• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 EVALUASI KINERJA PDAM DAN SISTEM KOMUNAL DI KOTA SOREANG DAN BANJARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 4 EVALUASI KINERJA PDAM DAN SISTEM KOMUNAL DI KOTA SOREANG DAN BANJARAN"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 4

EVALUASI KINERJA PDAM DAN SISTEM KOMUNAL DI KOTA SOREANG DAN BANJARAN

Pada bab ini dilakukan analisis untuk mengetahui kinerja PDAM dan lembaga penyedia air bersih komunal di Kota Soreang dan Banjaran. Identifikasi kinerja kedua lembaga air bersih tersebut akan dilakukan dalam aspek operasional, tarif, dan administrasi.

4.1 Aspek Operasional

Aspek operasional menyangkut tujuh hal, yaitu cakupan pelayanan, kuantitas air, kualitas air, kontinuitas pengaliran, tingkat kehilangan air, kecepatan penyambungan baru, dan kemampuan penanganan pengaduan rata-rata perbulan.

4.1.1 Cakupan Pelayanan 4.1.1.1 PDAM

Seperti yang telah diketahui dalam bab 3, cakupan pelayanan PDAM di Kota Soreang sampai tahun 2005 hanya sebesar 26,3% (33,5% untuk Desa Soreang dan 54,1% untuk Desa Karamatmulya). Sedangkan cakupan pelayanan PDAM di Kota Banjaran adalah 2,3% (7,1% untuk Desa Kamasan dan 0% untuk Desa Sindangpanon). Adapun standar cakupan pelayanan PDAM ideal adalah 60%. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja PDAM dalam hal ini masih buruk karena memiliki cakupan pelayanan jauh lebih kecil dari yang seharusnya. Rendahnya cakupan pelayanan PDAM ini disebabkan oleh hal-hal, antara lain: kendala geografis dan banyaknya sumber-sumber air yang telah dikuasai oleh kelompok-kelompok masyarakat.

(2)

“Kendala kita salah satunya itu kendala geografis, sulit sekali dijangkau. Yang kedua di Kabupaten Bandung banyak sekali sumber air yang dipergunakan oleh masyarakat. Sebenarnya, kan, itu hak kita untuk dikelola, diberdayakan potensi-potensi yang ada. Tapi ternyata banyak sekali masyarakat sekitar yang komplain”... ”Jadi itu dia masalahnya air. Air sudah dipandang sebagai barang ekonomi. Mereka pikir kok enak sekali PDAM mau invest, mau bikin reservoir, WTP, dsb. Padahal maksud kita potensi yang ada dikembangkan agar bisa memperluas jangkauan pelayanan.”

Bu Eva Kasubbag Litbang Bagian Teknik PDAM Tirta Raharja 4.1.1.2 Komunal

Adapun cakupan pelayanan pengelola air bersih sistem komunal yang disurvey berkisar antara 1,8%-28,6% dari seluruh rumah tangga di desa. Sedangkan cakupan pelayanan idealnya adalah sebesar 40%. Kecilnya persentase cakupan pelayanan sistem komunal ini sebagaian besar diakibatkan oleh kapasitas supply yang kurang memadai. Selain itu juga diakibatkan oleh

kendala teknis yang menyebabkan kesulitan perluasan jaringan. Padahal jika dilihat dari sisi permintaan masyarakat cukup tinggi.

”Malahan ada yang datang ke rumah bawa uang, “Saya sanggup bayar 750 sekarang, Pak. Tolong dipasang.” Cuma ya itu, saya pikir nanti kalu diiyain trus pelayanan airnya nggak sesuai, kan, kita nggak enak.”

Pak Arieffudin Bendahara BUMDES Karamat Mulya “Untuk sementara ini ada 300 KK yang sudah terdaftar, tapi karna permintaan masih banyak, jadi rencananya kita akan bangun lagi sumur. Lokasinya masih di tanah SD Purwawinaya. Warga sudah mulai mengumpulkan iuran untuk pembangunan itu.”

Pak Ahmad Saefudin Sekretaris BPABD Sindangpanon “Masalahnya untuk perluasan itu kami sulit karena untuk melayani wilayah di seberang sana, pipa harus menyebrang melewati jalan propinsi. Sementara untuk menyebrang, perizinannya rumit, lama, dan biayanya mahal sekali padahal kita belum mempunyai pemasukan. Dari mana biayanya..”

Pak Maman Hidayat Sekretaris BPABD Amanah Desa Soreang

Keberadaan sistem komunal ini sendiri merupakan alternatif bagi masyarakat akibat pelayanan PDAM yang dirasakan belum optimal. Dalam hal ini sistem komunal memiliki beberapa keunggulan antara lain: (1) sistem komunal dapat menjangkau wilayah yang belum mendapatkan pelayanan PDAM (BPABD

(3)

Karamat Mulya Kota Soreang dan BPABD Sindangpanon Kota Banjaran), dan (2) keberadaan pengelola sistem komunal dapat menggantikan peran PDAM bagi wilayah yang telah terlayani PDAM namun tidak mendapat pengaliran air 24 jam (BPABD Soreang Kota Soreang).

Jadi dapat disimpulkan bahwa kinerja PDAM maupun sistem komunal dalam hal cakupan pelayanan masih buruk. Masing-masing memiliki cakupan pelayanan yang jauh dari keadaan ideal. PDAM belum mampu melayani mayoritas penduduk di kedua kota tersebut. Sementara itu, sistem komunal juga belum mampu menutupi kekurangan pelayanan oleh PDAM.

4.1.2 Kuantitas Air 4.1.1.1 PDAM

Berdasarkan hasil survei terhadap rumah tangga yang terdapat di Kota Soreang, diketahui konsumsi air bersih rata-rata tiap orang untuk pengguna PDAM sebesar 153,1 liter/ orang/ hari. Adapun konsumsi air bersih rata-rata tiap orang di Kota Banjaran adalah sebesar 125,5 liter/ orang/ hari. Apabila dibandingkan terhadap standar kinerja tentang kebutuhan air bersih per orang per hari, yaitu sebesar 60 l/orang/ hari, maka konsumsi air PDAM sudah memenuhi standar kebutuhan. Namun apabila dilihat lebih lanjut, pemenuhan kuantitas air pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari faktor cakupan pelayanan. Dengan kata lain pelayanan kuantitas air oleh PDAM selama ini tercukupi karena cakupan pelayanannya yang sempit.

4.1.1.2 Komunal

Adapun kuantitas air rata-rata yang dikonsumsi oleh pengguna air sistem komunal di Kota Soreang adalah sebesar 160,2 liter/ orang/ hari. Sedangkan di Banjaran sebesar 139,3 liter/ orang/ hari. Berdasarkan standar yang ditetapkan (60 l/o/h), maka penyedia air bersih komunal sudah mampu memenuhi persyaratan.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam hal kuantitas air, kinerja PDAM dan sistem komunal baik karena mampu memenuhi standar kebutuhan yang dipersyaratkan.

(4)

TABEL IV.1

KUANTITAS AIR YANG DIGUNAKAN OLEH MASYARAKAT DI KOTA SOREANG DAN BANJARAN

Kuantitas Air yang Digunakan (l/o/h)

Kota PDAM Sistem Komunal

Soreang 153,1 160,2

Banjaran 125,5 139,3

Sumber: Hasil Analisis (2006)

Jika dilihat lebih lanjut, maka terlihat bahwa baik di Kota Soreang maupun di Kota Banjaran, kuantitas penggunaan air dari sistem komunal lebih besar daripada penggunaan air dari PDAM. Hal ini dimungkinkan karena tarif PDAM lebih lebih mahal dibandingkan tarif air sistem komunal sehingga masyarakat cenderung menggunakan air dari sistem komunal lebih banyak. Dilihat dari komposisinya jenis penggunaannya, air PDAM/ komunal cenderung dipakai untuk konsumsi, diantaranya minum, masak, mencuci bahan makanan. Sedangkan kebutuhan untuk mandi, wudhu, mencuci pakaian, menyiram tanaman, dan mencuci kendaraan cenderung menggunakan sumur gali/ bor.

TABEL IV.2

KOMPOSISI SUMBER AIR UNTUK BERBAGAI JENIS PENGGUNAAN DI KOTA SOREANG DAN BANJARAN

Sumber air Jenis

Penggunaan PDAM Komunal gali/bor Sumur

Minum √ √ Masak √ √ MCK √ √ Cuci pakaian √ √ Wudhu √ √ Membersihkan rumah √ Menyiram tanaman √ Mencuci kendaraan √

Sumber: Hasil analisis (2006)

Penggunaan air oleh tiap rumah tangga di Kota Soreang maupun Banjaran tidak didasarkan oleh satu sumber saja, melainkan dari beberapa sumber. Berdasarkan hasil survei, diketahui bahwa komposisi sumber air yang

(5)

digunakan antara lain PDAM dan sumur, sistem komunal dan sumur, maupun PDAM dan sistem komunal. Penggunaan PDAM maupun sistem komunal dianggap penting oleh masyarakat di kedua kota tersebut karena kualitas air sumur yang buruk, terutama pada musim kemarau dimana air menjadi berwarna keruh dan kuning. Sehingga air sumur biasanya hanya dimanfaatkan pada musim hujan saja.

“Biasanya kalau bulan-bulan sekarang ini, waduuh..disini sumurnya, kan, jelek, kalau musim kemarau begini pasti kuning karena berdekatan dengan sawah. Jadi dulu itu, musim kemarau gini, malam-malam rame, orang-orang pada

ngangkutin air dari sumur di depan itu..Sekarang, Alhamdulillah masyarakat

sudah bisa merasakan manfaatnya.”. “Jadi di sini kalau musim hujan, mayoritas sumur dipake. Nah, kalo sekarang, musim kemarau kayaknya hampir semua air

(komunal, red) dipake.”

Pak Arieffudin Bendahara BUMDES Karamat Mulya 4.1.3 Kualitas Air

4.1.3.1 PDAM

Dilihat dari segi kualitas, air PDAM memiliki keunggulan dari penyedia air bersih lainnya. Hal ini dikarenakan adanya pemeriksaan kualitas air yang dilakukan secara berkala. Pemeriksaan dilakukan oleh lembaga/ konsultan yang kredibel dengan frekuensi pemeriksaan maksimal satu bulan sekali dan minimal tiga bulan sekali. Pemeriksaan air dilakukan pada tiga lokasi, yaitu (1) air yang terdapat pada water treatment plant; (2) air yang terdapat pada saluran distribusi;

(3) air yang sampai di konsumen.

“Itu periodik, ya dilakukannya. Kita juga punya lab pemeriksaan sendiri. Tapi,

kan, biasanya kalau hasil olahan kita diperiksa oleh kita sendiri, kan, kurang

akuntabel, makanya kita periksa ke lembaga resmi yang sudah memiliki kredibilitas yang sudah diakui, Sucofindo.”. “..itu biasanya periodik satu bulan sekali. Yang diperiksa ada 3 obyek. Pertama, air yang ada di bak pengolahan, kedua, air yang ada di saluran distribusi. Itu diambil sampelnya. Yang ketiga, air setelah ada di pelanggan. Dari tiga ini kita tau standar kualitasnya seperti apa.”. “ Secara khusus tidak kita publikasikan, tapi kalau ada yang minta, kita informasikan.”. “(Satu periodik) itu maksimal 1 bulan sekali, minimal 3 bulan sekali. Kalo memang kita menganggap satu kawasan harus dimonitor terus bisa 1 bulan sekali.”

Pak Suryana Kabag Humas dan Pemasaran

(6)

Namun demikian, perlu diketahui bahwa kualitas air PDAM tidak terlepas dari sistem penyediaan air bersih terkait dengan kondisi wilayah. Dalam hal ini karakteristik penyediaan air bersih PDAM di Kota Soreang dan Banjaran ditunjukkan oleh:

• Sumber air diperoleh dari air permukaan Sungai Cisangkuy

• Lokasi Kota Soreang dan Banjaran berada pada dataran tinggi (+700 m di atas permukaan laut)

• Sumber air tidak berada dalam kawasan industri

• Wilayah terbangun di kedua kota ini masih kecil (<40%)

Dengan demikian, faktor pencemaran air baku sumber air di kedua kota ini masih rendah.

4.1.3.2 Sistem Komunal

Berbeda dengan kualitas air PDAM, air bersih yang bersumber dari sistem komunal sebagian besar tidak diperiksakan ke laboratorium/ dinas kesehatan. Dari empat lokasi yang ditemui, hanya BPABD Karamat Mulya Kota Soreang yang sudah mengantongi laporan pemeriksaan air dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung.

“Walaupun kata orang tua dulu air di sini uda bagus tapi kita tetap ada lisensinya untuk legalitas. Setelah bawa ke laboratorium, ya, Alhamdulillah..jadi

setaraf dengan aqua lah.”

Pak Arieffudin Bendahara BUMDES Karamat Mulya

Padahal dalam pelatihan yang diadakan oleh Pemerintah Kabupaten Bandung untuk penyediaan air bersih komunal di Kota Soreang dan Banjaran dinyatakan bahwa kualitas air harus diperiksakan ke Dinas Kesehatan. Namun pada prakteknya, selama ini mereka hanya mengandalkan pengamatan visual.

Walaupun belum pernah mengalami pemeriksaan, namun kualitas air sistem komunal ini terbukti masih jauh lebih baik daripada kualitas air sumur yang sebelumnya mereka terima, bahkan di Desa Soreang dan Desa Sindangpanon, dengan adanya air melalui sistem komunal mampu mengurangi timbulnya penyakit muntaber dan diare yang biasanya terjadi setiap tahun pada musim kemarau. Bahkan banyak yang tadinya menggunakan PDAM beralih ke

(7)

sistem komunal karena harganya lebih ekonomis dengan kualitas yang tidak jauh berbeda daripada kualitas air PDAM.

Nah, di sini sebelum ada BPABD sering banyak yang muntaber, diare. Yah,

sumur permukaan itu kualitasnya, kan, jelek. Bahkan di sini dulu terjadi endemik diare, demam berdarah di daerah yang sekarang dialiri oleh ini itu. Memang sekarang mulai menurun. Bahkan mulai tahun kemaren, diare, DBD dan sebagainya itu, Alhamdulillah, bukan tidak ada, tapi berkurang”. “….dari

masyarakat puas. Yang mempergunakan air ledeng sekarang tidak dipergunakan air ledengnya, lebih condong memakai air ini.”

Pak Maman Hidayat Sekretaris BPABD Amanah Desa Soreang ”Dulu, pas musim kemarau gini memang banyak yang kena diare. Alhamdulillah,

dulu yang suka terkena wabah, sekarang jadi berkurang sejak kita manfaatin air ini.”

Pak Ahmad Saefudin Sekretaris BPABD Sindangpanon “Ini (sumur artesis) kalo haus langsung diminum juga nggak masalah…”.

“Bapak, kan, sanyo ada. Paling bapak pake untuk nyiram halaman, cuci motor. Kalau untuk konsumsi, mah, sampe cuci piring pakai ini aja. Termasuk yang pake PDAM itu, kebanyakan PDAM nya itu istilahnya cadangan. Jadi begitu,

lah”. “…kalau di sana, kan, pake penjernih, ya, pake obat. Kalau ade mau

mencoba mandi pake air yang ini, ya, kalau orang baru pasti heran. Bisa dibilang, kalau mandi itu walaupun pake sabun, kayanggakpake sabun, nggak

ada sisanya sama sekali.”

Pak Sambas Saefuddin Ketua RW Desa Kamasan

TABEL IV.3

KINERJA PENYEDIA AIR BERSIH PERPIPAAN DALAM KRITERIA KUALITAS AIR

Keterangan Sumber PDAM Sistem Komunal

Pengelola/ Karyawan PDAM

Kualitas air memenuhi syarat Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung dan dilakukan pemeriksaan secara reguler

Dari empat pengelola air bersih komunal, hanya satu yang memiliki surat keterangan dari Dinas Kesehatan

Masyarakat (kuesioner)

Secara umum kualitas air baik, tidak berwana, berasa, dan berbau. Namun pada waktu-waktu tertentu setiap habis hujan tercium bau kaporit.

Kualitas air baik, tidak berwarna, berasa, dan berbau. Hanya saja di Desa Soreang, dalam aliran air masih terdapat pasir, namun dapat diatasi melalui penyaringan.

Sumber: Hasil analisis (2006)

Dapat disimpulkan, dilihat dari pelayanan kualitas, air PDAM, khususnya di Kota Soreang dan Banjaran sudah baik karena air bersih yang dihasilkan

(8)

sudah teruji secara klinis sehat untuk dikonsumsi. Sedangkan kualitas air dari pengelola air bersih komunal, dari 4 pengelola air bersih komunal yang ditemui, hanya satu yang sudah memenuhi persyaratan air bersih berdasarkan Dinas Kesehatan. Sehingga dapat disimpulkan kinerja penyedia air bersih sistem komunal dalam hal ini masih buruk.

4.1.4 Kontinuitas Pengaliran 4.1.4.1 PDAM

Dalam hal kontinuitas air, PDAM belum dapat melakukan pelayanan dengan optimal. Hal ini diakibatkan karena naiknya permintaan pemasangan instalasi tidak diimbangi oleh jaringan distribusi yang memadai. Sehingga beberapa daerah tertentu, terutama yang berada pada topografi tinggi tidak dapat mengakses air bersih 24 jam. Namun pihak PDAM meyakini bahwa hal tersebut tidak menghambat masyarakat untuk mendapatkan kebutuhan air dasar sebesar 60 l/o/h. Namun demikian, apabila hal itu terjadi, maka PDAM akan memberikan pelayanan air bersih melalui tangki air.

“Sebetulnya secara umum, kita memang beroperasi 24 jam. PDAM di 6 cabang itu semuanya beroperasi 24 jam, tapi…Seperti saya katakan tadi..semakin hari jumlah penduduk itu semakin bertambah, sedangkan ketersediaan sumber yang ada pada saat dibangun dengan sekarang itu relatif tetap. Permintaan semakin banyak, sementara supply yang ada itu malah semakin turun. Jadi ada daerah-daerah tertentu yang topografinya di atas, tadinya ngalir 24 jam pada saat baru, pada saat pelanggannya belum banyak. Setelah penduduknya di bawah padat, (debit air) ke atas jadi berkurang. Yang tadinya itu 24 jam mungkin jadi 18 jam. Jadi memang ada daerah-daerah tertentu yang berdasarkan kontur, menerima dibawah 24 jam.”. “Kalau pun misalnya tidak ngalir, kita, kan, punya armada tangki. Itu bisa disuplai dengan armada tangki. Kalau misalnya secara sistem tidak ngalir, secara perpipaan tidak bisa dialirkan ke sana, kita bisa drop off ke sana.”

Pak Suryana Kabag Humas dan Pemasaran

PDAM Tirta Raharja 4.1.4.2 Sistem Komunal

Untuk penyedia air bersih komunal yang diteliti, tiga diantaranya dapat diakses 24 jam nonstop (BPABD Karamat Mulya, BPABD Soreang, BPABD Kamasan). Sedangkan BPABD Sindangpanon dapat diakses pada waktu-waktu tertentu saja. Namun kekurangan tersebut dapat diatasi karena ada komunikasi antara pihak pengelola dan pelanggan. Sehingga, meskipun tidak dapat diakses selama 24 jam, warga mengetahui bahwa air dapat diakses secara reguler pada waktu-waktu yang telah ditetapkan.

(9)

”Kalau PDAM kan dibatas, kalau ini kan 24 jam. Asal pintar-pintar mengatur mana jam sibuk, tidak akan kekurangan air sebenarnya.”

Pak Maman Hidayat Sekretaris BPABD Amanah Desa Soreang ”Iya, di sini airnya 24 jam nonstop”

Pak Sambas Saefuddin Ketua RW Desa Kamasan “….jadi air dimatikan setiap jam setengah sembilan (malam) dan diidupin lagi jam 4 pagi. Warga udah pada tau itu..”

Pak Ahmad Saefudin Sekretaris BPABD Sindangpanon

Jika dilihat lebih lanjut, sebenarnya keberadaan pengelola air bersih komunal di Desa Soreang dipicu oleh pelayanan PDAM dalam kontinuitas air yang kurang memadai. Banyak perumahan di Kota Soreang yang telah berlangganan PDAM turut memasang jaringan air dari sistem komunal karena waktu pengaliran air tidak tentu. Adapun keberadaan BPABD Karamat Mulya maupun BPABD Sindangpanon timbul akibat belum terlayaninya kedua wilayah tersebut oleh PDAM.

“Cakupan PDAM belum sampe 50% lah dari seluruh rumah yang ada di desa Soreang, padahal PDAM nya sendiri ada di Desa Soreang. Selain itu pelayanan dari PDAM itu tidak maksimal, belum maksudnya, karena penjatahannya itu sangat singkat. Jadi hanya ada sore hari dari jam 4-6 paling lama dan dari jam 5 pagi sampai jam 6, atau paling lama jam 7. Jadi, kan, disaat sibuk pembagian

airnya juga tidak merata. Bahkan ada yang sudah memasang PDAM dari awal berdiri PDAM sampai sekarang ini dari satu bulan hanya 2 atau 3 hari terairinya. Itu daerah RW 01.” “Jadi PDAM dalam hal ini belum bisa melayani secara maksimal. Jadi munculnya BPABD ini mungkin pemerintah daerah memikirkan suatu saat PDAM akan kelabakan dalam melayani masyarakat.”

Pak Maman Hidayat Sekretaris BPABD Amanah Desa Soreang

(10)

TABEL IV.4

KINERJA PENYEDIA AIR BERSIH DALAM KRITERIA KONTINUITAS PENGALIRAN

Keterangan Sumber PDAM Sistem Komunal

Pengelola/ Karyawan PDAM

Beberapa daerah tertentu (wilayah tiopografi tinggi) tidak dapat mengakses air PDAM 24 jam akibat kurangnya jaringan transmisi dan distribusi.

Dari empat pengelola air bersih komunal yang ditemui, hanya satu yang tidak mengalir selama 24 jam, namun ada waktu tertentu yang ditetapkan

Masyarakat (kuesioner)

Di BPABD Soreang dan Kamasan, masyarakat mengaku mendapatkan akses air 24 jam. Namun pada pagi atau sore hari, debit air yang mengalir sangat kecil.

Pada wilayah yang disurvei, masyarakat mendapatkan akses air bersih 24 jam/ terjadwal.

Sumber: Hasil analisis (2006)

Berdasarkan kontinuitasnya, dapat disimpulkan, kinerja PDAM masih buruk karena masih banyak penduduk yang tidak dapat mengakses air bersih setiap saat atau 24 jam sesuai dengan tolak ukur yang ditetapkan. Sedangkan kinerja penyedia air bersih komunal dalam hal ini sudah baik karena walaupun air tidak mengalir selama 24 jam, namun ada waktu reguler yang ditetapkan pengelola sehingga warga dapat mempersiapkan kebutuhan air sebelumnya. 4.1.5 Tingkat Kehilangan Air

4.1.5.1 PDAM

Persentase kehilangan air oleh PDAM di Kota Banjaran, yaitu sebesar 50,82% atau lebih besar dari rata-rata tingkat kehilangan air rata-rata PDAM Kabupaten Bandung (40,77%). Sedangkan persentase tingkat kehilangan air di Kota Soreang sebesar 37,61%. Apabila dilihat dari tolok ukur kehilangan air yang ditetapkan sebesar 20%, maka tingkat kehilangan air di kedua kota tersebut sangat tinggi. Tingginya tingkat kehilangan air di PDAM secara umum, antara lain karena hal-hal sebagai berikut:

Watermeter induk di sebagian instalasi kurang berfungsi dengan baik, atau

belum ada sehingga pengukuran secara lebih akurat atas distribusi air tidak dapat dilakukan.

• Secara kemampuan teknis, beberapa jaringan distribusi dan instalasi Sambungan Langganan (SL) sudah usang karena telah melewati umur

(11)

teknisnya, demikian pula dengan water meter pelanggan, sehingga menimbulkan rawan kebocoran.

• Peneraan watermeter secara berkala (5 tahun) belum dilakukan

”Pada dasarnya banyak, yah, yang menyebabkan tingginya angka kehilangan air

itu.. masalahnya, kan, watermeter induk maupun instalasi watermeter pelanggan rata-rata, usianya itu banyak yang sudah tua, jadi pengukurannya kurang optimal. Yang di pelanggan juga demikian. Selain itu yang perlu diperhatikan itu kehilangan air yang terjadi secara fisik, yang terjadi karena ha-hal kebocoran pipa. Di Ciwidey malahan ada air yang terbuang karena pelanggannya sedikit, jadi air di reservoir melimpas ke luar”

Pak Suryana Kabag Humas dan Pemasaran

PDAM Tirta Raharja 4.1.5.2 Sistem Komunal

Adapun penyediaan air bersih komunal atau swadaya belum memperhitungkan tingkat kehilangan air karena tidak memiliki watermeter induk

sehingga jumlah produksi air tidak diketahui. Bahkan pada kenyataannya, seluruh pengurus sistem komunal yang disurvei belum mengerti mengenai konsep kehilangan air. Mereka menganggap bahwa kehilangan air hanya dapat terjadi melalui kebocoran pipa.

”Kalau kehilangan air itu paling ya, itu kalo ada pipa-pipa yang bocor”.

Pak Arieffudin Bendahara BUMDES Karamat Mulya ”Kehilangan air?maksudnya kebocoran ya?ya paling-paling itu aja, sambungan pipa ke rumah-rumah itu pada bocor. Tapi nggak bisa terukur berapa besarnya soalnya kita kan nggak pernah kontro debit dari sumber.”

Pak Ahmad Saefudin Sekretaris BPABD Sindangpanon ”Wah, kebocoran air kita nggak pernah tau berapa, nggak pernah diukur.”. ”..kebetulan kita nggak punya meterannya”.

Pak Maman Hidayat Sekretaris BPABD Amanah Desa Soreang

Kehilangan air yang terdeteksi pada umumnya terjadi secara fisik, yaitu melalui kebocoran pipa dan melimpasnya air di reservoir. Kebocoran pipa terjadi

di semua penyedia air bersih sistem komunal yang ditemui dan menjadi jumlah keluhan tertinggi, dengan frekuensi keluhan sering (>3 kali dalam setahun) dan

(12)

jarang (1-3 kali dalam setahun). Sedangkan melimpasnya air di reservoir terjadi

di wilayah yang memanfaatkan mata air sebagai sumber airnya. Hal ini terjadi karena air secara otomatis mengalir selama 24 jam, sementara sebagian besar warga tidak menggunakan air pada malam hari. Sehingga air yang tidak termanfaatkan kembali ke reservoir dan meluber ke luar. Di Desa Karamatmulya

Kota Soreang, limpasan air dari reservoir ini dimanfaatkan untuk mengaliri

persawahan warga.

Yah, itu jadi manfaat buat yang punya sawah-sawah juga jadinya. Jadi sawah di sini masih banyak yang pake air bersih. Karna masih banyak yang terbuang

itu makanya rencananya dikembangkan pelayanannya ke 4 RW lagi.”

Pak Arieffudin Bendahara BUMDES Karamat Mulya

TABEL IV.5

KINERJA PENYEDIA AIR BERSIH

DALAM KRITERIA TINGKAT KEHILANGAN AIR

Keterangan Sumber PDAM Sistem Komunal

Pengelola/ Karyawan PDAM

Tingkat kehilangan air di Kota Soreang maupun Banjaran jauh melebihi tolok ukur yang ditetapkan.

Tingkat kehilangan air pada pengelolaan air bersih sistem komunal tidak terhitung. Pengurus belum mengerti mengenai konsep kehilangan air. Kehilangan air yang terdeteksi adalah akibat limpasan air dari reservoir dan kebocoran pipa.

Masyarakat (kuesioner)

Kehilangan air yang dialami oleh pelanggan, yaitu kehilangan air secara fisik melalui kebocoran pipa.

Kehilangan air yang dialami

pelanggan berupa kebocoran pipa.

Sumber: Hasil analisis (2006)

Dapat disimpulkan bahwa dalam segi kehilangan air, kinerja PDAM masih buruk. Demikian pula halnya dengan pengelola air bersih komunal, kehilangan air belum menjadi concern bagi pengelolaan air bersih. Walaupun tingkat

kehilangan air tidak terhitung, namun berdasarkan perkiraan dari pihak penyedia air bersih, tingkat kehilangan air yang dialami lebih dari 20%. Sehingga dalam hal ini dapat dikatakan pelayanan air bersih dengan sistem komunal masih buruk.

(13)

4.1.6 Kecepatan Penyambungan Baru 4.1.6.1 PDAM

Berdasarkan tolok ukur yang ditetapkan, waktu penyambungan baru maksimal 6 hari kerja. Namun, kecepatan waktu penyambungan di PDAM Tirta Raharja masih ada yang lebih dari enam hari. Hal ini juga diakui oleh pihak PDAM.

“....diharapkan prosesnya itu dalam jangka waktu 14 hari kerja, itu sudah bisa terealisasi. Memang itu masih relatif terlalu lama.”

Pak Suryana Kabag Humas dan Pemasaran

PDAM Tirta Raharja

Lamanya proses penyambungan baru disebabkan oleh prosedur yang panjang dimulai dari dimasukkannya berkas permohonan hingga persetujuan permohonan walaupun dalam prosesnya, calon pelanggan tidak perlu memindahtangankan berkas tersebut (lihat bab 3). Selain itu, tidak ada penjelasan kepada pelanggan mengenai prosedur yang akan dijalankan terhadap formulir permohonan yang telah masuk dan waktu yang dibutuhkan untuk memproses formulir tersebut. Dalam hal pemasangan instalasi SL di PDAM, calon pelanggan harus datang minimal sebanyak tiga kali. Pertama, untuk mencari tahu persyaratan pemasangan instalasi SL. Kedua, pada saat penyerahan dokumen yang termasuk dalam persyaratan. Ketiga, pada saat penandatangan Bukti Persetujuan Langganan (BPL). Biaya pemasangan baru akan dibebankan pada saat formulir permohonan telah disetujui.

4.1.6.2 Sistem Komunal

Berbeda dengan proses penyambungan baru di pengelola air bersih komunal, hampir seluruh proses pemasangan instalasi pada sistem komunal dilakukan dalam waktu kurang dari enam hari kerja. Hal ini karena tidak adanya prosedur yang mengikat. Calon pelanggan cukup datang dan menunjukkan KTP dan membawa biaya pemasangan, maka proses penyambungan akan segera dilaksanakan oleh petugas teknis. Walau demikian, proses administrasi penyambungan baru di lokasi yang sebelumnya telah mendapatkan pelatihan, sudah menunjukkan profesionalisme, seperti terdapatnya formulir pemasangan.

(14)

Proses penyambungan baru juga lebih cepat karena sifat gotong royong yang masih kuat di antara warga seperti yang terjadi di Desa Kamasan Banjaran.

”Waktu pemasangan mah sebentar. Begitu ada yang daftar dan memenuhi

syarat-syarat yang diajukan bisa kita langsung pasang”...”pokoknya begitu daftar, besok sudah bisa dipasang.”

Pak Arieffudin Bendahara BUMDES Karamat Mulya ”Kalau peralatannya udah lengkap yah sebentar ya, nggak sampe sehari juga udah selesai, tapi kalau ada yang harus dibeli dulu, sekitar 2-3 hari lah baru selesai.”

Pak Ahmad Saefudin Sekretaris BPABD Sindangpanon ”Itu sih sebentar, pokoknya warga daftar bayar, setelah itu langsung dipasang”. ”...Paling sehari selesai.”

Pak Maman Hidayat Sekretaris BPABD Amanah Desa Soreang ”Ah, kalau masang, mah, disini semuanya pada bantu. Di masyarakat, mah, udah

spontan, nggak masalah itu. Nggak terlalu komersial, lah.”

Pak Sambas Saefuddin Ketua RW Desa Kamasan

Keterangan pihak penyedia air bersih tersebut sesuai apabila dibandingkan dengan hasil survei terhadap masyarakat Kota Soreang dan Banjaran. Apabila dilihat dari variabel kecepatan pemasangan sambungan di Kota Soreang, 67% pengguna air PDAM menyatakan bahwa tingkat kecepatan pemasangan instalasi adalah cepat (atau kurang dari enam hari). Sedangkan 33% menyatakan bahwa pemasangan instalasi lambat. Bagi pengguna air bersih komunal, 100% menyatakan bahwa tingkat kecepatan pemasangan instalasi adalah cepat.

Adapun persepsi masyarakat di Kota Banjaran, 53% menyatakan pemasangan instalasi adalah cepat. Sedangkan 47% menyatakan bahwa pemasangan instalasi lambat. Dengan demikian terlihat bahwasanya tidak ada perbedaan yang signifikan antara pelayanan PDAM dan sistem komunal di Kota Soreang maupun di Kota Banjaran. Persepsi masyarakat terhadap kecepatan waktu penyambungan baru di Kota Soreang dan Banjaran dapat dilihat pada gambar 4.1 dan 4.2.

(15)

GAMBAR 4.1

GRAFIK HUBUNGAN ANTARA PENYEDIA AIR BERSIH DAN PERSEPSI TERHADAP KECEPATAN PEMASANGAN INSTALASI SL

DI KOTA SOREANG 0 5 10 15 20 PDAM 10 5 Sistem Komunal 15 0 cepat lambat Sumber: Kuesioner (2006) GAMBAR 4.2

GRAFIK HUBUNGAN ANTARA PENYEDIA AIR BERSIH DAN PERSEPSI TERHADAP KECEPATAN PEMASANGAN INSTALASI SL

DI KOTA BANJARAN 0 2 4 6 8 10 12 14 16 PDAM 8 7 Sistem Komunal 15 0 cepat lambat Sumber: Kuesioner (2006)

(16)

TABEL IV.6

KINERJA PENYEDIA AIR BERSIH DALAM KRITERIA KECEPATAN PENYAMBUNGAN BARU

Keterangan Sumber PDAM Sistem Komunal

Pengelola/ Karyawan PDAM

Tidak semua proses penyambungan baru dapat dilakukan kurang dari enam hari.

Seluruh proses penyambungan baru dapat

dilakukan kurang dari enam hari

Masyarakat (kuesioner)

60% warga di Kota Soreang dan Banjaran menyatakan bahwa waktu pemasangan sambungan cepat. Sisanya 40% menyatakan waktu pemasangan di PDAM lambat. Seluruh pelanggan menyatakan proses penyambungan baru dilakukan kurang dari enam hari sejak pendaftaran

Sumber: Hasil analisis, 2006

Oleh karena itu, berdasarkan waktu penyambungan baru, maka dapat dikatakan kinerja PDAM masih buruk. Sedangkan kinerja pengelola air bersih komunal dalam hal ini sudah baik karena seluruh pelanggan mengalami waktu pemasangan kurang dari enam hari kerja.

4.1.7 Kemampuan Penanganan Pengaduan 4.1.7.1 PDAM

Jumlah pengaduan rata-rata per bulan yang berhasil diselesaikan oleh PDAM cabang III (Soreang, Banjaran, dan Ciwidey) adalah sebesar 100%. Keluhan yang paling sering dialami oleh pelanggan PDAM, baik di Kota Soreang maupun Banjaran adalah kesalahan rekening. Kesalahan rekening yang terjadi biasanya berkenaan dengan pencatatan perhitungan meteran yang lebih besar dari yang seharusnya. Jenis keluhan yang dialami pelanggan PDAM di Kota Soreang dan Banjaran dijabarkan pada gambar 4.3. dan gambar 4.4.

”Untuk cabang tiga, seperti yang bisa anda lihat, penanganan pengaduan itu mencapai 100%. Pelayanan pengaduan itu 24 jam, di masing-masing unit kerja,

kan, ada petugas piket bergilir. ”

Pak Suryana Kabag Humas dan Pemasaran

PDAM Tirta Raharja

Jika dilihat frekuensi keluhan yang dialami oleh pelanggan PDAM di Kota Soreang dan Banjaran, tidak tampak perbedaan yang signifikan dalam jumlah

(17)

pelanggan yang mengajukan keluhan. Di Kota Soreang sebesar 40% pelanggan menyatakan tidak pernah mengajukan keluhan; 53% pelanggan menyatakan frekuensi keluhan jarang (1-3 kali dalam setahun); dan 7% pelanggan menyatakan frekuensi keluhan sedang (>3 kali dalam setahun). Adapun di Kota Banjaran, pelanggan yang tidak pernah mengajukan keluhan sebanyak 47%, pelanggan yang jarang mengajukan keluhan sebesar 33%, dan pelanggan yang sering mengajukan keluhan sebesar 20%. Frekuensi keluhan yang dialami oleh pelanggan PDAM maupun sistem komunal dapat dilihat lebih jelas pada gambar 4.5 dan 4.6.

GAMBAR 4.3

GRAFIK HUBUNGAN ANTARA PENYEDIA AIR BERSIH DAN JENIS KELUHAN DI KOTA SOREANG

0 1 2 3 4 5 6 7 kebocoran pipa kesalahan rekening aliran tidak optimal

air mati kualitas air buruk

PDAM Komunal Sumber: Hasil Analisis Kuesioner, 2006

GAMBAR 4.4

GRAFIK HUBUNGAN ANTARA PENYEDIA AIR BERSIH DAN JENIS KELUHAN DI KOTA BANJARAN

0 1 2 3 4 5 6 kebocoran pipa kesalahan rekening aliran tidak optimal

air mati kualitas air buruk

PDAM Komunal Sumber: Hasil Analisis Kuesioner, 2006

(18)

GAMBAR 4.5

GRAFIK HUBUNGAN ANTARA PENYEDIA AIR BERSIH DAN FREKUENSI KELUHAN DI KOTA SOREANG

0 5 10

PDAM 6 8 1

Komunal 4 9 2

tidak jarang sering

Sumber: Hasil Analisis Kuesioner (2006) GAMBAR 4.6

GRAFIK HUBUNGAN ANTARA PENYEDIA AIR BERSIH DAN FREKUENSI KELUHAN DI KOTA BANJARAN

0 2 4 6 8 PDAM 7 5 3 Komunal 6 5 4

tidak jarang sering

Sumber: Hasil Analisis Kuesioner (2006) 4.1.6.2 Sistem Komunal

Sama halnya dengan PDAM, jumlah pengaduan rata-rata yang mampu ditangani oleh pengelola air bersih sistem komunal adalah 100%. Jenis keluhan yang paling banyak dialami oleh pelanggan air bersih komunal, baik di Kota Soreang maupun di Kota Banjaran adalah kebocoran pipa. Kebocoran pipa seringkali terjadi karena penanaman pipa yang tidak begitu dalam, yaitu hanya sekitar 20-30 cm di bawah pemukaan tanah sehingga pipa rawan terkena benda-benda tajam diatasnya.

(19)

”Hampir semua (keluhan) bisa kita tangani, ya. Selama itu masih mengenai hal-hal teknis lainnya selalu bisa kita tangani.”. ”Ya itu aja, pada awal-awal ada komplain pasir-pasir itu. Kalau mau bikin rumah kayanya bisa itu pake pasir-pasir itu.hehehehhe..ya kemudian mungkin kesalahan dalam rekening, bukan kesalahan total nilai, tapi kesalahan cetak nama, ya seperti itu. Seperti ini, harusnya bulan September, lupa ini nya tidak diganti masih bulan agustus.”

Pak Maman Hidayat Sekretaris BPABD Amanah Desa Soreang ”Selama ini, Alhamdulillah semua pengaduan yang masuk ke kita masih bisa tertangani karena, kan, biasanya hanya mengenai kebocoran pipa, atau

kerannya. Itu aja, sih.”

Pak Arieffudin Bendahara BUMDES Karamat Mulya ”Kalau yang sifatnya bisa tertangani, ya kita tangani. Kaya sekarang ini kan ada yang beberapa jalurnya itu kalau jam-jam sibuk, pagi ama sore, itu sedikit kebagian airnya. Itu jalurnya akan kita pisahkan. Bak torennya ditambah, lalu jalur-jalur yang tadinya jam sibuk, debit airnya kecil, akan kita pisahkan gitu, jadi semuanya rata. Dua minggu lagi udah mulai pembangunan. Tapi kalau masalah pencurian meteran itu, sulit ya, karena sampe sekarang juga nggak ketahuan, dan itu kan harusnya jadi tanggung jawab pelanggan karena udah menjadi milik mereka. Di kita, mah, lebih ke arah teknis aja.”

Pak Ahmad Saefudin Sekretaris BPABD Sindangpanon

Keluhan pada pengelola air bersih komunal biasanya dilakukan langsung kepada pengurus secara pribadi, baik datang langsung ke rumah pengurus, maupun melalui telepon. Hal ini dilakukan karena hubungan antara pengurus dan pelanggan sudah dekat sehingga pelanggan tidak merasa sungkan untuk mengemukakan keluhannya.

“Karena kita pendekatannya secara langsung, jadi kalau keluhan apapun ya ngomong aja dia kepada kita, jadi nggak ada sekat. Kita juga berbaur secara langsung dengan masyarakatnya.”

Pak Maman Hidayat Sekretaris BPABD Amanah Desa Soreang

Apabila dibandingkan frekuensi keluhan pelanggan di Kota Soreang dan Banjaran, maka tidak terlihat adanya perbedaan yang signifikan. Adapun frekuensi keluhan yang diajukan pelanggan air bersih komunal di Soreang, yaitu sebesar 27% menyatakan tidak pernah menyatakan keluhan; 60% menyatakan frekuensi keluhan jarang (1-3 kali dalam setahun); dan 13% menyatakan frekuensi keluhan sering (>3 kali dalam setahun). Sedangkan pelanggan air bersih komunal di Kota Banjaran, sebesar 40% menyatakan tidak pernah

(20)

mengajukan keluhan, 33% menyatakan frekuensi pengajuan keluhan jarang, dan sebesar 27% pelanggan menyatakan frekuensi pengajuan keluhan sering. Frekuensi keluhan yang dialami oleh pelanggan sistem komunal dapat dilihat lebih jelas pada gambar 4.5 dan 4.6.

TABEL IV.7

KINERJA PENYEDIA AIR BERSIH DALAM KRITERIA KEMAMPUAN PENANGANAN PENGADUAN

Keterangan Sumber PDAM Sistem Komunal

Pengelola/ Karyawan PDAM

Kemampuan penanganan pengaduan mencapai 100%.

Seluruh pengaduan yang masuk dapat tertangani.

Masyarakat

Dari 17 rumah tangga yang yang pernah mengalami keluhan, seluruhnya menyatakan bahwa keluhan mereka diselesaikan dengan baik

oleh petugas PDAM.

Dari 20 rumah tangga yang pernah mengalami keluhan, seluruhnya menyatakan keluhan mampu ditangani oleh pengelola air bersih komunal.

Sumber: Hasil analisis (2006)

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan jumlah keluhan yang terselesaikan, baik PDAM maupun sistem komunal memiliki kinerja baik karena mampu menyelesaikan seluruh keluhan.

4.2 Aspek Tarif

Aspek tarif dilihat dari kriteria sistem penetapan tarif dan dasar penetapan tarif.

4.2.1 Sistem Penetapan Tarif 4.2.1.1 PDAM

Berdasarkan tolok ukur sistem penetapan tarif, PDAM harus menetapkan tarif berdasarkan sistem tarif progresif. Dalam hal ini, PDAM telah memenuhi tolok ukur yang pertama karena tarif yang ditetapkan seperti berikut ini:

• 0 s/d 10 m3 = Rp 1200,00

• 11 s/d 20 m3 = Rp 2100,00

• 21 s/d 30 m3 = Rp 3000,00

(21)

• diatas 40 m3 = Rp 5400,00

Penetapan tarif dilakukan dengan sistem progresif dengan tujuan agar penggunaan air oleh masyarakat dilakukan dengan efisien demi perlindungan terhadap sumber daya air.

“Ditetapkan tarif progresif itu, kan, sudah diputuskan dalam KEPMENDAGRI, itu berlaku di seluruh PDAM. Tujuannya, kan, supaya masyarakat menggunakan air

itu dengan hemat sehingga pemakaian air itu benar-benar efisien.”

Bu Eva Kasubbag Litbang Bagian Teknik PDAM Tirta Raharja

4.2.1.2 Sistem Komunal

Adapun tarif yang ditetapkan oleh pengelola air bersih komunal pada umumnya lebih murah dibandingkan tarif PDAM. Besaran tarif untuk air bersih tergantung pada sumber air yang digunakan. Sistem komunal yang menggunakan mata air memasang tarif berkisar antara Rp. 250,00 per m3 hingga Rp. 900 per m3. Sedangkan sistem komunal yang menggunakan sumur artesis memasang tarif sebesar Rp.900,00 per m3 hingga Rp.1.000,00 per m3.

Dilihat dari sistem penetapan tarif, ketiga pengelola air bersih komunal yang diteliti telah menetapkan tarif progresif. Adapun pengelola air bersih komunal yang belum menetapkan sistem tarif progresif, yaitu BPABD Kamasan Kota Banjaran. Alasan tidak ditetapkannya sistem tarif progresif karena pengelola air bersih komunal di Desa Kamasan tidak mendapatkan pelatihan dari pemerintah daerah mengenai mekanisme pengelolaan air bersih yang didalamnya juga mencakup mekanisme penetapan tarif. Hubungan antara pengaturan tarif dengan ada/ tidaknya pelatihan dari pemerintah dapat dilihat pada tabel IV.8.

”Makanya bagi yang pemakaian kecil sekarang enak, tapi untuk pemakaian besar tarifnnya emang meningkat. Tujuan kita emang susidi silang. Itu supaya

nggak menghambur-hamburkan air. Jadi kalau yang punya mobil misalnya kalau

cuci mobil mah kalau ada air sumur, pake itu lah. Jadi ajas manfaatnya jangan terlalu di open lah. Namanya juga mata air ya.”

Pak Arieffudin Bendahara BUMDES Karamat Mulya

(22)

”..Jadi setiap kenaikan 10 m3, itu ada kenaikan tarif 250 rupiah supaya pemakaian air ini lebih terkontrol..gitu.”

Pak Maman Hidayat Sekretaris BPABD Amanah Desa Soreang

TABEL IV.8

HUBUNGAN ANTARA PENGATURAN TARIF DENGAN ADA/ TIDAKNYA PELATIHAN DARI PEMERINTAH

Pengelola Air Bersih PengelolaanPelatihan

(ada/ tidak) Tarif

BPABD Karamat Mulya Ada

• Penetapan tarif secara progresif untuk setiap pemakaian kelipatan 5 m3

• Penetapan flat tariff untuk sarana umum (mesjid dan madrasah)

• Sangsi pemutusan apabila tidak membayar selama 3 bulan

BPABD Soreang Ada

• Penetapan tarif secara progresif untuk setiap pemakaian kelipatan 10 m3

• Pengenaan biaya denda 10% dari jumlah tagihan apabila terlambat melakukan pembayaran (> tanggal 20 dalam setiap bulan)

BPABD Sindangpanon Ada

• Penetapan tarif secara progresif untuk setiap pemakaian kelipatan 5 m3

• Penetapan flat tariff untuk sarana umum (mesjid dan madrasah)

• Sangsi pemutusan apabila tidak membayar selama 3 bulan

BPABD Kamasan Tidak

• Penetapan flat tariff

• Pembebasan tarif untuk sarana umum (madrasah)

• Tidak diberlakukan sistem denda, namun dilakukan pemutusan hubungan apabila 3 bulan berturut-turut tidak melunasi biaya pemakaian air.

Sumber: Hasil analisis (2006)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwasanya dalam kriteria sistem penetapan tarif, baik PDAM maupun sistem komunal sudah memiliki kinerja yang baik karena telah menetapkan tarif progresif.

(23)

4.2.2 Dasar Penetapan Tarif 4.2.2.1 PDAM

Berdasarkan tolok ukur yang ditetapkan, PDAM harus memenuhi prinsip tarif ≤ 4% Upah Minimum Regional Propinsi Jawa Barat (Rp 408.260,00). Dengan asumsi, tarif yang dipergunakan merupakan tarif untuk golongan bawah, maka biaya yang maksimal dikeluarkan oleh masyarakat di Kota Soreang maupun Kota Banjaran untuk air bersih, yaitu sebesar Rp 16.330,00. Apabila diasumsikan jumlah anggota keluarga sebanyak lima orang dengan tingkat konsumsi air per hari 60 l/o/h, maka dengan tarif yang berlaku, pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh satu keluarga untuk memenuhi kebutuhan air bersih dalam satu bulan adalah sebesar Rp. 10.800. Dengan demikian, dalam hal ini PDAM sudah memenuhi tolok ukur yang ditetapkan.

”Menaikkan tarif itu kan nggak semudah membalikkan telapak tangan, ada prosedurnya, panjang itu prosesnya.”. ”..kita tidak dapat begitu saja menyesuaikan tarif tanpa alasan, ada peninjauannya dulu, lalu ada persetujuan dari dewan pengawas dan DPRD. Kalo sudah itu baru kita baru bisa menaikkan.” Bu Eva Kasubbag Litbang Bagian Teknik PDAM Tirta Raharja

4.2.2.2 Sistem Komunal

Berdasarkan tolok ukur penetapan tarif sistem komunal, penetapan tarif dilakukan secara musyawarah. Pada kenyataannya, penetapan tarif sistem komunal memang dilakukan secara musyawarah oleh perangkat desa dengan para pelanggan sehingga pelanggan dapat mengetahui secara langsung. Demikian pula halnya apabila ada penyesuaian tarif. Setelah dikonfirmasikan kepada warga, hal tersebut benar adanya bahwa penetapan tarif oleh pengelola sistem komunal dilakukan dengan jalan musyawarah.

”Kalau tarif ini kan kita masih pake yang lama. Setelah perubahan manajemen, kan, kita semua berembuk lagi, ternyata nggak ada yang keberatan dengan tarif yang dulu, jadi sampe sekarang kita masih pake tarif itu.”

Pak Ahmad Saefudin Sekretaris BPABD Sindangpanon ”(Untuk menetukan tarif) kita bermusyawarah dengan para tokoh, yaitu kepala desa, BPD, ketua RW, RT, trus dengan tokoh masyarakat.”

Pak Arieffudin

(24)

Bendahara BUMDES Karamat Mulya ”Ya, rapatnya melibatkan seluruh panitia dari tokoh masyarakat. RT, RW sebagai fasilitatornya, kemudian ada juga warga yang sudah daftar karena mereka belum tentu sanggup, kan, mungkin ada keberatan dengan besar tarif.”

Pak Sambas Saefuddin Ketua RW Desa Kamasan

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kinerja PDAM maupun sistem komunal dalam kriteria dasar penetapan tarif baik karena sudah sesuai dengan tolok ukur yang ditetapkan.

4.3 Aspek Administrasi

Aspek administrasi dilihat dari kelengkapan dokumen dasar sebagai panduan/ dasar hukum dan alat kontrol kegiatan operasional.

4.3.1 Kelengkapan Dokumen Dasar

Dilihat dari segi kelembagaan, bagaimanapun PDAM mempunyai manajemen yang lebih kompleks dari pengelola air bersih komunal. PDAM mempunyai status perusahaan BUMD. Hal ini merupakan kepastian hukum dalam menjalankan usaha. Persyaratan dokumen berdasarkan tolok ukur yang telah ditetapkan pada umumnya mampu dilengkapi oleh PDAM. Walaupun demikian dari Laporan Hasil Evaluasi Kinerja PDAM Tirta Raharja Kabupaten Bandung Tahun 2004, diketahui bahwa pada penerapannya, dokumen tersebut belum sepenuhnya dipedomani. Hal ini dijelaskan pada tabel IV.9.

TABEL IV.9

KELENGKAPAN DOKUMEN DASAR PDAM

Dokumen yang disyaratkan Keterangan

• Rencana Organisasi dan Uraian Tugas • Prosedur Operasi Standar

• Pedoman Penilaian Kerja Karyawan dipedomani sepenuhnya • Rencana Jangka Panjang

• Gambar Nyata Laksana (As Built Drawing)

• Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan dipedomani sebagian • Tertib Laporan Internal

(25)

Sumber: Laporan Hasil Evaluasi Kinerja PDAM Tirta Raharja Kabupaten Bandung Tahun 2004 Meskipun PDAM telah memiliki dokumen yang dipersyaratkan, namun karena pada penerapannya belum sepenuhnya dipedomani, maka dapat dikatakan bahwa dalam hal ini kinerja PDAM masih buruk.

4.3.2 Sistem Komunal

Bagi penyediaan air bersih komunal, kelengkapan dokumen berbanding lurus dengan kinerja pengelolaan. Dari empat pengelola air bersih komunal yang ditemui, dua diantaranya memiliki kinerja baik berdasarkan hasil evaluasi oleh pemerintah Kabupaten Bandung, yaitu Desa Karamat Mulya Soreang dan Desa Sindangpanon Banjaran. Setelah dilihat lebih lanjut, kedua BPABD ini mampu melengkapi keseluruhan dokumen yang digunakan sebagai panduan pengelolaan, diantaranya SK Kepala Desa, AD/ ART, Tertib Laporan Internal, dan Tertib Laporan Eksternal. Namun untuk desa lainnya, dokumen yang ada hanya laporan keuangan (tertib laporan internal) dan Surat Keputusan Pembentukan.

”Oh kalo laporan keuangan, teh, pasti ada, harus jelas itu. anggaran dasar juga

ada, SK apalagi.“.”Kalau ke pemerintah itu hanya sekedar laporannya per triwulan, baik neraca dari simpan pinjam, (maupun) air itu ke kecamatan. Nanti kecamatan yang memberikan ke KIMTAWIL dan kabupaten. Dan dari KIMTAWIL pun ada tiap bulan ke sini memantau. Kalau yang resmi 6 bulan sekali. Jadi laporannya itu dari sini kita bikin rangkap tiga trus nanti kita kasih ke kecamatan. Kecamatan yang ngirim ke kabupaten dan KIMTAWIL”

Pak Arieffudin Bendahara BUMDES Karamat Mulya ”Semuanya ada ya..di sini laporannya lengkap. Malahan dulu tiap bulan laporan keuangan ini dipasang di depan biar warga bisa pada liat.”. “ Sekarang, teh,

udah nggak, tapi kalo warga mau liat silahkan.”

Pak Ahmad Saefudin Sekretaris BPABD Sindangpanon ”Begini, ini kan baru satu tahun setengah, nanti kalau utangnya udah lunas, kalau sudah lunas segala-galanya baru musyawarah kembali bagaimana untuk manajemen ke depan. Masalah anggaran dasar itu nanti saja.”. ”..laporan kegiatan itu dari desa nggak ada yang minta. ”

Pak Sambas Saefuddin Ketua RW Desa Kamasan ”Anggaran dasar itu belum, kita udah punya rencana-rencana, tapi belum ditulis.”

Pak Maman Hidayat Sekretaris BPABD Amanah Desa Soreang

(26)

Berdasarkan penjabaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwasanya dalam bidang dministrasi, kinerja PDAM masih buruk. Demikian pula halnya dengan kinerja pengelola air bersih komunal, sebagian besar masih memiliki kinerja yang buruk karena hanya sebagian kecil sistem komunal yang memiliki panduan kerja dan alat kontrol.

Dari hasil penjabaran mengenai kondisi PDAM maupun pengelolaan sistem komunal dalam berbagai kriteria pelayanan air bersih, maka pada tabel IV.10 dapat dilihat pemenuhan tolok ukur dari beberapa indikator kinerja yang telah ditetapkan sebelumnya.

(27)

TABEL IV.10

PEMENUHAN TOLOK UKUR INDIKATOR KINERJA PDAM DAN SISTEM KOMUNAL

Aspek Kriteria Tolok Ukur PDAM Sistem

Komunal

60% x

Cakupan Pelayanan

40% x

Kuantitas air 60 l/o/h

Kualitas air Memenuhi syarat air bersih berdasarkan syarat kesehatan

√ x

Kontinuitas air Mengalir 24 jam x

Tingkat kehilangan air 20% x x

Kecepatan pemasangan SL ≤ 6 hari x O P E R A S I O N A L Jumlah aduan terselesaikan 80%

Sistem penetapan tarif Penetapan tarif sistem progresif Biaya penggunaan air ≤ 4%

UMR propinsi

T A R I

F Dasar Penetapan Tarif

Penetapan tarif secara

musyawarah

Memiliki:

• Rencana Jangka Panjang

• Rencana Organisasi dan Uraian Tugas

• Prosedur Operasi Standar

• Gambar Nyata Laksana

• Pedoman Penilaian Kerja Karyawan

• Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan

• Tertib Laporan Internal • Tertib Laporan Eksternal

x A D M I N I S T R A S I Kelengkapan Dokumen Dasar Memiliki: • Surat Keputusan Pembentukan • AD/ ART

• Tertib Laporan Internal • Tertib Laporan Eksternal

x

Ket: √ = mampu dipenuhi

x = tidak dapat dipenuhi

Adapun kesimpulan mengenai kinerja PDAM dan pengelola air bersih sistem komunal dalam berbagai kriteria pelayanan air bersih dapat dilihat pada tabel IV.11.

(28)

TABEL IV.11

KESIMPULAN KINERJA PDAM DAN SISTEM KOMUNAL DI KOTA SOREANG DAN BANJARAN

Aspek Kriteria PDAM Sistem Komunal

Cakupan Pelayanan

Kinerja PDAM buruk karena cakupan pelayanan masih jauh (<30%) dari cakupan pelayanan ideal (60%).

Kinerja sistem komunal buruk karena cakupan pelayanan masih jauh (<30%) dari cakupan pelayanan ideal (40%). Kuantitas air

Kinerja PDAM baik karena kuantitas minimum air bersih sebesar 60 l/o/h yang dibutuhkan oleh warga mampu dipenuhi.

Kinerja pengelola sistem komunal baik karena kuantitas minimum air bersih sebesar 60 l/o/h yang dibutuhkan oleh warga mampu dipenuhi.

Kualitas air

Kinerja PDAM sudah baik. Hal ini dikarenakan adanya pemeriksaan kualitas air yang dilakukan secara berkala. Pemeriksaan dilakukan oleh lembaga/ konsultan yang kredibel dengan frekuensi pemeriksaan maksimal satu bulan sekali dan minimal tiga bulan sekali.

Kinerja sistem komunal masih buruk karena sebagian besar pengelola air bersih komunal tidak memeriksakan kualitas air ke dinas kesehatan sehingga kualitas airnya masih diragukan.

Kontinuitas air

Kinerja PDAM masih buruk karena masih ada beberapa daerah tertentu yang tidak dapat mengakses air PDAM 24 jam akibat kurangnya jaringan transmisi dan distribusi.

Kinerja pengelola air bersih komunal sudah baik karena walaupun air tidak mengalir selama 24 jam, namun ada waktu reguler yang ditetapkan pengelola sehingga warga dapat mempersiapkan kebutuhan air sebelumnya.

Tingkat kehilangan air

Kinerja PDAM juga masih buruk. Hal ini dikarenakan besarnya persentase kehilangan air yang lebih besar dari tolak ukur yang ditetapkan sebesar 20%.

Kinerja pengelola air bersih komunal masih buruk karena berdasarkan perkiraan dari pihak penyedia air bersih, tingkat kehilangan air yang dialami lebih dari 20%, kehilangan air juga belum menjadi concern bagi pengelolaan air bersih.

Kecepatan pemasangan

SL

Kinerja PDAM masih buruk karena banyak pelanggan yang mengalami pemasangan lebih dari enam hari kerja yang disebabkan oleh lamanya proses birokrasi.

Kinerja pengelola air bersih komunal sudah baik karena waktu penyambungan kurang dari enam hari kerja.

O P E R A S I O N A L Jumlah aduan terselesaikan

Kinerja PDAM sudah baik, jumlah keluhan yang terselesaikan mencapai 100%.

Kinerja pengelola air bersih komunal sudah baik karena mampu menyelesaikan seluruh keluhan.

Sistem Penetapan

Tarif

Kinerja PDAM baik karena penetapan tarif sudah memepertimbangkan prinsip efisiensi penggunaan air bersih (berdasarkan sistem tarif progresif)

Kinerja pengelola air bersih komunal baik karena penetapan tarif sudah memepertimbangkan prinsip efisiensi penggunaan air bersih (berdasarkan sistem tarif progresif)

T A R I F Penetapan Dasar Tarif

Kinerja PDAM baik karena penetapan tarif sudah dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat (≤4% UMR

Propinsi)

Kinerja pengelola air bersih komunal

sudah baik karena sudah

mempertimbangkan kemampuan masyarakat (melalui proses musyawarah

antara pelanggan dan pengurus).

ADMINIS TRASI

Dokumen Dasar

Kinerja PDAM masih buruk karena dokumen dasar yang diharapkan dapat dipergunakan sebagai panduan sekaligus alat kontrol dalam menjalankan operasional ternyata belum seluruhnya dipedomani.

Kinerja pengelola air bersih komunal masih buruk karena dokumen dasar yang dipersyaratkan sebagai dasar panduan menjalankan operasional belum dapat dipenuhi oleh sebagian besar pengelola air bersih komunal.

(29)

Berdasarkan penjabaran terhadap kinerja dari tiap-tiap indikator, maka dapat dilihat keunggulan dan kelemahan dari PDAM dan sistem komunal. Penjabaran mengenai keunggulan dan kelemahan kedua lembaga penyedia air bersih perpipaan ini dapat dilihat pada tabel IV.12 dan IV.13

TABEL IV.12

KEUNGGULAN PDAM DAN PENGELOLA AIR BERSIH SISTEM

KOMUNAL DI KOTA SOREANG DAN BANJARAN

Aspek

Kriteria

PDAM

Komunal

Cakupan Pelayanan

Kuantitas Air Kuantitas air sesuai dengan standar kebutuhan (60 l/o/h) Kuantitas air sesuai dengan standar kebutuhan Kualitas Air

Kualitas air (sesuai dengan sistem penyediaan air minum dan karakteristik wilayah) memenuhi standar kesehatan Kontinuitas

Waktu pengaliran air 24 jam/ terjadwal sehingga warga tidak pernah mengalami kekurangan air Tingkat Kehilangan Air Kecepatan Penyambungan Baru Prosedur pemasangan

sambungan mudah untuk diikuti sehingga waktu pemasangan tergolong cepat (≤6 hari)

O P E R A S I O N A L Kemampuan Penanganan Pengaduan Rata-rata Perbulan Karyawan dapat menyelesaikan seluruh pengaduan yang masuk dengan baik

Pengelola mampu menyelesaikan seluruh

pengaduan yang masuk dengan baik T A R I F

Penetapan Tarif Adanya upaya konservasi air melalui penetapan tarif progresif

• Tarif air lebih ekonomis dibandingkan tarif PDAM • Penetapan tarif melibatkan

pelanggan • Telah ada upaya

penghematan penggunaan air melalui penetapan tarif progresif

ADMINIS

(30)

TABEL IV.13

KELEMAHAN PDAM DAN PENGELOLA AIR BERSIH SISTEM

KOMUNAL DI KOTA KECIL

Aspek

Kriteria

PDAM

Komunal

Cakupan pelayanan

Cakupan pelayanan masih sangat kecil (<30%)

diandingkan kondisi idealnya (60%)

Cakupan pelayanan masih sangat kecil (<30%) diandingkan kondisi idealnya (40%)

Kuantitas Air Kualitas Air

Kualitas air belum terjamin higienitasnya meskipun tidak menimbulkan gangguan pada kesehatan masyarakat Kontinuitas

Pengaliran air tidak optimal (≤24 jam) diakibatkan oleh jaringan transmisi dan distribusi yang masih rendah

Tingkat Kehilangan Air

Tingkat kehilangan air tergolong sangat tinggi akibat jaringan transmisi dan distribusi yang kurang layak (usang) dan peneraan meter tidak berkala

Tingkat kehilangan air tidak terdeteksi belum menjadi kepedulian dari para pengelola.

Kecepatan Penyambungan Baru

Waktu pemasangan lambat (≥6 hari) yang disebabkan oleh prosedur pemasangan sambungan baru masih terlalu panjang. O P E R A S I O N A L Pengaduan

Frekuensi pengaduan tinggi sebesar 2-3% setiap bulan (1:45) SL, terutama oleh kesalahan rekening

Frekuensi pengaduan yang masuk lebih besar daripada PDAM, sebagian besar karena sistem pemasangan perpipaan masih sederhana sehingga mudah bocor T A R I F Penetapan Tarif

Masih ada pengelola air bersih komunal yang belum mengerti pentingnya penerapan tarif progresif A D M I N I S T R A S I Dokumen Dasar

Meskipun telah melengkapi persyaratan dokumen yang dibutuhkan namun dalam penerapannya, belum sepenuhnya dipedomani

• Sebagian besar pengelola air bersih komunal belum memiliki AD/ ART sebagai panduan pengelolaan.

• Sebagian besar pengelola air bersih komunal belum memiliki laporan tertib eksternal

sehingga tidak ada kontrol dari pihak luar terhadap

Gambar

TABEL IV.1
TABEL IV.3
TABEL IV.4
TABEL IV.5
+7

Referensi

Dokumen terkait

● Mampu menjelaskan metode pemodelan electrical system: The basic components, RLC, the concept of impedance, Kirchoff's Laws ● Mampu menganalisa model electrical ●

02001/SK/KBPOM tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan, Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya mempunyai tugas dalam penyiapan

Pada setting suhu 15500e durasi waktu saat suhu konstan tercapai adalah 63 menit lebih dari dua kali durasi yang tertulis pada spesifikasi alat yang pada suhu 16000e durasinya hanya

Judul tersebut dipilih dengan tujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi mahasiswa dalam mengikuti kuliah pengganti, untuk mengetahui

Beberapa penelitian terdahulu yang sejenis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran tenaga kerja wanita menikah diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Riyani,

Hasil penelitian ini secara umum dapat di gunakan sebagai bahan untuk evaluasi dan mereformulasi kebijakan oleh Diretorat Jenderal Jenderal Penyelenggaraan Haji dan

Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Press, 1991), hlm 71-72.. obyeknya itu sendiri. Motivasi intrinsik merupakan pendorong bagi aktivitas dalam

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN 31 DESEMBER 2013 DAN 2012 SERTA UNTUK TAHUN- TAHUN YANG BERAKHIR PADA TANGGAL TERSEBUT