• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi humektan propilenglikol dan gelling agent carbopol 940 dalam sediaan gel penyembuh luka ekstrak daun petai Cina (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) : aplikasi desain faktorial.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi humektan propilenglikol dan gelling agent carbopol 940 dalam sediaan gel penyembuh luka ekstrak daun petai Cina (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) : aplikasi desain faktorial."

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

i

HALAMAN JUDUL

OPTIMASI HUMEKTAN PROPILENGLIKOL DAN GELLING AGENT

CARBOPOL 940 DALAM SEDIAAN GEL PENYEMBUH LUKA EKSTRAK DAUN PETAI CINA (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit.) :

APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh : Evy Fenny Veronica

NIM : 098114067

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vii PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk segala kelimpahan berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir penelitian yang berjudul “Optimasi Humektan Propilenglikol dan Gelling Agent Carbopol 940 dalam Sediaan Gel Penyembuh Luka Ekstrak Daun Petai Cina (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit.) : Aplikasi Desain Faktorial” ini dengan lancar dan tepat waktu. Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memeproleh gelar Sarjana Strata Satu pada Program Studi Farmasi (S.Farm).

Terselesaikannya tugas akhir ini tidak lepas dari peran, dukungan, bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt., selaku Dosen Pembimbing Skripsi atas segala dukungan, arahan, semangat dan masukan kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini.

3. Dr. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan waktu, masukan, kritik dan saran kepada penulis.

4. Yohanes Dwiatmaka, M.Si, selaku dosen penguji yang telah memberikan waktu, masukan, kritik dan saran kepada penulis.

(8)

viii

6. Pak Wagiran, Pak Musrifin, Pak Heru, Pak Parlan, Mas Sigit, serta laboran-laboran lain atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis.

7. Mitra kerja skripsi, Otniel Sanjaya dan Fransiskus Wisnu Kurniawan untuk setiap kerjasama, kesabaran, kebersamaan dan dukungan yang menemani perjuangan penulis dari awal penyusunan proposal, penelitian hingga penyusunan laporan akhir ini.

8. Rekan-rekan skripsi lantai 1 (Hendri, Melisa, Lani, Anta, Jenny, Lisu, Selvi) dan lantai 3 (Ela, Prita, Eny, Yani, Ningsih, Herta, Carli, Catur) untuk kebersamaan, bantuan, masukan serta keceriaan selama di laboratorium.

9. Yenny, Dina, Erni, Ecik, untuk pertemanan yang spesial, wejangan, semangat serta perhatian di saat suka dan duka penulis.

10.Teman-teman Palmers dan ex-Palmers, Intan, Monic, Mba Eta, Mba Ines, Mba Vica, Mba Lina, Mba Aprin, Sisil, Tika, Tyas, Queen, Oni dan teman-teman kos lain, untuk keceriaan, kebersamaan dan kepedulian yang diberikan kepada penulis.

11.Teman-teman OMK St.Aloysius Gonzaga Boyolali, khususnya 50-an orang yang berjuang bersama-sama penulis dalam kepanitiaan Jarkom 35, untuk setiap pengalaman, keseruan, keceriaan, doa dan harapan yang ikut mewarnai hidup penulis.

(9)

ix

13.Teman-teman nongkrong, makan dan travelling, Vanny, Tina, Riza, Adel, Julio, Singgih, Jimmy, Reza, Itin, Shinta, Nio, Jo, Saka, Putra, Agnes, David, Surya untuk momen-momen berharga dalam hidup penulis.

14.Teman-teman Farmasi 2009, khususnya kelas FSM B, FST A serta 39 orang saat makrab di Kopeng untuk kebersamaan yang luar biasa dalam masa perkuliahan penulis.

15.Segenap pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu untuk setiap dukungan dan bantuan kepada penulis.

“Tak ada gading yang tak retak, bukanlah gading namanya jika tak retak”,

demikian juga penulis menyadari atas ketidaksempurnaan dalam penyusunan karya ini. Oleh jkarena itu, penulis membuka pintu lebar-lebar untuk segala kritik dan saran yang berguna untuk kebaikan di kemudian hari. Penulis berharap semoga karya ini dapat berguna bagi siapa saja yang membutuhkan.

Yogyakarta, Mei 2013

(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

INTISARI ... xviii

ABSTRACT ... xix

BAB I. PENGANTAR ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Permasalahan ... 4

C.Keaslian Penelitian ... 4

D.Manfaat Penelitian... 5

(11)

xi

2. Manfaat praktis ... 6

E. Tujuan Penelitian... 7

1. Tujuan umum... 7

2. Tujuan khusus ... 7

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 8

A.Luka ... 8

B.Tanaman Petai Cina ... 10

C.Maserasi ... 12

D.Gel ... 12

E.Gelling Agent... 13

F. Humektan ... 14

G.Desain Faktorial ... 15

H.Landasan Teori ... 17

I. Hipotesis ... 20

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 21

A.Jenis dan Rancangan Penelitian ... 21

B.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 21

1. Variabel penelitian... 21

2. Definisi operasional ... 22

C.Bahan Penelitian ... 24

(12)

xii

E. Tata Cara Penelitian ... 24

1. Pembuatan ekstrak daun petai cina... 24

2. Optimasi formula gel ... 25

3. Uji sifat fisik dan stabilitas fisik gel ... 27

4. Uji sterilitas gel ekstrak daun petai cina ... 28

5. Uji aktivitas wound healing ... 28

F. Optimasi dan Analisis Data ... 29

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

A.Pembuatan Ekstrak Daun Petai Cina ... 31

1. Pengumpulan bahan dan pembuatan serbuk simplisia ... 31

2. Pembuatan ekstrak cair daun petai cina ... 32

B.Pembuatan Gel ... 33

C.Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Gel ... 40

1. Uji organoleptis dan pH... 40

2. Uji daya sebar ... 41

3. Uji viskositas ... 42

D.Efek Penambahan Carbopol 940 dan Propilenglikol serta Interaksinya dalam Menentukan Sifat Fisik Gel Obat Luka Ekstrak Daun Petai Cina (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit.)...44

1. Uji Normalitas Data ... 44

2. Uji Kesamaan Varians ... 45

(13)

xiii

4. Respon Daya Sebar... 48

E. Stabilitas Gel Ekstrak Daun Petai Cina ... 49

F. Uji sterilitas gel ekstrak daun petai cina... 51

G.Uji aktivitas wound healing... 51

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

A.KESIMPULAN ... 56

B.SARAN ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Rancangan Desain Faktorial dengan Dua Faktor dan Dua Level ... 16 Tabel II. Formula Polyherbal Gel for Wound Healing ... 25 Tabel III. Formula gel hasil modifikasi... 26 Tabel IV. Level rendah dan level tinggi propilenglikol dan Carbopol 940 pada

formula gel penyembuh luka ekstrak daun petai cina ... 26 Tabel V. Data uji organoleptis dan pH Gel Obat Luka Ekstrak Daun Petai Cina 40 Tabel VI. Level rendah dan level tinggi Carbopol 940 dan Propilenglikol ... 41

Tabel VII. Daya sebar ( ) Gel Obat Luka Ekstrak Daun Petai Cina setelah 48 jam penyimpanan ... 42

Tabel VIII. Viskositas ( ) Gel Obat Luka Ekstrak Daun Petai Cina setelah 48 jam penyimpanan ... 42

Tabel IX. % Pergeseran Viskositas ( ) Gel Obat Luka Ekstrak Daun Petai Cina ... 43 Tabel X. Uji normalitas data viskositas dan daya sebar... 45 Tabel XI. Uji kesamaan varians viskositas dan daya sebar ... 45 Tabel XII. Efek carbopol 940 dan propilenglikol serta interaksinya dalam

menentukan respon viskositas ... 46 Tabel XIII. Efek carbopol 940 dan propilenglikol serta interaksinya dalam

(15)

xv

Tabel XV. Uji sterilitas gel ekstrak daun petai cina... 51

Tabel XVI. Persentase Penutupan Luka Masing-masing Formula ...48

Tabel XVII. Uji normalitas aktivitas wound healing ... 53

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.Struktur kimia carbopol ... ... 14 Gambar 2. Struktur kimia propilenglikol ... 15 Gambar 3. Grafik Orientasi Pengaruh Konsentrasi Carbopol 940 terhadap

Viskositas Gel...31 Gambar 4. Grafik Orientasi Pengaruh Konsentrasi Carbopol 940 terhadap Daya

Sebar Gel ... 32 Gambar 5. Grafik Orientasi Pengaruh Konsentrasi Propilenglikol terhadap

Viskositas Gel ... 38 Gambar 6. Grafik Orientasi Pengaruh Konsentrasi Propilenglikol terhadap Daya

Sebar Gel ... 38 Gambar 7. Grafik Viskositas Gel Tiap Minggu ... 43 Gambar 8. Grafik hubungan carbopol 940 terhadap respon viskositas setelah 48

jam ... 47 Gambar 9. Grafik hubungan propilenglikol terhadap respon viskositas setelah 48

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Ekstrak cair daun petai cina ... 61

Lampiran 2. Data hasil orientasi carbopol dan propilenglikol ... 61

Lampiran 3. Data orientasi dosis ... 64

Lampiran 4. Hasil Analisis Menggunakan R-12.4.1 ... 65

Lampiran 5. Uji Statistik Aktivitas Wound Healing...71

Lampiran 6. Lembar Determinasi Tanaman Petai Cina ... 73

Lampiran 7. Dokumentasi ... 74

(18)

xviii INTISARI

Penyembuhan luka (Wound healing) merupakan proses yang penting yang melibatkan perbaikan dan regenerasi jaringan yang terluka. Daun petai cina (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit.) secara tradisional digunakan untuk mengobati luka. Pada penelitian ini digunakan ekstrak daun petai cina sebagai bahan aktif dalam pembuatan sediaan gel wound healing. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek yang dominan dari carbopol 940, propilenglikol, dan interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel wound healing ekstrak daun petai cina. Selain itu juga bertujuan untuk mendapatkan area komposisi optimum carbopol 940 dan propilenglikol pada formula gel wound healing ekstrak daun petai cina serta mengetahui efek farmakologis sediaan dalam menyembuhkan luka.

Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni yang bersifat eksploratif menggunakan desain faktorial dengan 2 faktor dan 2 level. Carbopol 940 dan propilenglikol digunakan sebagai faktor, masing-masing dalam level rendah dan level tinggi. Optimasi dilakukan terhadap parameter sifat fisik dan stabilitas gel yang meliputi daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas setelah gel disimpan selama 1 bulan. Analisis data menggunakan R-12.4.1 untuk mengetahui signifikansi (p<0.05) dari setiap faktor dan interaksinya dalam memberikan efek.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa carbopol 940, propilenglikol dan interaksi keduanya memberikan respon yang signifikan terhadap viskositas, nilai efek yang paling besar ditunjukkan oleh carbopol 940. Carbopol 940 memberikan efek yang signifikan terhadap respon daya sebar, sedangkan propilenglikol dan interaksi carbopol 940 dan propilenglikol tidak memberikan efek. Pada penelitian ini tidak didapatkan area optimum. Gel mempunyai aktivitas wound healing pada tikus jantan galur Wistar.

(19)

xix

ABSTRACT

Wound healing is an important process involves the recovery and regeneration of the broken tissue. Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit. leaf traditionally used for healing the wound. In this sudy, leucaena leaf extract used as the active ingredient in the wound healing gel formulation. The aim of this study is to determine the dominant effect of carbopol 940, propyleneglycol and the interaction between them in determining physical properties and the stability of leucaena leaf extract wound healing gel. Beside that, the other aims of this study are to get the optimum composition area of carbopol 940 and propyleneglycol in the formulation of leucaena leaf extract wound healing gel and to determine the gel pharmacology activity in healing the wound.

This study is a pure experimental design, the explorative one, with two factors and two levels of factorial design. Carbopol 940 and propyleneglycol are the factors, each of them in the low and high level. The optimation is applied to the physical properties parameters and the gel stability include spreadability, viscosity and viscosity shift after a month storage. The data analysis using R-12.4.1 to determine the significance (p<0.05) for each factor and its interaction in showing the effect.

The result showed that carbopol 940, propyleneglycol and their interaction show the significance responses toward the gel viscosity, the biggest effect shown by carbopol 940. Carbopol 940 showed the significance effect toward the gel spreadibility, whereas propyleneglycol and carbopol 940-propyleneglycol interaction showed no effect toward the gel spreadibility. The optimum area was not found. Gel has activity as wound healing in Wistar male rat.

(20)

1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Penyembuh luka atau Wound healing merupakan suatu proses biologi penting yang melibatkan perbaikan serta regenerasi jaringan dan melibatkan suatu rangkaian proses biokimiawi dan seluler yang menyebabkan pertumbuhan dan regenerasi jaringan yang terluka (C.O. Esimone, E.C. Ibezim dan K.F. Chah, 2005). Sediaan penyembuh luka yang berada di pasaran umumnya berupa larutan atau solutio. Sediaan solutio memiliki beberapa keterbatasan, sehingga perlu diformulasikan bentuk sediaan lain yang memiliki sifat-sifat yang lebih baik secara fisik maupun estetika. Salah satu bentuk sediaan yang dapat dibuat adalah gel. Gel memiliki konsistensi yang lembut, memberikan sensasi dingin pada pemakaian, kemampuan merekat yang lebih lama sehingga meningkatkan kenyamanan penggunaannya.

(21)

pada permukaan luka. Kelembaban lingkungan yang terjaga dapat mencegah dehidrasi jaringan dan kematian sel, mempercepat angiogenesis dan meningkatkan pecahnya fibrin dan jaringan mati (Mallefet danDweck, 2008).

Dalam penelitian ini dibuat sediaan gel penyembuh luka dengan zat aktif dari bahan alam karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan bahan sintetis maupun semi sintetis, di antaranya lebih aman, efek samping lebih kecil bahkan tidak ada, serta mudah didapat dengan harga murah (Pauli, 2013). Salah satu bahan alam yang dapat menyembuhkan luka adalah daun petai cina (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit.). Masyarakat telah mengenal cara pengobatan luka dengan daun petai cina sejak zaman dahulu, yakni dengan cara menumbuknya hingga halus atau mengunyahnya kemudian ditempelkan pada bagian yang terluka (Centeral Health, 2011). Aktivitas penyembuhan luka oleh daun petai cina disebabkan berbagai kandungan yang ada di dalamnya, seperti tanin, saponin, flavonoid dan alkaloid (Chew, et al, 2011). Pengobatan dengan cara tradisional memiliki beberapa kelemahan seperti tidak praktis, tidak steril, dosis tidak tepat sehingga menimbulkan rasa kurang nyaman pada pasien. Oleh karena itu, perlu adanya pembuatan daun petai cina dalam bentuk sediaan yang lebih efektif, aman dan nyaman dalam penggunaannya, sehingga dalam penelitian ini menggunakan ekstrak daun petai cina sebagai zat aktif dalam pembuatan sediaan gel untuk penyembuh luka.

(22)

sebagai gelling agent serta propilenglikol sebagai humektan dalam penelitian ini. Gelling agent yang digunakan dalam sediaan farmasi dan kosmetik harus memenuhi beberapa kriteria, seperti inert, aman dan tidak bereaksi dengan bahan lain (Zatz dan Kushla, 1996). Carbopol merupakan senyawa yang tidak toksik, tidak iritan serta tidak menimbulkan hipersensitivitas pada penggunaan topikal. Propilenglikol aman digunakan dalam sediaan farmasi karena dapat terabsorbsi pada kulit yang rusak, tidak iritan dan tidak toksik (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009).

Gelling agent dan humektan memiliki peranan yang penting dalam pembentukan bentuk fisik gel. Gelling agent dapat membentuk struktur tiga dimensi yang merupakan faktor yang penting dalam sistem gel. Peningkatan jumlah gelling agent dapat memperkuat jaringan struktur gel sehingga terjadi kenaikan viskositas (Zatz dan Kushla, 1996). Humektan berfungsi untuk mempertahankan kandungan lembab dalam sediaan gel serta memperbaiki konsistensinya. Humektan mampu memberikan pengaruh pada pelepasan zat aktif dari basis yang kemudian mempengaruhi efektivitas obat juga sifat fisikokimianya (Barry, 1983).

(23)

tinggi. Propilenglikol dan carbopol dipilih sebagai faktor yang dioptimasi karena kedua bahan ini memiliki peran penting dalam menentukan sifat fisik gel, yakni daya sebar serta viskositas yang nantinya berpengaruh juga dalam nilai kemanfaatan dan penerimaan sediaan oleh pasien. Metode ini mampu memberikan informasi tentang efek yang dominan antara propilenglikol, carbopol dan interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisis (daya sebar, viskositas) dan stabilitas (pergeseran viskositas) sediaan gel yang dibuat (Voigt, 1994). Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan sediaan gel penyembuh luka dari ekstrak daun petai cina yang memenuhi kriteria sifat fisik dan stabilitas gel yang diinginkan.

B. Permasalahan

a. Faktor apakah yang paling dominan antara propilenglikol, carbopol dan interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel penyembuh luka ekstrak daun petai cina?

b. Apakah dapat ditemukan area komposisi optimum propilenglikol dengan carbopol pada superimposed contour plot yang diprediksikan sebagai formula optimum gel penyembuh luka ekstrak daun petai cina?

c. Apakah sediaan gel obat luka ekstrak daun petai cina dapat berefek farmakologis untuk menyembuhkan luka?

C. Keaslian Penelitian

(24)

faktorial belum pernah dilakukan. Adapun penelitian yang terkait adalah penelitian yang dilakukan oleh Nurul Fauziyah (2008) : “Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Dan Petai Cina (Leucaena glauca, Benth) pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar”. Penelitian tersebut menguji efek antiinflamasi

ekstrak etanol daun petai cina pada tikus putih jantan galur Wistar yang diinduksi karagenin 1 %. Selain itu juga terdapat penelitian yang dilakukan oleh Erlandha Endry Perdhana (2011) : “Perbedaan Waktu Penyembuhan

Luka Insisi Pada Mencit Antara Perasan Daun Lamtoro (Leucaena

leucocephala) dan Betadin® (Povidon Iodine)”. Penelitian tersebut

membandingkan waktu penyembuhan luka insisi pada mencit antara perasan

daun lamtoro dan Betadin® (povidon iodine) dengan hasil bahwa tidak

terdapat perbedaan waktu penyembuhan luka insisi pada mencit dari kedua

obat yang diberikan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

(25)

2. Manfaat praktis

(26)

E. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan sediaan gel penyembuh luka dengan bahan aktif ekstrak daun petai cina yang memenuhi sifat fisik dan stabilitas tertentu.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui faktor yang paling dominan antara propilenglikol, carbopol 940 dan interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel penyembuh luka ekstrak daun petai cina.

b. Mengetahui apakah terdapat area komposisi optimum propilenglikol dengan carbopol 940 pada superimposed contour plot yang diprediksikan sebagai formula optimum gel penyembuh luka ekstrak daun petai cina. c. Mengetahui apakah sediaan gel obat luka ekstrak daun petai cina dapat

(27)

8 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Luka

Luka merupakan salah satu permasalahan kesehatan yang pernah dialami oleh sebagian besar orang. Luka didefinisikan sebagai kerusakan pada bagian tubuh yang disebabkan oleh faktor-faktor fisik yang menimbulkan gangguan kontinuitas struktur jaringan yang normal (Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998). Penyembuhan luka merupakan suatu proses kompleks dan dinamis yang merupakan reaksi tubuh terhadap berbagai cedera yang dialami sehingga menghasilkan pemulihan anatomi dan fungsinya (Black, Hawks, Keene, 2001).

Jenis-jenis luka, antara lain:

Necrotic wounds. Merupakan luka yang ditutupi oleh suatu lapisan berwarna hitam dari jaringan mati yang keras dan kering.

Sloughy wounds. Slough merupakan zat yang berwarna putih, kuning atau coklat muda yang terbentuk dari sel-sel mati di permukaan luka.

Granulating wounds. Luka ini ditandai dengan warna merah, adanya granul-granul dan lembab. Hal ini terjadi karena jaringan granul-granulasi, mengandung pembuluh darah, kolagen dan jaringan penghubung lain, yang berada di dasar luka.

(28)

Exuding wounds. Granulating wounds dan epithelializing wounds menghasilkan banyak cairan, yang biasanya berkurang sejalan sembuhnya luka.

Infected and malodorous wounds. Infeksi ditandai dengan warna merah, rasa panas, dan inflamasi pada jaringan (Winfield dan Richards, 2004).

Proses penyembuhan luka (wound healing process) merupakan serangkaian tahapan yang independen dan saling berkaitan. Pada tahapan-tahapan ini komponen-komponen seluler dan matriks akan bekerja untuk memulihkan integritas jaringan-jaringan yang rusak dan penggantian jaringan-jaringan yang hilang (Boateng, Matthews, Stevens danEccleston, 2008).

Tahapan-tahapan ini dapat diklasifikasikan dalam lima tahapan, yaitu:  Hemostasis : respon pertama ketika terjadi luka adalah pendarahan.

Pendarahan merupakan cara efektif untuk membersihkan bakteri yang berada di permukaan kulit. Kemudian pendarahan mengaktivasi tahapan hemostasis yang diinisiasi oleh faktor-faktor pembekuan darah, sehingga terbentuk permukaan yang keras di sekitar luka yang melindungi jaringan-jaringan di bawahnya.

(29)

 Migrasi : pada tahapan ini pemulihan luka dimulai. Sel-sel epitel dan fibroblas bergerak menuju area luka dan tumbuh dengan cepat di bawah lapisan (keropeng) yang keras untuk menggantikan jaringan-jaringan yang rusak.

 Proliferasi : tahapan ini memiliki tiga karakteristik. Pertama, jaringan granulasi terbentuk karena pertumbuhan pembuluh kapiler. Kedua, pembuluh limfa memasuki luka dan yang ketiga, sintesis kolagen mulai terjadi dan memperkuat jaringan yang terluka.

 Maturasi : pada tahapan ini, pembentukan keropeng akhir ditentukan oleh pembentukan jaringan penghubung seluler dan penguatan epitelium yang baru (Boateng, et al, 2008).

B. Tanaman Petai Cina

Petai cina memiliki nama lain lamtoro (Jawa). Klasifikiasi tanaman petai cina adalah seperti berikut :

Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Super divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub kelas : Rosidae

(30)

Genus : Leucaena

(31)

C. Maserasi

Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan bahan yang terkandung dengan pelarut cair yang sesuai. Secara umum ekstraksi dapat dilakukan secara infudasi, maserasi, perkolasi dan destilasi uap. Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari dengan bantuan penggojogan. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan terlarut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak ke luar. Peristiwa tersebut terjadi berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain (Depkes RI, 1986). Senyawa yang diinginkan dari ekstrak daun petai cina adalah tanin, saponin dan flavonoid. Flavonoid larut dalam sebagian besar pelarut organik, tidak larut dalam air. Tanin sangat larut dalam alkohol, aseton; praktis tidak larut dalam benzen, kloroform, eter, petroleum eter, karbondisulfida, karbontetraklorida (Stecher, Finkel, Siegmund, dan Szafranski, 1960). Kelarutan saponin dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter (Robbinson, 1995).

D. Gel

(32)

lebih tinggi dari gelling agent. Ketika gelling agent didispersikan pada pelarut yang sesuai, maka akan terbentuk matriks tiga dimensi (Osborne dan Amann, 1990).

Gel dapat diklasifikasikan menjadi hidrogel dan organogel. Hidrogel meliputi komponen koloid yang larut dalam air dan juga organik hidrogel seperti gum alam dan sintetis dan juga hidrogel anorganik. Organogel meliputi hidrokarbon, lemak hewan atau nabati, dan organogel hidrofilik (Allen, 1999). Hidrogel dapat digunakan untuk sediaan penyembuh luka karena memenuhi beberapa kriteria, antara lain: 1) membantu rehidrasi jaringan yang mati, 2) sesuai untuk membersihkan luka, 3) tidak iritan, 4) menyediakan lingkungan yang lembab untuk penyembuhan luka, 5) tidak lengket, dan 6) dapat mendinginkan permukaan luka (Fonder, et al, 2008).

E. Gelling Agent

(33)

Gambar 1.Struktur kimia carbopol (Sahoo, et al, 2011)

Carbomer (Carbopol) adalah polimer sintetik dari asam akrilat yang mempunyai ikatan silang dengan alil sukrosa atau sebuah alil eter dari pentaerythritol. Carbomer mengandung asam karboksilat antara 56%hingga 68% pada keadaan kering. Berat molekulnya secara teoritis diperkirakan sekitar 7 x 105 hingga 4 x 109. Carbomer merupakan serbuk putih, asam, higroskopis, dengan sedikit bau yang khas. Carbomer dapat berfungsi sebagai gelling agent pada konsentrasi 0,5 - 2%. Carbomer dapat mengembang di air dan gliserin, dan setelah netralisasi di etanol 95%, membentuk struktur mikrogel tiga dimensional (Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009).

F. Humektan

(34)

konsentrasi sekitar 15% dari formula, propilenglikol berfungsi sebagai humektan. Dapat bercampur dengan aseton, kloroform, etanol (95%), gliserin, dan air, kelarutannya adalah 1 bagian dalam 6 bagian eter. Tidak bercampur dengan minyak mineral, tetapi dapat terlarut dalam beberapa minyak esensial. Secara kimia stabil ketika dicampur dengan etanol (95%), gliserin, atau air, dan larutannya dapat disterilisasi dengan autoklaf (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009).

Gambar 2. Struktur Kimia Propilenglikol (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009)

G. Desain Faktorial

Desain faktorial merupakan aplikasi dari sistem regresi yang membandingkan antara variabel respon dengan variabel bebas. Dalam desain faktorial dapat dilihat hubungan antara respon variabel dengan dua atau lebih variabel bebas yang digunakan untuk menentukan efek dari beberapa faktor dan interaksinya yang berpengaruh secara signifikan. Pada desain faktorial harus diketahui dan didapatkan faktor dan level faktor yang akan diteliti, serta respon yang akan diukur (Kurniawan dan Sulaiman, 2009).

(35)

ditingkatkan. Keuntungan secara ekonomi dapat didapat dengan menggunakan metode ini dalam suatu observasi atau penelitian, karena subjek uji yang dibutuhkan dapat dikurangi ketika dua subjek uji menimbulkan interaksi yang sama pada observasi yang berbeda (Muth, 1999).

Ada beberapa istilah dalam desain faktorial yang harus dipahami :

1. Faktor adalah variabel yang telah ditetapkan pada suatu penelitian yang dapat bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Faktor ini harus bisa dinyatakan dalam suatu harga atau nilai.

2. Level adalah harga yang ditetapkan untuk faktor.

3. Respon adalah hasil yang terukur yang didapat dari suatu penelitian dan harus dapat dikuantifikasi. Bervariasinya level pada suatu penelitian dapat menyebabkan perubahan respon.

4. Interaksi adalah akibat dari penambahan efek-efek faktor yang dapat bersifat sinergis ataupun antagonis. Bersifat sinergis berarti interaksi memiliki efek yang menambah besar efek faktor, sedangkan antagonis berarti interaksi memiliki efek yang mengurangi efek faktor (Kurniawan dan Sulaiman, 2009). Tabel I. Rancangan Desain Faktorial dengan Dua Faktor dan Dua Level

Formula Faktor A Faktor B Interaksi

1 - - +

Faktor A dan B = faktor A (carbopol 940) dan Faktor B (propilenglikol) Formula 1 = level rendah carbopol 940 dan propilenglikol

(36)

Formula b = level rendah carbopol 940 dan level tinggi propilenglikol

Formula ab = level tinggi carbopol 940 dan propilenglikol Rumus desain faktorial yang berlaku :

Y = bo + b1(A) + b2(B) + b12(A)(B)……… (1)

Di mana,

Y = respon hasil atau sifat yang diamati (A), (B) = level faktor A dan faktor B

B0, b1, b2, b12 = koefisien, dihitung dari hasil percobaan H. Landasan Teori

(37)
(38)

Hidrogel merupakan jaringan tiga dimensi dari polimer-polimer hidrofilik, terbuat dari bahan-bahan seperti gelatin, polisakarida dan polimer-polimer sintetis yang membentuk cross-link, mengandung sejumlah besar air (Winfield, et al, 2004). Hidrogel sesuai untuk sediaan penyembuh luka karena memiliki beberapa sifat seperti: sifat alir yang baik, kompatibel dengan jaringan kulit, kenyamanan dan kemudahan dalam aplikasi, serta biokompatibilitas yang sangat baik terkait banyaknya kandungan air pada strukturnya (Kopecek, 2009). Pada formulasi hidrogel terdapat komponen-komponen utama, yakni gelling agent dan humektan. Gelling agent berperan dalam meningkatkan viskositas gel, sedangkan humektan berperan dalam menjaga kandungan lembab pada gel tersebut. Pada penelitian ini gelling agent yang digunakan adalah carbopol 940 yang memiliki beberapa kelebihan, seperti aman dan efektif, non-sensitizing, tidak mempengaruhi efek biologis zat aktif, serta sifat thickening yang sangat baik (Hosmani, Thorat, Kasture, 2006). Humektan yang digunakan dalam penelitian ini adalah propilenglikol, karena sifatnya yang mudah diabsorbsi oleh kulit yang rusak (luka), relatif tidak toksik, sifat iritan yang kecil, relatif stabil secara kimia dan stabil dalam proses sterilisasi dengan autoklaf (Rowe, et al, 2009). Penggunaan kedua komponen tersebut secara bersamaan dapat berpengaruh kuat terhadap sifat fisik serta stabilitas gel.

(39)

dilakukan menggunakan desain faktorial dengan dua faktor, yakni carbopol 940 dan propilenglikol serta dua level, yakni level tinggi dan level rendah.

I. Hipotesis

(40)

21 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni yang bersifat eksploratif menggunakan rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dua level.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah

1) Propilenglikol (level rendah :10% b/b dan level tinggi : 12% b/b). 2) Carbopol 940 (level rendah :1% b/b dan level tinggi : 1,5% b/b).

b. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik gel (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas gel (persen pergeseran viskositas setelah satu bulan penyimpanan)

c. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah kecepatan putar (skala 2 pada mixer), lama pencampuran, lama penyimpanan (1 bulan), kondisi penyimpanan selama 1 bulan (temperatur ruangan), alat-alat percobaan, lokasi pengambilan daun petai cina, galur tikus, umur tikus, jenis kelamin tikus.

(41)

2. Definisi operasional

a. Gel penyembuh luka ekstrak daun petai cina adalah sediaan semipadat yang dibuat dari ekstrak daun petai cina menggunakan gelling agent (Carbopol 940) dan humektan (propilenglikol) sesuai formula yang telah ditentukan, dibuat sesuai prosedur pembuatan gel pada penelitian ini.

b. Gelling agent adalah bahan pembawa gel di mana merupakan faktor yang akan dioptimasi dalam penelitian ini dan sangat berpengaruh terhadap bentuk sediaan gel, dalam hal ini adalah Carbopol 940.

c. Humektan adalah bahan yang berfungsi sebagai pelembab dalam sediaan gel di mana merupakan faktor yang akan dioptimasi dalam penelitian ini, dalam hal ini adalah propilenglikol.

d. Sifat fisik dan stabilitas gel adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui kualitas sediaan gel. Dalam penelitian ini sifat fisik sediaan gel meliputi daya sebar dan viskositas gel, stabilitas sediaan gel meliputi persen pergeseran viskositas gel setelah penyimpanan selama 1 bulan.

(42)

f. Faktor adalah besaran yang mempengaruhi respon, dalam penelitian ini digunakan 2 faktor yaitu Carbopol 940 sebagai faktor A dan propilenglikol sebagai faktor B.

g. Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor, dalam penelitian ini ada 2 level yaitu level rendah dan level tinggi. Level rendah Carbopol 940 dinyatakan dalam jumlah bahan sebanyak 1%b/b dan level tinggi sebanyak 1,5%b/b. Level rendah propilen glikol dinyatakan dalam jumlah bahan sebanyak 10% b/b dan level tinggi sebanyak 12% b/b.

h. Respon adalah besaran yang akan diamati perubahan efeknya, besarnya dapat dikuantitatifkan. Dalam penelitian ini adalah hasil uji sifat fisik gel (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas gel (persen pergeseran viskositas). i. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi level dan faktor.

Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah.

j. Contour plot adalah grafik yang digunakan untuk memprediksi area optimum formula berdasar satu parameter kualitas gel penyembuh luka ekstrak daun petai cina.

k. Superimposed contour plot adalah penggabungan garis-garis pada daerah optimum yang telah dipilih pada uji daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas gel penyembuh luka ekstrak daun petai cina.

(43)

C. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ekstrak daun petai cina, propilenglikol (kualitas farmasetis), Carbopol 940 (kualitas farmasetis), trietanolamin, aquadest, metil paraben, 12 ekor tikus albino dewasa galur Wistar jantan/betina dengan berat 200-300 gram, Gel Bioplacenton®.

D. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu glasswares (Pyrex-Germany), neraca analitik, mixer, blender, waterbath, viscotester seri VT 04 (RION-JAPAN), stopwatch, seperangkat alat maserasi, Laminar Air Flow (LAF), seperangkat alat maserasi, vacuum rotary evaporator, pompa vakum, autoklaf, batang spreader, cawan petri, kertas pH indikator universal, pisau bedah steril, gunting bedah, kasa steril dan plester luka.

E. Tata Cara Penelitian

1. Pembuatan ekstrak daun petai cina

(44)

b. Pembuatan ekstrak cair daun petai cina

25 gram serbuk daun petai cina diekstrak dengan 500 mL campuran aquadest:etanol 96% (1:1) terus menerus selama 3 hari pada suhu ruangan. Kemudian, ekstrak disaring dengan bantuan pompa vakum dan filtratnya diekstrak lagi menggunakan 500 mL ethanol 96% selama 1 hari pada suhu ruangan dan disaring. Kedua ekstrak tersebut dicampur dan dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator hingga konsentrasi yang diinginkan. Ekstrak disimpan untuk keperluan selanjutnya.

2. Optimasi formula gel

a. Formula. Formula yang digunakan dalam percobaan ini mengacu pada formula Polyherbal Gel for Wound Healing (Patel A.N., 2011).

Tabel II. Formula Polyherbal Gel for Wound Healing Ekstrak C. asiatica (% b/b) 2

Ekstrak C. longa (% b/b) 2 Ekstrak T. arjuna (% b/b) 2 Carbopol 940 934 (% b/b) 2

Propilenglikol 2mL

Etanol 5mL

Trietanolamin Secukupnya hingga basis gel netral

Aquadest Secukupnya

(45)

Tabel III. Formula gel hasil modifikasi Ekstrak daun petai cina (% b/b) 6

Carbopol 940 (% b/b) 1-1,5 Propilenglikol (% b/b) 10-12

Metil paraben (%b/b) 0,1

Trietanolamin (TEA) Secukupnya hingga basis gel netral

Aquadest Secukupnya

Penelitian ini menggunakan 2 faktor yaitu propilenglikol dan Carbopol 940 dengan 2 level yaitu level rendah dan level tinggi. Level rendah dan level tinggi propilenglikol dan Carbopol 940 pada formula gel penyembuh luka ekstrak daun petai cina dapat ditentukan sebagai berikut:

Tabel IV. Level rendah dan level tinggi propilenglikol dan Carbopol 940 pada formula gel penyembuh luka ekstrak daun petai cina

Formula Carbopol 940 (% b/b) Propilenglikol(% b/b)

1 1 10

A 1,5 10

B 1 12

Ab 1,5 12

b. Pembuatan gel

(46)

aquadest yang telah disterilkan dimasukkan ke dalam campuran 2 yang telah disterilisasi, kemudian dilakukan pengadukan dengan mixer selama 1 menit. 3. Uji sifat fisik dan stabilitas fisik gel

a. Uji Organoleptis dan pH

Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati bau dan warna gel 48 jam setelah pembuatan. Pengukuran pH dilakukan dengan bantuan indikator pH universal (pH stick) dengan cara memasukkannya ke dalam sediaan dan membandingkan warna dengan standar.

b. Uji Daya Sebar

Pengukuran daya sebar sediaan gel dilakukan setelah 48 jam pembuatan. Pengukuran daya sebar dilakukan dengan cara : gel ditimbang 1 gram kemudian gel diletakkan di tengah lempeng kaca bulat berskala. Di atas gel diletakkan kaca bulat lain dan pemberat sehingga berat kaca bulat dan pemberat 125 gram, didiamkan selama 1 menit, kemudian dicatat diameter sebarnya (Garg et al., 2002).

c. Uji Viskositas

(47)

4. Uji sterilitas gel ekstrak daun petai cina

Uji sterilitas dilakukan dengan spread plate technique, yaitu dengan mengambil sedikit gel, meletakkannya di medium Nutrient Agar (NA) yang ditempatkan dalam cawan petri dan diratakan dengan bantuan batang spreader secara aseptis. Cawan petri diinkubasi selama ± 24 jam, lalu diamati apakah terdapat koloni bakteri pada medium tersebut.

5. Uji aktivitas wound healing

(48)

luka untuk tiap harinya (Charde et al, 2003; Sunilkumar et al, 1998). Pengurangan ukuran luka dihitung dengan rumus:

………. (2)

Di mana,

∆A = perbedaan luas area luka dalam mm2

antara awal dan pada hari particular post-operative

B = luas area luka dalam mm2 sesaat setelah perlukaan.

F. Optimasi dan Analisis Data

(49)
(50)

31 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan Ekstrak Daun Petai Cina

1. Pengumpulan bahan dan pembuatan serbuk simplisia

Tanaman petai cina yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Sebelum digunakan, tanaman perlu dipastikan kebenaran spesiesnya dengan melakukan determinasi. Determinasi tanaman dilakukan dengan membandingkan ciri-ciri morfologi tanaman dengan kunci determinasi yang mengacu pada pustaka menurut oleh Steenis (1992). Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan adalah Leucaena leucocephala (Lam) de Wit (Lampiran 6).

(51)

matahari langsung selama kurang lebih 2 hari untuk mendapatkan daun yang kering. Pengeringan ini dilakukan untuk mengurangi kandungan air dalam daun, sehingga mencegah tumbuhnya jamur, mikroba atau terjadinya reaksi enzimatis sehingga daun akan membusuk. Daun yang sudah kering ditandakan dengan daun dapat dipatahkan dengan mudah.

Setelah proses pengeringan selesai, maka daun dipisahkan dari tangkai, bunga dan bagian tanaman lainnya, lalu dilakukan sortasi kering, yakni untuk memastikan tidak ada pengotor yang masih tertinggal. Simplisia kering lalu diserbuk dengan menggunakan blender untuk mendapatkan ukuran partikel yang lebih kecil dan diayak dengan pengayak nomer mesh 40. Semakin kecil ukuran partikel, maka luas permukaan kontak dengan cairan penyari lebih besar, sehingga dapat memberikan hasil yang optimal pada proses ekstraksi. Akan tetapi, ukuran partikel yang terlalu kecil tidak diinginkan juga, karena dapat memperbesar gaya kohesi antar partikel, sehingga akan menggumpal dan mengurangi kualitas serbuk simplisia. Dari 1 kg daun segar menghasilkan sekitar 500 gram serbuk kering halus, berwarna hijau tua, berbau khas.

2. Pembuatan ekstrak cair daun petai cina

(52)

Metode maserasi digunakan karena kemampuannya dalam mengekstraksi komponen dari tanaman dengan konsentrasi yang besar. Berdasarkan Handbook of Pharmaceutical Excipients, edisi ke 6, alkohol dapat digunakan sebagai pelarut pada proses ekstraksi dengan konsentrasi hingga 80% v/v. Selain itu, etanol 96% digunakan karena beberapa komposisi dari daun petai cina larut dalam pelarut organik ini, antara lain tanin dan flavonoid, etanol juga memiliki aktivitas sebagai disinfektan, sehingga dapat membunuh kontaminan jamur dan bakteri yang kemungkinan terdapat pada simplisia. Sementara aquadest digunakan untuk melarutkan saponin. Pelarut akan masuk ke dalam sel, sehingga terjadi gradien konsentrasi senyawa di dalam sel yang lebih besar daripada konsentrasi di luar sel yang menyebabkan senyawa tertarik ke luar sel. Maserasi dibantu dengan penggojogan selama 3 hari dan dilanjutkan dengan remaserasi menggunakan etanol saja untuk mendapatkan hasil ekstraksi yang lebih optimal. Proses dilanjutkan dengan penguapan pelarut menggunakan vacuum rotary evaporator yang dengan tekanan rendah mempercepat proses penguapan, yakni hingga didapat 250 mL ekstrak cair dari 1000 mL larutan yang dimaserasi. Hasil yang didapat adalah ekstrak cair berwarna hijau kehitaman. (Lampiran 1).

B. Pembuatan Gel

(53)

lembabnya yang tinggi mampu mempertahankan kelembaban pada permukaan luka. Kelembaban lingkungan yang terjaga dapat mencegah dehidrasi jaringan dan kematian sel, mempercepat angiogenesis dan meningkatkan pecahnya fibrin dan jaringan mati (Mallefet dan Dweck, 2008). Sediaan untuk luka haruslah memenuhi persyaratan sterilitas (Heather dan Adam, 2012). Oleh karena itu pembuatan gel obat luka ini dilakukan secara aseptis, termasuk dengan melakukan sterilisasi terhadap alat dan bahan yang digunakan serta proses mixing dilakukan di dalam LAF. Sterilisasi alat dan bahan dilakukan dengan autoklaf. Mengacu pada Handbook of Pharmaceutical Excipients Edisi 6 (2009), bahan-bahan yang digunakan dalam formula, antara lain, propilenglikol, TEA dan metil paraben dapat disterilisasi dengan autoklaf. LAF digunakan karena dapat menyediakan aliran udara yang berkelanjutan, tetap dan satu arah dengan kecepatan aliran udara yang rendah di dalam ruangan tersebut, sehingga udara akan mengaliri seluruh permukaan yang ada dengan demikian mencuci peralatan yang ada di dalamnya dengan udara tersebut dan dikeluarkan melalui exhaust point. LAF dapat digunakan untuk proses pengerjaan yang aseptis, akan tetapi tidak dapat digunakan untuk pengerjaan yang melibatkan mikroba maupun zat kimia yang berbahaya karena udara yang terpapar kepada operator dapat membahayakan operator dan lingkungan di sekitarnya.

(54)

diremas-remas atau dikunyah-kunyah lalu ditempelkan pada luka. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Perdhana (2011), tidak terdapat perbedaan waktu penyembuhan luka insisi pada mencit antara tumbukkan daun petai cina (Leucaena leucocephala) dengan Betadin® (Povidon iodin). Aktivitas penyembuhan luka oleh daun petai cina disebabkan berbagai kandungan yang ada di dalamnya, seperti tanin, saponin, flavonoid dan alkaloid (Chew, et al, 2011). Di samping itu, daun petai cina juga memiliki kandungan protein yang cukup besar, yakni 25,9% (NAS, 1977).

Selain zat aktif, eksipien juga memegang posisi penting dalam suatu formula. Eksipien yang digunakan dalam sediaan semisolid topikal harus memiliki kemampuan untuk: 1) meningkatkan kelarutan zat aktif; 2) mengatur pelepasan dan permeasi obat; 3) meningkatkan aspek estetika sediaan; 4) meningkatkan stabilitas obat dan formulasi; serta 5) mencegah kontaminasi dan pertumbuhan mikroba (Heather, et al, 2012).

y = 156,4x + 83,40

(55)

y = -1,011x + 5,262

konsentrasi carbopol dalam formula (%)

Pengaruh Konsentrasi Carbopol

terhadap Daya Sebar Gel

dayasebar

Linear (dayasebar)

Gambar 4. Grafik Orientasi Pengaruh Konsentrasi Carbopol 940 terhadap Daya Sebar Gel

Pada kedua grafik di atas dapat diketahui bahwa pada konsentrasi carbopol 0,5%, 1% dan 1,5% memberikan efek yang besar terhadap viskositas gel dan konsentrasi carbopol 1% dan 2% memberikan efek yang besar pada daya sebar gel. Oleh karena itu, didapat daerah irisan dari kedua grafik tersebut, yakni antara konsentrasi carbopol 1% dan 1,5%. Pada daerah tersebut juga sudah memenuhi viskositas yang diinginkan (200-300 d.Pa.s) serta daya sebar yang diinginkan (3-5cm), sehingga dipilih level rendah carbopol 1% dan level tingginya 1,5%. Gel yang dibuat pada masing-masing formula sejumlah 200 gram, sehingga carbopol yang digunakan sebanyak 2-3 gram.

(56)

seperti aman dan efektif, non-sensitizing, tidak mempengaruhi efek biologis zat aktif, serta sifat thickening yang sangat baik (Hosmani, Thorat, Kasture, 2006). Pada dispersi cair dengan konsentrasi 1% b/v carbopol memiliki pH yang sangat asam, yakni antara 2,5-3,0, sedangkan menurut Heather, dkk (2012), kulit memiliki rentang pH antara 5 dan 6,5, dijelaskan pula bahwa pH sediaan tidak hanya mempengaruhi solubilitas dan stabilitas obat dalam sediaan, tetapi dapat juga berpotensi menimbulkan iritasi, sehingga sediaan ini harus diformulasikan pada rentang pH tersebut. Oleh karena itu, perlu ditambahkan basa amin untuk meningkatkan pH sediaan, yakni dengan penambahan trietanolamin (TEA). Penambahan trietanolamin ini berpengaruh juga terhadap viskositas sediaan, hal ini disebabkan keberadaan elektrolit yang bermuatan negatif yang kemudian akan menimbulkan gaya tolak-menolak dari ion-ion tersebut, sehingga meningkatkan viskositas (Bluher et al., 1995).

(57)

y = 4,428x + 188,8

Gambar 5. Grafik Orientasi Pengaruh Konsentrasi Propilenglikol terhadap Viskositas Gel

Gambar 6. Grafik Orientasi Pengaruh Konsentrasi Propilenglikol terhadap Daya Sebar Gel

(58)

juga sudah memenuhi viskositas yang diinginkan (200-300 d.Pa.s) serta daya sebar yang diinginkan (3-5cm), sehingga dipilih level rendah propilenglikol 10% dan level tingginya 12%. Gel yang dibuat pada masing-masing formula sejumlah 200 gram, sehingga propilenglikol yang digunakan sebanyak 20-24 gram. Propilenglikol sebagai humektan digunakan dalam konsentrasi kurang dari 15%, berdasarkan hasil orientasi digunakan propilenglikol dengan konsentrasi 10-12%.

Hidrogel dengan kandungan air yang cukup banyak menyebabkan besarnya kemungkinan untuk terjadi kontaminasi oleh mikroba. Penggunaan antimikroba dalam sediaan gel bertujuan untuk mencegah kontaminasi dan pertumbuhan mikroorganisme. Bahan pengawet dapat melawan mikroorganisme dengan spektrum yang luas (Heather dan Adam, 2012). Pengawet yang digunakan dalam formula ini adalah metil paraben dengan konsentrasi 0,1%. Metil paraben dipilih karena memiliki spektrum yang luas, stabil pada sediaan berair dengan pH 3-6, stabil dalam proses sterilisasi dengan autoklaf, mutagenik, non-karsinogenik dan non-teratogenik (Rowe et al, 2009).

(59)

(Patel A.N., 2011), terdapat juga penggunaan etanol, tetapi dalam formula yang dibuat dalam penelitian ini etanol tidak digunakan karena etanol diketahui dapat mengeringkan luka, sehingga ditakutkan dapat mengaburkan efek penyembuhan luka dari gel yang dibuat. Ekstrak daun petai cina yang digunakan sebanyak 6% didapatkan berdasar hasil orientasi dosis (Lampiran 3).

C. Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Gel

Salah satu kriteria untuk sediaan semisolid yang baik adalah memiliki stabilitas fisik yang baik. Uji stabilitas penting untuk membantu meyakinkan bahwa suatu formulasi dapat mempertahankan integritasnya (Dukes, 1990). Sifat fisik yang diuji meliputi organoleptis, pH, daya sebar dan viskositas, sedangkan stabilitas fisik yang diuji adalah pergeseran viskositas.

1. Uji organoleptis dan pH

Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati warna dan bau sediaan gel, sedangkan uji pH dilakukan dengan menggunakan pH strips.

Tabel V. Data uji organoleptis dan pH Gel Obat Luka Ekstrak Daun Petai Cina

(60)

menyengat diharapkan dapat diterima lebih baik oleh pasien. pH memenuhi range pH kulit yakni antara 5-6,5 sehingga tidak mengiritasi kulit (Heather dan Adam, 2012).

2. Uji daya sebar

Daya sebar merupakan karakteristik yang penting dari bentuk sediaan topikal dan bertanggungjawab terhadap penghantaran obat ke tempat aksi, kemudahan penggunaan, ekstrudabilitas dari kemasan dan yang paling penting, penerimaan oleh pasien (Garg et al, 2002). Daya sebar adalah kemampuan sediaan untuk menyebar saat diaplikasikan pada kulit. Garg (2002) juga menyatakan bahwa daya sebar berbanding terbalik dengan viskositas sediaan. Semakin besar viskositas suatu sediaan, maka semakin kecil kemampuannya untuk menyebar. Sediaan topikal yang ideal memiliki nilai daya sebar yang tidak terlalu besar maupun terlalu kecil. Humektan dan gelling agent memiliki pengaruh yang besar terhadap viskositas dan daya sebar suatu sediaan. Setelah melakukan orientasi (Lampiran 2), didapat kombinasi jumlah Carbopol 940 dan propilenglikol sebagai berikut:

Tabel VI. Level rendah dan level tinggi Carbopol 940 dan Propilenglikol Faktor Carbopol 940 Propilenglikol

Level rendah 2 gram 20 gram

Level tinggi 3 gram 24 gram

(61)

Tabel VII. Daya sebar ( ̅ ) Gel Obat Luka Ekstrak Daun Petai Cina masuk dalam range daya sebar, yakni antara 3-5 cm.

3. Uji viskositas

Pengujian sifat alir suatu sediaan diperlukan jika sifat rheologinya dapat mempengaruhi pelepasan obat dari sediaan tersebut. Sebagian besar sediaan semi solid yang diaplikasikan untuk kulit, viskositas biasanya digunakan untuk melihat sifat alir, karena viskositas dari suatu produk dapat mengindikasikan perubahan stabilitas fisik dari produk tersebut (Heather dan Adam, 2012).

(62)

Hasil pengukuran viskositas pada tabel di atas menunjukkan bahwa viskositas semua formula setelah 48 jam penyimpanan masuk range viskositas yang diinginkan.

Pengukuran viskositas juga dilakukan kembali setelah 1 bulan penyimpanan dan pada setiap minggunya untuk melihat profil viskositas dan pergeseran viskositasnya. Pergeseran viskositas yang diinginkan adalah kurang dari 10%.

Gambar 7. Grafik Viskositas Gel Tiap Minggu

Tabel IX. % Pergeseran Viskositas ( ̅ ) Gel Obat Luka Ekstrak Daun Petai Cina

Formula Viskositas setelah 48 jam penyimpanan (d.Pa.s) memiliki profil sifat alir yang relatif sama, yakni pseudoplastis. Pada sifat aliran

(63)

pseudoplastis viskositas sediaan berkurang dengan adanya shearing stress. Di samping itu, setelah minggu ke-3, semua formula juga memiliki viskositas yang relatif stabil. Pada tabel IX dapat diketahui bahwa semua formula memenuhi persyaratan pergeseran viskositas, yakni kurang dari 10%, sehingga dapat dikatakan bahwa keempat formula memiliki stabilitas yang baik.

D. Efek Penambahan Carbopol 940 dan Propilenglikol serta Interaksinya dalam Menentukan Sifat Fisik Gel Obat Luka Ekstrak

Daun Petai Cina

Adanya perbedaan level dan faktor menyebabkan terjadinya perubahan respon yang disebut dengan efek. Efek carbopol 940, propilenglikol serta interaksinya terhadap sifat fisik gel (viskositas, daya sebar, pergeseran viskositas) dapat diketahui dengan analisis data menggunakan perangkat lunak statistik R-12.14.1 dengan uji two way ANOVA menggunakan taraf kepercayaan 95%. Selain itu, dilakukan juga analisis pada signifikansi masing-masing faktor dalam menimbulkan efek. Penelitian ini menggunakan rancangan desain faktorial dengan dua faktor pada dua level (level tinggi dan level rendah). Jumlah bahan pada masing-masing formula disamakan, kecuali carbopol 940 dan propilenglikol, karena penelitian ini ingin melihat efek dari penambahan kedua bahan tersebut pada level yang diteliti saja.

1. Uji Normalitas Data

(64)

(Mario dan Sujarweni, 2006). Pada penelitian ini, uji normalitas yang digunakan adalah Shapiro Wilk. Data dikatakan terdistribusi normal apabila memiliki nilai p > 0,05 (Istyastono, 2012). Hasil yang didapat adalah sebagai berikut:

Tabel X. Uji normalitas data viskositas dan daya sebar Jenis Data Formula nilai p dilakukan, bertujuan untuk mellihat kesamaan varians pada suatu populasi. Uji yang digunakan adalah Uji Levene, apabila nilai p > 0,05, maka dapat dikatakan bahwa data tidak menunjukkan perbedaan varians (Suhartono, 2008). Hasil yang didapat adalah:

Tabel XI. Uji kesamaan varians viskositas dan daya sebar Jenis data nilai p

(65)

Data pada Tabel XI menunjukkan bahwa uji viskositas dan daya sebar memiliki nilai p > 0,05, sehingga dapat dikatakan bahwa data tersebut memiliki kesamaan varians dan dapat dilakukan uji parametrik.

3. Respon Viskositas

Data viskositas gel ekstrak daun petai cina yang diukur 48 jam setelah pembuatan memberikan hasil sebagai berikut:

Tabel XII. Efek carbopol 940 dan propilenglikol serta interaksinya dalam menentukan respon viskositas terdapat pada program R-12.4.1 menunjukkan bahwa carbopol 940 memiliki nilai efek paling besar, yaitu 185,333. Suatu faktor dikatakan memberikan efek yang signifikan terhadap respon viskositas jika nilai p-nya < 0,05. Dari Tabel XII dapat dilihat bahwa carbopl 940, propilenglikol maupun interaksinya memiliki nilai p < 0,05, sehingga ketiganya sama-sama memberikan efek yang signifikan terhadap viskositas sediaan. Faktor yang paling berpengaruh terhadap viskositas adalah carbopol karena pada uji ANOVA memiliki nilai p yang paling kecil.

(66)

(±75,678) + 185,333 (±29,684)X1 + 12,833 (±3,426)X2 – 6,583 (±1,344)X1X2; dengan nilai p 1,444 x 106 (Persamaan 2) dengan X1 adalah carbopol 940, X2 adalah propilenglikol dan X1X2 adalah interaksi carbopol 940 dan propilenglikol.

Pengaruh carbopol 940 dan propilenglikol terhadap viskositas gel ekstrak daun petai cina dapat dilihat pada grafik berikut:

0,000

Gambar 8. Grafik hubungan carbopol 940 terhadap respon viskositas setelah 48 jam

(67)

Pada Gambar 8 dapat diketahui bahwa untuk memperoleh respon viskositas yang tinggi, maka diperlukan propilenglikol level rendah dan carbopol 940 level tinggi, sementara dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa meskipun penggunaan carbopol 940 pada level tinggi, viskositas tetap menurun karena adanya penambahan jumlah propilenglikol. Hal tersebut sesuai dengan sifat gelling agent, yakni penambahan carbopol 940 dapat meningkatkan viskositas gel, sedangkan di sisi lain, propilenglikol yang berperan sebagai humektan dapat menarik air ke dalam sistem gel menyebabkan penurunan viskositas.

4. Respon Daya Sebar

Analisis data daya sebar gel ekstrak daun petai cina yang diamati setelah 48 jam pembuatan meberikan hasil sebagai berikut:

Tabel XIII. Efek carbopol 940 dan propilenglikol serta interaksinya dalam menentukan respon daya sebar

(68)

interaksi keduanya, hanya carbopol 940 yang memiliki nilai p < 0,05, sehingga hanya carbopol 940 yang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap daya sebar gel. Pada penelitian ini superimposed contour plot gel ekstrak daun petai cina tidak didapatkan karena pada respon daya sebar didapat model persamaan yang tidak signifikan.

E. Stabilitas Gel Ekstrak Daun Petai Cina

Hidrogel merupakan sediaan yang relatif stabil, karena adanya struktur tiga dimensi pada sistem gel yang mampu menjebak medium air sehingga membentuk struktur gel yang kaku dan menurunkan energi kinetik dari medium. Namun, bukan berarti tidak terjadi perubahan fisik atau ketidakstabilan dari hidrogel ini. Salah satu ketidakstabilan yang terjadi adalah sineresis yaitu lepasnya medium dari sistem gel dan menyebabkan perubahan viskositas. Hal ini dapat terjadi karena berbagai hal, seperti suhu dan kelembaban penyimpanan, inkompatibilitas antar bahan maupun kontaminasi mikroorganisme yang menyebabkan degradasi komponen gel. Pergeseran viskositas dihitung dengan cara membandingkan viskositas sediaan setelah 1 bulan penyimpanan dengan viskositas awal (setelah 48 jam penyimpanan). Seperti dapat dilihat pada Tabel IX bahwa semua formula memenuhi syarat pergeseran viskositas < 10%.

Uji normalitas juga dilakukan pada data pergeseran viskositas untuk melihat distribusi data normal atau tidak, dengan data sebagai berikut:

(69)

Berdasarkan Tabel XIV diketahui bahwa setiap formula memiliki data pergeseran viskositas yang terdistribusi tidak normal karena memiliki nilai p < 0,05. Karena data tidak normal, maka tidak dapat dilanjutkan dengan uji ANOVA, tetapi menggunakan uji nonparametrik, yaitu uji Kruskal-Wallis.

(70)

F. Uji sterilitas gel ekstrak daun petai cina

Sediaan semisolid yang ditujukan untuk penyembuhan luka haruslah memenuhi kriteria sterilitas (Heather dan Adam, 2012). Uji sterilitas dilakukan terhadap formula gel yang dibuat setelah 48 jam pembuatan. Hasilnya adalah sebagai berikut:

Tabel XV. Uji Sterilitas Gel Ekstrak Daun Petai Cina Replikasi Kontrol Media F1 Fa Fb Fab

1 - - - - -

2 - - - - -

3 - - + - +

(-) : tidak terdapat koloni bakteri (+) : terdapat koloni bakteri

Dari Tabel XV terlihat bahwa secara umum sediaan memenuhi syarat sterilitas, meskipun terdapat gel yang tidak steril, yakni formula a replikasi 3 dan formula ab replikasi 3.

G. Uji aktivitas wound healing

(71)

pada masing-masing tikus. Setiap harinya diameter luka diukur dan diberi gel hingga luka tertutup sempurna. Kontraksi luka diukur sebagai persentase pengurangan luka pada area luka untuk tiap harinya (Charde et al, 2003; Sunilkumar et al, 1998).

Tabel XVI. Persentase Penutupan Luka Masing-masing Formula Hari

(72)

Gambar 10 menunjukkan bahwa kontrol negatif memberikan persen penutupan luka paling kecil, yakni baru mencapai 49,124% pada hari ke-11, sedangkan persen penutupan luka paling besar ditunjukkan oleh formula ab, yakni mencapai 100% pada hari ke-11. Di samping itu, formula 1, b dan ab memiliki persen penutupan luka yang lebih baik daripada kontrol positif.

Dilakukan uji statistik untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan signifikan nilai persen penutupan luka antar perlakuan. Uji normalitas dilakukan dengan uji Shapiro Wilk dengan data yang didapat sebagai berikut:

Tabel XVII. Uji normalitas aktivitas wound healing

Perlakuan Kontrol + Kontrol - Formula 1 parametrik, yakni uji Kruskal Wallis. Uji ini bertujuan untuk melihat signifikansi antara kontrol negatif dengan formula. Hasil yang didapat adalah nilai p < 0,05 (Lampiran 5), sehingga dapat dikatakan bahwa setidaknya terdapat dua kelompok yang memiliki perbedaan rerata bermakna. Uji dilanjutkan dengan uji Wilcoxon dengan 2 sampel dan didapat hasil sebagai berikut:

(73)

Tabel XVIII menunjukkan bahwa formula 1, a dan ab memiliki aktivitas wound healing jika dibandingkan dengan kontrol negatif karena menghasilkan nilai p<0,05, sedangkan formula b tidak memiliki aktivitas wound healing. Perbandingan penutupan luka formula dan kontrol positif menunjukkan bahwa formula ab memiliki persen penutupan luka yang lebih baik, karena memiliki nilai p < 0,05, yakni 0,0369, sedangkan tiga formulal lainnya memiliki persen penutupan luka yang sama dengan kontrol positif (nilai p > 0,05). Berdasarkan informasi yang didapat dari website Kalbe, sediaan Bioplacenton® memiliki mekanisme dalam penyembuhan luka dengan mempercepat regenerasi sel dan juga sebagai antibiotik. Mekanisme ini sama dengan mekanisme penyembuhan luka oleh gel ekstrak daun petai cina, yakni tanin dan flavonoid sebagai antibiotik, serta saponin dan protein membantu proses regenerasi sel yang rusak.

(74)

kulit, merupakan lapisan penghubung antara kulit dan jaringan lain di bawahnya, seperti otot dan tulang (Noble, 1993). Gel ekstrak daun petai cina dapat menyembuhkan luka karena adanya kandungan antibakteri, selain itu dapat juga mengurangi rasa sakit, yakni apabila kedalaman luka hingga bagian dermis, memacu pembentukan protein dan kolagen yang juga terjadi pada bagian dermis serta reepitelisasi kulit pada bagian epidermis.

Kemudian dilakukan uji komparatif aktivitas wound healing antar formula yang memberikan hasil tidak berbeda bermakna (p<0,05), yakni nilai p 0,1809 (Lampiran 5), sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah dari carbopol 940 dan propilenglikol yang divariasi tidak memiliki efek terhadap aktivitas wound healing gel ekstrak daun petai cina.

(75)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

1. Carbopol 940 merupakan faktor paling dominan dalam menentukan viskositas dan daya sebar gel penyembuh luka ekstrak daun petai cina.

2. Tidak ditemukan area komposisi optimum propilenglikol dan carbopol 940 dalam formula gel penyembuh luka ekstrak daun petai cina.

3. Sediaan gel penyembuh luka ekstrak daun petai cina dapat berefek farmakologis untuk menyembuhkan luka.

B. SARAN

1. Perlu dilakukan standarisasi terhadap ekstrak daun petai cina untuk menjamin kualitas sediaan.

2. Perlu dilakukan uji extrudability terhadap gel penyembuh luka ekstrak daun petai cina.

(76)

DAFTAR PUSTAKA

Admin, 2013, Bioplacenton, http://id.kalbe.co.id/ProdukdanJasa/ObatResep/ProdukAZ/ tabid/267/ID/860/BIOPLACENTON.aspx, diakses tanggal 6 Juni 2013.

Ajizah, A., 2004, Sensitivitas Salmonella Typhimurium Terhadap Ekstrak Daun Psidium Guajava L., Bioscientiae, Vol. 1, No. 1 : 31-8.

Ansel C.Howard, 2005, Introduction to Pharmaceutical Dosage Forms, diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, hal 390, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia. Aulton, M.E., 1990, Pharmaceutical Practice, 1st ed., Churchill Livingstone, United

Kingdom, pp.5, 127.

Barry, B.W., 1983, Percutanous Absorption, Marcell Dekker, Inc., New York, pp. 52-55.

Black Joyce M., Hawks J.H., Keene A.M., 2001, Medical-surgical Nursing: Clinical Management for Positive Outcomes, Volume 2, W.B. Saunders, Michigan, p.315. Bluher, A., Haller, U., Banik, G., dan Thobois, E., 1995, The Applications of

CarbopolTM Poultices, Restaurator, p. 16.

Boateng J.S., Matthews K.H., Stevens H.H.E. dan Eccleston G.M., 2008, Wound

healing dressings and drug delivery systems: A review. Journal of Pharmaceutical Sciences 97, pp. 2892-2923.

C.O. Esimone, E.C. Ibezim and K.F. Chah, 2005,Journal of Pharmaceutical Applied Science, 3 (1), 294 -299.

Centeral Health, 2011, Petai Cina, http://www.centeralhealth.com/petai-cina.htm, diakses 17 April 2012.

Charde, M.S., Fulzele, S.V., Satturwar, P.M., dan Dorle,A.K. (2003) Study of the topical wound healing activity of Darvhi ghrita. Indian Drugs, 40 (2), pp. 115-118.

Chew, Y. K., Chan, E., W., L., Tan, P., L., Lim, Y., Y., Stanslas, dan J., Goh, J., K., 2011, Assesment of phytochemical content, polyphenolic composition, antioxidant and antibacterial activities of Leguminosae medicinal plants in Peninsular Malaysia, BMC Complementary and Alternative Medicine, 11:12, 6.

Depkes RI, 1986, Sediaan Galenik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, pp. 5-26.

(77)

Dukes G.R., 1990, General Considerations for Stability Testing of Topical Pharmaceutical Formulations in Topical Drug Delivery Formulations diedit oleh Osborne dan Amann, Marcell Dekker, Inc., New York, p. 197.

Dwidjoseputro D., 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan, Jakarta.

Faure D., 2002. The Family-3 Glycoside hydrolises: From Housekeeping Function to Host-microbe Interction. Applied and Environmental Microbiology, 64(4):1485-1490.

Fonder M.A., Lazarus G.S., Cowan D.A., Aronson-Cook B., Kohli A.R., Mamelak A.J., 2008, Treating the chronic wound: A practical approach to the care of nonhealing wounds and wound care dressings.Journal of the American Academy of Dermatology 58, 185-206.

Garg A., Aggarwal, D., Garg S., dan Singla A.K., 2002, Spreading of Semisolid Formulation : An Update, Pharmaceutical Technology, September 2002, 84-102, www.pharmtech.com, diakses tanggal 25 September 2008.

Gritter R. J., Bobbitt J. M., dan Schwartin, A., E., 1991, Pengantar Kromatografi, edisi kedua, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, Penerbit ITB, Bandung, p. 107. Heather A.E. dan Adam C. Watkinson, 2012, Transdermal and Topical Drug Delivery:

Principles and Practice, A John Wiley & Sons, Inc., New Jersey, pp.265, 281 Hosmani A.H., Thorat Y.S., Kasture, 2006, Carbopol and its Pharmaceutical

Significance: A Review, http://www.pharmainfo.net/reviews/carbopol-and-its-pharmaceutical-significance-review, diakses pada 2 April 2013.

Istyastono E.P., 2012, Mengenal Peranti Lunak R-2.14.0 for Windows : Aplikasi Statistika Gratis dan Open Source, Penerbit Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, p. 21

Kopecek J., 2009, Hydrogels: From soft contact lenses and implants to selfassembled nanomaterials. Journal of Polymer Science 47, pp. 5929-5946.

Kurniawan D. W., dan Sulaiman T. N., 2009, Teknologi Sediaan Farmasi, Graha Ilmu, Yogyakarta, pp. 97-99.

Mallefet P., dan Dweck, A.C., 2008, Mechanism of Wound Healing Examined, Personal Care, 9 (3), 75 – 83.

Gambar

Tabel XVIII. Uji aktivitas gel ekstrak daun petai cina.........................................
Gambar 1.Struktur kimia carbopol (Sahoo, et al, 2011)
Gambar 2. Struktur Kimia Propilenglikol (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009)
Tabel I. Rancangan Desain Faktorial dengan Dua Faktor dan Dua Level
+7

Referensi

Dokumen terkait

Simpulan yang diperoleh adalah dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian ekstrak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) tidak dapat mengurangi

menyarankan nasabah untuk mengisi tabungannya secara rutin agar pada saat jatuh tempo angsuran kredit nasabah akan lebih mudah untuk membayarnya.. - Untuk

Biaya reproduksi adalah sama dengan jumlah uang atau pembayaran lainnya yang dibutuhkan untuk memperoleh suatu aktiva yang identik dengan aktiva yang sudah

Penelitian yang dilakukan pada lembaga penyiaran publik TVRI ini menjelaskan bahwa budaya organisasi yang mencakup jenis budaya adhokrasi dan budaya hierarki memiliki pengaruh

• Kesanggupan mndapatkan informasi dan merubah informasi dengan pasien/klien dari semua umur,anggota keluarga,ma- syarakat,sejawat dan profesi lain. syarakat,sejawat dan

[r]

Pejabat yang membidangi kepegawaian paling rendah eselon III Sekretariat Direktorat Jenderal yang membidangi pengendalian ekosistem hutan kepada Sekretaris Direktorat

Pada evaluasi ini akan dilakukan perhitungan dari data sampel untuk mencari nilai EOQ dan RoP pada periode juli 2015 untuk dijadikan acuan dalam menentukan berapa jumlah