• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau [Camellia sinensis L.] dengan CMC [Carboxymethyl cellulose] sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan dengan metode desain faktorial.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau [Camellia sinensis L.] dengan CMC [Carboxymethyl cellulose] sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan dengan metode desain faktorial."

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

xvii

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek CMC, propilen glikol dan interaksi keduanya yang dominan dalam menentukan sifat fisik sediaan gel, dan kestabilan sediaan gel serta untuk mendapatkan area komposisi optimum gelling agent dan humektan dalam formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau. Ekstrak kering polifenol teh hijau didapatkan dari penyarian simplisia daun teh hijau dengan pelarut metanol, kloroform, air dan etil asetat.

Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni menggunakan desain faktorial. Digunakan 4 formula, yaitu (1) : level CMC dan propilen glikol rendah, (a) : level CMC tinggi dan level propilen glikol rendah, (b) : level CMC rendah dan level propilen glikol tinggi, (ab) : level CMC dan propilen glikol tinggi. Optimasi dilakukan terhadap parameter sifat fisik gel yang meliputi daya sebar, viskositas, dan perubahan viskositas gel selama 1 bulan penyimpanan. Analisis statistik yang digunakan adalah Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil menunjukkan bahwa CMC dominan dalam menentukan daya sebar gel, viskositas gel, dan perubahan viskositas gel. Dari superimposed contour plot diperoleh area optimum yang diprediksi sebagai formula optimum gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau.

(2)

xviii

The aims of the research were to investigate the dominant effect among CMC, propylene glycol, and the interaction between CMC and propylene glycol on the gel physical properties, and to obtain the optimum area of the composition gelling agent and humectant from green tea-polyphenol-dry extract sunscreen gel formulas. The active ingredient was extracted from Camellia sinensis L. using chloroform, methanol, water and ethyl acetate.

This research was a pure experimental study based on factorial design application. Four formulas were investigated, i.e. (1) : CMC and propylene glycol both in low level, (a) : CMC in high level and propylene glycol in low level, (b) : CMC in low level and propylene glycol in high level, (ab) : CMC and propylene glycol both in high level. They were evaluated for their physical properties parameter, i. e. spreadability, viscosity, and viscosity shift of gel over 1 month storage. Statistic analysis used was Yate’s treatment with 95% level of confidence.

The result showed that CMC was dominant in determining gel spreadability, gel viscosity, and viscosity shift of gel. Based on superimposed contour plot the optimum area of gel formula was obtained limited to the composition of gelling agent and humectant which studied.

(3)

EKSTRAK KERING POLIFENOL TEH HIJAU (Camellia sinensis L.) DENGAN CMC (Carboxymethyl cellulose) SEBAGAI GELLING AGENT

DAN PROPILEN GLIKOL SEBAGAI HUMEKTAN DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Lucia Resty Wijayanti NIM : 048114142

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

ii

EKSTRAK KERING POLIFENOL TEH HIJAU (Camellia sinensis L.) DENGAN CMC (Carboxymethyl cellulose) SEBAGAI GELLING AGENT

DAN PROPILEN GLIKOL SEBAGAI HUMEKTAN DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Lucia Resty Wijayanti NIM : 048114142

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

v

UNTUK MENCAPAI TUJUAN YANG BESAR

DIPERLUKAN TIGA SYARAT:

PERTAMA : KETEKUNAN

KEDUA :

KETEKUNAN

KETIGA : KETEKUNAN

Jika A sama dengan sukses dalam hidup,

maka A sama dengan X ditambah Y ditambah Z.

X sama dengan kerja, Y sama dengan bermain, dan

Z sama dengan tutup mulut.

(

Albert Einstein

)

Kupersembahkan :

(8)

vi

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Lucia Resty Wijayanti

Nomor Mahasiswa : 048114142

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Optimasi Formula Gel Sunscreen Ekstrak Kering Polifenol Teh Hijau (Camellia sinensis L.) Dengan CMC (Carboxymethyl cellulose) Sebagai Gelling Agent Dan Propilen Glikol Sebagai Humektan Dengan Metode Desain Faktorial

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 30 Januari 2008

Yang menyatakan

(9)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir ini untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Ilmu Farmasi (S.Farm).

Semua kelancaran dan keberhasilan penulis dalam menyelesaikan laporan ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. ”Jesus Kristus”, atas semua anugrah-Nya.

2. Keluargaku yang telah memberi dukungan, perhatian, dan doa sehingga terselesaikannya skripsi ini.

3. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. C.M. Ratna Rini Nastiti, S.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan mendampingi penulis selama proses penelitian dan penyusunan skripsi.

5. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak pendampingan, dukungan, saran, dan kritik.

6. Agatha Budi Susiana L. M.Si., Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak pendampingan, dukungan, saran, dan kritik.

(10)

viii

perkuliahan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

9. “Team Teh”, Agung, Budi, Dian, Dona, Ika, Fery, Rinta, Selvi, dan Tere atas kerjasama dan bantuannya selama mengerjakan skripsi ini.

10. “Team Wortel, Alga dan Curcuma mangga” yang sering bekerja sama di laboratorium.

11. Temen-temen Kos Luv: Tina, Lidia, Novent, Nuvo, Esti, dan Ani atas doa dan semangatnya.

12. “LARA-NISA” yang telah menjadi sahabatku dan selalu memberikan dukungan.

13. Teman-teman anak FST dan FKK 04, yang selalu membagi senyum dan tawa kepada penulis.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Penulis telah berusaha sebaik-baiknya untuk menyelesaikan skripsi ini. Namur penulis menyadari masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan di dalamnya. Maka penulis mengharapkan kritik dan saran. Akhir kata, semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu kefarmasian.

(11)

ix

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, Januari 2008 Penulis,

(12)

x

HALAMAN SAMPUL ... ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

KATA PENGANTAR … ... vivi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

INTISARI ... xvii

ABSTRACT ... xviii

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan masalah ... 4

2. Keaslian karya ... 4

3. Manfaat penelitian ... 5

(13)

xi

A. Teh (Camellia sinensis L.) ... 6

1. Deskripsi ... 6

2. Kandungan kimia teh hijau ... 7

3. Khasiat teh hijau ... 9

B. Ekstraksi ... 9

C. Formulasi ... 11

1. Gel ... 11

2. CMC (carboxymethyl cellulose) ... 11

3. Propilen glikol ... 12

D. Sinar Ultra Violet ... 13

E. Sunscreen ... 14

F. Spektrofotometri UV-Vis ... 15

G. Sun Protecting Factor (SPF) ... 16

H. Metode Desain Faktorial ... 18

I. Landasan Teori ... 21

J. Hipotesis ... 21

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 22

A. Jenis Rancangan Penelitian... 22

B. Variabel Penelitian ... 22

C. Definisi Operasional ... 23

D. Bahan dan Alat... 24

E. Tata Cara Penelitian ... 25

(14)

xii

3. Penetapan kadar polifenol total dalam ekstrak kering polifenol teh

hijau ... 26

4. Penentuan SPF ekstrak kering polifenol teh hijau secara in vitro ... 28

5. Optimasi formula gel sunscreen ... 30

6. Uji sifat fisis dan stabilitas gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau ... 32

7. Subjective assessment ... 32

F. Analisis Data ... 33

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

A. Pemilihan Sample ... 34

B. Penetapan Kadar Air Dalam Serbuk Teh Hijau ... 34

C. Ekstraksi Senyawa Polifenol Teh Hijau ... 35

D. Penetapan Kadar Polifenol Total ... 37

E. Penetapan Nilai SPF Secara In Vitro... 41

F. Formulasi ... 43

G. Sifat Fisik Gel ... 44

H. Optimasi Formula ... 51

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN …... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

LAMPIRAN ... 62

(15)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Perbandingan Penggunaan Gliserin dan Propilen glikol ... 13 Tabel II. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua

level ... 19 Tabel III. Level rendah dan level tinggi gelling agent dalam formula gel

sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau ... 31 Tabel IV. Formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau ... 31 Tabel V. Hasil pengukuran kadar air dalam serbuk teh hijau ... 34 Tabel VI. Hasil pengukuran absorbansi senyawa hasil reaksi kolorimetri seri

kurva baku kuersetin ... 39 Tabel VII. Hasil pengukuran kadar polifenol teh hijau dalam ekstrak kering

polifenol teh hijau ... 40 Tabel VIII. Hasil Pengukuran SPF in vitro ... 43 Tabel IX. Hasil pengukuran sifat fisik gel ... 44 Tabel X. Efek CMC, efek propilenglikol, dan efek interaksi dalam

menentukan sifat fisik gel ... 45 Tabel XI. Hasil Perhitungan Yate’s treatment pada respon daya sebar ... 46 Tabel XII. Hasil Perhitungan Yate’s treatment pada respon viskositas ... 48 Tabel XIII. Hasil Perhitungan Yate’s treatment pada respon pergeseran

(16)

xiv

Gambar 1 Struktur kuersetin ... 7 Gambar 2 Struktur epicatechin, epicatechin-3-gallat, epigallocatechin, dan

epigallocatechin-3-gallat... 8 Gambar 3 Struktur propilen glikol ... 12 Gambar 4 Spektra penetapan operating time ... 37 Gambar 5 Spektra penetapan panjang gelombang serapan maksimum senyawa

hasil reaksi antara kuersetin dengan reagent Folin-Ciocalteu... 38 Gambar 6 Scanning spektra UV yang diserap oleh ekstrak kering polifenol

teh hijau ... 41 Gambar 7 Struktur epicatechin, epicatechin-3-gallat, epigallocatechin, dan

epigallocatechin-3-gallat dengan sistem kromofor dan gugus auksokrom ... 42 Gambar 8 a. Grafik hubungan antara CMC dan daya sebar gel; b. Grafik

hubungan antara propilenglikol dan daya sebar gel ... 45 Gambar 9 a. Grafik hubungan antara CMC dan viskositas gel; b. Grafik

hubungan antara propilenglikol dan viskositas gel ... 47 Gambar 10 a. Grafik hubungan antara CMC dan pergeseran viskositas gel;

b. Grafik hubungan antara propilenglikol dan pergeseran viskositas gel ... 50 Gambar 11 Contour plot daya sebar gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh

(17)

xv

hijau... 54 Gambar 13 Contour plot pergeseran viskositas gel sunscreen ekstrak kering

polifenol teh hijau ... 55 Gambar 14 Superimposed contour plot sifat fisis dan stabilitas gel sunscreen

(18)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Penetapan Kadar Air Dengan Metode Karl Fischer ... 62

Lampiran 2. Penetapan Kadar Polifenol Teh ... 64

Lampiran 3. Perhitungan Nilai SPF ... 67

Lampiran 4. Sifat fisik sediaan gel ... 69

Lampiran 5. Perhitungan Yate’s treatment ... 77

Lampiran 6. Subjective Assesment ... 84

(19)

xvii

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek CMC, propilen glikol dan interaksi keduanya yang dominan dalam menentukan sifat fisik sediaan gel, dan kestabilan sediaan gel serta untuk mendapatkan area komposisi optimum gelling agent dan humektan dalam formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau. Ekstrak kering polifenol teh hijau didapatkan dari penyarian simplisia daun teh hijau dengan pelarut metanol, kloroform, air dan etil asetat.

Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni menggunakan desain faktorial. Digunakan 4 formula, yaitu (1) : level CMC dan propilen glikol rendah, (a) : level CMC tinggi dan level propilen glikol rendah, (b) : level CMC rendah dan level propilen glikol tinggi, (ab) : level CMC dan propilen glikol tinggi. Optimasi dilakukan terhadap parameter sifat fisik gel yang meliputi daya sebar, viskositas, dan perubahan viskositas gel selama 1 bulan penyimpanan. Analisis statistik yang digunakan adalah Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil menunjukkan bahwa CMC dominan dalam menentukan daya sebar gel, viskositas gel, dan perubahan viskositas gel. Dari superimposed contour plot diperoleh area optimum yang diprediksi sebagai formula optimum gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau.

(20)

xviii

The aims of the research were to investigate the dominant effect among CMC, propylene glycol, and the interaction between CMC and propylene glycol on the gel physical properties, and to obtain the optimum area of the composition gelling agent and humectant from green tea-polyphenol-dry extract sunscreen gel formulas. The active ingredient was extracted from Camellia sinensis L. using chloroform, methanol, water and ethyl acetate.

This research was a pure experimental study based on factorial design application. Four formulas were investigated, i.e. (1) : CMC and propylene glycol both in low level, (a) : CMC in high level and propylene glycol in low level, (b) : CMC in low level and propylene glycol in high level, (ab) : CMC and propylene glycol both in high level. They were evaluated for their physical properties parameter, i. e. spreadability, viscosity, and viscosity shift of gel over 1 month storage. Statistic analysis used was Yate’s treatment with 95% level of confidence.

The result showed that CMC was dominant in determining gel spreadability, gel viscosity, and viscosity shift of gel. Based on superimposed contour plot the optimum area of gel formula was obtained limited to the composition of gelling agent and humectant which studied.

(21)

xix BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Sinar matahari sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia. Sinar matahari dapat membantu mengurangi kolesterol darah, gula darah, menstimulasi sirkulasi darah, dan yang utama dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan vitamin D. Selain efek yang menguntungkan, paparan sinar matahari yang melimpah dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan hiperpigmentasi pada kulit sehingga kulit menjadi kusam dan bersisik. Efek tersebut terutama disebabkan oleh sinar ultra violet A dan B (Purwanti, Erawati, Kurniawati, 2005). Sinar ultra violet diserap oleh kulit dan dapat menghasilkan senyawa reactive oxygen species (ROS) yang dapat menyebabkan kanker kulit dan penuaan dini pada kulit (Katiyar, Afaq, Perez, Mukhtar, 2001). Sinar ultra violet dibagi menjadi tiga, yaitu UV A (320-400 nm), UV B (290-320 nm), dan UV C (200-290 nm). Paparan sinar UV A lebih bertanggung jawab pada terjadinya kanker kulit dan penuaan dini, sedangkan UV B dapat menyebabkan terjadinya eritema pada kulit. Paparan sinar UV C dapat menyebabkan kerusakan jaringan kulit, tetapi sebagian besar sinar UV C telah tersaring oleh lapisan ozon dalam atmosfer (Harry, 1982).

Secara normal kulit memiliki perlindungan alami terhadap sinar matahari yang merugikan dengan penebalan stratum corneum, pengeluaran keringat, dan

(22)

pigmentasi kulit (Purwanti et al, 2005). Tetapi mengingat Indonesia adalah negara tropis yang mana intensitas sinar matahari cukup tinggi, maka diperlukan perlindungan tambahan untuk kulit seperti dengan pemakaian topi, jaket atau pakaian, kaca mata dan produk-produk kosmetik (Brown and Burns, 2005). Produk kosmetik yang bisa digunakan untuk meminimalkan efek samping dari radiasi sinar ultra violet adalah sediaan sunscreen. Sunscreen adalah senyawa kimia yang menyerap dan atau memantulkan radiasi sehingga melemahkan energi UV sebelum berpenetrasi ke dalam kulit (Stanfield, 2003).

Senyawa yang memiliki sistem kromofor dan gugus auksokrom mampu menyerap radiasi pada daerah ultra violet (Sastrohamidjodjo, 1991). Teh hijau mengandung senyawa polifenol (Bisset, 2001) yang memiliki sistem kromofor dan gugus auksokrom, oleh karena itu polifenol teh hijau dapat menyerap radiasi sinar UV. Pada pemakaian topikal atau oral, polifenol teh hijau mampu memberikan perlindungan terhadap sinar UV B yang dapat menyebabkan eritema dan edema (Svobodova, Psotova, Walterova, 2003).

(23)

Dalam penelitian ini, gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau dibuat dengan menggunakan CMC sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan. Gelling agent untuk kebutuhan farmasi dan sediaan kosmetik harus bersifat inert, aman dan tidak reaktif dengan komponen yang lain (Zath and Kushla, 1996). Bahan aktif yang digunakan dalam sediaan gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau adalah polifenol yang akan teroksidasi pada suasana basa. Untuk menjaga kestabilan polifenol dibutuhkan kondisi yang asam, sehingga sediaan gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau harus dalam suasana asam. CMC dapat digunakan sebagai gelling agent dalam sediaan gel dengan bahan aktif polifenol teh hijau karena CMC memiliki stabilitas yang baik pada suasana asam maupun basa (pH 2-10). Propilen glikol memiliki stabilitas yang baik pada pH 3-6 (Allen, 2002). Oleh karena itu propilen glikol dapat digunakan sebagai humektan dalam sediaan gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau.

(24)

humektan perlu diperhatikan. Untuk menentukan efek yang dominan antara CMC, propilen glikol dan interaksi keduanya dalam menentukan respon yang diharapkan dapat dilakukan dengan metode desain faktorial. Selain untuk menentukan efek yang dominan, metode desain faktorial juga dapat digunakan untuk memperoleh suatu sediaan dengan formula yang optimum. Komposisi CMC dan propilen glikol dioptimasi dengan metode desain faktorial ini. Diharapkan dengan komposisi CMC dan propilen glikol yang optimum diperoleh sediaan gel sunscreen yang memenuhi kualitas fisik yang meliputi daya sebar, viskositas, dan stabilitas fisiknya.

1. Perumusan masalah

a. Berapakah konsentrasi polifenol teh hijau yang dapat memberikan SPF dengan nilai yang dapat diterima sebagai sunscreen dalam penelitian ini? b. Manakah yang dominan antara CMC, propilen glikol, dan interaksi keduanya

dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel yang dipengaruhi oleh formula?

c. Apakah dapat ditemukan area komposisi optimum CMC - propilen glikol pada superimposed contour plot yang diprediksikan sebagai formula optimum gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau?

2. Keaslian karya

(25)

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Penelitian ini bermanfaat untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang bentuk sediaan sunscreen.

b. Manfaat praktis. Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui efek dominan antara CMC dan propilen glikol yang menentukan sifat fisik dan stabilitas sediaan gel. Mengetahui formula optimum berdasar superimposed contour plot sifat fisik gel.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Membuat formula sunscreen dengan bahan aktif yang berasal dari teh hijau (Camellia sinensis L.) dalam bentuk sediaan gel.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui konsentrasi polifenol teh hijau yang dapat memberikan SPF dengan nilai yang dapat diterima sebagai sunscreen.

b. Mengetahui yang dominan antara CMC, propilen glikol, dan interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau.

(26)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Teh (Camellia sinensis L.)

Komoditas teh dihasilkan dari pucuk daun tanaman teh (Camellia sinensis L.) melalui proses pengolahan tertentu. Secara umum berdasarkan cara/proses pengolahannya, teh dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu teh hijau, teh oolong, dan teh hitam. Teh hijau dibuat dengan cara menginaktifasi enzim oksidase/fenolase yang ada dalam pucuk daun teh segar, dengan cara pemanasan atau penguapan menggunakan uap panas, sehingga oksidasi enzimatik terhadap katekin dapat dicegah. Teh hitam dibuat dengan cara memanfaatkan terjadinya oksidasi enzimatis tehadap kandungan katekin teh. Teh oolong dihasilkan melalui proses pemanasan yang dilakukan segera setelah proses penggulungan daun, dengan tujuan untuk menghentikan proses fermentasi. Oleh karena itu, teh oolong disebut juga sebagai teh semi-fermentasi (Hartoyo, 2003).

1. Deskripsi

Pohon kecil, karena seringnya pemangkasan maka tampak seperti perdu. Bila tidak dipangkas, akan tumbuh kecil ramping setinggi 5 - 10 m, dengan bentuk tajuk seperti kerucut. Batang tegak, berkayu, bercabang-cabang, ujung ranting dan daun muda berambut halus. Daun tunggal, bertangkai pendek, letak berseling, helai daun kaku seperti kulit tipis, bentuknya elips memanjang, ujung dan pangkal runcing, tepi bergerigi halus, pertulangan menyirip, panjang 6-18 cm, lebar 2-6 cm, warnanya hijau, permukaan mengilap. Bunga di ketiak daun, tunggal atau beberapa

(27)

bunga bergabung menjadi satu, berkelamin dua, garis tengah 3-4 cm, warnanya putih cerah dengan kepala sari berwarna kuning, harum. Buahnya buah kotak, berdinding tebal, pecah menurut ruang, masih muda hijau setelah tua cokelat kehitaman. Biji keras, 1-3. Pucuk dan daun muda yang digunakan untuk pembuatan minuman teh. Perbanyakan dengan biji, setek, sambungan atau cangkokan (Dalimartha, 1999). 2. Kandungan kimia teh

Zat bioaktif yang terdapat dalam teh terutama merupakan golongan flavonoid. Flavonoid yang ditemukan dalam teh terutama golongan flavanol dan flavonol (Hartoyo, 2003).

Teh mengandung senyawa polifenol (Bisset, 2001). Teh juga mengandung sejenis antioksidan yang bernama katekin yang merupakan flavonoid yang termasuk dalam kelas flavanol. Pada daun teh segar, kadar katekin bisa mencapai 30% dari berat kering. Teh hijau mengandung katekin yang tinggi, sedangkan teh hitam mengandung lebih sedikit karena katekin hilang dalam proses oksidasi (Hartoyo, 2003). Teh juga mengandung kafein, theobromin, theofilin, tanin, xantin, adenine, minyak atsiri, kuersetin, naringenin, dan natural floride (Dalimartha, 1999). Kuersetin (gambar 1) termasuk flavonoid golongan flavonol. Kandungan kuersetin dalam teh hijau sekitar 1,79-4,05 g/kg (Hartoyo, 2003).

O

O HO

OH

OH OH

OH

(28)

Polifenol yang utama yang terdapat dalam teh hitam dan teh hijau adalah epicatechins atau turunannya. Epicatechins paling banyak terdapat dalam teh hijau, yaitu epicatechin (EC), epicatechin gallat (ECG), epigallocatechin (EGC), dan epigallocatechin gallat (EGCG). EGCG merupakan antioksidan yang paling efektif sebagai chemoprotective agent, jumlahnya sekitar 60 - 70% dari jumlah keseluruhan katekin (Svobodova et al. , 2003; Katiyar et al., 2003). Struktur EC, ECG, EGC, dan EGCG seperti pada gambar 2.

HO OH O OH OH OH (-)-Epicatechin HO OH O O OH OH C O OH OH OH (-)-Epicatechin-3-gallate OH HO O OH OH OH OH (-)-Epigallocatechin HO OH O O OH OH C O OH OH OH (-)-Epigallocatechin-3-gallate OH

Gambar 2. Struktur epicatechin, epicatechin-3-gallat, epigallocatechin,

dan epigallocatechin-3-gallat ( Svobodova et al., 2003 )

(29)

akan meningkatkan konsentrasi ion fenolat. Sekitar 50% fenol akan teroksidasi pada pH 9 - 10 (Singleton and Rossi, 1965).

3. Khasiat teh

Teh berkhasiat sebagai peluruh kencing (diuretik), stimulans jantung (kardiotonik), menstimulir susunan saraf pusat, penyegar badan, dan sebagai astringen pada saluran cerna (Dalimartha, 1999).

Dari beberapa hasil riset disebutkan, teh hijau sudah banyak dikenal sebagai obat bagi berbagai penyakit lainnya seperti berbagai jenis kanker, stroke, penyakit kardiovaskular, keluhan gastrointestinal, perawatan gigi, perawatan kulit, mengurangi gula darah, mencegah arthritis, mencegah kerusakan hati, serta sebagai penurun berat badan (Hartoyo, 2003).

Pada pemakaian topikal atau oral, polifenol teh hijau mampu memberikan perlindungan terhadap sinar UV B yang dapat menyebabkan eritema dan edema (Svobodova et al., 2003).

B. Ekstraksi

Ekstraksi merupakan kegiatan menarik suatu zat yang dapat larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Faktor yang mempengaruhi kecepatan ekstraksi adalah kecepatan difusi zat yang larut melalui lapisan-lapisan batas antara cairan pengekstrak dengan bahan yang mengandung zat tersebut (Anonim, 1986).

(30)

grade” sampai saat ini berlaku aturan bahwa pelarut yang diperbolehkan adalah air dan alkohol (etanol) serta campurannya. Jenis pelarut lain seperti metanol, heksana (hidrokarbon alifatik), toluene (hidrokarbon aromatic), kloroform (dan segolongannya), aseton, umumnya digunakan sebagai pelarut untuk separasi dan tahap pemurnian (Anonim, 1995).

Senyawa dari golongan polifenol mudah larut dalam air. Untuk senyawa yang hanya larut sedikit dalam air kepolarannya memadai untuk diekstrak dengan baik menggunakan metanol, etanol, atau aseton; dan metanol 80% merupakan pelarut yang sering dipakai untuk ekstraksi flavonoid. Ekstraksi kembali larutan dalam air dengan pelarut organik yang tidak bercampur dengan air tetapi agak polar bermanfaat untuk memisahkan golongan flavonoid dari senyawa yang lebih polar seperti karbohidarat. Etil asetat merupakan pelarut yang baik untuk menangani katekin dan protoantosianidin (Robinson, 1991).

Secara umum ekstraksi dapat dibedakan menjadi infundasi, maserasi, perkolasi dan destilasi uap. Maserasi merupakan cara ekstraksi yang sederhana dan digunakan untuk simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari. Maserasi merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam proses ekstraksi (Anonim, 1986).

(31)

C. Formulasi 1. Gel

Gel adalah suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar dan saling diresapi cairan (Ansel, 1989). Gel biasanya digunakan untuk diaplikasikan pada membran mukus atau jaringan yang luka terbakar, karena gel memiliki kandungan air yang tinggi yang dapat mengurangi iritasi (Klech, 1997).

Ada 2 sistem klasifikasi pembagian gel. Sistem yang pertama membagi gel berdasarkan jumlah fasenya, yaitu : gel inorganik (dua fase) dan gel organik (satu fase). Sistem kedua membagi gel berdasarkan karakter komponen gel, yaitu : hidrofobik gel (oleogels), dan hidrofilik gel (hydrogel) (Allen, 2002; Nairn, 1997). Hidrofilik gel mengandung larutan seperti air, gliserin, dan propilen glikol sebagai gelling agent. Gelling agent yang digunakan kebanyakan dalam konsentrasi rendah. Hydrogel lebih disukai oleh konsumen karena tidak meninggalkan rasa berminyak, dan tidak lengket tetapi kering membentuk suatu lapisan tipis yang dapat dicuci dengan air (Nairn, 1997).

(32)

2. CMC (carboxymethyl cellulose)

CMC merupakan polimer anion dengan berbagai tingkatan yang dibedakan berdasarkan berat molekul dan derajat substitusi. Karakteristik gel yang dihasilkan seperti konsistensi dan viskositas tergantung pada konsentrasi polimer dan berat molekulnya (Zats and Kushla, 1996). CMC dapat digunakan sebagai thickening agent atau stabilizing agent (Osol, 1980).

CMC dengan konsentrasi 4% sampai 6% dapat digunakan sebagai gelling agent. Gliserin dapat ditambahkan untuk mencegah gel mengering. Presipitasi dapat terjadi pada pH kurang dari 2; stabil pada pH antara 2-10, dengan stabilitas maksimum pada pH 7-9 (Allen, 2002). CMC larut dalam air dan campur dalam air dengan sedikit alkohol dan gliserin. Gel basis air ini mudah untuk ditumbuhi mikroba (Kelch, 1997).

3. Propilen glikol

Propilen glikol adalah suatu cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak berbau, dan bersifat menyerap lembab. Propilen glikol dapat bercampur dengan air, alkohol, aseton, dan dengan kloroform. Propilen glikol larut dalam eter dan dalam beberapa minyak esensial, tetapi tidak dapat bercampur dengan minyak lemak. Struktur propilen glikol tampak pada gambar 3.

H3C

OH OH

(33)

Propilen glikol dapat berfungsi sebagai desinfektan, dan stabilizer. Propilen glikol stabil pada pH 3-6. Pada tabel I dapat dilihat fungsi propilen glikol yang lainnya dan fungsi gliserin dalam sediaan. Propilen glikol secara umum merupakan material yang nontoksik, biasanya digunakan dalam makanan, obat dan kosmetik. Penggunaan propilen glikol yang melebihi batas maksimal dalam sediaan topikal dapat menyebabkan iritasi (Allen and Emeritus, 1999).

Tabel I. Perbandingan Penggunaan Gliserin dan Propilen glikol Konsentrasi (%) Penggunaan Bentuk Sediaan

Gliserin Propilen glikol

Emollient Topikal ≤ 30 -

Humektant Topikal ≤ 30 ~ 15

Pengawet Solution, semisolid ≤ 20 15 - 30 Pelarut

Larutan aerosol Larutan oral

Parenteral Topikal

- -

≤ 50 -

10 - 30 10 - 25 10 - 60 5 - 80 Formulasi

Ophtalmic 0,5 - 3,0 -

Plasticizer Tablet Variabel -

Pemanis Elixir ≤ 20 -

(Allen and Emeritus, 1999)

D. Sinar Ultra Violet

(34)

tertinggi sekitar 297,6 nm bertanggung jawab terhadap eritema. Sinar UV C dengan rentang panjang gelombang 200-290 nm dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Tetapi sebagian besar sinar UV C dari sinar matahari diserap oleh lapisan ozon di atmosphere (Harry, 1982).

E. Sunscreen

Sunscreen merupakan senyawa kimia yang menyerap atau memantulkan radiasi sehingga melemahkan energi ultra violet sebelum berpenetrasi ke kulit (Stanfield, 2003).

Sunscreen dapat dibagi menjadi dua yaitu chemical sunscreen dan physical sunscreen. Chemical sunscreen bekerja dengan cara mengabsorbsi radiasi sinar ultra violet. Contoh bahan aktif yang biasa digunakan dalam chemical sunscreen adalah avobenzone, cinnamates, octocrylene, oxybenzone (benzophenones), para-aminobenzoic acid (PABA), padimate-O, dan salicylates (Stanfield, 2003).

(35)

F. Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometri UV–Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultra violet dekat (190 – 380 nm) dan sinar tampak (380 – 780 nm) dengan menggunakan instrumen spektrofotometer. Senyawa-senyawa organik pada umumnya dan semua gugus atau gugusan atom yang mengabsorbsi radiasi UV-Vis disebut kromofor. Pada senyawa organik dikenal gugus auksokrom, yaitu gugus fungsionil yang mempunyai elektron bebas seperti -OH, -ONH3 dan -OCH3 (Mulja dan Suharman, 1995).

Spektrum UV-Vis yang merupakan korelasi absorban (sebagai ordinat) dan panjang gelombang (sebagai absis) tidak merupakan garis spektrum akan tetapi merupakan pita spektrum. Terbentuknya pita spektrum UV-Vis tersebut disebabkan transisi energi yang tidak sejenis dan terjadinya eksitasi elektonik lebih dari satu macam pada gugus molekul yang kompleks (Mulja dan Suharman, 1995).

Analisis dengan spektrofotometri UV-Vis selalu melibatkan pembacaan absorban radiasi elektromagnetik oleh molekul atau radiasi elektromagnetik yang diteruskan. Keduanya dikenal sebagai absorban (A) tanpa satuan dan transmitan dengan satuan persen (%T). Apabila suatu radiasi elektromagnetik dikenakan kepada suatu larutan dengan intensitas radiasi semula (Io), maka sebagian radiasi tersebut akan diteruskan (It), dipantulkan (Ir) dan diabsorbsi (Ia), sehingga:

Io = Ir + Ia + It ... (1) Harga Ir (± 4%) dengan demikian dapat diabaikan karena pengerjakan dengan metode spektrofotometri UV-Vis dipakai larutan pembanding sehingga:

(36)

Berdasarkan hukum Beer, hubungan antara transmitan atau absorban terhadap intensitas radiasi atau konsentrasi zat yang dianalisis dan tebal larutan yang mengabsorbsi sebagai:

o t

I I

T = = 10-εc.b ... (3)

A = log T

1

= ε c.b ... (4)

Dimana T = persen transmitan

Io = intensitas radiasi yang datang It = intensitas radiasi yang diteruskan

ε

= absobansi molar (Lt.mol-1cm-1)

c = konsentrasi (mol.Lt-1) b = tebal larutan (cm) A = absorban

(Mulja dan Suharman, 1995)

G. Sun Protection Factor (SPF)

(37)

Berdasarkan Food and Drug Administration (Anonim, 1999), kategori produk sunscreen berdasarkan nilai SPF-nya dibagi menjadi 3, yaitu :

1. Sunscreen dengan nilai SPF 2-<12, memberikan perlindungan minimal 2. Sunscreen dengan nilai SPF 12-<30, memberikan perlindungan sedang 3. Sunscreen dengan nilai SPF 30 atau lebih, memberikan perlindungan tinggi

Kulit yang diradiasi sinar UV lama kelamaan akan terbakar. Untuk mencapai eritema, kulit yang tidak terlindungi dengan intensitas radiasi Io membutuhkan waktu to, sedangkan kulit yang terlindungi untuk mencapai eritema yang sama dengan kulit yang tidak terlindungi membutuhkan waktu t dengan intensitas radiasi I, maka dapat disusun persamaan sebagai berikut:

factor protection

Sun t

t I I

o o

t = = = 10A... (5)

Persamaan 5 tersebut merupakan hukum Beer untuk radiasi monokromatik. Eritema merupakan akibat dari radiasi polikromatik. Hukum Beer untuk radiasi sinar polikromatik adalah :

= −λ1 λn

AUC

Aave ... (6)

Dimana λn = panjang gelombang terbesar

1

λ = panjang gelombang terkecil Berdasarkan hukum Beer maka :

Log SPF = =

−λ1 λn

AUC

Aave ... (7)

(38)

H. Metode Desain Faktorial

Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu teknik untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas. Model yang diperoleh dari analisis tersebut berupa persamaan matematika (Bolton, 1997). Desain faktorial merupakan desain yang digunakan untuk mengevaluasi efek dari faktor yang dipelajari secara simultan dan efek yang relatif penting dapat dinilai (Armstrong and James, 1996). Desain faktorial digunakan dalam penelitian di mana efek dari faktor atau kondisi yang berbeda dalam penelitian ingin diketahui (Bolton, 1997).

Penelitian desain faktorial dimulai dengan menentukan faktor dan level yang akan diteliti, serta respon yang akan diukur. Respon yang diukur harus dapat diekspresikan secara numerik. Deskripsi sifat (seperti besar, lebih besar, terbesar) dan nomor urut (seperti menunjukan respon terbesar adalah 1, selanjutnya 2, dan seterusnya) tidak dapat digunakan (Armstrong and James, 1996). Respon yang diukur harus dapat dikuantitatifkan (Bolton, 1997).

(39)

Pada desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat percobaan (2n = 4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan jumlah faktor). Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level seperti tabel II berikut :

Tabel II. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level

Formula Faktor A Faktor B Interaksi

(1) - - + a + - - b - + - ab + + + Keterangan :

- = level rendah + = level tinggi

Formula (1) = faktor A pada level rendah, faktor B pada level rendah Formula a = faktor A pada level tinggi, faktor B pada level rendah Formula b = faktor A pada level rendah, faktor B pada level tinggi Formula ab = faktor A pada level tinggi, faktor B pada level tinggi Rumusan yang berlaku :

Y = b0 + b1(XA) + b2(XB) + b12 (XA)(XB)...(8) Dengan :

Y = respon hasil atau sifat yang diamati (XA)(XB) = level faktor A dan faktor B

b0, b1, b2, b12 = koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan

Dari rumus (8) dan data yang diperoleh dapat dibuat contour plot suatu respon tertentu yang sangat berguna dalam memilih komposisi campuran yang optimum. Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah (Bolton, 1997).

(40)

interaksi antarfaktor. Metode ini ekonomis, dapat mengurangi jumlah penelitian jika dibandingkan dengan meneliti dua efek faktor secara terpisah (Muth, 1999).

I. Landasan Teori

Sebagai upaya pencegahan terjadinya sunburn (eritema) pada kulit yang terpapar sinar matahari, sediaan sunscreen merupakan salah satu pilihan yang dapat digunakan untuk melindungi kulit dari paparan sinar matahari.

Agar sediaan sunscreen dapat digunakan masyarakat dengan mudah, praktis, dan nyaman saat penggunaan maka diperlukan suatu bentuk sediaan yang dapat memenuhi syarat mutu tersebut. Bentuk sediaan farmasi yang akan diteliti adalah bentuk sediaan gel. Alasan pemilihan bentuk sediaan tersebut karena bentuk sediaan gel dapat menimbulkan rasa nyaman di kulit dengan adanya rasa dingin (Soeratri et al, 2004).

(41)

(Harry, 1982). Penggunaan CMC dan propilen glikol dalam sediaan gel akan mempengaruhi sifat fisik dan stabilitas sediaan gel.

J. Hipotesis

(42)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni menggunakan desain faktorial dan bersifat eksploratif, yaitu mencari formula optimum gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau.

B. Variabel dalam Penelitian

1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah level CMC sebagai gelling agent dan level propilen glikol sebagai humektan.

2. Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik gel yang meliputi: daya sebar, viskositas gel, dan perubahan viskositas gel setelah penyimpanan selama satu bulan.

3. Variabel pengacau terkendali

Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah kecepatan mixer untuk membuat sediaan gel, lama penyimpanan, dan wadah penyimpanan.

4. Variabel pengacau tak terkendali

Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu penyimpanan, suhu dan kelembapan saat penelitian.

(43)

C. Definisi Operasional

1. Gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau adalah sediaan semipadat yang dibuat dari ekstrak kering polifenol teh hijau dengan menggunakan gelling agent (CMC) dan humektan (propilen glikol) sesuai formula yang telah ditentukan, dibuat sesuai prosedur pembuatan gel pada penelitian ini.

2. Ekstrak kering polifenol teh hijau adalah ekstrak dari hasil ekstraksi serbuk teh hijau yang diperoleh dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol dan dilakukan pemisahan dengan pelarut aquadest, metanol, kloroform dan etil asetat yang berupa serbuk kering.

3. Gelling agent adalah bahan pembawa gel dimana merupakan faktor yang akan diamati dan sangat berpengaruh terhadap bentuk sediaan gel, dalam hal ini adalah CMC.

4. Humektan adalah bahan yang digunakan untuk mencegah drying out (lepasnya air dari sediaan) dan mengabsorbsi lembab dari lingkungan, dalam hal ini adalah propilen glikol.

5. Desain faktorial adalah metode optimasi yang memungkinkan untuk mengetahui efek yang dominan dalam menentukan sifat fisik gel, dan digunakan untuk mencari area komposisi optimum gelling agent (CMC) dan humektan (propilen glikol) berdasarkan superimposed contour plot yang diprediksi sebagai formula optimum terbatas pada jumlah gelling agent dan humektan yang diteliti.

(44)

7. Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor, dalam penelitian ini ada 2 level, yaitu level rendah dan level tinggi. Level rendah CMC dinyatakan dalam jumlah bahan sebanyak 4 g dan level tinggi sebanyak 6 g. Level rendah propilen glikol dinyatakan dalam jumlah bahan sebanyak 5 g dan level tinggi sebanyak 15 g. 8. Respon adalah besaran yang akan diamati perubahan efeknya, besarnya dapat

dikuantitatifkan. Dalam penelitian ini adalah hasil percobaan sifat fisik gel (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas sediaan gel (perubahan viskositas).

9. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi level dan faktor. Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah.

10. Contour plot adalah grafik yang digunakan untuk memprediksi area optimum formula berdasar satu parameter kualitas gel ekstrak kering polifenol teh hijau. 11. Superimposed contour plot adalah penggabungan garis–garis pada daerah

optimum yang telah dipilih pada uji daya sebar, viskositas dan perubahan viskositas.

12. Sifat fisik dan stabilitas gel adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui kualitas fisik gel. Dalam penelitian ini sifat fisik sediaan gel meliputi daya sebar dan viskositas gel, stabilitas sediaan gel meliputi perubahan viskositas gel setelah disimpan selama 1 bulan.

D. Bahan dan Alat Penelitian

(45)

kloroform (teknis), etil asetat (teknis), etanol (teknis), aquadest, CMC (farmasetis), propilen glikol (farmasetis), metil paraben, asam sitrat (farmasetis), aseton p.a.

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah glasswares (Pyrex-Germany), shake, vakum evaporator, alat sentrifuge, vortex, Mixer Cuchina, viscometer seri VT 04 (Rion-Japan), spektrofotometer UV-Vis seri Genesys TM 10, alat uji daya sebar

E. Tata Cara Penelitian 1. Penetapan kadar air dalam serbuk teh hijau

Penetapan kadar air serbuk teh hijau dilakukan dengan menggunakan metode Karl Fischer. Serbuk teh hijau ditimbang 1 gram, kemudian ditambahkan 10 mL metanol, lalu didiamkan selama 24 jam pada suhu kamar. Dilakukan pre-titrasi pada alat, lalu dilakukan uji kebocoran alat, hingga didapat angka drift 10-50 pada alat. Standardisasi dilakukan dengan cara spuit berisi air ditimbang, kemudian 1 tetes air dimasukkan ke dalam alat. Kemudian ditimbang kembali untuk menentukan berat air yang dimasukkan dan kesetaraan air dihitung. Masukkan 1 mL metanol dan dititrasi dengan alat (blanko). Kadar air dihitung. Masukkan 1 mL sampel, titrasi dengan alat, kadar air dalam sampel dihitung.

Kadar air dalam sampel dihitung dengan menggunakan rumus:

Kadar air = − ×100%

ditimbang yang

berat

blanko x

...(9) x = angka yang muncul pada alat (mg).

(46)

2. Ekstraksi polifenol teh hijau

Metode ekstraksi polifenol dari teh hijau ini merupakan modifikasi dari Nagayama, Iwamura, Shibata, Hirayama, Nakamura, (2002). Proses ekstraksi polifenol dari teh hijau adalah sebagai berikut.

Serbuk teh sebanyak 100 g (kadar air kurang dari 10%) dengan derajat halus 12/20 diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut metanol (500 mL) menggunakan bantuan shaker (150 rpm) selama 48 jam. Ekstrak metanol yang diperoleh, dipekatkan dengan vakum evaporator (suhu 70o C) hingga volumenya 100 mL. Selanjutnya ditambahkan 100 mL kloroform, dan 100 mL aquadest. Lapisan atas dipisahkan, kemudian diekstrak dua kali dengan etil asetat masing-masing 150 mL. Fase etil asetat dikumpulkan dan diuapkan hingga kering.

3. Penetapan kadar polifenol total dalam ekstrak kering polifenol teh hijau (modifikasi dari Lindorst (1998))

a. Pembuatan larutan stock kuersetin 1 mg/mL. Sebanyak 0,05 g kuersetin standar dimasukkan dalam labu ukur 50 mL. Diencerkan dengan aseton 75% hingga tanda.

(47)

panjang gelombang 726 nm. Dibuat kurva hubungan serapan dan waktu. Dicari operating time yang memberikan serapan yang stabil.

c. Penetapan panjang gelombang maksimum. Dibuat larutan dengan konsentrasi 0,4 mg/mL dengan mengambil 4 mL larutan stock dan diencerkan dengan aseton 75% hingga 10,0 mL. Diambil 0,5 mL larutan tersebut dan dimasukkan dalam labu ukur 50 mL. Ditambahkan pereaksi Folin-Ciocalteu sebanyak 2,5 mL didiamkan selama 2 menit, kemudian ditambahkan 7,5 mL larutan Na2CO3 dan diencerkan dengan aquadest hingga tanda. Larutan divortex selama 30 detik kemudian didiamkan selama operating time. Sebelum diukur serapannya, larutan disentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 5 menit. Larutan diukur serapannya pada panjang gelombang antara 600-800 nm. Diperoleh kurva hubungan panjang gelombang dan serapan. Berdasarkan kurva tersebut, ditentukan panjang gelombang yang memberikan serapan maksimum.

(48)

e. Penetapan kadar polifenol dalam ekstrak kering polifenol teh hijau. Sebanyak 500 mg ekstrak kering polifenol teh hijau dilarutkan dengan aseton 75 % hingga volumenya 25,0 mL. Sebanyak 1 mL larutan tersebut dimasukkan dalam labu ukur 50 mL dan diencerkan dengan aquadest hingga tanda. Diambil 0,5 mL larutan tersebut dan dimasukkan dalam labu ukur 50 mL. Ditambahkan pereaksi Folin-Ciocalteu sebanyak 2,5 mL dan didiamkan selama 2 menit. Ditambahkan 7,5 mL larutan Na2CO3 kemudian diencerkan dengan aquadest hingga tanda. Larutan divortex selama 30 detik kemudian didiamkan selama operating time. Sebelum diukur serapannya, larutan disentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 5 menit. Larutan diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum. Replikasi dilakukan sebanyak 6 kali. Kadar polifenol dalam sampel dihitung menggunakan persamaan kurva baku.

4. Penentuan SPF ekstrak kering polifenol teh hijau secara in vitro

a. Pembuatan larutan stock polifenol teh hijau 30 mg%. Ditimbang ekstrak kering polifenol teh hijau yang setara dengan 30 mg polifenol teh hijau. Kemudian dilarutkan dengan etanol 90 % hingga 100,0 Ml.

(49)

b. Penentuan nilai SPF. Diambil larutan stock sebanyak 2, 4, dan 6 mL dan diencerkan dengan etanol 90 % dalam labu ukur 10 mL sehingga diperoleh larutan polifenol teh hijau dengan konsentrasi 6, 12, dan 18 mg%. Serapan (A) masing-masing konsentrasi diukur tiap 5 nm pada rentang panjang gelombang 290 nm hingga panjang gelombang tertentu di atas 290 nm yang mempunyai nilai serapan 0,050.

Dihitung luas daerah di bawah kurva (AUC) antara dua panjang gelombang yang berurutan menggunakan rumus:

[

]

A

p a

A

p

(

p p a

)

AUC

p a

p

+

=

λ

λ

λ λ

2

...

Ap = serapan pada panjang gelombang yang lebih tinggi di antara dua panjang gelombang yang berurutan

A(p-a) = serapan pada panjang gelombang yang lebih rendah di antara dua panjang gelombang yang berurutan

p

λ = panjang gelombang yang lebih tinggi di antara dua panjang gelombang berurutan

) (pa

λ = panjang gelombang yang lebih rendah di antara dua panjang gelombang berurutan

Harga SPF dapat dihitung dapat dihitung dengan rumus :

1

λ

λ

Σ

=

n

AUC

SPF

Log

...

Panjang gelombang n (λn) adalah panjang gelombang terbesar di antara panjang gelombang 290 nm hingga di atas 290 nm yang mempunyai nilai serapan 0,050; panjang gelombang 1 (λ1) adalah panjang gelombang terkecil (290 nm) (Petro, 1981).

(10)

(50)

5. Optimasi formula gel sunscreen

a. Formula lubricating jelly menurut Allen (2002). Methylcellulose, 4000 cps 0,8%

Carbopol 934 0,24%

Propylene glycol 16,7%

Methylparaben 0,015%

Sodium hydroxide, qs ad pH 7 Purified water, qs ad 100%

Dilakukan modifikasi formula dengan mengganti berbagai eksipiennya. Formula hasil modifikasi adalah sebagai berikut :

CMC 5

Propilen glikol 10

Etanol 11,7

Aquadest 72,5

Polifenol teh hijau 0,022*

Metil paraben 0,3

Asam sitrat 0,5

Keterangan : Modifikasi formula dibuat berdasarkan orientasi *Konsentrasi polifenol teh hijau = 0,022 % (b/b)

(51)

dari formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau dapat ditentukan sebagai berikut :

Tabel III. Level rendah dan level tinggi gelling agent dan humektan dalam formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau

Formula CMC (g) Propilen glikol (g)

1 4 5 a 6 5 b 4 15 ab 6 15

Berdasarkan tabel tersebut, dibuat 4 formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau sebagai berikut :

Tabel IV. Formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau Formula (1) a b ab

CMC 4 6 4 6

Propilen glikol 5 5 15 15

Etanol 11,7 11,7 11,7 11,7

Aquadest 72,5 72,5 72,5 72,5

Asam sitrat 0,5 0,5 0,5 0,5

Metil paraben 0,3 0,3 0,3 0,3

Polifenol teh

hijau 0,020 0,021 0,022 0,023

(52)

6. Uji sifat fisik dan stabilitas gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau a. Uji daya sebar. Pengukuran daya sebar sediaan gel dilakukan setelah 48 jam pembuatan. Pengukuran daya sebar dilakukan dengan cara : gel ditimbang 1 gram, diletakkan di tengah lempeng kaca bulat berskala. Di atas gel diletakkan kaca bulat lain dan pemberat sehingga berat kaca bulat dan pemberat 125 gram, didiamkan selama 1 menit, kemudian dicatat penyebarannya (Garg, Gard, Singla, 2002). Dilakukan replikasi sebanyak 6 kali.

b. Uji viskositas. Uji viskositas dilakukan dua kali, yaitu setelah 48 jam pembuatan gel dan setelah disimpan selama 1 bulan. Masing-masing formula gel sebanyak 200 g ditentukan viskositasnya dengan menggunakan alat Viscometer Rion (RION-JAPAN) yang sesuai (seri VT-04E) (Melani, Purwanti, Soeratri, 2005). Dilakukan replikasi sebanyak 6 kali.

7. Subjective assessment

(53)

F. Analisis Data

Data yang diperoleh dari uji sifat fisik gel yang meliputi daya sebar, viskositas, dan perubahan viskositas dianalisis menggunakan metode desain faktorial. Dari pengolahan data, dapat dihitung efek CMC, propilen glikol, dan efek interaksi, sehingga dapat diketahui efek yang dominan dalam menentukan setiap sifat fisik gel. Dari persamaan desain faktorial dapat dibuat contour plot setiap sifat fisik gel, kemudian digabungkan dalam superimposed contour plot dan dicari area komposisi optimum gelling agent dan humektan yang diprediksi sebagai formula gel yang optimum.

(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pemilihan Sampel

Teh hijau yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari salah satu produsen teh di daerah Wonosobo. Serbuk teh hijau memiliki warna hijau (lampiran 7) , aroma yang khas, dan rasa yang pahit.

B. Penetapan Kadar Air Dalam Serbuk Teh Hijau

Penetapan kadar air dalam serbuk teh hijau dilakukan dengan menggunakan metode Karl Fischer. Prinsip metode ini adalah terjadinya reaksi antara iodine dengan sulfur dioxide (SO2) pada medium yang mengandung air. Alkohol akan bereaksi dengan SO2 dan basa membentuk intermediet garam alkilsulfat, kemudian dioksidasi oleh iodine menjadi garam alkilsulfat. Reaksi oksidasi ini membutuhkan air. Jumlah air dalam sampel dihitung berdasarkan konsentrasi iodine dalam pereaksi Karl Fischer yang digunakan. Metode Karl Fischer memiliki kelebihan selektif terhadap air, membutuhkan sampel dalam jumlah yang kecil, preparasi sampelnya juga sederhana, cepat, dan memiliki range pengukuran 1ppm-100%.

Tabel V. Hasil pengukuran kadar air dalam serbuk teh hijau Replikasi Kadar air (% b/b)

1 8,206 2 7,624 3 8,089 Rata-rata 7,973

SD 0,308

(55)

Kadar air merupakan salah satu parameter kontrol kualitas dari serbuk simplisia. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No : 661/MENKES/SK/VII/1994 tentang Obat Tradisional memberlakukan persyaratan kadar air untuk serbuk simplisia adalah kurang dari 10%. Dari hasil penetapan kadar air dalam serbuk teh hijau (tabel V) didapatkan kadar air dalam serbuk teh hijau sebesar (7,973 ± 0,308) % b/b sehingga memenuhi persyaratan yang berlaku. Tujuan pengontrolan kadar air kurang dari 10% adalah untuk mencegah pertumbuhan mikroba yang mampu menguraikan kandungan organik dalam simplisia.

C. Ekstraksi Senyawa Polifenol Teh Hijau

Ekstraksi dilakukan untuk mendapatkan senyawa aktif yang diinginkan. Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi dengan pelarut metanol. Ekstraksi dengan maserasi memiliki keuntungan menghasilkan reprodusibilitas yang baik karena penggunaan jumlah cairan pengekstrak yang tetap dapat mempertahankan jumlah zat aktif yang dapat terekstrak dari bahan sehingga pengulangan proses dapat menghasilkan zat aktif dalam jumlah yang sama. Keuntungan lain dari ekstraksi dengan maserasi adalah cara pengerjaannya yang mudah dan sederhana (Anonim, 1986).

(56)

Penggunaan metanol sebagai pelarut karena metanol dapat melarutkan polifenol teh (Robinson, 1991). Tahap pemurnian dilakukan dengan proses ekstraksi dengan menggunakan dua pelarut yang tidak saling campur. Proses pemisahan yang pertama dilakukan dengan menggojok ekstrak kental dengan corong pisah menggunakan pelarut aquadest dan kloroform. Tujuannya adalah menghilangkan senyawa non polar seperti protein, lemak, klorofil dan pigmen serta amilum.

Senyawa tersebut perlu dihilangkan karena dapat mengganggu penampilan fisik sediaan gel dan dapat menyebabkan tumbuhnya bakteri atau jamur pada sediaan gel.

Pada pemisahan fase kloroform berada di bawah dan fase aquadest-metanol berada di atas karena berat jenis kloroform (1,484) lebih besar dari pada aquadest (0,997) dan metanol (0,957). Selanjutnya fase kloroform dibuang dan yang digunakan adalah fase aquadest-metanol dari sampel.

(57)

D. Penetapan Kadar Polifenol Dalam Ekstrak Kering Polifenol Teh Hijau Penetapan kadar polifenol dalam teh hijau dilakukan secara kolorimetri dengan metode Folin-Ciocalteu. Prinsip metode ini adalah pereaksi Folin-Ciocalteu dalam suasana basa akan mengoksidasi senyawa polifenol menghasilkan molibdenum blue. Senyawa hasil reaksi merupakan senyawa berwarna sehingga dapat diukur absorbansinya pada panjang gelombang sinar tampak (Singleton and Rossi, 1965).

1. Penetapan operating time

Tujuan dari penetapan operating time adalah untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh serapan yang stabil dan maksimum. Penetapan operating time dilakukan dengan larutan baku kuersetin dengan konsentrasi 0,4 mg% (b/v).

(58)

Hasil operating time (gambar 4) yang diperoleh yaitu reaksi pembentukan warna stabil dari menit ke 40 hingga menit ke 120 setelah proses pembentukan warna.

2. Penetapan panjang gelombang maksimum

Penetapan panjang gelombang maksimum dimaksudkan untuk meningkatkan sensitivitas dari alat yang digunakan. Saat pengukuran serapan dilakukan pada panjang gelombang serapan maksimum, maka saat terjadi perubahan konsentrasi walaupun hanya kecil akan menghasilkan perbedaan serapan yang signifikan sehingga pengukuran akan lebih akurat.

(59)

Berdasarkan spektra penetapan panjang gelombang maksimum senyawa hasil reaksi antara kuersetin dan reagent Folin-Ciocalteu pada gambar 5, dapat ditetapkan panjang gelombang serapan maksimum dari senyawa hasil reaksi kolorimetri adalah 733,7 nm.

3. Pembuatan kurva baku kuersetin

Pembuatan kurva baku bertujuan untuk memperoleh persamaan garis regresi yang selanjutnya digunakan untuk menghitung kadar polifenol dalam ekstrak kering polifenol teh hijau. Kuersetin dijadikan senyawa standar karena kuersetin merupakan senyawa polifenol golongan flavonol yang terdapat dalam teh hijau (Hartoyo, 2003).

Dalam penelitian ini, penetapan kurva baku dilakukan dengan menggunakan 6 seri konsentrasi dan diperoleh seperti pada tabel VI.

Tabel VI. Hasil pengukuran absorbansi senyawa hasil reaksi kolorimetri seri kurva baku kuersetin

Replikasi I Replikasi II Replikasi III Kadar

(mg/mL) Absorbansi

Kadar

(mg/mL) Absorbansi

Kadar

(mg/mL) Absorbansi 0,198 0,305 0,205 0,316 0,201 0,295 0,298 0,405 0,308 0,425 0,302 0,428 0,397 0,584 0,410 0,521 0,402 0,539 0,496 0,713 0,513 0,669 0,503 0,650 0,595 0,817 0,616 0,737 0,604 0,813 0,694 0,875 0,718 0,821 0,704 0,896

r 0,9897 r 0,9953 r 0,9979

A 0,0743 A 0,1176 A 0,0545

B 1,2147 B 1,0048 B 1,2128

Persamaan yang diperoleh adalah :

(60)

Ketiga persamaan tersebut memiliki nilai koefisien korelasi (rhitung) yang lenih besar dari harga rtabel. Harga rtabel dengan taraf kepercayaan 99%, df = 4 adalah 0,917. Pada penetapan kadar polifenol total teh hijau selanjutnya, digunakan persamaan Y = 1,2128 X + 0,0545 yang memiliki harga koefisien korelasi yang paling besar yaitu r = 0,9979.

4. Penetapan kadar polifenol teh hijau

Penetapan kadar polifenol teh hijau dalam ekstrak kering polifenol teh hijau dilakukan pada panjang gelombang 733,7 nm. Hasil penetapan kadar polifenol teh dalam ekstrak kering polifenol teh hijau sebagai berikut :

Tabel VII. Hasil pengukuran kadar polifenol dalam ekstrak kering polifenol teh hijau

Replikasi Absorbansi Kadar polifenol dalam ekstrak (% b/b)

1 0,342 58,999

2 0,348 58,991

3 0,348 60,104

4 0,347 59,440

5 0,349 59,972

6 0,358 62,052

Rata-rata 59,926 SD 1,142

(61)

E. Penetapan Nilai SPF Secara In vitro

1. Scanning spektra UV yang diserap ekstrak kering polifenol teh hijau

Sebelum penentuan nilai SPF, terlebih dahulu dilakukan scanning spektra UV yang diserap oleh ekstrak kering polifenol teh hijau. Scanning spektra UV bertujuan untuk melihat kemampuan ekstrak kering polifenol teh hijau dalam menyerap radiasi UV, karena etanol dapat memberikan serapan pada panjang gelombang 210 nm maka ekstrak kering polifenol teh hijau diukur serapannya pada range panjang gelombang 250-400 nm. Dari hasil scanning (gambar 6) menunjukkan bahwa ekstrak kering polifenol teh hijau dapat menyerap pada semua range panjang gelombang sinar UV yang diteliti yaitu 250-400 nm dengan serapan maksimum pada 277 nm.

(62)

Ekstrak kering polifenol teh hijau mengandung senyawa polifenol yang dalam struktur molekulnya mempunyai sistem kromofor dan gugus auksokrom yang terikat pada sistem kromofor (gambar 7). Sistem kromofor dan gugus auksokrom yang terikat pada sistem kromofor merupakan agen yang menyerap UV.

HO OH O OH OH OH (-)-Epicatechin (-)-Epicatechin-3-gallate HO OH O O OH OH C O OH OH OH (-)-Epigallocatechin HO OH O OH OH OH OH (-)-Epigallocatechin-3-gallate HO OH O O OH OH C O OH OH OH OH

Keterangan :

: sistem kromofor : gugus auksokrom

Gambar 7. Struktur epicatechin, epicatechin-3-gallat, epigallocatechin,

dan epigallocatechin-3-gallat dengan sistem kromofor dan gugus auksokrom

(63)

Tabel VIII. Hasil Pengukuran SPF secara in vitro

Konsentrasi polifenol (mg %) SPF rata-rata

6 2 12,1 3,687 18,1 5,874 Dari tabel VIII dapat diketahui bahwa larutan polifenol teh hijau dengan konsentrasi 18,1 mg% memberikan nilai SPF tertinggi yaitu 5,874. Berdasarkan FDA (Anonim, 1999) sunscreen dengan nilai SPF 2-<12 mampu memberikan perlindungan minimal. Konsentrasi polifenol teh hijau 18,1 mg% (dalam etanol) adalah konsentrasi polifenol teh hijau yang akan digunakan dalam sediaan gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau.

F. Formulasi

Dalam sediaan gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau ini, CMC berfungsi sebagai gelling agent. CMC dengan konsentrasi 4% sampai 6% dapat digunakan sebagai gelling agent (Allen Jr, 2002).

Dalam sediaan kosmetik, propilen glikol dapat berfungsi sebagai pelarut, humektan, dan pengawet. Dalam sediaan gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau ini, fungsi utama propilen glikol adalah sebagai humektan yang menjaga kandungan air dalam sediaan.

(64)

hijau adalah polifenol yang salah satu sifatnya tidak stabil dalam suasana basa, sehingga pengendalian pH sangat diperlukan.

Gel dengan gelling agent CMC mudah untuk ditumbuhi mikroba, oleh karena itu perlu digunakan pengawet untuk menjaga stabilitas gel. Pengawet yang digunakan dalam sediaan gel sunscreen ini adalah metil paraben. Metil paraben merupakan pengawet yang umum digunakan dalam sediaan kosmetik.

G. Sifat Fisik Gel

Untuk memenuhi syarat sediaan gel yang baik dan dapat diterima masyarakat dapat dilihat dari sifat fisik dan stabilitas fisiknya. Sifat fisik yang diukur adalah daya sebar gel dan viskositas gel. Untuk stabilitas fisik bisa dilihat dari perubahan viskositas gel selama penyimpanan satu bulan. Perubahan profil kekentalan setelah satu bulan merupakan indikator ketidakstabilan sediaan selama penyimpanan. Daya sebar gel diukur dengan cara mengukur diameter paling panjang pada skala kaca bulat. Daya sebar yang baik menjamin pemerataan gel saat diaplikasikan pada kulit. Pengukuran viskositas digunakan untuk melihat profil kekentalan gel dan dilakukan dua kali, yaitu 48 jam setelah dibuat dan satu bulan setelah pembuatan. Hasil pengukuran sifat fisis gel sebagai berikut :

Tabel IX. Hasil pengukuran sifat fisik gel Formula Daya sebar (cm) Viskositas

(d Pa.s)

(65)

Hasil perhitungan desain faktorial sifat fisik gel sebagai berikut : Tabel X. Efek CMC, propilen glikol, dan interaksi

dalam menentukan sifat fisik gel

Efek Daya sebar Viskositas Pergeseran viskositas

CMC |-1,42| 376,66 |-1,935|

Propilen glikol 0,13 −73,34 0,13

Interaksi 0,05 −13,34 −1,095

1. Daya sebar gel

Penambahan CMC menyebabkan penurunan daya sebar gel yang diformulasikan dengan propilen glikol level rendah maupun level tinggi (Gambar 8a). Respon sebaliknya tampak pada gambar 8b, peningkatan jumlah propilen glikol dalam formula menyebabkan peningkatan daya sebar pada penggunaan CMC level rendah maupun level tinggi.

3 3.3 3.6 3.9 4.2 4.5 4.8 5.1 5.4

2.5 3.5 4.5 5.5 6.5 7.5

CMC (gram) D aya seb a r ( cm )

level rendah propilen glikol level tinggi propilen glikol

3 3.3 3.6 3.9 4.2 4.5 4.8 5.1 5.4

2 4 6 8 10 12 14 16 18

Propilen glikol (gram)

Daya seb

ar (

cm)

level rendah CMC level tinggi CMC

Gambar 8 a Gambar 8 b

(66)

Berdasarkan perhitungan desain faktorial pada daya sebar, efek CMC lebih dominan dibandingkan propilen glikol dan interaksinya. Secara kuantitatif, besar efek CMC adalah −1,42 , efek propilen glikol 0,13, dan efek interaksi CMC-propilen glikol 0,05 (tabel X). Efek CMC bernilai negatif, hal ini berarti CMC akan memperkecil daya sebar. Semakin banyak penggunaan CMC, maka daya sebar semakin menurun. Efek propilen glikol dan interaksi bernilai positif, hal ini berarti propilen glikol akan meningkatkan daya sebar. Semakin banyak penggunaan propilen glikol, maka daya sebar semakin meningkat. Efek penurunan daya sebar gel dominan disebabkan oleh penggunaan CMC, maka penambahan CMC harus lebih hati-hati.

Tabel XI. Hasil perhitungan Yate’s treatment pada respon daya sebar Source of

Variation

Degrees of

freedom Sum of Squares

Mean

Squares F

Replicates 5 0,091 0,0182

Treatment 3 12,2304 4,0768

CMC 1 12,1126 12,1126 1081,4821

Propilen glikol 1 0,1001 0,1001 8,9375

Interaksi 1 0,0177 0,0177 1,5804

Experimental error 15 0,1677 0,0112

Total 23

(67)

Salah satu faktor yang mempengaruhi daya sebar gel adalah jumlah dan kekuatan matriks gel. Semakin banyak dan kuat matriks gel maka daya sebar gel akan menurun. Dalam sistem gel yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya matriks gel adalah gelling agent. Dengan kenaikan konsentrasi gelling agent akan menambah dan memperkuat matriks gel (Zats and Kushla, 1996). Oleh karena itu faktor dominan yang menentukan respon daya sebar adalah CMC.

2. Viskositas Gel

Kebalikan dari daya sebar, gambar 9a memperlihatkan penambahan CMC menyebabkan peningkatan viskositas gel, baik pada penggunaan propilen glikol level rendah maupun tinggi. Sebaliknya tampak pada gambar 9b, peningkatan jumlah propilen glikol dalam formula menyebabkan penurunan viskositas gel pada penggunaan CMC level rendah maupun level tinggi

100 150 200 250 300 350 400 450

2.5 3.5 4.5 5.5 6.5 7.5 CMC (gram) V is k os it a s ( d P a .s )

level rendah propilen glikol level tinggi propilen glikol

100 150 200 250 300 350 400 450

2 4 6 8 10 12 14 16 18 Propilen glikol (gram)

V isko s it as ( d P a .s )

level rendah CMC level tinggi CMC

Gambar 9 a Gambar 9 b

(68)

Berdasarkan perhitungan desain faktorial, dominasi CMC dalam menentukan viskositas gel tampak jelas, dibandingkan dengan efek propilen glikol maupun efek interaksi (Tabel X). Besar efek CMC dalam menentukan viskositas gel adalah 376,66, efek propilen glikol adalah − 73,34 , dan efek interaksi

CMC-propilen glikol adalah −13,34 . Efek CMC bernilai positif, hal ini berarti CMC akan meningkatkan viskositas gel. Semakin banyak penggunaan CMC, maka viskositas gel akan meningkat. Efek propilen glikol bernilai negatif, hal ini berarti penggunaan propilen glikol akan menurunkan viskositas gel. Semakin banyak penggunaan propilen glikol, maka viskositas gel akan menurun. Efek interaksi CMC-propilen glikol juga akan menurunkan viskositas gel.

Tabel XII. Hasil perhitungan Yate’s treatment pada respon viskositas Source of

Variation

Degrees of freedom

Sum of

Squares Mean Squares F

Replicates 5 108 21,6

Treatment 3 221150 73716,6667

CMC 1 212816 212816 5551,726567

Propilen glikol 1 8066 8066 210,417574

Interaksi 1 268 268 6,932229

Experimental error 15 575 38,3333

Total 23

(69)

Viskositas gel dipengaruhi oleh konsentrasi dari gelling agent. Peningkatan jumlah gelling agent dapat memperkuat matriks gel sehingga menyebabkan kenaikan viskositas (Zats and Kushla, 1996). Oleh karena itu dalam formula ini CMC dominant dalam menentukan respon viskositas gel.

3. Perubahan viskositas gel

Penambahan CMC yang digunakan dalam formula, menyebabkan perubahan viskositas gel kecil. Efek CMC ( −1,96 ) paling besar jika dibandingkan dengan efek propilen glikol (0,37) dan efek interaksi CMC-propilen glikol ( −1,13 ). Efek CMC bernilai negatif, hal ini berarti CMC akan menurunkan perubahan viskositas gel. Efek propilen glikol bernilai positif, hal ini berarti propilen glikol akan meningkatkan perubahan viskositas gel. Berdasarkan nilai efek tersebut maka CMC merupakan faktor yang dominan dalam menentukan perubahan viskositas gel.

(70)

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

2.5 3.5 4.5 5.5 6.5 7.5

CMC (gram) P e rg ese ra n vi sk o s it a s ( % )

level rendah propilen glikol level tinggi propilen glikol

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

2 4 6 8 10 12 14 16 18

Propilen glikol (gram)

P e rg ese ra n vi sk o s it a s ( % )

level rendah CMC level tinggi CMC

Gambar 10 a Gambar 10 b

Gambar 10 a. Grafik hubungan antara CMC dan pergeseran viskositas gel; b. Grafik hubungan antara propilen glikol dan pergeseran viskositas gel

Perhitungan harga F yang diperoleh dari Yate’s treatment (tabel XIII) untuk respon pergeseran viskositas memperlihatkan bahwa CMC memberikan pengaruh yang bermakna secara statistik. F hitung diterima jika harga F hitung lebih besar dari F tabel. Harga F hitung CMC lebih besar dari F tabel yaitu 4,5431. Harga F CMC paling besar, hal ini menegaskan bahwa CMC merupakan faktor yang dominan dalam menentukan respon perge

Gambar

Gambar 14 Superimposed contour plot  sifat fisis dan stabilitas gel   sunscreen
Gambar 1. Struktur kuersetin ( Svobodova et al., 2003 )
Gambar 2. Struktur  epicatechin, epicatechin-3-gallat, epigallocatechin, dan ( Svobodova ., 2003 )
Gambar 3. Struktur propilen glikol (Anonim, 1995 ; Windholz, 1976)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Curah hujan efektif adalah curah hujan yang jatuh pada suatu daerah dan dapat. dipergunakan oleh tanaman

3) Menggunakan varietas-varietas unggul yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit. 4) Menggunakan pengendalian fisik/mekanik yaitu dengan tenaga manusia. 5)

Berdasarkan data tersebut, semua responden yang menyatakan bahwa pengembangan karir pegawai harus didasarkan pada kompetensi, yaitu sebanyak 158 orang (100%) berpendapat bahwa perlu

perdagangan produk kelautan dan perikanan antarnegara maupun antararea di dalam wilayah NKRI. Semakin meningkatnya kegiatan lalu lintas hasil perikanan membawa konsekuensi

Pengelolaan air di tingkat usaha tani adalah segala usaha pendayagunaan air pada petak-petak tersier dan jaringan irigasi pedesaan, melalui pemanfaatan jaringan irigasi

Rencana vegetasi pada kawasan pantai Pangandaran berbasis mitigasi tsunami terdiri dari: (1) vegetasi pelindung, merupakan barisan vegetasi pantai yang berfungsi sebagai

Berdasarkan alasan tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan usia, tingkat pendidikan, dukungan suami, dan dukungan keluarga dengan tingkat

menyarankan nasabah untuk mengisi tabungannya secara rutin agar pada saat jatuh tempo angsuran kredit nasabah akan lebih mudah untuk membayarnya.. - Untuk