• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi gelling agent CMC Na dan humektan propilen glikol dalam sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) dengan aplikasi desain faktorial.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi gelling agent CMC Na dan humektan propilen glikol dalam sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) dengan aplikasi desain faktorial."

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam)) telah diketahui memiliki efek sebagai antiinflamasi. Formulasi terhadap ekstrak daun cocor bebek menjadi suatu sediaan gel perlu dilakukan agar mudah digunakan dan acceptable. Sifat fisik dan stabilitas gel dipengaruhi oleh jumlah gelling agent dan humektan yang digunakan. Gelling agent yang digunakan adalah CMC Na yang dapat meningkatkan viskositas sediaan gel. Humektan yang digunakan adalah propilenglikol yang dapat menjaga kelembaban sediaan gel. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perbandingan jumlah CMC Na dan propilenglikol, dan menentukan faktor yang dominan pada gel antiinflamasi ekstrak daun cocor bebek dengan sifat fisik dan stabilitas yang baik serta efektivitas sediaan yang dibuat.

Penelitian ini merupakan eksperimental murni menggunakan metode desain faktorial dua faktor dan dua level yang bersifat eksploratif. Faktor yang digunakan adalah CMC Na dan propilenglikol dengan level tinggi dan rendah. Parameter yang diukur adalah sifat fisik (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas (pergeseran viskositas).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa CMC Na merupakan faktor paling dominan yang mempengaruhi respon viskositas dan daya sebar. Ditemukan area optimum yang menghasilkan gel antiinflamasi ekstrak daun cocor bebek dengan sifat fisik dan stabilitas yang baik. Gel antiinflamasi ekstrak daun cocor bebek mampu menghambat edema pada uji aktivitas antiinflamasi pada telapak kaki tikus yang diinduksi karagenan.

(2)

ABSTRACT

Cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) leaf has been known as an anti-inflammatory agent. Formulation of cocor bebek leaf extract into a gel preparation could improve the acceptability. The physical properties and stability of gel is affected by the amount of gelling agent and humectant. The purpose of this research are to determine the amount of gelling agent CMC Na dan humectanct propilen glikol, to determine the dominant factor in the anti-inflammatory gel of cocor bebek leaf extract with good physical properties, and to know the effectiveness of the formulations.

This research is an explorative pure experimental design use a two factors and levels factorial design method. The factor is the high and low level of CMC Na and propilen glikol. Parameters that measured are physical properties (viscosity and spreadibility) and stability (viscosity shift).Data analyses using software R version 3.1.2 to determine the significance effect of CMC Na, propilen glikol, and interaction both factors. Optimum area determined by superimposed contour plot from viscosity and spreadibility contour plot. Anti-inflammatory activity were tested using carrageenan-saline 1% induced rat method.

The results showed that CMC Na were the most dominant factor that affects the response of viscosity and spreadibility with increased of viscosity and decreased of spreadibility. Optimum area could be found and produce an anti-inflammatory gel of cocor bebek leaf extract with good physical properties and stability. The gel of cocor bebek leaf extract could be able to inhibit edema in

paw’s rat at 46,497 %.

(3)

OPTIMASI GELLING AGENT CMC NA DAN HUMEKTAN PROPILEN GLIKOL DALAM SEDIAAN GEL ANTI-INFLAMASI EKSTRAK DAUN

COCOR BEBEK (Kalanchoe pinnata (Lam.)) DENGAN APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Gregoria Novalia Ambarani

NIM : 118114144

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

OPTIMASI GELLING AGENT CMC NA DAN HUMEKTAN PROPILEN GLIKOL DALAM SEDIAAN GEL ANTI-INFLAMASI EKSTRAK DAUN

COCOR BEBEK (Kalanchoe pinnata (Lam.)) DENGAN APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Gregoria Novalia Ambarani

NIM : 118114144

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Sebab siapa pun yang meminta akan menerima. Siapa pun yang

mencari akan menemukan. Dan siapa pun yang mengetuk, pintu

akan dibukakan baginya.”

Lukas 11 : 10

A journey of a thousand miles must begin with a single step.

Kupersembahkan untuk : Almighty God,

Bapak-Ibukku, Keluargaku,

(7)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah

ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 14 Juli 2015

Penulis

(8)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Gregoria Novalia Ambarani

Nomor Mahasiswa : 118114144

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

OPTIMASI GELLING AGENT CMC NA DAN HUMEKTAN PROPILEN GLIKOL DALAM SEDIAAN GEL ANTI-INFLAMASI EKSTRAK DAUN COCOR BEBEK (Kalanchoe pinnata (Lam.)) DENGAN APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada

perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan

dalam bentuk media lain mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,

mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di Internet atau media

lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun

memberikannya royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 14 Juli 2015

Yang menyatakan

(9)

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “OPTIMASI GELLING AGENT CMC NA DAN HUMEKTAN PROPILEN GLIKOL DALAM SEDIAAN GEL ANTI-INFLAMASI EKSTRAK DAUN COCOR BEBEK

(Kalanchoe pinnata (Lam.)) DENGAN APLIKASI DESAIN FAKTORIAL”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana

Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Semua proses yang penulis alami selama perkuliahan dan penyusunan

skripsi ini baik suka dan duka tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak, Ibu, Neta, Om, dan Tante yang selalu memberikan dukungan

yang luar biasa selama penulis menjalani perkuliahan dan penyusunan

skripsi.

2. Bapak Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., Apt., selaku Dosen

Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktu, memberi bimbingan

dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Damiana Sapta Candrasari, M.Sc. selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan kritik dan saran kepada penulis.

4. Ibu Beti Pudyastuti, M.Si., Apt., selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan kritik dan saran kepada penulis.

5. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Farmasi

(10)

6. Segenap dosen Fakultas Farmasi yang telah memberikan ilmu yang

bermanfaat bagi penulis.

7. Bapak Musrifin, Bapak Wagiran, Bapak Heru dan laboran lainnya atas

bantuan yang diberikan selama penulis menjalani perkuliahan dan

penyusunan skripsi.

8. Teman-teman skripsi yang luar biasa, Dian, Galih, dan Yosua yang telah

berproses bersama dalam suka dan duka selama penyusunan skripsi ini.

9. Teman-teman yang luar biasa Devi, Ista, Handy, Henzu, Mira, Novi, Iin,

Jeje, Rysa, Cika, Rosi, Yolanda, Adit, Nadia, Andung, dan Eska yang

selalu memberikan semangat selama perkuliahan dan penyusunan skripsi.

10. Teman-teman seperjuangan skripsi lantai 1, lantai 2, dan lantai 3 yang

saling menguatkan satu sama lain selama penyusunan skripsi.

11. Teman-teman Fakultas Farmasi angkatan 2011 atas pengalaman,

dukungan, dan semangat selama berproses bersama di Fakultas Farmasi.

12. Semua pihak yang telah membantu penulis selama menjalani masa

perkuliahan dan penyusunan skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua

pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan.

Yogyakarta, 14 Juli 2015

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PENDAMPING... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... v

HALAMAN KEASLIAN KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

INTISARI ... xvii

ABSTRACT ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

1. Perumusan masalah ... 3

2. Keaslian penelitian... 3

3. Manfaat penelitian ... 4

B.Tujuan Penelitian ... 5

1. Tujuan umum ... 5

(12)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A.Inflamasi ... 6

B.Tanaman Cocor Bebek ... 8

C.Flavonoid ... 9

D.Ekstraksi ... 11

E. Gel ... 12

F. Gelling Agent ... 12

G.Humektan ... 14

H.Desain Faktorial ... 15

I. Landasan Teori ... 17

J. Hipotesis ... 18

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 19

A.Jenis dan Rancangan Penelitian ... 19

B.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 19

1. Variabel penelitian ... 19

2. Definisi operasional ... 20

C.Bahan Penelitian ... 22

D.Alat Penelitian ... 22

E. Tata Cara Penelitian ... 23

1. Determinasi tanaman cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) ... 23

2. Pembuatan ekstrak daun cocor bebek ... 23

a. Pengumpulan dan cara panen daun cocor bebek ... 23

(13)

c. Uji kuantitatif kandungan ekstrak daun cocor bebek ... 24

3. Optimasi formula gel ... 25

a. Formula ... 25

b. Pembuatan gel ... 26

4. Uji sifat fisik dan stabilitas fisik gel ... 26

a. Uji organoleptis dan pH ... 26

b. Uji viskositas ... 26

c. Uji pergeseran viskositas ... 26

d. Uji daya sebar ... 27

5. Uji aktivitas anti-inflamasi dengan metode carragenan-induced paw edema ... 27

a. Penyiapan hewan uji ... 27

b. Pembuatan larutan NaCl 0,9% ... 27

c. Pembuatan suspensi karagenan-saline 1% ... 28

d. Perlakuan hewan uji ... 28

e. Pengukuran persen penghambatan edema ... 29

F. Optimasi dan Analisis Data ... 30

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

A.Determinasi Tanaman Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) ... 32

B.Pembuatan Ekstrak Daun Cocor Bebek ... 32

1. Pengumpulan dan cara panen daun cocor bebek ... 32

2. Pembuatan ekstrak daun cocor bebek ... 34

(14)

C.Orientasi Level Faktor Penelitian ... 36

D.Pembuatan Gel Anti-inflamasi Ekstrak Daun Cocor Bebek ... 40

E. Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Gel ... 42

1. Uji organoleptis dan pH ... 42

2. Uji viskositas ... 43

3. Uji daya sebar ... 44

F. Stabilitas Gel Anti-inflamasi Ekstrak Daun Cocor Bebek ... 44

G.Efek Penambahan CMC Na dan Propilen glikol serta Interaksinya dalam Menentukan Sifat Fisik Gel Anti-inflamasi Ekstrak Daun Cocor Bebek .. 47

1. Uji normalitas data ... 47

2. Uji variansi data ... 48

3. Respon viskositas ... 48

4. Respon daya sebar ... 49

H.Optimasi Area Komposisi ... 50

1. Contour plot viskositas ... 50

2. Contour plot daya sebar ... 51

3. Superimposed contour plot ... 52

I. Validasi Area Komposisi Optimum ... 52

J. Uji Aktivitas Anti-inflamasi ... 54

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

A.Kesimpulan ... 58

(15)

DAFTAR PUSTAKA ... 59

LAMPIRAN ... 63

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Desain faktorial dengan dua faktor dan dua level ... 16

Tabel II. Formula gel untuk luka bakar ... 25

Tabel III. Formula gel hasil modifikasi ... 25

Tabel IV. Level rendah dan tinggi jumlah CMC Na dan propilen glikol pada sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek ... 39

Tabel V. Hasil uji organoleptis dan pH setelah penyimpanan 48 jam dan 4 minggu ... 42

Tabel VI. Hasil uji viskositas gel ... 43

Tabel VII. Hasil uji daya sebar gel ... 44

Tabel VIII. Hasil % pergeseran viskositas ... 45

Tabel IX. Uji statistika stabilitas gel pada 48 jam dan 4 minggu ... 46

Tabel X. Uji normalitas data viskositas dan daya sebar ... 47

Tabel XI. Hasil uji kesamaan variansi data viskositas dan daya sebar ... 48

Tabel XII. Nilai efek CMC Na dan propilen glikol serta interaksinya dalam menentukan respon viskositas ... 48

Tabel XIII. Nilai efek CMC Na dan propilen glikol serta interaksinya dalam menentukan respon daya sebar ... 49

Tabel XIV. Validasi area komposisi optimum ... 53

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanaman dan daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) ... 8

Gambar 2. Struktur dasar flavonoid ... 9

Gambar 3. Struktur kimia CMC Na ... 13

Gambar 4. Struktur kimia propilen glikol ... 14

Gambar 5. Profil grafik variasi komposisi CMC Na terhadap viskositas... 37

Gambar 6. Profil grafik variasi komposisi CMC Na terhadap daya sebar ... 37

Gambar 7. Profil grafik variasi komposisi propilen glikol terhadap viskositas ... 39

Gambar 8. Profil grafik variasi komposisi propilen glikol terhadap daya sebar ... 39

Gambar 9. Grafik viskositas setiap formula dari waktu ke waktu selama penyimpanan ... 46

Gambar 10. Contour plot respon viskositas sediaan gel ... 50

Gambar 11. Contour plot respon daya sebar sediaan gel ... 51

Gambar 12. Superimposed contour plot sediaan gel ... 52

Gambar 13. Titik validasi pada area optimum ... 53

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat pengesahan determinasi dan hasil determinasi ... 63

Lampiran 2. Ethical clearance ... 64

Lampiran 3. Dokumentasi penanaman tanaman cocor bebek... 65

Lampiran 4. Proses pembuatan ekstrak daun cocor bebek ... 66

Lampiran 5. Sediaan gel anti-inflamasi esktrak daun cocor bebek ... 68

Lampiran 6. Pengukuran sifat fisik gel ekstrak daun cocor bebek ... 69

Lampiran 7. Pengujian aktivitas anti-inflamasi gel ekstrak daun cocor bebek... 70

Lampiran 8. Orientasi level kedua faktor penelitian ... 71

Lampiran 9. Data rata-rata viskositas, pergeseran viskositas, dan daya sebar ... 74

Lampiran 10. Data uji aktivitas anti-inflamasi ... 75

Lampiran 11. Perhitungan menggunakan program R versi 3.1.2 ... 78

(19)

INTISARI

Daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) telah diketahui memiliki efek sebagai anti-inflamasi. Formulasi terhadap ekstrak daun cocor bebek menjadi suatu sediaan gel perlu dilakukan agar mudah digunakan dan acceptable. Sifat fisik dan stabilitas gel dipengaruhi oleh jumlah gelling agent dan humektan yang digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perbandingan jumlah gelling agent CMC Na dan humektan propilen glikol, menentukan faktor yang dominan pada gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek dengan sifat fisik yang baik, serta mengetahui efektivitas sediaan yang dibuat sebagai anti-inflamasi.

Penelitian ini merupakan eksperimental murni menggunakan metode desain faktorial dua faktor dan dua level yang bersifat eksploratif. Faktor yang digunakan adalah CMC Na dan propilen glikol dengan level tinggi dan rendah. Parameter yang diukur adalah sifat fisik (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas (pergeseran viskositas). Analisis data menggunakan program R versi 3.1.2 untuk mengetahui signifikansi efek dari CMC Na, propilen glikol, dan interaksi kedua faktor yang dominan dalam mempengaruhi sifat fisik gel. Area optimum diperoleh dengan superimposed contourplot dari contour plot viskositas dan daya sebar. Aktivitas anti-inflamasi diuji menggunakan tikus yang diinduksi suspensi karagenan-salin 1%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa CMC Na merupakan faktor paling dominan yang mempengaruhi respon viskositas dan daya sebar dengan meningkatkan respon viskositas dan menurunkan respon daya sebar gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek. Ditemukan area optimum yang menghasilkan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek dengan sifat fisik dan stabilitas yang baik. Gel ekstrak daun cocor bebek mampu menghambat edema pada kaki tikus sebesar 46,497%.

(20)

ABSTRACT

Cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) leaf has been known as an anti-inflammatory agent. Formulation of cocor bebek leaf extract into a gel preparation could improve the acceptability. The physical properties and stability of gel is affected by the amount of gelling agent and humectant. The purpose of this research are to determine the amount of gelling agent CMC Na dan humectanct propilen glikol, to determine the dominant factor in the anti-inflammatory gel of cocor bebek leaf extract with good physical properties, and to know the effectiveness of the formulations.

This research is an explorative pure experimental design use a two factors and levels factorial design method. The factor is the high and low level of CMC Na and propilen glikol. Parameters that measured are physical properties (viscosity and spreadibility) and stability (viscosity shift).Data analyses using software R version 3.1.2 to determine the significance effect of CMC Na, propilen glikol, and interaction both factors. Optimum area determined by superimposed contour plot from viscosity and spreadibility contour plot. Anti-inflammatory activity were tested using carrageenan-saline 1% induced rat method.

The results showed that CMC Na were the most dominant factor that affects the response of viscosity and spreadibility with increased of viscosity and decreased of spreadibility. Optimum area could be found and produce an anti-inflammatory gel of cocor bebek leaf extract with good physical properties and stability. The gel of cocor bebek leaf extract could be able to inhibit edema in

paw’s rat at 46,497 %.

(21)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Inflamasi adalah respon biologis terhadap kerusakan sel atau jaringan

yang disebabkan oleh rangsangan bahan kimia atau agen asing (Nugroho, 2011).

Inflamasi pada kulit merupakan salah satu reaksi inflamasi yang sering terjadi di

masyarakat. Meskipun beberapa obat telah dikembangkan untuk mengatasi respon

inflamasi ini, namun penggunaannya dapat menyebabkan efek samping. Efek

samping yang mungkin ditimbulkan adalah dermatitis dan iritasi pada kulit

(Matthew, Jain, James, Matthew, dan Bhowmik, 2013). Penelitian ini akan

mengembangkan suatu sediaan obat anti-inflamasi yang berasal dari bahan alam

yang diharapkan mempunyai aktivitas farmakologi namun memiliki efek samping

yang rendah.

Salah satu bahan alam yang dapat dimanfaatkan dalam pengobatan

inflamasi adalah tanaman cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)). Bagian daun tanaman ini mempunyai kandungan aktif flavonoid yang memiliki aktivitas

sebagai anti-inflamasi (Afzal, Gupta, Kazmi, Rahman, Afzal, dan Alam, 2012). Mekanisme flavonoid dalam aktivitas antiinflamasi adalah dengan menghambat

aktivitas enzim siklooksigenase 1 dan siklooksigenase 2 yang memetabolisme

asam arakidonat menjadi prostaglandin dan menangkap radikal bebas (Lafuente,

Guillamon, Villares, Rostagno, dan Martinez, 2009).

Penggunaan daun cocor bebek secara tradisional dilakukan dengan cara

(22)

(Suhono dan Tim LIPI, 2010). Ekstrak daun cocor bebek dibuat menjadi suatu

sediaan gel agar dapat diaplikasikan dangan mudah dan acceptable.

Gel adalah sediaan semisolid yang mengandung dispersi molekul kecil

ataupun besar pada pembawa cairan karena adanya gelling agent. Sediaan dalam bentuk gel mempunyai kelebihan yaitu kemampuan penyebarannya baik pada

kulit, efek dingin di kulit yang ditimbulkan akibat lambatnya pernguapan air pada

kulit, tidak menyumbat pori-pori kulit, dan pelepasan obatnya baik (Voigt, 1995).

Gel mempunyai komponen penting yang dapat mempengaruhi sifat fisik dan

stabilitas fisiknya yaitu gelling agent dan humektan.

Gelling agent berfungsi sebagai pembentuk jaringan struktural gel. Komposisi gelling agent akan mempengaruhi sifat fisik gel yang meliputi viskositas dan daya sebar yang akan berpengaruh pada pelepasan obat dan

kenyamanan pasien dalam aplikasi sediaan gel tersebut (Garg, Aggarwal, Garg,

dan Singla, 2002). CMC Na adalah gelling agent berupa polimer anionik yang bersifat higroskopis dan stabil pada pH 2-10. CMC Na dapat meningkatkan

viskositas, semakin banyak kandungan CMC Na pada gel maka semakin tinggi

viskositas yang didapatkan (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009).

Komponen lain yang berpengaruh terhadap stabilitas dan sifat fisik gel

yaitu humektan. Penelitian ini menggunakan humektan propilen glikol yang

berfungsi untuk menjaga kandungan airdalam sediaan gel. Propilen glikol bersifat

higroskopis dan mampu membantu difusi zat aktif melalui stratum korneum

(23)

Optimasi terhadap kedua komponen penting tersebut yaitu CMC Na dan

propilen glikol perlu dilakukan untuk mendapatkan sediaan gel ekstrak daun cocor

bebek dengan sifat fisik dan stabilitas fisik yang baik. Metode optimasi yang

digunakan pada penelitian ini adalah desain faktorial. Menurut Kurniawan dan

Sulaiman (2009), metode desain faktorial dapat digunakan untuk melihat efek

yang paling dominan antara CMC Na, propilen glikol ataupun interaksi kedua

faktor yang mempengaruhi sifat fisik (viskositas dan daya sebar) sediaan gel.

1. Perumusan masalah

a. Apakah perbandingan jumlah gelling agent CMC Na dan humektan propilen glikol yang optimum dapat diperoleh sehingga didapat sediaan

gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek dengan sifat fisik (viskositas

dan daya sebar) dan stabilitas fisik (pergeseran viskositas) yang baik?

b. Faktor apakah yang lebih dominan antara CMC Na, propilen glikol

maupun interaksi kedua faktor yang menentukan sifat fisik (viskositas

dan daya sebar) sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek?

c. Apakah sediaan gel ekstrak daun cocor bebek dapat memberikan efek

farmakologis sebagai anti-inflamasi?

2. Keaslian penelitian

Penelitian terkait ekstrak daun cocor bebek yang pernah dilakukan antara

(24)

a. Matthew dkk. (2013) “Analgesic and Anti-Inflammatory Activity of Kalanchoe pinnata (Lam.) Pers”, mengenai uji aktivitas anti-inflamasi cocor bebek pada hewan uji tikus.

b. Hasyim, Pare, Junaid, dan Kurniati (2012) yaitu “Formulasi dan Uji

Efektivitas Gel Luka Bakar Ekstrak Daun Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata L.) pada Kelinci (Oryctolagus cuniculus)”, dilakukan formulasi gel dari ekstrak daun cocor bebek dan diuji aktivitasnya dalam

penyembuhan luka bakar.

c. Ferreira, Coutinho, do Carmo Malvar, Costa, Florentino, Costa, dkk.

(2014) yaitu “Mechanism Underlying the Antinociceptive,

Antiedematogenic, and Anti-inflammatory Activity of the Main Flavonoid from Kalanchoe pinnata”, mengenai uji aktivitas dan mekanisme flavonoid pada ekstrak daun cocor bebek dalam penyembuhan respon

inflamasi.

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan peneliti, penelitian mengenai

optimasi gelling agent CMC Na dan humektan propilen glikol dalam sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) dengan aplikasi desain faktorial belum pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan mampu menambah dan

mengembangkan ilmu pengetahuan dalam dunia farmasi mengenai

(25)

sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)).

b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan sediaan

gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) dengan stabilitas dan sifat fisik yang baik, serta memiliki efek

farmakologis sebagai anti-inflamasi.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk membuat sediaan gel anti-inflamasi dari

ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) yang mempunyai sifat fisik dan stabilitas yang baik.

2. Tujuan khusus

a. Menentukan perbandingan jumlah gelling agent CMC Na dan humektan propilen glikol yang optimum pada sediaan gel anti-inflamasi ekstrak

daun cocor bebek dengan sifat fisik dan stabilitas yang baik.

b. Menentukan faktor yang paling dominan antara CMC Na, propilen glikol

maupun interaksi kedua faktor yang menentukan sifat fisik sediaan gel

anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek.

c. Mengetahui efek farmakologis sediaan gel ekstrak daun cocor bebek

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Inflamasi

Inflamasi adalah respon biologis terhadap kerusakan sel atau jaringan

yang disebabkan oleh bahan kimia atau rangsangan agen asing. Proses inflamasi

merupakan suatu mekanisme perlindungan dimana tubuh berusaha menetralisir

agen-agen yang berbahaya pada tempat yang mengalami kerusakan jaringan dan

untuk mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan. Tanda-tanda munculnya

reaksi inflamasi, yaitu:

1. Rubor (kemerahan) terjadi karena pembuluh darah arteriol mengalami vasodilatasi agar suplai darah ke jaringan luka bisa menjadi lebih lancar.

2. Kalor (panas) merupakan tanda-tanda inflamasi yang terjadi pada permukaan tubuh. Hal ini terjadi karena aliran darah banyak yang mengalir ke jaringan

luka pada proses inflamasi.

3. Tumor (pembengkakan) disebabkan karena adanya suplai cairan maupun sel darah merah dan sel darah putih dari sirkulasi menuju jaringan interstisial

sehingga terjadi penumpukan eksudat pada jaringan luka.

4. Dolor (nyeri) merupakan sinyal bahwa tubuh mengalami kerusakan jaringan. Hal ini disebabkan oleh pelepasan mediator nyeri, seperti prostaglandin,

asetilkolin, serotonin dan histamin yang akan merangsang reseptor nyeri.

(27)

Inflamasi biasanya dibagi menjadi 3 fase yaitu inflamasi akut, respon

imun dan inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan respon awal terhadap

kerusakan jaringan. Respon tersebut melibatkan mediator inflamasi seperti

prostaglandin, histamin, bradikinin, dan leukotrien dan biasanya diawali dengan

pembentukan respon imun (Katzung dan Bertram, 2001).

Berbagai mediator kimia dilepaskan selama proses inflamasi, salah

satunya adalah prostaglandin. Biosintesis senyawa prostaglandin meningkat pada

jaringan yang mengalami kerusakan dan mereka berperan dalam proses terjadinya

inflamasi akut. Proses pembentukan prostaglandin diawali dengan pembentukan

asam arakidonat dari fosfolipid A dengan perantara enzim fosfolipase A2.

Selanjutnya asam arakidonat akan mengalami perubahan melalui beberapa jalur

yaitu jalur siklooksigenase (COX) yang memperantarai pembentukan

prostaglandin dan tromboksan serta jalur lipooksigenase yang memperantarai

pembentukan leukotrien dan lipoksin. Enzim COX mempunyai 2 isoform yaitu

COX 1 dan COX 2. COX 1 merupakan enzim konstitutif yang berperan dalam

pengaturan sekresi asam lambung dan homeostasis, sedangkan COX 2 diinduksi

oleh rangsangan inflamasi, hormon, dan faktor pertumbuhan yang berperan dalam

(28)

B. Tanaman Cocor Bebek

Gambar 1. Tanaman dan daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.) (Majaz, Tatiya, Khurshid, Nazim, dan Siraj, 2011)

Tanaman cocor bebek (gambar 1) merupakan tanaman hias dengan

klasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Plantae – Tumbuhan

Divisio : Spermatophyta

Kelas : Magnoliopsida – Dikotil

Ordo : Rosales

Famili : Crassulaceae

Genus : Kalanchoe

Spesies : Kalanchoe pinnata (Lam.)

Sinonim : Bryophyllum pinnatum, Crassula pinnata, Cotyledon pinnat. Nama daerah : sosor bebek, cocor bebek (Prasad, Kuma, Iyer, dan Sudani, 2012).

Morfologi cocor bebek bulu berupa herba sukulen dengan tinggi 0,3

sampai 2 meter. Batang berbentuk bulat dan daun berwarna hijau buram atau hijau

kebiruan. Daun berbentuk bulat telur atau agak lonjong, berukuran 20x15 cm dan

daun yang kecil berukuran 5 x 2,5 cm. Lembaran daun tebal dan mengandung

banyak air dan tepian daun bergerigi. Tunas-tunas muda muncul dari tepian daun

(29)

berbunga pada bulan Mei-Desember. Bunga berwarna merah muda dan buahnya

jarang terbentuk. Perbanyakan tanaman ini dapat dilakukan dengan penanaman

tunas muda atau stek batang (Suhono dan Tim LIPI, 2010).

Tanaman cocor bebek mengandung komponen aktif seperti alkaloid,

triterpen, lipid, flavonoid, glikosida, bufadienolides, fenol dan asam organik.

Bagian daun tanaman ini mempunyai kandungan aktif flavonoid yang memiliki

aktivitas sebagai anti-inflamasi (Afzal dkk., 2012). Kandungan tanaman cocor

bebek biasa digunakan sebagai obat untuk mematangkan bisul atau mengobati

koreng. Daunnya yang ditumbuk halus juga dapat digunakan sebagai kompres

untuk anggota badan yang mengalami pembengkakan (Suhono dan Tim LIPI,

2010).

C. Flavonoid

Gambar 2. Struktur dasar flavonoid (Khumar dan Pandey, 2013)

Flavonoid adalah senyawa golongon polifenol yang secara alami hampir

terdapat pada semua jenis tumbuhan. Flavonoid mempunyai dua atau lebih cincin

aromatik masing-masing berikatan dengan gugus hidroksil dan heterosiklik piran.

(30)

daun. Flavonoid di dalam tumbuhan biasanya berbentuk glikosida flavonoid

(Lafuente dkk.,2009).

Flavonoid dapat berperan dalam aktivitas anti-inflamasi dengan beberapa

mekanisme. Flavonoid bersifat antioksidatif dan mampu memodulasi aktivitas

enzim yang memetabolisme asam arakidonat menjadi prostaglandin. Aktivitas

anti-inflamasi dari senyawa flavonoid tersebut timbul karena adanya efek sinergis

dengan aktivitas antioksidan (Lafuente dkk.,2009).

Mekanisme flavonoid dalam aktivitas anti-inflamasi adalah dengan

menghambat pembentukan maupun aktivitas enzim siklooksigenase (COX) baik

siklooksigenase 1 (COX-1) maupun siklooksigenase 2 (COX-2). Enzim

siklooksigenase tersebut merupakan enzim yang memperantarai terbentuknya

prostaglandin dari asam arakidonat yang muncul pada jaringan yang rusak. Asam

arakidonat terbentuk dari fosfolipid yang diperantarai oleh enzim fosfolipase A2

yang selanjutnya akan dioksidasi menjadi prostaglandin melalui aksi enzim

siklooksigenase tersebut (Ferreira dkk., 2014). Inflamasi dapat terjadi karena

adanya radikal bebas yang diproduksi selama proses metabolisme normal atau

diinduksi faktor eksogen. Flavonoid berperan sebagai antioksidan dengan

menghambat radikal bebas dan menghambat pembentukan radikal bebas yang

terdapat di dalam tubuh sehingga kerusakan jaringan atau sel dapat dihambat

(31)

D. Ekstraksi

Ekstraksi merupakan kegiatan menarik suatu zat yang dapat larut dari

bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Faktor yang dapat

mempengaruhi kecepatan ekstraksi adalah kecepatan difusi zat yang melewati

lapisan-lapisan antara cairan pengekstrak dengan bahan yang mengandung zat

tersebut. Senyawa yang hanya larut sedikit dalam air kepolarannya memadai

untuk diekstraksi dengan baik menggunakan metanol, etanol, atau aseton.

Ekstraksi kembali larutan dalam air dengan pelarut organik yang tidak bercampur

dengan air tetapi bersifat agak polar bertujuan untuk memisahkan senyawa yang

dituju dari senyawa yang lebih polar seperti karbohidrat (Robinson, 1991).

Salah satu metode ekstraksi yang paling sederhana adalah maserasi.

Prinsip maserasi adalah masuknya sejumlah cairan pengekstraksi ke dalam

ekstrak sehingga kandungan dari dalam ekstrak akan terdesak ke luar hingga

mencapai titik keseimbangan. Saat cairan pengekstraksi kontak dengan serbuk

simplisia, maka sel-sel yang rusak akibat proses penyerbukan langsung

bersentuhan dengan cairan pengekstrak sehingga komponen sel akan mudah

keluar dari bahan simplisia. Proses selanjutnya cairan pengekstraksi harus mampu

menembus dinding sel dan masuk ke rongga sel untuk melarutkan komponen sel

yang tidak rusak atau terluka. Cairan pengekstraksi yang masuk ke dalam rongga

sel menyebabkan komponen sel terlarut dan terdesak keluar sel karena adanya

perbedaan konsentrasi. Komponen sel akan terus terdesak dari dalam sel hingga

mencapai keseimbangan yaitu pada saat konsentrasi komponen sel di dalam dan

(32)

E. Gel

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), gel adalah sistem

semipadat yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang

kecil atau molekul organik yang besar dan terpenetrasi oleh suatu cairan.

Gel mempunyai kandungan air yang tinggi dibandingkan dengan sediaan

semi solid yang lain. Setelah gel diaplikasikan pada kulit, air akan berevaporasi

dan memberikan efek dingin. Hal ini menjadi salah satu kelebihan gel jika

digunakan untuk sediaan anti-inflamasi dan sunscreen (Baki dan Alexander, 2015). Gel juga bersifat lunak, lembut, mudah dioleskan, dan tidak meninggalkan

lapisan berminyak pada permukaan kulit (Abdassah, Sumiwi, dan Hendrayana,

2009).

Gel dapat diklasifikasikan menjadi inorganik gel dan organik gel.

Inorganik gel biasanya mempunyai sistem dua fase, sedangkan organik gel

mempunyai sistem satu fase yang mengandung gelling agent seperti carbomer dan CMC Na. Berdasarkan sifat pembawanya, gel juga diklasifikasikan menjadi

hidrogel dan organogel. Hidrogel memiliki komponen yang larut dalam air,

sedangkan organogel memiliki komponen yang larut dalam pelarut nonaqueous (Allen dan Ansel, 2014).

F. Gelling Agent

(33)

tinggi konsentrasi gelling agent yang digunakan, semakin tinggi viskositas gel karena struktur gel semakin kuat (Zats dan Kushla, 1996).

Gambar 3. Struktur kimia CMC Na (Rowe dkk., 2009)

CMC Na (gambar 3) merupakan polimer anionik yang berbentuk

serbuk granul berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa, dan bersifat higroskopis.

CMC Na biasanya digunakan dalam sediaan topikal untuk meningkatkan

viskositas sediaan. CMC Na dapat digunakan sebagai gelling agent pada konsentrasi 3.0 - 6.0 %. CMC Na memiliki titik didih 227 oC, mengandung air

kurang dari 10%, dan dapat menyerap air pada suhu 37 oC dengan kelembaban 80

%. CMC Na tidak larut dalam aseton, etanol (95%), dan toluen, pada etanol 95%

ia akan mengalami presipitasi. CMC Na stabil pada pH 2-10, pada pH dibawah 2

akan mengalami pengendapan dan diatas 10 akan mengalami penurunan

(34)

G. Humektan

Humektan menjaga kestabilan sediaan gel dengan mengabsorbsi lembab

dari lingkungan, selain itu juga mempertahankan kelembaban kulit sehingga kulit

tidak kering (Rowe dkk., 2009).

Gambar 4. Struktur kimia propilen glikol (Rowe dkk., 2009)

Propilen glikol (gambar 4) merupakan cairan tidak berwarna yang

mempunyai sifat viskos dan higroskopis, dengan rasa manis, yang sedikit tajam

seperti gliserin. Propilen glikol dapat digunakan sebagai pelarut, ekstraktan,

pengawet, humektan dan disinfektan pada berbagai sediaan parenteral maupun

non parenteral. Propilen glikol lebih mudah melarutkan beberapa senyawa

daripada gliserin seperti kortokosteroid, fenol, sulfa, alkaloid, vitamin A dan D.

Propilen glikol dapat digunakan sebagai humektan pada konsentrasi hingga 15%.

Propilen glikol bersifat stabil pada suhu rendah sedangkan pada suhu tinggi akan

teroksidasi menjadi propionaldehid, asam laktat, asam piruvat, dan asam asetat.

Propilen glikol akan tetap stabil jika ditambahkan dengan etanol, gliserin, dan air

(35)

H. Desain Faktorial

Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yang

menggabungkan beberapa level pada satu faktor dengan beberapa level dari faktor

yang lain. Desain faktorial digunakan untuk mengevaluasi efek dari beberapa

faktor secara terpisah maupun interaksinya satu sama lain (De Muth, 1999).

Pendekatan desain faktorial mempunyai beberapa istilah yang perlu diketahui,

yaitu:

1. Faktor adalah variabel yang ditetapkan, misal konsentrasi, jenis bahan, waktu,

dan suhu. Faktor dapat bersifat kualitatif maupun kuantitatif namun harus dapat

ditetapkan nilainya dalam angka.

2. Level adalah nilai yang ditetapkan faktor.

3. Respon adalah hasil terukur yang diperoleh dari percobaan. Respon harus dapat

dikuantifikasikan dan perbedaan respon yang terjadi dikarenakan variasi level

yang digunakan.

4. Interaksi dianggap batas dari penambahan efek-efek faktor. Interaksi dapat

bersifat sinergis maupun antagonis. Sinergis berarti hasil interaksi mempunyai

efek yang lebih besar dari masing-masing efek faktor. Antagonis berarti hasil

mempunyai efek yang lebih kecil daripada masing-masing efek yang

dihasilkan faktor (Kurniawan dan Sulaiman, 2009).

Desain faktorial sering menggunakan notasi dua level yaitu level tinggi

dan level rendah. Faktor yang berada di level tinggi dilambangkan dengan „+‟,

sedangkan yang berada di level rendah dilambangkan dengan „-„ (Armstrong dan

(36)

Desain faktorial dengan dua level dan dua faktor memerlukan empat

percobaan (2n = 4, dua menunjukkan level dan n menunjukkan jumlah faktor).

Persamaan untuk desain faktorial dengan dua faktor dan dua level:

Y = b0 + b1 (A) + b2 (B) + b12 (A)(B) ... (1)

Keterangan:

Y = respon hasil atau sifat yang diamati

(A), (B) = level faktor A dan B yang nilainya antara -1 sampai +1

b0, b1, b2, b12 = koefisien yang dihitung dari hasil percobaan

(Kurniawan dan Sulaiman, 2009).

Konsep percobaaan desain faktorial dengan dua level dan dua faktor dapat dilihat

pada tabel I.

Tabel I. Desain faktorial dengan dua faktor dan dua level

Keterangan tabel:

1 = formula dengan faktor A pada level rendah dan faktor B pada level rendah

a = formula dengan faktor A pada level tinggi dan faktor B pada level rendah

b = formula dengan faktor A pada level rendah dan faktor B pada level tinggi

ab = formula dengan faktor A pada level tinggi dan faktor B pada level tinggi

(Armstrong dan James, 1996). Eksperimen Faktor A Faktor B Interaksi

1 - - +

a + - -

b - + -

(37)

I. Landasan Teori

Daun cocor bebek dapat dimanfaatkan untuk mengobati inflamasi.

Kandungan daun cocor bebek yang berperan sebagai agen anti-inflamasi adalah

flavonoid. Flavonoid memiliki beberapa mekanisme aktivitas anti-inflamasi salah

satunya adalah menghambat metabolisme enzim pada jalur asam arakidonat yang

merupakan mediator penting dalam proses inflamasi dan sinergis dengan aktivitas

antioksidan flavonoid (Lafuente dkk., 2009).

Ekstrak daun cocor bebek akan diformulasi menjadi suatu sediaan gel

agar mudah digunakan dan acceptable. Sediaan dalam bentuk gel mempunyai kelebihan yaitu mudah dicuci, mudah mengering membentuk lapisan film, dan

memberikan efek dingin pada kulit sehingga cocok jika digunakan sebagai gel

anti-inflamasi (Voigt, 1995).

Gel mempunyai komponen utama yang dapat mempengaruhi sifat fisik

dan stabilitas gel yaitu gelling agent dan humektan. Sifat fisik meliputi viskositas dan daya sebar gel, sedangkan stabilitas meliputi pergeseran viskositas sediaan

gel. Gelling agent yang digunakan adalah CMC Na dan humektan yang digunakan adalah propilen glikol. Oleh karena itu, optimasi untuk menentukan komposisi

gelling agent dan humektan diperlukan untuk mendapatkan sifat fisik dan stabilitas gel yang optimum. Aplikasi desain faktorial digunakan untuk

menentukan area optimum komposisi gelling agent dan humektan yang digunakan dan menentukan faktor yang dominan yang mempengaruhi sifat fisik dan

(38)

J. Hipotesis

1. Area komposisi optimum dapat diperoleh sehingga dapat diketahui

perbandingan jumlah gelling agent CMC Na dan humektan propilen glikol untuk membentuk sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek dengan

sifat fisik dan stabilitas fisik yang baik.

2. Faktor CMC Na merupakan faktor yang paling dominan dalam menentukan

sifat fisik sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek.

3. Sediaan gel ekstrak daun cocor bebek dapat memberikan efek farmakologis

(39)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni yang bersifat

eksploratif menggunakan metode desain faktorial dengan dua faktor dan dua level

untuk mendapatkan sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek yang

memenuhi persyaratan sifat fisik dan stabilitas fisik gel.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah CMC Na (level rendah dan

level tinggi) dan propilen glikol (level rendah dan level tinggi).

b. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik gel (daya sebar

dan viskositas) dan stabilitas fisik gel (pergeseran viskositas setelah

penyimpanan selama 48 jam dan 4 minggu).

c. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah kondisi dan

wadah penyimpanan selama 48 jam dan 4 minggu, kecepatan putar, lama

pencampuran, alat - alat penelitian, habitat tumbuh tanaman cocor bebek,

umur tanaman cocor bebek, waktu panen daun cocor bebek, berat hewan

uji, umur hewan uji, jenis kelamin hewan uji, dan galur hewan uji.

d. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu

(40)

2. Definisi Operasional

a. Gel anti-inflamasi adalah sediaan semipadat yang mempunyai efek

farmakologi mengurangi gejala-gejala inflamasi secara topikal.

b. Ekstrak daun cocor bebek adalah hasil ekstraksi daun cocor bebek

dengan metode maserasi selama 48 jam menggunakan etanol, kemudian

dilakukan penguapan menggunakan vacuumrotary evaporator pada suhu 55 oC dan waterbath pada suhu 70oC selama 3 jam dengan pengadukan secara berkala 30 menit sekali.

c. Gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek adalah sediaan semipadat

yang mengandung zat aktif dari ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) yang mempunyai efek farmakologi mengurangi gejala-gejala inflamasi secara topikal.

d. Gelling agent adalah komponen dalam sediaan gel yang dapat membentuk jaringan struktural gel sehingga mempengaruhi sifat fisik

dan stabilitas fisik gel, dalam penelitian ini dilakukan optimasi terhadap

gelling agent CMC Na.

e. Humektan adalah komponen yang berfungsi sebagai pelembab untuk

sediaan gel, dalam penelitian ini dilakukan optimasi terhadap humektan

propilen glikol.

f. Sifat fisik dan stabilitas fisik geladalah parameter yang digunakan untuk

mengetahui kualitas sediaan gel, dalam penelitian ini sifat fisik sediaan

(41)

meliputi pergeseran viskositas gel setelah penyimpanan 48 jam dan 4

minggu.

g. Desain faktorial adalah metode optimasi yang digunakan untuk

mengetahui efek yang lebih dominan dalam mempengaruhi sifat fisik dan

stabilitas fisik sediaan gel dengan analisis hasil secara statistik

menggunakan programR versi 3.1.2.

h. Faktor adalah variabel yang diteliti pada suatu penelitian, dalam

penelitian ini digunakan 2 faktor yaitu CMC Na sebagai faktor A dan

propilen glikol sebagai faktor B.

i. Level adalah tetapan atau nilai dari suatu faktor yang dinyatakan secara

numerik. Level rendah CMC Na 6 gram dan level tinggi CMC Na 7,5

gram, sedangkan level rendah propilen glikol 20 gram dan level tinggi

propilen glikol 30 gram.

j. Respon adalah besaran yang akan diamati perubahan efeknya dan dapat

dihitung secara kuantitatif, dalam penelitian ini adalah hasil uji sifat fisik

(viskositas dan daya sebar).

k. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan adanya variasi level dan

faktor.

l. Viskositas adalah ketahanan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek

untuk mengalir setelah diberi gaya.

m. Daya sebar adalah diameter penyebaran tiap 1 gram gel anti-inflamasi

ekstrak daun cocor bebek selama 1 menit dengan pemberian beban 125

(42)

n. Pergeseran viskositas adalah selisih viskositas gel antiiinflamasi ekstrak

daun cocor bebek setelah penyimpanan setelah 4 minggu dengan

viskositas gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek setelah 48 jam

pembuatan pada suhu kamar.

o. Area optimum adalah area komposisi gelling agent CMC Na dan humektan propilen glikol yang menghasilkan gel yang mempunyai sifat

fisik dan stabilitas fisik yang baik.

p. Contour plot adalah grafik yang digunakan untuk memprediksi area optimum formula sediaan gel yang memenuhi parameter sediaan gel

yang baik.

q. Superimposed contour plot adalah penggabungan contour plot daerah optimum dari respon viskositas dan daya sebar.

C. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun cocor

bebek (kebun obat Universitas Sanata Dharma), aquadest (kualitas farmasetis), CMC Na (kualitas farmasetis), propilen glikol (kualitas farmasetis), metil paraben

(kualitas farmasetis), trietanolamin (kualitas farmasetis), etanol 70% (kualitas

farmasetis), suspensi karagenan-salin 1%, Voltadex®, dan tikus jantan galur

Sprague Dawley yang berumur 2-3 bulan dengan berat 150-250 gram.

D. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas,

(43)

Viskometer Rion seri VT 04 (RION-JAPAN), stopwatch, waterbath, neraca analitik, oven, vacuum rotary evaporator, pH stick, alat uji daya sebar, dan jangka sorong digital.

E. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi Tanaman Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.))

Determinasi tanaman cocor bebek dilakukan di Laboratorium

Farmakognosi Fitokimia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tujuan

dilakukan determinasi adalah memastikan kebenaran tanaman yang digunakan

oleh peneliti yaitu Kalanchoe pinnata (Lam.). Determinasi dilakukan menggunakan buku Flora of Java (Spermatophytes only) (Backer dan van der Brink, 1963).

2. Pembuatan ekstrak daun cocor bebek

a. Pengumpulan dan cara panen daun cocor bebek. Bibit tanaman cocor

bebek diperoleh dari tempat budidaya Merapi Farma Kaliurang,

Yogyakarta. Tanaman cocor bebek dibudidayakan di Kebun Obat

Universitas Sanata Dharma Kampus III Paingan.

Pemanenan daun dilakukan pada umur tiga bulan. Daun dicuci dengan air

mengalir untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada daun. Daun

yang telah dicuci diangin-anginkan kemudian dikeringkan menggunakan

pengeringan udara pada tempat teduh dilanjutkan dengan pengeringan

(44)

menggunakan blender kemudian simplisia diayak menggunakan ayakan mesh 40.

b. Pembuatan ekstrak daun cocor bebek. Metode ekstraksi dimodifikasi dari

teknik isolasi senyawa ekstrak etanol daun cocor bebek oleh Nwose

(2013). Modifikasi metode dilakukan pada tahap penguapan

menggunakan vacuum rotary evaporator dan pelarut etanol 70% yang digunakan. Serbuk daun cocor bebek dimaserasi dengan pelarut etanol

70% dengan perbandingan 2:5 selama 48 jam. Pemisahan serbuk dan

maserat dilakukan menggunakan corong Buchner dan kertas saring

dengan bantuan pompa vakum. Bagian serbuk disari lagi dengan pelarut

etanol dan dimaserasi kembali selama 48 jam. Hasil penyarian dicampur

dan diuapkan menggunakan vacuum rotary evaporator dengan suhu 55oC. Pelarut yang tersisa diuapkan kembali pada cawan porselin di atas

waterbath dengan suhu 75oC selama 3 jam dengan pengadukan berkala 30 menit.

c. Uji kuantitatif kandungan ekstrak daun cocor bebek. Uji kuantitatif

terhadap hasil ekstrak daun cocor bebek dilakukan untuk mengetahui

kadar flavonoid pada ekstrak daun cocor bebek. Pengujian kadar

flavonoid dilakukan oleh Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu

UGM (LPPT UGM). Uji flavonoid dilakukan dengan membuat kurva

baku menggunakan standar quersetin, dilanjutkan dengan uji flavonoid

pada sampel ekstrak daun cocor bebek menggunakan spektrofotometri

(45)

3. Optimasi formula gel

a. Formula. Formula yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada

formula gel luka bakar ekstrak daun cocor bebek (Hasyim dkk., 2012)

Tabel II. Formula gel untuk luka bakar

Bahan Komposisi (% b/v)

Ekstrak daun cocor bebek 2,5

Carbopol 0,6

Formula tersebut dimodifikasi pada komposisi gelling agent dan humektan menjadi formula baru pada tabel III.

Tabel III. Formula gel hasil modifikasi

(46)

b. Pembuatan gel. CMC Na dikembangkan terlebih dahulu dalam 100 gram

aquadest dengan cara menaburkan CMC Na di atas aquadest (campuran 1), pengembangan CMC Na dilakukan selama 24 jam. Metil paraben

dilarutkan menggunakan etanol 70% dan propilen glikol (campuran 2).

Campuran 1 dan 2 dicampur dan ditambahkan ekstrak daun cocor bebek

kemudian dilakukan proses mixing dengan mixer dengan skala putar 1 selama 5 menit. Trietanolamin ditambahkan pada saat proses mixing

pada menit ke-1 untuk mengatur pH sediaan gel anti-inflamasi ekstrak

daun cocor bebek.

4. Uji sifat fisik dan stabilitas fisik gel

a. Uji organoleptis dan pH. Uji organoleptis dan pH sediaan dilakukan pada

penyimpanan 48 jam dan 4 minggu. Sediaan gel ekstrak daun cocor

bebek yang telah diformulasi dilakukan pengamatan fisik meliputi bau,

warna, homogenitas, dan pH sediaan. Pengukuran pH menggunakan

indikator pH (pH stick) dengan cara memasukkannya ke dalam sediaan gel kemudian warna yang dihasilkan dibandingkan dengan warna standar

pada pH stick.

b. Uji viskositas. Uji viskositas dilakukan 48 jam setelah formulasi gel.

Masing-masing formula gel ditentukan viskositasnya menggunakan alat

Viskometer Rion seri VT 04. Ukuran paddle yang digunakan pada skala 2 (rentang viskositas 100-4000 dPas). Cara pengujiannya yaitu gel

(47)

viskositas gel dapat diketahui dengan mengamati gerakan jarum

penunjuk viskositas.

c. Uji pergeseran viskositas. Pergeseran viskositas gel ekstrak daun cocor

bebek diketahui dengan menghitung persentase perubahan viskositas gel

setelah penyimpanan selama 4 minggu. Berdasarkan penelitian Yuliani

(2010), rumus untuk menghitung persen pergeseran viskositas adalah:

d. Uji daya sebar. Pengukuran daya sebar sediaan gel dilakukan setelah 48

jam pembuatan. Pengukuran daya sebar dilakukan dengan cara gel

ditimbang 1 gram kemudian diletakkan di tengah lempeng bulat berskala.

Kaca bulat lain dan pemberat diletakkan di atas gel tersebut sehingga

berat kaca bulat dan pemberat 125 gram, didiamkan selama 1 menit,

kemudian dicatat diameter sebarnya (Garg dkk., 2012).

5. Uji aktivitas anti-inflamasi dengan metode carrageenan-induced paw edema

a. Penyiapan hewan uji. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini

adalah tikus jantan galur Sprague Dawley yang berumur 2-3 bulan dengan berat 100-200 gram. Tikus dipuasakan 12 jam sebelum

pengujian.

b. Pembuatan larutan NaCl 0,9%. Sebanyak 0,225 mg NaCl ditimbang

(48)

c. Pembuatan suspensi karagenan-salin 1%. Sebanyak 0,1 g karagenan

ditimbang kemudian dilarutkan dengan larutan NaCl 0,9% di dalam labu

takar 10 ml.

d. Perlakuan hewan uji. Hewan uji dibagi menjadi 3 kelompok

masing-masing terdiri dari 3 ekor tikus, yaitu:

1) Kelompok kontrol negatif injeksi suspensi karagenan-salin 1%.

Telapak kaki kiri belakang tikus diukur menggunakan jangka sorong

digital sebelum diinjeksi suspensi karagenan-saline 1% secara

suplantar (dinyatakan sebagai Yo). Pengukuran ketebalan telapak kaki

tikus dilakukan pada menit ke-0 (sebelum injeksi suspensi

karagenan-salin 1%), 30, 60, 120, 180 setelah injeksi suspensi karagenan-karagenan-salin

1%.

2) Kelompok kontrol positif gel Voltadex®.

Telapak kaki kiri belakang tikus diukur menggunakan jangka sorong

digital (dinyatakan sebagai Yo), setelah itu dioleskan gel Voltadex®.

Satu jam kemudian, telapak kaki kiri belakang diinjeksi 0,5 ml

suspensi karagenan-salin 1% secara sub plantar. Pengukuran ketebalan

telapak kaki tikus dilakukan pada menit ke-0 (sebelum pengolesan gel

Voltadex®), 30, 60, 120, 180 setelah injeksi suspensi karagenan-salin

1%.

3) Kelompok perlakuan gel ekstrak daun cocor bebek formula optimum.

Telapak kaki kiri belakang tikus diukur menggunakan jangka sorong

(49)

cocor bebek. Satu jam kemudian, telapak kaki kiri belakang diinjeksi

0,5 ml suspensi karagenan-salin 1% secara sub plantar. Pengukuran

ketebalan telapak kaki tikus dilakukan pada menit ke-0 (sebelum

pengolesan gel ekstrak daun cocor bebek), 30, 60, 120, 180 setelah

injeksi suspensi karagenan-salin 1%.

d. Pengukuran persen penghambatan edema. Analisis hasil dilakukan

dengan mengukur ketebalan telapak kaki tikus menggunakan jangka

sorongdigital. Setelah itu dihitung nilai edema tiap waktu (persamaan 2),

nilai AUC total masing-masing perlakuan (persamaan 3) dan didapatkan

persen penghambatan edema (persamaan 4).

Nilai edema masing-masing perlakuan tiap jam dihitung dengan rumus:

Yu = Yt –Yo ... (2)

Keterangan:

Yu = edema kaki tikus pada waktu tertentu (mm)

Yt = tebal kaki tikus pada waktu tertentu setelah diradangkan dengan

suspensi karagenan-salin 1% (mm)

Yo = tebal kaki tikus sebelum diradangkan dengan suspensi

karagenan-salin 1% (mm)

(Taufiq, Wahyuningtyas, dan Wahyuni, 2008).

Nilai AUC total masing-masing perlakuan dengan rumus:

... (3)

Keterangan:

= area dibawah kurva dari jam ke-0 sampai jam ke-3 (mm.jam)

= edema telapak kaki pada jam ke-(n-1) (mm)

(50)

= jam ke-n (jam)

= jam ke-(n-1) (jam)

(Taufiq dkk., 2008).

Persen penghambatan edema dihitung dengan rumus:

... (4)

Keterangan:

= rata – rata kontrol negatif (mm.jam)

= masing-masing tikus pada kelompok yang

diberi perlakuan (mm.jam)

(Taufiq dkk., 2008).

F. Optimasi dan Analisis Data

Data hasil sifat fisik dan stabilitas gel dianalisis sesuai dengan metode

perhitungan desain faktorial untuk mengetahui efek dari CMC Na, propilen glikol,

dan interaksi antara CMC Na dan propilen glikol. Analisis menggunakan

pendekatan desain faktorial untuk menghitung koefisien b0, b1, b2, b12 sehingga

didapatkan persamaan Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b12X1X2. Persamaan tersebut

kemudian dibuat contour plot sifat fisik gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek. Masing-masing contour plot digabungkan menjadi superimposed contour plot untuk mengetahui area komposisi optimum CMC Na dan propilen glikol terbatas pada level yang diteliti. Analisis data dilakukan dengan menggunakan

program R versi 3.1.2 dengan uji statistik yaitu uji Shapiro-Wilk yang digunakan untuk mengetahui normalitas distribusi data. Data dapat dikatakan terdistribusi

(51)

Data dapat dikatakan memiliki kesamaan variansi jika mempunyai p-value lebih dari 0,05. Jika data memiliki kesamaan variansi maka dapat dilanjutkan dengan

uji two way ANOVA. Uji ANOVA digunakan untuk mengetahui signifikansi efek dari CMC Na, propilen glikol dan interaksi keduanya sehingga dapat diketahui

faktor dominan yang mempengaruhi sifat fisik dan stabilitas gel anti-inflamasi

(52)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Determinasi Tanaman Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) Determinasi tanaman dilakukan untuk memastikan kebenaran tanaman

yang digunakan dalam penelitian ini. Determinasi tanaman mengacu pada buku

Flora of Java (Spermatophytes only) (Backer dan van Der Brink, 1963). Determinasi dilakukan dengan mencocokan ciri-ciri tanaman cocor bebek dengan

kunci determinasi. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman tersebut

merupakan tanaman cocor bebek dengan nama latin Kalanchoe pinnata (Lam.). Hasil determinasi dinyatakan dalam bukti tertulis surat keterangan determinasi

yang dikeluarkan oleh Laboratorium Kebun Tanaman Obat Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma (Lampiran 1).

B. Pembuatan Ekstrak Daun Cocor Bebek 1. Pengumpulan dan cara panen daun cocor bebek

Tanaman cocor bebek yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari

Merapi Farma Kaliurang dalam bentuk bibit tanaman dan dibudidayakan di

satu tempat tumbuh yaitu Kebun Obat Universitas Sanata Dharma Kampus III

Paingan. Pembudidayaan tersebut dilakukan untuk mengendalikan variabel

pengacau yang mungkin terjadi pada saat penanaman tanaman cocor bebek

seperti habitat tumbuh, iklim, keadaan tanah, dan pemeliharaan tanaman.

Tanaman cocor bebek dipanen daunnya pada umur tiga bulan sebelum tanaman

(53)

Menurut Milad, El-Ahmady, dan Singab (2014) dalam penelitian uji

anti-inflamasi antara daun cocor bebek yang dipanen sebelum berbunga dan setelah

berbunga menyatakan bahwa daun cocor bebek yang dipanen sebelum

berbunga menunjukkan aktivitas anti-inflamasi sedangkan daun cocor bebek

setelah berbunga tidak menunjukkan aktivitas anti-inflamasi.

Daun cocor bebek kemudian di sortasi basah untuk memisahkan kotoran

atau bahan asing yang tidak diinginkan dari bahan simplisia. Sortasi basah ini

dilakukan untuk menjaga kemurnian dan mengurangi kontaminasi awal yang

dapat mengganggu proses selanjutnya. Simplisia kemudian dicuci

menggunakan air mengalir dan dirajang untuk mempercepat proses

pengeringan simplisia basah. Semakin tipis ukuran hasil rajangan makan

semakin cepat proses penguapan air sehingga lama waktu pengeringan

simplisia semakin singkat. Pengeringan simplisia dilakukan untuk mengurangi

kadar air, menghentikan reaksi enzimatik, dan mencegah pertumbuhan jamur

dan mikroba. Simplisia dikeringkan dengan pengeringan udara di tempat teduh

selama 2 hari dilanjutkan pengeringan menggunakan lemari pengering pada

suhu 35oC hingga benar-benar kering, hal ini ditandai dengan mudah hancur

bila diremas. Simplisia yang sudah kering kemudian diserbukkan

menggunakan blender hingga didapatkan serbuk halus. Penyerbukan simplisia

ini penting karena proses ekstraksi yang efektif tergantung pada ukuran partikel

simplisia, jika ukuran partikel besar akan sulit diekstraksi sedangkan pada

ukuran partikel kecil akan memiliki luas permukaan yang lebih besar dan dapat

(54)

ekstraksi akan berjalan lebih efisien. Namun jika tingkat penghalusan simplisia

terlalu tinggi dapat menyebabkan serbuk simplisia susah dipisahkan dari cairan

pengekstraksi dan ekstraksi pun akan berjalan tidak optimal. Serbuk tersebut

kemudian diayak dengan ayakan mesh 40 untuk membuat ukuran partikel

menjadi seragam. Serbuk simplisia daun cocor bebek langsung digunakan

untuk proses selanjutnya untuk meminimalkan terjadinya peningkatan kadar air

selama penyimpanan.

2. Pembuatan ekstrak daun cocor bebek

Ekstrak daun cocor bebek diperoleh melalui ekstraksi menggunakan

metode maserasi dengan cara merendam serbuk simplisia ke dalam cairan

pengekstraksi dengan penggojokan selama proses ekstraksi. Metode maserasi

dipilih karena penggunaannya mudah, sederhana, dan sesuai untuk jaringan

tumbuhan lunak.

Prinsip metode maserasi seperti prinsip difusi yaitu masuknya sejumlah

cairan pengekstraksi ke dalam ekstrak sehingga kandungan dari dalam ekstrak

akan terdesak ke luar hingga mencapai titik keseimbangan. Saat cairan

pengekstraksi kontak dengan serbuk simplisia, sel-sel yang rusak akibat proses

penyerbukan langsung bersentuhan dengan cairan pengekstrak sehingga

komponen sel akan mudah keluar dari bahan simplisia. Proses selanjutnya

cairan pengekstraksi harus mampu menembus dinding sel dan masuk ke rongga

sel untuk melarutkan komponen sel yang tidak rusak atau terluka. Cairan

pengekstraksi yang masuk ke dalam rongga sel menyebabkan komponen sel

(55)

Komponen sel akan terus terdesak dari dalam sel hingga mencapai

keseimbangan yaitu pada saat konsentrasi komponen sel di dalam dan di luar

sel sama besar (Voigt, 1995).

Komponen dari daun cocor bebek yang ingin diekstraksi adalah

flavonoid. Ekstraksi dilakukan dengan menimbang 200 gram serbuk daun

cocor bebek kemudian dilarutkan dalam 500 ml etanol 70% selama 48 jam

dengan penggojokan terus menerus selama ekstraksi. Penggojogan tersebut

dilakukan agar terjadi kontak secara keseluruhan antara cairan pengekstraksi

dengan serbuk simplisia sehingga proses keseimbangan lebih cepat tercapai.

Hasil maserasi kemudian disaring menggunakan kertas saring dan corong

Buchner dengan bantuan pompa vakum untuk mempercepat proses

penyaringan. Bagian serbuk sisa penyaringan kemudian dimaserasi kembali

menggunakan 500 ml etanol 70% selama 48 jam untuk memaksimalkan

keluarnya kandungan flavonoid dari serbuk simplisia daun cocor bebek. Filtrat

hasil maserasi pertama dan kedua dicampur kemudian diuapkan menggunakan

vacuum rotary evaporator dengan suhu 55oC untuk menguapkan fase etanol kemudian menguapkan fase air dengan waterbath pada suhu 70 oC selama 3

jam dengan pengadukan selama 30 menit sekali. Hasil ekstraksi daun cocor

bebek yang didapatkan berwarna hijau tua dengan konsistensi cairan yang

mudah mengalir agar dapat bercampur dengan basis gel yang dibuat. Persen

yield ekstrak etanol daun cocor bebek yang didapatkan sebanyak 8 %.

Menurut Voigt (1995), cairan pengekstraksi etanol dapat menghambat

(56)

70% juga efektif digunakan sebagai cairan pengekstraksi karena mampu

mengambil komponen aktif secara optimal dan lebih selektif dalam

mengekstraksi komponen di dalam bahan simplisia.

3. Uji kuantitatif kandungan esktrak daun cocor bebek

Uji kuantitatif terhadap daun cocor bebek dilakukan untuk mengetahui

kadar flavonoid yang terdapat pada ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.). Pengujian kadar flavonoid dilakukan oleh Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu UGM (LPPT UGM) dengan metode

spektrofotometri visibel dan diperoleh kadar flavonoid 45,305 ppm dalam

202,4 ppm sampel (22,38%) dengan pembanding quersetin. Quersetin

termasuk golongan flavonoid sehingga dapat digunakan sebagai pembanding

pada penetapan kadar flavonoid.

C. Orientasi Level Faktor Penelitian

Orientasi level faktor penelitian dilakukan untuk menentukan level

rendah dan tinggi dari faktor CMC Na dan propilen glikol sebagai gelling agent dan humektan pada sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek

(Kalanchoe pinnata (Lam.)). Level faktor dapat ditentukan dengan melihat respon viskositas dan daya sebar masing-masing faktor.

Menurut Rowe dkk. (2009), CMC Na digunakan sebagai gelling agent dalam sediaan gel pada konsentrasi 3,0-6,0 % atau pada sediaan gel 200 gram

(57)

orientasi level faktor CMC Na dilakukan pada rentang jumlah antara 6 gram

hingga 8,5 gram seperti terlihat pada gambar 5 dan 6.

Gambar 5. Profil grafik variasi komposisi CMC Na terhadap viskositas

Gambar 6. Profil grafik variasi komposisi CMC Na terhadap daya sebar

Menurut Rowe dkk. (2009) peningkatan konsentrasi CMC Na dapat

meningkatkan viskositas seiring terjadinya penurunan kemampuan daya sebar gel

anti-inflamasi. Gambar 5 menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi CMC Na

Gambar

Gambar 3. Struktur kimia CMC Na (Rowe dkk., 2009)
Gambar 4. Struktur kimia propilen glikol (Rowe dkk., 2009)
Tabel I. Desain faktorial dengan dua faktor dan dua level
Tabel II. Formula gel untuk luka bakar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian mengenai optimasi formula gel UV protection endapan perasan umbi wortel (Daucus carota, L.): tinjauan terhadap humektan propilen glikol dan sorbitol dilakukan

Penelitian mengenai Karbopol 940 sebagai gelling agent, propilen glikol sebagai humektan dan menggunakan ekstrak pegagan yang sudah pernah dilakukan adalah Optimasi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi pengaruh dari Carbopol ® 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan pada level yang

memberikan berkat, penyertaan serta kelancaran-Nya kepada penulis sehingga bisa menyelesaikan skripsi dengan judul “Optimasi Gelling Agent CMC-Na dan Humektan Gliserin pada

Dalam penelitian ini digunakan carbopol sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humectant dalam formula gel sunscreen dengan berbagai tingkat konsentrasi,

Tidak dapat ditemukan range komposisi optimum humektan gliserol dan propilen glikol dalam formula gel UV Protection endapan perasan wortel ( Daucus carota, Linn.)

Penelitian tentang optimasi filming agent polivinil alkohol dan humektan propilen glikol dalam formula gel masker peel-off anti-acne dari ekstrak daun kemangi ( Ocimum

Penelitian pengaruh propilen glikol dan sorbitol sebagai humektan dalam formula krim antioksidan vitamin C (Ascorbic acid) menggunakan metode desain faktorial