• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi sodium carboxymethyl cellulose sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan dalam sediaan gel anti-aging ekstrak spirulina platensis menggunakan aplikasi desain faktorial.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi sodium carboxymethyl cellulose sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan dalam sediaan gel anti-aging ekstrak spirulina platensis menggunakan aplikasi desain faktorial."

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Masyarakat sering kali khawatir terhadap kondisi kulitnya yang terancam terkena penuaan dini yang salah satunya disebabkan oleh radikal bebas. Ekstrak air Spirulina platensis dikenal memiliki aktivitas antioksidan yang poten dan kemudian dalam penelitian ini diformulasikan dalam bentuk hidrogel. Peneliti melakukan optimasi terhadap komponen kritis sediaan, yaitu gelling agent dan humektan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penambahan gelling agent CMC-Na dan humektan gliserin terhadap sifat dan stabilitas fisik sediaan.

Jenis rancangan pada penelitian ini adalah desain faktorial. Ekstrak air Spirulina platensis diperoleh dengan jalan maserasi, kemudian dilakukan perhitungan kuantitatif persen aktivitas menggunakan metode spektrometri dengan radikal bebas DPPH. Peneliti kemudian mengevaluasi sifat fisik gel yang dihasilkan, meliputi uji organoleptis, pH, viskositas dan daya sebar; evaluasi stabilitas (pergeseran viskositas) selama 28 hari; serta hedonist test. Data dianalisis secara statistik menggunakan SPSS versi 22.0.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa CMC-Na memberikan efek yang signifikan terhadap peningkatan viskositas dan penurunan daya sebar. Gliserin meningkatkan respon daya sebar dan interaksi kedua faktor menurunkan respon daya sebar, keduanya berperan secara tidak signifikan. Formula a dan formula ab yang dihasilkan stabil selama 21 hari dilihat berdasarkan persen pergeseran viskositas <10%. Area komposisi optimum yang diperoleh valid dan menunjukkan sifat fisik yaitu viskositas dan daya sebar sesuai yang dikehendaki.

(2)

ABSTRACT

Most people often worry about premature aging which can be a threat to their skin condition mostly caused by free radicals. Water extract of Spirulina platensis is known to have a potent antioxidant activity. To obtain a gel that has good physical characteristics and stability. The aim of this study is to determine the effect of adding CMC-Na as the gelling agent and glycerin as the humectant to the physical and stability of the gel. This study uses factorial design. The percent activity water extract of Spirulina platensis then calculated using spectrometric method.

Evaluation of the gel’s physical properties including organoleptic test, pH,

viscosity and spreadability; evaluation of stability (the shift of viscosity) within 28 days; and hedonist test are then conducted. The data are statistically analyzed using SPSS version 22.0.

The results of this study show that CMC-Na give significant effects on the spreadability. Meanwhile, glycerin give not significant effect on increasing the spreadability respond and interaction of both factors decrease the spreadability respons. Gel formula a and ab are stable for 21 days seen from the shift of viscosity in percent which is <10%. Optimum composition area obtained is valid and shows physical properties which are the desired viscosity and spreadability.

(3)

OPTIMASI SODIUM CARBOXYMETHYL CELLULOSE SEBAGAI

GELLING AGENT DAN GLISERIN SEBAGAI HUMEKTAN DALAM

SEDIAAN GEL ANTI-AGING EKSTRAK Spirulina platensis MENGGUNAKAN APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Rossa Adrianti

NIM : 128114111

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

OPTIMASI SODIUM CARBOXYMETHYL CELLULOSE SEBAGAI

GELLING AGENT DAN GLISERIN SEBAGAI HUMEKTAN DALAM

SEDIAAN GEL ANTI-AGING EKSTRAK Spirulina platensis MENGGUNAKAN APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Rossa Adrianti

NIM : 128114111

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2016

(5)
(6)
(7)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus,

Bapa sumber segala cinta kasih,

Dan segala penghiburn

(2 Korintus 1 : 3)

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah

memberikan berkat, penyertaan serta kelancaran-Nya kepada penulis sehingga bisa menyelesaikan skripsi dengan judul “Optimasi Gelling Agent CMC-Na dan Humektan Gliserin pada Sediaan Gel Ekstrak Spirulina (Spirulina platensis)

sebagai Anti-Aging dengan Aplikasi Desain Faktorial”. Penulis berharap agar

karya ilmiah yang penulis hasilkan dapat memberikan manfaat kepada kalayak

luas serta dapat memberikan kontribusi dibidang akademis bagi nusa dan bangsa.

Dapat diselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari dukungan pihak – pihak terkai

baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui bimbingan akademis,

motivasi, masukan serta kritik membangun. Maka dari itu penulis memberikan

sanjungan berupa ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat, kasih,

perlindungan dan berkat melimpah-Nya kepada penulis sehingga

dilancarkan segala proses yang ada.

2. Orang tua penulis yang sudah mendukung penulis setiap saat demi

terselesaikannya skripsi penulis, dengan memberikan bantuan motivasi,

nasihat, bimbingan, saran, logistik dan juga materiil.

3. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma yang telah memfasilitasi segela kebutuhan

mahasiswa dalam menjalankan penelitian.

4. Bapak Septimawanto Dwi Prasetyo., M.Si., Apt., selaku dosen

pembimbing yang telah membimbing, memberikan saran dan masukan

serta mensuport segala proses selama penelitian.

5. Ibu Wahyuning Setyani, M.Sc., Apt., dan Bapak Yohanes Dwiatmaka,

M.Si., selaku dosen penguji yang selalu mengarahkan dan membimbing

peneliti.

6. Dosen Fakultas Farmasi yang telah memberikan bekal pengetahuan

kepada penulis dari semester 1 sampai dengan semester 7, sehingga

melancarkan penyusunan proposal serta melancarkan proses penelitian.

(11)

7. Kepada keluarga, sahabat dan teman – teman penulis yang sentantiasa

memberikan penghiburan dan pendampingan serta bantuan kepada

penulis, antara lain: Ibu Erlinawati, Bapak Muchtar, Ibu Kismiati, Ibu

Weniyati, Ibu Wanti, Ibu Ida, Mas Kelik, Mas Agus, Mas Wahyu dan

Mas Bayu serta keluarga lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu-

persatu.

8. Kepada rekan skripsi penulis yaitu: Andriana Cindy Salim, Agatha Riona

Octavianus dan Scholastika Sihwilosowati yang selalu berbagi susah dan

senang ketika melakukan penelitian.

9. Kepada rekan sepermainan penulis yaitu: Sharon Citara Hening Pramesti,

Fera Revada, Bernadetta Betty Primadani, Theresia Anggarani, dan

Yosephine Erlinda Widiparasti yang selalu menghibur penulis dikala

susah dan senang.

10. Kepada rekan penelitian penulis di Laboratorium Farmasi dan Teknologi

Sediaan Padat maupun Laboratorium Farmakognosi Fitokimia.

11. Kepada laboran seluruh laboratorium terutama Bapak Musrifin, Bapak

Agung, Bapak Iswandi, Bapak Parlan, Bapak Wagiran, Mas Bimo dan

Mas Bima.

Besar harapan penulis jika karya tulis ilmiah ini dapat memberikan

sumbangan ilmu kepada dunia pengetahuan, walaupun masih banyak kekurangan

penulis dalam penyusunan maupun dalam proses penelitian sehingga akan sangat

membantu jika pembaca berkenan memberikan kritik besera saran.

Yogyakarta, 4 Januari 2016

Penulis.

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

(13)

A. Spirulina platensis ... 8

H. Sodium Carboxymethyl Cellulose (Na – CMC) ... 20

(14)

3. Efek ... 24

BAB III. METODE PENELITIAN ... 28

A. Jenis Rancangan Penelitian ... 28

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 28

1. Variabel Penelitian ... 28

2. Definisi Operasional ... 30

C. Alat dan Bahan Penelitian... 32

1. Alat penelitian ... 32

2. Bahan penelitian ... 32

D. Tata Cara Penelitian ... 32

1. Pembuatan ekstrak ... 32

2. Uji aktivitas antioksidan... 33

3. Optimasi Formula Gel ... 33

4. Pembuatan Gel ... 34

5. Evaluasi ... 34

(15)

E. Analisis dan Evaluasi Hasil ... 36

BAB IV. PEMBAHASAN ... 36

A. Pembuatan Ekstrak ... 36

B. Uji Aktivitas Antioksidan ... 40

C. Optimasi Formula Gel ... 42

3. Uji Two-way ANOVA Respon Viskositas ... 58

4. Uji Two-way ANOVA Respon Daya Sebar ... 60

5. Uji Two-way ANOVA Pergeseran Viskositas ... 61

G. Optimasi Area Komposisi Optimum ... 62

H. Validasi Respon pada Area Komposisi Optimum ... 68

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 68

(16)

DAFTAR PUSTAKA ... 71

LAMPIRAN ... 78

BIOGRAFI PENULIS ... 96

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Desain faktorial 2 faktor dan 2 level ... 24

Tabel II. Formula acuan lubricating jelly ... 33

Tabel III. Formula modifikasi untuk gel sebanyak 100 gram. ... 33

Tabel IV. Hasil pengukuran persen aktivitas ekstrak air Spirulina platensis ... 41

Tabel V. Viskositas dan Daya Sebar Optimasi CMC-Na ... 44

Tabel VI. Viskositas dan Daya Sebar Optimasi Gliserin ... 45

Tabel VII. Uji organoleptis 48 jam setelah pembuatan gel ... 49

Tabel VIII. Uji organoleptis 7 hari setelah pembuatan gel ... 49

Tabel IX. Uji organoleptis 14 hari setelah pembuatan gel ... 49

Tabel X. Uji organoleptis 21 hari setelah pembuatan gel ... 50

Tabel XI. Uji organoleptis 28 hari setelah pembuatan gel ... 50

Tabel XII. Evaluasi pH gel setelah penyimpanan ... 51

Tabel XIII. Hasil pengukuran daya sebar 48 jam ... 54

Tabel XIV. Uji normalitas data viskositas dan daya sebar 48 jam ... 57

Tabel XV. Uji normalitas data pergeseran viskositas selama 28 hari ... 58

Tabel XVI. Uji variansi data ... 58

Tabel XVII. Efek terhadap respon viskositas ... 59

Tabel XVIII. Efek terhadap respon daya sebar ... 60

Tabel XIX. Efek terhadap pergeseran viskositas ... 61

Tabel XX. Validasi contourplot superimposed ... 69

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Morfologi Spirulina platensis ... 8

Gambar 2. Struktur kulit ... 14

Gambar 3. Cross-linking pada polimer ... 20

Gambar 4. Struktur sodium carboxymethyl cellulose ... 21

Gambar 5. Struktur gliserin ... 22

Gambar 6. Reaksi DPPH menjadi DPPH-H ... 27

Gambar 7. Ekstrak air Spirulina platensis ... 39

Gambar 8. Grafik viskositas gel dalam berbagai hari penyimpanan ... 53

Gambar 9. Hasil uji kesukaan terhadap 30 responden ... 56

Gambar 10. Grafik hubungan CMC-Na terhadap viskositas setelah 48 jam .... 63

Gambar 11. Grafik hubungan Gliserin terhadap viskositas setelah 48 jam ... 63

Gambar 12. Contourplot respon viskositas... 64

Gambar 13. Grafik hubungan CMC-Na terhadap daya sebar 48 jam ... 66

Gambar 14. Grafik hubungan gliserin terhadap daya sebar 48 jam ... 66

Gambar 15. Contourplot respon daya sebar ... 67

Gambar 16. Contourplot superimposed ... 68

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Keterangan Pembelian Serbuk Simplisia ... 79

Lampiran 2. Surat Keterangan Pengolahan Data Statistik ... 80

Lampiran 3. Orientasi... 81

Lampiran 4. Hasil Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Sediaan ... 83

Lampiran 5. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan ... 85

Lampiran 6. Hasil Analisis Statistik... 86

Lampiran 7. Perhitungan Efek ... 88

Lampiran 8. Dokumentasi proses ekstraksi ekstrak air Spirulina platensis... 90

Lampiran 9. Dokumentasi sediaan gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis ... 92

Lampiran 10. Pengukuran sifat fisik gel ... 94

Lampiran 11. Dokumentasi uji persen aktivativitas ... 94

(20)

INTISARI

Masyarakat sering kali khawatir terhadap kondisi kulitnya yang terancam terkena penuaan dini yang salah satunya disebabkan oleh radikal bebas. Ekstrak air Spirulina platensis dikenal memiliki aktivitas antioksidan yang poten dan kemudian dalam penelitian ini diformulasikan dalam bentuk hidrogel. Peneliti melakukan optimasi terhadap komponen kritis sediaan, yaitu gelling agent dan humektan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penambahan gelling agent CMC-Na dan humektan gliserin terhadap sifat dan stabilitas fisik sediaan.

Jenis rancangan pada penelitian ini adalah desain faktorial. Ekstrak air Spirulina platensis diperoleh dengan jalan maserasi, kemudian dilakukan perhitungan kuantitatif persen aktivitas menggunakan metode spektrometri dengan radikal bebas DPPH. Peneliti kemudian mengevaluasi sifat fisik gel yang dihasilkan, meliputi uji organoleptis, pH, viskositas dan daya sebar; evaluasi stabilitas (pergeseran viskositas) selama 28 hari; serta hedonist test. Data dianalisis secara statistik menggunakan SPSS versi 22.0.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa CMC-Na memberikan efek yang signifikan terhadap peningkatan viskositas dan penurunan daya sebar. Gliserin meningkatkan respon daya sebar dan interaksi kedua faktor menurunkan respon daya sebar, keduanya berperan secara tidak signifikan. Formula a dan formula ab yang dihasilkan stabil selama 21 hari dilihat berdasarkan persen pergeseran viskositas <10%. Area komposisi optimum yang diperoleh valid dan menunjukkan sifat fisik yaitu viskositas dan daya sebar sesuai yang dikehendaki.

Kata kunci: gel, Spirulina platensis, antioksidan, CMC-Na, gliserin.

(21)

ABSTRACT

Most people often worry about premature aging which can be a threat to their skin condition mostly caused by free radicals. Water extract of Spirulina platensis is known to have a potent antioxidant activity. To obtain a gel that has good physical characteristics and stability. The aim of this study is to determine the effect of adding CMC-Na as the gelling agent and glycerin as the humectant to the physical and stability of the gel.

This study uses factorial design. The percent activity water extract of Spirulina platensis then calculated using spectrometric method. Evaluation of the

gel’s physical properties including organoleptic test, pH, viscosity and

spreadability; evaluation of stability (the shift of viscosity) within 28 days; and hedonist test are then conducted. The data are statistically analyzed using SPSS version 22.0.

The results of this study show that CMC-Na give significant effects on the spreadability. Meanwhile, glycerin give not significant effect on increasing the spreadability respond and interaction of both factors decrease the spreadability respons. Gel formula a and ab are stable for 21 days seen from the shift of viscosity in percent which is <10%. Optimum composition area obtained is valid and shows physical properties which are the desired viscosity and spreadability.

Keywords: gel, Spirulina platensis, antioxidants, CMC-Na, glycerin.

(22)

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

Setiap manusia hendaknya akan mengalami proses penuaan yang terjadi

secara alamiah. Penuaan adalah suatu mekanisme menghilangnya kemampuan

organ tubuh, termasuk jaringan kulit, secara berlahan dengan jalan penggantian,

perbaikan dan pertahanan struktur dan fungsi normalnya (Yaar dan Gilchrest,

2007).

Kecepatan terjadinya proses penuaan pada setiap orang berbeda-beda dan

tergantung dari berbagai faktor yang dapat mempengaruhi dan mempercepat

terjadinya proses penuaan kulit. Faktor tersebut meliputi faktor intrinsik seperti

faktor genetik, rasial, hormonal, sistem kekebalan tubuh yang menurun; dan

faktor ekstrinsik yaitu gaya hidup yang tidak sehat dan faktor lingkungan seperti

sinar matahari, kelembaban, dan polusi udara (Pangkahila, 2007).

Indonesia merupakan negara tropis dengan penyinaran matahari yang

melimpah sehingga berisiko menyebabkan photo-aging dan kanker kulit

(Misnadiarly, 2006). Proses photo-aging bersifat kumulatif, sehingga pemejanan

sinar ultraviolet (UV) dalam jangka panjang dapat menyebabkan penuaan dini

(Walker, Hawk, dan Young, 2003; Quan et al., 2009). Peningkatan penyinaran

oleh matahari dewasa ini, yang disebabkan karena menipisnya lapisan stratosfer

pada ozon berdampak pada peningkatan risiko kulit mengalami kerusakan yang

(23)

disebabkan oleh Reactive Oxygen Species (ROS) yang diinduksi oleh sinar UV

(Drakaki, Dessinioti, dan Antoniou, 2014).

Selain itu menurut World Health Organization 2014, Indonesia

menduduki urutan ke-56 dari 93 negara dalam kategori polusi udara lingkungan

dengan parameter particulate matters (PM), yaitu PM10 sebanyak 48 μg/m3 dan

PM2.5 sebanyak 21μg/m3 dengan patokan nilai normal 20 μg/m3

untuk PM10 dan

10 μg/m3

untuk PM2.5 (WHO, 2014). Komponen utama polutan udara adalah

polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs), nitrogen oksida (NOx), PM, volatile organic compounds (VOCs), dan asap rokok (Drakaki et al., 2014). Polusi udara ini sangat berperan dalam menyebabkan penuaan dini.

Dewasa ini sedang banyak dilakukan penelitian tentang manfaat dari

sianobakteria (alga hijau biru) yang dikenal dengan Spirulina platensis.

Kandungan terbesarnya merupakan suatu protein, yaitu sebesar 60-70% dari

massa total. Dari seluruh protein yang ada, fikobiliprotein berperan dengan sangat

efisien dalam transfer energi ikatan dalam proses fotosintesis. Fikobiliprotein

diklasifikasikan dalam beberapa kelompok yaitu fikosianin (berwarna biru),

fikoeritrin (berwarna merah), dan alofikosianin (berwarna hijau) (Kamble, Gaikar,

Padalia, dan Shinde, 2013). Salah satu kelompok fikobiliprotein tersebut, yaitu

fikosianin, memiliki pengaruh antioksidan terbesar yang poten dari Spirulina

platensis. Manfaat lainnya yaitu dapat berfungsi sebagai radical scavenger dan memiliki aktivitas penghambatan reaksi peroksidasi lipid yang lebih besar dari

antioksidan lain seperti α-tokoferol dan butyl hydroxyanisole (BHA) (Tarko,

(24)

Semua kelompok fikobiliprotein larut di air dan bersifat hidrofilik, stabil

pada rentang pH fisiologis, dan mempunyai kapasitas untuk emisi fluoresens

(Tarko et al., 2012; Kamble et al., 2013). Saat ini sudah banyak ditemukan

pemanfaatan Spirulina platensis dibidang kesehatan pangan (Arlyza, 2005), oleh

karena itu penulis berminat untuk mengembangkan ranah pemanfaatan Spirulina

platensis dibidang kesehatan dan kosmetik, yaitu untuk megatasi permasalahan penuaan dini yang sedang marak terjadi karena kondisi lingkungan yang semakin

ekstrem. Maka dari itu peneliti akan memformulasikan sediaan gel dengan jenis

hidrogel dengan ekstrak Spirulina platensis yang memiliki aktivitas antioksidan

yang poten. Syarat zat aktif yang akan dibuat sediaan gel hendaknya sesuai

dengan basis yang digunakan, yaitu dapat bersifat hidrofilik atau hidrofobik,

selain itu sediaan gel umumnya memiliki kadar air yang tinggi (Dirjen POM RI,

2015).

Sediaan gel yang baik adalah sediaan yang tersusun dari komponen

formula yang optimal sehingga mampu memenuhi syarat sediaan gel dalam

aplikasi dermatologi, antara lain memiliki daya sebar yang baik, mudah

dibersihkan, kompatibel dengan komponen bahan lain, larut air, dan memiliki

sifat emolien (Mohamed, 2004; Meenakshi 2013). Oleh karena itu perlu dilakukan

optimasi terhadap komponen kritis utama penyusun sediaan gel yaitu gelling

agent dan humektan. Sediaan gel dipilih karena memiliki beberapa kelebihan antara lain memberikan sensasi yang tidak lengket dikulit, gel akan segera

(25)

mudah dicuci, mudah mengering, dan absorbsinya pada kulit lebih baik dari pada

sediaan krim (Yanhendri, 2012; Garg, Aggarwal, Garg, dan Singla, 2002).

Dalam penelitian ini peneliti ingin melakukan optimasi sodium

carboxymethylcellulose (CMC-Na) sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan dengan aplikasi desain faktorial. Peneliti memilih gelling agent dan

humektan sebagai faktor yang dioptimasi dikarenakan gelling agent merupakan

komponen utama di dalam gel dengan membentuk struktur koloidal yang dapat

meningkatkan stabilitas dari zat aktif (Gladukh, Grubnik, Kukhtenko, dan

Stepanenko, 2015). Sedangkan humektan sendiri memainkan perananan penting

karena dapat menjaga kandungan lembab dalam sediaan agar tidak menguap,

selain itu juga bekerja dengan cara menangkap lembab dari udara sehingga dapat

menjaga konsistensi gel.

CMC-Na dipilih sebagai gelling agent karena telah secara luas digunakan

diberbagai industri farmasi, makanan, kimia, minyak dan tekstil, selain itu juga

stabil pada rentang pH yang luas, yaitu pH 2-10; memiliki karakter mudah

didispersikan dalam air panas maupun air dingin dan berwarna transparan setelah

didispersikan (Musfiroh dan Budiman, 2013). Gliserin dipilih sebagai humektan

karena memiliki karakter yang larut di air menghasilkan campuran yang stabil,

merupakan cairan higroskopis sehingga dapat menjaga lembab dalam sediaan,

tidak mudah teroksidasi jika disimpan pada suhu ruang, dan memiliki ciri fisik

transparan (Rowe et al., 2009). Untuk mengetahui adanya aktivitas antioksidan

(26)

perhitungan persen aktivitas menggunakan metode spektrometri dengan

menggunakan radikal bebas 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH).

1. Perumusan masalah

a. Apakah ada pengaruh antara penambahan CMC-Na dan gliserin maupun

interaksi keduanya terhadap respon sifat fisik dan stabilitas sediaan gel

anti-aging ekstrak Spirulina platensis?

b. Faktor apakah yang lebih dominan dalam menentukan sifat fisik dan

stabilitas gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis?

2. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian tentang

optimasi CMC-Na sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan dalam

sediaan gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis dengan aplikasi desain faktorial

belum pernah dilakukan. Penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini antara

lain:

a. Penelitian Titaley, Fatimawali, dan Lolo (2014) yang berjudul: Formulasi

dan Uji Efektifitas Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun Mangrove Api – Api

(Avicennia martina) sebagai Antiseptik Tangan

b. Penelitian Putra (2015) yang berjudul: Optimasi Gelling Agent CMC-Na

dan Humektan Gliserin dalam Sediaan Gel Anti-Inflamasi Ekstrak Daun

Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)): Aplikasi Desain Faktorial

c. Penelitian Kristiana (2013) yang berjudul: Daya Repelan Kombinasi

(27)

(Andropogon nardus L) dalam Sediaan Gel Dengan Formula CMC dan

Gliserin terhadap Gigitan Nyamuk Aedes aegypti

d. Penelitian Shalaby dan Shanab (2013) yang berjudul: Antiradical and

Antioxidant Activities of Different Spirulina platensis Extracts Against DPPH and ABTS Radical Assays

e. Penelitian Ambarani (2015) yang berjudul: Optimasi Gelling Agent dan

Humektan Propilen Glikol Dalam Sediaan Gel Anti-Inflamasi Ekstrak

Daun Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) dengan Aplikasi Desain

Faktorial

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Menambah pengetahuan tentang bentuk sediaan gel

topikal yang berasal dari bahan alam.

b. Manfaat metodologis. Menambah pengetahuan di bidang kefarmasian

mengenai penggunaan metode desain faktorial dalam formulasi gel anti-

aging ekstrak Spirulina platensis.

c. Manfaat praktis. Gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis ini diharapkan

mampu menjadi alternatif kosmetik dari bahan alam yang potensial serta

aman bagi masyarakat luas.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Menghasilkan sediaan gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis yang

(28)

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui pengaruh penambahan CMC-Na dan gliserin maupun

interaksi keduanya terhadap respon sifat fisik dan stabilitas sediaan gel

anti-aging ekstrak Spirulina platensis.

b. Mengetahui faktor yang lebih dominan dalam menentukan sifat fisik dan

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Spirulina platensis 1. Spirulina platensis

Spirulina platensis adalah alga hijau-biru yang biasanya hidup di perairan air tawar atau laut yang dapat melakukan fotosintesis untuk menghasilkan

oksigen (Arlyza, 2005). Merupakan suatu mikroalga yang digunakan sebagai

sumber bahan makanan yang sangat potensial untuk manusia dan hewan,

karena memiliki kandungan protein 20 kali lebih tinggi dibandingkan kedelai

dan 200 kali lebih baik dibandingkan dengan daging sapi (Li, Guo, dan Li,

2003). Spirulina platensis merupakan suatu mikroalga yang tidak bercabang,

memiliki bentuk filamen heliks dengan panjang 200 – 300 µm dan diameter

filamen 5 – 10 µm (Chronakis, Ioannis, Galatanu, Nylander, Tommy, dan

Nicoleta, 2000). Gambar 1 menunjukan morfologi dari Spirulina platensis:

(30)

2. Klasifikasi ilmiah

Klasifikasi ilmiah Spirulina platensis menurut Komarek (2006):

Kingdom : Protista

a. Protein. Persentase kandungan tertinggi dalam Spirulina platensis adalah

protein yaitu mencapai 60-79% dari bobot kering keseluruhan dan

memiliki kandungan asam amino yang sesuai dengan rekomendasi Food

and Agriculture Organization (FAO) (Choi, Gun-Kim, Yoon, dan Oh, 2003). Protein tersebut adalah protein yang berkualitas tinggi dan

mengandung 9 asam amino esensial seperti histidin, isoleusin, leusin,

lisin, metionin, fenilalanin, triptofan, treonin dan valin (Tarko et al.,

2012).

b. Asam lemak esensial. Spirulina platensis kaya akan sumber

polyunsaturated fatty acid (PUFAs), γ-asam linolenat, γ-asam linolenat (ALA), asam linoleat (LA), stearidonic acid (SDA), eicosapentaenoic

acid (EPA), docosahexaenoic acid (DHA), dan arachidonic acid (AA) (FAO, 2008).

c. Vitamin. Mengandung vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), B3

(nikotinamid), B6 (piridoksin), B9 (asam folat), B12 (sianobalamin),

(31)

d. Mineral. Spirulina platensis kaya akan kandungan potasium, selain itu

juga mengandung kalsium, kromium, tembaga, besi, magnesium,

mangan, fosfor, selenium, sodium dan zink (FAO, 2008).

e. Pigmen fotosintetik. Kandungan terpenting dari sianobakteria adalah

pigmen seperti fikosianin, klorofil, karotenoid dan beta karoten yang

memiliki aktivitas antioksidan yang sangat poten (Tarko, et al., 2012).

Diantara protein yang ada di dalam Spirulina platensis, fikobiliprotein

adalah pigmen fotosintetik yang berperan dalam proses fotosintesis.

Fikobiliprotein memiliki sifat hidrofilik, memiliki beberapa warna yang

tergantung pada karakteristik absorbansinya, dan merupakan pigmen

fluoresens protein yang stabil. Dapat diklasifikasikan menjadi tiga

kelompok utama antara lain fikosianin (berwarna biru), fikoeritrin

(berwarna merah), dan alofikosianin (berwarna hijau) (Kamble et al.,

2013). Diantara kelompok-kelompok pigmen protein yang termasuk

kedalam fikobiliprotein tersebut, fikosianin adalah pigmen yang

memegang peranan terpenting dalam memberikan efek antioksidan yang

potensial (Tarko et al., 2012). Penelitian menunjukkan bahwa Fikosianin,

terutama C-fikosianin dapat berfungsi sebagai hepatoprotektif, anti-

inflamasi, antioksidan, dan scavenger untuk radikal bebas (Kamble et al.,

2013).

B. Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan pengambilan suatu senyawa kimia yang dapat

(32)

dipisahkan dari kandungan atau pengotor yang tidak dapat larut dalam pelarut

tersebut (Dirjen POM RI, 2005).

Ekstrak merupakan suatu sediaan kental yang didapatkan dengan jalan

melakukan ekstraksi senyawa aktif dari suatu simplisia baik nabati maupun

hewani dengan menggunakan pelarut yang dapat melarutkan senyawa target,

kemudian diperlakukan sedemikian rupa sehingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan. Tujuan pembuatan ekstrak tumbuhan obat adalah tidak lain untuk

dapat menstandarisasi kandungannya sehingga keseragaman mutu, khasiat dan

keamanan produk akhirnya dapat dijamin. Keuntungan penggunaan ekstrak

dibandingkan dengan simplisia adalah penggunaannya dapat lebih sederhana, jika

dilihat dari segi jumlah penggunaanya yang lebih sedikit dari bobot tumbuhan

atau simplisia asalnya. Kesamaan aktivitas dalam bentuk ekstrak dan simplisia

asalnya sebenarnya tidak berbeda jauh tetapi tidak sama persis dikarenkan pelarut

yang digunakan tidak dapat mengekstrak kandungan berkhasiatnya dengan

sempurna (Dirjen POM, 2005).

Metode ekstraksi senyawa organik bahan alam yang biasanya diterapkan

adalah sebagai berikut:

1. Maserasi

Merupakan proses perendaman simplisia pada temperatur ruang

menggunakan suatu pelarut yang sesuai dengan kelarutan senyawa target.

Proses perendaman dengan pelarut tersebut menimbulkan terjadinya perbedaan

tekanan di dalam dan di luar sel sehingga akan memecah dinding sel dan juga

(33)

sekunder yang berada di dalam sitoplasma akan larut dalam pelarut organik

sehingga diharapkan senyawa target akan terlarut seutuhnya karena lama

perendaman dapat diatur. Keuntungan menggunakan metode ekstraksi maserasi

antara lain mudah, tidak menggunakan suhu tinggi sehingga stabilitas bahan

dapat tetap terjaga dan alat dan proses yang dibutihkan cukup sederhana.

2. Perkolasi

Suatu proses melewatkan pelarut organik pada simplisia sehingga pelarut

tersebut diharapkan dapat membawa senyawa target. Metode ekstraksi ini

hanya akan efektif jika senyawa target sangat mudah larut dalam pelarut

organik yang digunakan.

3. Sokletasi

Merupakan suatu proses mengalirkan pelarut dalam sistem sirkulasi yang

akan selalu membasahi sampel dengan bantuan pemanasan. Keuntungan dari

metode ini adalah dapat menghemat pelarut, tetapi metode ini hanya dapat

diterapkan pada senyawa yang stabil terhadap pemanasan.

4. Destilasi Uap

Merupakan metode ekstraksi yang umum untuk proses ekstraksi senyawa

volatil seperti minyak atsiri. Sangat sesuai digunakan untuk senyawa target

yang stabil pada temperatur tinggi, lebih tinggi dari titik didih pelarut yang

digunakan (Darwis, 2000).

Komponen utama dalam ekstrak Spirulina platensis dengan berbagai

(34)

1. Ekstrak metanol mengandung senyawa-senyawa golongan fenolik dengan

jumlah tanin yang terbatas.

2. Ekstrak 50% metanol dalam air mengandung senyawa tanin dalam jumlah yang

besar.

3. Ekstrak air mengandung senyawa-senyawa golongan fikobiliprotein dalam

jumlah yang besar (Shalaby dan Shanab, 2013).

4. Ekstrak aseton dan metanol mengandung hexadecane, heptadecane, eicosane,

octadecane, phytol dan pentadecane yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus serta Salmonella typhimurium

(Ramasamy dan Gopalakrishnan, 2014).

5. Ekstrak etanol mengandung klorofil a dan klorofil b, yang memiliki aktivitas

terapeutik antara lain anti-hipersensitif, anti-kanker, anti-mutasi, dan

imunomodulasi. Kandungan klorofil a dan klorofil b dalam Spirulina platensis

adalah 1 – 2% dari total bobot kering (Tong, Gao, Xiao, dan Pan, 2010).

C. Kulit

Kulit merupakan lapisan pelindung paling luar dari tubuh yang berfungsi

untuk melindungi dari efek buruk baik secara imunogenik maupun secara fisik.

Kecantikan kulit sangat penting bagi wanita, dan hal ini dipengaruhi oleh keadaan

keratinasi yang terjadi pada permukaan sel, keadaan jaringan lemak dan aktivitas

dari kelenjar sekresi. Kelembaban kulit sangat penting untuk mencegah terjadinya

kulit kering, kasar, pecah-pecah dan mudah teriritasi sehingga membuat

(35)

Lapisan utama kulit, dari luar ke dalam terdiri dari lapisan subkutan

(hipodermis), dermis, dan epidermis. Folikel rambut dan kelenjar keringat

terhubung secara langsung ke permukaan kulit yang memungkinkan untuk rute

permeasi obat. Epidermis terdiri dari 5 lapisan yaitu dari luar ke dalam berturut-

turut adalah stratum germinativum, stratum spinosum, stratum granulosum,

stratum lusidum dan stratum korneum. Sratum korneum sendiri biasanya merupakan sel kulit mati, terdiri dari 15-20 lapisan korneosit dan ketika kering

ketebalannya adalah sekitar 10-15 μm, ketika mengalami hidrasi ketebalannya

menjadi 40 μm (Maghraby, Barry, dan Williams, 2008).

Gambar 2. Struktur kulit (Sibilla, Godfrey, Brewer, Raja, dan Genovese, 2015).

D. Penuaan Kulit

Setiap orang akan mengalami penuaan dengan laju yang tidak seragam

tergantung pada berbagai faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan jika proses

penuaan terjadi lebih cepat dari pada yang seharusnya terjadi pada usianya akan

disebut sebagai penuaan dini (premature aging) (Soepardiman, 2003). Faktor

(36)

kekebalan tubuh yang menurun; dan faktor ekstrinsik yaitu gaya hidup yang tidak

sehat dan faktor lingkungan seperti sinar matahari, kelembaban, dan polusi udara

(Pangkahila, 2007).

Ada bebebrapa teori yang dapat menyebabkan penuaan dini, salah

satunya adalah teori radikal bebas. Radikal bebas sendiri merupakan suatu

senyawa yang memiliki elektron tidak berpasangan dan bersifat tidak stabil dan

reaktif dan akan terus menghantam sel-sel tubuh normal dalam rangka untuk

mendapatkan pasangan elektron, mengakibatkan kerusakan sel yang dapat

berdampak menjadi penuaan dini. Berbagai daya dan upaya telah dilakukan para

peneliti untuk dapat menanggulangi radikal bebas ini, salah satunya dengan

menggunakan senyawa yang dapat menetralisir radikal bebas yang disebut dengan

antioksidan (Soepardiman, 2003).

Penuaan dini yang disebabkan oleh sinar matahari disebut photoaging.

Proses photoaging bersifat kumulatif, sehingga pemejanan sinar UV dalam jangka

panjang dapat menyebabkan penuaan dini (Walker et al., 2003; Quan et al, 2009).

Peningkatan penyinaran oleh matahari dewasa ini, yang disebabkan karena

menipisnya lapisan stratosfer pada ozon berdampak pada peningkatan risiko kulit

mengalami kerusakan photooxydative oleh Reactive Oxygen Species (ROS) yang

diinduksi oleh sinar UV (Drakaki et al., 2014).

Sinar UV yang berperan dalam menyebabkan photoaging adalah UVA,

dengan persentase 95% dari radiasi sinarnya mencapai permukaan bumi. Radiasi

UVA ini dapat terpenetrasi secara mendalam ke lapisan basal dari epidermis dan

(37)

penuaan dini adalah polusi udara. Komponen utama polutan udara adalah PAHs,

NOx, PM, VOCs, dan asap rokok (Drakaki et al., 2014).

PAHs akan terikat pada permukaan PM dan terserap pada permukaan PM

yang tersuspensi di udara. PAHs akan dikonversi menjadi quinin, bahan kimia

yang dapat melangsungkan siklus redoks dan menghasilkan ROS. Jika kompleks

PM-PAHs terabsorbsi ke transepidermal kulit dalam jangka panjang dapat

menyebabkan penuaan kulit (Drakaki et al., 2014).

Radikal bebas adalah senyawa kimia dengan elektron yang tidak

berpasangan pada orbit terluarnya. ROS terdiri dari oksigen radikal dan oksigan

yang tidak radikal, yang terdiri dari molekul seperti hidrogen peroksida (H2O2),

superoxide (O2-), oksigen singlet (½O2) dan hidroksida radikal (OH) (Poljsak, Suput, dan Milisav, 2013). ROS ini dapat mengalami penghilangan radikal bebas,

pengikatan ROS atau perkursornya menghambat pembentukan ROS oleh

antioksidan (Uttara, Singh, Zamboni, dan Mahajan, 2009).

E. Antioksidan

Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat berfungsi untuk

menghentikan reaksi berantai dari radikal bebas di dalam tubuh dengan

memberikan pasangan elektronnya pada senyawa radikal (Rohman dan Riyanto,

2005), sehingga diharapkan dapat menghambat proses penuaan dini dan

mencegah terjadinya kerusakan tubuh dari timbulnya penyakit degeneratif

(Kosasih, Tony, dan Hendro, 2006).

Antioksidan dapat bersumber dari sumber sintetik atau alami. Dewasa

(38)

karena terbukti lebih aman. Penelitian juga menunjukkan bahwa antioksidan alami

yang berasal dari Spirulina platensis memiliki penghambatan terhadap peroksidasi

lemak lebih besar (65%) dari pada antioksidan sintetik seperti BHA (45%) dan

tokoferol (35%) (Karkos, Leong, Karkos, Sivaji, dan Assimakopoulos, 2008).

F. Gel

Gel adalah sediaan semisolid yang memiliki penampilan yang jernih dan

digunakan secara topikal, terdiri atas suatu suspensi partikel organik dan

anorganik yang berikatan dan terpenetrasi oleh cairan yang dapat mengandung

satu atau lebih zat aktif pada substansi hidrokoloidal yang cocok dan dikenal

sebagai gelling agent (Allen, 2002; Ansel, 2005; Premjeet et al., 2012). Gel lebih

potensial untuk dijadikan sebagai pembawa obat topikal dibandingkan dengan

sediaan salep karena gel memiliki karakteristik yang tidak lengket, memerlukan

energi yang rendah saat formulasi, stabil dan memiliki nilai estetika (Rao,

Prasanthi, Manikiran, dan Rao, 2011).

Gel diklasifikasikan menjadi 3 berdasarkan pelarutnya, antara lain:

1. Hidrogel

Gel hidrofilik yang disebut hidrogel merupakan suatu polimer cross-

linked yang menyerap air dalam jumlah besar tanpa melarut. Sifatnya yang lembut dan kapasitasnya untuk menampung air merupakan sifat unik dari

hidrogel. Kemampuan hidrogel untuk menyerap air berasal dari gugus

fungsional hidrofilik yang menempel pada rangka utama polimer, sedangkan

ketahanannya untuk tidak larut berasal dari cross-link dari rantai yang saling

(39)

terlarut, sedangkan polimer berfungsi untuk mengunci air tetap pada

tempatnya. Gel ini adalah molekul polimer tunggal yang terhubung satu sama

lain sehingga membentuk molekul besar dalam skala makroskopik.

Keuntungannya adalah hidrogel akan menghasilkan gel dengan sifat fisik yang

elastis dan kuat (Ganesh, Manohar, dan Bhanudas, 2013).

2. Organogel

Gel organik memiliki sifat non-kristalin, tidak lengket, termoplastik yang

terdiri dari fase cair organik yang terjebak dalam jaringan struktural tiga

dimensi. Fase cairnya dapat berupa pelarut organik, minyak mineral, atau

minyak sayur. Kelarutan dan dimensi partikel menjadi sifat penting yang

menentukan elastisitas dan kekokohan dari organogel. (Singh, Nagori, Shaw,

Tiwari, dan Jhanwar, 2013).

3. Xerogel

Xerogel adalah gel padat dengan konsentrasi pelarut yang rendah,

dibentuk dari penguapan pelarut yang menyisakan kerangka gel. Memiliki

porositas yang tinggi (15-50%) dan luas pemukaan yang tinggi (150-900 m2/g),

dan ukuran pori yang kecil (1-10 nm). Ketika proses penghilangan pelarut

terjadi di bawah kondisi superkritis, jaringannya tidak ikut menyusut dan

terbentuklah bahan dengan porositas yang tinggi dan densitas rendah yang

disebut xerogel. Perlakuan panas tinggi yang diaplikasikan pada xerogel

menghasilkan gel yang kental dan secara efektif dapat mengubah gel yang

(40)

Terminologi terkait dengan gel antara lain adalah imbibisi, swelling,

sineresis dan tiksotropi. Imbibisi adalah peristiwa penyerapan sejumlah cairain

tanpa peningkatan volume yang memungkinkan untuk diukur. Swelling adalah

peristiwa penyerapan sejumlah cairan oleh gel dengan peningkatan volume yang

dapat diukur, dan hanya cairan yang mensolvasi gel yang dapat mengakibatkan

peristiwa swelling ini. Biasanya disebabkan karena peningkatan pH dan adanya

elektrolit. Sineresis terjadi ketika terjadi interaksi yang kuat antara partikel dari

fase terdispersi, medium pendispersi menjadi tertekan sehingga keluar dalam

bentuk droplet sehingga gel menjadi mengerut. Tiksotropi adalah peristiwa

pembentukan gel-sol yang dapat kembali seperti semula tanpa terjadinya

perubahan volume dan temperatur (Allen, 2009).

G. Gelling Agent

Gelling agent adalah substansi hidrokoloid yang memberikan konsistensi pada gel. Gelling agent memerlukan agen penetralisir atau peningkat pH untuk

menciptakan struktur gel setelah gelling agent terbasahi pada medium pendispersi,

biasanya memerlukan waktu selama 24-48 jam untuk memperoleh viskositas

maksimum dan kejernihan sediaan. Gelling agent seperti metil selulosa memiliki

kelarutan yang lebih baik pada air dingin, sedangkan gelatin dan CMC-Na lebih

larut pada air panas (Pramjeet et al., 2012). Ketika didispersikan pada solven yang

cocok, gelling agent berfusi membentuk struktur hubungan koloid tiga dimensi,

yang bertanggung jawab pada ketahanan gel terhadap perubahan bentuk gel (Rao

(41)

kosmetik harus inert, aman dan tidak reaktif dengan komponen formula lainnya

(Bhasha, Khalid, Duraivel, Bhowmik, dan Kumar, 2013).

Pendispersian gelling agent kedalam pelarut yaitu air akan menyebabkan

proses stabilisasi yang menyebabkan perpanjangan multidimensional dari rantai

polimer menghasilkan suatu struktur jaringan yang disebut cross linking. Cross-

link adalah suatu ikatan yang menghubungkan satu polimer dengan polimer yang lain, yaitu dengan ikatan hydrogen atau interaksi hidrofobik. Cross linking, seperti

yang terlihat pada gambar 2, menyebabkan peningkatan bobot molekul dari

polimer. Suatu polimer cair dapat diubah menjadi gel dengan menyatukan satu

polimer dengan polimer lain melalui ikatan cross link (Maitra dan Shukla, 2014).

Gambar 3. Cross-linking pada polimer (Maitra dan Shukla, 2014).

Gambar 2 dari kiri ke kanan menjelaskan terbentuknya ikatan cross

linking antara polimer-polimer yang masih terpisah satu sama lain melalui suatu ikatan hidrogen, ditandai dengan perubahan viskositas dari encer menjadi kental.

H. Sodium Carboxymethyl Cellulose (Na – CMC)

CMC – Na merupakan polimer semi sintetik yang secara luas digunakan

dalam formulasi sediaan topikal dan juga oral, utamanya untuk meningkatkan

viskositas dari sediaan tersebut. Biasanya CMC – Na digunakan sebagai basis gel

(42)

humektan untuk mencegah hilangnya kandungan lembab. Penapakan fisik dari

CMC – Na sendiri yaitu serbuk granular berwarna putih atau hampir putih, tidak

berbau, tidak berasa dan bersifat higroskopik setelah melalui proses pengeringan

dengan kandungan air kurang dari 10%. Pada suhu 37oC dan kelembaban relatif

80% dapat menyerap lembab secara signifikan. CMC – Na ini memiliki sifat

tidak larut pada aseton, etanol 95%, eter, toluen, dapat dengan mudah terdispersi

dalam air pada berbagai temperatur. Semakin tinggi konsentrasi CMC – Na yang

digunakan, maka viskositas yang dihasilkan juga akan semakin tinggi. Pemanasan

pada suhu tinggi dapat menyebabkan depolimerisasi dan secara permanen dapat

mengurangi viskositas dari gel yang dihasilkan. Larutan encer dari CMC – Na

stabil pada pH 2 – 10, tetapi akan memberikan viskositas yang maksimum dan

stabilitas yang baik apabila berada pada pH 7 – 9. Sedangkan berada pada pH di

bawah 2 dapat menyebabkan terjadinya presipitasi dan pH 10 viskositasnya dapat

menurun dengan drastis (Rowe et al., 2009).

(43)

I. Humektan

Humektan adalah substansi yang mengabsorbsi atau membantu substansi

lain menjaga kelembabannya, misalnya gliserin. Humektan adalah substansi yang

higroskopik. Kebanyakan adalah molekul dengan beberapa gugus hidroksi, juga

beberapa memiliki gugus amin, karboksil, dan juga ester; yang memiliki afinitas

untuk mengadakan ikatan hidrogen dengan molekul air (Pramjeet et al., 2012).

Prinsipnya ketika agen pelembab dioleskan pada kulit, humektan akan

membentuk suatu lapisan film tipis (Mukul, Surabhi, dan Atul, 2011). Sistem

pada humektan memungkinkan lembab dapat tertahan dengan cara menarik air

dan mengikatnya (Greive, 2015).

J. Gliserin

Gambar 5. Struktur gliserin (Rowe et al., 2009).

Gliserin ini memiliki rumus empirik C3H8O3 dengan bobot molekul

92,09. Gliserin ini dapat berfungsi sebagai pengawet, kosolven, emolien,

humektan, plasticizer, pelarut, dan pemanis. Tetapi dalam sediaan topikal,

utamanya gliserin digunakan sebagai humektan dan emolien. Dalam

penggunaannya sebagai humektan, gliserin digunakan dalam konsentrasi ≤30%.

Organoleptis dari gliserin yaitu bening, tidak berwarna, kental, cairan yang

(44)

dapat membentuk suatu kristal jika disimpan pada temperatur rendah tetapi dapat

ditanggulangi dengan pemanasan kristal pada suhu 20oC. Perubahan warna

menjadi hitam pada gliserin dapat terjadi jika gliserin terpapar oleh cahaya atau

mengalami kontak dengan zink oksida (Rowe et al., 2009).

Gliserin tidak menyebabkan iritasi pada kulit (kecuali pada individu yang

sensitif), non-karsinogenik, tidak reaktif, memiliki pH yang netral, dan larut

dalam air (Dirjen POM RI, 2011).

K. Desain Faktorial

Desain faktorial digunakan dalam penelitian, dimana efek dari faktor

yang berbeda pada hasil penelitian akan diuraikan. Desain faktorial adalah desain

pilihan untuk determinasi efek dari beberapa faktor beserta interaksinya. Beberapa

definisi dalam desain faktorial:

1. Faktor

Faktor merupakan variabel yang ditetapkan, seperti konsentrasi,

temperatur, perlakuan terhadap obat, dll. Faktor yang dipilih bergantung pada

tujuan penelitian dan ditetapkan oleh peneliti. Dapat berupa faktor kuantitatif

atau kualitatif, jika kuantitatif maka akan disajikan dalam bentuk nilai.

2. Level

Level adalah nilai yang ditetapkan dari suatu faktor. Contohnya adalah

0,1 molar dan 0,3 molar untuk faktor konsentrasi; obat dan placebo untuk

faktor perlakuan obat. Simbol untuk berbagai konsentrasi faktor antara lain:

(1), a, b, dan ab. Ketika kedua faktor berada pada level rendah maka akan

(45)

berada pada level rendah maka disimbolkan sebagai a, ketika faktor A berada

pada level rendah dan faktor B berada pada level tinggi maka disimbolkan

sebagai b, dan ketika kedua level berada pada level tinggi maka akan

disimbolkan sebagai ab.

3. Efek

Efek dari faktor merupakan perubahan respon yang disebabkan karena

membuat level dan faktor menjadi bervariasi (Bolton dan Bon, 2004).

Keunggulan dari desain faktorial:

a. Pada saat tidak adanya interaksi, desain faktorial memiliki efisiensi yang

maksimal dalam memperkirakan efek utama.

b. Pada saat ada interaksi, desain faktorial penting untuk menyatakan dan

mengidentifikasi interaksi yang terjadi.

c. Karena efek dari faktor diukur pada berbagai level dari faktor-faktor,

kesimpulan dapat diterapkan pada kondisi yang lebih umum (Bolton dan

Bon, 2004).

Tabel I. Desain faktorial 2 faktor dan 2 level (Bolton dan Bon, 2004).

Eksperiment A level B level

(1) - -

a + -

b - +

(46)

L. Uji Sifat Fisik Sediaan 1. Organoleptis

Uji organoleptis adalah uji yang dilakukan untuk mengamati terjadinya

instabilitas dengan cara mengamati dengan alat indera tanda-tanda yang

muncul pada penampilan fisik gel dengan parameter warna, bau, tekstur dan

homogenitas sediaan (Lawrence dan Ress, 2000). Pengujian homogenitas

dilakukan untuk mengetahui apakah pada saat tahapan pembuatan sediaan gel,

bahan aktif dan juga eksipien lainnya sudah tercampur dengan merata.

Pengujian homogenitas dilakukan dengan melakukan pengolesan sediaan gel

pada lempengan kaca lalu dilakukan pengamatan apakah komponennya sudah

tercampur dengan baik (Dirjen POM RI, 1995).

2. Pengukuran pH

Pengukuran pH dilakukan untuk mengetahui besar pH yang dihasilkan

pada saat awal dan akhir pengujian. Hal ini dilakukan untuk mengetahui

apakah sediaan dapat mempertahankan pH sediaan tetap dalam rentang pH

yang ditentukan, yaitu 4,5 – 6,5. pH tersebut merupakan pH kulit manusia,

sehingga sediaan dibuat memiliki pH yang sama dengan pH kulit manusia,

sehingga tidak menimbulkan iritasi dan menjadikan kulit kering (Muthalib,

Fatimawali, dan Edy, 2013).

3. Viskositas

Uji viskositas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui tahanan dari

(47)

viskositasnya semakin tinggi. Daya sebar akan dipengaruhi oleh viskositas

(Garg et al., 2002; Pramjeet et al., 2012).

4. Daya sebar

Uji daya sebar bertujuan untuk melihat kemudahan menyebar gel jika

diaplikasikan pada permukaan kulit. Gel yang baik memiliki nilai daya sebar

yang tinggi dan tidak membutuhkan waktu yang lama untuk bisa menyebar

(Ainaro, Gadri, dan Priani, 2015). Kekakuan formula, temperatur pada tempat

aksi dan lama penekanan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi daya

sebar (Garg et al., 2002).

M. Senyawa Radikal

Pada masa modern ini ada berbagai macam faktor yang dapat

menyebabkan penuaan dini seperti faktor gaya hidup, lingkungan, genetis,

rendahnya sistem kekebalan dan radikal bebas. Dari berbagai macam faktor

penyebab penuaan dini, teori yang paling sering digunakan adalah teori radikal

bebas. Radikal bebas sendiri dapat berasal dari berbagai macam sumber, antara

lain sinar UV, polutan, asap rokok maupun diproduksi secara kontinyu sebagai

konsekuensi dari metabolisme normal (Kosasih et al., 2006).

DPPH atau 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil adalah suatu senyawa radikal

bebas yang stabil dan terkenal sebagai abstraktor hidrogen yang baik sehingga

menghasilkan DPPH-H sebagai produknya. DPPH berwarna ungu dan dapat

direduksi menjadi 2,2-difenil-1-pikrilhidrazin (DPPH-H) melalui suatu reaksi

redoks yang berwarna kuning oranye. DPPH digunakan sebagai scavenger untuk

(48)

tersebut, DPPH yang berwarna ungu teredam menjadi senyawa tereduksinya yaitu

DPPH-H, dengan penurunan panjang gelombang yang sangat signifikan yaitu dari

530 nm menjadi 330 nm (Ionita, 2005).

Gambar 6. Reaksi DPPH menjadi DPPH-H (Patel dan Patel, 2011).

N. Landasan Teori

Penuaan dini dapat disebabkan oleh sinar UV dan polusi udara yang

dapat menginduksi terbentuknya ROS yang terdiri dari senyawa radikal dan

senyawa non-radikal. Senyawa non-radikal tersebut pada akhirnya akan

menginisiasi terbentuknya senyawa radikal bebas yang sangat reaktif karena

memiliki elektron yang tidak berpasangan dan akan menghantam sel-sel normal

dari tubuh manusia dan menimbulkan kerusakan jaringan. Oleh karena itu, untuk

meredam atau memotong reaksi berantai dari radikal bebas ini kemudian

diberikan suatu antioksidan yang dapat menyumbangkan elektronnya secara

cuma-cuma kepada radikal bebas sehingga akan menjadi stabil.

Oleh karena beberapa tahun terakhir ini telah dilakukan penelitian pada

golongan alga hijau-biru dengan spesies Spirulina platensis dan menunjukkan

aktivitas antioksidan yang sangat poten pada ekstrak airnya, maka dari itu penulis

(49)

aging dari ekstrak air Spirulina platensis tersebut. Agar diperoleh formulasi yang optimal sehingga dapat menghasilkan stabilitas dan sifat fisik yang baik dan dapat

memberikan efek antioksidan yang maksimal, maka pada penelitian ini akan

dilakukan optimasi formula dengan variasi 2 faktor yang berperan penting yaitu

CMC-Na sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan.

O. Hipotesis

1. Penambahan CMC-Na dan gliserin maupun interaksi keduanya memberikan

pengaruh terhadap respon sifat fisik dan stabilitas sediaan gel anti-aging

ekstrak Spirulina platensis.

2. Faktor yang lebih dominan yang mempengaruhi sifat fisik dan stabilitas gel

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN A.Jenis Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian adalah eksperimental faktorial dengan melihat

jumlah konsentrasi gelling agent CMC-Na dan humektan gliserin, sehingga

diperoleh formula optimal dalam pembuatan sediaan gel anti-aging ekstrak

Spirulina platensis.

B.Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

a. Variabel bebas. Variabel bebas pada penelitian ini adalah variasi

konsentrasi CMC-Na dan gliserin dalam formula gel anti-aging ekstrak

Spirulina platensis.

b. Variabel tergantung. Variabel tergantung pada penelitian ini adalah sifat

fisik dari gel yang meliputi organoleptis, viskositas, daya sebar, pH dan

homogenitas gel serta stabilitas (pergeseran viskositas).

c. Variabel pengacau

1). Variabel pengacau terkendali

Variabel pengacau terkendali pada penelitian ini adalah alat dan

bahan, lama dan kecepatan pengadukan, wadah penyimpanan, cara

dan lama penyimpanan.

2).Variabel pengacau tak terkendali

Variabel pengacau tak terkendali pada penelitian ini adalah suhu dan

kelembaban ruangan saat pembuatan dan penyimpanan.

(51)

2. Definisi Operasional

a. Gelling agent. Adalah bahan yang akan menghasilkan kekentalan atau sifat alir dengan membentuk matriks tiga dimensi. Gelling agent yang

digunakan pada sediaan ini adalah CMC-Na.

b. Humektan. Adalah bahan yang digunakan untuk menjaga kelembaban

sediaan gel dengan cara mencegah penguapan air dan menyerap lembab

dari lingkungan. Humektan yang digunaan pada sediaan ini adalah

gliserin.

c. Gel anti-aging. Adalah gel yang digunakan dengan tujuan untuk

mencegah terjadinya penuaan dini dengan jalan penangkapan radikal

bebas dan pencegahan pembentukan ROS.

d. Ekstrak Spirulina platensis. Adalah sediaan kental yang diperoleh dari

penyarian serbuk Spirulina platensis secara kimiawi dengan pelarut air

dengan jalan maserasi.

e. Sifat fisik gel. Merupakan parameter yang digunakan untuk mengukur

tingkat kestabilan sediaan gel dengan melihat organoleptis, pH,

homogenitas, dan viskositas.

f. Uji organoleptis. Adalah metode pengujian yang digunakan untuk

mengukur kualitas sediaan dengan menggunakan panca indera manusia.

Pengujian yang dilakukan antara lain adalah bau, warna, homogenitas,

dan tekstur dari sediaan gel yang dihasilkan.

g. Viskositas. Merupakan ukuran ketahanan sediaan gel terhadap deformasi

(52)

maka sediaan yang dihasilkan akan semakin kental dan tidak mudah

mengalir.

h. Daya sebar. Adalah diameter penyebaran tiap 1 gram sediaan gel pada

alat uji daya sebar dengan bobot total pemberat sebesar 125 gram dan

pendiaman selama 1 menit (Garg et al., 2002).

i. pH. Merupakan derajat keasaman yang digunakan untuk mengukur

tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh sediaan gel.

j. Uji homogenitas. Merupakan metode pengujian yang dilakukan untuk

mengetahui keseragaman kandungan komponen di dalam sediaan gel.

k. Stabilitas gel. Diketahui dari pengukuran pergeseran viskositas gel dari

sebelum sampai sesudah penyimpanan selama 30 hari dan dinyatakan

stabil apabila menunjukkan hasil <10%.

l. Desain faktorial. Adalah metode yang memungkinkan untuk mengetahui

efek yang dominan dalam penentuan sifat fisik dan stabilitas sediaan gel.

Dalam penelitian ini digunakan varian 2 faktor yaitu gelling agent dan

humektan.

m. Variasi konsentrasi. Menunjukkan perbedaan tingkatan konsentrasi yang

digunakan.

n. Faktor. Adalah variabel yang diteliti dalam penelitian yaitu CMC-Na

sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan.

o. Respon. Merupakan besaran yang diamati. Nilai perubahan efek dapat

dinyatan secara kuantitatif. Dalam penelitian ini adalah sifat fisik dan

(53)

p. Efek. Adalah perubahan respon yang disebabkan karena variasi dan faktor.

C. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat penelitian

Alat-alat yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah mixer (Miyako®),

alat-alat gelas (Iwaki TE-32 Pirex®) yaitu Erlenmeyer, cawan porselin, labu

hisap, gelas ukur, labu takar, Beaker glass; pipet tetes, sendok, batang

pengaduk, labu takar, sudip, aluminium foil, timbangan analitik (Mettler

Toledo GB 3002), shaker (Optima Orbital Shaker 08-762), portable viscotester

seri VT-04F (Rion-Japan), indikator pH universal 0 – 14 Merck®, mikro pipet,

spektrofotometer UV-Vis (Genesis 5), stopwatch (Casio®), kaca bulat berskala,

wadah plastik, sentrifugator Hettich EBA 8S, corong Buchner, kertas saring

glass fiber, pompa vakum dan vortex.

2. Bahan penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk

Spirulina platensis dari CV Blue Green Algae Bioteknology, CMC-Na skala farmasetis dari CV Athena Semarang, gliserin, metanol serta metil paraben dari

PT. Bratacco Chemistry, akuades, dan DPPH dari Sigma Aldrich.

D. Tata Cara Penelitian 1. Pembuatan ekstrak

Serbuk Spirulina platensis ditimbang seksama sebanyak 10 gram dan di

masukan kedalam Erlenmeyer 250 mL, kemudian ditambahkan dengan pelarut

(54)

diasumsikan diperoleh ekstrak dengan konsentrasi 10g/100mL atau 100mg/mL.

Kemudian Erlenmeyer tersebut diletakan di atas shaker (Shalaby dan Shanab,

2013). Maserasi dilakukan selama 2 jam (Farihah, Yulianto, dan Yudiati,

2014). Kemudian hasil maserasi yang dihasilkan disaring menggunakan corong

Buchner dengan bantuan vakum sehingga diperoleh ekstrak cair Spirulina

platensis. (Shalaby dan Shanab, 2013).

2. Uji aktivitas antioksidan

Metode pengujian aktivitas antioksidan dari ekstrak air Spirulina

platensis dilakukan dengan mencampurkan 1 ml ekstrak air Spirulina platensis dengan konsentrasi 200 µg/ml (pengenceran ekstrak mula-mula dengan

konsentrasi awal 100mg/mL) dengan 1 ml reagen DPPH konsentrasi 0,02

mg/ml dalam metanol dan direplikasi tiga kali. Setelah itu diinkubasi dalam

ruangan gelap selama 30 menit dan absorbansi campuran diukur pada panjang

gelombang maksimum 515nm (Shalaby dan Shanab, 2013).

3. Optimasi Formula Gel

Tabel II. Formula lubricating jelly (Allen, 2002). Komponen Jumlah % (b/b)

Metil selulosa, 4000 cps 0,8

Carbopol 934 0,24

Propilen glikol 16,7

Metilparaben 0,015

NaOH, qs ad pH 7

Akuades, qs ad 100

Tabel III. Formula modifikasi untuk gel sebanyak 100 gram.

(55)

Dari formula acuan pada tabel II, penulis melakukan beberapa modifikasi

pada komponen yang akan dioptimasi, yaitu CMC-Na sebagai gelling agent

dan gliserin sebagai humektan, tercantum pada tabel III.

4. Pembuatan Gel

CMC-Na dikembangkan dengan akuades selama 24 jam, CMC-Na yang

telah dikembangkan dimasukan kedalam wadah dan diaduk menggunakan

mixer selama 3 menit dengan kecepatan putar pada tingkat 1. Setelah itu dimasukan metil paraben yang sebelumnya telah dilarutkan di dalam gliserin

dan diaduk kembali menggunakan mixer selama 2 menit. Pada menit ke-5,

dimasukan ekstrak cair Spirulina platensis sebanyak 0,15 gram untuk formula

100 gram gel, lanjutkan pengadukan sampai menit ke-8. Pengadukan dilakukan

secara berkesinambungan selama menambahkan bahan-bahan tersebut.

5. Evaluasi

a. Uji organoleptis. Dilakukan pengamatan pada parameter warna, bau,

tekstur dan homogenitas pada 48 jam dan setiap 7 hari sekali dalam

kurun waktu 28 hari. Evaluasi homogenitas dilakukan dengan

mengoleskan sejumlah tertentu sediaan gel pada dua keeping kaca,

sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat

adanya butiran kasar (Panjaitan, Saragih, Purba, 2012).

b. Uji pH. Evaluasi pH dilakukan dengan mengoleskan sejumlah kecil

sediaan gel ekstrak Spirulina platensis pada indikator pH universal

dengan batang pengaduk, lalu ditunggu beberapa saat sampai warna pada

(56)

standar warna yang tertera pada kemasan pH universal. pH yang

diinginkan adalah setara dengan pH fisiologis kulit manusia yaitu 4,5-6,5

agar tidak mengiritasi kulit.

c. Uji daya sebar. Uji daya sebar dilakukan selama 48 jam setelah

pembuatan gel dengan cara menimbang gel seberat 1 gram dan diletakan

ditengah kaca bulat berskala. Di atas gel diletakan kaca bulat lain dan

pemberat dengan berat total 125 gram, didiamkan selama 1 menit dan

diameter penyebarannya dicatat dalam satuan centimeter (cm) (Garg et

al., 2012).

d. Uji viskositas. Sediaan gel ekstrak Spirulina platensis ditempatkan pada

portable viscotester sampai mencapai batas yang ditentukan, viskotester dijalankan, kemudian viskositas dari gel akan terbaca dengan mengamati

gerakan jarum penunjuk viskositas. Ukuran rotor yang digunakan adalah

skala 2. Dilakukan pengukuran pada 48 jam untuk mengetahu sifat fisik

dari sediaan. Kemudian juga dilakukan pengukuran pada hari ke-7, 14,

21 dan 28 untuk mengetahui stabilitas gel dengan cara menghitung

persen pergeseran viskositas.

e. Uji kesukaan (hedonist test). Uji kesukaan atau juga disebut sebagai

hedonist test dilakukan dengan cara membagikan kuesioner berisi 6 pertanyaan yang telah divalidasi kepada 30 responden.

f. Validasi. Validasi area komposisi optimum dilakukan dengan cara

memilih 3 formula secara acak dari 100 kemungkinan formula yang ada

(57)

karakteristik viskositas dan daya sebar teoritis yang muncul secara

otomatis dalam program Design Expert. Lalu ketiga formula tersebut

kemudian dibuat sesuai jumlah CMC-Na dan gliserin yang tertera pada

program tersebut dan diukur viskositas serta daya sebarnya, jika hasilnya

masuk dalam range dengan kesalahan ± 10% maka area komposisi

optimum yang diperoleh dikatakan valid.

E. Analisis dan Evaluasi Hasil

Dari uji evaluasi akan didapatkan hasil berupa data organoleptis, pH,

homogenitas, daya sebar, viskositas, dan data uji stabilitas fisik. Data tersebut

selanjutnya dilakukan uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui normalitas data. Jika

dihasilkan data yang negatif, dilakukan uji Kruskal-Wallis dan dilanjutkan uji

Wilcoxon. Jika dihasilkan data yang positif, dilakukan uji Levene untuk mengetahui kehomogenan data jika dihasilkan data yang normal pada uji

sebelumnya. Apabila menghasilkan suatu perbedaan data, uji dilanjutkan dengan

uji Tukey HSD untuk mengetahui letak perbedaan data. Tetapi apabila yang

dihasilkan adalah data yang homogen, dilakukan uji analisis varian (Two-way

Gambar

Gambar 2. Struktur kulit (Sibilla, Godfrey, Brewer, Raja, dan Genovese, 2015).
Gambar 3. Cross-linking pada polimer (Maitra dan Shukla, 2014).
Gambar 4.  Struktur sodium carboxymethyl cellulose (Rowe et al., 2009).
Gambar 5.  Struktur gliserin (Rowe et al., 2009).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mengetahui area optimum gelling agent Carbopol dan humektan propilen glikol yang dapat menghasilkan sediaan gel dari ekstrak etanol daun binahong (Anredera

Mendapatkan area komposisi optimum gelling agent Carbopol dan humektan propilen glikol yang menghasilkan sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan komposisi optimum dari CMC-Na dan gliserin serta mengetahui faktor mana yang dominan dalam menghasilkan sediaan gel yang

Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran mengenai pengaruh peningkatan konsentrasi CMC-Na sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan terhadap sifat fisik

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi CMC-Na ( gelling agent) dan propilen glikol (humektan) terhadap sifat fisik dan stabilitas fisik gel

Terdapat pengaruh dari jumlah gelling agent carbopol 940 dan humektan propilenglikol terhadap respon yang dihasilkan oleh sediaan gel penyembuh luka ekstrak daun petai cina,

Tujuan penelitian eksperimental ini adalah mengetahui pengaruh penambahan gliserol dan sorbitol sebagai humectant serta CMC Na 10% sebagai gelling agent terhadap sifat fisis

Terdapat pengaruh dari jumlah gelling agent carbopol 940 dan humektan propilenglikol terhadap respon yang dihasilkan oleh sediaan gel penyembuh luka ekstrak daun petai cina,