karbopol s40-propilen glikol terkadap sifat fisik gel dan mengetakui komposisi optimum yang dapat mengkasilkan gel ekstrak pegagan dengan karakteristik fisik yang baik.
Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan Stmplex Latttce Destgn dengan 2 faktor (karbopol s40 dan propilen glikol). Gel ekstrak pegagan dibuat dalam 5 formula dengan variasi konsentrasi karbopol-propilen glikol yang berbeda, yaitu F I (0,5% : 15,5%), F II (0,75% : 15,25%), F III (1% : 15%), F IV (1,25% : 14,75%), dan F V (1,5% : 14,5%). Uji yang dilakukan terkadap sediaan gel ekstrak pegagan meliputi uji sifat fisik (viskositas dan daya sebar) dan stabilitas freeze thaw cycle. Hasil uji sifat fisik (viskositas dan daya sebar) dianalisis dengan menggunakan Destgn Expert 9.0.4 trtal dan stabilitas freeze thaw cycle dianalisis ANOVA dengan taraf kepercayaan s5%.
Konsentrasi karbopol s40 yang semakin meningkat menyebabkan peningkatan viskositas, namun dapat menurunkan daya sebar. Penambakan propilen glikol dapat meningkatkan daya sebar. Formula optimum sediaan gel ekstrak pegagan pada komposisi karbopol s40 1 gram dan propilen glikol 15 gram.
ABTRACT
Gotu kola (Centella asiatica L.) kas asiaticoside compound tkat is used to stimulate collagen formation. Tke purpose of tkis study to determine tke effect of tke combination of carbopol s40-propylene glycol gel on tke pkysical properties and determine tke optimal composition tkat can produce gotu kola extract gel witk good pkysical ckaracteristics.
Tkis researck uses experimental design Simplex Lattice Design witk 2 factors (carbopol s40 and propylene glycol). Gel Centella asiatica extract made witkin 5 formula witk varying concentrations of different carbopol-propylene glycol, FI (0.5%: 15.5%), F II (0.75%: 15.25%), F III (1% : 15%), F IV (1.25%: 14.75%), and FV (1.5%: 14.5%). Test conducted on gotu kola extract gel covers pkysical properties (viscosity and spreading) and stability of tke freeze tkaw cycle. Tke test results of pkysical properties (viscosity and spreading) analyzed by Design Expert s.0.4 trial and stability of tke freeze tkaw cycle is analyzed by ANOVA witk confidence level s5%.
Carbopol s40 concentration increasing cause increased viscosity, but can reduce spreading. Tke addition of propylene glycol can improve spreading. Tke optimum formula gotu kola extract gel on tke composition of carbopol s40 1 gram and 15 grams of propylene glycol.
940 DAN HUMEKTAN PROPILEN GLIKOL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Putri Wulandari
NIM : 128114030
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
FORMULASI DAN EVALUASI SIFAT FISIK SEDIAAN GEL EKSTRAK
PEGAGAN (Centella asiatica (L.) Urban) DENGAN GELLING AGENT
KARPOBOL 940 DAN HUMEKTAN PROPILEN GLIKOL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Putri Wulandari
NIM : 128114030
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahan untuk
My Lord, My Savior, My King, My One and Only Jesus Christ
Bapak, Mama, Mbak Rina dan
Almamaterku tercinta Universitas Sanata Dharma MUJIZAT TIDAK AKAN PERNAH TERJADI DI ZONA NYAMAN
KELUARLAH DARI SANA DAN LAKUKANLAH PERBUATAN BESAR BAGI TUHAN -Kezia Warouw-
SEGALA PERKARA DAPAT KUTANGGUNG DI DALAM DIA YANG MEMBERIKAN KEKUATAN BAGIKU
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
kasih, kebaikan dan penyertaan-Nya yang sempurna dalam kehidupan penulis
sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Formulasi dan Evaluasi Sifat
Fisik dan Stabilitas Sediaan Gel Ekstrak Pegagan (Centella asiatica L. Urban)
dengan gelling agent Karbopol 940 dan humektan Propilen Glikol dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Selama menyelesaikan perkuliahan, penelitian dan penulisan skripsi ini
peneliti mendapatkan dukungan, semangat kritik dan saran dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Aris Widyawati M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
2. Bapak Dr. T.N. Saifullah Sulaiman M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing
yang telah banyak memberikan saran, masukan dan kritik mulai dari
penulisan proposal, penelitian hingga penulisan naskah skripsi
3. Ibu Damiana Sapta Candrasari S.Si., M.Sc., selaku dosen penguji yang
telah banyak memberikan saran, masukan dan kritik bagi penulis
4. Ibu Wahyuning Setyani M.Sc., Apt. selaku dosen penguji yang telah
banyak memberikan saran, masukan dan kritik bagi penulis
5. Bapak Enade Perdana Istyatono Ph.D., Apt. selaku DosenPembimbing
viii
6. Ibu Phebe Hendra, Ibu Beti Pujiastuti, Ibu Yuli, Ibu Iin atas masukan
yang diberikan selama penulisan proposal, penelitian hingga penulisan
naskah
7. Orang tua dan keluarga yang telah mendukung, memberikan semangat
dan motivasi selama penelitian dan penulisan naskah
8. Bapak Musrifin selaku laboran Laboratorium FTSF, Mas Agung selaku
laboran Laboratorium Farmasi Fisik dan laboran serta karyawan lain
yang telah membantu penulis
9. Teman-teman pejuang skripsi formulasi lantai 1 atas kebersamaan dan
keceriaan selama melakukan penelitian
10. Semua teman-teman angkatan 2012 terutama FSM A 2012 dan FST A
2012 atas kebersamaan yang luar biasa selama perkuliahan
11. Segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas dukungan,
motivasi dan saran yang diberikan kepada penulis
Penulis menyadari kekurangan dan keterbatasan yang dilakukan selama
penelitian ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun tentang penelitian ini. Semoga skripsi ini dapat berguna untuk
seluruh pihak, terutama di bidang kefarmasian.
Yogyakarta, 15 Februari 2015
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
x
BAB III METODE PENELITIAN... 27
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 27
B. Variabel Penelitian ... 27
C. Definisi Operasional... 27
D. Bahan Penelitian... 28
xi
F. Tata Cara Penelitian ... 29
G. Pembuatan ekstrak pegagan ... 29
1. Peroleh dan pengolahan herba pegagan ... 29
2. Determinasi herba pegagan ... 29
3. Karakterisasi ekstrak pegagan ... 29
4. Pembuatan gel ekstrak pegagan ... 32
H. Uji sifat fisik ekstrak pegagan ... 34
I. Uji stabilitas freeze thaw cycle ... 35
J. Analisis Data ... 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36
A. Karakterisasi Ekstrak Pegagan ... 36
B. Pengujian Sifat Fisik Gel Ekstrak Pegagan ... 38
1. Uji organoleptis dan pH ... 39
2. Viskositas ... 40
3. Daya sebar ... 43
C. Pengujian Stabilitas Gel Ekstrak Pegagan Selama Penyimpanana Freeze Thaw Cycle ... 44
1. Stabilitas organoleptis dan pH setelah cycling test ... 45
2. Viskositas setelah cycling test ... 47
3. Daya sebar setelah cycling test ... 49
D. Optimasi Formula ... 50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52
xii
B. Saran ... 52
DAFTAR PUSTAKA ... 53
LAMPIRAN ... 56
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Formula acuan ... 32
Tabel II. Rancangan formula gel ekstrak pegagan ... 33
Tabel III. Karakterisasi ekstrak pegagan ... 36
Tabel IV. Pengamatan sifat fisik sediaan gel ekstrak pegagan ... 39
Tabel V. Hasil pengujian viskositas setelah cycling test... 48
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur karbopol ... 15
Gambar 2. Struktur molekul polimer karbopol pada sistem coil ... 15
Gambar 3. Struktur molekul polimer karbopol pada sistem uncoil ... 16
Gambar 4. Struktur propilen glikol ... 17
Gambar 5. Struktur triethanolamin ... 18
Gambar 6. Struktur metil paraben ... 18
Gambar 7. Ekstrak pegagan ... 33
Gambar 8. Contour plot viskositas... 38
Gambar 9. Contour plot daya sebar ... 40
Gambar 10. Uji hasil organoleptis sebelum dan setelah cycling test ... 45
Gambar 11. Uji pH setelah cycling test ... 46
Gambar 12. Grafik viskositas setelah cycling test ... 47
Gambar 13. Grafik daya sebar setelah cycling test ... 49
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat keterangan determinasi... 57
Lampiran 2. Sertifikat karakterisasi ekstrak pegagan ... 58
Lampiran 3. Data pengukuran viskositas gel ekstrak pegagan ... 59
Lampiran 4. Data pengukuran daya sebar gel ekstrak pegagan ... 66
Lampiran 5. Organoleptis gel ekstrak pegagan sebelum dan setelah penyimpanan cycling test ... 74
xvi
INTI SARI
Pegagan (Centella asiatica L.) memiliki senyawa asiatikosida yang digunakan untuk menstimulasi pembentukan kolagen. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh kombinasi karbopol 940-propilen glikol terhadap sifat fisik gel dan mengetahui komposisi optimum yang dapat menghasilkan gel ekstrak pegagan dengan karakteristik fisik yang baik.
Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan Simplex Lattice Design
dengan 2 faktor (karbopol 940 dan propilen glikol). Gel ekstrak pegagan dibuat dalam 5 formula dengan variasi konsentrasi karbopol-propilen glikol yang berbeda, yaitu F I (0,5% : 15,5%), F II (0,75% : 15,25%), F III (1% : 15%), F IV (1,25% : 14,75%), dan F V (1,5% : 14,5%). Uji yang dilakukan terhadap sediaan gel ekstrak pegagan meliputi uji sifat fisik (viskositas dan daya sebar) dan stabilitas freeze thaw cycle. Hasil uji sifat fisik (viskositas dan daya sebar) dianalisis dengan menggunakan Design Expert 9.0.4 trial dan stabilitas freeze thaw cycle dianalisis ANOVA dengan taraf kepercayaan 95%.
Konsentrasi karbopol 940 yang semakin meningkat menyebabkan peningkatan viskositas, namun dapat menurunkan daya sebar. Penambahan propilen glikol dapat meningkatkan daya sebar. Formula optimum sediaan gel ekstrak pegagan pada komposisi karbopol 940 1 gram dan propilen glikol 15 gram.
xvii
ABTRACT
Gotu kola (Centella asiatica L.) has asiaticoside compound that is used to stimulate collagen formation. The purpose of this study to determine the effect of the combination of carbopol 940-propylene glycol gel on the physical properties and determine the optimal composition that can produce gotu kola extract gel with good physical characteristics.
This research uses experimental design Simplex Lattice Design with 2 factors (carbopol 940 and propylene glycol). Gel Centella asiatica extract made within 5 formula with varying concentrations of different carbopol-propylene glycol, FI (0.5%: 15.5%), F II (0.75%: 15.25%), F III (1% : 15%), F IV (1.25%: 14.75%), and FV (1.5%: 14.5%). Test conducted on gotu kola extract gel covers physical properties (viscosity and spreading) and stability of the freeze thaw cycle. The test results of physical properties (viscosity and spreading) analyzed by Design Expert 9.0.4 trial and stability of the freeze thaw cycle is analyzed by ANOVA with confidence level 95%.
Carbopol 940 concentration increasing cause increased viscosity, but can reduce spreading. The addition of propylene glycol can improve spreading. The optimum formula gotu kola extract gel on the composition of carbopol 940 1 gram and 15 grams of propylene glycol.
1
BAB I
LATAR BELAKANG
Salah satu ancaman permasalahan kulit yang sering dialami kaum wanita
merupakan masalah selulit. Selulit atau juga yang biasa disebut liposklerosis,
adalah perubahan non inflamasi dalam jaringan adiposa subkutan yang
disebabkan oleh peningkatan volume sel-sel lemak hingga tampak pada
epidermis. Selulit biasanya terjadi di sekitar pinggul, pantat, perut, paha dan
lengan (Knobloch, 2009).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa herba
pegagan dapat menormalkan metabolisme yang terjadi dalam sel-sel jaringan ikat
dan dapat mengatur mikrosirkulasi menjadi lebih baik. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Goldman, Bacci, Leibaschoff (2006) menegaskan bahwa terdapat
pengaruh triterpen dari herba pegagan mampu memicu sintesis kolagen pada kulit.
Penelitian studi klinis dengan menggunakan beberapa metodologi yang berbeda
menunjukkan bahwa pada pasien yang memakai herba pegagan secara oral
mengalami penurunan diameter sel-sel lemak (adiposa) (Rossi dan Vergnanini,
2000).
Formulasi yang dipilih untuk herba pegagan adalah gel. Gel mempunyai
berbagai keuntungan, seperti: mudah diaplikasikan, absorsi pada kulit jauh lebih
baik dibandingkan dengan krim serta daya penetrasinya lebih tinggi jika
dibandingkan dengan krim, mudah dicuci dan mudah saat diaplikasikan pada
Sifat fisik dan stabilitas suatu gel ditentukan oleh gelling agent dan
humektan yang digunakan. Gelling agent dapat membentuk jaringan struktur matriks tiga dimensi yang merupakan faktor yang penting dalam sistem gel.
Semakin banyak jumlah gelling agent yang digunakan maka akan berpengaruh pada peningkatan viskositas sediaan (Zats dan Kushla, 1996). Komposisi dari
gelling agent harus diperhatikan agar dapat menghasilkan sistem sediaan yang memiliki stabilitas dan sifat fisik yang baik. Dalam penelitian ini, gelling agent
yang digunakan adalah karbopol 940 karena polimer karbopol dapat menyerap air
dalam jumlah yang banyak serta aman dan efektif karena mempunyai potensi
iritan yang rendah dan tidak menyebabkan kulit menjadi sensitif pada pemakaian
yang berulang serta stabilitasnya yang tinggi. Karbopol 940 juga memiliki sifat
yang baik dalam hal pelepasan zat aktif (Madan dan Singh, 2010).
Humektan berfungsi untuk menjaga kandungan air pada sediaan gel karena humektan dapat menarik kelembaban dari lingkungan sehingga kepadatan dan kelekatan dari sediaan tetap terpelihara dan permukaan kulit tetap basah
(Barel, Paye, Maibach, 2009). Dalam penelitian ini humektan yang digunakan adalah propilen glikol karena memiliki sifat dapat mempertahankan kandungan air
pada lapisan kulit terluar sehingga dapat mempertahankan kelembaban saat
diaplikasikan dipermukaan kulit (Zocchi, 2011). Selain itu, propilen glikol dipilih
karena dapat digunakan sebagai pelarut ekstrak. Asiatikosida yang merupakan
senyawa yang berperan sebagai antiselulit larut dalam propilen glikol (Indena,
Berdasarkan alasan tersebut maka peneliti melakukan penelitian untuk
mengetahui pengaruh gelling agent dan humektan terhadap sifat fisik dan stabilitas gel.
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang diangkat
oleh penulis dalam penelitian sebagai berikut :
a. Bagaimana pengaruh konsentrasi karbopol 940 dan propilen glikol pada sifat
fisik dan stabilitas sediaan gel ekstrak pegagan?
b. Berapa komposisi optimum gelling agent karpobol dan humektan propilen glikol untuk mendapatkan gel ekstrak pegagan dengan sifat fisik dan stabilitas
yang baik?
2. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai Karbopol 940 sebagai gelling agent, propilen glikol sebagai humektan dan menggunakan ekstrak pegagan yang sudah pernah dilakukan adalah Optimasi Karbopol 940 sebagai Gelling agent dan Propilen glikol sebagai Humektan dalam Sediaan Emulgel Ekstrak Kencur (Kaempferia galanga L.) : aplikasi desain faktorial (Yosua, 2015 ) dan Uji Efek Penyembuhan Luka Bakar Gel Ekstrak Herba Pegagan dengan Gelling agent Karbopol 934 pada Kulit Punggung Kelinci Jantan (Redita, 2013). Pada penelitian Redita (2013)
diperoleh kesimpulan bahwa dengan kenaikan konsentrasi karbopol 934
daya lekat sedangkan pada penelitian Yosua (2015) diperoleh kesimpulan bahwa
interaksi dari karbopol 940 dengan propilen glikol tidak memberikan efek yang
signifikan terhadap stabilitas fisik.
Sejauh penelusuran pustaka yang telah dilakukan oleh peneliti, penelitian
tentang Formulasi dan Evaluasi Fisik Sediaan Gel Ekstrak Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) dengan Karbopol 940 sebagai Gelling agent dan Propilen glikol sebagai Humektan belum pernah dilakukan.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
Memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan mengenai
bentuk sediaan gel ekstrak pegagan.
b. Manfaat Praktis
Menghasilkan bentuk sediaan kosmetik berupa gel ekstrak pegagan dengan
sifat fisik dan stabilitas yang baik dengan kombinasi karbopol 940 sebagai
gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan.
4. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk membuat sediaan gel ekstrak
b. Tujuan Khusus
1) Mengetahui pengaruh konsentrasi karbopol 940 dan propilen glikol pada
sediaan gel ekstrak pegagan terhadap sifat fisik dan stabilitas gel
menggunakan rancangan simplex lattice design.
2) Mendapatkan komposisi optimum karbopol dan propilen glikol dalam
6
(Backer dan Van Der Brick, 1986)
2. Kandungan Kimia
Penggunaan tumbuhan sebagai obat, berkaitan dengan kandungan
kimia yang terdapat dalam tumbuhan tersebut terutama zat bioaktif. Tanpa
adanya suatu senyawa bioaktif dalam tumbuhan maka secara umum tumbuhan
itu tidak dapat digunakan sebagai obat. Penelitian yang dilakukan Noverita dan
Marline (2012) menyebutkan hasil uji fitokimia daun pegagan terdapat
kandungan triterpenoid. Pegagan mengandung bahan aktif seperti triterpenoid
glikosida (terutama asiatikosida, asam asiatik, asam madekasik, madekasosida
(Hashim, 2011), flavonoid (kaemferol dan kuersetin), volatil oil (valerin,
sitosterol), pektin, asam amino, alkaloid hidrokotilin, miositol, asam brahmik,
asam centelik, asam isobrahmik, asam betulik, tanin serta garam mineral
seperti kalium, natrium, magnesium, kalsium dan besi. Glikosida triterpenoid
yang disebut asiatikosida bermanfaat dapat menstimulasi sintesis kolagen dan
glycosaminoglycan.
3. Kegunaan dan Khasiat
Menurut Kumar dan Gupta (2006), secara umum kandungan bahan
aktif yang ditemukan dalam herba pegagan meliputi: triterpenoid saponin,
triterpenoid genin, minyak essensial, flavonoid, fitrosterol dan bahan aktif
lainnya. Bahan–bahan aktif tersebut secara umum terdapat pada organ daun
tepatnya pada jaringan palisade parenkim. Kandungan bahan aktif utama dari
pegagan adalah golongan triterpenoid saponin. Kandungan triterpenoid saponin
dalam pegagan berkisar 1-8%. Unsur utama yang terdapat dalam triterpenoid
saponin adalah asiatikosida dan madekosida (Kumar dan Gupta, 2006).
Asam asiatik, asam madekosid, dan asiatikosida telah terbukti digunakan untuk merangsang sintesis kolagen. Titrited Exctract Centella asiatica (TECA), asam asiatik dan asiatikosida yang telah terbukti mempercepat pemulihan matriks kolagen setelah luka, dengan cara stimulasi
kolagen dan sintesis glikosaminoglikan. Asiatikosida yang diisolasi dari
pegagan meningkatkan kandungan hidroksiprolin, elastisitas kulit dan
kandungan kolagen pada bekas luka setelah pemberian topikal pada hewan
percobaan. Peningkatan proliferasi sel dan sintesis kolagen diamati di lokasi
salah satu komponen aktif dalam saponin yang dapat menginduksi sintesis
kolagen tipe I dalam sel dermal fibroblas pada manusia. Molekul yang terlibat
dalam mekanisme ini adalah SB43 1542, yang merupakan inhibitor dari TGFβ
reseptor I kinase, yang diketahui sebagai aktivator dari Smad pathway (Park dkk., 2006). Pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dilaporkan
bahwa triterpenoid saponin yang termasuk madekosida, asiatikosida dan asam
asiatik mempunyai aktifitas dapat meningkatkan cellular hyperplasia, produksi kolagen dan level granulasi jaringan pada DNA protein, total kolagen,
hexosamin, mempercepat maturasi dan cross-linking dari kolagen (Chandrakasan, Shetty, Sivakumar, Suguna, 2006).
Madekosida yang diisolasi dari tumbuhan pegagan diketahui
mempunyai aktifitas dapat menginduksi expresi dari kolagen dan memodulasi
mediator inflammatory. Pembuktian penelitian ini dilakukan dengan melakukan randomized double blind clinical trial dan hasilnya pegagan dapat meningkatkan clinical score dari kerutan, elastisitas kulit dan hidrasi dari kulit (Haftek, Mac, Le Bitoux, Creidi, Rougier, Humbert, 2008). Formulasi sediaan
topikal ekstrak pegagan menunjukan bahwa sediaan dapat meningkatkan
proliferasi sel dan meningkatkan sintesis kolagen pada tikus yang kulitnya
terluka. Hal ini membuktikan bahwa ekstrak pegagan dapat meningkatkan
sintesis kolagen dan elastisitas dari kulit (Kumar, Parameshwaraiah,
B. Sediaan Gel
1. Definisi Gel
Gel merupakan sistem yang terdiri dari suspensi yang terbuat dari
partikel anorganik yang kecil atau molekul anorganik yang besar, terpenetrasi
dalam cairan (Depkes RI, 1995). Gel mengandung larutan bahan aktif tunggal
atau campuran dengan pembawa yang bersifat hidrofilik maupun hidrofobik.
Basis dari gel merupakan senyawa hidrofilik sehingga memiliki konsistensi
lembut. Efek penguapan kandungan air yang terdapat pada basis gel
memberikan sensasi dingin saat diaplikasikan pada kulit. Sediaan gel hidrofilik
memiliki sifat daya sebar yang baik pada permukaan kulit. Keuntungan dari gel
adalah pelepasan obat dari sediaan dinilai baik, zat aktif dilepaskan dalam
waktu yang singkat dan nyaris semua zat aktif dilepaskan dari pembawanya
(Voight, 1994).
Gel yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
(Lieberman dkk, 1996; Martin, Swabrick, dan Cammarata, 2012).
1. Homogen
Bahan obat dan dasar gel harus mudah larut atau terdispersi dalam air atau
pelarut yang cocok atau menjamin homogenitas sehingga pembagian
dosis sesuai dengan tujuan terapi yang diharapkan.
2. Bahan dasar yang cocok dengan zat aktif
Bila ditinjau dari sifat fisika dan kimia bahan dasar yang digunakan harus
cocok dengan bahan obat sehingga dapat memberikan efek terapi yang
3. Konsistensi gel menghasilkan aliran pseudoplastis tiksotropik
Karena sifat aliran ini sangat penting pada penyebaran sediaan. Sediaan
akan mudah dioleskan pada kulit tanpa penekanan yang berarti dan mudah
dikeluarkan dari wadah misalnya tube. 4. Stabil
Gel harus stabil dari pengaruh lembab dan suhu selama penggunaan dan
penyimpanan.
Secara umum gel diklasifikasikan menjadi 4 yaitu, gel organik, gel
anorganik, hidrogel, dan organogel (Allen, 2002). Hidrogel merupakan polimer
hidrofilik yang mengandung 85–95% air atau campuran air dengan alkohol.
Setelah pemakaian, hidrogel memberikan sensasi dingin pada kulit karena
adanya pelarut yang menguap. Selain itu, hidrogel akan meninggalkan lapisan
film tipis transparan elastis dengan daya lekat yang tinggi, tidak menyumbat
pori kulit, tidak menghambat fungsi fisiologi kulit serta mudah dicuci air
(Voight, 1994). Komposisi utama dalam sediaan gel adalah air (85-95%) dan
gelling agent. Konsistensi gel berasal dari gelling agent yang biasanya berbentuk polimer dan membentuk struktur tiga dimensi.
Gel biasanya berwarna transparan, warna transparan tersebut didapat
apabila semua bahan terlarut atau terdispersi secara koloidal, misalnya sampai
dalam ukuran submikron.
2. Mekanisme Pembentukan Gel
Senyawa polimer yang bersifat hidrofil/hidrokoloid didispersikan ke
melalui pembentukan ikatan hidrogen dengan molekul-molekul air akan
terjebak dalam struktur molekul kompleks tersebut dan akan membentuk massa
gel yang kenyal (Lieberman, Rieger, dan Banker, 1996).
Parameter kritis dalam proses pembentukan gel adalah
1. Temperatur akan berpengaruh pada kemampuan mengembang senyawa
polimer saat didispersikan ke dalam air.
2. Pelarut yang digunakan tidak bersifat melarutkan gel karena apabila daya
adhesi antar pelarut dan gel lebih besar dari daya kohesi antar gel maka
dapat merusak sistem gel.
3. Kecepatan dan lama pengadukan, pengadukan yang terlalu kuat dan cepat
dapat mengakibatkan banyaknya gelembung udara yang terjebak dalam
sistem polimer.
3. Bahan-Bahan dalam Gel
a. Gelling agent
Faktor penting yang ada dalam sistem gel adalah gelling agent. Fungsi utama dari gelling agent untuk menjaga konsistensi cairan dan padatan dalam suatu bentuk gel. Gelling agent membentuk jaringan struktur gel. Peningkatan jumlah gelling agent dalam suatu formula gel akan meningkatan kekuatan dari jaringan struktur gel sehingga terjadi kenaikan
viskositas. Gelling agent yang sering digunakan sebagai basis dalam formula adalah gum alami, gum sintesis, resin, selulosa, dan hidrokoloidal
gelling agent yang digunakan dalam formula menentukan pula karakteristik sediaan gel seperti kekuatan dan elastisitas (Zats dan Kushla, 1996).
Penggunaan gelling agent dengan konsentrasi yang terlalu tinggi atau penggunaan gelling agent dengan bobot molekul yang terlalu besar akan menghasilkan sediaan gel yang sulit diaplikasikan pada kulit karena
viskositas gel yang dihasilkan akan terlalu tinggi sehingga akan sulit
menyebar secara merata pada saat diaplikasikan (Zats dan Kushla, 1996).
Gelling agent akan bergabung, saling menjerat, dan membentuk struktur jaringan koloidal tiga dimensi sesaat saat didispersikan dengan
pelarut yang sesuai. Jaringan koloid ini akan menjebak zat aktif dan
membatasi aliran cair dengan mengurangi pergerakan molekul pelarut.
Struktur jaringan ini menahan deformasi sediaan dan sangat berpengaruh
terhadap viskositas gel (Pena, 1990).
Gelling agent harus inert, aman dan tidak reaktif terhadap komponen yang lainnya. Gel dari polisakarida alam akan mudah mengalami
degradasi mikrobia sehingga diformulasikan dengan pengawet untuk
mencegah hilangnya karakteristik gel akibat mikrobia (Zats dan Kushla,
1996).
b. Humektan
Humektan dapat meningkatkan kelembaban kulit dan menjaga agar kulit tidak mengalami hidrasi. Sediaan dengan kandungan air yang tinggi
berpotensi mengikat dan menyerap air dari permukaan kulit untuk
menjadi kering. Penggunaan gel dalam jangka waktu yang lama dapat
menyebabkan permukaan kulit menjadi kering, untuk menjaga kelembaban
kulit pada formula gel sering ditambahkan humektan. Humektan
ditambahkan untuk mencegah sediaan menjadi kering dan kehilangan
kandungan air dalam jumlah besar. Lapisan humektan yang tipis akan terbentuk untuk mempertahankan kelembaban dan mencegah kulit kering
(Mukul, Surabhi, dan Atul, 2011).
Cara kerja humektan dalam menjaga kestabilan sediaan gel adalah dengan mengabsorbsi lembab dari lingkungan, selain itu dapat
mempertahankan kadar air pada permukaan kulit. Humektan yang sering digunakan pada sediaan gel adalah gliserin dan propilen glikol (Mukul dkk,
2011).
c. Pengawet
Penambahan bahan pengawet harus dilakukan untuk mencegah
pertumbuhan mikroba pada sediaan karena kandungan air yang sangat
banyak merupakan media pertumbuhan mikroba yang baik. (Barel dkk,
2009). Formulasi dengan hidrogel harus menggunakan pengawet untuk
mencegah pertumbuhan mikroba.
d. Fragrance
Tujuan ditambahkan fragrance adalah untuk menutupi bau yang tidak enak yang ditimbulkan oleh zat aktif atau obat (Ansel, 2002).
e. Antioksidan
Antioksidan ditambahkan pada sediaan semipadat untuk mencegah
terjadinya kerusakan akibat oksidasi. Antioksidan biasa digunakan pada
konsentrasi 0,001% - 0,1% (Lachman dkk, 1994). Antioksidan yang banyak
digunakan pada preparat air diantaranya natrium sulfit, asam hipofostorus,
dan asam askorbat. Minyak yang dapat digunakan dalam preparat
diantaranya alfatokoferol (vitamin E), BHA (Butil hidroksitoluen) dan
askorbil palmitat (Ansel, 2002 ).
C. Monografi Bahan
1. Karbopol
Gambar 1. Struktur kimia karbopol (Rowe, Shasker, dan Quinn, 2009)
Gelling agent yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbopol. Karbopol merupakan polimer asam akrilat dengan berat molekul tinggi yang
membentuk rantai cross-link dengan polialkenil eter, alil sukrosa, atau divinil alkohol. Karbopol dalam penggunaannya sebagai gelling agent dalam rentang konsentrasi 0,5% - 2% (Rowe dkk, 2009). Karbopol memiliki viskositas
40.000–60.000 cP pada 0,5% larutan dengan pH 7,5. Karbopol memiliki
formulasi gel topikal hidroalkoholik karpobol menghasilkan warna yang jernih
(Rowe dkk, 2009).
Polimer karbopol mempunyai kemampuan untuk menyerap air dalam
jumlah banyak. Pada pH asam karbopol akan membentuk polimer fleksibel dan
struktur random coil. Polimer ini akan mengembang sampai 1000 kali dari volume asal dan diameternya ikut mengembang sampai 10 kali dalam bentuk
gel ketika dilarutkan dalam air dengan pH di atas pKa 6 (Rowe dkk, 2009).
Ketika karbopol didispersikan ke dalam air, karbopol terhidrasi dan sebagian
gelungannya terbuka (uncoiled). Karbopol akan berfungsi dengan baik apabila dalam bentuk uncoiled (Noveon, 2002).
Gambar 2. Struktur molekul polimer karbopol pada sistem coil (Noveon, 2002)
Mekanisme karbopol 940 untuk uncoiled adalah penetralan gugus asam karboksilat pada rantai polimer dengan basa yang sesuai. Penetralan
tersebut akan mengakibatkan terbentuknya muatan negatif di sepanjang rantai
polimer. Gaya tolak-menolak antar muatan negatif menyebabkan karbopol
menjadi uncoiled ke dalam struktur yang lebih bebas. Namun, rantai karbopol akan tetap terikat satu sama lain menghasilkan matriks tiga dimensi
membentuk sistem gel yang sangat kental dalam waktu seketika (Namita,
Sheetal, dan Ravindra, 2013).
Karbopol merupakan bahan yang stabil dan higroskopis yang dapat
dipanaskan hingga temperatur dibawah 1040C selama 2 jam tanpa
mempengaruhi viskositas. Pemanasan yang berlebihan akan menyebabkan
perubahan warna dan penurunan stabilitas. Karbopol dapat mengalami
dekomposisi pada suhu 2600C selama 30 menit. Karbopol yang berbentuk
serbuk tidak mendukung tumbuhnya jamur dan kapang. Karbopol yang telah
didispersikan dengan air maka ada kemungkinan tumbuhnya jamur dan kapang
karena terdapat media air sebagai media tumbuh. Pengawet ditambahkan untuk
mencegah pertumbuhan jamur dan kapang pada sediaan gel.
Viskositas dispersi karbopol dapat terjaga selama penyimpanan pada
suhu kamar dan tingkat kelembaban ruangan yang normal. Penyimpanan
dihindarkan dari sinar matahari atau penambahan antioksidan dapat menjaga
viskositas dispersi. Paparan sinar matahari menyebabkan oksidasi terhadap
topikal dengan gelling agent karbopol tidak menunjukan reaksi hipersensitif pada manusia (Rowe dkk., 2009).
2. Propilen Glikol
Gambar 4. Struktur kimia propilen glikol (Rowe dkk, 2009)
Propilen glikol berbentuk cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak
berbau. Propilen glikol dapat berfungsi sebagai pengawet, disinfektan,
humektan, plasticizer, pelarut, stabilizing agent, dan kosolven water-miscible. Pada formulasi sediaan topikal propilen glikol digunakan sebagai humektan
dengan konsentrasi ≈ 15 %. Pada suhu ruangan dan suhu dingin propilen glikol
akan stabil, namun jika dipanaskan pada suhu yang tinggi akan teroksidasi
menjadi propionaldehid, asam laktat, asam piruvat, dan asam asetat. Propilen
glikol dapat larut dan stabil pada etanol 95%, gliserin, atau air (Rowe dkk,
2009).
3. Triethanolamin
Triethanolamin atau TEA merupakan amin tersier yang mengandung
gugus hidroksi. TEA berbentuk cairan jernih, sedikit kental, dan sedikit berbau
amoniak dengan pH sebesar 10,5. TEA yang bersifat basa digunakan untuk
netralisasi karbopol. Penambahan TEA pada karbopol akan membentuk garam
yang larut. Sebelum netralisasi, karbopol di dalam air akan ada dalam bentuk
tak terion pada pH sekitar 3. Pada pH ini, polimer akan sangat fleksibel dan
strukturnya random coil. Penambahan TEA akan menggeser kesetimbangan ionik membentuk garam yang larut. Hasilnya adalah ion yang tolak menolak
dari gugus karboksilat dan polimer menjadi kaku dan rigid, sehingga
meningkatkan viskositas (Osborne, 1990). TEA biasanya digunakan untuk
formulasi sediaan secara topikal. TEA memiliki titik leleh 20-210C (Rowe dkk,
2009).
4. Metil paraben
Gambar 6. Struktur kimia metilparaben (Rowe dkk, 2009)
Metil paraben merupakan pengawet berbentuk padat, kristal tidak
berwarna dan tidak berbau. Metil paraben termasuk dalam antimikroba
spektrum luas tetapi lebih efektif terhadap kapang atau khamir. Aktifitas
antimikroba metil paraben berada pada rentang pH 4-8. Semakin tinggi sistem
D. Uji Fisik Sediaan Gel
1. pH
Menurut Walters dan Roberts (2008) pH kulit manusia ialah sekitar
4,5-6,5. pH yang terlalu asam dapat mengiritasi kulit, sedangkan apabila terlalu
basa dapat menyebabkan kulit kering. Berdasarkan hal tersebut maka sediaan
yang berkaitan dengan kulit manusia perlu disesuaikan dengan pH kulit
tersebut.
2. Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk melihat sediaan gel homogen atau
tidak. Homogenitas sediaan ditunjukan dengan ada tidaknya butiran kasar.
Homogenitas penting dalam sediaan berkaitan dengan keseragaman kandungan
jumlah zat aktif dalam setiap penggunaan (Dirjen POM, 1995).
3. Viskositas
Viskositas merupakan pernyataan tahanan untuk mengalir dari suatu
sistem dibawah stress yang digunakan (Martin dkk, 2012). Viskositas
�: Kecepatan geser (shearing rate)
Peningkatan gaya geser akan berbanding lurus dengan peningkatan
(Martin dkk, 2012). Pada tipe non-Newtonian viskositas tidak berbanding lurus
dengan kecepatan gaya geser. Tipe non-Newtonian antara lain plastis,
pseudoplastis, dan dilatan (Lieberman dkk, 1996).
Tipe pseudoplastis menunjukan penurunan viskositas seiring
meningkatnya kecepatan gaya geser. Pada suatu larutan, molekul dengan berat
molekul besar serta struktur panjang akan saling terpilin dan terperangkap
bersama-sama dengan solvent yang tidak bergerak. Gaya geser menyebabkan
molekul terbebas dan menyusun diri secara terarah kemudian mengalir.
Dengan demikian molekul akan memiliki sedikit tahanan untuk mengalir dan
viskositas akan menurun (Aulton, 2001).
Semakin kental suatu cairan maka semakin besar kekuatan yang
diperlukan untuk cairan tersebut dapat mengalir dengan laju tertentu (Martin
dkk, 2012). Peningkatan viskositas akan meningkatkan waktu retensi pada
tempat aplikasi, tetapi menurunkan daya sebar (Garg, Aggarwal, Singla, 2002).
Penggunaan karbopol sebagai basis gel pada konsentrasi 0,2% pH 7,5
viskositas karbopol dapat mencapai 200–300 mPas. Viskositas gel karbopol
stabil dalam perubahan suhu karena adanya struktur cross-linked dari mikrogel. Penambahan bahan humektan seperti propilen glikol dapat memodifikasi ikatan hidrogen antara air, pelarut, dan polimer sehingga dapat mempengaruhi sifat
viskoelastis dari karbopol (Islam, 2004).
4. Daya sebar
Daya sebar adalah kemampuan dari suatu sediaan untuk menyebar di
tempat aplikasinya. Daya sebar merupakan salah satu karakteristik yang
bertanggung jawab dalam keefektifan dalam pelepasan zat aktif dan
penerimaan konsumen dalam penggunaan sediaan semisolid. Faktor-faktor
yang mempengaruhi daya sebar yaitu viskositas sediaan, lama tekanan,
temperatur tempat aksi (Garg dkk, 2002).
5. Daya lekat
Kemampuan sediaan untuk melekat di tempat aplikasi sangat penting.
Daya lekat merupakan salah satu karakteristik yang bertanggung jawab
terhadap keefektifan sediaan dalam memberikan efek farmakologis. Semakin
lama daya lekat suatu sediaan pada tempat aplikasi maka efek farmakologis
yang dihasilkan semakin besar.
6. Konsistensi
Uji konsistensi dilakukan untuk mengetahui stabilitas sediaan gel yang
dibuat dengan cara mengamati perubahan konsistensi sediaan setelah
disentrifugasi. Uji konsistensi biasanya dilakukan dengan cara mekanik
menggunakan sentrifugator dengan cara disentrifugasi pada kecepatan 3800
rpm selama 5 jam. Perubahan fisik yang diamati adalah terjadinya pemisahan
antara bahan pembentuk gel dan pembawanya yaitu air dan pengujian
dilakukan pada awal evaluasi (Djajadisastra, 2009).
E. Simplex Lattice Design
Penggunaan desain penelitian merupakan salah satu cara yang efisien
mendapatkan hasil yang valid dan kesimpulan yang objektif. Penentuan desain
penelitian dimulai dari penentuan tujuan penelitian dan pemilihan faktor
penelitian. Pemilihan desain penelitian yang baik akan memberikan informasi
yang cukup sehingga dapat menjelskan hasil penelitian yang baik dan dapat
mempelajari efek dari faktor yang berbeda sesuai kondisi dan interaksi repon yang
diamati dalam penelitian (Ladani dkk, 2010).
Beberapa keuntungan penggunaan desain penelitian antara lain data yang
diperoleh dapat dianalisis secara optimal sehingga faktor, respon dan interkasi
dapat teramati secara lebih efektif; respon yang diinginkan masih dapat
diprediksikan pada keterbatasan interaksi; kesimpulan yang diambil dapat
diterapkan pada rentang kondisi yang luas sesuai dengan level faktor (Ladani dkk,
2010).
Simplex lattice design merupakan suatu desain penelitian bagian dari
mixture design yang digunakan untuk menentukan proporsi relatif komponen dalam suatu formula sehingga dapat dihasilkan komposisi terbaik dari campuran
tersebut. Faktor yang ada merupakan komponen berbeda dalam suatu campuran.
Faktor yang ada merupakan komponen berbeda dalam suatu campuran. Total
komponen harus berjumlah 100% sehingga apabila salah satu komponen
ditingkatkan maka komponen lain akan diturunkan (Lewis, 1999).
Dasar penerapan Simplex Lattice Design adalah penelitian dasar terdiri dari berbagai kelarutan zat pada pelarut A saja (100% - 1 bagian), pada pelarut B
(masing-masing 0,5 bagian). Dalam pendekatan yang sederhana akan dihasilkan
persamaan sebagai berikut :
Y = a (A) + b (B) + ab (A)(B) (2)
Dengan keterangan sebagai berikut :
Y = respon (hasil penelitian) (A) = kadar proporsi komponen A (B) = kadar proporsi komponen B
a, b, ab = koefisien yang dihitung dari pengamatan penelitian
Formula yang dibutuhkan untuk mendapatkan persamaan tersebut
sebanyak tiga formula, ketiga formula tersebut adalah I menggunakan 100%
pelarut A, II menggunakan 100% pelarut B, dan III menggunakan 50% pelarut A
dan 50% pelarut B. Contoh penerapan Simplex Lattice Design adalah sebagai berikut, misalnya :
Percobaan 1 = percobaan yang menggunakan pelarut 100% A, dari hasil
percobaan dapat melarutkan zat 10 mg/ml.
Percobaan 2 = percobaan yang menggunakan pelarut 100% B, dari hasil
percobaan dapat melarutkan zat 15 mg/ml.
Percobaan 3 = percobaan yang menggunakan pelarut campuran 50% A dan 50%
B, dari hasil percoban dapat melarutkan zat 20 mg/ml.
Contoh dari hasil percobaan tersebut diperoleh persamaan Y = 10(A) + 15(B) +
30 (A)(B), dari hasil persamaan tersebut dapat diperkirakan komposisi pelarut
yang dapat menghasilkan kadar tertinggi, sehingga dapat digambarkan profil
antara campuran biner pelarut terhadap jumlah zat yang terlarut. Dari profil
beberapa bagian pelarut B yang dapat menghasilkan jumlah zat yang terlarut
secara optimum. Hasil teoritis ini perlu dicek dengan percobaan (Bolton, 1991).
F. Landasan Teori
Ekstrak pegagan terbukti dapat meningkatkan sintesis pembentukan
kolagen serta memperbaiki mikrosirkulasi. Kandungan aktif yang terdapat dalam
ekstrak pegagan adalah triterpenoid saponin. Triterpenoid saponin terdiri dari
asiatikosida dan madekosida yang memiliki peranan penting dalam merangsang
sintesis kolagen dan memperbaiki kerusakan sel (Kumar dan Gupta, 2006).
Ekstrak pegagan diformulasikan menjadi sediaan gel agar mudah
digunakan dan acceptable. Sediaan gel mempunyai keuntungan memiliki daya absorsi dan penetrasi yang baik, penampilannya yang menarik, warnanya yang
transparan, dan menimbulkan sensasi dingin ketika diaplikasikan pada kulit
sehingga cocok digunakan sebagai anti selulit.
Komponen penting yang mempengaruhi sifat fisik dan stabilitas sediaan
gel adalah gelling agent dan humektan (Rowe dkk, 2009). Peningkatan jumlah
gelling agent dalam suatu formula gel akan meningkatkan kekuatan dari jaringan struktur gel sehingga terjadi kenaikan viskositas sehingga apabila penggunaan
gelling agent terlalu besar akan menyebabkan gel sulit diaplikasikan pada kulit.
Gelling agent akan bergabung, saling menjerat, dan membentuk struktur jaringan koloidal tiga dimensi sesaat saat didispersikan dengan pelarut yang sesuai.
Jaringan koloid ini akan menjebak zat aktif dan membatasi aliran cair dengan
sediaan dan sangat berpengaruh terhadap viskositas gel. Humektan berfungsi untuk mencegah hilangnya kandungan air dalam sediaan yang membuat sediaan
menjadi kering.
Karbopol 940 pada penggunaan semakin tinggi konsentrasi yang
digunakan dapat menaikkan viskositas karena polimer yang terbentuk semakin
kaku dan rigid. Propilen glikol yang digunakan dapat membuat sediaan menjadi
lebih encer karena bentuk propilen glikol yang encer sehingga membuat sediaan
menjadi lebih encer apabila digunakan dalam konsentrasi besar dan hal ini dapat
mempengaruhi sifat fisik sediaan (Zat dan Kushla, 1996). Peningkatan nilai
viskositas akan menurunkan daya sebar, karena semakin besar tahanan sediaan
untuk mengalir maka kekuatan untuk penyebaran dari sediaan semakin kecil
(Garg dkk, 2002).
Penentuan penggunaan konsentrasi karbopol 940 dan propilen glikol
yang digunakan berdasarkan studi literatur dan hasil orientasi. Menurut Rowe
dkk., (2009) konsentrasi karbopol 940 sebagai gelling agent adalah 0,5-2% dan konsentrasi propilen glikol sebagai humektan adalah 15%. Pada hasil orientasi yang telah dilakukan, formula dengan karbopol 940 sebanyak 0,75 gram dan
propilen glikol sebanyak 15,25 memiliki nilai viskositas dan daya sebar
mendekati nilai viskositas dan daya sebar produk yang digunakan sebagai acuan
dalam penelitian ini. Produk acuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
G. Hipotesis
Semakin meningkat konsentrasi karbopol 940 yang digunakan dalam
sediaan gel viskositas sediaan gel semakin meningkat dan menyebabkan daya
sebar menurun. Semakin tinggi propilen glikol yang digunakan maka
meningkatkan daya sebar. Formula optimum dengan kombinasi karbopol
sebanyak 0,75 gram dan propilen glikol sebanyak 15,25 gram dapat menghasilkan
27
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian tentang formulasi dan evaluasi sifat fisik dan stabilitas sediaan
gel ekstrak pegagan (Centella asiatica (L). Urban) dengan gelling agent karbopol 940 dan humektan propilen glikol merupakan jenis penelitian eksperimental murni menggunakan rancangan percobaan simplex lattice design.
B. Variabel
a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi karbopol 940 dan
propilen glikol.
b. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik dari sediaan gel
meliputi organoleptis, pH, viskositas, dan daya sebar.
c. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah lama pencampuran,
kecepatan pencampuran, suhu inkubator dan kulkas.
d. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu dan
kelembaban saat pembuatan sediaan.
C. Definisi Operasional
b. Ekstrak pegagan adalah ekstrak yang berasal dari tanaman herba pegagan
dengan kandungan asiatikosida > 0,90% (Dirjen POM, 2008).
c. Gelling agent adalah bahan yang digunakan untuk membentuk massa gel. Dalam penelitian ini gelling agent yang digunakan adalah karbopol 940
d. Konsentrasi karbopol 940 adalah jumlah karbopol 940 yang digunakan dalam
setiap formula yang dinyatakan dalam satuan %b/b. Konsentrasi karbopol 940
divariasikan dalam penelitian.
e. Humektan adalah bahan yang digunakan untuk mencegah kehilangan air pada sediaan. Humektan yang digunakan dalam penelitian ini adalah propilen glikol.
f. Konsentrasi propilen glikol adalah jumlah propilen glikol yang digunakan
dalam formula dinyatakan dengan satuan %b/b. Konsentrasi propilen glikol
divariasikan dalam penelitian.
g. Sifat fisik adalah parameter yang akan diamati untuk mengamati sifat fisik
(organoleptis, pH, viskositas dan daya sebar)
h. Organoleptis adalah parameter yang dievaluasi secara visual. Dalam penelitian
ini meliputi warna, bau dan bentuk.
i. pH adalah log negatif dari ion hidrogen dalam larutan. Sediaan gel topikal yang
dihasilkan harus sesuai dengan pH fisiologis kulit yaitu 4,5-6,5.
j. Viskositas adalah tahanan suatu sediaan untuk dapat mengalir. Nilai viskositas
diukur dengan Rheosys Merlin II. Satuan viskositas adalah Pa.s.
k. Daya sebar adalah kemampuan gel untuk menyebar setelah diaplikasikan di
l. Stabilitas gel adalah kemampuan sediaan gel untuk tetap ada dalam kriteria
yang telah ditetapkan selama penggunaan dan penyimpanan untuk menjamin
kualitas dari sediaan. Parameter stabilitas gel diukur dengan perubahan
viskositas setelah penyimpanan cycling test selama 6 siklus < 15 %.
m.Respon adalah besaran yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Respon dalam
penelitian ini adalah hasil uji sifat fisik (viskositas dan daya sebar) dan
stabilitas sediaan gel.
n. Area optimum adalah area dari komposisi karbopol dan propilen glikol yang
memberikan daya sebar 6,25-12,25 cm2 dan viskositas 1,5–3,5 Pa.s pada 200
rpm.
o. Simplex Lattice Design merupakan suatu desain penelitian yang digunakan untuk mengevaluasi efek suatu faktor dan interaksi dalam waktu yang
bersamaan.
D. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah ekstrak pegagan,
karbopol 940 (kualitas farmasetis), propilen glikol (kualitas farmasetis),
triethanolamin (kualitas farmasetis), metil paraben (kualitas farmasetis), dan aquadest
(kualitas farmasetis).
E. Alat
Alat penelitian yang digunakan adalah timbangan analitik (Ohaus), mixer
(Miyako HM-330 190 W 200 V), lemari es (Samsung), inkubator, alat-alat gelas
alat uji viskositas Rheosys Merlin II (USA), software Design Expert 9.0.4 trial dan
software R 3.2.3.
F. Tata Cara Penelitian
1. Perolehan dan pengolahan herba pegagan
Tanaman pegagan diperoleh dari CV. Merapi Farma Herba. Tanaman
pegagan yang dikehendaki adalah herba yang segar. Pembuatan Ekstrak
pegagan dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
2. Determinasi tanaman
Determinasi tanaman dilakukan untuk membuktikan kebenaran tanaman
pegagan yang digunakan. Determinasi tanaman dilakukan oleh bagian
Laboratorium Biologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.
3. Pembuatan ekstrak pegagan
Tanaman pegagan yang diperoleh dari CV. Merapi Farma Herba
sebanyak 1 kg dicuci dengan air bersih dan dikeringkan. Tanaman yang telah
setengah kering dipotong kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 400
C sampai kering (48 jam). Simplisia yang telah kering kemudian digiling untuk
menjadi simplisia serbuk. Simplisia serbuk direndam dalam 1 L pelarut etanol
96% dan didiamkan selama 48 jam. Ekstrak cair disaring menggunakan corong
cara diuapkan menggunakan rotary evaporator dengan tekanan 175 mBar sampai pelarut menguap seluruhnya sehingga diperoleh ekstrak kental.
4. Pengujian kadar ekstrak pegagan
Ekstrak yang telah dibuat selanjutnya dilakukan karakterisasi.
Karakterisasi dilakukkan di LPPT Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Pengujian yang dilakukan meliputi organoleptis, kadar abu, kadar air dan kadar
asiatikosida. Kadar air dan kadar abu diuji dengan metode gravimetri. Kadar
asiatikosida diuji dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis Densitometri.
a. Uji kadar air dan kadar abu
Penetapan kadar air dan kadar abu menggunakan gravimetri. Cawan
kosong ditimbang (A). Sampel ditimbang seberat 0,75 g (B) kemudian
dimasukkan ke dalam cawan. Cawan dipanaskan dalam oven suhu 1050 C
selama tiga hari hingga berat konstan. Cawan porselen dimasukkan ke dalam
eskikator, kemudian ditimbang (C). Cawan porselen ditutup lalu dimasukkan
ke dalam furnace suhu 6000 C selama 8 jam hingga menjadi abu sampai beratnya konstan. Cawan dimasukkan ke dalam eksikator ditimbang (D).
Kadar air dihitung dengan perhitungan : + − � %
Kadar abu dihitung dengan perhitungan : − � %
b. Uji asiatikosida
Analisis kualitatif ekstrak kental herba pegagan dilakukan dengan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan fase diam silika gel 60 F254 dan fase
gerak kloroform:asam asetat glasial:metanol:air (60:32:12:8) serta deteksi
asiatikosida 0,0135 g/10 mL diencerkan 4x dengan mengukur luas area di
bawah area under kurva (AUC) secara densitometri pada panjang gelombang
360 nm.
Sampel ditimbang seberat 0,05 g dengan seksama, kemudiaan diekstraksi
dengan 2 mL etanol. Hasil ekstraksi divortex selama dua menit dan disentrifugasi selama 3 menit, diambil fase metanolnya. Fase metanol
dimasukkan ke dalam labu takar 5 mL add metanol hingga tanda batas. Sebanyak 50 µL sampel ditotolkan pada fase diam, demikian pula standar
asiatikosida dan dimasukkan ke dalam chamber berisi fase geral. Dielusi hingga tanda batas, lalu disemprot dengan pereksi. Rf sampel dan standar
dibandingkan. Untuk penetapan kadar diukur AUC pada panjang gelombang
360 nm.
5. Pembuatan gel ekstrak pegagan
a. Desain Formula
Formula yang digunakan mengacu pada Allen, Popovich, dan
Ansel, (2011) yaitu clean aqueous gel dengan dimetikon. Tabel I menunjukkan formula acuan yang digunakan dalam formulasi gel ekstrak
pegagan
Tabel I. Formula Acuan (Allen, Popovich, dan Ansel, 2011)
Pada penelitian dilakukan modifikasi formula dengan
menggunakan jenis humektan hanya satu yaitu propilen glikol, dan
menghilangkan dimetikon copoliol dalam formula serta menambahkan
pengawet metil paraben dalam sediaan yang ditunjukkan pada tabel II.
Tabel II. Formula gel ekstrak pegagan
Bahan
Cara pembuatan gel karbopol 940 adalah dengan menaburkan
karbopol 940 dengan jumlah sesuai dengan masing-masing formula pada
akuades 80 g dari formula dalam Beker glass didiamkan selama 24 jam (campuran 1). Metil paraben sebanyak 0,1 g dilarutkan ke dalam propilen
glikol selanjutnya ekstrak pegagan sejumlah 1 g dilarutkan didalam
campuran propilen glikol dengan metil paraben (campuran 2). Campuran 1
dimixing dengan mixer kecepatan 250 rpm selama 1 menit kemudian ditambahkan TEA pada campuran 1 sebanyak 2 g hingga mencapai pH 5-7
kemudian dicampur dengan mixer selama 3 menit. pH sediaan gel dicek
menggunakan kertas indikator pH dengan cara sediaan diambil sedikit
dengan sendok kemudian dicek dengan mencelupkan pH indikator dalam
pH dari sediaan. Campuran 2 dimasukkan kemudian dicampur homogen
dengan mixer dengan skala 1 selama 5 menit. Sediaan kemudian
dimasukkan ke dalam wadah.
4.Uji sifat fisik sediaan gel ekstrak pegagan
c. Uji organoleptis dan pH
Uji organoleptis dilakukan adalah pengujian bentuk, warna dan
bau secara visual. Formula I,II,III,IV, dan V diukur nilai pH dengan
menggunakan kertas indikator pH. Pengujiaan dilakukan setelah 48 jam
dari pembuataan.
d. Uji Viskositas
Alat yang digunakan untuk uji viskositas adalah Rheosys
viskometer. Sampel diletakkan diatas plate untuk selanjutnya diuji viskositas sediaan gel. Data viskositas dibaca pada rpm 200 dengan
diulangi sebanyak 3 kali untuk tiap formula dengan prosedur yang sama
dan dilakukan pada 48 jam setelah formulasi.
5. Uji Stabilitas Freeze Thaw Cycle
Pengujian stabilitas dilakukan dengan metode cycling test (freeze-thaw
test). Masing-masing formula disimpan pada suhu 40 ± 20 C selama 24 jam lalu
disimpan pada 250 ± 20 C untuk 24 jam berikutnya (1 siklus). Pengujian dilakukan
selama 6 siklus dan setiap akhir siklus dilakukan pengamatan pH, daya sebar, dan
viskositas dengan cara pengujian yang sama pada uji sifat fisik (Thanasukarn,
Pengsawatmanit dan McClements, 2004). Gel yang stabil memiliki perubahan
viskositas dan daya sebar yang berbeda tidak bermakna (p-value > 0,05).
G. Analisis Data
Data sifat fisik dan stabilitas sediaan yang diperoleh dalam penelitian ini
adalah data uji pH, viskositas, dan stabilitas fisik. Pengaruh faktor terhadap respon
diintepretasikan dari analisis menggunakan Design Expert 9.0.4® trial dan
software R 2.3.2 yaitu dengan analisis statistika ANOVA dengan taraf kepercayaan 95%. Apabila nilai p < 0,05, maka faktor dianggap signifikan mempengaruhi
36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Ekstrak Pegagan
Gambar 7. Ekstrak Pegagan
Tujuan dari karakterisasi adalah untuk melihat sifat ekstrak pegagan yang
digunakan. Karakterisasi yang dilakukan meliputi uji organoleptis (bentuk, warna
dan bau), kadar air, kadar abu dan kadar asiatikosida. Hasil karakterisasi ekstrak
pegagan tercantum pada tabel III.
Tabel III. Karakterisasi ekstrak pegagan
Parameter Hasil pengamatan Farmakope Herbal Indonesia (Dirjen POM,
2008)
Bentuk Kental Kental
Warna Hijau kehitaman Coklat tua
Bau Khas Khas
Kadar air (%) 14,70 < 10,00
Kadar abu (%) 11,40 < 16,60
Kadar asiatikosida (%) 0,14 > 0,90
Berdasarkan tabel III, ekstrak pegagan yang dihasilkan memiliki bentuk
kental dan bau yang khas dari pegagan sudah sesuai dengan kriteria ekstrak
pegagan yang tercantum dalam Farmakope Herbal Indonesia. Pada warna ekstrak
Indonesia. Ekstrak pegagan yang dihasilkan berwarna hijau kehitaman sedangkan
pada Farmakope Herbal Indonesia berwarna coklat tua. Perbedaan warna ekstrak
disebabkan karena kandungan klorofil yang terdapat dalam herba pegagan. Pada
metode ekstraksi tidak dilakukan proses penghilangan klorofil sehingga warna
hijau kehitaman dari ekstrak pegagan diperoleh dari warna hijau klorofil.
Kadar abu pada dari ekstrak pegagan yang dihasilkan sebesar 11,40%,
kadar ini sudah sesuai dengan persyaratan kadar abu pada Farmakope Herbal
Indonesia yang tidak lebih dari 16,60%. Ekstrak pegagan yang dihasilkan
melebihi batas kadar air persyaratan yang tercantum dalam Farmakope Herbal
Indonesia yaitu <10,00%. Kadar air pada ekstrak yang dihasilkan yaitu sebesar
14,70%. Pada hasil uji kadar asiatikosida ekstrak pegagan yang digunakan dalam
penelitian diperoleh hasil bahwa kadar asiatikosida dibawah persyaratan yang
tercantum Farmakope Herbal Indonesia, kadar asiatikosida ekstrak pegagan
sebesar 0,14% sedangkan pada Farmakope Herbal Indonesia lebih dari 0,90%.
Perbedaan kadar air disebabkan karena proses pengeringan herba
pegagan yang dilakukan belum dapat mengeringkan seluruh herba sehingga kadar
air melebihi batas. Perbedaan kadar asiatikosida disebabkan perbedaan cara
ekstraksi yang tidak sesuai dengan standar FHI. Ekstraksi dilakukan dengan
maserasi menggunakan etanol 70 % selama 6 jam sambil diaduk dan didiamkan
selama 18 jam, kemudian difiltrasi dan diuapkan pelarutnya menggunakan rotary vacuum evaporator (Dirjen POM, 2008).
Hal lain yang berpengaruh terhadap perbedaan kadar asiatikosida adalah
pegagan kandungan asiatikosida pada umur 4,5 dan 6 minggu setelah tanam tidak
sama dan relatif lebih tinggi pada 6 minggu setelah tanam. Perbedaan umur panen
menyebabkan perbedaan kandungan kimia pada herba pegagan (Noverita dan
Marline, 2013). Tempat tumbuh mempengaruhi kandungan kimia yang
terkandung pada herba pegagan. Salah satu faktor yang berpengaruh adalah tinggi
tempat dan jenis tanah. Ketinggian tempat optimum untuk tanaman pegagan
adalah 200 – 800 mdpl. Ketinggian tempat yang lebih dari 1000 mdpl
menyebabkan mutu dan kandungan kimia tanaman menjadi lebih rendah (Depkes
RI, 1977). Jenis tanah Latosol dengan kandungan tanah liat sedang membuat
tanaman tumbuh subur dan kandungan bahan aktif cukup baik (Depkes RI, 1977).
Pengolahan pasca panen tidak tepat menyebabkan penurunan mutu kualitas herba
pegagan.
Pada penelitian ini ekstrak pegagan tetap digunakan karena pada
penelitian yang dilakukan Redita (2013) pada penggunaan ekstrak pegagan 0,5%,
dengan metode ekstraksi yang sama yaitu maserasi dengan pelarut yang sama
yaitu etanol 96%, spesies tanaman yang sama yaitu Centella asiatica L. Urban dengan suku Apiaceae dan sumber tanaman yang sama yaitu dari CV. Merapi Herba Farma, sudah dapat memberikan efek menstimulasi sintesis kolagen.
B. Pengujian Sifat Fisik Gel Ekstrak Pegagan
Sifat fisik gel ekstrak pegagan yang dievaluasi adalah organoleptis, pH,
viskositas, dan daya sebar. Pengujian terhadap sifat fisik perlu dilakukan karena
sediaan berhubungan dengan penerimaan konsumen terhadap sediaan. Pengujian
dilakukan setelah 48 jam karena dianggap sudah tidak ada lagi pengaruh gaya atau
energi yang diberikan selama proses pembuatan sediaan yang dapat
mempengaruhi hasil respon dan struktur tiga dimensi dari polimer telah tersusun
dengan baik.
Tabel IV. Pengamatan sifat fisik sediaan gel ekstrak pegagan
FI FII FIII FIV FV
Bentuk Kental Kental Kental Kental Kental
Warna Hijau
Evaluasi terhadap organoleptis dan pH perlu dilakukan karena hal ini
terkait dengan penerimaan konsumen terhadap produk. Organoleptis terkait
dengan warna, bau dan bentuk yang dihasilkan dengan sediaan. Selain itu,
evaluasi juga dilakukan untuk mengamati terjadinya permisahan fase dan
perubahan warna.
Berdasarkan tabel IV, warna yang dihasilkan oleh sediaan gel ekstrak
pegagan setiap formula sama yaitu hijau kekuningan. Warna hijau kekuningan
diperoleh dari ekstrak pegagan yang dilarutkan dengan propilen glikol. Warna
kuning dihasilkan dari asiatikosida yang larut dalam propilen glikol dan warna
yang terkandung dalam herba tidak dihilangkan. Menurut The Department of Health Great Britain (2001) asiatikosida berwarna kuning sehingga ketika dilarutkan dengan propilen glikol yang jernih akan menyebabkan warna
propilen glikol berubah menjadi kuning. Sediaan gel ekstrak pegagan setiap
formula memiliki bau khas, yaitu pegagan. Hal ini disebabkan karena pada
sediaan gel tidak diberikan tambahan pewangi untuk menghilangkan bau
pegagan.
Hasil pengujian pH yang dilakukan menunjukkan bahwa setiap
formula sediaan gel ekstrak pegagan memiliki pH 6. pH berperan penting
dalam tolak menolak muatan yang berperan dalam pembentukan gel, viskositas
dan kekuatan gel (Swarbrick dan Boylan, 2007). Gel karbopol dapat terbentuk
dengan netralisasi pada pH antara 5-10 dengan menggunakan basa amina
seperti triethanolamin. Netralisasi meningkatkan rantai panjang karbopol
melalui tolak menolak muatan untuk membuat jaringan gel terjerap. Selain itu,
pH sediaan juga terkait dengan keamanan konsumen saat pengaplikasian.
Sediaan gel harus sesuai dengan pH fisiologis kulit agar tidak mengiritasi, pH
fisiologis kulit memiliki rentang 4,5-6,5 (Walters dan Robert, 2008).
b. Viskositas
Pengukuran viskositas perlu dilakukan karena dapat mempengaruhi
mudah tidaknya sediaan mengalir keluar dari wadah, mudah tidaknya zat aktif
keluar dari pembawa dan mudah tidaknya sediaan untuk diaplikasikan.
besar yang membuat suatu sediaan sukar untuk mengalir keluar dari wadah dan
sukar untuk diaplikasikan.
Menurut teori semakin meningkat konsentrasi gelling agent yang digunakan maka viskositas sediaan akan semakin meningkat. Hal ini
disebabkan oleh semakin banyaknya jaringan koloidal tiga dimensi yang
terbentuk sehingga gel semakin rigid dan kaku. Berdasarkan tabel IV, nilai
viskositas sediaan gel pada formula 1 hingga formula 5 terjadi peningkatan
kecuali pada formula 4. Hal ini disebabkan oleh random error yang terjadi dalam penelitian ini sehingga menyebabkan terjadi penurunan viskositas pada
formula 4.
Persamaan Simplex Lattice Design yang diperoleh dari respon viskositas memiliki p-value < 0,05 yang berarti bahwa hasil pemodelan signifikan terhadap respon viskositas. Persamaan yang diperoleh sebagai
berikut :
Y = 1,47A + 0,06B (2)
Y merupakan viskositas (Pa.s), A merupakan faktor karbopol 940, B faktor
Gambar 8. Contour plot viskositas
Berdasarkan gambar 8, kurva contour plot menghasilkan garis linier untuk respon viskositas yang berarti semakin meningkat konsentrasi karbopol
940 dan menurunnya konsentrasi propilen glikol menyebabkan nilai viskositas
semakin meningkat. Hal ini terjadi karena adanya netralisasi pada sediaan gel
dengan penambahan triethanolamin. Karbopol terdispersi dalam air
membentuk larutan koloid asam yang mempunyai viskositas rendah.
Penetralan gel menyebabkan gel semakin mengental karena adanya gaya tolak
menolak antar gugus yang terion yang menyebabkan ikatan hidrogen pada
gugus hidroksil merenggang sehingga terjadi peningkatan viskositas.
Viskositas hasil netralisasi gel karbopol tinggi pada pH 6-11 (Madan dan
Singh, 2010).
Karbopol 940 menghasilkan respon positif yang berarti karbopol 940
mempunyai pengaruh dapat meningkatkan viskositas sediaan. Karbopol 940