• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi komposisi tween 80 dan span 80 sebagai emulsifying agent dalam formula emulgel anti-aging ekstrak teh hijau [Camelia sinensis [L.]O.K]: Aplikasi desain faktorial.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi komposisi tween 80 dan span 80 sebagai emulsifying agent dalam formula emulgel anti-aging ekstrak teh hijau [Camelia sinensis [L.]O.K]: Aplikasi desain faktorial."

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Teh hijau mengandung senyawa antioksidan yang dapat menghambat efek penuaan dini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek tween 80, span 80 dan interaksi keduanya yang dominan dalam menentukan sifat fisik dan kestabilan sediaan emulgel serta untuk mendapatkan area komposisi optimum tween 80 dan span 80 sebagai emulsifying agent dalam formula emulgel anti-aging ekstrak teh hijau (Camellia sinensis (L.) O.K).

Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimental murni dengan variabel eksperimental ganda (desain faktorial) dan teknik analisis statistik Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95 %. Optimasi formula emulgel dilakukan dengan dua variasi level emulsifying agent dengan parameter sifat fisik (daya sebar, viskositas) dan stabilitas emulgel pada penyimpanan (perubahan viskositas, pemisahan fase emulgel). Formula tersebut diuji keamanannya dengan uji iritasi primer pada hewan percobaan kelinci.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa span 80 dominan dalam menentukan respon daya sebar dan viskositas emulgel dan tween 80 dominan dalam menentukan respon perubahan viskositas emulgel. Tidak ada faktor yang dominan dalam menentukan pemisahan fase emulgel setelah penyimpanan 1 bulan. Hasil uji iritasi primer menunjukkan emulgel ekstrak teh hijau tidak mengiritasi. Dalam penelitian ini, ditemukan area komposisi optimum emulsifying agent tween 80-span 80 dalam emulgel anti-aging ekstrak teh hijau.

(2)

ABSTRACT

Green tea have an antioxidant compounds which can inhibit the premature aging. The purpose of the research is to investigate the dominant effect among tween 80, span 80 and the interaction between tween 80 and span 80 on the emulgel physical properties and emulgel stability, and to obtain the optimum area of the composition tween 80 and span 80 as emulsifying agent from extract green tea (Camellia sinensis (L.) O.K) emulgel anti-aging formulas.

The research uses a pure experimental design with double experimental variables (factorial design) and Yate’s treatment as analytic statistic technique with 95 % degree of reliability. Optimizing emulgel formula was done by combine two various level of emulsifying agent with parameter on the physical characteristic of emulgel and emulgel stability. The formula safety is tested by primer irritation test to the experiment animal that are rabbits.

The result show that span 80 dominant in determining the spreadability and viscocity of emulgel and tween 80dominant in determining viscocity moving. There is no dominant factor that influence in separation phase of emulgel after a month storage. The result of primer irritation test showed that emulgel from green tea extract does not irritate. In this research, the optimal compotition area of emulsifying agent tween 80-span 80 in emulgel extract green tea has been figured out.

(3)

OPTIMASI KOMPOSISI TWEEN 80 DAN SPAN 80 SEBAGAI

EMULSIFYING AGENT DALAM FORMULA EMULGELANTI-AGING

EKSTRAK TEH HIJAU (Camellia sinensis (L.) O.K) :

APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Maria Oktavia

NIM : 048114130

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

OPTIMASI KOMPOSISI TWEEN 80 DAN SPAN 80 SEBAGAI

EMULSIFYING AGENT DALAM FORMULA EMULGELANTI-AGING

EKSTRAK TEH HIJAU (Camellia sinensis (L.) O.K) :

APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Maria Oktavia

NIM : 048114130

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(5)

Skripsi Berjudul

OPTIMASI KOMPOSISI TWEEN 80 DAN SPAN 80 SEBAGAI

EMULSIFYING AGENT DALAM FORMULA EMULGELANTI-AGING

EKSTRAK TEH HIJAU (Camellia sinensis (L.) O.K) :

APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

Yang diajukan oleh: Maria Oktavia NIM : 048114130

Telah disetujui oleh:

Pembimbing Utama

(6)
(7)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Aku bersyukur...

Sungguh-sungguh bersyukur...

berterima kasih pada-Mu Tuhan, aku pernah melewati itu

semua

Menjadikan satu kenangan indah...

yang akan membawa ku menjadi lebih baik nantinya,

yang ajarkan aku, betapa sulit mewujudkan impian...

Dan memberi aku arti hidup tak semudah seperti apa

yang diinginkan

Kini...

Didetik bahagia ini, diakhir masa ku disini...

Dengan segala kedewasaan hati,

aku berjanji...

akan ku langkahkan kaki menantang jalan panjang ku nanti

didepan

Aku tak kuasa tuk tetap berdiri saja

karena ini bukan perhentian...

Karena aku adalah aku, yang tak ingin gagal

Karena aku adalah aku, yang memiliki banyak impian...

Tetap melangkah mewujudkan cita-cita...

Kupersembahkan karya kecilku ini untuk :

Tuhan Yesus dan Bunda Maria Keluargaku tercinta

(8)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Maria Oktavia

Nomor Mahasiswa : 048114130

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

OPTIMASI KOMPOSISI TWEEN 80 DAN SPAN 80 SEBAGAI

EMULSIFYING AGENT DALAM FORMULA EMULGELANTI-AGING

EKSTRAK TEH HIJAU (Camellia sinensis (L.) O.K) :

APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 12 Agustus 2008

Yang menyatakan,

(9)

KATA PENGANTAR

Pujian dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena hanya oleh berkat, anugerah, kasih dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan akhir ini guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Ilmu Farmasi (S.Farm).

Selama perkuliahan, penelitian hingga proses penyusunan skripsi, penulis telah mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak yang berupa dukungan, sarana, bimbingan, nasihat, kritik dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan penghargaan dan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. TN Saifullah Sulaiman, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia membimbing dan meluangkan waktunya untuk penulis selama penelitian dengan memberikan bimbingan, dukungan, kritik, dan nasihat. 3. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt selaku dosen penguji yang telah bersedia

memberikan kritik dan saran selama penyusunan skripsi.

4. Agatha Budi Susiana Lestari, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah bersedia memberikan kritik dan saran selama penyusunan skripsi.

(10)

6. Tri Dese Budi Prasetiyo yang selalu menemani, mendukung serta menyemangati penulis selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

7. Mbak Ella yang selalu meluangkan waktunya untuk diskusi.

8. Pak Musrifin, Pak Agung, Pak Iswandi, Pak Ottok, Pak Wagiran, Pak Sigit, Pak Sarwanto, dan Pak Yuwono selaku laboran dan karyawan yang telah membantu selama penelitian.

9. Teman-teman 2004 FST & FKK semuanya atas kebersamaan, kenangan, dan persahabatan selama ini (semoga sampai selamanya). Semua teman, sahabat yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkam demi kesempurnaan penulisan ini.

Akhirnya penulis berharap semuga skripsi ini bermenfaat bagi pengembangan ilmu farmasi khususnya dan kemajuan ilmu pengetahuan pada umumnya.

Yogyakarta, Juli 2008 Penulis,

(11)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, Juli 2008 Penulis,

(12)

INTISARI

Teh hijau mengandung senyawa antioksidan yang dapat menghambat efek penuaan dini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek tween 80, span 80 dan interaksi keduanya yang dominan dalam menentukan sifat fisik dan kestabilan sediaan emulgel serta untuk mendapatkan area komposisi optimum tween 80 dan span 80 sebagai emulsifying agent dalam formula emulgel anti-aging ekstrak teh hijau (Camellia sinensis (L.) O.K).

Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimental murni dengan variabel eksperimental ganda (desain faktorial) dan teknik analisis statistik Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95 %. Optimasi formula emulgel dilakukan dengan dua variasi level emulsifying agent dengan parameter sifat fisik (daya sebar, viskositas) dan stabilitas emulgel pada penyimpanan (perubahan viskositas, pemisahan fase emulgel). Formula tersebut diuji keamanannya dengan uji iritasi primer pada hewan percobaan kelinci.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa span 80 dominan dalam menentukan respon daya sebar dan viskositas emulgel dan tween 80 dominan dalam menentukan respon perubahan viskositas emulgel. Tidak ada faktor yang dominan dalam menentukan pemisahan fase emulgel setelah penyimpanan 1 bulan. Hasil uji iritasi primer menunjukkan emulgel ekstrak teh hijau tidak mengiritasi. Dalam penelitian ini, ditemukan area komposisi optimum emulsifying agent tween 80-span 80 dalam emulgel anti-aging ekstrak teh hijau.

(13)

ABSTRACT

Green tea have an antioxidant compounds which can inhibit the premature aging. The purpose of the research is to investigate the dominant effect among tween 80, span 80 and the interaction between tween 80 and span 80 on the emulgel physical properties and emulgel stability, and to obtain the optimum area of the composition tween 80 and span 80 as emulsifying agent from extract green tea (Camellia sinensis (L.) O.K) emulgel anti-aging formulas.

The research uses a pure experimental design with double experimental variables (factorial design) and Yate’s treatment as analytic statistic technique with 95 % degree of reliability. Optimizing emulgel formula was done by combine two various level of emulsifying agent with parameter on the physical characteristic of emulgel and emulgel stability. The formula safety is tested by primer irritation test to the experiment animal that are rabbits.

The result show that span 80 dominant in determining the spreadability and viscocity of emulgel and tween 80dominant in determining viscocity moving. There is no dominant factor that influence in separation phase of emulgel after a month storage. The result of primer irritation test showed that emulgel from green tea extract does not irritate. In this research, the optimal compotition area of emulsifying agent tween 80-span 80 in emulgel extract green tea has been figured out.

(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii

INTISARI ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Keaslian Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

(15)

B. Kulit ... 10

C. Penuaan dini ……... 13

D. Antioksidan ... 14

E. DPPH ... 15

F. Emulgel ... 16

G. Gelling Agent ... 17

H. Emulsifying Agent ... 18

I. Metode desain faktorial... 20

J. Uji iritasi primer... 22

K. Landasan Teori... 23

L. Hipotesis... 24

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 25

A. Jenis Rancangan Penelitian ... 25

B. Variabel dalam Penelitian ... 25

C. Definisi Operasional ... 26

D. Bahan dan Alat ... 28

E. Tata Cara Penelitian ... 29

1. Pemeriksaan ekstrak daun teh hijau …... 29

2. Pemeriksaan katekin.... ... 29

3. Uji aktivitas antioksidan... 30

4. Optimasi formula emulgel... ... 31

(16)

F. Analisis Hasil ... 37

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

A. Identifikasi Ekstrak Teh Hijau... 39

B. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Teh Hijau... 42

C. Pembuatan Emulgel Ekstrak Teh Hijau... 46

D. Penentuan Tipe Emulsi Ekstrak Teh Hijau... 48

E. Sifat Fisik dan Stabilitas Emulgel... 50

F. Uji Mikromeritik Gel... 61

G. Uji Iritasi Primer . ... 63

H Optimasi Formula ... 64

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71

LAMPIRAN ... 74

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Level rendah dan level tinggi tween 80, level rendah dan level

tinggi span 80... 33

Tabel II. Formula emulgel anti-aging ekstrak teh hijau ... 34

Tabel III. Nilai hRx Ekstrak Teh Hijau... 40

Tabel IV. Hasil Pemeriksaan Ekstrak Teh Hijau... 41

Tabel V. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Teh Hijau dan Vitamin C menggunakan Metode DPPH...………… 43

Tabel VI. Nilai HLB Teoritis Emulgel... ... 46

Tabel VII. Hasil Uji pH Emulgel Anti-Aging Ekstrak Teh Hijau ... 47

Tabel VIII. Hasil Pengukuran Sifat Fisik dan Stabilitas Emulgel... 52

Tabel IX. Efek Tween 80, Span 80 dan Interaksi dalam Menentukan Sifat Fisik dan Stabilitas Emulgel... 53

Tabel X. Hasil perhitungan Yate’s treatment pada respon daya sebar emulgel... 55

Tabel XI. Hasil perhitungan Yate’s treatment pada respon viskositas emulgel... 57

Tabel XII. Hasil perhitungan Yate’s treatment pada respon perubahan viskositas emulgel... 59 Tabel XIII. Hasil perhitungan Yate’s treatment pada respon stabilitas fase emulgel... 61

Tabel XIV. Hasil Pengukuran Tetesan Minyak dalam Emulgel... 61

Tabel XV. Hasil Pengukuran Indeks Iritasi Primer dan Sifat Iritannya... 63

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Kulit... ... 11 Gambar 2. Mekanisme Reaksi antara DPPH dengan antioksidan... 16 Gambar 3. Lempeng KLT diamati dengan sinar biasa dan sinar

UV... 39 Gambar 4. Spektrum perbandingan panjang gelombang antara ekstrak teh

hijau dengan katekin... ... 42 Gambar 5. Kurva hubungan antara konsentrasi (µg/ml) dengan peredaman

radikal bebas (%) pada vitamin C dan ekstrak teh hijau……... 43 Gambar 6. Struktur senyawa polifenol dalam teh hijau dengan gugus

hidroksi ... 45 Gambar 7. Gambar penampilan fisik emulgel setelah ditambah dengan fase

eksternal berlebih... 48 Gambar 8. Gambar emulgel setelah ditambah dengan zat warna methylene

blue………... 49 Gambar 9. Gambar emulgel dibawah mikroskop setelah ditambah dengan zat

warna methylene blue………... 50 Gambar 10. Grafik hubungan antara daya sebar-tween 80 dan grafik

hubungan antara daya sebar-span 80…... 54 Gambar 11. Grafik hubungan antara viskositas-tween 80 dan grafik hubungan

antara viskositas-span 80………... ... 56 Gambar 12. Grafik hubungan antara perubahan viskositas-tween 80 dan grafik

hubungan antara perubahan viskositas-span 80 ... 58 Gambar 13. Grafik hubungan antara pemisahan fase emulgel-tween 80 dan

(19)

Gambar 15. Contour plot daya sebar emulgel... 65

Gambar 16. Contour plot viskositas emulgel... 66

Gambar 17. Contour plot perubahan viskositas emulgel... 67

Gambar 18. Contour plot pemisahan fase emulgel... 68

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Uji aktivitas antioksidan... 74

Lampiran 2. Data Sifat fisik dan stabilitas sediaan emulgel... 76

Lampiran 3. Perhitungan Perhitungan Yate’s treatment……... 89

Lampiran 4. Data uji mikromeritik... ... 99

Lampiran 5. Data uji iritasi primer... ... 101

Lampiran 6. Kuisioner subjective assessment... 102

Lampiran 7. Perhitungan subjective assessment... 103

Lampiran 8. Foto dokumentasi……… ...……... 107

(21)

BAB I

A. LATAR BELAKANG

Teh merupakan minuman yang paling populer di dunia. Posisinya berada pada urutan kedua setelah air mineral. Diperkirakan tidak kurang dari 120 ml setiap harinya, teh dikonsumsi setiap orang. Teh hijau memiliki khasiat yang lebih baik dibandingkan teh hitam untuk perawatan kesehatan dan kecantikan. Berbagai penelitian menunjukkan teh hijau bermanfaat untuk mencegah kanker, osteoporosis, kardiovaskular, aterosklerosis, menyembuhkan penyakit ginjal dan meningkatkan kekebalan tubuh. Sementara untuk perawatan kecantikan teh hijau berperan sebagai antioksidan untuk mencegah penuaan dini, menghilangkan bau mulut hingga sebagai obat pelangsing (Soraya, 2007). Berdasarkan hasil penelitian-penelitian tersebut, kini ekstrak teh hijau telah banyak digunakan dalam berbagai produk perawatan kecantikan, seperti facial foam, lotion, obat pelangsing dan lulur.

(22)

Aktivitas antioksidan dari teh hijau dapat membantu mengontrol aktivitas radikal bebas, yakni zat berbahaya yang sangat reaktif dan bersifat merusak jaringan organ-organ tubuh hingga menimbulkan berbagai penyakit. Salah satu efek dari radikal bebas adalah penuaan dini. Manusia akan mengalami proses penuaan. Proses penuaan ini antara lain tampak dari kerutan dan keriput pada kulit atau kemunduran lainnya dibanding ketika masih muda. Sebagian besar garis-garis wajah dan kerut atau keriput disebabkan oleh pemaparan berlebihan terhadap sinar UV, baik UVA yang bertanggung jawab atas noda gelap, kerut atau keriput dan melanoma maupun UVB yang bertanggung jawab atas kulit terbakar serta karsinoma (Anonim, 2008a). Dalam tubuh sebenarnya ada enzim yang dapat menangkal radikal bebas, akan tetapi reaksi enzimatik ini tidak pernah mencapai 100%. Akibat dari kerusakan jaringan ini secara perlahan menyebabkan elastisitas kolagen merosot dan kulit menjadi keriput dan timbul bintik-bintik pigmen kecoklatan (Kumalaningsih, 2006).

(23)

emulgel. Ekstrak teh hijau juga dapat digunakan sebagai anti penuaan dini dengan konsentrasi 5-10% (Anonim, 2002).

Emulgel adalah sediaan yang dibuat dengan mencampurkan emulsi baik berupa tipe minyak dalam air maupun berupa tipe air dalam minyak dan gelling agent sebagai pembentuk gel dengan konsentrasi tertentu. Emulgel juga telah digunakan sebagai penghantar obat ke dalam jaringan kulit (Magdy, 2004). Gel mempunyai kelebihan berupa kandungan air yang cukup tinggi sehingga memberikan kelembapan yang bersifat mendinginkan dan memberikan rasa nyaman pada kulit (Mitsui, 1997).

Emulsi mempunyai kelebihan berupa kemampuan penetrasi yang tinggi pada kulit. Emulsi minyak dalam air lebih banyak digunakan sebagai basis obat yang dapat tercuci dengan air untuk tujuan kosmetik. Emulsi air dalam minyak lebih dapat digunakan untuk perawatan kulit kering dan pemakaian sebagai emolien (Magdy, 2004). Atas dasar kelebihan dari emulsi dan gel tersebut maka dibuat sediaan emulgel dari ekstrak teh hijau yang dapat berfungsi sebagai pencegah proses penuaan dini.

(24)

merupakan emulsifying agent nonionik dengan HLB 4,3 karena gugus lipofilnya lebih dominan. Dalam interfacial film theory, adanya stable interfacial complex condensed film yang terbentuk saat emulsifying agent yang bersifat larut air dicampurkan dengan emulsifying agent yang bersifat larut lemak mampu membentuk dan mempertahankan emulsi dengan lebih efektif dibandingkan penggunaan emulsifying agent tunggal (Zats and Kushla, 1996). Emulsifying agent akan mempengaruhi sifat fisik dan kestabilan sistem emulsi sehingga harus diperhatikan sebelum sediaan dipasarkan kekonsumen. Suatu sediaan layak untuk digunakan oleh masyarakat apabila memenuhi syarat keamanan. Oleh karena itu selain optimasi, dalam penelitian ini juga dilakukan uji iritasi primer sebagai uji awal untuk mengetahui tingkat keamanannya.

(25)

1. PERUMUSAN MASALAH

• Di antara tween 80, span 80 dan interaksi keduanya, mana yang lebih dominan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas emulgel anti-aging ekstrak teh hijau?

• Dapatkah ditemukan area komposisi optimum tween 80 dan span 80 pada contour plot superimposed yang diprediksikan sebagai formula optimum emulgel anti- aging ekstrak teh hijau?

• Apakah formula emulgel anti-aging ekstrak teh hijau memberikan efek iritasi primer?

2. KEASLIAN KARYA

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan oleh penulis, penelitian tentang optimasi komposisi tween 80 dan span 80 sebagai emulsifying agent dalam formula emulgel anti-aging ekstrak teh hijau (Camellia sinensis (L.) O.K) : aplikasi desain faktorial belum pernah dilakukan.

3. MANFAAT PENELITIAN

a. Manfaat teoritis

Menambah pengetahuan tentang bentuk sediaan emulgel yang berasal dari bahan alam.

b. Manfaat metodologis

(26)

c. Manfaat praktis

Manfaat praktis penelitian ini adalah dapat menghasilkan komposisi tween 80 dan span 80 yang optimal sehingga diperoleh sediaan yang berkhasiat, aman dan dapat diterima oleh masyarakat.

B. TUJUAN PENELITIAN

a. Tujuan umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mendapatkan formula dengan komposisi tween 80 dan span 80 yang optimum sebagai emulsifying agent dalam emulgel anti-aging ekstrak teh hijau (Camellia sinensis (L)), yang memenuhi persyaratan mutu yakni, berkhasiat, aman dan dapat diterima oleh masyarakat.

b. Tujuan khusus

Secara khusus tujuan penelitian ini adalah :

• Mengetahui manakah yang dominan antara tween 80, span 80 dan interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas emulgel.

• Menemukan area komposisi optimum tween 80 – span 80 pada contour plot superimposed yang diprediksikan sebagai formula optimum emulgel anti-aging ekstrak teh hijau.

(27)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A.Teh

Sinonim : Camellia bohea Griff, C. sinensis (L) O.K., C. theifera Dyer.,

Thea sinensis L,. T. asamica Mast, T. cochinchinensis Lour., T. cantoniensis Lour., T. chinensis Sims., T. viridis L.

Klasifikasi

Devisi : Spermathophyta (tumbuhan biji)

Sub devisi : Angiospermae (tumbuhan biji terbuka)

Kelas : Dicotyledoneae (tumbuhan biji belah)

Sub kelas : Guttiferales (Clusiales)

Familia (suku) : Camelliaceae (Theaceae)

Genus (marga) : Camellia

Spesies : Camellia sinensis

Varietas : Assamica (Tuminah, 2004).

1. Klasifikasi teh

Teh dapat dikelompokkan dalam tiga jenis berdasarkan

pengolahannya, yaitu teh hijau (tidak difermentasi), teh oolong dan teh

pouchong (semifermentasi), dan teh hitam (fermentasi penuh) (Syah, 2006).

Teh hijau dibuat melalui inaktivasi enzim polifenol oksidasenya di

dalam daun teh segar. Metode inaktivasi enzim polifenol oksidase teh hijau

(28)

yang sudah kering dan penguapan (steam /uap air) dimana daun teh segar yang

masih baru dipetik diuapkan sebentar kemudian dikeringkan. Kedua metode ini

berguna untuk mencegah tejadinya oksidasi enzimatis katekin (Syah, 2006).

Teh hitam dibuat dengan cara memfermentasikan daun teh, yang

sebelumnya sedikit dikeringkan dengan udara hangat, dilayukan dan digiling di

bawah pengaruh panas yaitu melalui oksidase katekin dalam daun segar dengan

katalis polifenol oksidase atau yang disebut dengan fermentasi. Proses

fermentasi ini dihasilkan dalam oksidasi polifenol sederhana, yaitu katekin teh

diubah menjadi molekul yang lebih kompleks dan pekat sehingga memberi ciri

khas teh hitam, yaitu berwana kuat dan tajam (Syah, 2006).

Teh oolong diproses melalui pemanasan daun dalam waktu singkat setelah penggulungan, oksidasi terhenti dalam proses pemanasan, sehingga teh

oolong disebut dengan teh semifermentasi. Karakteristik teh oolong berada diantara teh hitam dan teh hijau (Syah, 2006).

2. Kandungan kimia

a. Substansi fenol

1) Katekin (polifenol)

Katekin merupakan senyawa dominan dari polifenol teh hijau yang

merupakan senyawa larut dalam air, tidak berwarna dan memberikan

rasa pahit, tidak bersifat menyamak dan tidak berpengaruh buruk

terhadap pencernaan makanan, katekin teh bersifat antimikroba

(29)

melancarkan sekresi air seni dan menghambat pertumbuhan sel kanker

(Fulder, 2004).

Katekin dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu proantocyanidin dan

polyester. Katekin teh hijau tersusun sebagian besar atas

senyawa-senyawa katekin, epikatekin, galokatekin, epigalokatekin, galokatekin

galat dan epigalokatekin galat (Syah, 2006). Kandungan teh hijau

bervariasi menurut cara pengolahannya. Kandungan katekin tertinggi

ada pada teh hijau, disusul teh oolong, dan teh hitam. Teh hijau

mengandung 16-30 % senyawa katekin.

2) Flavanol

Flavanol dalam teh meliputi quersetin, kaemferol, dan mirisetin.

Flavanol merupakan antioksidan alami yang mampu mengikat logam.

b. Substansi bukan fenol

Substansi bukan fenol terdiri dari: 4 % karbohidrat, 6 % substansi

pektin, 3-4 % alkaloid seperti teofilin (1,3-dimetil xantin), teobromin

(3,7-dimetil xantin) dan kafein (1,3,7-trimetil xantin). Kafein dapat berfungsi

sebagai stimulan pada sistem CNS (Central Nervous System) dalam sistem

respiratori dan jantung). Kandungan teh hijau lainnya adalah klorofil dan

zat warna lain, protein dan asam-asam amino, asam organik substansi

(30)

c. Substansi penyebab aroma

Beberapa pendapat menyatakan bahwa aroma teh berasal dari

glikosida yang terurai menjadi gula sederhana dan senyawa beraroma.

Pendapat lain mengatakan aroma berasal dari oksidasi karotenoid yang

menghasilkan senyawa mudah menguap (aldehid dan keton tidak jenuh)

(Syah, 2006).

d. Enzim

Beberapa enzim terdapat dalam daun teh. Peranan penting

enzim-enzim ini adalah sebagai biokatalisator pada setiap reaksi kimia dalam

tanaman. Enzim yang dikandung dalam daun teh diantaranya invertase,

amilase, β-glukosidase, oximetilase, protease dan peroksidase (Syah,

2006).

B. Kulit

Kulit merupakan organ terluas yang menutupi seluruh permukaan tubuh.

Kulit berfungsi sebagai pelindung tubuh dari pengaruh luar baik secara fisik

maupun imunologik. Kulit juga berperan penting dalam interaksi antar individu

dengan lingkungan, karena merupakan indera yang sensitif terhadap sentuhan

yang kadang membuat perasaan emosional (Rawling, 2002). Kulit memiliki

kekakuan yang bervariasi di setiap bagian yang berbeda. Daerah yang paling kaku

dan tebal adalah telapak kaki dan telapak tangan serta sela-sela jari. Kulit menjadi

(31)

keabu-abuan, sering disebut penuaan kulit. Pada kulit wajah, sel-selnya sangat tipis,

sehingga memungkinkan sediaan kosmetik dapat berpenetrasi (Young, 1972).

Gambar 1. Struktur Kulit

Kulit tersusun dari 3 komponen utama yaitu :

1. Lapisan Epidermis

Lapisan epidermis terdiri dari 5 lapis sel, dari atas ke bawah, yaitu:

a. Stratum corneum

Stratum corneum adalah lapisan kulit terluar dan terdiri dari beberapa lapisan sel gepeng yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya telah

berubah menjadi keratin. Lapisan tanduk memberikan perlindungan

terhadap cahaya, panas bakteri dan berbagai bahan kimia.

b. Stratum lucidum

Lapisan ini merupakan sel gepeng, jernih dan sel mati yang berisi eleidin,

(32)

c. Stratum granulosum

Lapisan ini terdiri dari 3-5 lapis sel gepeng yang berisi butiran berwarna

gelap yang disebut keratohialin. Keratohialin ikut serta dalam langkah

pembentukan keratin.

d. Stratum spinosum

Lapisan ini terdiri dari 8-10 lapis sel poligonal yang sangat rapat.

Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen dan inti sel

terletak ditengah.

e. Stratum basale atau stratum germinativum

Stratum basale merupakan lapisan terdalam dalam epidermis. Lapisan ini terdiri dari satu lapis sel kubus. Pada saat pembelahan sel, sel-sel ini akan

bergerak maju kepermukaan menjadi lapisan-lapisan yang diatasnya. Inti

selnya akan mengalami degenerasi dan selnya akan mati. Sel-sel ini akan

menggantikan sel-sel yang ada pada bagian paling atas epidermis.

2. Lapisan Dermis

Dermis terdiri dari jaringan connective yang berisi serabut kolagen dan serabut elastin. Ruang diantara serabut tersebut berisi jaringan adiposa, folikel rambut,

saraf, kelenjar lemak dan kelenjar keringat.

Lapisan ini terdiri dari:

(33)

b. Pars retikularis adalah bagian bawah dermis yang berhubungan dengan lapisan sub kutis. Bagian ini terdiri dari jaringan connective yang padat

yang berisi serabut kolagen dan serabut elastis.

3. Lapisan Subkutis

Lapisan ini terdiri dari jaringan ikat longgar dengan isi sel lemak. Di lapisan

ini terdapat ujung saraf tepi, pembuluh darah dan saluran getah bening

(Tortora, 1990).

C.Penuaan dini

Kulit berubah mengikuti usia seseorang. Walaupun proses penuaan tidak

dapat dihindari, pemahaman tentang proses penuaan yang terjadi di kulit sangat

penting. Paparan sinar matahari dipercaya akan mempercepat proses perubahan

kulit. Penuaan akan dapat dipercepat lagi oleh radikal bebas yang berada di sekitar

kita. Proses penuaan kulit disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor instrinsik dan

faktor ekstrinsik. Penuaan kulit karena faktor ekstrinsik terjadi akibat adanya

faktor luar seperti sinar matahari, merokok, konsumsi alkohol yang berlebihan dan

kekurangan nutrisi sedangkan faktor intrinsik dilatarbelakangi faktor genetik dari

individu dan diakibatkan dari usia yang tidak dapat dihindari. Proses penuaan

kulit yang disebabkan oleh faktor ekstrinsik dapat menyebabkan penuaan dini.

Kelainan yang terjadi pada penuaan dini berupa kulit kering, kulit berkerut,

muncul noda-noda hitam pada kulit, kulit kusam, dan tidak bercahaya. Hal ini

(34)

Diantara tanda-tanda penuan kulit yang dapat terlihat, yaitu kulit terlihat

kering, kasar, kendur dan kehilangan elastisitasnya, terdapat bercak atau noda

coklat kehitaman, keriput, adanya regangan kulit, timbul lipatan pada leher, dan

garis-garis ketuaan di wajah (Baumann, 2002).

D. Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang

dapat memberikan elektronnya secara cuma-cuma kepada molekul radikal bebas

tanpa terganggu sama sekali dan dapat merusak reaksi berantai dari radikal bebas

(Hudson, 1990).

Atas dasar fungsinya, antioksidan dapat dibedakan menjadi lima seperti

berikut :

1. Antioksidan primer yang bekerja dengan cara mencegah terbentuknya radikal

bebas yang baru dan mengubah radikal bebas menjadi molekul yang tidak

merugikan. Sebagian besar zat fenolik, tiokoferol, alkil galat, BHA, BHT dan

glutation peroksidase.

2. Antioksidan sekunder yang berfungsi untuk menangkap radikal bebas dan

menghalangi terjadinya reaksi berantai, misalnya vitamin C, Vitamin E, beta

karoten.

3. Antioksidan tersier yang bermanfaat untuk memperbaiki kerusakan yang

disebabkan oleh radikal bebas misalnya enzim metionin sulfoksidan

(35)

4. Oxygen scavenger, antioksidan yang dapat mengikat oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi, misalnya vitamin C.

5. Chelators, kerjanya mengikat logam yang mampu mengkatalisis rekasi oksidasi, misalnya asam sitrat asam amino, ethylendiamin (Kumalaningsih,

2006).

E.DPPH ( 1,1-difenil-2-pikrilhidrasil )

Aktivitas antioksidan suatu senyawa dapat diukur dengan kemampuan

meredam radikal bebas. Dalam penelitian ini radikal bebas yang digunakan adalah

DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrasil atau α,α-difenil-β-pikrilhidrasi). DPPH adalah

merupakan suatu senyawa radikal bebas yang stabil. Prinsipnya adalah reaksi

penangkapan hidrogen dari antioksidan oleh radikal bebas DPPH yang berwarna

ungu dan berubah menjadi 1,1-difenil-2-pikrilhidrazin yang berwarna kuning

stabil. Sebaliknya senyawa DPPH kehilangan H akan menjadi radikal baru yang

reaktif. Suatu senyawa dapat digunakan sebagai radikal bebas yang bermanfaat,

apabila setelah bereaksi dengan radikal bebas akan menghasilkan radikal baru

yang stabil atau senyawa bukan radikal (Molyneux, 2004).

Antioksidan dinyatakan aktif bila menghambat radikal bebas lebih dari

80 %, dinyatakan sedang bila menghambat radikal bebas 50-80 % dan dinyatakan

(36)

Reaksi antara DPPH sebagai radikal bebas dengan antioksidan:

1,1-difenil-2-pikrilhidrazil antioksidan 1,1-difenil-2-pikrilhidrazin

Gambar 2. Mekanisme reaksi antara DPPH dengan antioksidan

Nilai IC50 (Inhibiton Concentration 50) adalah konsentrasi antioksidan

(μg/ml) yang mampu menghambat 50 % radikal bebas. Nilai IC50 diperoleh dari

perpotongan garis antara 50 % daya hambatan dengan sumbu konsentrasi,

kemudian dimasukkan ke persamaan Y = a + bx dimana Y = 50 dan nilai X

menunjukkan IC50 (Yen, 1995).

F. Emulgel

Emulgel dibuat dengan mencampurkan emulsi dengan perbandingan tertentu. Syarat sediaan emulgel sama seperti syarat untuk sediaan gel, yaitu untuk

penggunaan dermatologi harus mempunyai syarat antara lain sebagai berikut :

tiksotropik, mempunyai daya sebar yang mudah melembutkan, dapat bercampur

dengan beberapa zat tambahan (Magdy, 2004).

Pembuatan emulgel dilakukan dengan cara mencampurkan emulsi dan gel

dengan perbandingan tertentu. Bahan tambahan yang biasa digunakan dalam

pembuatan emulgel adalah gelling agent yang dapat meningkatkan viskositas, O2N 

NO2 

N

NO2 

O2N  + A • 

NO2 

H N + AH 

NO2 

(37)

emulsifying agent untuk menghasilkan emulsi yang stabil, humektan dan pengawet.

Uji stabilitas merupakan proses evaluasi untuk menjamin bahwa

sifat-sifat utama produk tidak berubah selama waktu yang dapat diterima oleh

konsumen. Ketidakstabilan dapat dilihat dengan mengevaluasi karakteristik

produk, baik dengan pengamatan secara subyektif maupun obyektif. Pengamatan

secara subyektif misalnya dengan mengamati warna, bau dan penampilan produk,

sedangkan pengamatan obyektif misalnya dengan mengukur pH, daya sebar,

viskositas, ukuran partikel, dan lain-lain (Wilkinson, 1982).

G. Gelling Agent

Gel merupakan suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu

dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul

organik yang besar dan saling diresapi cairan (Ansel, 1999). Gel pada umumnya

memiliki sifat rheologi pseudoplastik (Nairn, 1997). Gel biasanya digunakan

untuk diaplikasikan pada membran mukus atau jaringan yang luka atau terbakar

karena gel memiliki kandingan air yang tinggi yang dapat mengurangi iritasi

(Klech, 1986).

Hidrogel adalah sediaan semisolid yang mengandung material polimer

yang mempunyai kemampuan untuk mengembang dalam air tanpa larut dan bisa

menyimpan air dalam strukturnya. Hidrogel merupakan sistem yang menyebabkan

air tidak bisa bergerak karena adanya polimer tidak larut. Salah satu alasan

(38)

obat adalah kompatibilitasnya yang relatif baik dengan jaringan biologis. Polimer

yang digunakan dalam hidrogel terhidrolisis lambat dan secara bertahap

melepaskan obat bebas. Kelebihan hidrogel yaitu aman digunakan secara topikal,

transparan, licin, mudah digunakan, memberikan rasa dingin karena ada

penguapan air serta residunya mudah dihilangkan (Zatz and Kushla, 1996).

Hidrogel merupakan polimer organik seperti asam poliakrilik (carbomer),

CMC-Na dan selulosa eter non ionik (hidroksipropilmetilselulosa (HPMC)) sering

digunakan sebagai basis untuk tujuan pembuatan hidrogel (Barel et al, 2001).

HPMC tidak larut dalam alkohol, pembentukan gel dilakukan dengan pemanasan

pada suhu 50-90oC dan stabil pada pH 3-11.

H. Emulsifying Agent

Emulsifying agent adalah surfaktan yang mengurangi tegangan antar muka antara minyak dan air, meminimalkan energi permukaan dari droplet yang

terbentuk (Allen, 2002).

Emulsifying agent bekerja dengan membentuk film atau lapisan di sekeliling butir-butir tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi agar

mencegah terjadinya koalesen dan terpisahnya cairan dispers sebagai fase terpisah

(Anief, 2003).

Penggunaan campuran dua macam emulsifying agent biasanya lebih

stabil dibanding penggunaan emulsifying agent tunggal dengan menjumlahkan

HLB secara langsung. Emulsifying agent dapat dicampurkan dengan perbandingan

(39)

a) Tween 80

Tween 80 digunakan sebagai emulsifying agent pada emulsi topikal

tipe minyak dalam air, dikombinasikan dengan emulsifier hidrofilik pada

emulsi minyak dalam air, dan untuk menaikkan kemampuan menahan air

pada salep, dengan konsentrasi 1-15%. Tween 80 digunakan secara luas pada

kosmetik sebagai emulsifying agent (Smolinske, 1992). Tween 80 merupakan

ester oleat dari sorbitol di mana tiap molekul anhidrida sorbitolnyanya

berkopolimerisasi dengan 20 molekul etilenoksida (anhidrida sorbitol :

etilenoksida = 1:20). Tween 80 berupa cairan kental berwarna kuning muda

sampai kuning sawo (Anonim, 1993), berbau karamel yang dapat

menyebabkan pusing (Greenberg, 1954), panas dan kadang-kadang pahit

(Anonim, 1993). Tween 80 sangat larut dalam air, larut dalam etanol (95%) P

dan etilasetat P, tidak larut dalam parafin cair P (Anonim, 1993), tidak larut

dalam alkohol polihidrik (Greenberg, 1954). Tween 80 mempunyai titik lebur

yang berada pada suhu 5°-6°C, nilai pH 6,0-8,0 dan stabil dalam larutan

dengan pH 2-12 (Greenberg, 1954).

b) Span 80

Span 80 mempunyai nama lain sorbitan monooleat. Pemeriannya

berupa warna kuning gading, cairan seperti minyak kental, bau khas tajam,

terasa lunak. Kelarutannya tidak larut tetapi terdispersi dalam air, bercampur

dengan alkohol, tidak larut dalam propilenglikol, larut dalam hampir semua

minyak mineral dan nabati, sedikit larut dalam eter. Berat jenis pada 20oC

(40)

Span 80 dapat disiapkan dari campuran sorbitol terester sebagian

dengan mono dan dianhidrida asam oleat. Digunakan dengan cara sama

seperti ester sorbitan, seperti span 20 tetapi lebih lipofilik dari span 20,

berguna untuk membuat krim tipe A/M, bagian kecil dari tween 60 atau

tween 80 dapat ditambahkan untuk mengurangi viskositas dan membantu

pembentukan emulsi, sehingga tidak perlu menggunakan homogenizer

sampai konsistensinya 10%, dapat dimasukkan dalam basis tipe parafin untuk

membentuk basis tipe anhidrat yang mampu menyerap sejumlah besar air

(Anonim, 1988).

I. Metode Desain Faktorial

Desain faktorial adalah pendekatan eksperimental kuno yang dilakukan

dengan meneliti efek dari suatu variebel eksperimental dengan menjaga variabel

lain konstan. Desain faktorial digunakan dalam percobaan untuk menentukan

secara simulasi efek dari beberapa faktor dan interaksinya yang signifikan.

Signifikan berarti perubahan dari level rendah ke level tinggi pada faktor – faktor

menyebabkan perubahan besar pada responnya (Bolton, 1990)

Perencanaan percobaan faktorial (factorial design) merupakan suatu

metode rasional untuk menyimpulkan dan mengevaluasi secara obyektif efek dari

besaran yang berpengaruh terhadap kualitas produk (Voigt, 1994)

Desain faktorial mengandung beberapa pengertian, yaitu faktor, level,

efek, respon. Faktor merupakan setiap besaran yang mempengaruhi respon.

(41)

perubahan respon yang disebabkan variasi tingkat dari faktor. Efek faktor atau

interaksi merupakan rata – rata respon pada level tinggi dikurangi rata – rata

respon pada level rendah. Respon merupakan sifat atau hasil percobaan yang

diamati. Respon yang diamati harus dikuantitatifkan (Bolton, 1990).

Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor (misal A dan B) yang

masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu level rendah dan

level tinggi. Dengan desain faktorial dapat didesain suatu percobaan untuk

mengetahui faktor dominan yang berpengaruh secara signifikan terhadap suatu

respon. Desain faktorial dengan dua faktor dalam suatu percobaan memberikan

pertanyaan sebagai berikut :

1. Apakah faktor A memiliki pengaruh yang signifikan terhadap suatu respon?

2. Apakah faktor B memiliki pengaruh yang signifikan terhadap suatu respon?

3. Apakah interaksi faktor A dan B memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

suatu respon? (Bolton, 1990)

Desain faktorial merupakan pilihan aplikasi persamaan regresi, yaitu

teknik untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu

atau lebih variabel bebas. model yang dipilih dari analisis tersebut adalah model

matematika (Bolton, 1990).

Jumlah percobaan dalam desain faktorial adalah 2n, 2 menunjukkan level

dan n menunjukkan jumlah faktor. Langkah untuk percobaan faktorial terdiri dari

(42)

adalah percobaan dengan 2 faktor dan 2 level (22). Dari percobaan dengan desain

faktorial 22 dapat diperoleh persamaan dengan konsep :

Y = B0 + B1(X1) + B2(X2) + B12(X1)(X2)

dimana : Y = respon hasil percobaan

X1, X2 = level, yang nilainya mulai (-1) sampai (+1)

B0, B1, B2, B12 = koefisien yang dapat dihitung dari hasil percobaan

B0 = rata – rata hasil semua percobaan

B1, B2, B12 = n

xy 2

(Bolton, 1990)

Dalam penerapan rumus ini diperlukan empat percobaan, yaitu X1 dan X2

pada level rendah, X1 pada level tinggi dan X2 pada level rendah, X1 pada level

rendah dan X2 pada level tinggi, X1 dan X2 pada level tinggi. Agar dapat

mempermudah perhitungan, level tinggi dari faktor diubah menjadi +1 dan level

rendah dari faktor diubah menjadi –1 (Bolton 1990).

J. Uji Iritasi Primer

Iritasi adalah suatu reaksi kulit terhadap zat kimia misalnya alkali kuat,

asam kuat, pelarut, dan deterjen. Beratnya bermacam-macam, dari hiperemia,

edema, dan vesikulasi sampai pemborokan. Iritasi primer terjadi di tempat kontak

dan umumnya pada sentuhan pertama, karenanya berbeda dengan sensitisasi (Lu,

1995). Iritasi primer yang paling sering dimodifikasi dideskripsikan oleh John

(43)

Tujuan dilakukannya uji Draize yaitu untuk mengidentifikasi bahan-bahan

kimia yang merupakan bahan yang sangat berbahaya, bukan untuk

membandingkan produk (Hayes, 2001). Ada beberapa uji iritasi kulit yang

dimodifikasi berdasarkan prosedur Draize. Modifikasi dilakukan pada spesies

hewan yang digunakan, jumlah bahan uji yang dipakai, pengolesan berulang dan

jenis pemeriksaan, misalnya histologi (Lu, 1995).

K. Landasan Teori

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penuaan dini yang

disebabkan oleh radikal bebas yang masuk dalam tubuh adalah dengan

menggunakan sediaan atau produk yang mengandung antioksidan. Teh hijau

merupakan antioksidan penyegar kulit dan pengatur keseimbangan radikal bebas

yang bisa memperlambat proses penuaan, aktivitas antioksidan ketekin dapat

mengurangi kerusakan sel sehingga proses penuaan menjadi lebih lambat (Syah,

2006). Secara tradisional, teh hijau digunakan untuk menghambat penuaan dini

dengan cara menyeduh daun teh hijau dengan air panas dan kemudian didiamkan

dalam keadaan tertutup sampai dingin dan disaring kemudian digunakan untuk

membasuh wajah.

Dalam penelitian ini ekstrak teh hijau akan diformulasikan dalam bentuk

emulgel. Alasan pemilihan bentuk sediaan tersebut karena gel mempunyai kelebihan berupa kandungan air yang cukup tinggi sehingga memberikan

kelembapan yang bersifat mendinginkan dan memberikan rasa nyaman pada kulit

(44)

yang tinggi pada kulit. Sistem emulsi ini menggunakan komposisi emulsifying

agent tween 80 – span 80. Komposisi emulsifying agent ini diharapkan akan menurunkan tegangan antar muka minyak–air sehingga memberikan sistem

emulsi yang memenuhi kriteria. Komposisi emulsifying agent akan menentukan

sifat fisik dan stabilitas dari emulgel. Stabilitas sistem emulsi yang terbentuk dapat

dicapai dengan adanya tween 80 dan span 80 yang diprediksi dapat membentuk

stable interfacial complex condensed film. Lapisan ini bersifat fleksibel, viscous, koheren, dan tidak mudah pecah selama molekul–molekulnya tertata dengan

efisien satu dengan yang lainnya. 

Metode desain faktorial dapat digunakan untuk mendapatkan formula yang optimum dilihat dari sifat fisik dan stabilitas emulgel. Dengan metode ini

efek tiap – tiap faktor maupun interaksi keduanya dapat teridentifikasi dan dapat

ditentukan faktor mana yang paling mempengaruhi sifat fisik, dan stabilitas

emulgel. Selain itu, dengan desain faktorial juga dapat diketahui area komposisi optimum berdasarkan contour plot superimposed.

I. Hipotesis

Hipotesis yang hendak diuji dalam penelitian ini adalah diduga ditemukan

faktor yang dominan antara tween 80, span 80 atau interaksi keduanya dalam

menentukan sifat fisik dan stabilitas emulgel, serta diduga ditemukan area

komposisi tween 80 dan span 80 yang optimum sehingga menghasilkan emulgel

(45)

 

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni menggunakan

desain faktorial dan bersifat eksploratif, yaitu mencari komposisi optimum

emulsifying agent (Tween 80 dan Span 80) dalam formula emulgel ekstrak teh hijau sebagai anti-aging dengan parameter sifat fisik dan stabilitas emulgel.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah level tween 80 dan span 80

sebagai emulsifying agent.

2. Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik emulgel yang

meliputi daya sebar, viskositas, dan stabiltas emulgel meliputi perubahan

viskositas dan stabilitas fase emulgel setelah penyimpanan selama satu bulan.

3. Variabel pengacau terkendali

Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah lama

pengadukan, kecepatan mixer untuk membuat sediaan emulgel, lama

penyimpanan.

4. Variabel pengacau tidak terkendali

Variabel pengacau tidak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu

(46)

 

C. Definisi operasional

1. Teh hijau adalah teh yang dibuat melalui inaktivasi enzim polifenol oksidasenya di dalam teh segar yang berperan sebagai zat antioksidan.

2. Emulgel adalah sediaan yang dibuat dengan mencampurkan emulsi baik berupa tipe minyak dalam air maupun berupa tipe air dalam minyak dan

gelling agent sebagai pembentuk gel dengan konsentrasi tertentu.

3. Desain faktorial adalah metode optimasi yang memungkinkan untuk

mengetahui efek yang dominan dalam menentukan sifat fisik emulgel dan

digunakan untuk menceri area komposisi optimum emulsifying agent (tween

80 dan span 80) berdasarkan contour plot superimposed yang diprediksikan sebagai formula optimum pada penelitian ini.

4. Faktor adalah besaran yang mempengaruhi respon, dalam penelitian ini

digunakan 2 faktor, yaitu tween 80 sebagai faktor A dan span 80 sebagai

faktor B. 

5. Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor, dalam penelitian ini terdapat 2

level, yaitu level rendah dan level tinggi. Level rendah tween 80 dinyatakan

dalam jumlah 2 g dan level tinggi sebanyak 4 g. Level rendah span 80

dinyatakan dalam jumlah sebanyak 3,5 g dan level tinggi sebanyak 5,5 g.

6. Respon adalah besaran yang diamati perubahan efeknya, besarnya dapat

dikuantitatifkan. Dalam penelitian ini adalah hasil percobaan sifat fisik

emulgel (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas emulgel (perubahan viskositas dan pemisahan fase).

(47)

 

8. Sifat fisik emulgel adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui

kualitas fisik emulgel yang meliputi daya sebar, viskositas dan perubahan

viskositas selama penyimpanan (1 bulan).

9. Daya sebar adalah diameter penyebaran 1 gram emulgel pada alat uji daya

sebar yang diberi beban 125 gram dan didiamkan selama 1 menit. Kriteria

daya sebar optimum adalah 5 - 6 cm.

10.Viskositas adalah hambatan emulgel untuk mengalir setelah adanya

pemberian gaya. Semakin besar viskositas, maka emulgel semakin tidak

mudah untuk mengalir. Kriteria viskositas optimum adalah 170 – 230 d Pa.s.

11.Perubahan viskositas adalah persentasr dari selisih viskositas emulgel dalam

penyimpanan selama 1 bulan dengan viskositas emulgel setelah dibuat.

Kriteria perubahan viskositas optimum adalah 25% - 30%.

12.Stabilitas fase emulgel adalah persentase volume emulgel yang stabil

dibandingkan dengan volume total emulgel dalam tabung berskala pada hari

ke- 0, 1, 3, 5, 7, 14, 21, 28 dan 30 setelah pembuatan emulgel.

Stabilitas fase emulgel = x100%...(1) h

h

o u

Keterangan : hu = tinggi emulgel stabil (cm)

ho = tinggi emulgel mula – mula (cm)

(48)

 

14.Contour plot superimposed adalah penggabungan garis-garis pada daerah optimum yang telah dipilih pada uji volume pemisahan fase, daya sebar,

viskositas dan perubahan viskositas.

15.Sifat fisik dan stabilitas emulgel adalah parameter yang digunakan untuk

mengetahui kualitas fisik emulgel. Dalam penelitian ini sifat fisik emulgel

meliputi daya sebar, viskositas dan stabilitas emulgel meliputi perubahan

viskositas emulgel setelah disimpan selama 1 bulan serta pemisahan fase yang

terjadi selama penyimpanan.

16.Daerah optimum dalam penelitian ini adalah sifat fisik emulgel yang meliputi

daya sebar emulgel 5-6 cm, viskositas emulgel 170 d Pa.s sampai 230 d Pa.s,

perubahan viskositas emulgel kurang dari 25% - 30% dan stabilitas fase

emulgel yang lebih besar dari 91%.

D. Alat dan Bahan Penelitian

1. Bahan penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak teh hijau

(Tritunggal Artha Makmur), metanol (kualitas p.a), DPPH (Sigma, kualitas

p.a), hidroksipropilmetilselulosa (HPMC) (Tritunggal Artha Makmur,

farmasetis), propilen glikol (Ikapharmamindo putramas, farmasetis), Tween

80 (PT. Ikapharmamindo putramas, farmasetis), Span 80 (Ikapharmamindo

putramas, farmasetis), liquid paraffin (Ikapharmamindo putramas, farmasetis),

metil paraben (Ikapharmamindo putramas, farmasetis), propil paraben

(49)

 

2. Alat penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : gelas ukur (Iwaki

TE-32 Pirex® Japan Under lic.), bekker glass (Iwaki TE-32 Pirex® Japan

Under lic.), mixer (Cucina Philips® dan Power Supply IC Regulated model ad

01), timbangan analitik (Precise 2000C – 2000D1), penangas air, stopwatch

(Casio®), kaca bulat berskala, alat uji daya sebar, dan Viscometer seri VT 04

(RION-JAPAN).

E. Tata Cara Penelitian

1. Pemeriksaan Ekstrak Teh Hijau

Pemeriksaan ekstrak teh hijau dilakukan secara Kromatografi lapis tipis

(KLT). Ekstrak teh hijau buatan dan ekstrak teh hijau sampel serta pewarna II

LP (campuran yang terdiri dari merah metal P, natrium fluoroseina P, biru

metal P dan hijau malakit P sama banyak dalam isopropanol P 0,05%)

ditotolkan sebanyak 10μl pada fase diam silica gel GF254. Bercak yang telah

ditotolkan pada fase diam kemudian dieluasi dengan campuran etil

asetat-metiletilketon P-asam format P-air (50:30:10:10) dengan jarak lambat 15 cm

setelah itu lempeng diangkat dan dikeringkan, diamati dengan sinar biasa dan

dengan sinar ultraviolet 366 nm (Anonim, 1980).

2. Pemeriksaan Katekin

Pemeriksaan katekin pada teh hijau dilakukan dengan menggunakan

Spektrofotometer UV-VIS yaitu dengan membandingkan spektrum yang

(50)

 

mengandung katekin. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang antara

266 - 280 nm, menggunakan konsentrasi yang sama (Anonim, 2000).

3. Uji aktivitas antioksidan

Ekstrak teh hijau dilakukan uji aktivitas antioksidan dengan menggunakan

radikal bebas DPPH. Sampel pada uji aktivitas antioksidan (DPPH) adalah

ekstrak teh hijau serta menggunakan vitamin C sebagai larutan pembanding.

a. Pembuatan larutan 1mM DPPH

Menimbang seksama 39,5 mg DPPH (BM 394,32) dan dilarutkan dengan

100,0 ml metanol p.a kemudian dimasukkan dalam botol yang telah

dilapisi dengan alluminium foil (untuk setiap pengujian larutan harus

dibuat baru).

b. Persiapan larutan DPPH tanpa penghambatan (0% penghambatan) sebagai

larutan blangko. Satu mililiter larutan DPPH 1mM dipipet dan dimasukkan

ke dalam labu ukur 5,0 ml kemudian ditambahkan metanol pro analisis

hingga 5,0 ml dan dihomogenkan.

c. Persiapan larutan uji

Menimbang seksama 5,0 mg sampel dan dilarutkan dalam metanol pro

analisis hingga 5,0 ml sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000

μg (sebagai larutan induk). Dipipet 25, 50, 125, 250, dan 500 µl larutan

induk ke dalam labu ukur 5,0 ml untuk mendapatkan konsentrasi 5, 10, 25,

(51)

 

d. Persiapan larutan pembanding

Menimbang seksama lebih kurang 5,0 mg vitamin C dan melarutkannya

dalam metanol pro analisis hingga 5,0 ml sehingga memperoleh larutan

dengan konsentrasi 1000μg/ml (sebagai larutan induk). Dipipet 25, 50,

125, 250 dan 500μl larutan induk ke dalam labu ukur 5,0 ml untuk

mendapatkan konsentrasi 5, 10, 25, 50 dan 100μg/ml.

e. Uji aktivitas

Ke dalam setiap tabung larutan uji dan larutan pembanding ditambahkan

1ml larutan DPPH 1mM dan metanol pro analisis hingga 5,0 ml. Mulut

tabung ditutup dengan alumunium foil dan dihomogenkan. Larutan DPPH

tanpa penghambatan (larutan blangko), larutan uji dan larutan kontrol

positif. Segera diinkubasi selama 30 menit pada 370C. Serapan diukur

pada panjang gelombang 515nm.

4. Optimasi formula emulgel

a. Formula

Formula yang digunakan untuk pembuatan emulgel anti aging

ekstrak teh hijau mengacu pada Optimation of chlorphenesin emulgel

(52)

 

Chlorphenesin 0,5 g

HPMC 2,5 g

Liquid parafin 5 g

Tween 20 0,6 g

Span 20 0,9 g

Propylene glycol 5 g

Etanol 2,5 g

Metyl paraben 0.03 g

Propyl paraben 0,01 g

Purified water to 100 g

Dilakukan modifikasi dengan mengganti zat aktif dan beberapa

eksipiennya. Formula hasil modifikasi adalah sebagai berikut :

Ekstrak teh hijau 5 g

HPMC 4,5 g

Parafin cair 5 g

Tween 80 2 – 4 g

Span 80 3,5 – 5,5 g

Propilen glikol 5 g

Metil paraben 0,15 g

Propil paraben 0,05 g

Aquadest ad 100 g

Formula diatas dibuat emulgel anti aging ekstrak teh hijau dengan

menggunakan emulsifying agent berupa tween 80 dan span 80. Level rendah tween 80 adalah 2 gram dan level tinggi tween 80 adalah 4 gram.

Level rendah span 80 adalah 3,5 gram dan level tinggi span 80 adalah 5,5

gram. Penggunaan level rendah dan level tinggi emulsifying agent

(53)

 

penulis. Berikut adalah rancangan desain faktorial tween 80 dan span 80

yang digunakan dalam penelitian :

Tabel I. Level Rendah dan Level Tinggi Tween 80, Level Rendah dan Level Tinggi Span 80

Formula Tween 80 (g) Span 80 (g)

1 2 3,5 a 4 3,5 b 2 5,5 ab 4 5,5

Keterangan :

F (1) = tween 80 level rendah, span 80 level rendah F (a) = tween 80 level tinggi, span 80 level rendah F (b) = tween 80 level rendah, span 80 level tinggi F (ab) = tween 80 level tinggi, span 80 level tinggi

Berdasarkan tabel tersebut, dibuat 4 formula emulgel ekstrak teh

hijau sebagai berikut :

Tabel II. Formula emulgel anti aging ekstrak teh hijau

Formula (1) a b ab

Ekstrak teh hijau 5 5 5 5

HPMC 4,5 4,5 4,5 4,5

Parafin cair 5 5 5 5

Tween 80 2 4 2 4

Span 80 3,5 3,5 5,5 5,5

Propilen glikol 5 5 5 5

Metil paraben 0,15 0,15 0,15 0,15 Propil paraben 0,05 0,05 0,05 0,05

(54)

 

b. Pembuatan emulgel

1. Pembuatan dispersi HMPC (hidroksipropilmetilselulosa).

HMPC didispersikan sedikit demi sedikit dalam air suling panas pada

suhu 80 C, diaduk dengan pengaduk dan didiamkan 1 malam. o

2. Pembuatan emulsi : Fase minyak dibuat dengan mencampur span 80

dengan parafin cair pada suhu 70-80oC, lalu diaduk sampai homogen.

Fase air dibuat dengan mencampur tween 80 sebagian air pada suhu

70-80oC, lalu diaduk sampai homogen. Setelah homogen fase minyak

ditambahkan ke fase air kemudian sisa air ditambahkan sambil terus

diaduk dengan menggunakan pengaduk sampai terbentuk emulsi yang

homogen.

3. Pembuatan emulgel.

Emulsi dan HPMC yang sudah didispersikan dicampur sampai

terbentuk emulgel kemudian ditambahkan ekstrak teh hijau, metil

paraben dan popil paraben yang telah dilarutkan dalam propilen

glikol. Bahan-bahan tersebut dihomogenkan dengan kecepatan

pengadukan 200 rpm selama 20 menit.

5. Evaluasi sediaan emulgel :

1. Pemeriksaan Viskositas

Pengukuran viskositas menggunakan alat Viscosimeter Rion seri VT 04

(55)

 

pada portable viscotester. Viskositas emulgel diketahui dengan mengamati

gerakan jarum penunjuk viskositas. Uji ini dilakukan dua kali, yaitu 48

jam setelah emulgel selesai dibuat dan setelah penyimpanan selama 1

bulan.

2. Pengujian Daya Sebar

Pengukuran daya sebar dilakukan 48 jam setelah pembuatan. Sediaan

emulgel ditimbang seberat 1 gram dan diletakkan ditengah kaca bulat

berskala. Diatas emulgel diletakkan kaca bulat lain dan pemberat sehingga

berat kaca bulat dan pemberat 125 gram, didiamkan selama 1 menit

kemudian dicatat penyebarannya. Pengujian ini dilakukan sebanyak 6 kali

untuk tiap-tiap formula.

3. Stabilitas Fase emulgel

Sediaan dimasukkan ke dalam tabung berskala kemudian diamati

perubahan pemisahan fase yang terjadi pada hari ke-0, 1, 3, 5, 7, 14, 21,

28, dan 30. Dihitung persentase emulgel yang stabil dibandingkan dengan

total volume emulgel dalam tabung berskala. Pemisahan fase emulgel dapat

dihitung dengan rumus:

Stabilitas fase emulgel = x100%...(1) h

h

o u

Keterangan : hu = tinggi emulgel stabil (cm)

(56)

 

4. Tipe emulsi

a. Metode Pengenceran

Emulgel diletakkan di gelas arloji kemudian ditambahkan aquadest dengan volume dua kali lipat volume emulgel dan diaduk dengan

batang pengaduk hingga merata. Pengamatan dilakukan dengan

melihat apakah emulgel bercampur atau tidak.

b. Metode Pewarnaan

Tipe emulsi dibawah mikroskop dengan menggunakan zat warna :

9 Metilen Blue

Emulgel diletakkan di gelas arloji kemudian ditambahkan 5 tetes methylen blue dan diaduk dengan batang pengaduk hingga merata. Pengamtan dilakukan dibawah mikroskop. Bila globul-globul tidak

berwarna merah (jernih) dan fase luar berwarna biru maka tipe

emulsi M/A.

5. Pengujian Mikromeritik

Penentuan ukuran partikel dengan metode mikroskopi, dengan alat

mikroskop. Pengukuran terlebih dululu dilakukan kalibrasi lensa

mikroskop kemudian dilakukan pengamatan ukuran partikel sebanyak 500

partikel dari emulgel teh hijau (Martin and Bustamante, 1993).

6. Subjective assesment

Subjective assesment emulgel dilakukan dengan cara mengoleskan emulgel pada tangan sukarelawan. Sukarelawan diminta untuk menilai beberapa

(57)

 

adalah yang berusia antara 20 - 50 tahun, jenis kelamin laki – laki dan

perempuan. Jumlah sukarelawan adalah 29 orang (Garg et al, 2002). Hasil

dari subjective assesment digunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan batasan fisik sediaan emulgel.

7. Uji Iritasi Primer

Sejumlah 0,5 gram emulgel dioleskan pada kulit punggung kelinci dengan

luasan tertentu yang telah dicukur, kemudian diberi tempelan dan ditutup

dengan plester. Tempelan dibiarkan di kulit selama 4 jam, kemudian

diambil dan diamati terjadinya eritema dan edema pada interval waktu 1

jam, 24 jam, 48 jam, 72 jam dan 1 minggu (Lu, 1995).

F. ANALISIS DATA

Data yang diperoleh dari uji sifat fisik emulgel meliputi daya sebar,

viskositas dan perubahan viskositas dianalisis menggunakan metode desain

faktorial. Dari pengolahan data, dapat dihitung efek tween 80, span 80 dan efek

interaksi sehingga dapat diketahui efek yang dominan dalam menentukan setiap

sifat fisik dan stabilitas emulgel. Dari persamaan desain faktorial dapat dibuat

contour plot dari setiap sifat fisik emulgel, kemudian digabungkan dalam superimposed contour plot sehingga dapat dicari area komposisi optimum emulsifying agent yang diprediksi sebagai formula emulgel yang optimum.

Analisis statistik Yate’s treatment untuk mengetahui signifikansi dari

(58)

 

statistik ini maka dapat ditentukan ada atau tidaknya hubungan dari setiap faktor

dan interaksi terhadap respon. Hal tersebut dapat dilihat dari harga F hitung dan F

tabel. Sebelumnya ditentukan hipotesis terlebih dahulu, hipotesis alternatif (H

1)

menyatakan adanya regresi (hubungan) antara faktor dengan respon, sedangkan

H

0 merupakan negasi dari H1 yang menyatakan tidak adanya regresi (hubungan)

antara faktor dengan respon. H

1 diterima dan H0 ditolak apabila harga F hitung

lebih besar daripada harga F tabel, yang berarti bahwa faktor berpengaruh

signifikan terhadap respon. F tabel diperoleh dari nilai F

α(numerator,

denominator) dengan taraf kepercayaan 95 %. Derajat bebas faktor dan interaksi

(experiment) sebagai numerator, yaitu 1, dan derajat bebas experimental error

sebagai denominator, yaitu 15, sehingga diperoleh harga F tabel untuk faktor dan

interaksi pada semua respon adalah F

(59)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identifikasi Ekstrak Teh Hijau

1. Identifikasi secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Identifikasi ekstrak teh hijau secara KLT menggunakan fase diam silika gel GF 254 dan fase gerak campuran etil asetat-metiletilketon-asam format-air (50:30:10:10) dengan jarak rambat 15 cm. Hal ini bertujuan untuk melihat apakah ekstrak teh hijau yang digunakan memiliki kandungan senyawa yang sama dengan ekstrak buatan. Identifikasi dilakukan dengan melihat harga Rf yang dihasilkan sampel. Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak titik pusat bercak dari awal dengan jarak garis depan pelarut dari titik awal (Stahl, 1973).  

     

a b c a b c Sinar biasa, 254 nm Sinar UV, 366 nm

Gambar 3. Lempeng KLT diamati dengan sinar biasa dan sinar UV

Keterangan :

(60)

Dari gambar 3 dapat dilihat pada sinar biasa dan sinar UV 366 nm,ekstrak buatan dan ekstrak teh hijau menghasilkan tinggi bercak yang sama dan berwarna kuning kecoklatan. Hasil penelitian menunjukkan harga Rf untuk bercak pertama adalah 0,46 dan harga Rf untuk bercak kedua adalah 0,76. Zat warna II LP digunakan sebagai pembanding untuk melihat profil KLT dari bercak sampel, dengan Rf 0,90. Dari nilai Rf yang diperoleh dapat dihitung nilai hRx untuk tiap bercak sampel dan diperoleh hRx untuk bercak pertama adalah 51 sedangkan hRx untuk bercak kedua adalah 84. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak teh hijau yang akan digunakan memenuhi kriteria yang terdapat dalam MMI seperti yang terdapat dalam tabel dibawah ini.

Tabel III. Nilai hRx Ekstrak Teh Hijau

No hRx

Dengan sinar biasa Sinar UV 366 nm Tanpa

(61)

hijau yang akan digunakan dalam penelitian memenuhi syarat yang terdapat dalam MMI.

Tabel IV. Hasil Pemeriksaan Ekstrak Teh Hijau

Pemeriksaan Syarat menurut literatur Hasil pemeriksaan

Identifikasi reaksi warna

a.Sejumlah ekstrak ditambahkan 5 tetes asam sulfat pekat, terbentuk warna kuning

b.Sejumlah ekstrak ditambahkan 5 tetes asam sulfat 10 N, terbentuk warna kuning c.Sejumlah ekstrak ditambahkan 5 tetes

larutan besi (III) klorida 5 %, terbentuk warna kuning hijau

d.Sejumlah ekstrak ditambahkan 5 tetes larutan kalium hidroksida 5% terbentuk warna coklat

e.Sejumlah ekstrak ditambahkan 5 tetes asam klorida pekat, terbentuk warna kuning

f. Sejumlah ekstrak ditambahkan 5 tetes amonia (25 %), terbentuk warna coklat g.Sejumlah ekstrak ditambahkan 5 tetes

larutan asam asetat encer, terbentuk warna kuning coklat

Memenuhi syarat

2. Pemeriksaan Katekin pada Ekstrak Teh Hijau

(62)

Gambar 4. Spektrum Perbandingan Panjang Gelombang Maksimum antara ektrak teh hijau dengan katekin

Dari dari gambar 4 dapat dilihat bahwa profil spektrum panjang gelombang antara ekstrak teh hijau dengan pembanding katekin serupa. Katekin memiliki panjang gelombang maksimum 277,8 dan ekstrak teh hijau memiliki panjang gelombang maksimum 279 nm. Maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak teh hijau tersebut mengandung katekin.

B. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Teh Hijau

Uji aktivitas antioksidan ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar aktivitas antioksidan yang dihasilkan dari ekstrak teh hijau yang digunakan dalam penelitian ini. Salah satu metode untuk menguji aktivitas antioksidan adalah dengan metode peredaman radikal bebas DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil atau

(63)

gelombang 450-550 nm. Dari hasil pengukuran didapat panjang gelombang maksimum 516 nm dengan serapan 0,528 kemudian dilakukan pengukuran untuk vitamin C dan ekstrak teh hijau. Berikut adalah data hasil uji aktivitas antioksidan vitamin C dan ekstrak teh hijau dan kurva hubungan antara konsentrasi dengan persen peredaman radikal bebas.

Tabel V. Aktivitas antioksidan ekstrak teh hijau dan vitamin C menggunakan metode DPPH

Sampel Konsentrasi Gambar 5. Kurva hubungan antara konsentrasi (µg/ml) dengan peredaman

Gambar

Gambar 1. Struktur Kulit
Gambar 2. Mekanisme reaksi antara DPPH dengan antioksidan
Tabel I. Level Rendah dan Level Tinggi Tween 80, Level Rendah
tabel. Sebelumnya ditentukan hipotesis terlebih dahulu, hipotesis alternatif (H1)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang dominan antara Tween 80, PEG 4000 dan interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisis (viskositas dan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor Tween 80, propilen glikol, atau interaksi keduanya pada level yang diteliti terhadap sifat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang dominan antara Tween 80, PEG 4000 dan interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisis (viskositas dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek asam malat, natrium bikarbonat dan interaksi keduanya yang dominan dalam menentukan sifat fisik sediaan granul effervescent

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek dari variasi level carbopol 940 dan gliserin serta interaksi keduanya terhadap sifat fisik emulgel minyak cengkeh,

Diperoleh formula IV dan V berada pada area optimum Tween 80 dan Span 80 sebagai emulsifying agent dalam lotion minyak almond dengan pengolahan menggunakan metode

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh berbagai variasi konsentrasi span 80 dan tween 80 dalam bentuk krim ekstrak etanol daun nangka terhadap sifat

Optimasi Tween 80 dan Span 80 Dalam Formula Krim Tabir Surya Hasil evaluasi sifat fisik dari kelima formula krim tabir surya yang berupa pH, viskositas, daya sebar, daya lekat dan uji