Evaluasi Tata Bangunan Berdasarkan
Overshadowing
Pada Lahan
Berkontur Di Dusun Sumbersari Kota Batu
Syamsuri Satria, Bambang Soemardiono, Haryo Sulistiarso
Program Magister Bidang Keahlian Perancangan Kota FTSP ITS
Email: syamsuriplanner@gmail.com Abstrak
Bangunan merupakan salah satu unsur pembentuk kota. Kota layak huni (livable) adalah kota yang memperhatikan kenyamanan penduduk, salah satunya melalui pertimbangan iklim makro kota tersebut. Cahaya matahari sebagai unsur iklim, dapat memberikan kenyamanan terhadap penduduk, namun sebaliknya juga dapat mengurangi kenyamanan. Semua tergantung pada karakter iklim setempat dan bagaimana tata letak (layout) bangunan tersebut dalam membentuk suatu kawasan perkotaan. De Wall (1993) membagi iklim tropis menjadi 10 klasifikasi berdasarkan suhu harian rata-rata dan perbedaan antara suhu siang dan malam. Dalam penge-lompokan ini, Malang termasuk Kota Batu, tidak dikategorikan dalam iklim tropis yang dirumuskan oleh De Wall karena memiliki suhu udara harian rata-rata lebih rendah dari 28oC. Selain itu, kelembaban udara Dusun Sumbersari Kota Batu dapat mencapai 99%, dimana hal ini tergolong tinggi dari standar kelembaban udara iklim tropis lembab rata-rata adalah sekitar 80%. Dengan demikian unsur pencahayaan bangunan di Dusun Sumbersari Kota Batu sangat diperlukan dan penerapannya seharusnya lebih mudah karena mempunyai karakter dominan berlereng curam (>8%), namun pada kenyataannya terdapat beberapa bangunan terhalangi oleh bangunan disampingnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tata bangunan berdasarkan overshadowing pada lahan berkontur di Dusun Sumbersari Kota Batu menggunakan metode simulasi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa orientasi bangunan yang mengikuti garis kontur (utara-selatan) lebih mudah mendapatkan pencahayaan, dan tinggi bangunan hingga 2 lantai tidak membayangi bangunan disamping timur/barat. Sebaliknya orientasi bangunan yang berlawanan garis kontur (timur-barat), dengan bentuk memanjang utara-selatan, dinding sejajar dari depan sampai belakang, jika pada lereng 0-15% tidak mendapatkan pencahayaan dengan baik, namun pada lereng 15-25% cukup mudah mendapatkan pencahayaan.
Kata kunci: Bangunan, Kota, Pencahayaan, Dusun Sumbersari.
1. Pendahuluan
Dusun Sumbersari, Kota Batu ter-letak di Negara Indonesia, dimana Indoensia dikenal dengan karakter iklim tropis lembab yang ditandai dengan ke-lembaban udara yang tinggi mencapai 80% dan temperatur udara yang relatif
tinggi dapat mencapai 35oC sepanjang
tahun. De Wall (1993) membagi iklim tropis menjadi 10 klasifikasi berdasar-kan suhu harian rata-rata dan perbedaan antara suhu siang dan malam. Dalam pengelompokan ini, hanya kota atau wilayah yang memiliki suhu udara
harian rata-rata 28oC atau lebih yang
dimasukan dalam katagori iklim tropis. Namun kota-kota sejuk seperti Ban-dung, Malang, Bukit Tinggi, Prapat, dan lainnya tidak masuk dalam klasifikasi tropis yang dirumuskan oleh de Wall karena memiliki suhu rata-rata harian yang lebih rendah. Hal ini dapat di-buktikan bahwa Dusun Sumbersari yang terletak di Kota Batu berada pada dataran yang lebih tinggi dari Kota Malang, mempunyai suhu rata-rata kurang/ jauh dari 28oC, berdasarkan
data Kecamatan Batu Dalam Angka tahun 2011 mempunyai suhu rata-rata 23oC. Selain itu, kelembaban udara
Dusun Sumbersari 86% ini tergolong tinggi, karena kelembaban udara iklim tropis lembab rata-rata adalah sekitar 80%.
Dengan melihat karakter ini perlu untuk diperhatikan bahwa tidak boleh ada bidang yang tertutup bayangan terus menerus sepanjang tahun. Kelembaban yang tinggi pada iklim Dusun Sumber-sari maka bidang yang tertutup terus menerus bayangan sepanjang tahun akan menjadi lembab dan bahkan akan merusak bahan (material) bangunan.
Dusun Sumbersari terletak pada dataran tinggi (kawasan pegunungan) tepatnya pada bagian Timur Gunung Kitiran yang memiliki karakter topo-grafi lereng/ berbukit. Berdasarkan data dari peta Bakosurtanal tahun 2001 diketahui bahwa kemiringan lereng datar sampai landai (0-8%) seluas 1.46 ha atau 20.34% dan agak miring sampai sangat curam (>8%) seluas 5.73 ha atau 79.66%. Dengan arah pengembangan permukiman tepat di bawah kaki Gu-nung Kitiran dengan presentase 71.93%
permukiman berada di lereng agak miring sampai curam (8-25%) dan 28.07% berada di lereng datar sampai landai (0-8%).
Kondisi topografi dengan kemiring-an lereng ykemiring-ang didominasi 8-25% (agak miring-curam) seharusnya akan lebih mudah mendapat pencahayaan alami. Namun pada kenyataanya penataan ba-ngunan permukiman seperti jarak antar bangunan rapat (0 m), pengaturan tinggi bangunan belum sesuai karena beberapa diantaranya telah membayangi bangun-an lain, apalagi letak bukabangun-an ybangun-ang tidak memperhatikan aspek pencahayaan (Li-hat gambar 1).
Gambar 1. Rumah 2 lantai pada bagian Timur Membayangi Rumah 1 lantai di bagian Barat (Sumber: Hasil Observasi, 2014)
2. Metodologi
Jenis penelitian ini adalah penlitian simulasi. Simulasi dapat diartikan se-bagai "representasi dari perilaku atau karakteristik dari satu sistem melalui penggunaan sistem lain, terutama pro-gram komputer yang dirancang untuk tujuan tersebut," (Groat, et al, 2002:
350). Dalam penelitian simulasi sering ada istilah modeling, sebenarnya ini adalah kata lain yang sering digunakan dalam penelitian simulasi. Jadi dalam penelitian simulasi, model adalah sistem
Gambar 2. Letak Kawasan Permukiman di Bawah Kaki Gunung Kitiran, dengan Perkembangan Bangunan sampai pada Lereng Gunung yang Curam (Sumber: Google Earth yang digambar kembali di ArcGIS 10, 2014)
Tabel 1. Analisa Orientasi Bangunan Berdasarkan Garis Kontur (Sumber: Hasil Analisis, 2014)
No. Jenis Luas (m2) Persentasi (%) Bangunan Sebaran (unit) Persentasi (%) Orientasi (unit) Mengikuti Garis Kontur Tidak Mengikuti A Kelerengan 1 0-5% 6,020.96 8.37 24 14.04 3 21 2 5-8% 8,600.10 11.96 24 14.04 1 23 3 8-15% 18,681.21 25.98 66 38.60 4 62 4 15-25% 38,411.84 53.42 56 32.75 18 38 5 25-40% 185.9 0.26 1 0.58 1 0 Jumlah 71,900 100.00 171 100 27 144 B Topografi 1 887.5-900 4,918.82 6.84 23 13.45 3 20 2 900-912.5 26,003.24 36.17 98 57.31 0 98 3 912.5-925 20,982.92 29.18 25 14.62 10 15 4 925-937.5 13,163.14 18.31 16 9.36 12 4 5 937.5-950 4,413.43 6.14 5 2.92 5 0 6 950-962.5 2,418.45 3.36 4 2.34 4 0 Jumlah 71,900 100 171 100 34 137
keseluruhan yang mensimulasikan rea-litas yang sedang dipelajari, (Groat, et al, 2002:357-358). Kaitan peneilitian
simulasi dalam penelitian ini adalah dalam menganalisa tata bangunan menggunakan data 3D bangunan segai representasi dari karakteristik ba-ngunan dalam kawasan permukiman Dusun Sumbersari, yang selanjutnya akan dianalisa menggunakan teknik analisa sun shadow volume. Teknik ini
merupakan tools dalam progam ArcGIS 10.1.
Beberapa ketentuan dalam meng-gunakan teknik ini adalah menetapkan
waktu (time) simulasi khususnya jam
dan bulan.
a. Jam ditentukan berdasarkan keten-tuan sudut penghalang cahaya maksi-mum. Menurut Littlefair, P. J., et al
(2000:63) sudut penghalang cahaya maksimun adalah 40o. Dimana posisi
ini kurang lebih diantara pukul 08.00-09.00. Sedangkan berdasarkan SNI 03-2396-2001 maksimum 60o.
Maka dalam penelitian ini akan me-ngambil sampel pada pukul 09.00. b.Penetapan bulan ditentukan
berda-sarkan kondisi iklim setempat. Du-sun Sumbersari terletak di
Keca-matan Batu, Kota Batu, tepatnya pa-da koordinat 112°17'10,90"-122°57'11" Bujur Timur dan 7°44'55,11"-8°26'35,45 Lintang Se-latan, ini masuk dalam kategori iklim tropis basah secara spesifik daerah hutan hujan tropis, berada dibelahan bumi selatan dimana bulan terpanas terjadi pada bulan oktober-februari (Lippsmeier, 1994:12). Maka dalam penelitian ini akan mengambil sam-pel pada bulan februari.
Adapun langkah kerja menjalankan tool sun shadow volume adalah sebagai
berikut:
1. Mempersiapkan data tiga dimensi (3D) bangunan dalam tipe file fea-ture class (multipatch). Data
ter-sebut harus mempunyai coordinate system.
2. Menjalankan tool dapat masuk ke
ArcToolbox-Visibility-Sun Shadow Volume.
3. Memasukkan star date and time dan end date and time, serta zone time. 3. Hasil dan Pembahasan Analisa
Orientasi Bangunan Berdasarkan Topografi
Luas total Kawasan Permukiman Dusun Sumbersari 71,900 m2 dan jum-lah bangunan rumah maupun gedung 171 unit. Diketahui bahwa Kawasan Permukiman didominasi lereng 15-25% (curam) seluas 38,411.84 (53.42%). Se-dangkan lahan lereng 0-5% (datar) hanya sebesar 6,020.96 m2 (8.37%). Dari keadaan ini diketahui bahwa se-baran permukiman tertinggi terdapat pa-da lereng 8-15% (agak curam) ber-jumlah 66 unit (38.60%) dengan orien-tasi bangunan 4 unit mengikuti garis
kontur, dan 62 unit tidak mengikuti garis kontur. Tertinggi kedua adalah sebaran permukiman yang terdapat pada lereng 15-25% (curam) sebesar 56 unit (32.75%) dengan orientasi bangunan 18 unit mengikuti garis kontur dan 38 unit tidak mengikuti garis kontur. Sedang-kan sisanya berada pada lereng landai dan datar yang masing berjumlah 24 unit (14. 04%). Lebih jelas lihat Tabel 1 dan Gambar 3.
Analisa Tinggi dan Jarak Antar Ba-ngunan Berdasarkan Overshadowing
di Lereng
Berdasarkan hasil analisis data 3D bangunan dengan menggunakan teknik
sun shadow volume pada tanggal 23
februari 2015 pukul 09.00 pada posisi matahari (azimuth) 96.21o dengan sudut
bayangan (vertical angle) 49.63o telah
diketahui bahwa 41 unit terhalangi/ ter-bayangi oleh bangunan lain, 18 unit cu-kup terhalangi/terbayangi oleh ba-ngunan lain dan 106 unit tidak terha-langi/ terbayangi oleh bangunan lain. Lebih jelasnya lihat Tabel 2 dan Gambar 4 sampai dengan 6.
Evaluasi Tata Bangunan Berdasarkan Overshadowing Disetiap
Lereng
Setelah mengetahui hasil analisa orientasi bangunan berdasarkan topo-grafi dan analisa tinggi dan jarak antar bangunan berdasarkan overshawing
di-setiap lereng, dapat dibuat suatu ke-simpulan atau penelusuran lebih lanjut mengenai tipologi penataan dan bentuk bangunan sebagai salah satu faktor pembayangan/ terhalanginya bangunan lain pada setiap lereng. Berdasarkan ha-sil analisa tipologi penataan dan bentuk
Gambar 3. a) Sebaran Bangunan Berdasarkan Kelerengan, b) Orientasi Bangunan Berdasarkan Garis Kontur/ Topografi (Sumber: Hasil Analisis, 2015)
Tabel 2. Analisa Tinggi dan Jarak antar Bangunan berdasarkan Overshadowing (Sumber: Hasil Analisis, 2015)
Tinggi
Bangunan Data Time
Azimuth (o) Vertikal Angle (o) Kesimpulan 1-2 lantai 2015-02-23 09.00 96.21 49.63 47 unit terhalangi 18 cukup terhalangi 106 tidak terhalangi
Gambar 4. a) Peta Bangunan yang Menghalangi/Membayangi Bangunan Lain dan b) Peta Bangunan yang Terhalangi (Sumber: Hasil Analisis, 2015)
Ketinggian
Bangunan
a b
Gambar 5. Visualisasi Shadowing berdasarkan Tinggi dan Jarak antar Bangunan pada Lereng 15-25% (Sumber: Hasil Analisis, 2015)
bangunan diketahui bahwa Kawasan Permukiman Dusun Sumbersari terda-pat 4 tipe. Lebih jelasnya daterda-pat dilihat pada Tabel 3.
4. Kesimpulan Lereng 0-15%
1. Orientasi bangunan utara - selatan (berlawanan garis kontur), bentuk bangunan “I” yaitu dinding yang sejajar dari bagian depan hingga belakang, baik bangunan 1 lantai maupun 2 lantai yang saling
berdampingan dalam keadaan jarak yang rapat. Hasilnya adalah setiap bangunan pada bagian barat akan terhalangi oleh bangunan yang sama tinggi jumlah lantainya atau lebih pada bangunan samping timur, dengan kata lain bangunan pada bagian barat akan sulit memperoleh pencahayaan.
2. Orientasi bangunan utara-selatan (berlawanan garis kontur), bentuk bangunan “L” yaitu bagian belakang 4 Tampak Utara 1 Tampak Selatan 5 Tampak Selatan 2 Tampak Selatan 4 Tampak Selatan 3 Tampak Utara Lereng 15-25% U
dilebarkan kearah timur atau barat. Jika bentuk yang sama saling ber-dampingan baik bangunan 1 lantai atau 2 lantai dalam keadaan jarak an-tar bangunan bagian belakang rapat sehingga bagian tengah/ depan mem-bentuk ruang halaman. Hasilnya ada-lah setiap bangunan bagian barat dak terhalangi bangunan samping ti-mur, dengan kata lain tipe dan ben-tuk ini mudah mendapatkan pen-cahayaan, ketimbang point 1.
3. Orientasi bangunan timur-barat (se-arah garis kontur), bentuk dan tinggi bangunan hingga 2 lantai, dengan deret bangunan dari utara ke selatan, dalam keadaan jarak samping (utara-selatan) antar bangunan rapat. Hasil-nya adalah bentuk dan tinggi ba-ngunan tidak mempengaruhi bangun-an disampingnya, dalam artibangun-an setiap bangunan memperoleh pencahayaan dengan baik. Demikian juga, jarak antar bangunan ke depan/belakang bangunan (timur-barat) dibatasi jalan sebagai pembentuk massa, hasilnya adalah bangunan bagian barat tidak terhalangi oleh bangunan bagian timur, dengan kata lain bahwa ba-ngunan bagian barat mudah mempe-roleh pencahayaan. Tipe penataan dan bentuk bangunan ini lebih mudah mendapatkan pencahayaan ketimbang point 1 dan 2.
Lereng 15-25%
1. Tipologi penataan dan bentuk ba-ngunan sebagaimana yang berlaku dalam lereng 0-15% dapat diterapkan pada lereng 15-25%, dan bahkan le-bih mudah, seperti tipe penataan dan bentuk bangunan pada poin 1 dilereng 0-15% yang sulit
mend-apatkan pencahayaan, namun pada lereng 15-25% lebih mudah di-dapatkan.
2. Bangunan yang sama tinggi dengan orientasi utara-selatan (berlawanan garis kontur), hanya sedikit terha-langi oleh bangunan pada bagian timur. Namun bentuk bangunan “I” dengan dinding yang sejajar dari ba-gian depan (barat) hingga belakang/ dapur (timur), sedangkan arah sinari matahari pagi dari arah timur, maka bentuk yang demikian tidak optimal dalam memanfaatkan pencahayaan matahari.
Rekomendasi dari hasil penelitian ini adalah dapat dilanjutkan pada aspek yang lebih arsitektural yaitu dengan me-nguji tingkat kenyamanan thermal dalam bangunan, yang dapat dilihat dari jenis dan letak bukaan, tata letak ruang/ aktivitas dalam bangunan yang dihu-bungkan dengan karakter iklim dalam bangunan seperti temperatur, kelem-baban udara intensitas dan arah angin dan unsur-unsur lainnya.
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik Kota Batu, (2011), Kecamatan Batu Dalam Angka, Batu.
de Wall, H.B., (1993), New Recommen-dations for Building in Tropical Climates. Building and Environ-ment, UK, Vol. 28, hal. 271-285.
Frick, Heinz, (2006), Membangun dan Menghuni Rumah di Lerengan, Kanisius, Yogyakarta.
Groat, L. and Wang, D., (2002), Archi-tectural Research Methods, John
6 7 7 8 8 9 9 10 10 Tampak Selatan
Tampak Utara Tampak Selatan
Tampak Utara Tampak Selatan
Tampak Utara Tampak Selatan
Tampak Utara Tampak Selatan
U Lippsmeier, George., (1994), Bangunan
Tropis, Terjemahan, Erlangga, Ja-karta
Littlefair, P.J., Santamouris, M., Alva-rez, S., Dupagne, A., Hall, D., Teller, J., Coronel, J.F. dan Pa-panikolaou, N., (2000), Environ-mental Site Layout Planning: So-lar Access, Microclimate and Passive Cooling in Urban Areas.
Construction Research Commu-nications Ltd, London.
Manurung, P., (2012), Pencahayaan Alami dalam Arsitektur, Andi
Offset, Yogyakarta.
SNI. 03-2396-2001, Tata cara peranca-ngan sistem pencahayaan alami pada Bangunan Gedung. Badan Standar Nasional (BSN).
Gambar 6. Visualisasi Shadowing berdasarkan Tinggi dan Jarak antar Bangunan pada Lereng 0-15% (Sumber: Hasil Analisis, 2015)
Tabel 3. Analisa Tipologi Penataan dan Bentuk Bangunan berdasarkan Overshadowing disetiap Lereng
(Sumber: Hasil Analisis, 2015)
Data (Tipologi) Analisa Simulasi
Tipe 1a
- Berada pada lereng 15-25% - Orientasi utara-selatan
ber-lawanan dengan garis
kontur.
- Bangunan 1 dan 2 lantai yang berdampingan
- Bagian belakang bangunan dilebarkan kerah timur se-hingga bagian tengah/depan bangunan mempunyai jarak
dengan rumah
disampingnya.
- Sedangkan bagian belakang mempunyai jarak 2.5 m/ rapat 0 m.
Bentuk bangunan 2 lantai yang menyediakan ruang/ halaman pada bagian timur telah mem-bentuk massa dengan bangunan disampingnya, walaupun orien-tasi berlawanan dengan garis
kontur. Namun bentuk
bangunan yang demikian mudah mendapatkan cahaya matahari pagi terutama pada ruang tengah dan depan.
Tipe 1b
- Berada pada lereng 8-15% dan lereng 15-25%
- Orientasi utara-selatan ber-lawanan dengan garis kontur - Bangunan 1 lantai yang
ber-dampingan
- Bagian belakang (dapur) di-lebarkan kerah timur sehing-ga ada jarak densehing-gan rumah disampingnya.
- Sedangkan bagian belakang (dapur) mempunyai jarak ra-pat 0 m.
Bentuk bangunan 1 lantai yang menyediakan ruang/halaman pa-da bagian timur telah memben-tuk massa dengan bangunan di-sampingnya, walaupun orientasi berlawanan dengan garis kontur. Namun bentuk bangunan yang dimikian mudah mendapatkan cahaya matahari pagi terutama pada ruang tengah dan depan. Kondisi ini berada pada lereng 8-15%, apalagi pada kondisi lereng yang curam yaitu 15-25% akan tambah lebih mudah mendapatkan cahaya matahari.
Lereng 8-15% Lereng 15-25% U T U T 8 m 2.5 m U T 3.3 m
Tabel 3. Lanjutan
Data (Tipologi) Analisa Simulasi
Tipe 2
- Berada pada lereng 8-15% - Orientasi utara-selatan
ber-lawanan dengan garis kontur - Bangunan 1 dan 1 lantai
yang berdampingan - Bagian belakang (dapur)
di-lebarkan kerah barat sedang-kan yang satu dilebarsedang-kan ke-rah timur.
- Jarak bangunan 1 m.
Bentuk bangunan 1 lantai yang menyediakan ruang/ halaman pada bagian timur, sedangkan bangunan disampingnya menye-diakan ruang/ halaman pada ba-gian barat dalam keadaan jarak bangunan yang rapat. Maka ngunan yang berada pada ba-gian barat terhalangi oleh
bangunan samping timur.
Karena arah sinar matahari pagi dari timur kebarat.
Tipe 3a
- Berada pada lereng 8-15% - Orientasi utara-selatan
ber-lawanan dengan garis kontur - Bangunan 1 dan 2 lantai
yang berdampingan
- Dinding bangunan sejajar dari bagian depan sampai be-lakang.
- Jarak bangunan rapat 0 m.
Dinding bangunan yang sejajar dari depan hingga belakang da-lam kondisi jarak bangunan yang rapat antara bangunan 1 lantai dan 2 lantai dengan orientasi bangunan berlawanan
garis kontur, maka pada
bangunan 1 lantai yang terletak
pada bagian barat akan
terhalangi oleh bangunan 2 lantai yang berada dibagian ti-mur, karena arah sinar matahari pagi dari timur kebarat. Tipe 3b
- Berada pada lereng 8-15% - Orientasi utara-selatan
ber-lawanan dengan garis kontur - Bangunan 2 lantai yang
ber-dampingan
- Dinding bangunan sejajar dari bagian depan sampai be-lakang.
- Jarak bangunan rapat 0 m.
Dinding bangunan yang sejajar dari depan hingga belakang da-lam kondisi jarak bangunan yang rapat antara bangunan
dengan orientasi bangunan
berlawanan garis kontur, maka bangunan yang terletak pada bagian barat akan terhalangi oleh bangunan bagian timur, karena arah sinar matahari pagi dari timur kebarat.
U T 1 m U T 0 m U T 0 m
Tabel 3. Lanjutan
Data (Tipologi) Analisa Simulasi
Tipe 3c
- Berada pada lereng 15-25% - Orientasi utara-selatan
berla-wanan dengan garis kontur - Bangunan 1 lantai yang
ber-dampingan
- Dinding bangunan sejajar dari bagian depan (utara) sampai belakang (selatan). Dan yang satu dinding sejajar dan memanjang dari bagian depan (barat) sampai belakang (timur)
- Jarak bangunan rapat 0 m.
Dinding bangunan yang sejajar dari depan hingga belakang da-lam kondisi jarak bangunan yang rapat antara bangunan
dengan orientasi bangunan
berlawanan garis kontur, maka bangunan yang terletak pada bagian barat sebagian akan terhalangi. Artinya masih dapat dioptimalkan pencahayaan yang masuk. Namun kondisi ini tidak dapat terealisasi dengan baik, jika bangunan pada bagian barat yang memanjang kearah timur-barat dengan letak belakang (dapur) pada bagian timur se-dangkan arah sinar matahari pagi dari arah timur maka bentuk bangunan yang demikian tidak tepat.
Tipe 4
- Berada pada lereng 15-25% - Orientasi timur searah
de-ngan garis kontur. Tiap clus-ter hanya ada 1 deret ba-ngunan.
- Bangunan 1 dan 2 lantai yang berdampingan
- Dinding bangunan sejajar dari bagian depan sampai belakang.
- Jarak bangunan rapat 0 m.
Orientasi bangunan yang searah garis kontur, dengan susunan bangunan dari utara-selatan. De-ngan kondisi bentuk dan tinggi bangunan hingga 2 lantai tidak saling mempengaruhi, pencaha-yaan tetap mudah masuk.
Tamapak Depan Tampak Samping U T 0 m T U U T 0 m 9 m