INTISARI
Masyarakat sering kali khawatir terhadap kondisi kulitnya yang terancam terkena penuaan dini yang salah satunya disebabkan oleh radikal bebas. Ekstrak air Spirulina platensis dikenal memiliki aktivitas antioksidan yang poten dan kemudian dalam penelitian ini diformulasikan dalam bentuk hidrogel. Peneliti melakukan optimasi terhadap komponen kritis sediaan, yaitu gelling agent dan humektan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penambahan gelling agent CMC-Na dan humektan gliserin terhadap sifat dan stabilitas fisik sediaan.
Jenis rancangan pada penelitian ini adalah desain faktorial. Ekstrak air Spirulina platensis diperoleh dengan jalan maserasi, kemudian dilakukan perhitungan kuantitatif persen aktivitas menggunakan metode spektrometri dengan radikal bebas DPPH. Peneliti kemudian mengevaluasi sifat fisik gel yang dihasilkan, meliputi uji organoleptis, pH, viskositas dan daya sebar; evaluasi stabilitas (pergeseran viskositas) selama 28 hari; serta hedonist test. Data dianalisis secara statistik menggunakan SPSS versi 22.0.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa CMC-Na memberikan efek yang signifikan terhadap peningkatan viskositas dan penurunan daya sebar. Gliserin meningkatkan respon daya sebar dan interaksi kedua faktor menurunkan respon daya sebar, keduanya berperan secara tidak signifikan. Formula a dan formula ab yang dihasilkan stabil selama 21 hari dilihat berdasarkan persen pergeseran viskositas <10%. Area komposisi optimum yang diperoleh valid dan menunjukkan sifat fisik yaitu viskositas dan daya sebar sesuai yang dikehendaki.
ABSTRACT
Most people often worry about premature aging which can be a threat to their skin condition mostly caused by free radicals. Water extract of Spirulina platensis is known to have a potent antioxidant activity. To obtain a gel that has good physical characteristics and stability. The aim of this study is to determine the effect of adding CMC-Na as the gelling agent and glycerin as the humectant to the physical and stability of the gel. This study uses factorial design. The percent activity water extract of Spirulina platensis then calculated using spectrometric method.
Evaluation of the gel’s physical properties including organoleptic test, pH,
viscosity and spreadability; evaluation of stability (the shift of viscosity) within 28 days; and hedonist test are then conducted. The data are statistically analyzed using SPSS version 22.0.
The results of this study show that CMC-Na give significant effects on the spreadability. Meanwhile, glycerin give not significant effect on increasing the spreadability respond and interaction of both factors decrease the spreadability respons. Gel formula a and ab are stable for 21 days seen from the shift of viscosity in percent which is <10%. Optimum composition area obtained is valid and shows physical properties which are the desired viscosity and spreadability.
OPTIMASI SODIUM CARBOXYMETHYL CELLULOSE SEBAGAI
GELLING AGENT DAN GLISERIN SEBAGAI HUMEKTAN DALAM
SEDIAAN GEL ANTI-AGING EKSTRAK Spirulina platensis MENGGUNAKAN APLIKASI DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Rossa Adrianti
NIM : 128114111
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
OPTIMASI SODIUM CARBOXYMETHYL CELLULOSE SEBAGAI
GELLING AGENT DAN GLISERIN SEBAGAI HUMEKTAN DALAM
SEDIAAN GEL ANTI-AGING EKSTRAK Spirulina platensis MENGGUNAKAN APLIKASI DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Rossa Adrianti
NIM : 128114111
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2016
HALAMAN PERSEMBAHAN
Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus,
Bapa sumber segala cinta kasih,
Dan segala penghiburn
(2 Korintus 1 : 3)
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan berkat, penyertaan serta kelancaran-Nya kepada penulis sehingga bisa menyelesaikan skripsi dengan judul “Optimasi Gelling Agent CMC-Na dan Humektan Gliserin pada Sediaan Gel Ekstrak Spirulina (Spirulina platensis)
sebagai Anti-Aging dengan Aplikasi Desain Faktorial”. Penulis berharap agar
karya ilmiah yang penulis hasilkan dapat memberikan manfaat kepada kalayak
luas serta dapat memberikan kontribusi dibidang akademis bagi nusa dan bangsa.
Dapat diselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari dukungan pihak – pihak terkai
baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui bimbingan akademis,
motivasi, masukan serta kritik membangun. Maka dari itu penulis memberikan
sanjungan berupa ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat, kasih,
perlindungan dan berkat melimpah-Nya kepada penulis sehingga
dilancarkan segala proses yang ada.
2. Orang tua penulis yang sudah mendukung penulis setiap saat demi
terselesaikannya skripsi penulis, dengan memberikan bantuan motivasi,
nasihat, bimbingan, saran, logistik dan juga materiil.
3. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma yang telah memfasilitasi segela kebutuhan
mahasiswa dalam menjalankan penelitian.
4. Bapak Septimawanto Dwi Prasetyo., M.Si., Apt., selaku dosen
pembimbing yang telah membimbing, memberikan saran dan masukan
serta mensuport segala proses selama penelitian.
5. Ibu Wahyuning Setyani, M.Sc., Apt., dan Bapak Yohanes Dwiatmaka,
M.Si., selaku dosen penguji yang selalu mengarahkan dan membimbing
peneliti.
6. Dosen Fakultas Farmasi yang telah memberikan bekal pengetahuan
kepada penulis dari semester 1 sampai dengan semester 7, sehingga
melancarkan penyusunan proposal serta melancarkan proses penelitian.
7. Kepada keluarga, sahabat dan teman – teman penulis yang sentantiasa
memberikan penghiburan dan pendampingan serta bantuan kepada
penulis, antara lain: Ibu Erlinawati, Bapak Muchtar, Ibu Kismiati, Ibu
Weniyati, Ibu Wanti, Ibu Ida, Mas Kelik, Mas Agus, Mas Wahyu dan
Mas Bayu serta keluarga lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu-
persatu.
8. Kepada rekan skripsi penulis yaitu: Andriana Cindy Salim, Agatha Riona
Octavianus dan Scholastika Sihwilosowati yang selalu berbagi susah dan
senang ketika melakukan penelitian.
9. Kepada rekan sepermainan penulis yaitu: Sharon Citara Hening Pramesti,
Fera Revada, Bernadetta Betty Primadani, Theresia Anggarani, dan
Yosephine Erlinda Widiparasti yang selalu menghibur penulis dikala
susah dan senang.
10. Kepada rekan penelitian penulis di Laboratorium Farmasi dan Teknologi
Sediaan Padat maupun Laboratorium Farmakognosi Fitokimia.
11. Kepada laboran seluruh laboratorium terutama Bapak Musrifin, Bapak
Agung, Bapak Iswandi, Bapak Parlan, Bapak Wagiran, Mas Bimo dan
Mas Bima.
Besar harapan penulis jika karya tulis ilmiah ini dapat memberikan
sumbangan ilmu kepada dunia pengetahuan, walaupun masih banyak kekurangan
penulis dalam penyusunan maupun dalam proses penelitian sehingga akan sangat
membantu jika pembaca berkenan memberikan kritik besera saran.
Yogyakarta, 4 Januari 2016
Penulis.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi
A. Spirulina platensis ... 8
H. Sodium Carboxymethyl Cellulose (Na – CMC) ... 20
3. Efek ... 24
BAB III. METODE PENELITIAN ... 28
A. Jenis Rancangan Penelitian ... 28
B. Variabel dan Definisi Operasional ... 28
1. Variabel Penelitian ... 28
2. Definisi Operasional ... 30
C. Alat dan Bahan Penelitian... 32
1. Alat penelitian ... 32
2. Bahan penelitian ... 32
D. Tata Cara Penelitian ... 32
1. Pembuatan ekstrak ... 32
2. Uji aktivitas antioksidan... 33
3. Optimasi Formula Gel ... 33
4. Pembuatan Gel ... 34
5. Evaluasi ... 34
E. Analisis dan Evaluasi Hasil ... 36
BAB IV. PEMBAHASAN ... 36
A. Pembuatan Ekstrak ... 36
B. Uji Aktivitas Antioksidan ... 40
C. Optimasi Formula Gel ... 42
3. Uji Two-way ANOVA Respon Viskositas ... 58
4. Uji Two-way ANOVA Respon Daya Sebar ... 60
5. Uji Two-way ANOVA Pergeseran Viskositas ... 61
G. Optimasi Area Komposisi Optimum ... 62
H. Validasi Respon pada Area Komposisi Optimum ... 68
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68
A. Kesimpulan ... 68
B. Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA ... 71
LAMPIRAN ... 78
BIOGRAFI PENULIS ... 96
DAFTAR TABEL
Tabel I. Desain faktorial 2 faktor dan 2 level ... 24
Tabel II. Formula acuan lubricating jelly ... 33
Tabel III. Formula modifikasi untuk gel sebanyak 100 gram. ... 33
Tabel IV. Hasil pengukuran persen aktivitas ekstrak air Spirulina platensis ... 41
Tabel V. Viskositas dan Daya Sebar Optimasi CMC-Na ... 44
Tabel VI. Viskositas dan Daya Sebar Optimasi Gliserin ... 45
Tabel VII. Uji organoleptis 48 jam setelah pembuatan gel ... 49
Tabel VIII. Uji organoleptis 7 hari setelah pembuatan gel ... 49
Tabel IX. Uji organoleptis 14 hari setelah pembuatan gel ... 49
Tabel X. Uji organoleptis 21 hari setelah pembuatan gel ... 50
Tabel XI. Uji organoleptis 28 hari setelah pembuatan gel ... 50
Tabel XII. Evaluasi pH gel setelah penyimpanan ... 51
Tabel XIII. Hasil pengukuran daya sebar 48 jam ... 54
Tabel XIV. Uji normalitas data viskositas dan daya sebar 48 jam ... 57
Tabel XV. Uji normalitas data pergeseran viskositas selama 28 hari ... 58
Tabel XVI. Uji variansi data ... 58
Tabel XVII. Efek terhadap respon viskositas ... 59
Tabel XVIII. Efek terhadap respon daya sebar ... 60
Tabel XIX. Efek terhadap pergeseran viskositas ... 61
Tabel XX. Validasi contourplot superimposed ... 69
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Morfologi Spirulina platensis ... 8
Gambar 2. Struktur kulit ... 14
Gambar 3. Cross-linking pada polimer ... 20
Gambar 4. Struktur sodium carboxymethyl cellulose ... 21
Gambar 5. Struktur gliserin ... 22
Gambar 6. Reaksi DPPH menjadi DPPH-H ... 27
Gambar 7. Ekstrak air Spirulina platensis ... 39
Gambar 8. Grafik viskositas gel dalam berbagai hari penyimpanan ... 53
Gambar 9. Hasil uji kesukaan terhadap 30 responden ... 56
Gambar 10. Grafik hubungan CMC-Na terhadap viskositas setelah 48 jam .... 63
Gambar 11. Grafik hubungan Gliserin terhadap viskositas setelah 48 jam ... 63
Gambar 12. Contourplot respon viskositas... 64
Gambar 13. Grafik hubungan CMC-Na terhadap daya sebar 48 jam ... 66
Gambar 14. Grafik hubungan gliserin terhadap daya sebar 48 jam ... 66
Gambar 15. Contourplot respon daya sebar ... 67
Gambar 16. Contourplot superimposed ... 68
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan Pembelian Serbuk Simplisia ... 79
Lampiran 2. Surat Keterangan Pengolahan Data Statistik ... 80
Lampiran 3. Orientasi... 81
Lampiran 4. Hasil Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Sediaan ... 83
Lampiran 5. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan ... 85
Lampiran 6. Hasil Analisis Statistik... 86
Lampiran 7. Perhitungan Efek ... 88
Lampiran 8. Dokumentasi proses ekstraksi ekstrak air Spirulina platensis... 90
Lampiran 9. Dokumentasi sediaan gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis ... 92
Lampiran 10. Pengukuran sifat fisik gel ... 94
Lampiran 11. Dokumentasi uji persen aktivativitas ... 94
INTISARI
Masyarakat sering kali khawatir terhadap kondisi kulitnya yang terancam terkena penuaan dini yang salah satunya disebabkan oleh radikal bebas. Ekstrak air Spirulina platensis dikenal memiliki aktivitas antioksidan yang poten dan kemudian dalam penelitian ini diformulasikan dalam bentuk hidrogel. Peneliti melakukan optimasi terhadap komponen kritis sediaan, yaitu gelling agent dan humektan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penambahan gelling agent CMC-Na dan humektan gliserin terhadap sifat dan stabilitas fisik sediaan.
Jenis rancangan pada penelitian ini adalah desain faktorial. Ekstrak air Spirulina platensis diperoleh dengan jalan maserasi, kemudian dilakukan perhitungan kuantitatif persen aktivitas menggunakan metode spektrometri dengan radikal bebas DPPH. Peneliti kemudian mengevaluasi sifat fisik gel yang dihasilkan, meliputi uji organoleptis, pH, viskositas dan daya sebar; evaluasi stabilitas (pergeseran viskositas) selama 28 hari; serta hedonist test. Data dianalisis secara statistik menggunakan SPSS versi 22.0.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa CMC-Na memberikan efek yang signifikan terhadap peningkatan viskositas dan penurunan daya sebar. Gliserin meningkatkan respon daya sebar dan interaksi kedua faktor menurunkan respon daya sebar, keduanya berperan secara tidak signifikan. Formula a dan formula ab yang dihasilkan stabil selama 21 hari dilihat berdasarkan persen pergeseran viskositas <10%. Area komposisi optimum yang diperoleh valid dan menunjukkan sifat fisik yaitu viskositas dan daya sebar sesuai yang dikehendaki.
Kata kunci: gel, Spirulina platensis, antioksidan, CMC-Na, gliserin.
ABSTRACT
Most people often worry about premature aging which can be a threat to their skin condition mostly caused by free radicals. Water extract of Spirulina platensis is known to have a potent antioxidant activity. To obtain a gel that has good physical characteristics and stability. The aim of this study is to determine the effect of adding CMC-Na as the gelling agent and glycerin as the humectant to the physical and stability of the gel.
This study uses factorial design. The percent activity water extract of Spirulina platensis then calculated using spectrometric method. Evaluation of the
gel’s physical properties including organoleptic test, pH, viscosity and
spreadability; evaluation of stability (the shift of viscosity) within 28 days; and hedonist test are then conducted. The data are statistically analyzed using SPSS version 22.0.
The results of this study show that CMC-Na give significant effects on the spreadability. Meanwhile, glycerin give not significant effect on increasing the spreadability respond and interaction of both factors decrease the spreadability respons. Gel formula a and ab are stable for 21 days seen from the shift of viscosity in percent which is <10%. Optimum composition area obtained is valid and shows physical properties which are the desired viscosity and spreadability.
Keywords: gel, Spirulina platensis, antioxidants, CMC-Na, glycerin.
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang
Setiap manusia hendaknya akan mengalami proses penuaan yang terjadi
secara alamiah. Penuaan adalah suatu mekanisme menghilangnya kemampuan
organ tubuh, termasuk jaringan kulit, secara berlahan dengan jalan penggantian,
perbaikan dan pertahanan struktur dan fungsi normalnya (Yaar dan Gilchrest,
2007).
Kecepatan terjadinya proses penuaan pada setiap orang berbeda-beda dan
tergantung dari berbagai faktor yang dapat mempengaruhi dan mempercepat
terjadinya proses penuaan kulit. Faktor tersebut meliputi faktor intrinsik seperti
faktor genetik, rasial, hormonal, sistem kekebalan tubuh yang menurun; dan
faktor ekstrinsik yaitu gaya hidup yang tidak sehat dan faktor lingkungan seperti
sinar matahari, kelembaban, dan polusi udara (Pangkahila, 2007).
Indonesia merupakan negara tropis dengan penyinaran matahari yang
melimpah sehingga berisiko menyebabkan photo-aging dan kanker kulit
(Misnadiarly, 2006). Proses photo-aging bersifat kumulatif, sehingga pemejanan
sinar ultraviolet (UV) dalam jangka panjang dapat menyebabkan penuaan dini
(Walker, Hawk, dan Young, 2003; Quan et al., 2009). Peningkatan penyinaran
oleh matahari dewasa ini, yang disebabkan karena menipisnya lapisan stratosfer
pada ozon berdampak pada peningkatan risiko kulit mengalami kerusakan yang
disebabkan oleh Reactive Oxygen Species (ROS) yang diinduksi oleh sinar UV
(Drakaki, Dessinioti, dan Antoniou, 2014).
Selain itu menurut World Health Organization 2014, Indonesia
menduduki urutan ke-56 dari 93 negara dalam kategori polusi udara lingkungan
dengan parameter particulate matters (PM), yaitu PM10 sebanyak 48 μg/m3 dan
PM2.5 sebanyak 21μg/m3 dengan patokan nilai normal 20 μg/m3
untuk PM10 dan
10 μg/m3
untuk PM2.5 (WHO, 2014). Komponen utama polutan udara adalah
polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs), nitrogen oksida (NOx), PM, volatile organic compounds (VOCs), dan asap rokok (Drakaki et al., 2014). Polusi udara ini sangat berperan dalam menyebabkan penuaan dini.
Dewasa ini sedang banyak dilakukan penelitian tentang manfaat dari
sianobakteria (alga hijau biru) yang dikenal dengan Spirulina platensis.
Kandungan terbesarnya merupakan suatu protein, yaitu sebesar 60-70% dari
massa total. Dari seluruh protein yang ada, fikobiliprotein berperan dengan sangat
efisien dalam transfer energi ikatan dalam proses fotosintesis. Fikobiliprotein
diklasifikasikan dalam beberapa kelompok yaitu fikosianin (berwarna biru),
fikoeritrin (berwarna merah), dan alofikosianin (berwarna hijau) (Kamble, Gaikar,
Padalia, dan Shinde, 2013). Salah satu kelompok fikobiliprotein tersebut, yaitu
fikosianin, memiliki pengaruh antioksidan terbesar yang poten dari Spirulina
platensis. Manfaat lainnya yaitu dapat berfungsi sebagai radical scavenger dan memiliki aktivitas penghambatan reaksi peroksidasi lipid yang lebih besar dari
antioksidan lain seperti α-tokoferol dan butyl hydroxyanisole (BHA) (Tarko,
Semua kelompok fikobiliprotein larut di air dan bersifat hidrofilik, stabil
pada rentang pH fisiologis, dan mempunyai kapasitas untuk emisi fluoresens
(Tarko et al., 2012; Kamble et al., 2013). Saat ini sudah banyak ditemukan
pemanfaatan Spirulina platensis dibidang kesehatan pangan (Arlyza, 2005), oleh
karena itu penulis berminat untuk mengembangkan ranah pemanfaatan Spirulina
platensis dibidang kesehatan dan kosmetik, yaitu untuk megatasi permasalahan penuaan dini yang sedang marak terjadi karena kondisi lingkungan yang semakin
ekstrem. Maka dari itu peneliti akan memformulasikan sediaan gel dengan jenis
hidrogel dengan ekstrak Spirulina platensis yang memiliki aktivitas antioksidan
yang poten. Syarat zat aktif yang akan dibuat sediaan gel hendaknya sesuai
dengan basis yang digunakan, yaitu dapat bersifat hidrofilik atau hidrofobik,
selain itu sediaan gel umumnya memiliki kadar air yang tinggi (Dirjen POM RI,
2015).
Sediaan gel yang baik adalah sediaan yang tersusun dari komponen
formula yang optimal sehingga mampu memenuhi syarat sediaan gel dalam
aplikasi dermatologi, antara lain memiliki daya sebar yang baik, mudah
dibersihkan, kompatibel dengan komponen bahan lain, larut air, dan memiliki
sifat emolien (Mohamed, 2004; Meenakshi 2013). Oleh karena itu perlu dilakukan
optimasi terhadap komponen kritis utama penyusun sediaan gel yaitu gelling
agent dan humektan. Sediaan gel dipilih karena memiliki beberapa kelebihan antara lain memberikan sensasi yang tidak lengket dikulit, gel akan segera
mudah dicuci, mudah mengering, dan absorbsinya pada kulit lebih baik dari pada
sediaan krim (Yanhendri, 2012; Garg, Aggarwal, Garg, dan Singla, 2002).
Dalam penelitian ini peneliti ingin melakukan optimasi sodium
carboxymethylcellulose (CMC-Na) sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan dengan aplikasi desain faktorial. Peneliti memilih gelling agent dan
humektan sebagai faktor yang dioptimasi dikarenakan gelling agent merupakan
komponen utama di dalam gel dengan membentuk struktur koloidal yang dapat
meningkatkan stabilitas dari zat aktif (Gladukh, Grubnik, Kukhtenko, dan
Stepanenko, 2015). Sedangkan humektan sendiri memainkan perananan penting
karena dapat menjaga kandungan lembab dalam sediaan agar tidak menguap,
selain itu juga bekerja dengan cara menangkap lembab dari udara sehingga dapat
menjaga konsistensi gel.
CMC-Na dipilih sebagai gelling agent karena telah secara luas digunakan
diberbagai industri farmasi, makanan, kimia, minyak dan tekstil, selain itu juga
stabil pada rentang pH yang luas, yaitu pH 2-10; memiliki karakter mudah
didispersikan dalam air panas maupun air dingin dan berwarna transparan setelah
didispersikan (Musfiroh dan Budiman, 2013). Gliserin dipilih sebagai humektan
karena memiliki karakter yang larut di air menghasilkan campuran yang stabil,
merupakan cairan higroskopis sehingga dapat menjaga lembab dalam sediaan,
tidak mudah teroksidasi jika disimpan pada suhu ruang, dan memiliki ciri fisik
transparan (Rowe et al., 2009). Untuk mengetahui adanya aktivitas antioksidan
perhitungan persen aktivitas menggunakan metode spektrometri dengan
menggunakan radikal bebas 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH).
1. Perumusan masalah
a. Apakah ada pengaruh antara penambahan CMC-Na dan gliserin maupun
interaksi keduanya terhadap respon sifat fisik dan stabilitas sediaan gel
anti-aging ekstrak Spirulina platensis?
b. Faktor apakah yang lebih dominan dalam menentukan sifat fisik dan
stabilitas gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis?
2. Keaslian penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian tentang
optimasi CMC-Na sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan dalam
sediaan gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis dengan aplikasi desain faktorial
belum pernah dilakukan. Penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini antara
lain:
a. Penelitian Titaley, Fatimawali, dan Lolo (2014) yang berjudul: Formulasi
dan Uji Efektifitas Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun Mangrove Api – Api
(Avicennia martina) sebagai Antiseptik Tangan
b. Penelitian Putra (2015) yang berjudul: Optimasi Gelling Agent CMC-Na
dan Humektan Gliserin dalam Sediaan Gel Anti-Inflamasi Ekstrak Daun
Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)): Aplikasi Desain Faktorial
c. Penelitian Kristiana (2013) yang berjudul: Daya Repelan Kombinasi
(Andropogon nardus L) dalam Sediaan Gel Dengan Formula CMC dan
Gliserin terhadap Gigitan Nyamuk Aedes aegypti
d. Penelitian Shalaby dan Shanab (2013) yang berjudul: Antiradical and
Antioxidant Activities of Different Spirulina platensis Extracts Against DPPH and ABTS Radical Assays
e. Penelitian Ambarani (2015) yang berjudul: Optimasi Gelling Agent dan
Humektan Propilen Glikol Dalam Sediaan Gel Anti-Inflamasi Ekstrak
Daun Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) dengan Aplikasi Desain
Faktorial
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis. Menambah pengetahuan tentang bentuk sediaan gel
topikal yang berasal dari bahan alam.
b. Manfaat metodologis. Menambah pengetahuan di bidang kefarmasian
mengenai penggunaan metode desain faktorial dalam formulasi gel anti-
aging ekstrak Spirulina platensis.
c. Manfaat praktis. Gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis ini diharapkan
mampu menjadi alternatif kosmetik dari bahan alam yang potensial serta
aman bagi masyarakat luas.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Menghasilkan sediaan gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis yang
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui pengaruh penambahan CMC-Na dan gliserin maupun
interaksi keduanya terhadap respon sifat fisik dan stabilitas sediaan gel
anti-aging ekstrak Spirulina platensis.
b. Mengetahui faktor yang lebih dominan dalam menentukan sifat fisik dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Spirulina platensis 1. Spirulina platensis
Spirulina platensis adalah alga hijau-biru yang biasanya hidup di perairan air tawar atau laut yang dapat melakukan fotosintesis untuk menghasilkan
oksigen (Arlyza, 2005). Merupakan suatu mikroalga yang digunakan sebagai
sumber bahan makanan yang sangat potensial untuk manusia dan hewan,
karena memiliki kandungan protein 20 kali lebih tinggi dibandingkan kedelai
dan 200 kali lebih baik dibandingkan dengan daging sapi (Li, Guo, dan Li,
2003). Spirulina platensis merupakan suatu mikroalga yang tidak bercabang,
memiliki bentuk filamen heliks dengan panjang 200 – 300 µm dan diameter
filamen 5 – 10 µm (Chronakis, Ioannis, Galatanu, Nylander, Tommy, dan
Nicoleta, 2000). Gambar 1 menunjukan morfologi dari Spirulina platensis:
2. Klasifikasi ilmiah
Klasifikasi ilmiah Spirulina platensis menurut Komarek (2006):
Kingdom : Protista
a. Protein. Persentase kandungan tertinggi dalam Spirulina platensis adalah
protein yaitu mencapai 60-79% dari bobot kering keseluruhan dan
memiliki kandungan asam amino yang sesuai dengan rekomendasi Food
and Agriculture Organization (FAO) (Choi, Gun-Kim, Yoon, dan Oh, 2003). Protein tersebut adalah protein yang berkualitas tinggi dan
mengandung 9 asam amino esensial seperti histidin, isoleusin, leusin,
lisin, metionin, fenilalanin, triptofan, treonin dan valin (Tarko et al.,
2012).
b. Asam lemak esensial. Spirulina platensis kaya akan sumber
polyunsaturated fatty acid (PUFAs), γ-asam linolenat, γ-asam linolenat (ALA), asam linoleat (LA), stearidonic acid (SDA), eicosapentaenoic
acid (EPA), docosahexaenoic acid (DHA), dan arachidonic acid (AA) (FAO, 2008).
c. Vitamin. Mengandung vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), B3
(nikotinamid), B6 (piridoksin), B9 (asam folat), B12 (sianobalamin),
d. Mineral. Spirulina platensis kaya akan kandungan potasium, selain itu
juga mengandung kalsium, kromium, tembaga, besi, magnesium,
mangan, fosfor, selenium, sodium dan zink (FAO, 2008).
e. Pigmen fotosintetik. Kandungan terpenting dari sianobakteria adalah
pigmen seperti fikosianin, klorofil, karotenoid dan beta karoten yang
memiliki aktivitas antioksidan yang sangat poten (Tarko, et al., 2012).
Diantara protein yang ada di dalam Spirulina platensis, fikobiliprotein
adalah pigmen fotosintetik yang berperan dalam proses fotosintesis.
Fikobiliprotein memiliki sifat hidrofilik, memiliki beberapa warna yang
tergantung pada karakteristik absorbansinya, dan merupakan pigmen
fluoresens protein yang stabil. Dapat diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok utama antara lain fikosianin (berwarna biru), fikoeritrin
(berwarna merah), dan alofikosianin (berwarna hijau) (Kamble et al.,
2013). Diantara kelompok-kelompok pigmen protein yang termasuk
kedalam fikobiliprotein tersebut, fikosianin adalah pigmen yang
memegang peranan terpenting dalam memberikan efek antioksidan yang
potensial (Tarko et al., 2012). Penelitian menunjukkan bahwa Fikosianin,
terutama C-fikosianin dapat berfungsi sebagai hepatoprotektif, anti-
inflamasi, antioksidan, dan scavenger untuk radikal bebas (Kamble et al.,
2013).
B. Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan pengambilan suatu senyawa kimia yang dapat
dipisahkan dari kandungan atau pengotor yang tidak dapat larut dalam pelarut
tersebut (Dirjen POM RI, 2005).
Ekstrak merupakan suatu sediaan kental yang didapatkan dengan jalan
melakukan ekstraksi senyawa aktif dari suatu simplisia baik nabati maupun
hewani dengan menggunakan pelarut yang dapat melarutkan senyawa target,
kemudian diperlakukan sedemikian rupa sehingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan. Tujuan pembuatan ekstrak tumbuhan obat adalah tidak lain untuk
dapat menstandarisasi kandungannya sehingga keseragaman mutu, khasiat dan
keamanan produk akhirnya dapat dijamin. Keuntungan penggunaan ekstrak
dibandingkan dengan simplisia adalah penggunaannya dapat lebih sederhana, jika
dilihat dari segi jumlah penggunaanya yang lebih sedikit dari bobot tumbuhan
atau simplisia asalnya. Kesamaan aktivitas dalam bentuk ekstrak dan simplisia
asalnya sebenarnya tidak berbeda jauh tetapi tidak sama persis dikarenkan pelarut
yang digunakan tidak dapat mengekstrak kandungan berkhasiatnya dengan
sempurna (Dirjen POM, 2005).
Metode ekstraksi senyawa organik bahan alam yang biasanya diterapkan
adalah sebagai berikut:
1. Maserasi
Merupakan proses perendaman simplisia pada temperatur ruang
menggunakan suatu pelarut yang sesuai dengan kelarutan senyawa target.
Proses perendaman dengan pelarut tersebut menimbulkan terjadinya perbedaan
tekanan di dalam dan di luar sel sehingga akan memecah dinding sel dan juga
sekunder yang berada di dalam sitoplasma akan larut dalam pelarut organik
sehingga diharapkan senyawa target akan terlarut seutuhnya karena lama
perendaman dapat diatur. Keuntungan menggunakan metode ekstraksi maserasi
antara lain mudah, tidak menggunakan suhu tinggi sehingga stabilitas bahan
dapat tetap terjaga dan alat dan proses yang dibutihkan cukup sederhana.
2. Perkolasi
Suatu proses melewatkan pelarut organik pada simplisia sehingga pelarut
tersebut diharapkan dapat membawa senyawa target. Metode ekstraksi ini
hanya akan efektif jika senyawa target sangat mudah larut dalam pelarut
organik yang digunakan.
3. Sokletasi
Merupakan suatu proses mengalirkan pelarut dalam sistem sirkulasi yang
akan selalu membasahi sampel dengan bantuan pemanasan. Keuntungan dari
metode ini adalah dapat menghemat pelarut, tetapi metode ini hanya dapat
diterapkan pada senyawa yang stabil terhadap pemanasan.
4. Destilasi Uap
Merupakan metode ekstraksi yang umum untuk proses ekstraksi senyawa
volatil seperti minyak atsiri. Sangat sesuai digunakan untuk senyawa target
yang stabil pada temperatur tinggi, lebih tinggi dari titik didih pelarut yang
digunakan (Darwis, 2000).
Komponen utama dalam ekstrak Spirulina platensis dengan berbagai
1. Ekstrak metanol mengandung senyawa-senyawa golongan fenolik dengan
jumlah tanin yang terbatas.
2. Ekstrak 50% metanol dalam air mengandung senyawa tanin dalam jumlah yang
besar.
3. Ekstrak air mengandung senyawa-senyawa golongan fikobiliprotein dalam
jumlah yang besar (Shalaby dan Shanab, 2013).
4. Ekstrak aseton dan metanol mengandung hexadecane, heptadecane, eicosane,
octadecane, phytol dan pentadecane yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus serta Salmonella typhimurium
(Ramasamy dan Gopalakrishnan, 2014).
5. Ekstrak etanol mengandung klorofil a dan klorofil b, yang memiliki aktivitas
terapeutik antara lain anti-hipersensitif, anti-kanker, anti-mutasi, dan
imunomodulasi. Kandungan klorofil a dan klorofil b dalam Spirulina platensis
adalah 1 – 2% dari total bobot kering (Tong, Gao, Xiao, dan Pan, 2010).
C. Kulit
Kulit merupakan lapisan pelindung paling luar dari tubuh yang berfungsi
untuk melindungi dari efek buruk baik secara imunogenik maupun secara fisik.
Kecantikan kulit sangat penting bagi wanita, dan hal ini dipengaruhi oleh keadaan
keratinasi yang terjadi pada permukaan sel, keadaan jaringan lemak dan aktivitas
dari kelenjar sekresi. Kelembaban kulit sangat penting untuk mencegah terjadinya
kulit kering, kasar, pecah-pecah dan mudah teriritasi sehingga membuat
Lapisan utama kulit, dari luar ke dalam terdiri dari lapisan subkutan
(hipodermis), dermis, dan epidermis. Folikel rambut dan kelenjar keringat
terhubung secara langsung ke permukaan kulit yang memungkinkan untuk rute
permeasi obat. Epidermis terdiri dari 5 lapisan yaitu dari luar ke dalam berturut-
turut adalah stratum germinativum, stratum spinosum, stratum granulosum,
stratum lusidum dan stratum korneum. Sratum korneum sendiri biasanya merupakan sel kulit mati, terdiri dari 15-20 lapisan korneosit dan ketika kering
ketebalannya adalah sekitar 10-15 μm, ketika mengalami hidrasi ketebalannya
menjadi 40 μm (Maghraby, Barry, dan Williams, 2008).
Gambar 2. Struktur kulit (Sibilla, Godfrey, Brewer, Raja, dan Genovese, 2015).
D. Penuaan Kulit
Setiap orang akan mengalami penuaan dengan laju yang tidak seragam
tergantung pada berbagai faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan jika proses
penuaan terjadi lebih cepat dari pada yang seharusnya terjadi pada usianya akan
disebut sebagai penuaan dini (premature aging) (Soepardiman, 2003). Faktor
kekebalan tubuh yang menurun; dan faktor ekstrinsik yaitu gaya hidup yang tidak
sehat dan faktor lingkungan seperti sinar matahari, kelembaban, dan polusi udara
(Pangkahila, 2007).
Ada bebebrapa teori yang dapat menyebabkan penuaan dini, salah
satunya adalah teori radikal bebas. Radikal bebas sendiri merupakan suatu
senyawa yang memiliki elektron tidak berpasangan dan bersifat tidak stabil dan
reaktif dan akan terus menghantam sel-sel tubuh normal dalam rangka untuk
mendapatkan pasangan elektron, mengakibatkan kerusakan sel yang dapat
berdampak menjadi penuaan dini. Berbagai daya dan upaya telah dilakukan para
peneliti untuk dapat menanggulangi radikal bebas ini, salah satunya dengan
menggunakan senyawa yang dapat menetralisir radikal bebas yang disebut dengan
antioksidan (Soepardiman, 2003).
Penuaan dini yang disebabkan oleh sinar matahari disebut photoaging.
Proses photoaging bersifat kumulatif, sehingga pemejanan sinar UV dalam jangka
panjang dapat menyebabkan penuaan dini (Walker et al., 2003; Quan et al, 2009).
Peningkatan penyinaran oleh matahari dewasa ini, yang disebabkan karena
menipisnya lapisan stratosfer pada ozon berdampak pada peningkatan risiko kulit
mengalami kerusakan photooxydative oleh Reactive Oxygen Species (ROS) yang
diinduksi oleh sinar UV (Drakaki et al., 2014).
Sinar UV yang berperan dalam menyebabkan photoaging adalah UVA,
dengan persentase 95% dari radiasi sinarnya mencapai permukaan bumi. Radiasi
UVA ini dapat terpenetrasi secara mendalam ke lapisan basal dari epidermis dan
penuaan dini adalah polusi udara. Komponen utama polutan udara adalah PAHs,
NOx, PM, VOCs, dan asap rokok (Drakaki et al., 2014).
PAHs akan terikat pada permukaan PM dan terserap pada permukaan PM
yang tersuspensi di udara. PAHs akan dikonversi menjadi quinin, bahan kimia
yang dapat melangsungkan siklus redoks dan menghasilkan ROS. Jika kompleks
PM-PAHs terabsorbsi ke transepidermal kulit dalam jangka panjang dapat
menyebabkan penuaan kulit (Drakaki et al., 2014).
Radikal bebas adalah senyawa kimia dengan elektron yang tidak
berpasangan pada orbit terluarnya. ROS terdiri dari oksigen radikal dan oksigan
yang tidak radikal, yang terdiri dari molekul seperti hidrogen peroksida (H2O2),
superoxide (O2-), oksigen singlet (½O2) dan hidroksida radikal (OH) (Poljsak, Suput, dan Milisav, 2013). ROS ini dapat mengalami penghilangan radikal bebas,
pengikatan ROS atau perkursornya menghambat pembentukan ROS oleh
antioksidan (Uttara, Singh, Zamboni, dan Mahajan, 2009).
E. Antioksidan
Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat berfungsi untuk
menghentikan reaksi berantai dari radikal bebas di dalam tubuh dengan
memberikan pasangan elektronnya pada senyawa radikal (Rohman dan Riyanto,
2005), sehingga diharapkan dapat menghambat proses penuaan dini dan
mencegah terjadinya kerusakan tubuh dari timbulnya penyakit degeneratif
(Kosasih, Tony, dan Hendro, 2006).
Antioksidan dapat bersumber dari sumber sintetik atau alami. Dewasa
karena terbukti lebih aman. Penelitian juga menunjukkan bahwa antioksidan alami
yang berasal dari Spirulina platensis memiliki penghambatan terhadap peroksidasi
lemak lebih besar (65%) dari pada antioksidan sintetik seperti BHA (45%) dan
tokoferol (35%) (Karkos, Leong, Karkos, Sivaji, dan Assimakopoulos, 2008).
F. Gel
Gel adalah sediaan semisolid yang memiliki penampilan yang jernih dan
digunakan secara topikal, terdiri atas suatu suspensi partikel organik dan
anorganik yang berikatan dan terpenetrasi oleh cairan yang dapat mengandung
satu atau lebih zat aktif pada substansi hidrokoloidal yang cocok dan dikenal
sebagai gelling agent (Allen, 2002; Ansel, 2005; Premjeet et al., 2012). Gel lebih
potensial untuk dijadikan sebagai pembawa obat topikal dibandingkan dengan
sediaan salep karena gel memiliki karakteristik yang tidak lengket, memerlukan
energi yang rendah saat formulasi, stabil dan memiliki nilai estetika (Rao,
Prasanthi, Manikiran, dan Rao, 2011).
Gel diklasifikasikan menjadi 3 berdasarkan pelarutnya, antara lain:
1. Hidrogel
Gel hidrofilik yang disebut hidrogel merupakan suatu polimer cross-
linked yang menyerap air dalam jumlah besar tanpa melarut. Sifatnya yang lembut dan kapasitasnya untuk menampung air merupakan sifat unik dari
hidrogel. Kemampuan hidrogel untuk menyerap air berasal dari gugus
fungsional hidrofilik yang menempel pada rangka utama polimer, sedangkan
ketahanannya untuk tidak larut berasal dari cross-link dari rantai yang saling
terlarut, sedangkan polimer berfungsi untuk mengunci air tetap pada
tempatnya. Gel ini adalah molekul polimer tunggal yang terhubung satu sama
lain sehingga membentuk molekul besar dalam skala makroskopik.
Keuntungannya adalah hidrogel akan menghasilkan gel dengan sifat fisik yang
elastis dan kuat (Ganesh, Manohar, dan Bhanudas, 2013).
2. Organogel
Gel organik memiliki sifat non-kristalin, tidak lengket, termoplastik yang
terdiri dari fase cair organik yang terjebak dalam jaringan struktural tiga
dimensi. Fase cairnya dapat berupa pelarut organik, minyak mineral, atau
minyak sayur. Kelarutan dan dimensi partikel menjadi sifat penting yang
menentukan elastisitas dan kekokohan dari organogel. (Singh, Nagori, Shaw,
Tiwari, dan Jhanwar, 2013).
3. Xerogel
Xerogel adalah gel padat dengan konsentrasi pelarut yang rendah,
dibentuk dari penguapan pelarut yang menyisakan kerangka gel. Memiliki
porositas yang tinggi (15-50%) dan luas pemukaan yang tinggi (150-900 m2/g),
dan ukuran pori yang kecil (1-10 nm). Ketika proses penghilangan pelarut
terjadi di bawah kondisi superkritis, jaringannya tidak ikut menyusut dan
terbentuklah bahan dengan porositas yang tinggi dan densitas rendah yang
disebut xerogel. Perlakuan panas tinggi yang diaplikasikan pada xerogel
menghasilkan gel yang kental dan secara efektif dapat mengubah gel yang
Terminologi terkait dengan gel antara lain adalah imbibisi, swelling,
sineresis dan tiksotropi. Imbibisi adalah peristiwa penyerapan sejumlah cairain
tanpa peningkatan volume yang memungkinkan untuk diukur. Swelling adalah
peristiwa penyerapan sejumlah cairan oleh gel dengan peningkatan volume yang
dapat diukur, dan hanya cairan yang mensolvasi gel yang dapat mengakibatkan
peristiwa swelling ini. Biasanya disebabkan karena peningkatan pH dan adanya
elektrolit. Sineresis terjadi ketika terjadi interaksi yang kuat antara partikel dari
fase terdispersi, medium pendispersi menjadi tertekan sehingga keluar dalam
bentuk droplet sehingga gel menjadi mengerut. Tiksotropi adalah peristiwa
pembentukan gel-sol yang dapat kembali seperti semula tanpa terjadinya
perubahan volume dan temperatur (Allen, 2009).
G. Gelling Agent
Gelling agent adalah substansi hidrokoloid yang memberikan konsistensi pada gel. Gelling agent memerlukan agen penetralisir atau peningkat pH untuk
menciptakan struktur gel setelah gelling agent terbasahi pada medium pendispersi,
biasanya memerlukan waktu selama 24-48 jam untuk memperoleh viskositas
maksimum dan kejernihan sediaan. Gelling agent seperti metil selulosa memiliki
kelarutan yang lebih baik pada air dingin, sedangkan gelatin dan CMC-Na lebih
larut pada air panas (Pramjeet et al., 2012). Ketika didispersikan pada solven yang
cocok, gelling agent berfusi membentuk struktur hubungan koloid tiga dimensi,
yang bertanggung jawab pada ketahanan gel terhadap perubahan bentuk gel (Rao
kosmetik harus inert, aman dan tidak reaktif dengan komponen formula lainnya
(Bhasha, Khalid, Duraivel, Bhowmik, dan Kumar, 2013).
Pendispersian gelling agent kedalam pelarut yaitu air akan menyebabkan
proses stabilisasi yang menyebabkan perpanjangan multidimensional dari rantai
polimer menghasilkan suatu struktur jaringan yang disebut cross linking. Cross-
link adalah suatu ikatan yang menghubungkan satu polimer dengan polimer yang lain, yaitu dengan ikatan hydrogen atau interaksi hidrofobik. Cross linking, seperti
yang terlihat pada gambar 2, menyebabkan peningkatan bobot molekul dari
polimer. Suatu polimer cair dapat diubah menjadi gel dengan menyatukan satu
polimer dengan polimer lain melalui ikatan cross link (Maitra dan Shukla, 2014).
Gambar 3. Cross-linking pada polimer (Maitra dan Shukla, 2014).
Gambar 2 dari kiri ke kanan menjelaskan terbentuknya ikatan cross
linking antara polimer-polimer yang masih terpisah satu sama lain melalui suatu ikatan hidrogen, ditandai dengan perubahan viskositas dari encer menjadi kental.
H. Sodium Carboxymethyl Cellulose (Na – CMC)
CMC – Na merupakan polimer semi sintetik yang secara luas digunakan
dalam formulasi sediaan topikal dan juga oral, utamanya untuk meningkatkan
viskositas dari sediaan tersebut. Biasanya CMC – Na digunakan sebagai basis gel
humektan untuk mencegah hilangnya kandungan lembab. Penapakan fisik dari
CMC – Na sendiri yaitu serbuk granular berwarna putih atau hampir putih, tidak
berbau, tidak berasa dan bersifat higroskopik setelah melalui proses pengeringan
dengan kandungan air kurang dari 10%. Pada suhu 37oC dan kelembaban relatif
80% dapat menyerap lembab secara signifikan. CMC – Na ini memiliki sifat
tidak larut pada aseton, etanol 95%, eter, toluen, dapat dengan mudah terdispersi
dalam air pada berbagai temperatur. Semakin tinggi konsentrasi CMC – Na yang
digunakan, maka viskositas yang dihasilkan juga akan semakin tinggi. Pemanasan
pada suhu tinggi dapat menyebabkan depolimerisasi dan secara permanen dapat
mengurangi viskositas dari gel yang dihasilkan. Larutan encer dari CMC – Na
stabil pada pH 2 – 10, tetapi akan memberikan viskositas yang maksimum dan
stabilitas yang baik apabila berada pada pH 7 – 9. Sedangkan berada pada pH di
bawah 2 dapat menyebabkan terjadinya presipitasi dan pH 10 viskositasnya dapat
menurun dengan drastis (Rowe et al., 2009).
I. Humektan
Humektan adalah substansi yang mengabsorbsi atau membantu substansi
lain menjaga kelembabannya, misalnya gliserin. Humektan adalah substansi yang
higroskopik. Kebanyakan adalah molekul dengan beberapa gugus hidroksi, juga
beberapa memiliki gugus amin, karboksil, dan juga ester; yang memiliki afinitas
untuk mengadakan ikatan hidrogen dengan molekul air (Pramjeet et al., 2012).
Prinsipnya ketika agen pelembab dioleskan pada kulit, humektan akan
membentuk suatu lapisan film tipis (Mukul, Surabhi, dan Atul, 2011). Sistem
pada humektan memungkinkan lembab dapat tertahan dengan cara menarik air
dan mengikatnya (Greive, 2015).
J. Gliserin
Gambar 5. Struktur gliserin (Rowe et al., 2009).
Gliserin ini memiliki rumus empirik C3H8O3 dengan bobot molekul
92,09. Gliserin ini dapat berfungsi sebagai pengawet, kosolven, emolien,
humektan, plasticizer, pelarut, dan pemanis. Tetapi dalam sediaan topikal,
utamanya gliserin digunakan sebagai humektan dan emolien. Dalam
penggunaannya sebagai humektan, gliserin digunakan dalam konsentrasi ≤30%.
Organoleptis dari gliserin yaitu bening, tidak berwarna, kental, cairan yang
dapat membentuk suatu kristal jika disimpan pada temperatur rendah tetapi dapat
ditanggulangi dengan pemanasan kristal pada suhu 20oC. Perubahan warna
menjadi hitam pada gliserin dapat terjadi jika gliserin terpapar oleh cahaya atau
mengalami kontak dengan zink oksida (Rowe et al., 2009).
Gliserin tidak menyebabkan iritasi pada kulit (kecuali pada individu yang
sensitif), non-karsinogenik, tidak reaktif, memiliki pH yang netral, dan larut
dalam air (Dirjen POM RI, 2011).
K. Desain Faktorial
Desain faktorial digunakan dalam penelitian, dimana efek dari faktor
yang berbeda pada hasil penelitian akan diuraikan. Desain faktorial adalah desain
pilihan untuk determinasi efek dari beberapa faktor beserta interaksinya. Beberapa
definisi dalam desain faktorial:
1. Faktor
Faktor merupakan variabel yang ditetapkan, seperti konsentrasi,
temperatur, perlakuan terhadap obat, dll. Faktor yang dipilih bergantung pada
tujuan penelitian dan ditetapkan oleh peneliti. Dapat berupa faktor kuantitatif
atau kualitatif, jika kuantitatif maka akan disajikan dalam bentuk nilai.
2. Level
Level adalah nilai yang ditetapkan dari suatu faktor. Contohnya adalah
0,1 molar dan 0,3 molar untuk faktor konsentrasi; obat dan placebo untuk
faktor perlakuan obat. Simbol untuk berbagai konsentrasi faktor antara lain:
(1), a, b, dan ab. Ketika kedua faktor berada pada level rendah maka akan
berada pada level rendah maka disimbolkan sebagai a, ketika faktor A berada
pada level rendah dan faktor B berada pada level tinggi maka disimbolkan
sebagai b, dan ketika kedua level berada pada level tinggi maka akan
disimbolkan sebagai ab.
3. Efek
Efek dari faktor merupakan perubahan respon yang disebabkan karena
membuat level dan faktor menjadi bervariasi (Bolton dan Bon, 2004).
Keunggulan dari desain faktorial:
a. Pada saat tidak adanya interaksi, desain faktorial memiliki efisiensi yang
maksimal dalam memperkirakan efek utama.
b. Pada saat ada interaksi, desain faktorial penting untuk menyatakan dan
mengidentifikasi interaksi yang terjadi.
c. Karena efek dari faktor diukur pada berbagai level dari faktor-faktor,
kesimpulan dapat diterapkan pada kondisi yang lebih umum (Bolton dan
Bon, 2004).
Tabel I. Desain faktorial 2 faktor dan 2 level (Bolton dan Bon, 2004).
Eksperiment A level B level
(1) - -
a + -
b - +
L. Uji Sifat Fisik Sediaan 1. Organoleptis
Uji organoleptis adalah uji yang dilakukan untuk mengamati terjadinya
instabilitas dengan cara mengamati dengan alat indera tanda-tanda yang
muncul pada penampilan fisik gel dengan parameter warna, bau, tekstur dan
homogenitas sediaan (Lawrence dan Ress, 2000). Pengujian homogenitas
dilakukan untuk mengetahui apakah pada saat tahapan pembuatan sediaan gel,
bahan aktif dan juga eksipien lainnya sudah tercampur dengan merata.
Pengujian homogenitas dilakukan dengan melakukan pengolesan sediaan gel
pada lempengan kaca lalu dilakukan pengamatan apakah komponennya sudah
tercampur dengan baik (Dirjen POM RI, 1995).
2. Pengukuran pH
Pengukuran pH dilakukan untuk mengetahui besar pH yang dihasilkan
pada saat awal dan akhir pengujian. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
apakah sediaan dapat mempertahankan pH sediaan tetap dalam rentang pH
yang ditentukan, yaitu 4,5 – 6,5. pH tersebut merupakan pH kulit manusia,
sehingga sediaan dibuat memiliki pH yang sama dengan pH kulit manusia,
sehingga tidak menimbulkan iritasi dan menjadikan kulit kering (Muthalib,
Fatimawali, dan Edy, 2013).
3. Viskositas
Uji viskositas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui tahanan dari
viskositasnya semakin tinggi. Daya sebar akan dipengaruhi oleh viskositas
(Garg et al., 2002; Pramjeet et al., 2012).
4. Daya sebar
Uji daya sebar bertujuan untuk melihat kemudahan menyebar gel jika
diaplikasikan pada permukaan kulit. Gel yang baik memiliki nilai daya sebar
yang tinggi dan tidak membutuhkan waktu yang lama untuk bisa menyebar
(Ainaro, Gadri, dan Priani, 2015). Kekakuan formula, temperatur pada tempat
aksi dan lama penekanan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi daya
sebar (Garg et al., 2002).
M. Senyawa Radikal
Pada masa modern ini ada berbagai macam faktor yang dapat
menyebabkan penuaan dini seperti faktor gaya hidup, lingkungan, genetis,
rendahnya sistem kekebalan dan radikal bebas. Dari berbagai macam faktor
penyebab penuaan dini, teori yang paling sering digunakan adalah teori radikal
bebas. Radikal bebas sendiri dapat berasal dari berbagai macam sumber, antara
lain sinar UV, polutan, asap rokok maupun diproduksi secara kontinyu sebagai
konsekuensi dari metabolisme normal (Kosasih et al., 2006).
DPPH atau 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil adalah suatu senyawa radikal
bebas yang stabil dan terkenal sebagai abstraktor hidrogen yang baik sehingga
menghasilkan DPPH-H sebagai produknya. DPPH berwarna ungu dan dapat
direduksi menjadi 2,2-difenil-1-pikrilhidrazin (DPPH-H) melalui suatu reaksi
redoks yang berwarna kuning oranye. DPPH digunakan sebagai scavenger untuk
tersebut, DPPH yang berwarna ungu teredam menjadi senyawa tereduksinya yaitu
DPPH-H, dengan penurunan panjang gelombang yang sangat signifikan yaitu dari
530 nm menjadi 330 nm (Ionita, 2005).
Gambar 6. Reaksi DPPH menjadi DPPH-H (Patel dan Patel, 2011).
N. Landasan Teori
Penuaan dini dapat disebabkan oleh sinar UV dan polusi udara yang
dapat menginduksi terbentuknya ROS yang terdiri dari senyawa radikal dan
senyawa non-radikal. Senyawa non-radikal tersebut pada akhirnya akan
menginisiasi terbentuknya senyawa radikal bebas yang sangat reaktif karena
memiliki elektron yang tidak berpasangan dan akan menghantam sel-sel normal
dari tubuh manusia dan menimbulkan kerusakan jaringan. Oleh karena itu, untuk
meredam atau memotong reaksi berantai dari radikal bebas ini kemudian
diberikan suatu antioksidan yang dapat menyumbangkan elektronnya secara
cuma-cuma kepada radikal bebas sehingga akan menjadi stabil.
Oleh karena beberapa tahun terakhir ini telah dilakukan penelitian pada
golongan alga hijau-biru dengan spesies Spirulina platensis dan menunjukkan
aktivitas antioksidan yang sangat poten pada ekstrak airnya, maka dari itu penulis
aging dari ekstrak air Spirulina platensis tersebut. Agar diperoleh formulasi yang optimal sehingga dapat menghasilkan stabilitas dan sifat fisik yang baik dan dapat
memberikan efek antioksidan yang maksimal, maka pada penelitian ini akan
dilakukan optimasi formula dengan variasi 2 faktor yang berperan penting yaitu
CMC-Na sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan.
O. Hipotesis
1. Penambahan CMC-Na dan gliserin maupun interaksi keduanya memberikan
pengaruh terhadap respon sifat fisik dan stabilitas sediaan gel anti-aging
ekstrak Spirulina platensis.
2. Faktor yang lebih dominan yang mempengaruhi sifat fisik dan stabilitas gel
BAB III
METODE PENELITIAN A.Jenis Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian adalah eksperimental faktorial dengan melihat
jumlah konsentrasi gelling agent CMC-Na dan humektan gliserin, sehingga
diperoleh formula optimal dalam pembuatan sediaan gel anti-aging ekstrak
Spirulina platensis.
B.Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian
a. Variabel bebas. Variabel bebas pada penelitian ini adalah variasi
konsentrasi CMC-Na dan gliserin dalam formula gel anti-aging ekstrak
Spirulina platensis.
b. Variabel tergantung. Variabel tergantung pada penelitian ini adalah sifat
fisik dari gel yang meliputi organoleptis, viskositas, daya sebar, pH dan
homogenitas gel serta stabilitas (pergeseran viskositas).
c. Variabel pengacau
1). Variabel pengacau terkendali
Variabel pengacau terkendali pada penelitian ini adalah alat dan
bahan, lama dan kecepatan pengadukan, wadah penyimpanan, cara
dan lama penyimpanan.
2).Variabel pengacau tak terkendali
Variabel pengacau tak terkendali pada penelitian ini adalah suhu dan
kelembaban ruangan saat pembuatan dan penyimpanan.
2. Definisi Operasional
a. Gelling agent. Adalah bahan yang akan menghasilkan kekentalan atau sifat alir dengan membentuk matriks tiga dimensi. Gelling agent yang
digunakan pada sediaan ini adalah CMC-Na.
b. Humektan. Adalah bahan yang digunakan untuk menjaga kelembaban
sediaan gel dengan cara mencegah penguapan air dan menyerap lembab
dari lingkungan. Humektan yang digunaan pada sediaan ini adalah
gliserin.
c. Gel anti-aging. Adalah gel yang digunakan dengan tujuan untuk
mencegah terjadinya penuaan dini dengan jalan penangkapan radikal
bebas dan pencegahan pembentukan ROS.
d. Ekstrak Spirulina platensis. Adalah sediaan kental yang diperoleh dari
penyarian serbuk Spirulina platensis secara kimiawi dengan pelarut air
dengan jalan maserasi.
e. Sifat fisik gel. Merupakan parameter yang digunakan untuk mengukur
tingkat kestabilan sediaan gel dengan melihat organoleptis, pH,
homogenitas, dan viskositas.
f. Uji organoleptis. Adalah metode pengujian yang digunakan untuk
mengukur kualitas sediaan dengan menggunakan panca indera manusia.
Pengujian yang dilakukan antara lain adalah bau, warna, homogenitas,
dan tekstur dari sediaan gel yang dihasilkan.
g. Viskositas. Merupakan ukuran ketahanan sediaan gel terhadap deformasi
maka sediaan yang dihasilkan akan semakin kental dan tidak mudah
mengalir.
h. Daya sebar. Adalah diameter penyebaran tiap 1 gram sediaan gel pada
alat uji daya sebar dengan bobot total pemberat sebesar 125 gram dan
pendiaman selama 1 menit (Garg et al., 2002).
i. pH. Merupakan derajat keasaman yang digunakan untuk mengukur
tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh sediaan gel.
j. Uji homogenitas. Merupakan metode pengujian yang dilakukan untuk
mengetahui keseragaman kandungan komponen di dalam sediaan gel.
k. Stabilitas gel. Diketahui dari pengukuran pergeseran viskositas gel dari
sebelum sampai sesudah penyimpanan selama 30 hari dan dinyatakan
stabil apabila menunjukkan hasil <10%.
l. Desain faktorial. Adalah metode yang memungkinkan untuk mengetahui
efek yang dominan dalam penentuan sifat fisik dan stabilitas sediaan gel.
Dalam penelitian ini digunakan varian 2 faktor yaitu gelling agent dan
humektan.
m. Variasi konsentrasi. Menunjukkan perbedaan tingkatan konsentrasi yang
digunakan.
n. Faktor. Adalah variabel yang diteliti dalam penelitian yaitu CMC-Na
sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan.
o. Respon. Merupakan besaran yang diamati. Nilai perubahan efek dapat
dinyatan secara kuantitatif. Dalam penelitian ini adalah sifat fisik dan
p. Efek. Adalah perubahan respon yang disebabkan karena variasi dan faktor.
C. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat penelitian
Alat-alat yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah mixer (Miyako®),
alat-alat gelas (Iwaki TE-32 Pirex®) yaitu Erlenmeyer, cawan porselin, labu
hisap, gelas ukur, labu takar, Beaker glass; pipet tetes, sendok, batang
pengaduk, labu takar, sudip, aluminium foil, timbangan analitik (Mettler
Toledo GB 3002), shaker (Optima Orbital Shaker 08-762), portable viscotester
seri VT-04F (Rion-Japan), indikator pH universal 0 – 14 Merck®, mikro pipet,
spektrofotometer UV-Vis (Genesis 5), stopwatch (Casio®), kaca bulat berskala,
wadah plastik, sentrifugator Hettich EBA 8S, corong Buchner, kertas saring
glass fiber, pompa vakum dan vortex.
2. Bahan penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk
Spirulina platensis dari CV Blue Green Algae Bioteknology, CMC-Na skala farmasetis dari CV Athena Semarang, gliserin, metanol serta metil paraben dari
PT. Bratacco Chemistry, akuades, dan DPPH dari Sigma Aldrich.
D. Tata Cara Penelitian 1. Pembuatan ekstrak
Serbuk Spirulina platensis ditimbang seksama sebanyak 10 gram dan di
masukan kedalam Erlenmeyer 250 mL, kemudian ditambahkan dengan pelarut
diasumsikan diperoleh ekstrak dengan konsentrasi 10g/100mL atau 100mg/mL.
Kemudian Erlenmeyer tersebut diletakan di atas shaker (Shalaby dan Shanab,
2013). Maserasi dilakukan selama 2 jam (Farihah, Yulianto, dan Yudiati,
2014). Kemudian hasil maserasi yang dihasilkan disaring menggunakan corong
Buchner dengan bantuan vakum sehingga diperoleh ekstrak cair Spirulina
platensis. (Shalaby dan Shanab, 2013).
2. Uji aktivitas antioksidan
Metode pengujian aktivitas antioksidan dari ekstrak air Spirulina
platensis dilakukan dengan mencampurkan 1 ml ekstrak air Spirulina platensis dengan konsentrasi 200 µg/ml (pengenceran ekstrak mula-mula dengan
konsentrasi awal 100mg/mL) dengan 1 ml reagen DPPH konsentrasi 0,02
mg/ml dalam metanol dan direplikasi tiga kali. Setelah itu diinkubasi dalam
ruangan gelap selama 30 menit dan absorbansi campuran diukur pada panjang
gelombang maksimum 515nm (Shalaby dan Shanab, 2013).
3. Optimasi Formula Gel
Tabel II. Formula lubricating jelly (Allen, 2002). Komponen Jumlah % (b/b)
Metil selulosa, 4000 cps 0,8
Carbopol 934 0,24
Propilen glikol 16,7
Metilparaben 0,015
NaOH, qs ad pH 7
Akuades, qs ad 100
Tabel III. Formula modifikasi untuk gel sebanyak 100 gram.
Dari formula acuan pada tabel II, penulis melakukan beberapa modifikasi
pada komponen yang akan dioptimasi, yaitu CMC-Na sebagai gelling agent
dan gliserin sebagai humektan, tercantum pada tabel III.
4. Pembuatan Gel
CMC-Na dikembangkan dengan akuades selama 24 jam, CMC-Na yang
telah dikembangkan dimasukan kedalam wadah dan diaduk menggunakan
mixer selama 3 menit dengan kecepatan putar pada tingkat 1. Setelah itu dimasukan metil paraben yang sebelumnya telah dilarutkan di dalam gliserin
dan diaduk kembali menggunakan mixer selama 2 menit. Pada menit ke-5,
dimasukan ekstrak cair Spirulina platensis sebanyak 0,15 gram untuk formula
100 gram gel, lanjutkan pengadukan sampai menit ke-8. Pengadukan dilakukan
secara berkesinambungan selama menambahkan bahan-bahan tersebut.
5. Evaluasi
a. Uji organoleptis. Dilakukan pengamatan pada parameter warna, bau,
tekstur dan homogenitas pada 48 jam dan setiap 7 hari sekali dalam
kurun waktu 28 hari. Evaluasi homogenitas dilakukan dengan
mengoleskan sejumlah tertentu sediaan gel pada dua keeping kaca,
sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat
adanya butiran kasar (Panjaitan, Saragih, Purba, 2012).
b. Uji pH. Evaluasi pH dilakukan dengan mengoleskan sejumlah kecil
sediaan gel ekstrak Spirulina platensis pada indikator pH universal
dengan batang pengaduk, lalu ditunggu beberapa saat sampai warna pada
standar warna yang tertera pada kemasan pH universal. pH yang
diinginkan adalah setara dengan pH fisiologis kulit manusia yaitu 4,5-6,5
agar tidak mengiritasi kulit.
c. Uji daya sebar. Uji daya sebar dilakukan selama 48 jam setelah
pembuatan gel dengan cara menimbang gel seberat 1 gram dan diletakan
ditengah kaca bulat berskala. Di atas gel diletakan kaca bulat lain dan
pemberat dengan berat total 125 gram, didiamkan selama 1 menit dan
diameter penyebarannya dicatat dalam satuan centimeter (cm) (Garg et
al., 2012).
d. Uji viskositas. Sediaan gel ekstrak Spirulina platensis ditempatkan pada
portable viscotester sampai mencapai batas yang ditentukan, viskotester dijalankan, kemudian viskositas dari gel akan terbaca dengan mengamati
gerakan jarum penunjuk viskositas. Ukuran rotor yang digunakan adalah
skala 2. Dilakukan pengukuran pada 48 jam untuk mengetahu sifat fisik
dari sediaan. Kemudian juga dilakukan pengukuran pada hari ke-7, 14,
21 dan 28 untuk mengetahui stabilitas gel dengan cara menghitung
persen pergeseran viskositas.
e. Uji kesukaan (hedonist test). Uji kesukaan atau juga disebut sebagai
hedonist test dilakukan dengan cara membagikan kuesioner berisi 6 pertanyaan yang telah divalidasi kepada 30 responden.
f. Validasi. Validasi area komposisi optimum dilakukan dengan cara
memilih 3 formula secara acak dari 100 kemungkinan formula yang ada
karakteristik viskositas dan daya sebar teoritis yang muncul secara
otomatis dalam program Design Expert. Lalu ketiga formula tersebut
kemudian dibuat sesuai jumlah CMC-Na dan gliserin yang tertera pada
program tersebut dan diukur viskositas serta daya sebarnya, jika hasilnya
masuk dalam range dengan kesalahan ± 10% maka area komposisi
optimum yang diperoleh dikatakan valid.
E. Analisis dan Evaluasi Hasil
Dari uji evaluasi akan didapatkan hasil berupa data organoleptis, pH,
homogenitas, daya sebar, viskositas, dan data uji stabilitas fisik. Data tersebut
selanjutnya dilakukan uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui normalitas data. Jika
dihasilkan data yang negatif, dilakukan uji Kruskal-Wallis dan dilanjutkan uji
Wilcoxon. Jika dihasilkan data yang positif, dilakukan uji Levene untuk mengetahui kehomogenan data jika dihasilkan data yang normal pada uji
sebelumnya. Apabila menghasilkan suatu perbedaan data, uji dilanjutkan dengan
uji Tukey HSD untuk mengetahui letak perbedaan data. Tetapi apabila yang
dihasilkan adalah data yang homogen, dilakukan uji analisis varian (Two-way