• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya pembinaan iman melalui katekese dalam rangka mempersiapkan para siswa kelas III seminari menengah ST. Paulus Nyaru MKOP Kalimantan Barat memasuki jenjang seminari tinggi - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Upaya pembinaan iman melalui katekese dalam rangka mempersiapkan para siswa kelas III seminari menengah ST. Paulus Nyaru MKOP Kalimantan Barat memasuki jenjang seminari tinggi - USD Repository"

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA PEMBINAAN IMAN MELALUI KATEKESE DALAM RANGKA MEMPERSIAPKAN PARA SISWA KELAS III

SEMINARI MENENGAH ST. PAULUS NYARUMKOP KALIMANTAN BARAT

MEMASUKI JENJANG SEMINARI TINGGI

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Martinus NIM: 011124022

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

ii S K R I P S I

UPAYA PEMBINAAN IMAN MELALUI KATEKESE DALAM RANGKA MEMPERSIAPKAN PARA SISWA KELAS III

SEMINARI MENENGAH ST. PAULUS NYARUMKOP KALIMANTAN BARAT

MEMASUKI JENJANG SEMINARI TINGGI

Oleh:

Martinus NIM: 011124022

Telah disetujui oleh:

Pembimbing,

(3)

iii

S K R I P S I

UPAYA PEMBINAAN IMAN MELALUI KATEKESE DALAM RANGKA MEMPERSIAPKAN PARA SISWA KELAS III

SEMINARI MENENGAH ST. PAULUS NYARUMKOP KALIMANTAN BARAT

MEMASUKI JENJANG SEMINARI TINGGI

Dipersiapkan dan ditulis oleh Martinus

NIM: 011124022

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal, 19 November 2007 dan dinyatakan memenuhi syarat

SUSUNAN PANITIA PENGUJI

Nama Tanda Tangan Ketua : Drs. F.X. Heryatno W.W., S.J., M.Ed. ……… Sekretaris : F.X. Dapiyanta, SFK., M.Pd. ……… Anggota : 1. Drs. H.J. Suhardiyanto SJ. ……… 2. Drs. F.X. Heryatno W.W., S.J., M.Ed. ……… 3. Dra. Yulia Supriyati, M. Pd. ………

Yogyakarta, 19 November 2007 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma Dekan,

(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

(5)

v MOTTO

“Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebut dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 2 November 2007 Penulis,

(7)

vii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “UPAYA PEMBINAAN IMAN MELALUI KATEKESE DALAM RANGKA MEMPERSIAPKAN PARA SISWA KELAS III SEMINARI MENENGAH ST. PAULUS NYARUMKOP KALIMANTAN BARAT MEMASUKI JENJANG SEMINARI TINGGI”. Judul ini dipilih berpangkal dari keprihatinan penulis berkaitan dengan pelaksanaan pembinaan yang diupayakan dan selama ini dilaksanakan di Asrama Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop. Di satu pihak pembinaan ini sangat diperlukan para siswa seminari, di sisi lain pembinaan yang diupayakan selama ini dilaksanakan tidak berjalan dengan semestinya karena tenaga pembinanya hanya 2 pastor dan 1 awam. Dua pastor ini selain menjadi pembina di asrama seminari, juga membantu di paroki, sehingga waktunya kurang untuk mendampingi, mengkoordinasi, dan melaksanakan pembinaan di asrama, sehingga pembinaan di asrama seminari hanya merupakan kegiatan yang pokoknya asal berjalan saja, sehingga tujuan dari pembinaan yang senantiasa dicita-citakan kurang tercapai. Nyatanya minat para siswa kelas III seminari untuk melanjutkan ke jenjang seminari tinggi sangat kurang. Menurut pengalaman penulis yang pernah masuk mengenyam pendidikan di seminari itu dan informasi dari beberapa lulusan seminari, dari sekitar 50 siswa kelas III seminari, yang berani melanjutkan ke jenjang seminari tinggi hanya sekitar 5-6 siswa saja.

Persoalan mendasar skripsi ini adalah bagaimana pihak Asrama Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop mengusahakan pembinaan bagi para siswa seminari khususnya kelas III dalam mempersiapkan diri memasuki jenjang seminari tinggi? Bagaimana keadaan pembinaan yang diselenggarakan bagi para siswa seminari khususnya kelas III dalam mengolah hidup rohaninya? Katekese yang bagaimana kiranya bisa mendukung pembinaan iman para siswa seminari khususnya kelas III dalam mempersiapkan diri memasuki jenjang seminari tinggi? Untuk mengetahui praksis pembinaan iman siswa seminari di Asrama Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop, maka diadakan penelitian melalui pengumpulan data di lapangan dengan menyebarkan kuesioner kepada para siswa kelas III Seminari. Dari hasil penelitian terungkap, pembinaan iman di asrama seminari kurang menarik, kurang terorganisir, dan kurang menggunakan media/sarana pendukung. Bertolak dari hasil penelitian, penulis melakukan studi pustaka tentang pengertian tentang katekese, arti pembinaan, dan katekese sebagai pembinaan iman, dan penulis menawarkan usulan program pembinaan yang kiranya dapat berguna dan membantu para pembina seminari dalam mendampingi dan memberi pembinaan kepada para siswa dalam mempersiapkan diri memasuki jenjang seminari tinggi.

(8)

viii ABSTRACT

The title of thesis to obtain dokterandus degree is “STRIVE THE CONSTRUCTION BELIEVE CATECHISM IN ORDER TO DRAWING UP ALL STUDENT OF MIDDLE CLASS III SEMINARY ST. PAULUS NYARUMKOP KALIMANTAN WEST ENTER THE HIGH SEMINARY LADDER”. The title is based on my concern on education applied in Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop. Education is needed for seminaries but in other hand, the education doesn’t run well because of fewer teachers. There are only two priests and one lay people. Two priests be teachers and also serve the parish. The consequent appear: they are less time to serve in the minor seminary so the aim of the education can’t be obtain completely. This conclusion can be drawn from the fact that many of students will not continue their study in the major seminary. There are only 5-6 of 50 who want to continue their study in the major seminary.

The problem is how to give the best education for the minor seminary student’s especially 3. grade entering major seminary? What kind of proper formation will be given for the minor seminary student’s especially 3. grade on the spritual practices? What kind catecheses can support the education of minor seminary studen’s especially 3 grade entering major seminary? The writer tries to research minor seminary St. Paulus Nyarumkop’s education and gathers the data by questioner that given to the students of minor seminary. From the research, the writer knows that the education didn’t organize well, didn’t appealing the students, and less facilitation. Based on the research, the writer tries to learn literally about catechism, education, and catechism as faith’s education, and the writer tries to give education’s programs taht can be used for the teacher in guiding their students.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan kasih-Nya yang melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “UPAYA PEMBINAAN IMAN MELALUI KATEKESE DALAM RANGKA MEMPERSIAPKAN PARA SISWA KELAS III SEMINARI MENENGAH ST. PAULUS NYARUMKOP KALIMANTAN BARAT MEMASUKI JENJANG SEMINARI TINGGI”.

(10)

x

Skripsi ini dapat tersusun berkat dukungan dan bantuan pelbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, penulis dengan hati yang tulus mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. H.J. Suhardiyanto SJ. selaku dosen pembimbing utama yang dengan kerelaan dan kesabaran telah mendampingi, membimbing, memberikan masukan berupa sumbangan pemikiran, mengarahkan dan memotivasi penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

2. Drs. F.X. Heryatno W.W., SJ., M. Ed. selaku dosen penguji yang senantiasa memberi semangat dan kegembiraan dan meluangkan waktu untuk mempelajari dan memberikan masukan berkaitan isi skripsi ini.

3. Dra. Yulia Supriyati, M. Pd., selaku dosen penguji sekaligus dosen pembimbing akademik yang telah bersedia membimbing, mendampingi, dan memotivasi penulis selama studi sampai dengan penyelesaian skripsi ini.

4. Segenap staf, dosen, dan karyawan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, yang memberi dukungan dan membantu penulis selama studi sampai selesainya penulisan skripsi ini.

(11)

xi

6. Para siswa seminari khususnya siswa kelas III yang memberi dukungan kepada penulis dengan mengisi kuesioner yang disebarkan.

7. Ayahku Yosef Kingkeng, ibuku Lusiana Lambang, abang Simon, abang Anton, kakak Mariana, adik Marsius, adik Yosefina Tuti dan sanak saudara yang tercinta, yang selalu menyemangati dan membiayai penulis selama studi di IPPAK.

8. Istriku Agustina dan anakku Deananda yang menjadi sumber motivasi dan semangat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi.

9. Febriyanto, Yusminardi, Emanuel Paulus Metubun, Heriyanto Ai dan Agung yang menyemangati dan memotivasi untuk menyelesaikan skripsi.

10.Keluarga besar istriku yang selalu menyemangati dan membiayai penulis untuk menyelesaikan skripsi.

11.Rekan-rekan mahasiswa, angkatan 2001 dan 2002 yang telah meneguhkan, memberi dukungan untuk menyelesaikan skripsi.

12.Akhirnya, penulis berterima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberi bantuan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

(12)

xii

Nyarumkop Kalimantan Barat dalam rangka mempersiapkan para siswa seminari menengah untuk memasuki jenjang seminari tinggi.

Yogyakarta, 2 November 2007 Penulis,

(13)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penulisan... 4

D. Manfaat Penulisan... 5

E. Metode Penulisan ... 5

F. Sistematika Penulisan ... 6

BAB II. PEMAHAMAN TENTANG KATEKESE SEBAGAI SALAH SATU BENTUK PEMBINAAN IMAN SISWA SEMINARI MENENGAH ... 8

A. Gambaran Umum Katekese ... 9

(14)

xiv

2. Tujuan Katekese... 10

3. Ciri-ciri Katekese ... 12

4. Isi Katekese ... 13

5. Kekhasan Katekese ... 14

6. Model-model Katekese ... 15

a. Model pengalaman hidup... 16

b. Model biblis ... 18

c. Model campuran; biblis dan pengalaman hidup ... 20

d. Model SCP (Shared Christian Praxis)... 22

B. Pembinaan pada Umumnya ... 31

1. Pengertian Pembinaan... 32

2. Tujuan Pembinaan... 33

a. Manusia pada umumnya ... 33

b. Manusia kristiani pada umumnya ... 34

c. Manusia kristiani sebagai calon imam ... 34

3. Manfaat Pembinaan... 35

4. Bentuk Pembinaan ... 36

a. Latihan doa... 36

b. Rekoleksi... 36

c. Retret ... 37

d. Live in... 38

C. Katekese sebagai Pembinaan Iman ... 38

(15)

xv

2. Pembinaan Iman dalam Rangka Mempersiapkan Diri Memasuki

Jenjang Seminari Tinggi ... 40

a. Pengertian Seminari ... 40

b. Jenjang Seminari ... 40

3. Peran Katekese dalam Rangka Mempersiapkan Diri Siswa Seminari Menengah Memasuki Jenjang Seminari Tinggi... 44

a. Mengembangkan hidup beriman kristiani siswa sebagai Calon Imam... 44

b. Mendorong siswa seminari mengambil keputusan pribadi secara dewasa untuk memasuki jenjang Seminari Tinggi... 47

BAB III. PEMBINAAN IMAN SISWA KELAS III SEMINARI MENENGAH ST. PAULUS NYARUMKOP KALIMANTAN BARAT ... 50

A. Gambaran Umum Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop... 50

1. Letak Geografis Persekolahan Katolik Nyarumkop ... 50

2. Latar Belakang Siswa Seminari St. Paulus Nyarumkop ... 51

3. Tenaga Pembina Seminari... 51

4. Jadual Kegiatan Harian dan Kegiatan Tahunan ... 52

a. Jadual kegiatan harian siswa seminari ... 52

b. Jadual kegiatan tahunan di seminari ... 53

B. Penelitian Pembinaan Iman Siswa Kelas III Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop Kalimantan Barat ... 54

1. Tujuan Penelitian ... 54

2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 54

3. Metode Penelitian ... 54

(16)

xvi

5. Responden Penelitian ... 56

6. Variabel Penelitian ... 56

7. Hasil Penelitian ... 57

a. Identitas responden ... 58

b. Upaya pembinaan iman untuk siswa seminari ... 59

c. Bentuk-bentuk pembinaan iman ... 60

d. Pandangan mengenai katekese... 62

e. Usulan dan saran terhadap katekese... 63

8. Pembahasan Hasil Penelitian ... 64

a. Identitas responden ... 64

b. Upaya pembinaan iman untuk siswa seminari ... 65

c. Bentuk-bentuk pembinaan iman ... 66

d. Pandangan mengenai katekese... 67

e. Usulan dan saran terhadap katekese... 68

9. Rangkuman Hasil Penelitian ... 68

BAB IV. USULAN PROGRAM KATEKESE DALAM RANGKA MEMPERSIAPKAN PARA SISWA KELAS III SEMINARI MENENGAH ST. PAULUS NYARUMKOP KALIMANTAN BARAT MEMASUKI JENJANG SEMINARI TINGGI ... 71

A. Usulan Program Katekese dalam Pembinaan Iman Siswa Kelas III Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop Kalimantan Barat ... 71

1. Pengertian Program... 71

2. Pemikiran dasar... 72

(17)

xvii

b. Tujuan ... 73

c. Alasan Pemilihan Tema ... 74

d. Tema dan Tujuan Tema ... 75

3. Usulan Program Pembinaan Iman bagi Siswa Kelas III Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop... 77

B. Contoh Satuan Persiapan Pembinaan Iman Siswa Kelas III Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop Kalimantan Barat ... 82

1. Contoh Persiapan I ... 83

2. Contoh Persiapan II... 94

3. Contoh Persiapan III ... 108

BAB V. PENUTUP... 120

A. Kesimpulan ... 120

B. Saran... 123

DAFTAR PUSTAKA ... 124

LAMPIRAN... (1)

Lampiran 1: Denah Persekolahan Katolik Nyarumkop ... (2)

Lampiran 2: Jadual Harian ... (3)

Lampiran 3: Jadual Kegiatan Tahunan ... (6)

Lampiran 4: Surat Permohonan Penelitian ... (7)

Lampiran 5: Kuesioner... (8)

Lampiran 6: Riwayat Hidup Santa Faustina ... (11)

(18)

xviii

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Lembaga Alkitab Indonesia. (2001). Alkitab Deuterokanonika. Jakarta: Percetakan Lembaga Alkitab Indonesia, hlm 6.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

CT: Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Katekese Masa Kini, 16 Oktober 1979.

DV: Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi, 18 November 1965.

EN: Evangelii Nuntiandi, Ensiklil Paus Paulus VI tentang Pewartaan Injil dalam Dunia Modern, 8 Desember 1975.

KHK: Kitab Hukum Kanonik, (Codex Iuris Canonici), diundangkan oleh Paus Yohanes Paulus II, tanggal 25 Januari 1983.

OT: Optatam Totius, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Pembinaan Imam, 28 Oktober 1965.

C. Singkatan Tarekat/Kongregasi Religius

(19)

xix D. Singkatan Lain

Art : Artikel

Bdk : Bandingkan Dll : Dan lain-lain

Ed : Editor

IPPAK : Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Komkat : Komisi Kateketik

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia PAK : Pendidikan Agama Katolik PERUM : Perguruan Untuk Masyarakat PPL : Praktek Pengalaman Lapangan

PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia SCP : Shared Christian Praxis

SMP : Sekolah Menengah Pertama SMU : Sekolah Menengah Umum

St : Santo

(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seminari menengah merupakan tempat kaum muda memperdalam panggilan hidup yang dimiliki untuk mengikuti Yesus Kristus dalam tugas pengembalaan umat Allah. Di Indonesia ada banyak sekolah seminari menengah yang memang dibangun untuk memupuk benih-benih panggilan kaum muda kristiani, dan salah satunya di daerah Nyarumkop Kalimantan barat. Seminari menengah St. Paulus Nyarumkop Kalimantan Barat secara umum sama dengan seminari menengah yang ada di kepulauan Indonesia, yaitu mendidik dan membina serta mempersiapkan para siswa seminari sedemikian rupa dalam rangka memasuki jenjang seminari tinggi. Menjalani hidup dan panggilannya melalui pendidikan dan pembinanan yang diberikan. Dokumen Konsili Vatikan II menyatakan bahwa:

Di seminari-seminari menengah yang didirikan untuk memupuk tunas-tunas panggilan, para seminaris hendaknya melalui pembinaan hidup rohani yang khas, terutama dengan bimbingan rohani yang cocok, disiapkan untuk mengikuti Kristus Penebus dengan semangat rela berkorban dan hati yang jernih (OT, art. 3).

Ini menunjukkan perlu usaha dari pihak sekolah dan asrama seminari menengah mengusahakan dan mengupayakan pembinaan-pembinaan bagi para siswanya mengolah hidup rohani dan benih-benih panggilannya.

(21)

2 mereka yang masuk Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop dengan harapan, benih panggilan yang baru tumbuh bisa semakin berkembang dan semakin kuat. Untuk itu pihak keluarga siswa, pihak sekolah, dan pihak asrama seminari perlu bekerjasama. Pihak sekolah seminari mempersiapkan para siswa dari segi pengetahuan atau intelektual. Sedangkan pihak asramanya lebih pada pengolahan kepribadian yaitu hidup rohani para siswanya. Penulis ingin mengembangkan pembinaan yang diberikan di asrama bagi para siswa seminari khususnya bagi para siswa kelas III. Berdasarkan pengalaman penulis sendiri dan cerita dari para siswa seminari yang baru menyelesaikan studi di Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop, pembinaan yang diberikan di asrama seminari adalah sebagai berikut:

1. Doa rutin bagi para siswa yaitu doa pagi dan malam 2. Retret 1 tahun sekali

3. Pengakuan Dosa 1 tahun 2 kali

4. Pendalaman Kitab suci setiap hari Rabu 5. Perayaan Ekaristi

6. Turne ke kampung-kampung setiap hari minggu (khusus kelas III)

(22)

3 fasilitatornya sehingga dalam proses pelaksanaannya tidak terarah. Sedangkan pembina seminari kurang terlibat dalam pendalaman Kitab Suci, pada hal untuk mempersiapkan para siswa khususnya kelas III perlu pembinaan yang berkesinambungan. Fakta yang ada, pembinaan yang diberikan hanya sebatas bisa terlaksana saja. Menjadi pertanyaan, mengapa dari sekitar 50 orang siswa kelas III seminari menengah, yang berani melanjutkan ke jenjang seminari tinggi hanya 1-6 siswa saja. Hal ini yang menjadi bahan permenungan penulis dan menarik perhatian penulis untuk mencari akar masalah para siswa kelas III seminari tidak tertarik untuk melanjutkan ke jenjang seminari tinggi. Benih-benih panggilan yang dimiliki para siswa pada saat mereka mulai memberanikan diri memasuki seminari menengah menjadi pudar dan hilang ketika mereka menjalankan hidup di dalam komunitas asrama seminari. Kiranya yang menjadi akar masalahnya adalah kurang memadainya pembinaan yang diberikan.

(23)

4 bagi mereka (siswa kelas III) dalam mempersiapkan diri untuk memasuki jenjang seminari tinggi.

Berangkat dari permasalahan dimuka, penulis ingin memberi sumbangan pemikiran dan memaparkannya dalam bentuk karya tulis dengan judul “UPAYA PEMBINAAN IMAN MELALUI KATEKESE BAGI SISWA KELAS III SEMINARI MENENGAH ST. PAULUS NYARUMKOP KALIMANTAN BARAT DALAM MEMPERSIAPKAN DIRI MEMASUKI JENJANG SEMINARI TINGGI” harapannya agar dengan menggunakan katekese dapat dilakukan pembinaan bagi siswa-siswa seminari khususnya yang kelas III yang akan menyelesaikan pendidikan di seminari menengah dan akan memasuki jenjang seminari tinggi.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pihak asrama seminari menengah mengusahakan pembinaan bagi para siswa seminari khususnya kelas III dalam mempersiapkan diri memasuki jenjang seminari tinggi?

2. Bagaimana keadaan pembinaan yang diselengarakan dalam rangka membantu para siswa seminari khususnya kelas III dalam mengolah hidup rohaninya? 3. Katekese yang bagaimana bisa mendukung pembinaan bagi para siswa

(24)

5 C. Tujuan Penulisan

1. Memaparkan usaha asrama seminari menengah dalam mengusahakan pembinaan bagi para siswa seminari khususnya siswa kelas III.

2. Memaparkan keadaan pembinaan yang dilaksanakan bagi para siswa seminari khususnya kelas III.

3. Memaparkan katekese yang bisa mendukung pembinaan bagi para siswa seminari khususnya kelas III secara memadai.

4. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Sarjana Strata Satu (S1) Prodi IPPAK-USD, Yogyakarta.

D. Manfaat Penulisan

1. Mendapat informasi tentang pembinaan bagi siswa seminari khususnya kelas III oleh pihak asrama seminari.

2. Mengetahui keadaan pembinaan yang diupayakan oleh pihak seminari bagi siswa seminari khususnya kelas III.

3. Mampu menemukan katekese yang bisa mendukung pembinaan bagi siswa seminari khususnya kelas III.

[

E. Metode Penulisan

(25)

6 F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, sistematika penulisannya sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan pendahuluan yang meliputi: latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II : PEMAHAMAN TENTANG KATEKESE SEBAGAI SALAH SATU BENTUK PEMBINAAN IMAN SISWA KELAS III SEMINARI MENENGAH ST. PAULUS NYARUMKOP KALIMANTAN BARAT

Bab ini membahas gambaran umum katekese, gambaran umum pembinaan, dan katekese sebagai pembinaan iman bagi siswa kelas III Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop Kalimantan Barat

BAB III : PRAKSIS PEMBINAAN IMAN SISWA KELAS III SEMINARI MENENGAH ST. PAULUS NYARUMKOP KALIMANTAN BARAT

(26)

7 BAB IV : USULAN PROGRAM KATEKESE DALAM RANGKA

MEMPERSIAPKAN PARA SISWA KELAS III SEMINARI ST. PAULUS NYARUMKOP KALIMANTAN BARAT MEMASUKI JENJANG SEMINARI TINGGI

Bab ini akan menguraikan dasar pemikiran program, tema dan dasar pemikirannya, contoh program, dan penjabaran program pembinaan iman melalui katekese bagi siswa kelas III Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop Kalimantan Barat.

BAB V : PENUTUP

(27)

BAB II

PEMAHAMAN TENTANG KATEKESE

SEBAGAI SALAH SATU BENTUK PEMBINAAN IMAN SISWA SEMINARI MENENGAH

Pada bagian ini penulis akan menguraikan gambaran umum katekese yang meliputi arti katekese, tujuan katekese, ciri-ciri katekese, isi katekese, kekhasan katekese, dan model-model katekese. Kemudian bagian kedua dibahas tentang gambaran umum pembinaan yang meliputi arti kata pembinaan dan tujuan pembinaan. Dan pada bagian ketiga, penulis akan membahas katekese sebagai pembinaan iman siswa seminari menengah. Bagian ini terdiri dari arti pembinaan iman dan pembinaan iman dalam rangka mempersiapkan para siswa memasuki jenjang Seminari Tinggi.

A. Gambaran Umum Katekese

Katekese mengalami perkembangan sesuai dengan situasi dan keadaan umat. Ini tentu dikarenakan umat kristiani sebagai subyek katekese tidak dapat dipisahkan dari lingkungan tempat mereka tinggal yang mengalami perubahan terus menerus.

1. Arti Katekese

(28)

9 sebagai bentukan kata berarti menggemakan atau menyuarakan keluar. Katechein ini digunakan oleh Gereja dan umat kristiani dalam menyampaikan pewartaan Tuhan dan mengkomunikasikan harta kekayaan imannya dalam hidup konkrit. Kata katekese juga dapat ditemukan dalam Luk 1: 4 (diajarkan); Kis 18: 25 (Pengajaran dalam jalan Tuhan); Kis 21: 21 (mengajar); Roma 2: 18 (diajarkan); 1 Kor 14:19 (mengajar); dan Gal 6: 6 (Pengajaran). Dalam konteks ini, katekese dimengerti sebagai pengajaran, pendalaman, dan pendidikan iman agar seorang Kristen semakin dewasa dalam iman.

Paus Yohanes Paulus II dalam dokumen Catechesi Traedendae, memberi arti katekese sebagai:

Pembinaan iman anak-anak, kaum muda dan orang dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis, dan dengan maksud menghantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen (CT, art. 18)

Rumusan yang tersebut di atas ingin menyatakan bahwa katekese itu adalah pembinaan iman untuk semua orang beriman kristiani tanpa memandang perbedaan di antara mereka, karena kegiatan katekese bertujuan menyampaikan ajaran Kristen secara terus menerus kepada semua umat beriman kristiani tidak memandang usia mereka dengan harapan mereka yang mengikuti kegiatan katekese dapat mencapai kedewasaan iman.

(29)

10 memahami, menghayati dan mengembangkan serta mewujudkan imannya dalam tindakan konkrit sehari-hari. Usaha Gereja ini menginginkan umat membangun diri menuju kematangan iman sebagai orang kristiani (Komkat KWI, 1995: 14).

2. Tujuan Katekese

Dalam buku katekese umat dan evangelisasi baru (Komkat KWI, 1995: 14), tujuan katekese adalah:

• Supaya dalam terang injil kita semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman hidup sehari-hari.

• Pertobatan (metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari kehadiran-Nya dalam kenyataan hidup sehari-hari.

• Hidup beriman semakin sempurna, berharap, dan mengamalkan cinta kasih dan hidup kristiani semakin dikukuhkan.

• Semakin bersatu dalam Kristus, semakin menjemaah, semakin tegas mewujudkan tugas Gereja setempat dan mengkokohkan Gereja semesta.

• Mampu dan sanggup memberikan kesaksian tentang Kristus dalam hidup di tenggah masyarakat.

Rumusan tujuan katekese di atas ingin menunjukkan bagaimana mereka yang mengalami katekese diharapkan semakin menghayati imannya dan melakukan pertobatan, serta sanggup menjadi saksi Kristus bagi sesamanya.

(30)

11 Katekese juga bertujuan mendampingi umat untuk memperdalam imannya, dan mampu memberi kesaksian imannya tersebut bagi semua orang. Tujuan katekese dirumuskan dalam Sinode Para Uskup di Roma tahun 1977 yaitu: “membawa jemaat maupun anggota perorangan kepada kematangan iman, memupuk hidup mendalam tentang Allah dan rencana keselamatan-Nya, dan membantu orang memahami rencana Allah dalam hidupnya (Hardawiryana, 1978: 14)”. Sementara itu menurut Amalorpavadas (1972: 8), tujuan katekese adalah membangun, memelihara dan memperkembangkan iman, sambil membaharui, memperdalam dan membuatnya semakin bersifat pribadi dan berbuah dalam tindakan. Katekese diharapkan membantu umat beriman dalam memperkembangkan imannya terus menerus dan diharapkan umat beriman berbuah pada tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.

3. Ciri-ciri Katekese

Katekese merupakan salah satu cara pewartaan Gereja dalam bentuk pelayanan sabda. Sebagai bentuk pelayanan sabda, katekese mempunyai ciri-ciri tersendiri yang bisa dibedakan dengan pelayanan sabda yang lain. Dalam Anjuran Apostolik, Catechesi Traedendae tertulis:

• Katekese harus bersifat sistematis, bukan hasil improvisasi, melainkan sungguh berencana untuk mencapai tujuan tertentu;

• Katekese harus mengkaji hal-hal pokok, tanpa berpretensi mau menangani segala soal yang diperdebatkan atau mau berubah menjadi teologi atau eksegese ilmiah;

• Tetapi katekese harus cukup lengkap juga, tidak membatasi diri pada pewartaan awal misteri Kristen seperti dalam “kerygma”;

(31)

12 Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa katekese merupakan kegiatan atau proses yang membutuhkan persiapan matang, karena katekese sendiri memiliki tujuan, oleh karena itu perlu sungguh dipersiapkan dengan langkah-langkah yang jelas guna mencapai tujuan yang direncanakan.

Katekese bukanlah hal yang mengarah pada persoalan teologis yang sering diperdebatkan. Katekese lebih mengarah pada penghayatan iman umat. Selain itu katekese ini tidak hanya berbicara seputar pewartaan akan Yesus Kristus, katekese perlu juga mengangkat persoalan hidup yang dihadapi oleh umat dengan harapan iman umat semakin nampak dalam tindakannya sehari-hari.

Dalam buku Membangun Gereja Indonesia 2 (Siauwarjaya, 1987: 42), dirumuskan, bahwa fungsi katekese tidak pertama-tama menyuguhkan sederetan pengajaran, melainkan menolong peserta untuk meneguhkan dan menghayati iman, mengembangkan dan menghayati nilai-nilai hidup, menolong peserta agar membaharui diri serta seluruh jemaat beriman. Ciri tersebut di atas menegaskan bahwa katekese bukanlah sekedar penyajian pengajaran, melainkan suatu kegiatan yang melibatkan semua peserta untuk saling berkomunikasi, saling meneguhkan iman, memperbaharui iman dan memperkaya iman masing-masing peserta.

4. Isi Katekese

Salah satu cara pelayanan sabda bagi umat beriman adalah katekese. Yang dibicarakan dalam katekese ini adalah seluruh ajaran, tindakan, dan pribadi Yesus Kristus. Singkatnya isi katekese adalah hidup Yesus Kristus.

(32)

13 yang harus disampaikan di dalam katekese adalah ajaran, tindakan dan pribadi Yesus, bukan gagasan pribadi. Dengan kata lain isi pokok katekese adalah seluruh misteri hidup Yesus Kristus, dari seluruh karya dan sabda-Nya sampai peristiwa wafat dan kebangkitan-Nya (CT, art. 6).

Rumusan ini tentu ingin menunjukkan bagaimana misteri hidup Yesus menjadi sumber katekese dan pusat katekese. Hidup Yesus Kristus sendiri merupakan pemakluman tentang Allah yang mengasihi manusia. Hal itu ingin menunjukkan bahwa isi katekese ini merupakan pewartaan kabar gembira bagi mereka yang mengalami kaatekese.

Hubber (1981: 19) merumuskan, bahwa isi katekese umat adalah Yesus Kristus sendiri. Kita berkumpul untuk bersaksi tentang iman kita akan Yesus Kristus, pengantara kita menanggapi Sabda Allah. Berbicara mengenai katekese pasti berbicara akan Yesus Kristus. Hal ini menunjukkan bahwa orang yang berkumpul untuk berkatekese akan mengkomunikasikan pengalamannya akan Yesus Kristus (Komkat KWI, 1995: 14). Dalam katekese, umat bersaksi tentang pengalaman iman mereka akan Yesus Kristus, pengantara Allah yang bersabda kepada manusia dan pengantara manusia dalam menanggapi Sabda Allah. Yesus Kristus ini tampil sebagai pola hidup manusia dalam Kitab Suci, khususnya dalam Perjanjian Baru, yang mendasari penghayatan iman Gereja sepanjang Tradisinya.

5. Kekhasan Katekese

(33)

14 sumber pengalamannya, dalam hidup pribadi, keluarga, pekerjaan, maupun dalam hidup bersama dalam masyarakat sekitarnya.

Dalam katekese, masing-masing orang dan seluruh umat mendalami dan mengalami kembali kehidupan mereka dan mendengarkan Sabda Tuhan, sehubungan dengan pengalaman yang paling mendasar dari Yesus dan Gereja. Katekese ini membantu jemaat untuk menerima dan membaca hidupnya dalam terang pengalaman iman yang mendasar dalam Yesus Kristus.

Di dalam diktat PPL PAK Paroki dirumuskan kekhasan katekese yaitu: membangkitkan dan memperluas pengalaman iman, memperdalam pengalaman iman, mengkomunikasikan pengalaman iman, mengungkapkan pengalaman iman (Sumarno, 2002: 6).Rumusan ini menunjukkan bahwa dalam konteks katekese, pengalaman iman adalah kunci pembacaan dan interpretasi dari kehidupannya, yang mencakup refleksi dan semua sarana yang digunakan untuk menganalisa serta memperdalam pengalaman hidupnya. Akan tetapi pengalaman akan Yesus Kristus menjadi pengalaman yang benar-benar aktual, karena tidak ada katekese yang benar-benar terjadi tanpa adanya suatu pengalaman kristiani yang autentik (murni dan dapat dipercaya) dari pada diterima dan ditafsirkan serta dikomunikasikan.

Jelaslah bahwa katekese ini adalah bentuk pelayanan pastoral Sabda Tuhan guna kematangan iman pribadi dan bersama dalam kesatuan dan persaudaraan.

(34)

15 6. Model-model Katekese

Dalam kegiatan katekese, ada banyak macam model katekese yang ditawarkan. Model-model katekese yang ditawarkan ini lebih bersifat konstruktif teoritis, skematis dan abstrak yang menawarkan suatu cara konseptual dan alat untuk memahami serta menelusuri tindakan konkrit manusia dalam hidupnya sehari-hari.

Model-model katekese yang ditawarkan ini merupakan bentuk konsep kegiatan yang utuh yang mempunyai latar belakang pemikiran tertentu dengan menggunakan metode tertentu. Dan berikut ini penulis akan menyajikan empat model katekese yakni: model pengalaman hidup, model biblis, model campuran (biblis dan pengalaman hidup, dan model SCP (Shared Christian Praxis).

[

a. Model pengalaman hidup

(35)

16 penyajian pengalaman hidup, rangkuman pendalaman pengalaman hidup, pembacaan Kitab Suci atau Tradisi Gereja, pendalaman teks Kitab Suci atau Tradisi, rangkuman pendalaman teks Kitab Suci atau Tradisi, penerapan dalam hidup konkrit, dan penutup (Sumarno, 2002: 12).

Proses pelaksanaan katekese model pengalaman hidup ini langkah awalnya diambil dari peristiwa konkrit dicocokkan dengan tema pertemuan yang sedang diangkat. Peristiwa yang diangkat bisa pengalaman hidup masing-masing peserta, bisa juga mengambil seluruh peristiwa dari koran atau surat kabar, bisa dengan cerita rakyat, dan bisa mengangkat kisah tayangan dari CD, dll. Kemudian pengalaman itu diungkapkan dalam kelompok kecil bila pesertanya banyak, dan dalam kelompok besar bila pesertanya sedikit. Pembagian kelompok ini tergantung dari jumlah peserta yang datang. Alangkah baik bila peserta dibagi dalam kelompok kecil untuk memudahkan peserta mengungkapkan pengalaman mereka tanpa ada rasa malu, selain itu memudahkan mereka untuk merasakan suasana terbuka dari masing-masing peserta. Dalam pendalaman pengalaman hidup mengajak peserta mengaktualisasikan pengalaman yang diangkat dengan situasi hidup mereka yang konkrit. Dan tugas fasilitator adalah mendampingi, menuntun, dan merangkum semua hasil sharing peserta katekese.

(36)

17 berusaha membantu para peserta untuk mencari dan mengungkapkan makna atau inti pesan Kitab Suci yang berhubungan dengan tema yang diangkat. Fasilitator sendiri sudah mempersiapkan kemungkinan jawaban peserta katekese. Maka tugas fasilitator ini membantu mengarahkan peserta katekese dalam merenungkan isi Kitab Suci, selain itu mampu menciptakan suasana terbuka agar peserta merasa tidak takut untuk mengungkapkan tafsiran atas isi Kitab Suci sesuai dengan versinya masing-masing. Fasilitator memberi masukan atau peneguhan dari masing-masing hasil tafsiran peserta katekese berdasarkan sumber-sumber yang dipakai dan diolah sesuai dengan tema dan tujuan yang akan dicapai. Setelah menghubungkan pengalaman hidup peserta katekese dan pengalaman Kitab Suci, fasilitator menarik kesimpulan dari proses katekese dan memberi kesimpulan. Dan fasilitator mengajak peserta katekese bersama-sama merenungkan semua proses kegiatan katekese, kemudian membangun niat secara pribadi maupun bersama untuk tindakan konkrit selanjutnya.

(37)

18 dalam iman dan mampu mengkomunikasikan imannya dalam hidup konkrit/tindakan yang nyata.

b. Model biblis

Katekese model biblis merupakan katekese yang bertitik tolak dari Kitab Suci yang di pilih fasilitator pada saat melaksanakan pertemuan katekese. Dalam pelaksanaan katekese dengan model biblis ini mengajak peserta katekese untuk merenungkan Sabda Tuhan, setelah itu mendalaminya secara pribadi maupun kelompok, kemudian mengajak peserta katekese untuk mewujudkannya dalam tindakan yang konkrit dalam hidup di tengah keluarga dan masyarakat. Dapat dikatakan bahwa katekese model biblis ini melibatkan peserta dengan merenungkan Sabda Allah untuk semakin mengalami kehadiran Allah dalam hidupnya.

Dalam diktat PPL PAK Paroki terdapat langkah-langkah penyelenggaraan katekese model biblis yaitu pembukaan, pembacaan teks Kitab Suci, pendalaman teks Kitab Suci, pendalaman pengalaman hidup, penerapan dalam hidup peserta, dan penutup (Sumarno, 2002: 12).

(38)

19 oleh fasilitator. Dalam mendalami teks Kitab Suci mereka di bantu dengan panduan beberapa pertanyaan yang sudah dipersiapkan oleh fasilitator. Peserta katekese mengungkapkan pesan inti dari teks Kitab Suci yang baru di dengar dan direnungkan. Selanjutnya peserta katekese diajak untuk menangkap pesan inti itu. Fasilitator membuat rangkuman dari apa yang sudah ditemukan oleh para peserta katekese, menghubungkannya dengan apa yang sudah dipersiapkannya dengan menggunakan sumber-sumber lain, sehingga peserta katekese semakin diperkaya dengan informasi baru kaitannya dengan pengetahuan iman.

Setelah peserta mendalami teks Kitab Suci, fasilitator mengajak peserta katekese untuk menghubungkan pesan inti teks Kitab Suci yang baru dibicarakan bersama dengan pengalaman hidup peserta katekese. Fasilitator berusaha menuntun peserta katekese untuk mengolah pengalaman hidup yang mereka alami didalam keluarga, pekerjaan, dan kehidupan di tengah masyarakat sesuai dengan pesan inti teks Kitab Suci yang telah mereka bicarakan. Setelah merefleksikan teks Kitab Suci dan menghubungkan dengan pengalaman hidup, peserta katekese diajak membuat niat-niat secara pribadi maupun bersama untuk diwujudkan dalam hidup ditengah keluarga, masyarakat, dan Gereja.

c. Model campuran; biblis dan pengalaman hidup

(39)

20 Dalam diktat kuliah PPL PAK Paroki terdapat langkah-langkah katekese model campuran yakni:

Pembukaan, pembacaan teks Kitab Suci atau Tradisi, penyajian pengalaman hidup, pendalaman pengalaman hidup dan teks Kitab Suci atau Tradisi, penerapan meditative, evaluasi singkat jalannya pertemuan katekese, dan penutup (Sumarno, 2002: 13).

Langkah-langkah di atas bertujuan membantu menghubungkan sebuah pengalaman hidup peserta dengan pengalaman Kitab Suci atau Tradisi.

Proses pelaksanaan katekese model campuran menurut diktat PPL PAK Paroki dapat digambarkan dalam bagan berikut:

Dari bagan di atas, proses pelaksanaan katekese model campuran, langkah pertamanya adalah menyajikan teks Kitab Suci atau Tradisi yang sudah dipersiapkan oleh fasilitator, akan tetapi fasilitator bisa melibatkan peserta

Pembukaan

Pembacaan teks KS/Tradisi

Penyajian Pengalaman hidup

Pendalaman pengalaman hidup dan Kitab Suci/ Tradisi

• Mengungkapkan hal yang mengesankan dalam penyajian pengalaman hidup

• Mencoba mencari pesan pokok dari penyajian pengalaman hidup

• Menemukan tema dan pesan pokok dari penyajian pengalaman hidup

• Merefleksikan dan menganalisa pesan pokok penyajian pengalaman hidup untuk hidup sehari-hari dan mengkonfrontasikannya dengan teks Kitab Suci/Tradisi

(40)
(41)

22 memikirkan tindakan konkrit, atau paling tidak sampai pada sebuah niat pribadi maupun bersama.

Langkah selanjutnya, fasilitator mengajak peserta katekese masuk suasana refleksi dengan tuntunan beberapa pertanyaan yang sudah dipersiapkan. Dengan itu fasilitator merangsang peserta katekese menarik pelajaran-pelajaran konkrit bagi hidup mereka sehari-hari sesuai dengan penyajian pengalaman hidup dan penyajian teks Kitab Suci atau Tradisi (Sumarno, 2002: 13).

d. Model SCP (Shared Christian Praxis)

(42)

23 1) Pengertian S-C-P

a) Shared

Kata Shared berasal dari kata bahasa Inggris to share yang mempunyai arti berbagi, dan dalam hal ini membagi pengalaman kepada orang lain atau biasa di sebut sharing pengalaman (Mangunhardjana, 1985: 108). Dalam diktat PPL Pak Paroki, sharing berarti berbagi rasa, pengalaman, pengetahuan, serta saling mendengarkan pengalaman orang lain, (Sumarno, 2002: 16). Sharing biasa digunakan dalam pertemuan katekese yang menekankan dialog-partisipatif antar peserta katekese dengan suasana kebersamaan, persaudaraan, dan keterlibatan. Dalam sharing, setiap peserta katekese mengambil bagian atau terlibat aktif dalam mensharingkan pengalaman hidupnya dan juga bersedia mendengarkan sharing dari orang lain.

Dalam sharing, peserta katekese harus memiliki sikap rendah hati mau menerima dan memberi pengalaman pribadi yang saling meneguhkan. Bahkan sebenarnya dalam sharing, yang seharusnya terjadi bukan hanya dialog antar peserta katekese saja, akan tetapi dialog para peserta katekese dengan Tuhan.

b) Christian

(43)

24 sungguh dihidupi. Singkatnya tradisi kristiani ingin mengungkapkan tanggapan manusia terhadap pewahyuan diri Allah yang terlaksana dalam hidup mereka. Tradisi kristiani tidak bisa lepas dari visi kristiani. Visi kristiani bukan sekedar suatu pengetahuan tertentu saja, tetapi suatu kenyataan konkrit dari isi tradisi yang menjadi jawaban hidup orang beriman terhadap apa yang ditawarkan dalam pengalaman iman kristiani dan janji Allah yang terungkap dalam tradisi atau pengalaman iman kristiani. Dalam diktat PPL PAK Paroki, visi kristiani peserta katekese merupakan kritik atas praxis perbuatannya yang menjadi ukuran keberimanan manusia yang senantiasa terbuka akan masa depan, (Sumarno, 2002: 16).

c) Praxis

(44)

25 Praxis memiliki tiga unsur yang saling berkaitan yaitu aktivitas, refleksi, dan kreativitas. Ketiga unsur tersebut berguna untuk membangkitkan perkembangan imajinasi peserta, meneguhkan kehendak peserta, dan mendorong peserta pada praxis baru yang mampu dipertanggungjawabkan. Dalam diktat kuliah PPL PAK Paroki tertulis arti ketiga unsur diatas:

• Aktivitas yang meliputi kegiatan mental dan fisik, kesadaran, tindakan personal dan sosial, hidup pribadi dan bersama yang merupakan suatu medan masa kini guna perwujudan diri manusia.

• Refleksi yang lebih menekankan refleksi kritis terhadap tindakan histories secara pribadi dan manusia pada umumnya dalam masa lampau terhadap tindakan dan kehidupan bersama serta terhadap tradisi dan visi iman kristiani sepanjang sejarah.

• Kreativitas yang merupakan perpaduan antara aktivitas dan refleksi dengan menekankan sifat trasenden manusia dalam dinamika menuju ke masa depan untuk sebuah tindakan yang baru (Sumarno, 2002: 14; bdk. Groome, 1997: 2).

2) Langkah-langkah S-C-P

Katekese model SCP (Shared Christian Praxis) memiliki langkah-langkah yang berurutan dan terus mengalir. Thomas Groome mengemukakan lima langkah pokok yang didahului dengan langkah 0 sebagai berikut:

a) Langkah Nol: Pemusatan Aktivitas

(45)

26 peserta. Tema dasar yang dipilih hendaknya sungguh-sungguh mampu mendorong peserta untuk terlibat aktif dan menekankan partisipasi dan dialog sepanjang pertemuan katekese, akan tetapi tidak bertentangan dengan iman kristiani, (Sumarno, 2002: 17).

Fasilitator harus bisa menciptakan lingkungan dan suasana yang mendukung (kondusif) serta mencari atau mengusahakan sarana-sarana pendukung yang dapat menunjang guna menemukan salah satu aspek yang cocok menjadi topik dasar pertemuan katekese.

b) Langkah Pertama: Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual

Langkah ini mendorong peserta katekese untuk mengungkapkan pengalaman faktual yang mereka alami dan mengkomunikasikan kepada peserta yang lain. Pengungkapan pengalaman tersebut bisa pengalaman pribadi peserta, permasalahan yang terjadi dalam masyarakat, dan bisa gabungan keduanya yang cocok dengan tema yang dihasilkan bersama (Sumarno, 2002: 18; bdk. Groome, 1997: 5).

(46)

27 dengan terlibat. Peserta katekese dapat mengungkapkan pengalamannya melalui puisi, nyanyian, tarian, gambar, lambang, simbol, dsb (Sumarno, 2002: 18).

Fasilitator dalam langkah ini perlu menciptakan suasana pertemuan yang penuh kekeluargaan, kegembiraan, dan mendukung peserta katekese membagikan pengalamannya. Dan fasilitator di sini harus bersikap ramah, sabar, bersahabat, peka pada keadaan dan permasalahan yang di hadapi peserta katekese, dsb (Sumarno, 2002: 18).

c) Langkah Kedua: Refleksi Kritis Atas Sharing Pengalaman Hidup Faktual Langkah ini menghantar peserta pada kesadaran kritis akan pengalaman hidup dan tindakannya. Refleksi kritis pada langkah ini ingin membantu peserta katekese merefleksikan secara kritis pengalaman konkrit yang mereka komunikasikan dengan memperdalam, mempertajam, dan mengolah pengalaman mereka yang menekankan segi pemahaman (alasan, minat), kenangan (sumber-sumber historis), imajinasi (konsekuensi yang diharapkan dan dibayangkan), (Sumarno, 2002: 18; bdk. Groome, 1997: 5-6). Selain itu langkah ini membantu peserta agar bertitik tolak dari pengalaman hidupnya sampai pada tingkat kesadaran terdalam, mengolah dan menemukan makna baru yang mendorong mereka menuju praxis baru.

(47)

28 pemahaman, kenangan, dan imajinasi peserta katekese. Fasilitator harus bisa mengkondisikan peserta katekese untuk ambil bagian mengkomunikasikan imannya dengan menghindari kesan memaksa. Untuk memudahkan peserta katekese terlibat aktif dalam megkomunikasikan imannya, fasilitator perlu membuat pertanyaan yang menggali dan tidak menginterogasi atau menganggu harga diri peserta atau apa yang sedang dirahasiakan peserta katekese (Sumarno, 2002: 19).

d) Langkah Ketiga: Mengusahakan Supaya Tradisi dan Visi Kristiani Lebih Terjangkau

(48)

29 Kewajiban fasilitator adalah membuat persiapan yang matang dengan belajar sendiri, menghormati tradisi dan visi kristiani sebagai sumber yang otentik dan normatif untuk bisa memberi penafsiran yang sejalan dengannya dan mengikutsertakan kesaksian imannya sendiri. Fasilitator mengusahakan media pendukung seperti audio visual atau media murah untuk menghantar peserta katekese pada kesadaran, sehingga fasilitator tidak kelihatan mendikte dan bersikap seperti seorang guru (Sumarno, 2002: 19).

e) Langkah Keempat: Interpretasi/Tafsir Dialektis Antara Tradisi dan Visi Peserta

Langkah ini berdasarkan nilai tradisi dan visi kristiani mengajak peserta katekese untuk menemukan hal-hal baru yang hendak diperkemangkan oleh masing-masing peserta katekese. Di satu pihak peserta katekese mengintegrasikan nilai-nilai hidup mereka ke dalam tradisi dan visi kristiani. Di lain pihak mempersonalisasikan dan memperkaya dinamika tradisi dan visi kristiani menjadi milik mereka sendiri (Sumarno, 2002: 20; bdk. Groome, 1997: 7).

Peserta katekese pada langkah ini mendialogkan pengolahan mereka pada langkah pertama dan kedua dengan isi pokok langkah ketiga. Peserta katekese diberi kesempatan untuk mendialogkan perasaan, sikap, persepsi, dan menilai mengenai nilai tradisi dan visi kristiani berdasarkan hidup konkrit mereka serta memberi penegasan yang menyatakan kebenaraan, nilai, dan kesadaran yang diyakini (Sumarno, 2002: 20).

(49)

30 mempertemukan nilai pengalaman hidup dan visi mereka dengan nilai tradisi dan visi kristiani. Fasilitator perlu mendorong dan mengkondisikan peserta katekese untuk merubah sikap dari pendengar pasif guna menjadi pihak yang aktif (Sumarno, 2002: 20).

f) Langkah Kelima: Keterlibatan Baru Demi Makin Terwujudnya Kerajaan Allah di Dunia Ini

Langkah kelima ini mau menghantar peserta katekese untuk mengambil keputusan dalam meningkatkan penghayatan imannya. Langkah ini perlu sampai pada pemahaman, kesadaran, niat-niat dan tindakan baru yang membantu perkembangan iman mereka sehingga mereka melakukan pertobatan terus menerus. Langkah ini juga perlu sampai pada suatu keputusan praxis yang merupakan tanggapan peserta katekese terhadap pewahyuan Allah yang terus berlangsung dalam sejarah kehidupan manusia, berkembang bersamaan dengan tradisi Gereja sepanjang sejarah dan visi kristiani. Keputusan praxis di atas maksudnya keputusan yang mudah dilaksanakan dan menyemangati mereka untuk setia melaksanakannya. Keputusan yang di ambil dapat beranekaragam tingkat dan bentuknya. Keputusan itu dapat dikategorikan kedalam empat kelompok yaitu:

• Bentuknya: aspek kognitif (pemahaman), afektif (perasaan), dan tingkah laku

• Sifatnya: personal dan interpersonal

• Subyeknya: aktivitas pribadi dan tindakan bersama

(50)

31 Peran fasilitator pada langkah ini ialah mengusahakan agar peserta katekese sampai kepada keputusan pribadi dan bersama. Fasilitator juga harus merangkum hasil dari langkah pertama sampai langkah keempat, guna membantu peserta katekese mengambil keputusan. Dengan demikian fasilitator perlu dan bisa mengetengahkan sikap optimis yang realistis kepada peserta katekese untuk masa depan yang lebih baik dengan keyakinan bahwa Allah senantiasa hadir dalam situasi apapun (Sumarno, 2002: 20).

B. Pembinaan pada Umumnya

Pembinaan bagi siswa seminari menengah perlu disesuaikan dengan profil lulusan seminari menengah yang bersangkutan. Profil yang penulis maksud adalah kualifikasi pribadi yang perlu dicapai siswa seminari yang lulus dari seminari menengah dan siap memasuki jenjang seminari tinggi. Profil ini menyangkut: sikap-sikap pokok yang perlu dimiliki, pengetahuan yang dimiliki, dan keterampilan yang perlu dikuasai. Berkaitan dengan sikap-sikap, yaitu yang menyangkut Spritualitas Kristiani atau sikap siswa seminari sebagai orang beriman kristiani, baik secara umum, maupun secara khusus, sebagai yang di panggil atau tertarik menjadi imam.

1. Pengertian Pembinaan

(51)

32 pendidikan. Pembinaan lebih menekankan segi pengembangan sikap, kemampuan sikap (skill), dan kecakapan. Sedangkan pendidikan lebih menekankan pengembangan manusia dari segi pengetahuan dan ilmu (Mangunharjana, 1986: 7).

Mangunharjana memberi arti pembinaan sebagai suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang sudah dimiliki dan mempelajari hal-hal baru yang belum dimiliki, dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya, untuk membetulkan dan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan baru untuk mencapai tujuan hidup yang sedang di jalani, (1986: 12). Rumusan arti pembinaan diatas menunjukkan bahwa orang yang mengikuti pembinaan tidak sekedar dibantu untuk mempelajari pengetahuan. Akan tetapi orang dilatih guna mengenal kemampuannya dan mengembangkannya dan dapat memanfaatkannya secara penuh dalam hidupnya secara lebih efektif. Sedangkan menurut Suhardi dalam Spektrum no. 1 th XXIII, pembinaan merupakan proses pendampingan terus

menerus dan berkesinambungan bagi para peserta bina (1995: 32). 2. Tujuan Pembinaan

(52)

33 sasaran dalam hidup sehari-hari (1995: 32). Sehubungan dengan ini, arah yang mau di capai:

a. Manusia pada umumnya

Pembinaan yang diberikan bagi para siswa seminari sebagai manusia pada umumnya bertujuan agar para siswa dapat lebih mengenal diri yang meliputi kekuatan dan kelemahannya sebagai manusia biasa. Dengan mengenal dan menyadari kekuatan dan kelemahan dirinya. Dengan begitu diharapkan tumbuh semangat untuk mengembangkan diri sehingga mereka berkembang dalam daya cipta, bakat, dan keterampilan. Selain itu, sebagai makhluk sosial para siswa perlu menyadari posisi diri mereka dalam hidup bersama agar mampu bergaul yang saling mengembangkan di dalam persaudaraan (Yohanes Paulus II, 1992: 131-132).

Para siswa perlu mensyukuri kemampuannya sebagai anugerah dari Tuhan dan menunjukkan terima kasihnya dengan berusaha mengembangkan bakat itu dengan cara mengembangkan diri menjadi orang yang berinisiatif, kreatif, jujur, bertanggung jawab, dan tekun demi pengabdian dan pelayanan bagi sesama.

b. Manusia kristiani pada umumnya

(53)

34 mampu menjadikan Yesus Kristus sebagai pola hidup mereka, sehingga mereka semakin terbuka dan ingin bersatu dengan Yesus Kristus, semakin menyadari konsekuensi dalam mengikuti Yesus Kristus, dan semakin memiliki sikap yang penuh tanggung jawab dan keberanian berkorban. Yang di maksud dengan terbuka pada Sabda Allah adalah mampu mengolah hidupnya sebagai orang beriman dengan menghayati semangat persaudaraan dan menghayati panggilan hidupnya atas dasar Sabda Allah yang dapat di ketahui dalam Kitab Suci.

c. Manusia kristiani sebagai Calon Imam

Pembinaan yang diupayakan bagi siswa seminari dalam menanggapi panggilan sekaligus sebagai calon imam bertujuan membantu siswa seminari guna mampu menyerahkan diri dalam kebebasan menanggapi panggilan Tuhan, bersedia mendengarkan dan menjawab tuntutan panggilan Tuhan atas dirinya dengan menyerahkan diri pada kehendak Tuhan dan siap menyediakan diri menjadi sarana pelayanan bagi orang lain. Menyerahkan diri kepada Tuhan yang dimaksud adalah menyerahkan diri secara pribadi. Untuk itu para siswa seminari perlu mengandalkan rahmat dari Tuhan dalam melaksanakan perutusan-Nya dengan melayani Gereja-Nya.

3. Manfaat Pembinaan

(54)

35 menyadari potensi-potensi diri mereka masing-masing. Potensi-potensi itu selanjutnya di olah dalam menemukan nilai-nilai kehidupan yang mendalam (Kristianto. SFK, 2005: 5-6). Peserta juga dibantu untuk menyadari keadaan diri dan kehidupannya. Pihak seminari membantu peserta guna menolong dia kembali kepada dirinya sendiri dalam rangka perkembangan hidupnya. Setelah menyadari keadaan diri, peserta dibantu untuk memikirkan dan menganalisis keadaan hidupnya baik segi positif maupun negatifnya. Baik dari segi kelebihan maupun kekurangannya. Mencoba menggali dan menyadari kelebihan dan kekurangan dalam dirinya lewat refleksi akan membantu terjadinya proses perkembangan seseorang. Dengan mengadakan analisis terhadap situasi atau pengalaman hidup, peserta akan terbuka terhadap kritik dan saran dari orang lain, yang berarti juga terbuka untuk mengembangkan dirinya lebih lanjut (Mangunhardjana, 1986:13).

4. Bentuk Pembinaan

Dalam membantu siswa seminari mencapai sikap yang perlu mereka miliki, maka diupayakan bentuk-bentuk pembinaan (metode pencapaian). Di bawah ini penulis akan menguraikan bentuk-bentuk pembinaan (metode pencapaian) bagi pembinaan siswa seminari menengah dalam mencapai profil yang perlu dimiliki.

a. Latihan doa

(55)

36 melibatkan seluruh jiwanya. Tentu untuk melakukan dialog atau berkomunikasi dengan Allah dibutuhkan banyak latihan. Mendengar kata latihan, pasti muncul dalam bayangan setiap orang, suatu ranagkaian usaha atau kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan teratur guna mencapai suatu hasil tertentu (Mangunharjana, 1985: 9). Demikian juga perihal doa, orang perlu melakukan latihan-latihan doa seperti kontemplasi, merenungkan teks Kitab Suci, dan refleksi pribadi. Dengan banyaknya latihan doa orang akan semakin dekat dengan Allah yang juga akan memberi kedamaian hati.

b. Rekoleksi

Re (kembali) dan koleksi (mengumpulkan) berarti rekoleksi itu adalah mengumpulkan pengalaman-pengalaman masa lalu yang mengandung makna untuk mengembangkan diri seseorang. Melaksanakan rekoleksi tidak jauh berbeda dengan retret yaitu mengajak peserta meninjau kembali karya Allah atas hidupnya dan menuntun peserta guna memberi tanggapan atas karya Allah (Mangunhardjana, 1985: 18). Bertitik tolak dari arti rekoleksi di atas, bahan rekoleksi di ambil dari pengalaman hidup yang sudah di jalani sebelumnya. Kemudian dari berbagai pengalaman yang sudah di jalani perlu di olah, agar pengalaman hidup itu lebih bermakna demi perkembangan hidup beriman orang itu sendiri.

c. Retret

(56)

37 meninggalkan dunia ramai (Mangunhardjana, 1985: 7). Dengan kata lain mengikuti retret berarti melepaskan diri dari suasana ramai dan mengasingkan diri ketempat sunyi guna merenungkan seluruh pengalaman manusiawinya, mengolah pengalaman itu untuk menemukan makna hidup dan karya Allah atas dirinya, sehingga mampu menanggapi dan menjawab cinta Allah dan bimbingan Allah atas dirinya (Mangunhardjana, 1985: 11). Selain itu melalui retret dan dengan pertolongan Allah peserta retret berusaha melatih kepekaannya untuk merasakan karya cinta kasih Allah, guna makin mengenal karya cinta kasih dan bimbingan Allah serta berani memberi tanggapan terhadap karya cinta kasih Allah.

Dalam buku Membimbing rekoleksi diuraikan bentuk-bentuk retret diantaranya: retret dikotbahkan artinya retret yang diberikan kepada orang dewasa yang jumlahnya cukup besar dan bahan-bahannya diuraikan panjang lebar dan disampaikan secara bersama-sama kepada seluruh peserta, retret setengah terbimbing artinya retret yang bahannya disampaikan cukup terurai kepada peserta retret secara bersama-sama, retret terbimbing penuh artinya bahan retret diberikan secara ringkas, terkadang cukup pembahasan teks Kitab Suci secara bersama-sama, dan retret terbimbing pribadi artinya bahan retret terkecuali bahan renungan pertama ditentukan berdasarkan perkembangan retret dan kemudian diberikan pembimbing retret dalam bentuk bimbingan pribadi (Mangunhardjana, 1985: 7-9).

d. Live in

“Live in” merupakan kegiatan yang dilaksanakan di tengah dan bersama

(57)

38 seluruh pengalaman hidup masyarakat (terutama yang menyangkut pengalaman iman mereka). Hendaknya mereka yang melaksanakan “live in” dengan sepenuh hati menjalankan hidup bersama-sama mereka, baik dalam suka maupun duka, sehingga kehadiran mereka mampu membawa kegembiraan dan memancarkan sinar kasih Allah bagi keluarga tempat mereka tinggal.

C. Katekese sebagai Pembinaan Iman 1. Arti Pembinaan Iman

Sebelum dibahas arti pembinaan iman, terlebih dahulu perlu dilihat pengertian dari iman itu sendiri. Iman merupakan tanggapan manusia terhadap pewahyuan dan sapaan dari Allah. Konsili Vatikan II mengungkapkan:

Kepada Allah yang menyampaikan wahyu, manusia wajib menyatakan ketaatan iman. Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan kepatuhan akal budi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan, dan dengan suka rela menerima sebagai kebenaran wahyu yang dikaruniakan oleh-Nya (DV,art. 5).

Dengan demikian tanggapan manusia harus dinyatakan dengan mempersembahakan kepatuhan akal budi. Walau iman menuntut kepatuhan total, tapi iman yang ada mengandaikan kebebasan penuh dari pihak manusia karena Allah menyapa manusia untuk masuk ke dalam persahabatan dengan diri-Nya.

(58)

39 personal juga. Maka iman bukanlah suatu pengetahuan belaka, melainkan sebuah hubungan atau relasi pribadi antara manusia dengan Allah, yang mewahyukan diri-Nya dan menyelamatkan.

Dari pengertian iman di atas, maka arti dari pembinaan iman seminari adalah upaya membantu siswa seminari untuk berpedoman pada Sabda Allah (dalam cahaya Injil) menemukan arti hidup yang sesungguhnya dalam situasinya yang konkrit. Membantu siswa seminari menyadari kenyataan, bahwa Allah memanggilnya dan sedang melaksanakan karya penyelamatan dalam hidup sehari-hari dan membantu siswa seminari menjawab panggilan Allah tersebut dalam dan melalui realitas hidup para siswa seminari (Hardawiryana, 1977: 29). Selain itu pembinaan iman adalah membantu mendampingi peserta bina untuk menanggapi sapaan dan pewahyuan dari Allah, sehingga mereka mampu menyerahkan dirinya secara total pada Allah dan kehendak-Nya dengan menyediakan diri menjadi perpanjangan tangan Allah untuk karya-Nya di dunia dengan menemukan arti hidupnya dan menyadari kenyataan bahwa Allah memanggilnya dan menjawab panggilan Allah melalui realitas hidupnya.

2. Pembinaan Iman dalam Rangka Mempersiapkan Diri Memasuki Jenjang Seminari Tinggi

a. Pengertian seminari

(59)

40 orang. Di dalam seminari mereka dididik dan didampingi oleh pembina dengan bekerjasama dengan orang tua sehingga menjadi manusia kristiani yang dewasa yang mengikuti Yesus Kristus ke arah imamat dalam Gereja sebagai umat Allah dalam dalam konteks Indonesia. Kata seminari berasal dari kata Latin Seminarium yang berarti tempat pembibitan, tempat persemaian benih-benih. Maka, seminari adalah sebuah tempat (sebuah sekolah yang digabung dengan asrama, tempat belajar dan tempat tinggal) di mana benih-benih panggilan imam yang terdapat dalam diri anak-anak muda, disemaikan secara khusus untuk jangka waktu tertentu dengan tata cara hidup dan pelajaran yang memiliki kekhasan dari sekolah pada umumnya (Ponoman, 2005: 1).

b. Jenjang seminari

Untuk menjadi seorang imam, seminaris perlu melewati beberapa jenjang pendidikan dan pembinaan sebagai bekal dan persiapan hidup mereka menuju kepribadian seseorang imam yang akan mengabdikan dirinya kepada Allah. Adapun jenjang-jenjang seminari adalah:

1) Seminari menengah

(60)

41 Seminari menengah yang ada di Indonesia didirikan untuk membina para siswa yang baru menyelesaikan studi di bangku SMP. Seminari menengah adalah sebuah seminari yang melayani mereka yang merasa terpanggil dan ingin mengembangkan panggilan itu, yang akhirnya berani mengambil keputusan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang seminari tinggi untuk menjadi imam.

Di dalam komunitas seminari menengah, para seminaris mendapat berbagai bentuk pembinaan yang sudah ditetapkan oleh pihak seminari guna mengembangkan panggilan yang dimiliki para siswa seminari. Melalui berbagai bentuk pembinaan yang diupayakan diharapkan para siswa seminari benar-benar mampu untuk menghayati panggilan Tuhan atas hidupnya, kemudian memiliki semangat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang seminari tinggi. Tentu keputusan para siswa seminari untuk melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang seminari tinggi tidak boleh menjadi paksaan dari pihak lain, akan tetapi semuanya harus atas keputusan pribadi.

2) Tahap tahun rohani

(61)

42 serta mengembangkan minat, keterampilan dasar pastoral dan cinta kasih kegembalaan secara konkrit. Aspek ini terwujud lewat acara bergaul, bekerja sama dengan orang lain, mengalami kegembiraan dan kesulitan di bidang pastoral. Melalui tempaan ini, para seminaris diharapkan sanggup mengolah pengalaman, menemukan gambaran konkrit perihal tugas-tugas kegembalaan, serta dapat merumuskan konsep-konsep pastoral yang baru dalam praktek dan refleksi kehidupan (Wilfrid, 2003: 16).

Di seminari tahun orientasi rohani (TOR), para seminaris dibantu memperkuat dan mengembangkan kepribadian dan kerohanian yang telah mereka peroleh di seminari menengah, agar mereka dapat dengan bebas mengambil keputusan untuk menjadi imam, dan juga menyadari bahwa panggilan menjadi imam semata-mata adalah karunia dari Allah (Komisi Seminari KWI, 1989: 42).

Untuk itu pada tahap tahun orientasi rohani (TOR), setiap kegiatan para seminaris perlu dievaluasi untuk mengkaji perkembangan seminaris tanpa terkerkecuali. Evaluasi perlu diperkaya dengan rekoleksi, hal ini penting supaya para seminaris dapat senantiasa maju langkah demi langkah dalam tugas dan hidup panggilannya. Pada masa tahun orientasi rohani (TOR), para seminaris perlu banyak belajar dalam bekerja sama dengan rekan sejawat serta perlu kedewasaan dalam berhadapan dengan orang lain terutama dengan kawan lain jenis, (Wilfrid, 2003: 16).

3) Tahap seminari tinggi/sekolah tinggi filsafat teologi

(62)

43 Biasanya pendidikan yang di tempuh di sini, 6 tahun kuliah ditambah 1 tahun praktek tahun orientasi pastoral. Selama mengikuti pendidikan di seminari tinggi, para seminaris dikembangkan segi kepemimpinan rohani mereka yang meliputi aspek kenabian, karya penyucian, dan pengembalaan, membantu mereka lebih termotivasi untuk melayani umat. Menjalani tahun orientasi pastoral selama 1 tahun (dua semester) maksudnya adalah belajar mengenal orang-orang dan mengalami masalah-masalahnya serta kesulitan-kesulitan di medan pastoralnya untuk lebih mengenal tugas panggilannya dan pengabdiannya dalam Gereja yakni untuk melayani umat. Hukum Gereja (kanon 1032§2), memberikan kemungkinan bagi mereka yang mau atau bersedia menjadi imam sesudah mengikuti pendidikan akademis yang memadai dan tidak mengikuti pembinaan di seminari menengah. Uskup dapat memberikan dispensasi -sesudah penyelidikan yang matang- untuk mengikuti pendidikan filsafat dan teologi saja, bahkan juga untuk tidak tinggal di seminari sebagaimana lazimnya (KHK, 1991: 297).

3. Peran Katekese dalam Rangka mempersiapkan Diri Siswa Seminari Menengah Memasuki Jenjang Seminari Tinggi

a. Mengembangkan hidup beriman kristiani siswa sebagai Calon Imam

(63)

44 karena bantuan Roh Kudus (Kis 6: 14; bdk. 2 Kor 3: 16-18) tetapi manusia juga perlu aktif mengupayakan agar imannya semakin berkembang.

Iman yang dimiliki bukanlah hal mati yang hanya diterima dan dipahami satu kali saja oleh manusia. Iman adalah suatu proses yang dinamis, maka perlu adanya pembinaan, sehingga sesuai dengan tradisi dan dapat bertahan dalam perubahan zaman, dan dapat membantu seseorang dalam menanggapi zaman.

(64)

45 kristiani. Membina dan membimbing dinamika perkembangan iman siswa seminari menuju kematangan eksistensi kristiani (Adisusanto, 2000c: 10)

Karena katekese akan dipakai sebagai sarana pembinaan iman siswa seminari, maka fungsi katekese dalam pembinaan iman siswa seminari adalah untuk mengembangkan hidup beriman mereka, dalam menghayati hidup bersama di komunitas seminari serta menghayati panggilannya. Selain itu, agar mereka terbantu mengolah pengalaman hidupnya sehari-hari, sehingga mampu melakukan pertobatan (metanoia) terus menerus. Katekese perlu juga bisa membantu siswa seminari memiliki pengetahuan yang bertambah dan mendalam tentang misteri Yesus Kristus:

“……dalam seluruh proses evangelisasi tujuan katekese ialah menjadi tahap pengajaran dan pendewasaan, artinya: masa orang Kristen, sesudah dalam iman menerima pribadi Yesus sebagai satu-satunya Allah, dan sesudah menyerahkan diri utuh-utuh kepada-Nya melalui pertobatan hati yang jujur, berusaha makin mengenal Yesus, yang menjadi tumpuan kepercayaan: mengerti ‘misteri’-Nya, Kerajaan Allah yang diwartakan oleh-Nya, tuntutan-tuntutan maupun janji-janji yang tercantum dalam amanat Injil-Nya, dan jalan yang telah digariskan-Nya bagi siapapun yang ingin mengikuti-Nya” (Adisusanto 2000: 11).

(65)

46 tidak seorang pun di paksa melawan kemauan sendiri untuk beriman. Dalam dokumen Gereja tertulis:

“Maka Gereja berusaha untuk memperdalam, memperkokoh, memupuk, dan membuat semakin matang iman mereka yang telah di sebut kaum beriman atau orang-orang yang percaya, agar supaya mereka menjadi semakin lebih beriman lagi” (EN 54).

Sangat jelas bahwa Gereja bertanggung jawab akan perkembangan iman umat berimannya apalagi siswa seminari sebagai calon imam. Sebagai calon imam, siswa seminari perlu di batu mengembangkan hidup beriman mereka guna menempuh perjalanan panggilan, yang menuju kepada penyerahan diri seutuhnya kepada Yesus dan Gereja dalam imamat untuk di utus menjadi gembala dan pewarta. Selain itu para perlu membuka diri terhadap bimbingan rohani, karena dengan kerelaan membuka diri menjadikannya yakin dan mampu mengenal panggilan Allah yakni panggilan untuk makin berkembang menjadi putera Allah, sehingga makin menyadari dan sanggup menjawab panggilan yakni menjadi imam atau gembala.

b. Mendorong siswa seminari mengambil keputusan pribadi secara dewasa untuk memasuki jenjang Seminari Tinggi

(66)

47 kaum muda yang salah satunya melalui lembaga seminari menengah (Spektrum, 1995: 31).

Katekese adalah salah satu sarana untuk mewartakan Kabar Gembira, oleh karena itu tujuan katekese berdasarkan PKKI II adalah:

• Supaya dalam terang Injil kita semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman kita sehari-hari

• Dan kita bertobat (metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari kehadiran-Nya dalam kenyataan hidup sehari-hari

• Dengan demikian kita semakin sempurna beriman, berharap mengamalkan cinta kasih dan makin dikukuhkan hidup kristiani kita

• Pula kita makin bersatu dalam Kristus, makin menjemaat, makin tegas mewujudkan tugas Gereja setempat dan mengkokohkan Gereja semesta

• Sehingga kita sanggup memberikan kesaksian tentang Kristus dalam hidup kita di tengah masyarakat (Setyakarjana, 1997: 72; bdk. Huber, 1981: 22-23).

(67)

48 Dengan katekese diharapkan iman siswa seminari semakin mendalam, mantap dan mereka mampu bertanggung jawab atas imannya sendiri. Dalam memelihara bibit-bibit panggilan yang sedang tumbuh dalam hati para siswa, agar semakin tumbuh dan berkembang, pentinglah dilakukan sebuah pembinaan. Salah satu bentuk pembinaan pembinaan ke arah ini adalah katekese, karena katekese memiliki keunggulan-keunggulan sebagai berikut:

• Katekese bersifat sistematis, terencana untuk mencapai tujuan

• Katekese dapat membangkitkan dan memperluas pengalaman iman

• Katekese dapat memperdalam pengalaman iman seseorang dengan

mengkomunikasikan pengalaman imannya dan mendapat masukan dari pengalaman iman orang lain.

(68)

49 “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; terjadilah padaku seturut kehendak-Mu itu” (Luk 1:38). Sikap seperti inilah yang perlu ada pada para calon imam, sehingga mereka sendiri berani berkata seperti yang disanggupkan oleh Bunda Maria.

(69)

BAB III

PEMBINAAN IMAN SISWA KELAS III SEMINARI MENENGAH ST. PAULUS NYARUMKOP KALIMANTAN BARAT

A. Gambaran Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop 1. Letak Geografis Persekolahan Katolik Nyarumkop

Seminari menengah St. Paulus didirikan di sebuah desa yang tidak terlalu jauh dari kota Singkawang. Desa itu adalah desa Nyarunkop, oleh karena di sebut Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop. Seminari menengah ini dinaungi sebuah yayasan yang bernama PERUM yaitu Perguruan untuk Masyarakat. Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop juga berada di lingkup Persekolahan Katolik Nyarumkop yang mana Persekolahan Katolik Nyarumkop mencakupi beberapa sekolah katolik dan asrama-asrama.

Asrama disediakan untuk para siswa-siswi yang berasal dari daerah-daerah yang jauh, karena yang belajar di persekolahan katolik Nyarumkop bukan berasal dari daerah sekitar Nyarumkop saja, akan tetapi kebanyakan berasal dari berbagai daerah di Kalimantan Barat. Kebanyakan siswa-siswi yang menuntut ilmu di Persekolahan Katolik Nyarumkop atas dorongan orang tua mereka yang pernah mengikuti pendidikan di Nyarumkop dan semenjak Persekolahan Katolik Nyarumkop berdiri, persekolahan ini dapat meraih prestasi yang sangat membanggakan dan mengharumkan, sehingga Persekolahan Katolik Nyarumkop memiliki nama besar dalam blantika pendidikan di Kalimantan Barat.

(70)

51

sangat mendukung para siswa yang belajar di sana, keadaannya terasa tenang dan nyaman untuk menikmati proses belajar mengajar [Lamp. 1: (2)].

2. Situasi Siswa Seminari St. Paulus Nyarumkop

Siswa yang masuk ke Seminari Menengah St. Paulus Nyarumkop berasal dari berbagai daerah yang ada di Kalimantan Barat sebagai berikut: Kapuas Hulu, Sintang, Ketapang, Pontianak, Sanggau Kapuas, Landak, Sambas, dan Bengkayang. Mereka datang dari berbagai daerah dengan maksud dan tujuan mengembangkan bibit-bibit panggilan untuk menjadi pastor/imam, namun ada juga yang karena dorongan dari pihak keluarga

Gambar

Tabel 1. Variabel Penelitian
Tabel 2. Identitas Responden (N=49)
Tabel 3. Upaya pembinaan iman untuk siswa seminari (N=49)
Tabel 4. Bentuk-bentuk pembinaan (N=49)
+4

Referensi

Dokumen terkait