• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi sediaan sunscreen ekstrak rimpang kunir putih [Curcuma mangga Val.] dengan carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humectant - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Formulasi sediaan sunscreen ekstrak rimpang kunir putih [Curcuma mangga Val.] dengan carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humectant - USD Repository"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Tirza Ixora Veasilia NIM : 038114091

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2007

(2)
(3)
(4)

Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia

memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia

tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari

awal sampai akhir (Pengkotbah 3:11)

Faith is to believe what you do not yet see; the reward for this

faith is to see what you believe – Saint Augustine

Everyday is a wonderful opportunity to care, to love, to

smile, to pray, and to thank for the blessing - NN

Kupersembahkan karya ini untuk:

My beloved GOD and my Saviour Jesus Christ

Mama & Papa buat dukungan, kesabaran & doa yang selalu ada

dalam tiap langkahku

Friends, Best Friends & True Friend for being my inspiration

Chemistry 2003 buat persahabatan yang berharga

Almamaterku tercinta

(5)

atas kasih dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir yang berjudul Formulasi Sediaan Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih (Curcuma mangga Val.) dengan Carbopol® 940 sebagai Gelling Agent dan Propilen Glikol sebagai Humectant. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Ilmu Farmasi (S.Farm).

Dalam penyelesaian penelitian ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik bimbingan, dorongan, kritik maupun saran. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Rini Dwiastuti, S.Farm., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan sarannya.

4. Dra. A. Nora Iska Harnita, M.Si., Apt., selaku dosen penguji atas masukan, kritik, kepedulian dan sarannya.

5. Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si., atas diskusi, masukan, kepedulian dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

(6)

skripsi ini.

8. Dewi Setyaningsih, S.Si., Apt., atas dukungan, masukan dan semangat dalam proses penyelesaian skripsi ini.

9. Sunscreen team, Eva dan Renny untuk doa, kesetiaan, dukungan, pengorbanan, semangat, kepercayaan, dan persahabatan yang luar biasa.

10.Staf Laboratorium: Pak Musrifin, Mas Wagiran, Mas Agung, Mas Iswandi, Mas Otto, Mas Heru, dan Mas Andri atas bantuan dan kerjasamanya.

11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu untuk semua dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan. Harapan penulis skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca semua.

Penulis

(7)
(8)

memperoleh komposisi optimum dari gelling agent dan humectant.

Penelitian ini termasuk dalam rancangan eksperimental murni dengan variabel eksperimental ganda (desain faktorial). Tiap formula diuji untuk mengetahui respon daya sebar, viskositas dan pergeseran viskositas. Analisis hasil menggunakan perhitungan desain faktorial, grafik hubungan respon-carbopol dan respon-propilen glikol serta analisis Yate’s treatment untuk menentukan faktor dominan dalam menentukan respon gel. Uji efektivitas ekstrak rimpang kunir putih terhadap radiasi sinar ultraviolet (UV) dilakukan dengan uji SPF (Sun Pretection Factor) secara in vitro. Optimasi komposisi formula gel sunscreen menggunakan persamaan desain faktorial dan grafik contour plot dengan variasi jenis dan level gelling agent dan

humectant yang digunakan. Optimasi dilakukan terhadap parameter sifat fisis gel dan stabilitas sediaan dalam penyimpanan.

Dari penelitian ini diketahui bahwa carbopol adalah faktor yang paling dominan dalam menentukan daya sebar dan viskositas gel. Interaksi antara carbopol dengan propilen glikol merupakan faktor yang paling dominan dalam menentukan pergeseran viskositas (stabilitas) gel. Propilen glikol tidak memberikan pengaruh yang bermakan secara statistik terhadap ketiga respon. Ditemukan area optimum berdasarkan contour plot superimposed yang meliputi daya sebar, viskositas, dan stabilitas gel level yang diteliti. Daya sebar optimal berkisar pada penyebaran kurang dari sama dengan 5 cm. Viskositas optimal berkisar antara 250 dPa.s sampai 260 dPa.s. Stabilitas gel ditunjukkan dengan pergeseran viskositas kurang dari 5%.

Kata kunci: ekstrak rimpang kunir putih, sunscreen, carbopol, propilen glikol, desain faktorial

(9)

humectant.

This research including in pure experimental design with double experimental variable (factorial design). Every formula is tested to know spreadability, viscosity, and alteration of viscosity response. Analysis result using factorial design, relation response-carbopol curve and response-propylene glycol curve and also Yate’s treatment analysis with α 95% to determine dominant factor in response gel. Effectivity test Curcuma mangga rhizome extract for UV radiation is done with in vitro SPF test. Optimizing sunscreen gel formula composition using factorial design and contour plot curve with level of variation gelling agent and humectant. Optimizing is done for physical parameter and preparation stability in storage

From this research, could be explained that carbopolis the most dominant factor in determining spreadability and viscosity gel. Interaction between carbopol and propylene glycol is the most dominant factor in determining alteration of viscosity (stability) of gel. Propylene glycol doesn’t has significance influence for all response. Optimum area of sunscreen gel formula based on contour plot superimposed including spreadability, viscosity, and stability at the researched level has been found. Optimum spreadability approximately less than 5 cm. Optimum viscosity lies between 250 dPa.s until 260 dPa.s.

Key Word: Curcuma mangga rhizome extract, sunscreen, carbopol, propylene glycol, factorial design.

(10)

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii

INTISARI ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv BAB I. PENGANTAR ...

A. Latar Belakang ... B. Perumusan Masalah ... C. Keaslian Karya ... D. Manfaat Penelitian ... E. Tujuan Penelitian ...

1 1 5 5 6 6 BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ...

A. Kunir Putih ... B. Kurkumin ... C. Ekstrak ...

7 7 8 9

(11)

G. Sunscreen ... H. Radiasi UV ... I. Spektrofotometri UV ... J. Iritasi Primer ... K. Metode Desain Faktorial ... L. Landasan Teori ... BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ...

A. Jenis Rancangan Penelitian ... B. Variabel dan Definisi Operasional ... 1.Variabel penelitian ... 2.Definisi operasional ... C. Bahan dan Alat ... D. Tata Cara Penelitian ...

1.Pengumpulan dan penyiapan simplisia rimpang kunir putih ... 2.Pembuatan serbuk rimpang kunir putih ... 3.Pembuatan ekstrak rimpang kunir putih ... 4.Uji SPF ... 5.Penetapan kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang kunir putih

(12)

kunir putih ... 8.Uji iritasi primer ... E. Analisis Data dan Optimasi ...

32 33 34 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...

A. Pembuatan Ekstrak Rimpang Kunir Putih ... B. Uji SPF ... C. Penetapan Kadar Kurkumin dalam Ekstrak Rimpang Kunir

(13)

Tabel II Evaluasi Reaksi Iritasi Kulit ... 33

Tabel III Kriteria Iritasi ... 34

Tabel IV Hasil Pengukuran Sifat Fisik Gel ... 43

Tabel V Efek Penentu Sifat Fisik Gel ... 44

Tabel VI Analisis Yate’s Treatment untuk Respon Daya Sebar Gel ... 47

Tabel VII Analisis Yate’s Treatment untuk Respon Viskositas Gel ... 49

Tabel VIII Analisis Yate’s Treatment untuk Respon Pergeseran Viskositas Gel ... 52

Tabel IX Skor Indeks Iritasi Hasil Percobaan ... 53

(14)

Gambar 2. Struktur Umum Carbopol ... 11

Gambar 3. Struktur Propilen Glikol ... 12

Gambar 4. Scanning Panjang Gelombang Ekstrak Rimpang Kunir Putih ... 39

Gambar 5. Scanning Panjang Gelombang Larutan Kurkuminoid Standar ... 41

Gambar 6. Ikatan terkonjugasi (kromofor) dan gugus auksokrom pada struktur kurkumin ... 42

Gambar 7. Hubungan Pengaruh Larutan Carbopol 3% b/v dan Propilen Glikol Terhadap Daya Sebar ... 46

Gambar 8. Hubungan Pengaruh Larutan Carbopol 3% b/v dan Propilen Glikol Terhadap Viskositas ... 48

Gambar 9. Hubungan Pengaruh Larutan Carbopol 3% b/v dan Propilen Glikol Terhadap Pergeseran Viskositas ... 51

Gambar 10. Contour Plot Daya Sebar Gel ... 55

Gambar 11. Contour Plot Viskositas Gel ... 56

Gambar 12. Contour Plot Pergeseran Viskositas Gel ... 57

Gambar 13. Contour PlotSuperimposed ... 59

(15)

Lampiran 2. Penetapan Kadar Kurkumin dalam Ekstrak Rimpang Kunir

Putih Secara Spektrofotometri ... 69

Lampiran 3. Data Penimbangan, Notasi dan Formula Desain Faktorial ... 72

Lampiran 4. Data Sifat Fisik dan Stabilitas Gel ... 73

Lampiran 5. Data Uji Iritasi Primer ... 75

Lampiran 6. Perhitungan Efek Sifat Fisik dan Stabilitas ... 77

Lampiran 7. Persamaan Regresi ... 79

Lampiran 8. Data ANOVA Yate’s Treatment ... 84

Lampiran 9. Foto Tanaman, Rimpang, Serbuk dan Ekstrak Rimpang Kunir Putih ... 88

Lampiran 10. Foto Perkolator dan Spektrofotometer ... 89

Lampiran 11. Foto Gel Sunscreen Ekstrak Rimpang Kunir Putih ... 90

Lampiran 12. Foto Uji Iritasi Primer ... 91

(16)

A. Latar belakang

Kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari radiasi sinar ultraviolet (sinar

UV). Sinar UV selalu ada meskipun matahari tidak bersinar atau cuaca berawan.

Pada hari berawan, lebih dari 80% sinar UV mampu menembus atmosfer. Sinar UV

juga dapat dipantulkan oleh permukaan kaca, air, tanah, permukaan metal, dinding

berwarna terang, dan benda-benda berwarna terang lainnya (Anonim, 2004a).

Radiasi UV merupakan bagian dari spektra elektromagnetik yang terletak antara

sinar-X (X rays) dan sinar tampak, yaitu antara 40-400 nm. Spektra UV dibagi menjadi Vacuum UV (40-190 nm), UV jauh (190-220 nm), UVC (220-290 nm), UVB (290-320 nm), dan UVA (320-400 nm) (Zeman, 2007). Badan kesehatan dunia

(WHO) membagi spektra UV menjadi UVC (200-290 nm), UVB (290-320 nm) dan

UVA (320-400 nm), didasarkan pada efek biologis yang ditimbulkan masing-masing

panjang gelombang (Lucas, McMichael, Smith, & Armstrong, 2006). UVC hampir

tidak ditemukan di alam karena diabsorbsi seluruhnya oleh ozon di atmosfer dan

memiliki panjang gelombang yang pendek (Zeman, 2007). Sekitar 90% UVB

tertahan oleh lapisan ozon (Lucas et al., 2006). Akan tetapi pemanasan global yang terjadi menyebabkan penipisan lapisan ozon, sehingga radiasi UVB yang mencapai

bumi semakin meningkat. UVA dengan panjang gelombang yang lebih besar

merupakan tipe sinar UV yang paling banyak dijumpai di alam karena hanya

(17)

diabsorbsi dengan jumlah yang sangat sedikit oleh lapisan ozon (Anonim, 2007c ;

Anonim, 2006d ; Zeman, 2007).

Sinar UV bermanfaat untuk meningkatkan aliran darah di kulit, membantu

perubahan provitamin menjadi vitamin D, dan membantu mengaktifkan vitamin,

hormon, dan enzim (Jellinek, 1970). Efek sinar UV pada kesehatan manusia

tergantung dari jumlah dan jenis radiasi yang mengenai tubuh (Lucas et al., 2006). UVA dibutuhkan manusia untuk sintesis vitamin D. Paparan UVA berlebihan

mempunyai efek awal yaitu pigmen semakin gelap (pigment darkening) diikuti oleh eritema jika paparan terus berlanjut, penekanan sistem imun, dan pembentukan

katarak (Zeman, 2007). UVB juga dibutuhkan manusia untuk sintesis vitamin D.

UVB merupakan bentuk radiasi UV yang paling merusak karena memiliki energi

yang cukup untuk menyebabkan kerusakan fotokimia DNA seluler. Efek berbahaya

dari UVB antara lain sunburn (eritema), katarak, pembentukan kanker kulit, dan penekanan sistem imun pada paparan jangka panjang (Anonim, 2006d). Oleh karena

itu dibutuhkan perlindungan untuk mencegah kerusakan akibat radiasi sinar UV

tersebut. Salah satunya adalah dengan penggunaan sunscreen. Pada umumnya

sunscreen diaplikasikan dengan mengoleskannya pada permukaan kulit.

Sunscreen adalah senyawa kimia yang mengabsorbsi dan atau memantulkan sinar UV sebelum mencapai kulit. Biasanya sunscreen merupakan kombinasi dari dua atau lebih zat aktif. Jika hanya digunakan satu zat aktif, sunscreen tersebut hanya mampu mengabsorbsi energi UV pada spektrum yang terbatas (Stanfield, 2003).

(18)

antara lain octyl methoxycinnamate, octyl salicylate (UVB protection); Avobenzone

(UVA protection); Octocrylene, titanium dioxide, zinc oxide (UVA/UVB protection) (Anonim, 2007b). Bahan aktif tersebut dapat bekerja baik sebagai UV absorber

maupun UV reflectant. Pemilihan bahan aktif sebagai UV absorber didasarkan pada adanya ikatan rangkap terkonjugasi (kromofor) dan auksokrom. Pada struktur

molekul zat sintetik tersebut yang berperan dalam penyerapan radiasi sinar UV

adalah cincin aromatik yang terkonjugasi oleh gugus karbonil (Walters, Keeney,

Wigal, Johnston, & Cornelius, 1997). Rimpang kunir putih mengandung senyawa

antara lain flavonoid, kurkumin, saponin, minyak atsiri (Hutapea, 1993 ; Anonim,

2004b). Senyawa yang diduga bertanggung jawab pada penyerapan sinar UV adalah

kurkumin. Adanya ikatan rangkap terkonjugasi (kromofor) dan cincin aromatik yang

terkonjugasi oleh gugus karbonil dan gugus hidroksi menyebabkan kurkumin mampu

mengabsorbsi radiasi sinar UV. Pemilihan bahan alam, dalam hal ini Curcuma mangga, didasarkan pada kemampuan kandungan tanaman (pigmen) mengabsorbsi sejumlah besar radiasi UV yang akan merusak sel dan mengganggu metabolisme

tanaman. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa bahan alam tersebut juga dapat

melindungi kulit manusia terhadap radiasi UV, baik UVA maupun UVB (Muller,

1996).

Bentuk sediaan sunscreen yang sudah dikembangkan umumnya berupa

cream maupun lotion. Namun kedua bentuk sediaan ini memiliki kelemahan antara lain kurang nyaman dalam penggunaanya pada kulit. Cream merupakan bentuk sediaan semi padat yang terdiri dari dua fase, yaitu fase minyak dan fase air.

(19)

kelenjar sebasea berlebihan karena dapat merangsang timbulnya jerawat. Lotion

mempunyai viskositas yang terlalu encer sehingga tidak dapat bertahan lama pada

kulit. Hal ini akan mengurangi daya perlindungan dari sunscreen tersebut. Oleh karena itu perlu dikembangkan bentuk sediaan lain yang mempunyai sifat fisis lebih

baik dan nyaman dalam penggunaannya.

Penelitian ini merupakan salah satu usaha untuk memberikan inovasi baru

bentuk sediaan sunscreen selain yang sudah banyak beredar dipasaran. Gel sebagai

sunscreen merupakan bentuk sediaan yang belum banyak beredar di pasaran (Allen Jr., 2002). Dalam penelitian ini digunakan carbopol sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humectant dalam formula gel sunscreen dengan berbagai tingkat konsentrasi, untuk mendapatkan sediaan yang mempunyai sifat fisik baik dan

mampu mempertahankan efektifitas pemakaian dalam jangka waktu yang lama.

Carbopol sebagai gelling agent bekerja dengan menjerat air dan menahannya dalam struktur 3 dimensi “house of cards”. Pemilihan carbopol sebagai gelling agent juga dikarenakan kemampuannya membentuk lapisan film pada permukaan kulit dan

stabil terhadap radiasi sinar UV jika ditambahkan UV absorber. Propilen glikol sebagai humectant berfungsi menjaga kelembaban kulit dengan menahan air yang ada dalam stratum corneum. Propilen glikol bersifat higroskopis sehingga dapat

berfungsi mencegah penguapan berlebih dari sediaan. Penambahan propilen glikol

sebagai humectant dalam sediaan sunscreen juga berfungsi untuk mencegah kerutan pada kulit dan efek merugikan lain dari paparan sinar UV jangka panjang. Dengan

demikian sunscreen dapat berfungsi untuk mencegah penuaan dini (Johnson, 2002).

(20)

yang meliputi daya sebar, viskositas, stabilitas fisis maupun efektivitas dan

keamanannya sebagai sunscreen.

B. Perumusan masalah

1.Apakah ekstrak rimpang kunir putih memberikan serapan pada range panjang

gelombang UVA dan UVB?

2.Apakah ditemukan area komposisi optimum yang diprediksi sebagai formula

optimum gel serta efek yang dominan dari carbopol sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humectant dalam menentukan sifat fisik gel?

C. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian tentang

formulasi sediaan sunscreen ekstrak rimpang kunir putih (Curcuma mangga Val.) dengan carbopol sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humectant belum pernah dilakukan.

(21)

D. Manfaat Penelitian 1.Manfaat teoritis

Menambah khasanah ilmu pengetahuan bentuk sediaan sunscreen yang berasal dari bahan alam.

2.Manfaat praktis

Mengetahui serapan ekstrak rimpang kunir putih pada range panjang gelombang

UVA-UVB, mengetahui efek dominan yang menentukan sifat fisik, dan

mengetahui formula optimum berdasarkan contour plot superimposed sifat fisik gel.

E. Tujuan

1.Mengetahui serapan ekstrak rimpang kunir putih pada range panjang gelombang

UVA dan UVB.

2.Mendapatkan formula sediaan sunscreen dengan zat aktif yang berasal dari bahan alam, yaitu ekstrak kunir putih (Curcuma mangga Val.).

a.Mengetahui carbopol, propilen glikol atau interaksi keduanya sebagai gelling agent dan humectant yang lebih dominan dalam menentukan sifat fisik gel

sunscreen kunir putih.

b.Mengetahui area kerja optimal komposisi gelling agent carbopol dan humectant

(22)

A. Kunir Putih 1.Sistematika

Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae

Classis : Monocotyledone Ordo : Zingiberales Familia : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma mangga Val.

(Hutapea, 1993) 2.Morfologi

Kunir putih berupa semak dengan tinggi 1-2 meter. Berbatang semu, tegak, lunak, berwarna hijau, dan batang di dalam tanah membentuk rimpang. Daun tunggal, berpelepah, lonjong, tepi rata, ujung dan pangkal meruncing, panjang ± 1 m, lebar 10-20 cm, pertulangan menyirip, dan berwarna hijau. Bunga majemuk di ketiak daun, bentuk tabung, ujung terbelah, benang sari menempel pada mahkota, berwarna putih; putik silindris, kepala putik bulat berwarna kuning; mahkota lonjong berwarna putih. Buah berbentuk kotak-bulat berwarna hijau kekuningan. Biji berbentuk bulat berwarna coklat. Berakar serabut berwarna putih (Hutapea, 1993).

(23)

3.Kandungan kimia

Rimpang kunir putih mengandung saponin, flavonoid (Hutapea, 1993) serta beberapa senyawa antara lain golongan alkaloid, steroid, terpen dan minyak atsiri, juga mengandung senyawa aktif seskuiterpenalkohol yang terdiri dari zederon, zedoaron, furanodien, curzeron, currenon, furanodienon, isofuranodienon,

curdion, curcumenol, procurcumenol, curcumadiol, curcumol, dhydrocurdion, dan

curcumin (Anonim, 2004b). Selain itu rimpang kunir putih juga mengandung tanin, amilum, damar dan gula (Mulhizah, 1999 ; Gunawan, Soegihardjo, Mulyani, Koensoemardiyah, 1988).

4.Kegunaan

Rimpang kunir putih digunakan sebagai obat penyakit kulit, luka memar, penawar racun (Sayekti & Ernita, 1994 ; Muhlizah, 1999). Selain itu, rimpang kunir putih juga berkhasiat sebagai anti kanker, penurun kadar kolesterol darah, asam urat, dan pencegahan osteoporosis (Anonim, 2003).

B. Kurkumin

(24)

HO O

OH O

O O

Gambar 1. Struktur Kurkumin (Heinrich, Barnes, Gibbons & Williamson, 2004)

Kurkumin melindungi keratinosit dari kerusakan yang disebabkan oleh xantin oksidase dan dapat digunakan sebagai antioksidan pada sediaan topikal (Anonim, 2000a). Kurkumin mempunyai aktivitas sebagai antisiklooksigenase, antioedema, antilipoksigenase, antioksidan, dan antilipidperoksidasi, sehingga dapat digunakan sebagai obat anti radang (antinflamasi), antihepatotoksik (lever), ambien (wasir), anti alergi, asma, menghambat proses penuaan, dan juga sebagai anti kanker (Anonim, 2004b).

C. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung. Cairan penyari yang biasa digunakan adalah air, eter, atau campuran etanol-air (Anonim, 1979). Penyarian simplisia dengan air dapat dilakukan dengan infundasi, dekok, atau destilasi, sedangkan penyarian simplisia dengan pelarut organik dapat dilakukan dengan maserasi, perkolasi, dan sokhletasi (Silva, Lee, & Kinghorn, 1998).

(25)

D. Gel

Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar dan saling diresapi cairan (Ansel, 1989).

Gel digolongkan berdasarkan 2 sistem klasifikasi. Sistem klasifikasi pertama membagi gel kedalam inorganik dan organik. Inorganik gel pada umumnya berupa sistem 2 fase, sedangkan organik gel berupa sistem 1 fase. Klasifikasi yang kedua membagi gel kedalam hidrogel dan organogel. Hidrogel mengandung bahan-bahan yang terdispersi sebagai koloid atau larut dalam air, sedangkan organogel mengandung pelarut non aqueous sebagai fase kontinyu (Allen Jr., 2002 ; Zatz & Kushla, 1996).

Gel merupakan sistem penghantaran obat yang sangat baik untuk cara pemberian yang beragam dan kompatibel dengan banyak bahan obat yang berbeda (Allen Jr., 2002). Gel harus menunjukkan perubahan viskositas yang kecil pada berbagai temperatur, baik saat penyimpanan maupun penggunaan. Gel dengan tujuan penggunaan topikal tidak boleh lengket (less greassy) (Zatz & Kushla, 1996).

E. Gelling Agent

(26)

rendah hingga sedang dan pada pH 5,0-10,0 akan menunjukkan viskositas yang optimal (Anonim, 2001).

H2

C HC

COOH n

Gambar 2. Struktur Umum Carbopol (Anonim, 2001)

Carbopol berfungsi sebagai pengental, surfaktan, stabilizer, dan emulsifier. Dalam sediaan kosmetik carbopol digunakan dalam bentuk netral pada pH 6,0-9,0, dengan konsentrasi dibawah 1,0%. Carbopol mengalami degradasi oksidatif ketika terpapar sinar matahari. Reaksi degradasi tersebut dikatalisis oleh logam. Dengan penambahan UV absorbers akan mencegah depolimerisasi katalisis logam sehingga hilangnya viskositas dan stabilitas sediaan dapat dihindari. Carbopol tidak diabsorbsi oleh jaringan dan menunjukkan potensial iritasi primer yang rendah (Anonim, 2001 ; Anonim, 2006a).

F. Humectant

(27)

OH HO

Gambar 3. Struktur Propilen Glikol (Anonim, 1995)

Fungsi propilen glikol adalah sebagai humectant, pelarut, dan plasticizer. Fungsi lain propilen glikol adalah sebagai pengawet pada konsentrasi 15-30%,

hygroscopic agent, desinfektan, stabilizer vitamin, dan pelarut pengganti yang dapat campur dengan air, misal pengganti gliserin (Anonim, 1983 ; Anger, Rupp, & Lo, 1996).

Propilen glikol digunakan sebagai gelling agent pada konsetrasi 1%-5%, stabil pada pH 3-6 dan harus mengandung pengawet (Allen Jr., 2002). Propilen glikol merupakan bahan yang tidak berbahaya dan aman digunakan pada produk kosmetik dengan konsentrasi lebih dari 50% (Loden, 2001). Propilen glikol tidak menyebabkan iritasi lokal bila diaplikasikan pada membran mukosa, subkutan atau injeksi intramuskular, dan telah dilaporkan tidak terjadi reaksi hipersensitivitas pada 38% pemakai propilen glikol secara topikal (Anonim, 1983).

G. Sunscreen

Sunscreen adalah senyawa kimia yang mengabsorbsi dan atau memantulkan sinar UV sebelum berhasil mencapai kulit. Biasanya sunscreen merupakan kombinasi dari dua atau lebih zat aktif. Jika hanya digunakan satu zat aktif,

(28)

Kandungan penting dalam sunscreen biasanya berupa molekul aromatik terkonjugasi dengan gugus karbonil. Struktur seperti itulah yang membuat molekul dapat mengabsorbsi radiasi UV berenergi tinggi dan melepaskannya sebagai radiasi dengan energi yang lebih rendah. Dengan demikian radiasi UV yang dapat menyebabkan kerusakan kulit dapat dicegah agar tidak mencapai kulit. Saat terpapar sinar UV, zat aktif tersebut tidak mengalami perubahan kimia sehingga tetap mempunyai potensi sebagai UV absorber tanpa mengalami fotodegradasi (Anonim, 2007a). Sunscreen bekerja dengan 2 cara:

1.Memantulkan sinar (light scattering). Mekanisme tersebut menyebabkan radiasi UV dipantulkan ke segala arah oleh permukaan kecil kristal dari beberapa pigmen. Prinsipnya adalah membentuk lapisan tipis buram pada permukaan kulit.

(29)

elektron π terdelokalisasi yang mengabsorbsi energi pada berbagai range panjang gelombang. Semakin panjang suatu sistem konjugasi, semakin banyak elektron π yang mengabsorbsi foton pada panjang gelombang yang lebih panjang. Semakin terkonjugasi suatu molekul, semakin besar panjang gelombang absorbsinya (Roberts, 2004).

Kemanjuran suatu produk sunscreen dapat ditentukan dengan nilai SPF (Sun Protection Factor) yang tercantum pada label kemasan. Semakin besar nilai SPF, semakin besar pula perlindungan terhadap paparan radiasi UV yang dapat diberikan (Stacener, 2006). Walaupun demikian, SPF hanya mengukur efektivitas sunscreen

terhadap paparan radiasi UVB. SPF merupakan perbandingan antara jumlah radiasi UV yang diperlukan untuk menghasilkan eritema (Minimal erythema dose = MED) pada kulit yang terlindungi dengan kulit yang tidak terlindungi sunscreen.

SPF = Disisi lain SPF menggambarkan besarnya radiasi UV yang diteruskan ke kulit. Nilai SPF berbanding terbalik dengan besarnya radiasi UV yang diteruskan (transmisikan) ke kulit.

SPF =

T 1

(Stanfield, 1993)

Beberapa produk sunscreen yang beredar di pasaran mengandung bahan aktif seperti ethylhexyl p-methoxycinnamate (Octinoxate), p-amino benzoic acid

(30)

pada range panjang gelombang UVA (Stanfield, 1993 ; Roberts, 2004). Ada juga senyawa yang dapat memberikan serapan pada panjang gelombang UVA maupun UVB seperti octocrylene, titanium dioxide, dan zinc oxide (Anonim, 2007b).

H. Radiasi UV

Radiasi UV merupakan bagian dari spektra elektromagnetik yang terletak antara sinar-X (X rays) dan sinar tampak, yaitu antara 40-400 nm. Spektra UV dibagi menjadi Vacuum UV (40-190 nm), UV jauh (190-220 nm), UVC (220-290 nm), UVB (290-320 nm), dan UVA (320-400 nm) (Zeman, 2007). Badan kesehatan dunia (WHO) membagi spektra UV menjadi UVC (200-290 nm), UVB (290-320 nm), dan UVA (320-400 nm) (Lucas et al., 2006).

Efek radiasi UV pada kesehatan manusia tergantung dari jumlah dan jenis radiasi yang mengenai tubuh. Efek tersebut juga dipengaruhi oleh konsentrasi ozon di atmosfer yang tersedia untuk mengabsorbsi radiasi UV, terutama UVB. Jumlah dan struktur spektra radiasi yang mencapai tubuh tergantung dari sudut dimana sinar matahari melewati atmosfer. Semakin dekat letak dengan equator (khatulistiwa), semakin intens radiasi UV yang mencapai tubuh, terutama sinar UV dengan panjang gelombang pendek. Semakin tinggi suatu tempat, intensitas radiasi UV akan semakin meningkat dengan menurunnya massa udara yang dilewati sinar matahari (Lucas et al., 2006).

(31)
(32)

UVA merupakan tipe sinar UV yang paling sering dijumpai. UVA dengan panjang gelombang yang lebih besar hanya diabsorbsi dengan jumlah yang sangat sedikit oleh lapisan ozon UVA mampu mencapai dermis, yaitu lapisan kulit yang terletak di bawah epidermis. UVA dibutuhkan manusia untuk sintesis vitamin D. Akan tetapi, paparan berlebihan terhadap UVA mempunyai efek awal yaitu pigmen semakin gelap (pigmen darkening) diikuti oleh eritema jika paparan terus berlanjut, penekanan sistem imun, dan pembentukan katarak (Zeman, 2007). Paparan UVA jangka panjang menyebabkan kerusakan dan penciutan kolagen dan elastin yang terdapat pada lapisan dermis (Anonim, 2005).

Radiasi UV dibutuhkan untuk merangsang sintesis vitamin D yang penting bagi kesehatan tulang dan otot. Kekurangan UV akan meningkatkan kemungkinan munculnya penyakit yang berhubungan dengan defisiensi vitamin D antara lain riketsia, osteomalasia dan osteoporosis. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa vitamin D juga mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Kekurangan vitamin D dapat menyebabkan gangguan autoimun (Lucas et al., 2006).

(33)

I. Spektrofotometri UV

Spektrofotometri ultraviolet adalah anggota analisis spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dengan instrumen spektrofotometer (Mulja dan Suharman, 1995). Spektrofotometri ultraviolet merupakan teknik yang digunakan untuk menganalisis suatu senyawa dengan struktur terkonjugasi (Anonim, 2007b).

Molekul yang dapat memberikan absorbsi yang bermakna pada daerah panjang gelombang 190-780 nm adalah molekul-molekul yang mempunyai kromofor dan auksokrom. Kromofor adalah gugus fungsi yang mempunyai spektrum absorbsi karakteristik pada daerah ultraviolet atau sinar tampak. Gugus ini mengandung ikatan kovalen tak jenuh (rangkap dua atau tiga), contohnya: ikatan C=C, C=O, N=O, N=N (Silverstein, Bassler and Morril, 1991). Auksokrom adalah gugus fungsional dengan elektron bebas yang tidak mengabsorbsi pada daerah UV dan jika terikat pada kromofor akan mempengaruhi panjang gelombang dan intensitas absorbsinya. Contoh dari gugus auksokrom adalah OH, NH2, CH3 (Silverstein et al., 1991 ; Skoog, 1985).

(34)

spektrofotometri UV adalah air, etanol, sikloheksana dan isopropanol (Mulja dan Suharman, 1995 ; Roth and Blaschke, 1994).

Pada analisis kuantitatif, pengukuran serapan dilakukan pada panjang gelombang maksimum. Panjang gelombang maksimum merupakan panjang gelombang dimana suatu senyawa memberikan absorbansi maksimum. Pada panjang gelombang maksimum, perubahan absorbansi untuk tiap satuan konsentrasi paling besar sehingga akan didapat kepekaan analisis yang maksimal (Mulja dan Suharman, 1995).

J. Iritasi Primer

Iritasi primer adalah suatu reaksi kulit terhadap zat kimia misalnya alkali kuat, asam kuat, pelarut, dan deterjen. Beratnya bermacam-macam, dari hiperaemia, edema, dan vesikulasi sampai pemborokan. Iritasi primer terjadi di tempat kontak dan, umumnya pada sentuhan pertama (Lu, 1995).

Suatu rangsangan kimia langsung pada jaringan disebabkan oleh zat yang mudah bereaksi dengan berbagai bagian jaringan. Biasanya zat ini tidak mencapai peredaran darah, karena langsung bereaksi dengan tempat jaringan yang pertama berhubungan. Organ tubuh yang terlibat terutama mata, hidung, tenggorokan, trakea, bronkus, epitel, alveolus, esophagus dan kulit (Ariens, Simons, & Mutschler, 1985).

K. Metode Desain Faktorial

(35)

konstan. Desain faktorial digunakan dalam percobaan untuk menentukan secara simulasi efek dari beberapa faktor dan interaksinya secara signifikan. Signifikan ini berarti adanya perubahan dari level rendah ke level tinggi pada faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan yang besar pada respon. Dengan demikian, metode ini merupakan metode yang sesuai untuk menentukan formula yang optimum dalam gel dengan adanya kombinasi dua basis yang digunakan dalam berbagai konsentrasi. Dengan metode ini dapat terlihat efek konsentrasi tiap basis dan hasil interaksi kedua basis tersebut (Bolton, 1997).

Desain faktorial dua faktor dan dua level berarti ada dua faktor (misal sifat alir dan viskositas) yang masing-masing faktor diuji pada level yang berbeda, yaitu level rendah dan level tinggi. Dengan desain faktorial dapat didesain percobaan untuk mengetahui faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan terhadap suatu respon ( Bolton, 1997).

Optimasi campuran dua bahan (berarti ada dua faktor) dengan dua desain faktorial (two level factorial design) dilakukan berdasarkan rumus :

Y = b0 + b1(A) + b2(B) + b12(A)(B)...(1) Dengan :

Y = respon hasil yang diamati

A, B = level bagian A dan B, yang nilainya tertentu dari minimum sampai maksimum

b1, b2, b12 = koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan b0 = rata-rata dari semua percobaan

(36)

masing-masing pada level rendah, (a) A pada level tinggi dan B pada level rendah, (b) A pada level rendah dan B pada level tinggi, (ab) A dan B masing-masing pada level tinggi (Bolton, 1997).

Formula Faktor A Faktor B Interaksi

(1) - - +

Formula (1) = faktor I pada level rendah, faktor II pada level rendah Formula a = faktor I pada level tinggi, faktor II pada level rendah Formula b = faktor I pada level rendah, faktor II pada level tinggi Formulaab = faktor I pada level tinggi, faktor II pada level rendah

Dari persamaan (1) dan data yang diperoleh dapat dibuat contour plot suatu respon tertentu yang sangat berguna dalam memilih komposisi campuran yang optimum (Bolton, 1997).

Untuk mengetahui besarnya efek masing-masing faktor, maupun efek interaksinya dapat diperoleh dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah. Konsep perhitungan efek menurut Bolton (1997) sebagai berikut:

(37)

Desain faktorial memiliki beberapa keuntungan. Metode ini memiliki efisiensi yang maksimum untuk memperkirakan efek yang dominan dalam menentukan respon. Keuntungan utama desain faktorial adalah bahwa metode ini memungkinkan untuk mengidentifikasi efek masing- masing faktor, maupun efek interaksi antar faktor (Muth, 1999).

M. Landasan Teori

Sediaan sunscreen merupakan produk yang banyak digunakan secara luas untuk melindungi kulit dari radiasi sinar UV. Adanya gugus kromofor dan auksokrom pada kurkumin yang terkandung pada rimpang kunir putih diduga bertanggung jawab dalam penyerapan radiasi sinar UV.

Agar sunscreen dapat digunakan dengan mudah, praktis, nyaman dan manjur maka diperlukan suatu bentuk sediaan farmasi yang dapat memenuhi persyaratan mutu tersebut. Bentuk sediaan farmasi yang akan diteliti adalah bentuk gel yang mengandung basis senyawa hidrofilik. Alasan pemilihan bentuk sediaan tersebut karena bentuk sediaan gel yang berbasis senyawa hidrofilik memiliki konsistensi lembut, dan memberikan rasa dingin pada kulit. Rasa dingin tersebut merupakan efek evaporasi air dan alkohol. Keuntungan lain dari bentuk sediaan yang dipilih adalah terbentuknya lapisan tipis (film) pada kulit akibat evaporasi air dan alkohol yang dapat dicuci dengan air. Hal sesuai dengan kriteria yang diinginkan dari

(38)

Dalam penelitian ini dilakukan optimasi formula gel dengan bahan ekstrak rimpang kunir putih. Sebagai gelling agent digunakan carbopol dan sebagai

humectant digunakan propilen glikol. Gelling agent dan humectant merupakan bahan yang memegang peranan penting dalam sediaan gel. Carbopol sebagai gelling agent

(39)

N. Hipotesis

Diduga terdapat pengaruh yang bermakna dari komposisi carbopol sebagai

(40)

A. Jenis Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni menggunakan

metode desain faktorial dan bersifat eksploratif, yaitu mencari formula sunscreen

ekstrak rimpang kunir putih yang memenuhi syarat mutu, yaitu aman (safe), manjur (effective), dan dapat diterima masyarakat (acceptable).

B. Variabel dan Definisi Operasional 1.Variabel Penelitian

a.Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi jenis dan level gelling agent dan humectant, yaitu carbopol dan propilen glikol, masing-masing dengan level rendah dan tinggi.

b.Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik gel (daya sebar gel,

viskositas gel, dan viskositas gel setelah penyimpanan selama satu bulan).

c.Variabel pengacau terkendali

Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah, cahaya penyimpanan,

lama penyimpanan, dan wadah penyimpanan.

(41)

d.Variabel pengacau tak terkendali

Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu

penyimpanan, suhu ruangan penelitian dan kelembaban ruangan penelitian.

2.Definisi Operasional

a.Ekstrak rimpang kunir putih adalah ekstrak yang diperoleh dari hasil perkolasi

rimpang kunir putih menggunakan pelarut etanol 70% v/v. Hasil perkolasi ini

diasumsikan sebagai ekstrak rimpang kunir putih dengan konsentrasi 100%.

b.SPF (Sun Protection Factor) ekstrak rimpang kunir putih menggambarkan kemampuan ekstrak sebagai zat aktif sunscreen untuk melindungi kulit dari eritema yang disebabkan oleh radiasi UVB. Pada penelitian ditentukan nilai SPF

sediaan yaitu 30.

c.Gelling agent adalah bahan pembentuk sediaan gel yang akan membentuk matriks tiga dimensi. Pada penelitian ini digunakan carbopol 3% b/v.

d.Humectant adalah bahan yang membantu mempertahankan kelembaban pada permukaan kulit dengan cara menarik lembab dari lingkungan. Pada penelitian

ini digunakan propilen glikol.

e.Sifat fisik adalah sifat gel yang dapat dilihat kenampakan fisiknya dan dapat

diukur secara kuantitatif meliputi daya sebar, viskositas dan perubahan

viskositas selama penyimpanan.

(42)

g.Respon adalah sifat atau hasil percobaan yang diamati yaitu sifat fisik gel yang

meliputi daya sebar, viskositas, dan stabilitas gel yang digambarkan dengan

pergeseran viskositas yang terjadi.

h.Level adalah nilai atau tetapan gelling agent dan humectant yang digunakan yaitu carbopol 3% b/v (28,33 g dan 38,33 g) dan propilen glikol (10 g dan 20 g).

i. Komposisi optimum adalah area komposisi gelling agent dan humectant yang menghasilkan gel dengan daya sebar kurang dari sama dengan 5 cm, viskositas

250 sampai 260 dPa.s, dan pergeseran viskositas kurang dari 5%.

j. Contour plot adalah grafik yang merupakan hasil dari respon daya sebar, viskositas, dan perubahan viskositas selama penyimpanan gel.

k.Contour plot superimposed adalah area pertemuan yang memuat semua arsiran dalam contour plot yang diprediksi sebagai area optimum gel.

l. Iritasi adalah suatu reaksi kulit yang diakibatkan oleh paparan gel sunscreen

ekstrak rimpang kunir putih. Iritasi primer terjadi di tempat kontak dan

umumnya pada sentuhan pertama.

C. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak rimpang kunir

putih (Curcuma mangga Val.), etanol (kualitas p.a), etanol (kualitas teknis), propilen glikol (kualitas farmasetis), carbopol (kualitas farmasetis), triethanolamine (TEA),

aquades.

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas (PYREX),

(43)

(THERMOSPECTRONIC-USA), oven (Laboratorium Farmakognosi Fitokimia

USD), lemari pendingin (Refrigerator Toshiba)

D. Tata Cara Penelitian

1.Pengumpulan dan penyiapan simplisia rimpang kunir putih

Rimpang kunir putih (Curcuma mangga Val.) diperoleh dari Wates-Kulon Progo. Rimpang dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran

kemudian dilakukan sortasi basah untuk memisahkan rimpang kunir putih dari

kemungkinan adanya campuran rimpang lain atau dari bagian tanaman lain.

Rimpang dikupas kulitnya lalu diiris tipis-tipis (± 3 mm). Pengeringan dilakukan

dibawah sinar matahari dengan ditutup kain hitam dan menggunakan oven dengan

suhu 30-40 ºC sampai rimpang kering ditandai dengan mudah dipatahkan atau

hancur bila diremas. Setelah simplisia kering, dilakukan sortasi kering untuk

memisahkan kemungkinan pengotor yang masih tertinggal dan simplisia yang

rusak. Untuk menyempurnakan pengeringan, dilakukan pengeringan dengan oven

sebelum simplisia diserbuk, menggunakan suhu 50 oC sampai simplisia kering

ditandai dengan mudah dipatahkan atau hancur bila diremas.

2.Pembuatan serbuk rimpang kunir putih

Simplisia yang sudah kering diserbuk dengan mesin penyerbuk kemudian

diayak dengan derajat kehalusan (20/30) (Anonim, 1986).

3.Pembuatan ekstrak kunir putih

Ekstrak kunir putih diperoleh dengan proses perkolasi serbuk rimpang kunir

(44)

dengan perbandingan 70 : 30 (etanol 70%). Proses perkolasi diawali dengan

membasahi 1000 g serbuk rimpang kunir putih dengan etanol 70% sebanyak 1,5 L,

kemudian didiamkan selama 24 jam (maserasi). Serbuk yang telah dibasahi

dituang ke dalam perkolator yang telah diberi sekat berpori. Tuangkan cairan

penyari (etanol 70%) perlahan-lahan ke dalam perkolator hingga bagian

permukaan serbuk seluruhnya tergenang oleh cairan penyari. Cairan penyari harus

selalu ditambahkan sehingga adanya lapisan cairan penyari di atas permukaan

massa serbuk selalu terjaga. Kran perkolator dibuka dan diatur tetesannya 20-30

tetes/menit. Perkolat yang didapat ditampung dalam wadah bertutup dan disimpan

dalam lemari pendingin. Etanol yang digunakan pada proses perkolasi sebanyak

7 L.

4.Uji SPF

a.Scanning serapan pada panjang gelombang UV (200-400 nm)

Ekstrak rimpang kunir putih (konsentrasi 3% v/v) diukur absorbansinya dengan

spektrofotometer UV pada panjang gelombang 200-400 nm. Dari range

tersebut, diamati panjang gelombang yang memberikan serapan.

b.Penetapan konsentrasi ekstrak kunir putih dengan nilai SPF 30

Dibuat suatu seri kadar sehingga diperoleh konsentrasi ekstrak rimpang kunir

putih 8, 9, 10, 11, dan 12% v/v. Larutan tersebut diukur absorbansinya pada

panjang gelombang 300 nm. Absorbansi yang didapat dihitung sebagai nilai

SPF, menggunakan rumus:

A = - log ⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛

0 I

(45)

T =

c.Pembuatan larutan baku kurkumin

Kurkumin baku dilarutkan dalam etanol p.a. Dibuat satu seri pengenceran

menggunakan etanol dari larutan kurkumin tersebut, hingga diperoleh

konsentrasi sebagai berikut: 4,0966; 5,1208; 6,1449; 7,1691; 8,7054 dan 9,2174

mg/100 mL. Larutan tersebut diukur serapannya pada panjang gelombang

300 nm dengan spektrofotometer. Pembuatan seri larutan baku dan pemeriksaan

setiap konsentrasi diulangi 3 kali, kemudian dibuat persamaan garis regresi

linear (kurva baku).

5.Penetapan kadar kurkumin dalam ekstrak rimpang kunir putih secara spektrofotometri

a.Scanning serapan pada panjang gelombang UV-Vis (200-700 nm)

Larutan kurkumin baku (konsentrasi 3% v/v) diukur absorbansinya dengan

spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 200-700 nm. Dari range

tersebut, diamati panjang gelombang yang memberikan serapan maksimum.

b.Pembuatan larutan baku kurkumin

Kurkumin baku dilarutkan dalam etanol p.a. Dibuat satu seri pengenceran

(46)

konsentrasi sebagai berikut: 0,1792; 0,2560; 0,3328; 0,4097 dan 0,4865

mg/100mL. Larutan tersebut diukur serapannya pada panjang gelombang

maksimum yang diperoleh dari scanning panjang gelombang larutan baku kurkumin dengan spektrofotometer. Pembuatan seri larutan baku dan

pemeriksaan setiap konsentrasi diulangi 3 kali, kemudian dibuat persamaan

garis regresi linear (kurva baku).

c.Pemeriksaan larutan sampel

Ambil 10,0 mL ekstrak kunir putih (asumsi konsentrasi ekstrak cair 100%),

larutkan dalam etanol p,a ad 100,0 mL. Larutan tersebut diambil 5,0 mL,

kemudian diencerkan dengan etanol p.a ad 10 mL (konsentrasi 5%). Ekstrak 5%

tersebut diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh

dari scanning panjang gelombang larutan baku kurkumin dengan spektrofotometer. Pembuatan larutan sampel dan pemeriksaan tersebut diulangi

4 kali.

6.Optimasi proses pembuatan gel a.Formula

i. Formula gel sunscreen menurut A Formulary of Cosmetic Preparation (1977) Ethanol (SD-40) 48,0

Carbopol 940 1,0

Escalol 106 (Glyceryl-p-amino benzoate) 3,0

Monoisopropilamine 0,09

Aquadest 47,91

(47)

ii.Dalam optimasi formula ini dilakukan modifikasi formula :

Carbopol® 940 (3% b/v) 28,33-38,33

Propilen glikol 10-20

Aquadest 40

Ekstrak kunir putih 10

TEA qs

Tabel I. Formula Desain Faktorial

Formula Carbopol Propilen glikol

1 28,33 10 a 38,33 10 b 28,33 20

ab 38,33 20

b.Pembuatan gel

Carbopol dan aquades dicampur secara manual, menggunakan pengaduk,

hingga homogen (fase A). Propilen glikol dan ekstrak juga dicampur secara

manual, menggunakan pengaduk, hingga homogen (fase B). Fase A dan fase B

dicampur menggunakan mixer dengan kecepatan 700 rpm selama 10 menit. Tambahkan TEA bertetes-tetes sambil terus diaduk menggunakan mixer selama 5 menit (total waktu pencampuran 15 menit).

7.Uji sifat fisis dan stabilitas gel sunscreen ekstrak rimpang kunir putih a.Uji daya sebar

Uji daya sebar sediaan gel sunscreen ekstrak rimpang kunir putih dilakukan setidaknya 48 jam setelah pembuatan, dengan cara: gel ditimbang seberat 1

gram, diletakkan ditengah kaca bulat berskala. Di atas gel diletakkan kaca bulat

lain ditambah dengan pemberat sehingga total berat diatas gel 125 gram. Setelah

(48)

b.Uji viskositas

Pengukuran viskositas menggunakan alat Viscotester Rion seri VT 04 dengan

cara : gel dimasukkan dalam wadah dan dipasang pada portable viscotester.

Viskositas gel diketahui dengan mengamati gerakan jarum penunjuk viskositas.

Uji ini dilakukan dua kali, yaitu (1) segera setelah gel selesai dibuat dan (2)

setelah disimpan selama 1 bulan.

8.Uji iritasi primer

Sejumlah kecil (0,5 g) gel diletakkan di bawah kasa berukuran 1 inci persegi yang

ditempatkan di atas bagian kulit yang telah dicukur. Kasa diikatkan dengan cermat

pada hewan selama 24 jam. Pada akhir periode, kasa diambil dan reaksi kulit

diberi angka sesuai dengan tingkat (1) eritema dan pembentukan kerak (eschar) dan (2) pembentukan edema. Reaksi kulit dibaca lagi setelah 48 dan 72 jam. Hasil

uji 24, 48 dan 72 jam dari kedua kelompok itu digabungkan untuk mendapatkan

indeks iritasi primer (Lu, 1995).

Tabel II. Evaluasi Reaksi Iritasi Kulit (Lu, 1995)

Jenis Iritasi Skor

Tanpa eritema 0

Eritema hampir tidak tampak 1

Eritema berbatas jelas 2

Eritema moderat sampai berat 3 Eritema

Eritema berat (merah bit) sampai sedikit membentuk kerak 4

Tanpa edema 0

Edema hampir tidak tampak 1

Edema tepi berbatas jelas 2

Edema moderat (tepi naik ± 1 mm) 3 Edema

Edema berat (tepi naik lebih dari 1 mm dan meluas keluar daerah pejanan)

(49)

Skor eritrema dan edema keseluruhan ditambahkan dari jam 24 sampai jam

ke-74 dan skor rata-rata digabungkan. Dari perhitungan tersebut didapat indeks iritasi

primer. Kriteria iritasi dicocokkan dengan tabel dibawah ini:

Tabel III. Kriteria Iritasi (Lu, 1995)

Indeks Iritasi Kriteria Iritasi Senyawa Kimia < 2

Kurang merangsang

2-5

Iritan Moderat

>6

Iritan Berat

E. Analisis Data dan Optimasi

Data sifat fisik dan stabilitas yang terkumpul dianalisis dengan metode

desain faktorial dan Yate’s treatment. Dari perhitungan desain faktorial akan diperoleh contour plot untuk masing-masing uji yang dilakukan. Contour plot

(50)

A. Pembuatan Ekstrak Rimpang Kunir Putih

Pembuatan ekstrak rimpang kunir putih dimulai dari pengumpulan rimpang. Rimpang kunir putih (Curcuma mangga Val.) diperoleh dari Wates, Kulonprogo. Rimpang yang telah dikumpulkan selanjutnya dipisahkan dari kotoran-kotoran yang melekat atau bahan-bahan asing seperti batang, daun, akar maupun adanya campuran rimpang lain seperti temulawak dan kunyit yang mempunyai bentuk yang hampir sama. Rimpang dicuci bersih di bawah air mengalir untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang masih menempel. Rimpang yang telah dicuci kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari untuk mencegah agar rimpang tidak ditumbuhi kapang atau jamur. Setelah kering, rimpang dibersihkan dari kulitnya, kemudian dipotong tipis (± 3 mm). Perajangan bertujuan agar proses pengeringan berlangsung lebih cepat. Rimpang yang telah dirajang kemudian dikeringkan kembali. Pengeringan rimpang dilakukan dengan menjemurnya di udara terbuka kemudian menggunakan oven dengan suhu tidak lebih dari 30 ºC. Penjemuran rimpang di udara terbuka dilakukan untuk membantu proses pengeringan rimpang. Rimpang tidak boleh secara langsung terpapar sinar matahari karena radiasi UV dapat menyebabkan reaksi kimia pada bahan aktifnya. Untuk menghindari paparan langsung sinar matahari, dalam menjemur rimpang ditutup dengan kain hitam. Setelah hampir kering, rimpang kemudian dipindahkan ke dalam oven untuk menyempurnakan pengeringan. Rimpang tidak langsung dikeringkan menggunakan oven karena kapasitas oven yang

(51)

terbatas, sedangkan irisan rimpang yang akam dikeringkan jumlahnya sangat banyak (10 kg). Akhir pengeringan ditandai dengan mudah dipatahkannya bahan simplisia. Setelah proses pengeringan selesai kemudian dilakukan sortasi kering untuk menghilangkan pengotor-pengotor lain yang masih ada dan tertinggalpada simplisia kering.Simpleks rimpang kunir putih yang telah siap, diserbuk menggunakan mesin penyerbuk. Penyerbukan membantu penetrasi solven ke dalam sel pada jaringan tanaman, membantu melarutkan metabolit sekunder, dan meningkatkan hasil ekstraksi (Silva et al., 1998).

(52)

etanol 70%. Maksud pembasahan disini untuk memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada cairan penyari memasuki seluruh pori-pori simplisia sehingga memudahkan penyarian selanjutnya. Kelebihan metode ini adalah adanya cairan penyari yang selalu baru memungkinkan zat yang larut dalam pelarut akan tersari hampir seluruhnya. Akan tetapi, ekstrak yang didapatkan secara perkolasi tidak dapat distandardisasi. Untuk ekstraksi dipilih campuran pelarut etanol-air dengan perbandingan 70:30 (etanol 70%). Pemilihan pelarut etanol-air karena diinginkan solubilitas yang optimum untuk ekstraksi sehingga dapat meningkatkan penyarian. Pelarut etanol dapat dengan efisien berpenetrasi ke dalam membran sehingga mendorong terekstraksinya sejumlah besar komponen endoseluler (Silva et al., 1998). Etanol dipilih sebagai penyari karena: lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol dengan kadar lebih dari 20%, absorbsinya baik, dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan, dan panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit (Anonim, 1986). Etanol dapat melarutkan alkaloida basa, minyak menguap, glikosida, kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, damar, dan klorofil (Anonim, 1986). Perkolasi dilakukan dengan kecepatan tetesan 20-30 tetes/menit hingga diperoleh perkolat berwarna jernih dan dibutuhkan pelarut etanol 70% sebanyak ± 7 L.

B. Uji SPF

(53)

kemanjuran suatu sediaan sunscreen. Semakin besar SPF, semakin besar pula perlindungan yang diberikan (Stacener, 2006). Nilai SPF suatu produk menyatakan perbandingan antara waktu yang dibutuhkan radiasi UVB untuk menimbulkan eritema pada kulit yang terlindungi dengan waktu yang dibutuhkan oleh kulit yang tidak terlindungi untuk menyebabkan eritema dengan tingkatan yang sama (Anonim, 2006b). Nilai SPF juga menyatakan banyaknya radiasi UVB yang dapat mencapai kulit (Stanfield, 2003).

Uji SPF dilakukan dalam beberapa tahap. Pertama adalah scanning panjang gelombang. Scanning tersebut bertujuan untuk melihat apakah ekstrak rimpang kunir putih memberikan serapan pada range panjang gelombang UV. Dari hasil scanning

(54)

dari nilai r tabel pada taraf kepercayaan 95% (0,811). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hubungan antara konsentrasi dan absorbansi adalah linear sehingga konsentrasi 10% yang digunakan untuk mendapatkan nilai SPF 30 dapat diterima.

Gambar 4. Scanning panjang gelombang ekstrak rimpang kunir putih

Nilai SPF dalam sediaan ditentukan secara in vitro sebagai hasil antilogaritma nilai absorbansi ekstrak terukur. SPF yang diinginkan dalam sediaan adalah 30 yang diperoleh dari konsentrasi ekstrak 10% v/v. Hal itu berarti sediaan sunscreen dapat melindungi kulit dari paparan UVB tanpa menimbulkan eritema 30 kali lebih lama dibandingkan tanpa menggunakan sunscreen. Nilai SPF 30 juga menunjukkan sebanyak 3,3% radiasi UVB mampu mencapai kulit.

SPF = T

1

T =

SPF 1

T = 30

1

= 0,033 = 3,3%

(55)

radiasi UVB sebesar 97% (Anonim, 2006c). Selain itu SPF 30 dianggap sebagai nilai optimal bagi penggunaan sunscreen. Nilai SPF yang terlalu rendah dianggap kurang mampu melindungi kulit dari radiasi sinar UV, sedangkan nilai SPF yang terlalu tinggi membuat sinar UV tidak dapat masuk ke dalam kulit. Dengan tidak adanya sinar UV yang masuk ke dalam kulit, maka aktivasi tyrosinase menjadi terhambat atau tidak terjadi sama sekali. Tyrosinase adalah enzim yang berperan dalam pembentukan pigmen kulit (melanogenesis). Terhambatnya aktivasi tyrosinase akan menyebabkan terhambatnya pembentukan melanin. Seperti telah diketahui, melanin berfungsi sebagai pelindung alami kulit antara lain melindungi DNA terhadap paparan UV dan melindungi kulit dari radikal bebas. Jika pembentukan melanin terhambat, maka fungsi perlindungan melanin juga akan berkurang. Hal ini akan memperbesar kemungkinan munculnya kanker kulit.

(56)

memberikan absorbansi maksimum. Dari hasil scanning dapat diketahui bahwa larutan kurkuminoid standar memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang visibel, yaitu 425 nm. Namun, larutan kurkuminoid tersebut juga memberikan serapan pada range panjang gelombang UV. Hal ini dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Scanning panjang gelombang larutan kurkuminoid standar

(57)

O O O

HO OH

O

Keterangan : --- kromofor

--- gugus auksokrom

Gambar 6. Ikatan terkonjugasi (kromofor) dan gugus auksokrom pada struktur kurkumin

Dari uji SPF diketahui bahwa untuk mendapatkan nilai SPF 30, konsentrasi ekstrak yang diperlukan sebesar 10% v/v. Oleh karena itu, penetapan kadar kurkuminoid dilakukan terhadap ekstrak dengan konsentrasi 10% v/v. Pengukuran absorbansi ekstrak dilakukan pada panjang gelombang 425 nm. Dari pengukuran absorbansi, ekstrak 10% ternyata tidak memenuhi range kurva baku kurkuminoid standar. Maka dilakukan pengenceran terhadap ekstrak 10% v/v menjadi ekstrak 5% v/v, kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 425 nm. Dari perhitungan diperoleh kadar kurkuminoid dalam ekstrak 10% sebesar 5,3955 ± 0,1839 ppm.

D. Sifat Fisik dan Stabilitas

(58)

dengan kaca bulat lainnya dan diberi beban sehingga total massa beban penutup 125 gram. Satu menit kemudian, dilakukan pengukuran diameter penyebaran gel. Daya sebar yang baik menjamin pemerataan gel saat diaplikasikan pada kulit. Nilai daya sebar yang direkomendasikan untuk sediaan semistiff yaitu ≤ 5 cm. Daya sebar berbanding terbalik dengan viskositas sediaan semipadat. Semakin besar daya sebar maka viskositas sediaan semipadat semakin kecil. (Garg et al., 2002).

Pengukuran viskositas segera setelah pembuatan sediaan menunjukkan tingkat kekentalan gel, sedangkan pengukuran viskositas setelah penyimpanan selama satu bulan menunjukkan kestabilan gel. Apabila tidak terjadi pergeseran viskositas setelah penyimpanan, dapat dikatakan gel memiliki stabilitas yang baik. Hasil pengukuran sifat fisik gel sunscreen:

Tabel IV. Hasil pengukuran sifat fisik gel

FORMULA DAYA SEBAR

(cm)

VISKOSITAS (dPa.s)

δ VISKOSITAS (%) 1 4,41 ± 0,08 242,08 ± 7,59 7,59 ± 2,35 a 4,33 ± 0,07 267,91 ± 7,33 2,18 ± 1,37 b 4,39 ± 0,31 252,08 ± 10,01 2,47 ± 2,01 ab 4,37 ± 0,13 259,58 ± 7,21 4,07 ± 2,32 Analisis data dilakukan berdasarkan pertimbangan dari 3 hal berikut:

1.Perhitungan efek rata-rata dari tiap-tiap faktor maupun interaksinya untuk melihat pengaruh tiap faktor dan interaksinya terhadap besarnya respon. Perhitungan ini juga memuat arah perubahan respon.

(59)

3.Yate’s treatment menganalisis secara statistik dengan bantuan ANOVA untuk menilai secara obyektif signifikansi pengaruh relatif dari berbagai faktor dan interaksi terhadap respon. Perhitungan Yate’s treatment tidak memuat arah respon.

Perhitungan efek rata-rata secara desain faktorial dapat digunakan untuk mengetahui faktor mana yang paling dominan antara carbopol 3% b/v, propilen glikol atau interaksi antara carbopol 3% b/v dengan propilen glikol dalam menentukan viskositas, daya sebar dan pergeseran viskotas dari sediaan gel. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut

Tabel V. Efek carbopol 3% b/v, efek propilen glikol dan efek interaksi antar keduanya dalam menentukan sifat fisik gel

Efek Daya sebar Viskositas δ Viskositas

Carbopol |-0,05| 16,66 |-1,91|

Propilen glikol 0,01 0,83 |-1,61|

Interaksi 0,03 |-9,16| 3,50

Dari perhitungan efek carbopol 3% b/v, efek propilen glikol dan efek interaksi antara carbopol 3% b/v dengan propilen glikol dapat diketahui efek yang paling dominan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel. Semakin besar nilai efek yang diperoleh maka semakin dominan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel. Bila efek yang diperoleh bernilai positif maka efek tersebut berpengaruh pada kenaikan sifat fisik dan stabilitas gel. Bila diperoleh efek yang bernilai negatif, maka efek tersebut berpengaruh pada penurunan sifat fisik dan stabilitas gel.

(60)

ada regresi atau hubungan antara faktor (carbopol, propilen glikol dan interaksi keduanya) dengan respon, sedangkan H0 merupakan negasi dari H1 yaitu tidak ada regresi (hubungan) antara faktor dengan respon. Nilai F yang diperoleh (F hitung) dari perhitungan dengan analisis Yate’s Treatment dibandingkan dengan nilai F tabel. H1 diterima dan H0 ditolak apabila nilai F hitung lebih besar daripada nilai F tabel (F0,05 (1,3) = 10,128), yang berarti bahwa faktor tersebut memberikan pengaruh yang bermakna dalam menentukan suatu respon. Dipilih nilai F tabel dengan derajat kepercayaan 95%. Sebagai numerator (v1) adalah faktor dan interaksi dengan derajat bebas 1. Sebagai denominator (v2) adalah kesalahan percobaan (experimental error) dengan derajat bebas 3.

1.Daya Sebar

(61)

4,

Level Rendah P ro pilen Gliko l

Level Tinggi P ro pilen Gliko l

4.27

Level Rendah Carbo po l 3%

Level Tinggi Carbo po l 3%

Pengaruh peningkatan penggunaan carbopol 3% b/v sebagai gelling agent

dan propilen glikol sebagai humectant terhadap daya sebar gel dapat dilihat melalui grafik berikut:

Gambar 7a Gambar 7b

Gambar 7. Hubungan pengaruh carbopol 3% b/v (a) dan propilen glikol (b) terhadap daya sebar gel

Semakin besar jumlah carbopol 3% b/v yang digunakan dalam formula pada penggunaan propilen glikol level rendah maupun level tinggi akan menurunkan daya sebar gel. Pada peningkatan carbopol 3% dari level rendah ke level tinggi, penurunan daya sebar lebih besar terjadi pada penggunaan propilen glikol level rendah dibandingkan penggunaan propilen glikol level tinggi (Gambar 7a).

(62)

Perhitungan Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95% untuk respon daya sebar disajikan dalam tabel VII. Harga F yang diperoleh dari analisis secara

Yate’s treatment memperlihatkan bahwa efek faktor carbopol 3% b/v dan efek interaksi antara carbopol 3% b/v dengan propilen glikol memberikan pengaruh bermakna secara statistik karena harga F hitung keduanya lebih besar dari harga F tabel (lebih dari 10,128). Hal ini menegaskan identifikasi bahwa carbopol 3% b/v dan interaksi antara carbopol 3% b/v dengan propilen glikol adalah faktor dominan dalam menentukan respon daya sebar gel.

Tabel VI. Analisis Yate’s treatment untuk respon daya sebar gel Source of

Carbopol 1 0,0061 0,0061 73,4939

Propilen Glikol 1 0,0002 0,0002 2,4096

Interaction 1 0,0018 0,0018 21,6867

Experimental error

3 0,00025 0,000083

Total 7 0,0084

Dari perhitungan efek rata-rata secara desain faktorial, interpretasi grafik dan analisis Yate’s treatment dapat ditegaskan bahwa efek carbopol 3% b/v adalah faktor dominan dalam menurunkan daya sebar gel, sedangkan efek interaksi antara carbopol 3% b/v dengan propilen glikol adalah faktor dominan dalam meningkatkan daya sebar gel. Dalam hal ini, carbopol 3% b/v merupakan faktor dominan dan bermakna dalam menentukan respon daya sebar gel.

2.Viskositas

(63)

Dalam hal ini carbopol 3% b/v dominan dalam meningkatkan viskositas gel karena efek carbopol 3% b/v bernilai positif. Efek propilen glikol juga bernilai positif, tetapi kurang dominan jika dibandingkan dengan efek carbopol 3%. Efek interaksi antara carbopol 3% dengan propilen glikol bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi carbopol 3% dengan propilen glikol berefek menurunkan viskositas gel.

Pengaruh peningkatan penggunaan carbopol 3% b/v sebagai gelling agent

dan propilen glikol sebagai humectant terhadap viskositas gel dapat dilihat melalui grafik berikut:

Gambar 8. Hubungan pengaruh carbopol 3% b/v (a) dan propilen glikol (b) terhadap viskositas gel

(64)

Semakin besar jumlah propilen glikol yang digunakan dalam formula, viskositas gel semakin meningkat pada penggunaan carbopol 3% b/v level rendah dan mengalami penurunan pada penggunaan carbopol 3% b/v level tinggi (Gambar 8b).

Perhitungan Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95% untuk respon viskositas disajikan dalam tabel VII. Harga F yang diperoleh dari analisis secara

Yate’s treatment memperlihatkan bahwa efek carbopol 3% b/v dan efek interaksi antara carbopol 3% b/v dengan propilen glikol memberikan pengaruh bermakna secara statistik karena harga F hitung keduanya lebih besar dari harga F tabel (lebih dari 10,128). Hal ini menegaskan identifikasi bahwa carbopol 3% b/v dan interaksi antara carbopol 3% b/v dengan propilen glikol adalah faktor dominan dalam menentukan respon viskositas gel.

Tabel VII. Analisis Yate’s treatment untuk respon viskositas Source of

Treatment 3 724,8333 241,6111

Carbopol 1 555,4444 555,4444 44,4553

Propilen glikol 1 1,3944 1,3944 0,1116

Interaction 1 167,9945 167,9945 13,4455

Experimental error

3 37,4834 12,4945

Total 7 767,8612

(65)

dalam menentukan respon viskositas gel. Semakin meningkat konsentrasi polimer yang digunakan, dalam hal ini carbopol 3% b/v, semakin meningkat pula viskositas sediaan (Garg, et al., 2002). Dengan demikian diharapkan sediaan gel

sunscreen dapat memberikan efek perlindungan yang lebih baik. 3.Pergeseran Viskositas

Interaksi carbopol 3% b/v dengan propilen glikol dominan dalam menentukan pergeseran viskositas gel setelah penyimpanan selama 1 bulan. Hal ini dapat dilihat dari lebih besarnya efek interaksi carbopol 3% b/v dengan propilen glikol hasil perhitungan desain faktorial, dibandingkan dengan efek carbopol 3% b/v dan efek propilen glikol (tabel V). Efek interaksi carbopol 3% b/v bernilai positif, hal ini berarti interaksi tersebut dominan meningkatkan pergeseran viskositas gel setelah penyimpanan gel selama 1 bulan. Efek carbopol 3% b/v dan efek propilen glikol bernilai negatif. Efek carbopol 3% b/v bernilai lebih besar dibanding efek propilen glikol. Hal ini menunjukkan bahwa carbopol 3% b/v lebih dominan menurunkan pergeseran viskositas gel dibandingkan propilen glikol.

Pengaruh peningkatan penggunaan carbopol 3% b/v sebagai gelling agent

(66)

0

Gambar 9. Hubungan pengaruh carbopol 3% b/v (a) dan propilen glikol (b) terhadap pergeseran viskositas gel

Semakin besar jumlah carbopol 3% b/v yang digunakan dalam formula pada penggunaan propilen glikol level rendah, viskositas gel akan bergeser ke arah yang lebih kecil. Pada penggunaan propilen glikol level tinggi, peningkatan jumlah carbopol 3% menyebabkan viskositas bergeser ke arah yang lebih besar. Pada peningkatan carbopol 3% b/v dari level rendah ke level tinggi, pergeseran viskositas ke arah yang lebih besar pada penggunaan propilen glikol level tinggi lebih kecil dibandingkan pergeseran viskositas ke arah yang lebih kecil pada penggunaan propilen glikol level rendah. Dapat dikatakan peningkatan carbopol 3% b/v pada penggunaan propilen glikol level tinggi lebih stabil dibanding penggunaan propilen glikol level rendah (Gambar 9a).

(67)

besar. Pada peningkatan larutan propilen glikol dari level rendah ke level tinggi, pergeseran viskositas ke arah yang lebih besar pada penggunaan carbopol 3% b/v level tinggi lebih kecil dibandingkan pergeseran viskositas ke arah yang lebih kecil pada penggunaan carbopol 3% b/v level rendah. Dapat dikatakan peningkatan propilen glikol pada penggunaan carbopol 3% b/v level tinggi lebih stabil dibanding penggunaan carbopol 3% b/v level rendah (Gambar 9b).

Perhitungan Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95% untuk respon pergeseran viskositas disajikan dalam tabel VIII. Harga F yang diperoleh dari analisis secara Yate’s treatment memperlihatkan bahwa efek interaksi antara carbopol 3% b/v dengan propilen glikol memberikan pengaruh bermakna secara statistik karena harga F hitung lebih besar dari harga F tabel (lebih dari 10,128). Hal ini menegaskan identifikasi bahwa efek interaksi antara carbopol 3% b/v dengan propilen glikol adalah faktor dominan dalam menentukan respon pergeseran viksositas gel.

Tabel VIII. Analisis Yate’ treatment untuk respon pergeseran viskositas Source of

variation

Degrees of freedom

Sum of square Mean square F

Replicate 1 5,7291 5,7291

Treatment 3 37,0447 12,3482

Carbopol 1 7,2771 7,2771 3,7746

Propilen glikol 1 5,2326 5,2326 2,7141

Interaction 1 24,5350 24,5350 12,7263

Experimental error

3 5,7839 1,9279

Total 7 48,5577

(68)

glikol adalah faktor dominan dan bermakna dalam meningkatkan pergeseran viskositas gel.

E. Uji Iritasi Primer Ekstrak Rimpang Kunir Putih

Uji iritasi dimaksudkan untuk melihat apakah formula gel sunscreen ekstrak rimpang kunir putih dapat menimbulkan iritasi. Uji ini digunakan untuk melengkapi uji SPF bahwa formula gel ini selain efektif sebagai tabir surya juga aman digunakan dan bahan yang digunakan tidak menyebabkan iritasi. Pada uji ini digunakan kelinci albino sebagai hewan percobaan untuk memudahkan pengamatan iritasi yang terjadi yang ditandai dengan timbulnya eritema dan edema. Hasil pengukuran indeks iritasi primer adalah sebagai berikut :

Tabel IX. Skor indeks iritasi primer dari formula-formula gel sunscreen ekstrak rimpang kunir putih pada punggung kelinci

Formula Indeks Iritasi Primer

1 0

a 0

b 0

ab 0,1

Gambar

Gambar 1. Struktur Kurkumin (Heinrich, Barnes, Gibbons & Williamson, 2004)
Gambar 2. Struktur Umum Carbopol (Anonim, 2001)
Tabel I. Formula Desain Faktorial
Tabel II. Evaluasi Reaksi Iritasi Kulit (Lu, 1995)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan alasan tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan usia, tingkat pendidikan, dukungan suami, dan dukungan keluarga dengan tingkat

Perusahdd barus nemFenimbangktn keefekllBn pcrusahae dalad ncnesun*&amp; alliva la cd dan rotal aktiva. Rasn, profilabiliras lanu gross profir

Berdasarkan capaian hasil belajar siswa tersebut penulis yang juga sebagai guru kelas 2 SD Negeri Mojoagung 01 Kecamatan Trangkil menyadari adanya masalah dalam

Judul : Penerapan Generalized Partial Credit Model dalam Teori Respon Butir untuk Menduga Kemampuan Hasil Tes Uraian (Studi Kasus: Soal Ujian Tengah Semester Mata Kuliah

Berdasarkan data tersebut, semua responden yang menyatakan bahwa pengembangan karir pegawai harus didasarkan pada kompetensi, yaitu sebanyak 158 orang (100%) berpendapat bahwa perlu

memenuhi kebutuhan produksi hortikultura, kemudian dikenal sbg TANAH SINTETIK ...

Kemudian web server digunakan untuk menyimpan data sementara dari proses order yang dilakukan customer yang kemudian akan di teruskan ke pc-server.Cloud_PT digunakan agar web

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Pada Program Studi S1 Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Andalas. ESI JUWITA