelolaan menempati posisi teratas dan paling urgen dalam mengelola harta wakaf.

Karena wakaf itu bermanfaat atau tidak, berkembang atau tidak tergantung pada pola pengelolaan. Bentuk pengelolaan tanah wakaf tersebut dapat

diwujudkan dalam bentuk-bentuk usaha yang dapat menghasilkan keuntungan, baik melalui produk barang atau jasa. Pola pengelolaan tanah wakaf melalui usaha-usaha produktif bisa dilakukan jika nazir memiliki dana yang cukup

untuk membiayai operasional usaha. Sementara pada umumnya, para wakif yang menyerahkan tanah pada nazir tidak disertai unsur pembiayaan yang

(11)

Untuk mengelola, memberdayakan dan mengembangkan tanah wakaf yang

produktif serta strategis dimana hampir semua wakif yang menyerahkan tanahnya kepada nazir tanpa menyertakan dana untuk membiayaai operasional

usaha produktif, tentu saja menjadi persoalan yang cukup serius. Karena itu diperlukan strategi riil agar bagaimna tanah-tanah wakaf yang begitu banyak dapat diberdayakan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat.

Meskipun wakaf telah memainkan peran yang sangat penting dalam pembangunan masyarakat khususnya masyarakat muslim, namun dalam

kenyataannya persoalan perwakafan belum dikelola secara baik dan maksimal. Untuk itu sudah saatnya untuk lebih mengkaji, menganalisis dan menerapkan

strategi pengelolaan dalam rangka pengembangan wakaf secara berkesinambungan agar harta wakaf, khususnya tanah wakaf yang strategis bisa dijadikan salah satu alternatif nyata dalam pemberdayaan ekonomi umat.

Perlu adanya inovasi pengembangan wakaf dalam bentuk usaha-usaha lain yang sifatnya produktif seperti pengembangan pegelolaan wakaf berupa sawah yang disandingkan dengan budidaya ikan misalnya atau bersamaan dengan

penanaman sayur-sayuran disekitaran sawah agar sawah yang ada menjadi benar-benar produktif dan tiadak hanya bergantung pada hasil panen padi saja.

Selain itu, pengembangan wakaf juga dapat dilakukan dengan jalinan kemitraan usaha, bantuan modal kerja atau pembangunan lapangan kerja lainnya yang dapat menjadikan wakaf yang ada di desa Margodadi dapat

diperluas. Wakaf yang dikelola sampai saat ini hanya lahan pertanian yang sifatnya produktif hal tersebut mengakibatkan belum tercapainya kesejahteraan

(12)

Wakaf dalam ajaran Islam sebenarnya mirip dengan sebuah economic

corporation dimana terdapat modal untuk dikembangkan yang keuntungannya

digunakan untuk kepentingan umat, yang lebih menjamin keabadian wakaf itu

adalah adanya ketentuan tidak boleh menjual atau mengubah aset itu menjadi barang konsumtif, ataupun membiarkannya tanpa diolah atau dimanfaatkan, tetapi tetap harus menjadikannya sebagi aset produktif. Dengan kata lain,

paling tidak secara teoritis, wakaf harus selalu berkembang dan bahkan bertambah menjadi wakaf-wakaf baru.

Dari penelitian yang dilakukan dilapangan menunjukan bahwa wakaf produktif yang dikelola oleh masjid Riyadlusolikhin di desa Margodadi ini pola

pengelolaannya masih bersifat tradisional. Pemanfaatan hasil pengelolaan wakaf yang ada cenderung lebih untuk memakmurkan masjid dan bantuan pemeliharaan prasarana pendidikan. Minimnya strategi pengelolaan wakaf

yang digunakan selama ini yang hanya berupa kerja sama bagi hasil (paroan) hasil dari pengelolaan penanaman padi di lahan wakaf sawah menyebabkan wakaf yang ada sejauh ini kurang berkembang. Padahal bila hasil pengelolaan

wakaf yang berupa lahan pertanian ini bisa dikembangkan dan dimanfaatkan ke arah lain yang sifatnya juga produktif maka wakaf yang ada di desa Margodadi

tersebut dapat memberikan kontribusi sosial yang lebih luas bagi masyarakat. Misalnya dari hasil pengelolaan wakaf tersebut dibelikan sebuah lahan untuk diberdayakan pendirian usaha-usaha kecil seperti penggilingan padi, toko-toko

ritel, koperasi/BMT, usaha bengkel dan sebagainya sehingga mampu membuka peluang usaha baru bagi masyarakat dan lebih memproduktifkan kembali

(13)

Untuk itu diperlukan jalinan kemitraan usaha dengan lembaga terkait

seperti koperasi atau BMT sehingga pengelolaan wakaf dapat diarahkan untuk usaha yang lebih produktif. Dengan adanya kerjasama yang dilakukan pihak

nazir dengan koperasi/BMT tersebut maka dapat mencukupi pembiayaan untuk operasional usaha. Setelah itu diperlukan program pembinaan dan pemberdayaan masyarakat melalui kemitraan dengan lembaga pemberdayaan

masyarakat yang memenuhi kriteria kelayakan kelembagaan dan profesional, sehingga tercipta sinergi antara pengelolaan harta wakaf dengan masyarakat

sebagai mitra pengelola.

Dalam pengelolaan wakaf yang dikelola oleh nazir masjid Riyadlusolikhin

di Desa Margodadi diketahui bahwa tanggungjawab pengelolaan wakaf selain sawah yaitu berupa bangunan mushalla, madrasah dan pondok pesantren diserahkan kepada masing-masing pengelola bangunan tersebut dan bukan

menjadi tanggungjawab nazir masjid Riyadlusolikhin. Hal tersebut menunjukan bahwa tidak ada tanggungjawab pengelolaan wakaf yang pada awalnya diserahkan kepada nazir masjid Riyadlusolikhin sebagai penerima

wakaf. Seharusnya sebagai nazir yang diberi kepercayaan untuk mengelola wakaf yang diterimanya dari masyarakat, nazir masjid Riyadlusolihin memiliki

tanggungjawab dalam pengelolaan dan pemanfaatan wakaf yang diterimanya, sehingga dapat diketahui apakah pengelolaan dan pemanfaatan wakaf dalam bentuk bangunan tersebut sesuai dengan ikrar wakaf pada awalnya atau tidak.

Selain itu dalam penelitian lapangan juga ditemukan bahwa dalam pengelolaan wakaf produktif yang ada di Desa Margodadi juga kurang

(14)

menyampaikan hasil pengelolaan wakaf produktif, namun tidak ada

pengawasan dari masyarakat. Karena masyarakat mempercayakan sepenuhnya pengelolaan wakaf produktif kepada nazir. Tidak adanya evaluasi dalam

pengelolaan wakaf produktif sehingga tidak diketahui apakah nazir dalam menjalankan tugasnya berhasil ataukah belum. Kontrol yang lemah ini dapat berpengaruh pada kinerja nazir karena kontrol yang lemah tersebut

mangakibatkan nazir tidak dapat mengetahui apa yang harus diperbaiki agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Untuk itu diperlukan partisipasi

masyarakat dalam pengawasan pengelolaan wakaf yang ada di desanya untuk memastikan seluruh rangkaian kegiatan atau rencana yang telah dirancang

telah berjalan sesuai target atau belum dan nazir dapat mengetahui sampai sejauh mana tugas yang dijalankan sebagai pengelola wakaf berhasil atau belum.

Sebagai bagian dari ajaran Islam, wakaf mendapat perhatian yang tinggi dalam Islam. Ajaran wakaf terkait dengan masalah sumber daya alam yang merupakan harta kekayaan dan sumber daya manusia (SDM) sebagai subyek

pemanfaatan. Di antara permasalahannya yang terpenting adalah pengelolaan, pemanfaatan, dan pengaturan yang baik dan adil untuk memenuhi

kamakmuran, kesejahteraan, dan kebahagiaan dalam jangka pendek dan jangka panjang bagi manusia atau dikenal dengan kebahagiaan dunia dan akhirat untuk menjamin kepuasan, kesejahteraan lahir dan batin manusia.

(15)

1. Peruntukan wakaf di Desa Margodadi kurang mengarah pada pemberdayaan

ekonomi masyarakatnya dan cenderung hanya untuk kepentingan kegiatan-kegiatan ibadah, hal ini karena dipengaruhi oleh keterbatasan akan

pemahaman wakaf oleh masyarakat, baik mengenai harta yang diwakafkan, peruntukan wakaf, maupun nazir wakaf.

Wakaf masih ditempatkan sebagai ajaran yang murni dimasukkan

dalam kategori ibadah mahdhah (pokok). Yaitu, dihampir semua wakaf diperuntukkan untuk kepentingan pembangunan fisik, sepeti masjid,

musholla, dan madrasah. Sehingga keberadaan harta wakaf belum memberikan kontribusi sosial yang lebih luas karena hanya untuk

kepentingan peribadatan. Memang hal ini sudah maksimal untuk pengelolaan produktif akhirat dengan adanya masjid, mushala, pondok pesantren dan madrasah, namun produktif yang secara materi hanya terbatas

pada sawah yang hasil pengelolaannya diberikan kepada masjid untuk kesejahteraan masjid.

Harus diakui, pola dan sistem yang digunakan oleh pengelola wakaf

selama ini memang masih sangat tradisional dan monoton, sehingga dalam pikiran masyarakat umum sudah terbentuk image bahwa wakaf itu hanya

diperuntukkan pada wilayah-wilayah yang non ekonomi, seperti pendirian masjid, musholla, madrasah, dan lain-lain. Hal ini terjadi karena kebekuan pemahaman nazir yang mengelola harta wakaf sesuai dengan ikrar wakaf

yang dilakukan wakif. Tidak ada inovasi dalam bentuk usaha-usaha lainnya, hanya sawah saja yang dikelola secara produktif. Padahal wakaf yang ada

(16)

Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi dari lembaga wakaf terkait sebagai

bentuk proses penyadaran akan peruntukan benda wakaf dan pemanfaatannya sehingga masyarakat memahami akan pentingnya nilai

wakaf. Selain itu perlu dilakukan usaha pengembangan lain harta benda wakaf dalam bentuk atau jenis harta yang diwakafkan, misalnya wakaf tunai, yang akan lebih mempermudah masyarakat dalam melakukan wakaf,

serta dapat dijadikan alternatif dalam mendapatkan dana untuk mengembangkan harta benda wakaf ataupun dapat digunakan sebagai modal

bagi masyarakat yang tentunya mampu memberdayakan masyarakat sehingga mendorong perekonomian masyarakat.

2. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) nazir wakaf yang belum profesional. Banyak nazir wakaf yang hanya didasarkan pada aspek ketokohan seperti ulama, kyai, ustadz, dan lain-lain, bukan aspek

profesionalisme atau kemampuan mengelola. Sehingga banyak benda-benda wakaf yang belum maksimal pengelolaannya. Kualifikasi profesionalisme nazir wakaf di masjid Riyadlusolikhin Desa Margodadi masih tergolong

tradisional yang kebanyakan mereka menjadi nazir lebih karena faktor kepercayaan dari masyarakat, sedangkan kemampuan manajerial dalam

mengelola wakaf masih sangat lemah, yaitu dalam wakaf produktif hanya terbatas pada pengelolaan sawah. Para nazir belum mengenal mengenai wakaf tunai.

Orang yang ingin mewakafkan harta (wakif) tidak tahu persis kemampuan yang dimiliki nazir tersebut. Dalam kenyataannya, banyak para

(17)

pengelolaan tanah atau bangunan. Keyakinan yang mendarah daging bahwa

wakaf harus diserahkan kepada ulama, kyai, atau lainnya, sementara orang yang diserahi belum tentu mampu mengurusnya merupakan kendala yang

cukup serius dalam rangka memberdayakan wakaf secara produktif.

Seperti yang terjadi di Desa Margoadi, nazirnya adalah tokoh agama di desa tersebut, yang mana tidak mempunyai kemampuan manajerial yang

cukup baik dalam mengelola wakaf produktif.Terbukti wakaf yang dikelola secara produktif hanya terbatas pada pengelolaan sawah. Hasil pengelolaan

sawah tersebut semuanya didistribusikan kepada masjid sebagai aset bagi kesejahteraan masjid, belum ada yang diarahkan untuk membangun

ekonomi masyarakat yang riil. Walaupun para nazir itu memiliki persepsi yang positif tentang keadilan sosial dan dedikasi tinggi terhadap kemajuan wakaf, ketidakprofesionalan telah menghalangi kinerja mereka untuk

mewujudkan tujuan wakaf. Mengingat salah satu tujuan wakaf adalah menjadikannya sebagai sumber dana yang produktif, tentu memerlukan nazir yang mampu melaksanakan tugas-tugasnya secara profesional dan

bertanggung jawab. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa:

(18)

Hadits di atas menegaskan bahwa segala sesuatu itu harus diberikan

kepada yang mampu menjaga amanat dan yang merupakan ahli dibidangnya. Hal ini selaras dengan sikap profesional yang harus dimiliki

oleh seorang nazir wakaf agar harta wakaf yang ada dapat berkembang dan bermanfaat bagi masyarakat, sehingga harta wakaf tersebut tidak menjadi sesuatu yang sia-sia.

Untuk itu diperlukan upaya pemberdayaan seperti melalui pelatihan dan perbaikan manajemen harta wakaf dari mulai rekruitmen nazir yang

profesional, mempunyai wawasan luas, mampu serta cakap dan pengurusannya memiliki masa bakti, agar harta wakaf dapat dikembangkan

untuk sektor produktif dan pendistribusiannya mengarah pada keadilan sosial.

3. Kurangnya tingkat sosialisasi dari beberapa lembaga yang peduli terhadap

pemberdayaan ekonomi (khususnya lembaga wakaf) karena minimnya anggaran yang ada. Untuk itu diperlukan adanya kerja sama antar pihak-pihak yang mengurusi masalah perwakafan sehingga tercipta kesamaan pola

pikir yang searah dalam hal pengelolaan dan praktek perwakafan yang benar.

B.Dampak Pengelolaan Wakaf Produktif Terhadap Kesejahteraan

Sebagai salah satu sumber dana yang penting dan besar sekali manfaatnya bagi kepentingan agama dan umat (khususnya Islam), wakaf juga bisa untuk

(19)

orang-orang yang sudah lanjut usia dan sebagainya yang sangat memerlukan bantuan

dari sumber dana seperti wakaf.

Ketika seseorang bersedekah hanya sebagai sumbangan konsumtif, maka

pahala yang diperolehnya adalah sebatas nilai konsumsi itu. Tetapi ketika sedekah itu diniatkan dan diakadkan sebagai wakaf, yang kelak bersama dengan sedekah-sedekah lainnya telah sampai pada jumlah yang cukup, dan dibelikan aset

produktif dengan surplus yang dialirkan kepada para fakir miskin, pahalanya akan terus mengalir. Sepanjang aset itu tetap produktif, dan surplusnya dialirkan

sebagai jariyah, selama itu pula tabungan akhirat sebagai seorang wakif terus bertambah.

Pada dasarnya dalam pelaksanaannya wakaf produktif memiliki dua dimensi yaitu dimensi religi dan dimensi sosial ekonomi. Dimensi religi berarti bahwa wakaf yang dilakukan merupakan anjuran agama Allah yang perlu dilakukan oleh

setiap muslim. Hal ini merupakan bentuk ketaatan seorang muslim kepada tuhannya, sehingga tindakan yang dilakukan yaitu wakaf akan mendapat pahala dari Allah SWT karena telah mentaati perintah-Nya. Dimensi ini menunjukkan

hubungan vertikal manusia dengan penciptanya yang biasa disebut hablun minallah. Dimensi kedua merupakan dimensi sosial ekonomi dimana terdapat

unsur ekonomi dan sosial dalam praktek wakaf. Dalam praktek wakaf para pemilik harta mengulurkan tangannya untuk membantu kesejahteraan sesamanya.

Bila dilihat dilapangan, pengelolaaan wakaf berupa sawah yang di kelola

oleh nadzir Masjid Riyadlusolikhin di Desa Margodadi telah memberikan beberapa dampak pada kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat dapat

(20)

ketercapaian masyarakat dimana masyarakat dapat dikatakan sejahtera atau tidak.

Sebagai indikator yang berangkat dari pemikiran-pemikiran yang sudah dipaparkan dalam landasan teori pada bab kedua yang mengukur kesejahteraan

masyarakat karena adanya tanah wakaf, maka dari data-data yang diperoleh sebagi berikut:

1. Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya

dengan tujuan anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain.

Dengan adanya hasil dari pengelolaan wakaf produktif berupa sawah tersebut, maka dapat membantu untuk pemeliharaan prasarana pendidikan seperti pondok pesantern dan madrasah mulai dari tingkat SD,SMP hingga

tingkat SMA yang ada di Desa Margodadi yang dilakukan secara bergantian, sehingga para siswa dapat memiliki fasilitas yang memadai untuk jalannya proses belajar-mengajar. Dari hasil pengelolaan wakaf

tersebut juga digunakan untuk membantu pembelian lahan yang akan digunakan untuk bangunan madrasah. Namun yang disayangkan adalah dari

hasil pengelolaan wakaf sawah ini hasilnya belum dirasakan bagi bantuan pendidikan seperti beasiswa bagi anak yang kurang mampu dan berprestasi. 2. Bidang Kesehatan

(21)

Indikator kesehatan yang menjadi komponen sejahtera yaitu terpenuhinya

papan, sandang dan kesehatan sehari-hari.

Dalam segi kesehatan hasil dari pengelolaan wakaf produktif yang

dikelola oleh nadzir Masjid Riyadlusolikhin ini belum dapat dirasakan. Prasarana kesehatan di desa Margodadi yang belum mencukupi mengakibatkan masyarakat harus keluar dari desa untuk memperoleh akses

kesehatan yang dibutuhkan, namun hasil dari pengelolaan wakaf sawah yang ada belum diarahkan untuk membangun prasarana kesehatan di Desa

Margodadi.

3. Tingkat pendapatan

Pendapatan merupakan penghasilan yang diperoleh masyarakat yang berasal dari pendapatan kepala rumah tangga maupun pendapatan anggota-anggota rumah tangga. Penghasilan tersebut biasanya dialokasikan untuk

konsumsi, kesehatan, maupun pendidikan dan kebutuhan lain yang yang bersifat material. Menurut SPKPM (Studi Penentuan Kriteria Penduduk Miskin) tingkat pendapatan perbulan yang dikatakan sejahtera adalah

>Rp500.000.

Adanya tanah wakaf di Desa Margodadi memberikan manfaat bagi

masyarakat sekitar. Dari tanah wakaf berupa sawah yang ada dapat memberikan kontribusi terhadap tingkat pendapatan masyarakat. Lahan tersebut dikelola dan hasilnya dibagi dua antara penggarap dan nazir yang

mewakili masjid sebagai pemilik tanah. Dengan adanya wakaf produktif berupa sawah tersebut memberikan pendapatan pada masyarakat yang tidak

(22)

dikelola masyarakat dengan sistem bagi hasil sehingga memberikan

masyarakat yang tidak memiliki sawah, tetap bisa bercocok tanam dengan adanya sawah wakaf yang dikelola dengan model bagi hasil tersebut, selain

itu beberapa masyarakat juga memiliki penghasilan tambahan karena bekerja sebagai buruh tani di lahan tersebut. Meskipun terjadi kenaikan pendapatan dengan adanya pengelolaan wakaf, namun dampaknya hanya

dirasakan oleh beberapa masyarakat terutama yang bekerja sebagai petani penggarap dan buruh tani di sawah wakaf tersebut. Pendapatan yang

diperolah dari mengelola sawah wakaf produktif ini tidaklah selalu sama, namun hal tersebut membantu masyarakat untuk mencukupi kebutuhan

hidupnya, tingkat pendapatan masyarakat terutama yang bekerja sebagai petani penggarap sawah wakaf mengalami peningkatan sekitar 20% per bulan. Bapak Paimin, Wasit dan Rosiman yang bekerja sebagai petani

penggarap wakaf mengaku pendapatan mereka meningkat dikarenakan mereka memiliki pekerjaan sebagai penggarap tanah wakaf, sehingga dengan adanya tanah wakaf tersebut memberikan dampak positif terhadap

kesejahteraan masyarakat. 4. Komposisi Pengeluaran

Pola konsumsi rumah tangga merupakan salah satu indikator kesejahteraan rumah tangga/keluarga. Makin tinggi tingkat penghasilan rumah tangga, makin kecil proporsi pengeluaran untuk makan terhadap

(23)

makan lebih kecil dibandingkan presentase pengeluaran untuk non makan

atau <80% dari pendapatan.

Tingkat pendapatan masyarakat Desa Margodadi dapat dikatakan tidak

menentu, akan tetapi hal ini tidak membuat masyarakat untuk memperkecil atau menambah pengeluarannya. Apabila pendapatan mereka tinggi maka pengeluaran untuk kebutuhan konsumsi dapat tercukupi dengan baik. Akan

tetapi jika pendapatan mereka sedikit, pengeluaran untuk konsumsipun hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan saja.

Adanya tanah wakaf yang digarap oleh masyarakat berupa lahan persawahan dapat membantu masyarakat. Menurut beberapa masyarakat

seperti bapak Paimin, Wasit dan ibu Tukinem pengeluaran dalam sebulan lebih banyak untuk pengeluaran pangan sekitar lebih dari 50%. Sementara sisanya digunakan untuk keperluan lain seperti biaya listrik, biaya

pendidikan, serta biaya kesehatan. Maka dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengeluaran/konsumsi terbesar yang dikeluarkan dari hasil pendapatan lebih besar untuk konsumsi pangan. Sisa pendapatan digunakan

untuk pengeluaran lain seperti biaya listrik, pendidikan anak, dan kesehatan. Adanya tanah wakaf yang dapat dikelola dan digarap oleh masyarakat

sekitar tidak mempengaruhi komposisi pengeluaran terhadap kebutuhan pokok. Beberapa wawancara terhadap petani penggarap sawah wakaf mengatakan pendapatan yang diperoleh dari mengelola tanah wakaf

digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok, biaya pendidikan anak, maupun kesehatan, namun terkadang pendapatan yang mereka peroleh

(24)

5. Tingkat Perumahan

Menurut Biro Pusat Statistik (BPS) dikatakan perumahan yang dianggap sejahtera adalah tempat berlindung yang mempunyai dinding, lantai, dan atap yang baik. Bangunan yang dianggap kategori sejahtera

adalah luas lantainya lebih dari 10m2 dan bagian terluas dari rumah bukan tanah, status penguasaan tempat tinggal milik sendiri.

Apabila dilihat dari indikator perumahan, belum seluruhnya masyarakat di Desa Margodadi dapat dikatakan sejahtera karena beberapa masyarakat

belum memiliki hak atas kepemilikan tanah dan bangunan, serta luas bangunan yang belum memenuhi kategori sejahtera. Namun terlepas dari hal tersebut lebih banyak masyarakat yang telah memiliki status

kepemilikan rumah dan juga didukung dengan adanya fasilitas seperti listrik, dan air bersih.

Dengan adanya wakaf produktif yang dapat dikelola oleh masyarakat

sekitar menjadikan masyarakat dapat memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal yang layak. Pendapatan yang diperoleh dari mengelola wakaf sawah

tersebut dapat digunakan masyarakat untuk membangun dan memperbaiki kondisi rumah yang mereka tempati. Menurut bapak Sodiqin dan Wasit yang bekerja sebagai penggarap sawah wakaf mereka dapat membangun

(25)

Beberapa indikator kesejahteraan masyarakat yang sudah dijelaskan di

atas telah menunjukan bahwa adanya tanah wakaf berdampak positif bagi masyarakat sekitar, karena sebagian besar dapat membantu memenuhi

kebutuhan masyarakat. Hal ini ditujukan bahwa beberapa indikator-indikator kesejahteraan masyarakat yang ada sudah mencapai kriteria kesejahteraan. Namun yang perlu mendapat perhatian lebih untuk kedepan

adalah tingkat kesehatan, karena belum terpenuhinya prasarana kesehatan yang memadai di Desa Margodadi sehingga diharapkan hasil pengelolaan

wakaf dapat membantu untuk membangun prasarana kesehatan agar kedepan masyarakat dapat memiliki ases kesehatan yang mencukupi.

Selain beberapa dampak positif yang timbul dari pengelolaan wakaf tersebut, ternyata juga terdapat beberapa dampak negatif dari wakaf yang ada di Desa Margodadi antara lain:

1. Ketertiban administrasi

Tertib administrsi merupakan bagian dari pelaksaan rukun wakaf itu sendiri. Tertib administrsi juga sebagai kekuatan hukum sehingga objek

wakaf menjadi jelas akan statusnya guna meminimalisir perselisihan dan persengketaan status objek wakaf dikemudian hari. Objek wakaf yang ada di

Desa Margodadi baru memiliki akta ikrar wakaf dan belum memiliki sertifikat tanah wakaf. Hal tersebut dikemudian hari dapat menimbulkan perselisihan mengenai status objek wakaf yang ada, sehingga diperlukan

pengurusan ketertiban administrasi agar status objek wakaf menjadi jelas. Kurangnya SDM dalam mengelola wakaf di desa tersebut menjadi salah

(26)

nazir wakaf yang tanggap dan peran serta masyarakat agar kelengkapan

administrasi segera diproses di kantor KUA setempat demi ketertiban administrasi tanah wakaf yang dipercayakan kepadanya sehingga tidak

terjadi hal-hal yang tidak diinginkan mengenai status kepemilikan tanah wakaf yang sah.

2. Bentuk wakaf dan pola pengelolaannya

Wakaf yang ada samapi saat ini hanya berbentuk properti, sehingga hanya masyarakat disekitar properti tersebut yang dapat menikmati dan

kurang menyebar. Selain itu kurang berperannya wakaf dalam pemberdayaan ekonomi dikarenakan wakaf produktif yang ada masih

menggunakan manajemen kepercayaan dan belum dikelola secara maksimal. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan paradigma baru dalam pengelolaan wakaf. Perlunya inovasi pengembangan wakaf dalam

bentuk usaha-usaha lainnya seperti wakaf tunai dapat dijadikan salah satu alternatif, sehingga tidak hanya golongan kaya yang memiliki properti saja yang dapat berwakaf, namun juga masyarakat golongan menengah juga

dapat mewakafkan uang yang mereka miliki sebagai wakaf dan manfaat dari adanya wakaf tersebut dapat dirasakan lebih luas dibanding hanya wakaf

properti. Perbaikan dan pengawasan dalam pola pengelolaan wakaf juga harus dilakukan, masyarakat harus ikut mengawasi dan memberikan masukan tentang bagaiman pemanfaatan dari wakaf yang ada di daerahnya

agar nazir wakaf mengetahui sejauh mana keberhasilan dalam pengelolaan wakaf yang mereka lakukan. Untuk itu diperlukan rencana jangka panjang

(27)

harta wakaf yang ada menjadi lebih terkoordinasi dan alokasi

pendistribusian hasil pengelolaan wakaf menjadi lebih merata dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas.

3. Belum adanya pengembangan wakaf ke sektor produktif lainnya

Pengelolaan wakaf yang ada selama ini hanya dalam bentuk sawah yang dikelola secara produktif dengan sistem bagi hasil. Hal tersebut

mengakibatkan hanya sebagian kecil masyarakat yang menikmati hasil dari keberadaan wakaf yang ada di daerahnya, terutama masyarakat yang bekerja

sebagai petani penggarap sawah wakaf dan buruh tani. Diperlukan pengembangan pengelolaan wakaf ke sektor-sektor yang produktif lainnya

sehingga tidak hanya sebagian kecil masyarakat saja yang dapat menikmati hasil dari wakaf yang ada di daerahnya namun seluruh masyarakat dapat menikmati hasil dari wakaf yang ada sehingga dari wakaf yang ada dapat

tercipta kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Hasil pengelolaan wakaf produktif selama ini kurang mengarah untuk kemajuan kesejahteraan umum dengan cara mewujudkan potensi dan manfaat

ekonomi harta benda wakaf yang ada. Sehingga sasaran pemanfaatan hasil wakaf produktif di Desa Margodadi ini baru memenuhi dua aspek dari yang

disebutkan dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Pasal 22 yang

menyatakan bahwa: “Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta

benda wakaf hanya dapat diperuntukkan bagi:”

1. Sarana dan kegiatan ibadah

2. Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan

(28)

4. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, dan/atau

5. Kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan dari uraian di atas, penulis dapat menganalisa bahwa pengelolaan wakaf produktif yang berupa sawah tersebut baru memenuhi dua aspek yaitu digunakan untuk sarana kegiatan ibadah dan pendidikan, namun

belum mencakup aspek lain. Untuk segi kesehatan misalnya yang tergolong belum memenuhi indikator kesejahteraan di desa tersebut, hasil pengelolaan

wakaf yang ada di desa Margodadi belum diarahkan pada pembangunan prasarana kesehatan di desa. Serta untuk aspek lain yang disebutkan dalam

undang-undang tersebut, pengelolaan wakaf yang ada di Desa Margodadi ini masih belum menyentuh aspek tersebut. Bantuan untuk fakir miskin, yatim piatu ataupun bantuan yang sifatnya seperti beasisiwa dan bantuan berupa

modal kerja belum diberikan dari hasil pengelolaan wakaf produktif.

Pendistribusian hasil wakaf produktif yang ada di Desa Margodadi yang berupa sawah, hanya diberikan kepada masjid sebagai aset bagi kesejahteraan

masjid. Pengelolaan wakaf produktif sampai sekarang belum bisa memberikan sumbangsih bagi kegiatan pendidikan, bantuan kepada fakir miskin, dan

kemajuan ekonomi masyarakat di Desa Margodadi. Hal ini karena nazir dalam mengelola wakaf tidak memiliki militansi yang kuat dalam mengembangkan wakaf produktif dalam bentuk usaha-usaha lainnya. Pola pemanfaatan hasil

(29)

menjadikan hasil pengelolaan wakaf produktif belum menyentuh masyarakat

miskin yang selama ini membutuhkan bantuan.

Perlu adanya sumberdaya manusia (SDM) dengan karakteristik yang

kompeten, profesional, jujur dan amanah dalam pengelolaan wakaf sehingga dapat mengembangkan harta wakaf. Lebih lanjut, pengembangan wakaf kesektor-sektor produktif wajib dilakukan agar harta wakaf yang ada dapat

memberikan kesejahteraan yang nyata bagi masyarakat secara luas. Pengelolaan wakaf di Masjid Riyadlusolihin diharapkan dapat lebih

dikembangkan kesektor produktif lainnya selain pengelolaan sawah sehingga pengelolaan wakaf yang ada tidak hanya dapat dinikmati oleh sebagian

Referensi

Dokumen terkait

Mahasiswa mampu memahami SOP dan menciptakan budaya kesehatan dan keselamatan kerja (K3) bengkel listrik; mampu mengoptimalkan pemanfaatan peralatan dan perkakas,

Bangunan juga tanggap terhadap antsispasi bahaya laten seperti kebakaran, karena tidak seperti bangunan rental office pada umumnya bangunan ini menempatkan core yang dekat dengan

Pembakaran bahan bakar pada motor bensin dimulai dengan pemasukan campuran udara dan bahan bakar dari karburator menuju ruang bakar lewat katup masuk yang kemudian dinyalakan

Salah satu proses yang terdapat pada domain DSS adalah DSS05 (Manage Security Services), yang merupakan proses yang berfokus pada upaya melindungi informasi organisasi untuk

(2) Ada perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran student facilitator and explaining (kelas eksperimen)

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan yakni sebagai berikut: 1) Kualitas produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen,

Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui peran yang sudah diberikan inkubator bisnis untuk membangun startup pada perguruan tinggi dalam mengetahui apa saja yang

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (R&amp;D). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini melalui dua cara