• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENGANTAR

A. Pembuatan Ekstrak Rimpang Kunir Putih

Pembuatan ekstrak rimpang kunir putih dimulai dari pengumpulan rimpang. Rimpang kunir putih (Curcuma mangga Val.) diperoleh dari Wates, Kulonprogo. Rimpang yang telah dikumpulkan selanjutnya dipisahkan dari kotoran-kotoran yang melekat atau bahan-bahan asing seperti batang, daun, akar maupun adanya campuran rimpang lain seperti temulawak dan kunyit yang mempunyai bentuk yang hampir sama. Rimpang dicuci bersih di bawah air mengalir untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang masih menempel. Rimpang yang telah dicuci kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari untuk mencegah agar rimpang tidak ditumbuhi kapang atau jamur. Setelah kering, rimpang dibersihkan dari kulitnya, kemudian dipotong tipis (± 3 mm). Perajangan bertujuan agar proses pengeringan berlangsung lebih cepat. Rimpang yang telah dirajang kemudian dikeringkan kembali. Pengeringan rimpang dilakukan dengan menjemurnya di udara terbuka kemudian menggunakan oven dengan suhu tidak lebih dari 30 ºC. Penjemuran rimpang di udara terbuka dilakukan untuk membantu proses pengeringan rimpang. Rimpang tidak boleh secara langsung terpapar sinar matahari karena radiasi UV dapat menyebabkan reaksi kimia pada bahan aktifnya. Untuk menghindari paparan langsung sinar matahari, dalam menjemur rimpang ditutup dengan kain hitam. Setelah hampir kering, rimpang kemudian dipindahkan ke dalam oven untuk menyempurnakan pengeringan. Rimpang tidak langsung dikeringkan menggunakan oven karena kapasitas oven yang

terbatas, sedangkan irisan rimpang yang akam dikeringkan jumlahnya sangat banyak (10 kg). Akhir pengeringan ditandai dengan mudah dipatahkannya bahan simplisia. Setelah proses pengeringan selesai kemudian dilakukan sortasi kering untuk menghilangkan pengotor-pengotor lain yang masih ada dan tertinggalpada simplisia kering.Simpleks rimpang kunir putih yang telah siap, diserbuk menggunakan mesin penyerbuk. Penyerbukan membantu penetrasi solven ke dalam sel pada jaringan tanaman, membantu melarutkan metabolit sekunder, dan meningkatkan hasil ekstraksi (Silva et al., 1998).

Serbuk yang diperoleh kemudian diayak dengan dengan derajat kehalusan 20/30. Ekstraksi akan bertambah baik bila permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan cairan semakin luas. Dengan demikian, semakin halus serbuk simplisia makin baik ekstraksinya. Akan tetapi penyerbukan yang terlalu halus menyebabkan banyak dinding sel yang pecah, sehingga zat yang tidak diinginkan pun ikut ke dalam hasil penyarian (Anonim, 1986). Ekstrak diperoleh dengan cara perkolasi serbuk rimpang kunir putih. Metode ini merupakan salah satu metode ekstraksi dengan cara dingin. Dihindari penggunaan panas karena pada suhu tinggi (73-82ºC), butiran amilum yang terkandung dalam rimpang kunir putih akan mengembang (swelling). Butiran amilum yang mengembang tersebut akan mengelilingi dan menutupi pori-pori serbuk, sehingga menghalangi terekstraksinya senyawa-senyawa lain (Badmaev, Majeed, Shivakumar & Rajendran, 1995). Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi (Anonim, 1986). Pembasahan (maserasi) dilakukan selama 24 jam dalam bejana tertutup menggunakan pelarut

etanol 70%. Maksud pembasahan disini untuk memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada cairan penyari memasuki seluruh pori-pori simplisia sehingga memudahkan penyarian selanjutnya. Kelebihan metode ini adalah adanya cairan penyari yang selalu baru memungkinkan zat yang larut dalam pelarut akan tersari hampir seluruhnya. Akan tetapi, ekstrak yang didapatkan secara perkolasi tidak dapat distandardisasi. Untuk ekstraksi dipilih campuran pelarut etanol-air dengan perbandingan 70:30 (etanol 70%). Pemilihan pelarut etanol-air karena diinginkan solubilitas yang optimum untuk ekstraksi sehingga dapat meningkatkan penyarian. Pelarut etanol dapat dengan efisien berpenetrasi ke dalam membran sehingga mendorong terekstraksinya sejumlah besar komponen endoseluler (Silva et al., 1998). Etanol dipilih sebagai penyari karena: lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol dengan kadar lebih dari 20%, absorbsinya baik, dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan, dan panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit (Anonim, 1986). Etanol dapat melarutkan alkaloida basa, minyak menguap, glikosida, kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, damar, dan klorofil (Anonim, 1986). Perkolasi dilakukan dengan kecepatan tetesan 20-30 tetes/menit hingga diperoleh perkolat berwarna jernih dan dibutuhkan pelarut etanol 70% sebanyak ± 7 L.

B. Uji SPF

Uji SPF bertujuan untuk mengetahui kemampuan ekstrak sebagai sunscreen. SPF menggambarkan kemampuan suatu produk melindungi kulit dari eritema yang disebabkan paparan sinar matahari (Stanfield, 2003). SPF juga menjadi parameter

kemanjuran suatu sediaan sunscreen. Semakin besar SPF, semakin besar pula perlindungan yang diberikan (Stacener, 2006). Nilai SPF suatu produk menyatakan perbandingan antara waktu yang dibutuhkan radiasi UVB untuk menimbulkan eritema pada kulit yang terlindungi dengan waktu yang dibutuhkan oleh kulit yang tidak terlindungi untuk menyebabkan eritema dengan tingkatan yang sama (Anonim, 2006b). Nilai SPF juga menyatakan banyaknya radiasi UVB yang dapat mencapai kulit (Stanfield, 2003).

Uji SPF dilakukan dalam beberapa tahap. Pertama adalah scanning panjang gelombang. Scanning tersebut bertujuan untuk melihat apakah ekstrak rimpang kunir putih memberikan serapan pada range panjang gelombang UV. Dari hasil scanning

dapat diketahui bahwa ekstrak rimpang kunir putih memberikan serapan pada range panjang gelombang UV, yaitu antara 200-400 nm. Hal ini disajikan pada gambar 4. Tahap selanjutnya dalam uji SPF adalah menetapkan konsentrasi ekstrak kunir putih yang akan memberikan nilai SPF 30 dengan menggunakan panjang gelombang 300 nm. Panjang gelombang tersebut memenuhi range panjang gelombang UVB, yaitu 280-320 nm. Dari pengukuran absorbansi ekstrak diketahui bahwa untuk mendapatkan nilai SPF 30, maka kadar ekstrak yang dibutuhkan adalah 10%. Absorbansi ekstrak 10% tidak memenuhi hukum Lambert-Beer. Oleh karena itu perlu dipastikan linearitas serapan ekstrak dengan cara mengukur serapan dari seri kadar larutan standar kurkuminoid yang memiliki range yang sama dengan seri kadar ekstrak yang digunakan untuk mencari nilai SPF. Dibuat kurva baku dari larutan standar kurkuminoid kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 300 nm. Dari analisis regresi diketahui bahwa nilai r yang didapat (0,9938) lebih besar

dari nilai r tabel pada taraf kepercayaan 95% (0,811). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hubungan antara konsentrasi dan absorbansi adalah linear sehingga konsentrasi 10% yang digunakan untuk mendapatkan nilai SPF 30 dapat diterima.

Gambar 4. Scanning panjang gelombang ekstrak rimpang kunir putih

Nilai SPF dalam sediaan ditentukan secara in vitro sebagai hasil antilogaritma nilai absorbansi ekstrak terukur. SPF yang diinginkan dalam sediaan adalah 30 yang diperoleh dari konsentrasi ekstrak 10% v/v. Hal itu berarti sediaan sunscreen dapat melindungi kulit dari paparan UVB tanpa menimbulkan eritema 30 kali lebih lama dibandingkan tanpa menggunakan sunscreen. Nilai SPF 30 juga menunjukkan sebanyak 3,3% radiasi UVB mampu mencapai kulit.

SPF = T 1 T = SPF 1 T = 30 1 = 0,033 = 3,3%

SPF 30 dianggap sebagai nilai yang sesuai untuk penggunaan pada daerah tropis seperti Indonesia. Sediaan sunscreen dengan SPF 30 mampu mengabsorbsi

radiasi UVB sebesar 97% (Anonim, 2006c). Selain itu SPF 30 dianggap sebagai nilai optimal bagi penggunaan sunscreen. Nilai SPF yang terlalu rendah dianggap kurang mampu melindungi kulit dari radiasi sinar UV, sedangkan nilai SPF yang terlalu tinggi membuat sinar UV tidak dapat masuk ke dalam kulit. Dengan tidak adanya sinar UV yang masuk ke dalam kulit, maka aktivasi tyrosinase menjadi terhambat atau tidak terjadi sama sekali. Tyrosinase adalah enzim yang berperan dalam pembentukan pigmen kulit (melanogenesis). Terhambatnya aktivasi tyrosinase akan menyebabkan terhambatnya pembentukan melanin. Seperti telah diketahui, melanin berfungsi sebagai pelindung alami kulit antara lain melindungi DNA terhadap paparan UV dan melindungi kulit dari radikal bebas. Jika pembentukan melanin terhambat, maka fungsi perlindungan melanin juga akan berkurang. Hal ini akan memperbesar kemungkinan munculnya kanker kulit.

C. Penetapan Kadar Kurkumin dalam Ekstrak Rimpang Kunir Putih

Dokumen terkait