i
HALAMAN JUDUL
OPTIMASI GELLING AGENT CARBOMER DAN HUMEKTAN GLISERIN DALAM GEL SUNSCREEN EKSTRAK ETANOL TEMULAWAK (Curcuma xantorriza Roxb.) : APLIKASI DESAIN
FAKTORIAL
Skripsi
Diajukan oleh :
Daniel Pradipta
NIM : 108114018
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2014
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
OPTIMASI GELLING AGENT CARBOMER DAN HUMEKTAN GLISERIN DALAM GEL SUNSCREEN EKSTRAK ETANOL TEMULAWAK (Curcuma xantorriza Roxb.) : APLIKASI DESAIN
FAKTORIAL
Skripsi yang diajukan oleh:
Daniel Pradipta
NIM : 108114018
Telah disetujui oleh:
Pembimbing
Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., Apt. Tanggal : ...
iii
HALAMAN PENGESAHAN
OPTIMASI GELLING AGENT CARBOMER DAN HUMEKTAN GLISERIN DALAM GEL SUNSCREEN EKSTRAK ETANOL TEMULAWAK (Curcuma xantorriza Roxb.) : APLIKASI DESAIN
FAKTORIAL
Oleh:
Daniel Pradipta
NIM : 108114018
Dipertahankan di hadapan panitia penguji skripsi
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Pada tanggal: 13 Juni 2014
Mengetahui
Fakultas Farnasi
Universitas Sanata Dharma
Dekan
(Ipang Djunarko, M.Sc., Apt.)
Panitia Penguji Skripsi Tanda Tangan
1. Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., Apt. ...
2. C.M. Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt. ...
3. Melania Perwitasari, M.Sc.,Apt. ...
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarism dalam naskah ini,
maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Yogyakarta, 5 Mei 2014
Daniel Pradipta
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata
Dharma:
Nama : Daniel Pradipta
Nomor Mahasiswa : 108114018
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada
perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
OPTIMASI GELLING AGENT CARBOMER DAN HUMEKTAN
GLISERIN DALAM GEL SUNSCREEN EKSTRAK ETANOL
TEMULAWAK (Curcuma xantorriza Roxb.) : APLIKASI DESAIN FAKTORIAL.
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya
maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 22 Juli 2014
Yang menyatakan
(Daniel Pradipta)
vii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Optimasi Gelling Agent Carbomer dan Humektan Gliserin dalam Gel Sunscreen
Ekstrak Ethanol Temulawak (Curcuma xantorriza Roxb.) : Aplikasi Desain
Faktorial” ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
mendapat gelar sarjana Farmasi (S. Farm) program studi Farmasi.
Terlaksananya tugas akhir ini tidak lepas dari peran, dukungan, bantuan,
bimbingan, dan motivasi dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini peniulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Kedua orang tua penulis tercinta yang selalu memberikan cinta, doa, dan
dukungan.
2. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma.
3. Bapak Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing
Skripsi atas segala dukungan, arahan, semangat dan masukan kepada penulis
selama proses penyusunan skripsi ini.
4. Ibu C.M. Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt., selaku dosen penguji yang telah
memberikan waktu, masukan, kritik dan saran kepada penulis.
5. Ibu Melania Perwitasari, M.Sc.,Apt., selaku dosen penguji yang telah
memberikan waktu, masukan, kritik dan saran kepada penulis.
viii
6. Segenap dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah
membagikan ilmu serta pengalaman selama perkuliahan penulis.
7. Pak Musrifin, Mas Agung, Mas sigit, Pak Wagiran, Pak Heru, Pak Parlan,
Mas Kunto, serta laoran – laboran lain atas segala bantuan yang diberikan
kepada penulis selama penelitian.
8. Adikku Rosa tercinta atas doa dan dukungan yang diberikan kepada penulis.
9. Rekan – rekan skripsi penulis selama penelitian, Rani dan Enggar atas
kebersamaannya selama penelitian.
10.Rekan – rekan skripsi laboraturium lantai 1 (Odil, Lulu, Sammy, Wulan, Anis,
Maria, Yoanita, Stephani, Niken, Aris, Mimin, Sita) dan laboraturium lantai 3
(Astri, Desti, Dela) untuk kebersamaan, bantuan, dan keceriaan selama di
laboratorium.
11.Teman – teman Giat Boys, Beni, Wawan, Wedha, Herman, Jefri, Paranzo,
Putra, Waldi, dan teman – teman kos lain, untuk keceriaan, kebersamaan,
kepedulian yang diberikan kepada penulis.
12.Endah, Cila, Tomas, Dian, Didit, Hendy, Indro, Deva, Hans, Angga, Evan,
Hans, untuk pertemanan yang spesial, semangat, perhatian, keceriaan,
wejangan di saat suka duka penulis.
13.Teman – teman Farmasi 2010 untuk kebersamaan yang luar biasa selama masa
perkuliahan dan kegiatan – kegiatan lain.
14.Pakde Bambang dan Bude Yovita yang telah membantu dalam memberikan
dukungan semangat dan finansial sehingga penulis dapat menyelesaikan
perkuliahan.
ix
15.Segenap pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu – persatu untuk setiap
dukungan dan bantuannya.
Penulis sangat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan
kesalahan dalam laporan akhir skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga laporan akhir
skripsi ini dapat berguna bagi seluruh pihak, terutama dalam bidang kefarmasian.
Yogyakarta, 5 Mei 2014
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
INTISARI ... xvii
ABSTRACT ... xviii
BAB I. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Perumusan Masalah ... 4
2. Keaslian Penelitian ... 4
3. Manfaat Penelitian ... 5
B. Tujuan Penelitian ... 5
1. Tujuan Umum ... 5
2. Tujuan Khusus ... 5
xi
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 6
A. Sinar UV dan Sunscreen ... 6
B. SPF ... 6
C. Tanaman Temulawak ... 7
D. Maserasi ... 9
E. Gel ... 10
1. Definisi ... 10
2. Karakteristik Gel ... 10
3. Mekanisme Pembentukan Gel ... 11
F.Gelling agent ... 11
G. Humektan ... 12
H. Desain Faktorial ... 13
I. Landasan Teori ... 14
J. Hipotesis... 15
BAB III. METODE PENELITIAN ... 16
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 16
B. Variabel dan Definisi Operasional ... 16
1. Variabel Penelitian ... 16
2. Definisi Operasional ... 16
C. Bahan Penelitian ... 18
D. Alat Penelitian ... 18
E. Tata Cara Penelitian ... 18
1. Determinasi Tanaman Temulawak (Curcuma xantorriza Rob.). 18
xii
2. Pengumpulan dan Penyerbukan Rimpang Temulawak... 18
3. Pembuatan Ekstrak Etanol Temulawak dan Perhitungan Kadar Kurkumin ... 19
4. Menentukan nilai SPF ... 19
5. Orientasi level faktor carbomer dan gliserin ... 20
6. Formula Gel Sunscreen ... 21
7. Pembuatan Gel Sunscreen ... 21
8. Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Gel Sunscreen Ekstrak Etanol Temulawak ... 22
9. Uji Iritasi Primer dengan Metode Draize ... 23
F. Optimasi dan Analisis Data ... 24
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26
A. Determinasi Tumbuhan ... 26
B. Pengumpulan dan Penyerbukan Simplisia ... 26
C. Pembuatan dan Standarisasi Kadar Kurkumin Ekstrak Cair Rimpang Temulawak ... 27
D. Menentukan Nilai SPF ... 28
E. Orientasi Level dari Kedua Faktor Penelitian ... 30
F. Pembuatan Sediaan Gel Sunscreen Ekstrak Etanol Temulawak ... 32
G. Uji Iritasi Primer ... 34
H. Uji Sifat Fisik Gel Sunscreen ... 35
I. Efek Penambahan Carbomer dan Gliserin Serta Interaksinya dalam Menentukan Sifat Fisik Gel Sunscreen Ekstrak Temulawak ... 38
xiii
J. Stabilitas Gel Sunscreen Ekstak Etanol Temulawak ... 42
K. Optimasi Formula ... 44
L. Validasi Superimposed Contour Plot Gel Sunscreen Ekstrak Etanol Temulawak ... 46
M. Keterbatasan Penelitian ... 48
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 49
A. Kesimpulan ... 49
B. Saran ... 49
DAFTAR PUSTAKA ... 50
LAMPIRAN ... 53
BIOGRAFI PENULIS ... 75
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Rancangan desain faktorial ... 13
Tabel II. Formula Standar ... 21
Tabel III. Formula Modifikasi... 21
Tabel IV. Evaluasi Reaksi Iritasi Kulit ... 24
Tabel V. Kriteria Iritasi ... 24
Tabel VI. Hasil perhitungan nilai SPF ekstrak etanol temulawak ... 29
Tabel VII. Hasil uji iritasi ... 35
Tabl VIII. Hasil organoleptis gel sunscreen ... 35
Tabel IX. Hasil penguuran pH ... 36
Tabel X. Daya sebar ( ± SD) gel sunscreen ekstrak etanol temulawak setelah 48 jam ... 37
Tabel XI. Viskositas ( ± SD) gel sunscreen ekstrak etanol temulawak setelah 48 jam ... 38
Tabel XII. Uji normalitas data viskositas dan uji Levene’s ... 39
Tabel XIII. Nilai efek carbomer dan gliserin serta interaksinya dalam menentukan respon viskositas ... 39
Tabel XIV. Uji normalitas data daya sebar dan uji Levene’s ... 41
Tabel XV. Nilai efek carbomer dan gliserin serta interaksinya dalam menentukan respon daya sebar... 41
Tabel XVII. Nilai efek carbomer dan gliserin serta interaksinya dalam menentukan pergeseran viskositas ... 43
Tabel XIII. Validasi contour plot superimposed... 47
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Kurkuminoid ... 9
Gambar 2. Struktur carbomer ... 12
Gambar 3. Struktur gliserin ... 12
Gambar 4. Profil kurva variasi konsentrasi carbomer terhadap viskositas ... 30
Gambar 5. Profil kurva variasi konsentrasi carbomer terhadap daya sebar ... 30
Gambar 6. Profil kurva variasi konsentrasi gliserin terhadap viskositas ... 31
Gambar 7. Profil kurva variasi konsentrasi gliserin terhadap daya sebar ... 31
Gambar 8. Grafik viskositas dari waktu ke waktu ... 43
Gambar 9. Contour plot respon viskositas sediaan gel ... 44
Gambar 10. Contour plot respon daya sebar sediaan gel ... 45
Gambar 11. Contour plot superimposed sediaan gel ... 46
Gambar 12. Titik validasi pada area optimum ... 47
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Pengesahan Determinasi dan Hasil Determinasi... 53
Lampiran 2. Surat Penetapan Kadar Kurkumin Pada Temulawak ... 57
Lampiran 3. Orientasi Level Kedua Faktor Penelitian... 58
Lampiran 4. Data Viskositas, Daya Sebar, dan Pergeseran Viskositas ... 60
Lampiran 5. Perhitungan SPF ... 61
Lampiran 6. Uji Iritasi Primer Gel Sunscreen Ekstrak Temulawak... 62
Lampiran 7. Perhitungan data menggunakan R software ... 63
Lampiran 8. Perhitungan Efek ... 68
Lampiran 9. Hasil validasi contour plot superimposed ... 69
Lampiran 10. Dokumentasi ... 70
xvii
INTISARI
Sifat fisik sediaan gel dapat dipengaruhi oleh gelling agent dan humektan yang dibutuhkan. Carbomer yang digunakan sebagai gelling agent akan membentuk suatu sistem matrik tiga dimensi yang membentuk sediaan gel. Gliserin digunakan sebagai humektan yang dapat menjaga kelembaban sediaan gel. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui area optimum dari gelling agent
carbomer dan humektan gliserin serta untuk mengetahui faktor (carbomer, gliserin, dan interaksi carbomer dan gliserin) yang dominan dalam menghasilkan sediaan gel sunscreen ekstrak etanol temulawak (Curcuma xhantorriza Roxb.) yang memiliki sifat fisik dan stabilitas yang baik.
Penelitian ini merupakan eksperimental murni yang bersifat eksploratif menggunakan metode desain faktorial dengan dua faktor dan dua level. Carbomer dan gliserin digunakan sebagai faktor dengan masing – masing dalam level tinggi dan rendah. Sifat fisik dan stabilitas gel diuji dengan melihat viskositas, daya sebar dan pergeseran viskositas setelah penyimpanan 1 bulan. Analisis data menggunakan open source software R versi 3.1.0 dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui signifikansi dari setiap faktor dan interaksinya dalam memberikan efek.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa carbomer dan gliserin memberikan respon yang signifikan terhadap viskositas dan daya sebar. Pada penelitian ini ditemukan area optimum pada superimposed contour plot yang menghasilkan sifat fisik dan stabilitas gel yang dikehendaki.
Kata kunci : optimasi, carbomer, gliserin, desain faktorial, ekstrak etanol temulawak, gel sunscreen
xviii
ABSTRACT
Physical properties of gel was affected by the gelling agent and humectant composition. Carbomer which used as a gelling agent to form a three dimensional matrix system which form a gel. Glycerin was used as a humectant which keep the moisture of gel. The purpose of the research are to know the optimum area of gelling agent carbomer and humectant glycerin and to investigate factors (Carbomer, glycerin, and interaction Carbomer and glycerin) which are dominant factor in producing gel sunscreen with ethanolic extract of
temulawak (Curcuma xhantorriza Roxb.) which has good physical properties and stability.
This research was purely experimental and explorative design, using factorial design as the method with two factors and two levels. Carbomer and glycerin were used as factor and each of them in the high and low levels. Physical properties and stability of gel were tested by observe the viscosity, spreadbility and viscosity shift after 1 month of storage. The data was analized by using open source software R version 3.1.0 with confidence level is 95% to determine the significance of each factor and their interactions in give the effect.
The results shown that the carbomer and glycerin provide a significant response to viscosity and speadability. In this research was found the optimum area in superimposed contour plot which produces good physical properties and stability of gel.
Keywords : optimation, carbomer, glycerin, factorial design, ethanolic extract of
temulawak (Curcuma xhantorriza Roxb.), gel sunscreen.
1
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Sinar matahari sangat diperlukan oleh mahluk hidup sebagai sumber
energi, penyehat kulit dan tulang, misalnya dalam pembentukan vitamin D.
Tetapi di lain pihak, sinar matahari mengandung sinar ultraviolet (UV) yang
dapat membahayakan kulit. Sinar UV ini dapat menimbulkan berbagai
kelainan kulit mulai dari kemerahan, noda hitam, penuaan dini, keriput,
sampai kanker kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).
Sinar UV adalah sinar yang memiliki panjang gelombang lebih
pendek dari sinar tampak. Sinar UV dibagi dalam 3 region yaitu UV-C
(200-280 nm), UV-B ((200-280-320 nm), UV-A (320-400 nm). Menurut Australian
government,UV yang secara biologis paling berpotensi menyebabkan kanker
kulit dan sunburning adalah UVB (Anonim, 2013). UVB tidak menembus
kulit sedalam UVA, tapi memiliki energi yang lebih besar sehingga
menyebabkan kerusakan lebih banyak pada kulit (Cho, 2007) dan UVB dapat
merangsang produksi melanin baru yang dapat menyebabkan peningkatan
pigmen berwarna gelap dalam beberapa hari dan dapat merangsang penebalan
epidermis (Anonim, 2014). Ditambah lagi dengan rusaknya lapisan ozon yang
berfungsi sebagai filter sinar UV, menyebabkan efisiensi dalam memfilter
sinar UV menjadi berkurang dan hal tersebut bisa membuat kerusakan kulit
lebih memburuk karena sinar UV langsung diteruskan ke kulit
2
(Mitsui, 1997). Karena alasan tersebut, maka dibutuhkan suatu perlindungan
terhadap kulit dari radiasi sinar UV.
Salah satu jenis kosmetik yang sering digunakan untuk memberi
perlindungan terhadap radiasi sinar UV adalah sunscreen. Sunscreen berisi
bahan kimia yang dapat menyerap atau memantulkan radiasi UV, sehingga
melemahkan energi dari sinar UV sebelum dapat menembus kulit (Stanfield,
2003). Pada penelitian ini digunakan zat aktif dari bahan alam yaitu ekstrak
etanol Curcuma xanthorrhiza Roxb. yang telah diketahui mengandung
kurkuminoid. Penelitian mengenai aktivitas ekstrak etanol yang mengandung
kurkuminoid dan dapat menghasilkan nilai SPF pernah dilakukan oleh Yuliani
(2010) dan Susanti (2008). Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa
ekstrak etanol dari Curcuma mangga yang mengandung kurkuminoid dapat
menghasilkan nilai SPF 15,18. Dari data tersebut sangat dimungkinkan bahwa
rimpang temulawak yang mempunyai genus yang sama dengan kunir putih,
yang juga mengandung senyawa kurkuminoid dapat memberikan efek
sunscreen.
Bentuk sediaan topikal yang dipilih dalam penelitian ini adalah gel.
Menurut Farmakope Indonesia (1995), gel merupakan sistem semipadat yang
terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau
molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Jenis gel yang
dipilih dalam pembuatan sunscreen adalah hidrogel. Sediaan hidrogel dipilih
karena sediaan gel lebih cenderung diterima masyarakat dengan alasan lebih
sesuai pada jaringan biologis serta tidak meninggalkan kesan berminyak dan
3
lengket pada kulit sehingga meningkatkan akseptabilitasnya (Zatz dan Kushla,
1996).
Gelling agent dan humektan merupakan komponen penting dalam
suatu sediaan gel dan dapat mempengaruhi sifat fisik dan stabilitas sediaan
gel. Geliling agent dapat membentuk jaringan struktur matriks tiga dimensi
yang merupakan faktor yang penting dalam sistem gel. Peningkatan jumlah
gelling agent dapat memperkuat jaringan struktur gel sehingga akan terjadi
peningkatan viskositas sediaan (Zatz dan Kushla, 1996). Humektan berfungsi
sebagai penjaga stabilitas sediaan gel karena humektan dapat menarik lembab
dari lingkungan agar kepadatan dan kelekatan dari sediaan tetap terpelihara
dan agar permukaan kulit tetap basah (Barel dkk., 2009). Oleh karena itu,
komposisi gelling agent dan humektan harus diperhatikan agar dapat
menciptakan sistem sediaan yang memilki stabilitas dan sifat fisik yang baik.
Untuk mendapatkan sediaan yang memiliki stabilitas dan sifat fisik
yang baik maka perlu dilakukan optimasi terhadap komposisi dari gelling
agent dan humektan. Optimasi dilakukan menggunakan aplikasi desain
faktorial dengan dua faktor yakni carbomer dan gliserin serta dua level yakni
level tinggi dan level rendah. Metode ini mempunyai kelebihan yaitu dapat
menjelaskan interaksi yang dominan dari tiap – tiap faktornya (carbomer dan
gliserin) dalam menentukan sifat fisik (daya sebar dan viskositas) dan
stabilitas (pergeseran viskositas) sediaan yang dibuat (Voigt, 1994).
4
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang diambil
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Apakah ada pengaruh antara Carbomer dan gliserin maupun interaksinya
terhadap respon sifat fisik dan stabilitas fisik sediaan gel sunscreen ekstrak
temulawak?
b. Apakah didapatkan area optimum dari carbomer dan gliserin dalam
sediaan gel sunscreen ekstrak temulawak?
2. Keaslian Penelitian
Sejauh pengetahuan penulis, penelitian tentang optimasi gelling agent
dan humektan gliserin dalam gel sunscreen ekstrak etanol temulawak dengan
aplikasi desain faktorial belum pernah dilakukan. Adapun penelitian yang
terkait adalah penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2008) : “Optimasi
Formula Gel Sunscreen Eksrak Etanol Kunir Putih (Curcuma mangga
Val.) : Tinjauan Terhadap Gliserol dan Propilenglikol”. Penelitian tersebut
mengoptimasikan dua faktor yaitu gliserol dan propilenglikol dalam gel
sunscreen dengan tinjauan simpleks lattice desain. Selain itu juga terdapat
penelitian yang dilakukan oleh Yuliani (2010):”Optimasi Komposisi
Campuran Sorbitol, Gliserol, dan Propilenglikol Dalam Gel Sunscreen
Ekstrak Etanol Curcuma mangga”. Penelitian tersebut mengoptimasikan tiga faktor yaitu sorbitol,gliserol, dan propilenglikol dalam gel sunscreen
dengan tinjauan simpleks lattice desain.
5
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
Memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan mengenai
bentuk sediaan gel sunscreen yang berasal dari bahan alam.
b. Manfaat Praktis
Menghasilkan sediaan gel ekstrak etanol temulawak yang berkhasiat
sebagai sunscreen.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat gel sunscreen
ekstrak etanol temulawak dengan basis carbomer dengan humektan gliserin
yang dapat memenuhi parameter sifat fisik yang baik.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui ada tidaknya pengaruh antara carbomer dan gliserin, maupun
interaksinya terhadap respon sifat fisik dan stabilitas sediaan gel sunscreen
ekstrak etanol temulawak.
b. Mengetahui area komposisi carbomer dan gliserin yang memberikan
parameter sifat fisik yang diharapkan dari sediaan gel sunscreen ekstrak
etanol temulawak.
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Sinar UV dan Sunscreen
Sinar UV memiliki energi yang dapat menyebabkan sunburn, yaitu
kemerahan, nyeri melepuh, bengkak, kulit mengelupas, dan hingga dapat
menyebabkan kanker kulit. Sinar UV yang dapat menyebabkan sunburn tersebut
memiliki rentang panjang gelombang sekitar 300 nm hingga 400 nm. Sinar UV
dibagi menjadi 2 yaitu UV A dan UV B. UV A memliki rentang panjang
gelombang 320 nm hingga 400 nm, sedangkan UV B memiliki rentang panjang
gelombang antara 290 nm hingga 320 nm (Stanfield, 2003).
Sunscreen mengandung senyawa kimia yang dapat menyerap dan atau
memantulkan sinar UV sebelum mencapai kulit (Stanfield, 2003), sehingga
mekanisme sunscreen dibagi menjadi dua yaitu chemical sunscreen dan physical
sunscreen. Chemical sunscreen pada umumnya terdiri dari senyawa yang
memiliki gugus aromatik dengan gugus karbonil (Barel dkk., 2001) dan bekerja
memproteksi kulit dengan cara mengabsorbsi sinar UV (Vaishali dkk., 2013).
Sedangkan physical sunscreen bekerja memproteksi kulit dari sinar UV dengan
menghamburkan atau memantulkan sinar UV (Vaishali dkk., 2013).
B. SPF
SPF (Sun Protection Factor) adalah tingkat kemampuan suatu produk
tabir surya dalam melindungi kulit dari eritema (sunburn). SPF merupakan
7
perbandingan MED (Minimal Erythema Dose) pada kulit manusia yang dilindungi
oleh sunscreen dengan MED tanpa perlindungan sunscreen. Sunscreen dengan
SPF 2 akan mentransmisikan 50% energi matahari yang dapat menyebabkan
sunburn, SPF 15 mentransmisikan 6,7% energi matahari yang dapat menyebabkan
sunburn, dan SPF 30 mentransmisikan 3,3% energi matahari yang dapat
menyebabkan sunburn (Stanfield, 2003).
C. Tanaman Temulawak
a. Klasifikasi Tanaman Temulawak
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae (suku jahe-jahean)
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb.
(Mus, 2013)
b. Uraian Tumbuhan
Temulawak merupakan tanaman asli Indonesia dan termasuk salah
satu jenis temu – temuan yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku
8
obat tradisional. Tinggi tanaman ini dapat mencapai 2 m. tiap tanaman
berdaun 2 – 9 helai, dengan bentuk daun lanset dengan panjang 31 – 84 cm
dan lebar 10 – 18 cm, berwarna hijau. Perbungaan termasuk tipe exanta, yaitu
jenis temu yang bunganya keluar langsung dari rimpang yang panjangnya
mencapai 40 – 60 cm. Bunganya majemuk dan berbentuk bulir, bulat panjang,
panjang 9 – 23 cm, lebar 4 – 6 cm. Bunga muncul secara bergiliran dari
kantong – kantong daun pelindung yang besar, beraneka ragam dalam warna
dan ukuran, serta mahkotanya berwarna merah. Temulawak dapat digunakan
untuk mengatasi ganguan hati dan penyakit kuning, baik berupa rebusan
maupun seduhan rimpang yang sudah dijadikan bubuk.
c. Kandungan kimia rimpang temulawak
Bagian yang paling banyak digunakan pada tanaman temulawak
adalah pada bagian rimpangnya. Pada rimpang temulawak, pati merupakan
komponen terbesar yang terdapat di dalamnya yaitu 41,45%. Kandungan
minyak atsiri 3,81% dan kandungan kurkumin sebesar 2,24%. Selain itu, dari
hasil pengujian skrining fitokimia didapatkan bahwa rimpang temulawak juga
mengandung alkaloid, flavonoid, fenolik, terpenoid, glikosida, dan saponin
(Hayani, 2006).
Telah dilaporkan bahwa di dalam temulawak terdapat campuran
senyawa diarilheptanoid, yakni kurkumin (1), demetoksi kurkumin (2),
bisdemetoksi kurkumin (3).
9
Senyawa R1 R2
Kurkumin OMe OMe
Demetoksikurkumin H OMe
Bisdemetoksikurkumin H H
Gambar 1. Struktur Kurkuminoid (Cahyono dkk., 2011)
D. Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana dengan merendam
serbuk simplisia dalam cairan penyari. Perinsip dasar maserasi adalah cairan
penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan di dalam dan di luar sel, maka larutan yang terpekat
akan didesak keluar hingga terjadi kesetimbangan. Maserasi digunakan untuk
penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan
penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengambang dalam cairan penyari,
tidak mengandung benzokain. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah
cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan,
sedangkan kelemahannya adalah pengerjaan lama dan penyariaan kurang
sempurna (Depkes RI, 1986).
10
E. Gel 1. Definisi
Gel merupakan sistem semi padat yang terdiri dari suspensi yang
dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar,
terpenetrasi oleh suatu cairan (Depkes RI, 1995). Secara umum gel
diklasifikasikan menjadi 4 yaitu, gel organik, gel anorganik, hidrogel, dan
organogel. Gel inorganik biasanya merupakan sistem 2 fase, contohnya gel
aluminium hidroksida. Gel organik biasanya merupakan sistem satu fase,
contohnya gel carbomer. Hidrogel terdiri dari bahan – bahan yang terdispersi
sebagai koloid atau larut dalam air, contohnya adalah veegum. Organogel
meliputi hidrokarbon, lemak hewani/ nabati, dan hidrofilik organogel,
contohnya yaitu petrolatum (Allen, 2002).
2. Karakteristik Gel
Gel pada penggunaan topikal sebaiknya tidak terlalu lengket.
Penggunaan gelling agent dengan konsentrasi yang terlalu tinggi atau
penggunaan gelling agent dengan bobot molekul yang terlalu besar akan
menghasilkan sediaan gel yang sulit diaplikasikan karena viskositas gel yang
dihasilkan akan terlalu tinggi sehingga sulit untuk dapat menyebar secara
merata pada saat diaplikasikan. Gelling agent dapat membentuk jaringan
struktur yang merupakan faktor yang penting dalam sistem gel. Peningkatan
jumlah gelling agent dapat memperkuat jaringan struktur gel sehingga terjadi
kenaikan viskositas (Zats and Kushla, 1996).
11
3. Mekanisme Pembentukan Gel
Konsistensi gel disebabkan oleh gelling agent, biasanya polimer
dengan membentuk matriks tiga dimensi. Gaya intermolekuler akan mengikat
molekul solven pada matriks polimer sehingga mobilitas solven berkurang
yang menghasilkan sistem tertentu dengan peningkatan viskositas. Rantai
polimer organik akan memanjang pada pelarut yang cocok. Dalam pelarut air,
perpanjangan rantai polimer tersebut akan menghasilkan ikatan hidrogen
antara air dan gugus hidroksil dari gelling agent. Setiap bagian dari molekul
yang terdisolusi membentuk sistem random coil yang terjebak oleh molekul
solven dalam sistem. Ikatan molekul tersebut yang bertanggung jawab
terhadap struktur gel organik (Zats dan Kushla, 1996).
F. Gelling agent
Gelling agent harus inert, aman dan tidak reaktif terhadap komponen
yang lainnya. Gel dari polisakarida alam mudah mengalami degradasi mikrobia
sehingga diformulasikan dengan pengawet untuk mencegah hilangnya
karakteristik gel akibat mikrobia. Peningkatan jumlah gelling agent dapat
memperkuat jaringan struktural gel (matriks gel) sehingga meningkatkan
viskositas (Zats dan Kushla, 1996).
Carbomer merupakan polimer sintesis dengan berat molekul yang tinggi
dari asam akrilat yang membentuk ikatan crosslinked dengan alil sukrosa atau alil
eter lainnya dari pentaerythritol. Carbomer terdiri dari 52% - 68% grup asam
karboksilat (COOH) yang dihitung dalam basis kering. Penggunaan carbomer
12
sebagai gelling agent pada sediaan topikal memiliki konsentrasi 0,5 – 2 % (Rowe,
Sheskey, dan Quinn, 2009).
Gambar 2. Struktur carbomer (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009)
G. Humektan
Humektan adalah bahan di dalam kosmetik yang ditujukan untuk
menambah jumlah air di atas permukaan kulit. Humektan adalah zat higroskopis
yang umumnya larut dalam air dan menarik lembab agar permukaan kulit tetap
basah. Fungsi umum humektan dalam sediaan adalah untuk memelihara
kepadatan dan kelekatan dari sediaan (Barel dkk., 2009).
Gliserin merupakan cairan berwarna bening yang bersifat higroskopis
dan memiliki rasa yang manis. Gliserin digunakan dalam berbagai formulasi
farmasi, termasuk sediaan oral, mata, topikal, dan parenteral. Dalam formulasi
topikal dan kosmetik, gliserin digunakan terutama sebagai humektan dan
emollient. Gliserin juga digunakan sebagai pelarut atau cosolvent dalam krim dan
emulsi. Penggunaan gliserin sebagai humektan pada sediaan topikal memiliki
konsentrasi ≤ 30% (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009).
13
H. Desain Faktorial
Desain faktorial merupakan suatu metode rasional untuk menyimpulkan
dan mengevaluasi secara objektif efek dari besaran yang berpengaruh pada
kualitas produk. Dengan metode ini bisa dilihat faktor yang dominan terhadap
sifat fisik dan stabilitas sediaan. Dalam desain faktorial terdapat beberapa istilah
yaitu faktor, level, efek, dan respon (Voigt, 1995). Faktor adalah variabel yang
dapat mempengaruhi respon, seperti konsentrasi, temperatur dan agen lubrikan.
Level merupakan nilai atau tetapan untuk faktor, misalnya level tinggi dan level
rendah. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan karena adanya variasi dari
level. Interaksi merupakan penambahan dari faktor. Respon merupakan sifat atau
hasil percobaan yang diamati (Bolton, 1997).
Desain faktorial 2 faktor 2 level berarti ada 2 faktor yaitu A dan B yang
masing – masing diuji pada level rendah dan tinggi (Armstrong dan James, 1996).
Tabel I. Rancangan desain faktorial
Formula Faktor Interaksi
A B AB Formula ab : level tinggi A, level tinggi B
Rumus desain faktorial yang berlaku : Y = b0 + b1(A) + b2(B) + b12(A)(B)
14
Keterangan :
Y : respon
A, B : level faktor a, b,
b0, b1, b2, b3, b12 : koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan
I. Landasan Teori
Sunscreen merupakan pelindung kulit dari efek buruk matahari yang
diaplikasikan secara topikal di kulit. Salah satu bahan alam yang dapat
memberikan efek sun protector adalah temulawak, karena mengandung zat aktif
berupa kurkuminoid yang dapat menyerap sinar UV. Untuk mendapatkan
kurkuminoid dari rimpang temulawak, salah satu cara adalah dengan ekstrksi
secara maserasi.
Sunscreen diformulasikan dalam bentuk gel yang ditujukan agar lebih
nyaman saat digunakan karena tidak meninggalkan kesan berminyak dan lengket.
Selain itu, hidrogel dapat memberikan sensasi dingin setelah diaplikasikan. Pada
formulasinya, sediaan gel mengandung gelling agent yang berfungsi sebagai
pembentuk viskositas dari gel tersebut dan humektan yang mempertahankan
kelembaban sediaan selama penyimpanan. Gelling agent yang digunakan adalah
carbomer dan humektan yang digunakan adalah gliserin. Kombinasi dari kedua
komponen tersebut dapat mempengaruhi sifat fisik dari sediaan gel yang
dihasilkan.
Untuk itu, perlu dilakukan optimasi untuk mendapatkan komposisi dari
gelling agent dan humektan agar dapat menghasilkan sifat fisik sedian gel yang
optimum. Penentuan komposisi yang optimum tersebut dilakukan menggunakan
metode desain faktorial.
15
J. Hipotesis
Ada pengaruh dari komposisi faktor carbomer dan gliserin dengan respon
yang dihasilkan oleh sedian gel sunscreen ekstrak etanol temulawak yang meliputi
sifat fisik (daya sebar, viskositas) dan stabilitas (perubahan viskositas selama 1
bulan) serta dapat ditemukan area komposisi optimum dari carbomer dan gliserin
pada superimposed contour plot yang diprediksikan sebagai formula optimum gel
sunscreen ekstrak etanol temulawak.
16
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan eksperimental murni menggunakan metode
desain faktorial yang bersifat eksploratif, yaitu mencari formula optimum dari
carbomer dan gliserin pada gel sunscreen ekstrak temulawak.
B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian
a. Variabel bebas: komposisi carbomer dan gliserin dalam gram yang
digunakan dalam formulasi.
b. Variabel tergantung: sifat fisik gel yang meliputi daya sebar dan viskositas
setelah 48 jam pembuatan serta perubahan viskositas pada sediaan gel
setelah penyimpanan selama 1 bulan.
c. Variabel pengacau terkendali: lama dan kecepatan pencampuran ketika
pembuatan gel, lama penyimpanan, dan wadah yang digunakan selama
penyimpanan gel.
d. Variabel pengacau tak terkendali: suhu dan kelembaban udara pada saat
pembuatan dan penyimpanan sediaan gel.
2. Definisi Operasional
a. Gel sunscreen ekstrak etanol temulawak adalah sediaan semi padat yang
dibuat dengan gelling agent carbomer dan gliserin sesuai dengan formula
17
yang telah ditentukan dan dibuat dengan prosedur pembuatan dalam
penelitian ini.
b. Ekstrak etanol rimpang temulawak adalah ekstrak yang didapat dari proses
maserasi serbuk kering temulawak yang menggunakan pelarut etanol 70%
kualitas teknis.
c. Gelling agent adalah bahan pembawa gel yang merupakan faktor yang
akan dioptimasi dalam penelitian dan sangat berpengaruh terhadap bentuk
sediaan gel, dalam hal ini adalah carbomer.
d. Humektan adalah bahan yang berfungsi sebagai pelembab dalam sediaan
gel yang merupakan faktor yang akan dioptimasi dalam penelitiaan ini,
dalam hal ini adalah gliserin.
e. Sifat fisik dan stabilitas gel adalah parameter yang diamati untuk
mengetahui sifat fisik gel (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas gel
(perubahan viskositas gel setelah penyimpanan 1 bulan).
f. Desain faktorial adalah metode optimasi yang digunakan untuk
mengetahui efek yang dominan dalam sifat fisik dan stabilitas gel dengan
melihat area optimum yang terjadi dalam penelitian pada contour plot.
g. Contour plot adalah grafik yang digunakan untuk memprediksi area
optimum formula berdasarkan suatu parameter kualitas gel.
h. Area optimum adalah area dari komposisi carbomer dan gliserin yang
memberikan daya sebar 3 – 5 cm, viskositas 200 – 300 dPa.s, dan
perubahan viskositas setelah penyimpanan 1 bulan ≤ 10%.
18
C. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah simplisia rimpang
temulawak, etanol 70% (teknis) etanol 96% (p.a.), aquadest, carbomer (Polygel
CA® 940) kualitas farmasetis, gliserin (farmasetis), TEA (farmasetis), metil
paraben.
D. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat – alat gelas seperti :
beaker glass, gelas ukur, pipet tetes, Erlenmayer, labu ukur, pipet ukur, mixer
(Vitara), viscotester seri VT 04 (RION-JAPAN), seperangkat alat maserasi,
pompa vakum, corong Bunchner, cawan porselen, kertas indikator pH universal
merk Macherey-Negel, alat uji daya sebar, mistar penggaris, micro pipet,
spektrofotometer UV-Vis, alat uji daya sebar, maserator.
E. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi Tanaman Temulawak (Curcuma xantorriza Rob.)
Determinasi dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tujuan dilakukannya determinasi
adalah untuk memastikan kebenaran dari tanaman yang digunakan dalam
penelitian ini. Determinasi dilakukan dengan mengacu pada Materia Medika
Indonesia Edis III.
2. Pengumpulan dan Penyerbukan Rimpang Temulawak
Rimpang temulawak yang telah menjadi simplisia diperoleh dari
BPTO Tawangmangu. Simplisia rimpang temulawak yang didapat kemudian
19
di serbuk menggunakan mesin penyerbuk. Hasil serbukan diayak
menggunakan ayakan 40 mesh dan hasil ayakan dimasukkan ke dalam toples.
3. Pembuatan Ekstrak Etanol Temulawak dan Perhitungan Kadar Kurkumin
Sebanyak 30 g serbuk rimpang temulawak dimasukkan ke dalam
maserator dan ditambahkan 300 mL etanol 70%, direndam selama 6 jam dan
sesekali diaduk, kemudian didiamkan selama 24 jam. Setelah 24 jam, maserat
dipisahkan dengan cara disaring dengan corong Bunchner dengan bantuan
pompa vakum dan proses maserasi diulangi hingga 2 kali dengan jenis dan
jumlah pelarut yang sama. Maserat dikumpulkan dan ditambah etanol hingga
900 mL pada labu ukur 1 L yang permukaannya telah ditutup oleh aluminium
foil. Setelah itu hasil ekstrak etanol temulawak di tetapkan kadar kurkuminnya
dengan metode KLT densito yang dilakukan oleh LPPT UGM.
4. Menentukan nilai SPF
Ekstrak etanol Curcuma xantorriza Rob. diambil sebanyak 0,55; 0,6;
0,65 mL dengan replikasi masing – masing 3 kali, kemudian diencerkan
dengan etanol 96% (kualitas p.a) hingga 10 mL. Kemudian diukur pada
serapan panjang gelombang 300 nm menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.
Perhitungan SPF dilakukan dengan cara sebagai berikut :
A = - log10 ( ) = log10 SPF
SPF = 10A
(Walters dkk., 1997).
20
5. Orientasi level faktor carbomer dan gliserin
a. Orientasi level carbomer
Orientasi level gelling agent carbomer dilakukan dengan
mengembangkan carbomer sebanyak 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5; dan 3 g, masing –
masing dalam 75 mL air selama 24 jam. Masing – masing formula
ditambahkan gliserin sebanyak 25 g dan ditambahkan pula TEA hingga
pH menjadi 5 – 6,5, lalu dilakukan proses pencampuran selama 2 menit
menggunakan mixer dengan skala putar satu.
Gel yang terbentuk didiamkan selama 48 jam kemudian diuji
viskositasnya dengan menggunakan viscotester seri VT 04
(RION-JAPAN). Pengujian daya sebar dilakukan dengan cara menimbang 1 g gel
di atas kaca bundar, selanjutnya gel ditimpa dengan beban 125 g, ditunggu
satu menit, kemudian diukur diameter penyebarannya menggunakan
mistar penggaris.
b. Orientsi level gliserin
Orientasi level gliserin dilakukan dengan mengembangkan
masing – masing carbomer sebanyak 2 g ke dalam 5 wadah yang berisi 73
mL air selama 24 jam. Setelah 24 jam, masing – masing wadah
ditambahkan gliserin sebanyak 15; 20; 25; 30; 35 g. Masing – masing
formula ditambahkan TEA hingga pH 5 – 6,5, kemudian dilakukan proses
pencampuran selama 2 menit menggunakan mixer dengan skala putar satu.
Gel yang terbentuk didiamkan selama 48 jam kemudian diuji
viskositasnya dengan menggunakan viscotester seri VT 04
21
JAPAN). Pengujian daya sebar dilakukan dengan cara menimbang 1 g gel
di atas kaca bundar, selanjutnya gel ditimpa dengan beban 125 g, ditunggu
satu menit, kemudian diukur diameter penyebarannya menggunakan
mistar penggaris.
Dalam penelitian ini dilakukan modifikasi formula sebagai berikut :
Tabel III. Formula Modifikasi
7. Pembuatan Gel Sunscreen
Carbomer dikembangkan selama 24 jam dengan cara menaburkannya
di atas 60 g aquades (campuran 1). Metil paraben dilarutkan ke dalam
campuran 13 g air hangat dan gliserin (campuran 2). Selanjutnya, campuran 2
dimasukkan ke dalam campuran 1 dan ditambahkan TEA hingga pH 5 – 6,5,
22
lalu dilakukan proses pencampuran selama 2 menit menggunakan mixer
dengan skala putar satu.
Ekstrak etanol temulawak ditambahkan sebanyak 6 mL (6 mL ekstrak
etanol temulawak setara dengan 4,98 g ekstrak etanol temulawak) ke masing –
masing formula dan dilakukan proses pencampuran selama 2 menit
menggunakan mixer dengan skala putar satu.
8. Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Gel Sunscreen Ekstrak Etanol Temulawak
Uji sifat fisik gel dilakukan dengan menguji daya sebar dan
viskositas, untuk uji stabilitas dilakukan dengan menguji viskositas gel setelah
penyimpanan selama 1 bulan sedangkan untuk uji iritasi primer dilakukan
dengan metode Draize.
Uji sifat fisik yang dilakukan yaitu:
a. Uji daya sebar
Uji daya sebar sediaan gel sunscreen ekstrak etanol temulawak dilakukan
48 jam setelah dibuat. Cara ujinya yaitu dengan menimbang gel sebanyak
1 g, diletakkan ditengah kaca bulat berskala. Diatas gel diletakkan kaca
bulat lain dan pemberat dengan berat total 125 gram, didiamkan selama 1
menit, kemudian dicatat diameter penyebarannya pada posisi horisontal,
vertikal dan diagonal (Garg dkk., 2002).
b. Uji Viskositas
Pengukuran viskositas menggunakan alat viscotester. Cara pengujiannya
yaitu gel dimasukkan dalam wadah dan dipasang pada portable viscotester.
23
Viskositas gel diketahui dengan mengamati gerakan jarum penunjuk
viskositas. Pengukuran viskositas gel dilakukan 48 jam setelah formulasi.
c. Uji Pergeseran Viskositas
Pergeseran viskositas gel ekstrak etanol temulawak diketahui dengan
menghitung persentase perubahan viskositas gel setelah penyimpanan
selama 1 bulan. Viskositas gel setelah penyimpanan 1 bulan diukur
menggunakan alat viscotester. Cara pengujiannya yaitu gel dimasukkan
dalam wadah dan dipasang pada portable viscotester. Viskositas gel
setelah 1 bulan diketahui dengan mengamati gerakan jarum penunjuk
viskositas.
9. Uji Iritasi Primer dengan Metode Draize
Evaluasi iritasi primer dilakukan dengan menggunakan hewan uji
kelinci albino sebanyak 2 ekor. Pertama – tama bagian punggung kelinci
dicukur untuk menghilangkan bulu dan dibuat area dengan ukuran 1 inci2,
didiamkan selama 24 jam sebelum pengaplikasian sampel. Kemudian
dioleskan 0,5 gram sampel gel sunscreen tiap area dan ditutup dengan kasa
steril. Sedangkan untuk kontrol dibiarkan kosong tanpa perlakuan sebagai
pembanding. Pengamatan dilakukan pada jam ke 24, 48, dan 72 dengan
melihat eritema dan edema yang timbul dengan pemberian skor berdasar tabel
IV dan kriteria iritasi berdasarkan tabel V.
24
Tabel IV. Evaluasi Reaksi Iritasi Kulit (Vogel, 2006)
Jenis Iritasi Skor
Eritema Tanpa eritema 0
Eritema hampir tidak tampak 1
Eritema berbatas jelas 2
Eritema moderat sampai berat 3 Eritema berat (merah bit) sampai sedikit
membentuk kerak
4
Edema Tanpa edema 0
Edema hampir tidak tampak 1
Edema berbatas jelas 2
Edema moderat (tepi naik ±1 cm) 3 Edema berat (tepi naik lebih dari 1 mm dan
meluas keluar daerah pejanan)
4
Indeks iritasi primer untuk sediaan juga dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
Indeks iritasi primer =
Tabel V. Kriteria Iritasi (Gad, 1999)
Indeks Iritasi Kriteria Iritasi Senyawa Kimia
F. Optimasi dan Analisis Data
Data sifat fisik yang meliputi daya sebar dan viskositas serta stabilitas
fisik gel berupa pergeseran viskositas yang diperoleh dianalisis menggunakan
aplikasi R i386 3.0.1 yang berbasis open source dengan berbagai uji statistik
antara lain : uji Shapiro-Wilk yang digunakan untuk mengetahui normalitas
distribusi data dan uji Levene yang digunakan untuk mengetahui kesamaan
variansi. Apabila data terdistribusi normal dan ada kesamaan variansi maka
25
dilanjutkan dengan uji ANOVA. Uji ANOVA digunakan untuk melihat
signifikansi efek carbomer, gliserin dan interaksi keduanya sehingga dapat
diketahui faktor yang dominan yang digunakan untuk menentukan sifat fisik dan
stabilitas fisik gel. Faktor dikatakan berpengaruh jika nilai p (probability value)
kurang dari 0,05 dengan taraf kepercayaan 95%.
Apabila data terdistribusi tidak normal maka, dilanjutkan dengan uji
Kruskal-Wallis dengan post hoc Wilcoxon. Uji ini membandingkan formula yang
memiliki dua nilai variabel (carbomer atau gliserin) yang berbeda. Dikatakan
bahwa terdapat perbedaan antara dua formula apabila nilai p < 0,05 dengan taraf
kepercayaan 95%.
26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tumbuhan
Tanaman yang akan digunakan dalam penelitian ini dideterminasi
terlebih dahulu untuk memastikan kebenaran dari tanaman yang digunakan dalam
penelitian. Determinasi dilakukan dengan mengacu pada Materia Medika
Indonesia jilid III (Anonim, 1979). Dari hasil determinasi, diketahui bahwa
tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah benar rimpang temulawak
(Curcuma xhantorriza Roxb.). Pembuktian kebenaran dari tanaman yang
digunakan juga diperkuat dengan adanya surat determinasi tanaman yang
dikeluarkan oleh Laboratorium Kebun Tanaman Obat Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma.
B. Pengumpulan dan Penyerbukan Simplisia
Rimpang temulawak yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional
Tawangmangu yang sudah dalam bentuk simplisia dengan kadar air pada
simplisia yaitu 5%. Simplisia yang telah didapat kemudian diserbuk dengan
bantuan mesin penyerbuk. Penyerbukan ini bertujuan untuk memperluas kontak
permukaan simplisia dengan pelarut agar penyarian bisa lebih maksimal. Jika
ukuran serbuk terlalu besar, maka sudut kontak antara serbuk dan penyari menjadi
semakin kecil dan menyebabkan proses ekstraksi tidak maksimal dan bila ukuran
27
serbuk terlalu halus, tidak menguntungkan sebab pelarut akan sulit dipisahkan dari
ampas serbuk. Selanjutnya serbuk diayak menggunakan ayakan 40 mesh agar
partikel serbuk simplisia seragam.
C. Pembuatan dan Standarisasi Kadar Kurkumin Ekstrak Cair Rimpang Temulawak
Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metode maserasi yang
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia ke dalam cairan penyari.
Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke rongga sel yang
mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut ke dalam larutan penyari dan karena
adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam dan di luar sel, maka cairan
pekat yang ada di dalam sel akan terdesak keluar sel hingga terjadi kesetimbangan
cairan di dalam dan di luar sel. Komponen dari rimpang temulawak yang akan
diekstraksi adalah kurkuminoid. Proses ekstraksi dilakukan dengan menimbang
30 g serbuk simplisia rimpang temulawak dan dimasukkan ke dalam Erlenmayer
500 mL, kemudian ditambahkan 300 mL etanol 70% dan direndam selama 6 jam
sambil beberapa kali diaduk yang tujuannya agar cairan penyari bisa kontak
dengan keseluruhan serbuk yang ada di Erlenmayer. Selanjutnya hasil rendaman
didiamkan selama 24 jam agar cairan penyari dapat membasahi dan menembus
dinding sel serbuk rimpang temulawak secara maksimal. Hasil maserasi 24 jam
kemudian disaring menggunakan kertas saring dengan bantuan pompa vaccum
sehingga dapat mempercepat proses penyaringan. Filtrat yang dihasilkan
ditampung ke dalam wadah tertutup rapat yang tujuannya agar pelarut tidak
28
mengup. Ampas yang tertinggal di kertas saring dimasukkan kembali ke dalam
Erlenmayer 500 mL dan dicampur dengan 300 mL etanol 70% untuk dimaserasi
kembali sebanyak dua kali. Diulangnya maserasi bertujuan agar sisa kurkuminoid
dalam serbuk rimpang temulawak hasil maserasi sebelumnya dapat terambil
secara total karena kelemahan proses maserasi adalah tidak dapat mengekstrak
senyawa yang diinginkan dengan sempurna, sebab hanya mengandalkan proses
difusi pada saat pengadukan dan perendaman. Filtrat yang dihasilkan dari
maserasi kedua dan ketiga digabungkan bersama hasil maserasi pertama dan
ditambah etanol hingga 900 mL. Hasil yang didapat adalah ekstrak etanol
Curcuma xhantorriza Roxb.
Setelah itu, dilakukan standarisasi ekstrak etanol Curcuma xhantorriza
Roxb. Standarisasi dilakukan dengan menghitung kadar kurkumin dari ekstrak
etanol Curcuma xhantorriza Roxb. Perhitungan kadar kurkumin dilakukan oleh
Laboraturium Penelitian dan Pengujian Terpadu UGM (LPPT UGM) dengan
metode KLT densito dan diperoleh kadar 383,36 ppm.
D. Menentukan Nilai SPF
Penetapan nilai SPF bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak
etanol temulawak terhadap sinar UV B. Penetapan nilai SPF dilakukan secara in
vitro menggunakan alat spektrovotometer UV-Vis dan mengacu pada Walters
dkk. (1997). Rumus yang digunakan adalah :
A = - log10 ( ) = log10 SPF
SPF = 10A
29
Tabel VI. Hasil perhitungan nilai SPF ekstrak etanol temulawak Volume ekstrak Konsentrasi dalam 10 mL SPF
0,55 mL 5,5% v/v 1,419
0,6 mL 6% v/v 15,974
0,65 mL 6,5% v/v 20,076
Pada proses pengukurannya, digunakan panjang gelombang 300 nm
untuk menentukan nilai SPF karena panjang gelombang 300 nm merupakan
panjang gelombang yang masuk dalam rentang UV B (Fitriana, 2007) dan pada
panjang gelombang tersebut merupakan panjang gelombang yang paling
menyebabkan sunburn (Craft dkk., 2011). Hasil penetapan nilai SPF
menunjukkan bahwa volume ekstrak etanol temulawak 0,6 mL sudah dapat
memberikan perlindungan. Nilai SPF 2 – 12 dikategorikan memberikan
perlindungan minimal, 12 – 30 memberikan perlindungan sedang, dan lebih dari
30 memberikan perlindungan tinggi (Anonim, 1999). Maka, volume 0,6 mL yang
menghasilkan SPF 15,974 dipilih untuk digunakan dalam formulasi gel sunscreen.
Dipilih nilai SPF 15,974 karena pada daerah tropis seperti Indonesia, nilai SPF 15
yang masuk dalam karegori sedang sudah cukup untuk perlindungan sehari – hari
untuk melindungi kulit dari sinar UV B (Setyani, 2013).
Menurut Stanfield (2003), SPF merupakan keterbalikan dari transmisi.
Hal tersebut menjelaskan bahwa SPF = x 100%, sehingga nilai SPF 15,974 akan
dapat menghalau sinar UV B sebanyak 93,73% dan masih dapat mentransmisikan
6,26% energi sunburn yang masih bisa diterima kulit.
30
E. Orientasi Level dari Kedua Faktor Penelitian
Orientasi level dari kedua faktor bertujuan untuk menentukan level
rendah dan tinggi dari faktor carbomer sebagai gelling agent dan gliserin sebagai
humektan. Level rendah dan tinggi dari kedua faktor ditentukan dengan melihat
respon viskositas dan respon daya sebar yang dihasikan.
Gambar 4. Profil kurva variasi komposisi carbomer terhadap viskositas
Gambar 5. Profil kurva variasi komposisi carbomer terhadap daya sebar
Ditentukan level rendah dari gelling agent carbopol adalah 0,5 g dan
level tinggi dari gelling agent carbopol adalah 1,5 g. Pada gambar 4 dapat dilihat
bahwa konsentrasi carbomer 0,5 g merupakan konsentrasi terendah, apabila
konsentrasi dinaikkan, maka respon viskositas akan meningkat. Sedangkan
konsentrasi 1,5 g, respon viskositas mulai memasuki tahap konstan ketika terjadi
31
peningkatan konsentrasi carbomer. Pada gambar 5 dapat dilihat respon daya sebar
yang dihasilkan oleh konsentrasi carbomer 1,5 g mulai memasuki tahap konstan,
sehingga dengan bertambahnya konsentrasi tidak terlalu mengakibatkan
penurunan daya sebar. Dari hasil orientasi, konsentrasi carbomer 0,5 g dan 1,5 g
sudah dapat membentuk masa gel dan memberikan respon viskositas yang
berbeda untuk tiap konsentrasinya. Pertimbangan lain pemilihan konsentrasi
gelling agent didasarkan menurut Rowe dkk. (2009) yang menyebutkan bahwa
konsentrasi carbomer yang dapat digunakan sebagai gelling agent pada sediaan
topikal adalah 0,5 – 2 %.
Gambar 6. Profil kurva variasi komposisi gliserin terhadap viskositas
32
Ditentukan level rendah dan tinggi dari gliserin yaitu 15 g dan 25 g. Pada
gambar 6 dan 7 memperlihatkan kenaikan respon viskositas dan daya sebar
terhadap penambahan konsentrasi gliserin antara konsentrasi 15 g dan 25 g dan
terjadi penurunan respon viskositas pada konsentrasi setelah 25 g dan mulai
terjadi penurunan respon daya sebar pada konsentrasi setelah 25 g terhadap
penambahan gliserin. Hasil orientasi menunjukkan bahwa konsentrasi gliserin 15
g dan 25 g sudah dapat memberikan respon viskositas dan daya sebar yang
berbeda untuk tiap levelnya.
F. Pembuatan Sediaan Gel Sunscreen Ekstrak Etanol Temulawak
Sediaan farmasi terdiri dari zat aktif dan eksipien. Zat aktif yang
digunakan dalam penetilitian ini adalah kurkuminoid. Pada penelitian Susanti
(2008) dan Yuliani (2010), ekstrak Curcuma mangga mengandung kurkuminoid.
Kurkuminoid memiliki gugus kromofor dan auksokrom yang dapat menyerap
panjang gelombang dari sinar UV. Menurut BPOM (2004), ekstrak etanol
temulawak juga mengandung kurkuminoid, sehingga ekstrak etanol dari
temulawak dapat digunakan sebagai sunscreen yang bekerja secara kimia
menjerap gelombang sinar UV.
Adapula eksipien yang membentuk lebih dari 90% sedian gel yang
memiliki peran penting dalam formulasinya, antara lain gelling agent, air,
humektan, TEA, dan pengawet. Gelling agent yang digunakan dalam formula gel
sunscreen ini adalah carbomer yang memiliki panjang rantai 940 dengan merk
dagang Polygel CA®. Menurut Rowe dkk. (2009), carbomer yang dapat
33
digunakan sebagai gelling agent pada sediaan topikal adalah 0,5 – 2 % dan pada
formulasi gel sunscreen, konsentrasi carbomer yang digunakan adalah 0,5 – 1,5 %
sesuai dengan hasil orientasi. Carbomer memiliki pH 2,5 – 3 pada konsentrasi 1%
w/v dalam dispersi aqueous (Rowe dkk., 2009) sehingga dapat megiritasi kulit.
Menurut Benson dan Watkinson (2012), kulit memiliki pH 5 – 6,5 dan sediaan
yang memiliki pH di luar range tersebut dapat berpotensi menimbulkan efek
iritasi pada kulit. Untuk membuat sediaan dengan pH 5 – 6,5 dapat diperoleh
dengan penambahan trietanolamin (TEA).
Humektan yang digunakan dalam formula gel sunscreen ini adalah
gliserin. Humektan dapat berfungsi mempertahankan konsistensi dan stabilitas gel
selama masa penyimpanan. Gliserin dapat mempertahankan kelembaban karena
adanya gugus –OH pada strukturnya yang dapat berinteraksi membentuk ikatan
hidrogen dengan molekul air. Menurut Rowe dkk. (2009), gliserin dapat
digunakan dalam sediaan topikal dengan konsentrasi kurang atau sama dengan
30% dan pada formulasi gel sunscreen, konsentrasi gliserin yang digunakan yaitu
15 – 25 % sesuai dengan hasil orientasi.
Pada formulasi gel sunscreen ekstrak etanol ini juga ditambahkan metil
paraben yang berfungsi sebagai bahan pengawet agar sediaan gel sunscreen yang
mangandung banyak air tidak tercemar oleh mikroba. Dipilih metil paraben
sebagai pengawet karena dapat digunakan secara luas sebagai antimikroba dalam
kosmetik dan memiliki aktivitas antimikroba pada pH 4-8 dan stabil pada sediaan
berair dengan pH 3-6. Penggunaan metil paraben sebagai agen antimikroba dalam
34
sediaan topikal memiliki konsentrasi 0,02-0,3 (Rowe dkk., 2009). Metil paraben
yang digunakan dalam formulasi gel sunscreen ini adalah 0,1%.
Pembuatan gel sunscreen ekstrak etanol temulawak dimulai dengan
mengembangkan carbomer dalam aquadest selama 24 jam. Setelah itu, metil
paraben yang telah dilarutkan dengan sisa aquadest hangat, gliserin, dan TEA
dicampurkan ke dalam carbomer yang telah dikembangkan menggunakan mixer
selama 2 menit. Kemudian ekstrak etanol temulawak ditambahkan dan dicampur
menggunakan mixer selama 2 menit. Penambahan TEA yang memiliki pH tinggi
tidak dilakukan pada akhir pencampuran karena dapat merusak kurkuminoid dan
menyebabkan sedian sunscreen berubah warna menjadi warna kuning kemerahan.
Hal ini disebabkan karena kurkuminoid yang berwarna kekuningan tidak stabil
dalam pH tinggi dan akan berubah warna menjadi orange sampai kemerahan.
Ekstrak etanol yang digunakan sebanyak 6% v/v yang didapat dari hasil orientasi
nilai SPF yang dapat menghasilkan nilai SPF perlindungan sedang (Lampiran 5).
G. Uji Iritasi Primer
Pengujian iritasi primer dilakukan dengan menggunakan metode Draize
dengan menggunakan kelinci sebagai subjek uji dalam penelitiannya. Tujuan uji
iritasi ini adalah untuk mengetahui keamanan dari sediaan sunscreen ekstrak
etanol temulawak pada saat pengaplikasiaannya terhadap kulit sehingga dapat
menyebabkan iritasi atau tidak. Iritasi yang timbul ditandai dengan eritema dan
edema pada kulit punggung kelinci yang telah dicukur (Lampiran 9). Hasil
pengukuran indeks iritasi primer dapat dilihat pada tabel VII.
35
Tabel VII. Hasil uji iritasi
Formula Indeks iritasi primer Kategori
1 0 Tidak mengiritasi
a 0 Tidak mengiritasi
b 0 Tidak mengiritasi
ab 0 Tidak mengiritasi
Dari tabel VII, menunjukkan bahwa formula 1, a, b, ab tidak menyebabkan
eritema dan edema, sehingga memiliki indeks iritasi primer 0 dan termasuk dalam
kategori tidak mengiritasi kulit. Hal ini berarti, gel sunscreen ekstrak etanol
temulawak tidak menimbulkan iritasi primer pada kulit kelinci.
H. Uji Sifat Fisik Gel Sunscreen
Salah satu kriteria sediaan semisolid agar dapat diterima oleh masyarakat
adalah memiliki sifat fisik dan stabilitas yang baik. Sifat fisik yang diuji meliputi
organoleptis, pH, daya sebar, viskositas.
1. Uji organoleptis
Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati warna dan bau sediaan
gel sunscreen. Hasil pengamatan uji organoleptis tiap formula memiliki
karakteristik warna dan bau yang relatif sama.
Tabl VIII. Hasil organoleptis gel sunscreen
Kriteria F1 Fa Fb Fab
Warna Orange jernih Orange jernih Orange jernih Orange jernih
Bau Khas Khas Khas Khas
2. Uji pH
Uji pH bertujuan untuk mengetahui pH sediaan sehingga dapat dilihat
tingkat penerimaannya saat diaplikasikan ke kulit. pH sediaan yang diinginkan
36
ekstrak etanol temulawak dilakukan dengan menggunakan kertas indikator pH
universal Marck. Hasil pengukuran pH dapat dilihat pada tabel IX atau pada
lampiran 9.
Tabel IX. Hasil pengukuran pH
Formula pH
1 antara 5 – 6 a antara 5 – 6 b antara 5 – 6 ab antara 5 – 6
Dari tabel IX didapat bahwa semua formula memiliki pH antara 5 –
6, namun pH optimum yang dimiliki oleh carbomer untuk memperlama
kestabilan selama penyimpanan adalah lebih dari 7,7 (Rowe, Sheskey, dan
Owen, 2006). Dalam penelitian ini, pH sediaan sunscreen yang diinginkan
agar diterima oleh kulit sehingga tidak mengiritasi adalah 5 – 6,5, karena
menurut Benson dan Adam (2012), kulit memiliki pH 5 – 6,5 dan sediaan
yang memiliki pH di luar range tersebut dapat berpotensi menimbulkan efek
iritasi pada kulit.
3. Uji daya sebar
Tujuan pengujian daya sebar sediaan gel adalah untuk mengetahui
kemampuan gel untuk menyebar di tempat aksi. Menurut Garg dkk. (2002),
daya sebar berbanding terbalik dengan viskositas, semakin kecil viskositas
sediaan semisolid, maka kemampuan menyebar pada permukaan kulit akan
semakin besar dan begitu pula sebaliknya. Pengujian daya sebar dalam
penelitian ini dilakukan dengan meletakkan 1 gram sediaan gel pada kaca
bundar dan kemudian ditimpa dengan kaca bundar yang lainnya dengan beban
37
total 125 gram selama 1 menit. Setelah itu diukur diameter penyebaran gel
pada posisi horisontal, vertikal, dan diagonal.
Tabel X. Daya sebar ( ± SD) gel sunscreen ekstrak etanol temulawak setelah 48 jam
Formula Daya sebar (cm)
1 4,850 ± 0,218 a 3,692 ± 0,213 b 5,350 ± 0,189 ab 3,817 ± 0,052
Dari tabel X diketahui bahwa daya sebar untuk formula 1, a, dan ab masuk
dalam rentang daya sebar yang diinginkan yakni 3 – 5 cm, sedangkan formula
b tidak.
4. Uji viskositas
Viskositas adalah tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, makin
tinggi viskositas, maka makin tinggi tahanannya (Martin dkk., 1993). Tujuan
pengujian viskositas yaitu untuk melihat profil kekentalan dari gel sunscreen
ekstrak etanol temulawak. Pengukuran viskositas dilakukan setelah 48 jam
pembuatan karena dianggap pada waktu tersebut gel sudah membentuk sistem
yang stabil dan tidak terpengaruh oleh pengadukan saat pembuatannya,
sehingga struktur tiga dimensi gel telah tertata dengan baik. Viskositas yang
dikendaki dari penelitian ini adalah 200 – 300 dPa.s. Pada tabel XI, formula 1,
a, b masuk dalam rentang viskositas yang diinginkan setelah 48 jam
pembuatan, sedangkan formula ab tidak.