OPTIMASI CARBOPOL 940 SEBAGAI GELLING AGENT DAN GLISERIN SEBAGAI HUMECTANT DALAM
EMULGEL MINYAK CENGKEH SEBAGAI PENYEMBUH JERAWAT DENGAN APLIKASI DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memenuhi Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Melisa Silvia Angelina Wiyaya
NIM : 098114043
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
OPTIMASI CARBOPOL 940 SEBAGAI GELLING AGENT DAN GLISERIN SEBAGAI HUMECTANT DALAM
EMULGEL MINYAK CENGKEH SEBAGAI PENYEMBUH JERAWAT DENGAN APLIKASI DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memenuhi Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Melisa Silvia Angelina Wiyaya
NIM : 098114043
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
ii
iii
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Don’t give up on things when you think
you can fight for it!!
God will make the way, when there seems to be no way..
Don’t think and don’t worry..if the time comes you’ll know what to do..
vii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul
“Optimasi Carbopol 940 sebagai Gelling Agent dan Gliserin sebagai Humectant
dalam Emulgel Minyak Cengkeh sebagai Penyembuh Jerawat dengan Aplikasi
Desain Faktorial” ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) program studi Farmasi.
Sepanjang proses perkuliahan selama menempuh masa studi S1 sampai
penyusunan skripsi ini selesai, penulis menerima dukungan dari berbagai pihak.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua penulis, yang telah memberikan kehidupan yang luar biasa kepada
penulis dan selalu berdoa, memberikan semangat, perhatian, dukungan dan
motivasi kepada penulis.
2. Bapak Ipang Djunarko, M. Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Ibu C. M. Ratna Rini Nastiti, M. Pharm., Apt., selaku Kaprodi Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma, sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi
yang telah banyak memberikan waktu, bimbingan, pengarahan, masukan,
semangat serta motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Rini Dwiastuti, M. Sc., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan
viii
5. Bapak Enade Perdana Istyastono, Ph. D., Apt., selaku dosen penguji yang
telah memberikan waktu, masukan, kritik dan saran kepada penulis.
6. Ibu Dra. Lily Widjaja, M.Si., Apt., yang telah membantu dalam pengadaan
minyak daun cengkeh.
7. Segenap dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah
mengajar dan membimbing penulis selama perkuliahan.
8. Pak Musrifin, Pak Agung, Pak Iswandi, Pak Ottok, Pak Mukmin, Pak Parlan,
Pak Heru serta laboran-laboran lain yang telah membantu penulis selama
penelitian.
9. Kakak-kakak penulis, Stanley dan Verian atas semangat, dukungan dan
masukan yang diberikan.
10.Yulio Nur Aji Surya yang selalu menemani, mendengarkan, memberikan
dukungan dan semangat kepada penulis.
11.Teman-teman skripsi yang senasib sepenanggungan Anta, Lani, Jenny, Selvia
dan Lisu atas kebersamaan baik suka maupun duka selama ini.
12.Teman-teman skripsi lantai 1 Oni, Evy, Wisnu dan Hendrik atas kebersamaan
yang telah diberikan.
13.Sahabat-sahabatku Indri, Jessica, Steffi, Meland, Via, Novi, Dinda, Ina,
Mariteh, Adel, Itin, Reza, Listya, dan Shinta, atas doa, semangat, dukungan
dan motivasinya selama ini dan atas persahabatan yang berkesan dari kemarin,
hari ini dan untuk selamanya.
14.Teman-teman angkatan 2009 atas kebersamaan yang tidak terlupakan yang
ix
15.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu karena keterbatasan
penulis, terima kasih untuk bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan akhir skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari seluruh
pihak. Penulis berharap semoga laporan akhir skripsi ini dapat berguna bagi
seluruh pihak, terutama dalam bidang farmasi.
Yogyakarta, 7 Januari 2013
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PRAKATA ... vii
B. Perumusan Masalah ... 3
C. Keaslian Penelitian ... 3
D. Manfaat Penelitian ... 5
1. Manfaat teoretis ... 5
2. Manfaat metodologis ... 5
xi
E. Tujuan Penelitian ... 6
1. Tujuan umum ... 6
F. Sifat Fisik dan Metode Evaluasi Sediaan Topikal ... 13
1. Indeks bias ... 13
2. Berat Jenis ... 13
3. pH ... 13
4. Viskositas ... 13
5. Daya Sebar ... 14
G. Desain Faktorial ... 14
H. Landasan Teori ... 16
I. Hipotesis ... 17
BAB III. METODE PENELITIAN ... 18
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 18
xii
1. Variabel penelitian ... 18
2. Definisi operasional ... 19
C. Alat ... 22
D. Bahan ... 22
E. Tata Cara Penelitian ... 23
1. Verifikasi minyak cengkeh ... 23
2. Formula ... 24
3. Pembuatan emulgel minyak cengkeh ... 25
4. Uji iritasi primer emulgel minyak cengkeh ... 26
5. Uji pH emulgel minyak cengkeh ... 26
6. Uji sifat fisik emulgel minyak cengkeh ... 26
7. Uji daya antibakteri emulgel minyak cengkeh terhadap Staphylococcus epidermidis ... 27
F. Analisis Hasil ... 29
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30
A. Identifikasi dan Verifikasi Minyak Cengkeh ... 30
B. Pembuatan Emulgel Minyak Cengkeh ... 31
C. Uji Iritasi Primer Emulgel Minyak Cengkeh ... 34
D. Uji pH Emulgel Minyak Cengkeh ... 34
E. Karakterisasi Sifat Fisik Emulgel Minyak Cengkeh ... 35
F. Efek Penambahan Carbopol 940 dan Gliserin, serta Interaksinya dalam Menentukan Sifat Fisik Emulgel Minyak Cengkeh ... 37
xiii
2. Uji kesamaan varians ... 39
3. Respon viskositas ... 40
4. Respon daya sebar ... 42
G. Superimposed Contour Plot Emulgel Minyak Cengkeh ... 45
H. Validasi Superimposed Contour Plot Emulgel Minyak Cengkeh ... 46
I. Stabilitas Emulgel Minyak Cengkeh ... 47
J. Daya Antibakteri Emulgel Minyak Cengkeh ... 49
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54
A. Kesimpulan ... 54
B. Saran ... 54
DAFTAR PUSTAKA ... 55
LAMPIRAN ... 59
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Formula emulgel minyak cengkeh yang telah dimodifikasi ... 24
Tabel II. Level rendah dan level tinggi carbopol 940 dan gliserin pada formula emulgel minyak cengkeh (berdasarkan hasil orientasi) ... 24
Tabel III. Formula emulgel minyak cengkeh ... 25
Tabel IV. Hasil verifikasi minyak cengkeh ( ̅ ± SD) ... 30
Tabel V. Uji pH emulgel minyak cengkeh ... 35
Tabel VI. Jumlah penggunaan carbopol 940 dan gliserin dalam formula emulgel minyak cengkeh ... 36
Tabel VII. Sifat fisik emulgel minyak cengkeh ( ̅ ± SD) ... 37
Tabel VIII. Uji normalitas data viskositas dan daya sebar ... 39
Tabel IX. Levene’s test uji viskositas dan daya sebar ... 39
Tabel X. Efek carbopol 940 dan gliserin serta interaksinya dalam menentukan respon viskositas ... 40
Tabel XI. Efek carbopol 940 dan gliserin serta interaksinya dalam menentukan respon daya sebar ... 42
Tabel XII. Validasi Superimposed contour plot emulgel minyak cengkeh ... 46
Tabel XIII. Pergeseran viskositas emulgel minyak cengkeh ( ̅ ± SD) ... 47
Tabel XIV. Uji normalitas data pergeseran viskositas ... 48
Table XV. Levene’s test pergeseran viskositas ... 48
xv
Tabel XVII. Hasil pengujian zona hambat emulgel minyak cengkeh
( ̅ ± SD) ... 51
Tabel XVIII. Uji normalitas daya antibakteri... 51
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Folikel yang terinfeksi dan timbul jerawat (acne) ... 7
Gambar 2. Struktur carbopol ... 11
Gambar 3. Rumus bangun gliserin ... 12
Gambar 4. Uji iritasi primer 48 jam ... 34
Gambar 5. Grafik hubungan carbopol 940 terhadap respon viskositas setelah 48 jam ... 41
Gambar 6. Grafik hubungan gliserin terhadap respon viskositas setelah 48 jam ... 41
Gambar 7. Grafik hubungan carbopol 940 terhadap respon daya sebar setelah 48 jam ... 44
Gambar 8. Grafik hubungan gliserin terhadap respon daya sebar setelah 48 jam ... 44
Gambar 9. Superimposed contour plot emulgel minyak cengkeh ... 45
Gambar 10. Emulgel minyak cengkeh pada penyimpanan selama satu bulan .... 49
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Certificate of Analysis Clove Stem Oil Dark ... 59
Lampiran 2. Sertifikat Hasil Uji Staphylococcus epidermidis ... 60
Lampiran 3. Verifikasi Minyak Cengkeh ... 61
Lampiran 4. Uji Normalitas Data Viskositas, Daya Sebar, Pergeseran Viskositas dan Zona Hambat ... 62
Lampiran 5. Uji Iritasi Primer Emulgel Minyak Cengkeh ... 63
Lampiran 6. Uji pH Emulgel Minyak Cengkeh ... 64
Lampiran 7. Hasil Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Emulgel Minyak Cengkeh ... 65
Lampiran 8. Hasil Analisis Menggunakan R-12.4.1 ... 67
Lampiran 9. Grafik Hasil Orientasi ... 73
Lampiran 10. Hasil Contour Plot masing-masing Respon ... 76
Lampiran 11. Uji Validasi Superimposed Contour Plot ... 77
Lampiran 12. Hasil Uji Zona Hambat Emulgel Minyak Cengkeh terhadap Staphylococcus epidermidis ... 78
Lampiran 13. Moisture Content Carbopol 940 Uji Validasi Superimposed Contour Plot ... 82
xviii
INTISARI
Sifat fisik emulgel dipengaruhi oleh bahan dan jumlah bahan yang digunakan. Carbopol 940 merupakan bahan yang digunakan sebagai gelling agent dalam emulgel dan berfungsi membuat sistem gel dan dapat meningkatkan viskositas sediaan emulgel. Gliserin digunakan sebagai humectant dan berfungsi untuk meningkatkan konsistensi serta mencegah hilangnya lembab dari sediaan emulgel. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek dari variasi level carbopol 940 dan gliserin serta interaksi keduanya terhadap sifat fisik emulgel minyak cengkeh, dan memprediksi formula optimum pada level yang diteliti.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni menggunakan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level. Sifat fisik emulgel yang diamati meliputi viskositas, daya sebar dan melihat stabilitas emulgel, yaitu dengan perbandingan viskositas 48 jam dan setelah 1 bulan penyimpanan. Analisis data menggunakan R-12.4.1 untuk mengetahui signifikansi (p<0.05) dari setiap faktor dan interaksinya dalam memberikan efek.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa carbopol 940 dan gliserin memberikan efek yang signifikan terhadap viskositas dan daya sebar emulgel minyak cengkeh, sedangkan interaksi keduanya tidak memberikan efek. Carbopol 940, gliserin dan interaksi keduanya tidak memberikan efek yang signifikan terhadap pergeseran vikskositas emulgel minyak cengkeh. Selain itu, area optimum yang didapat sudah tervalidasi dan menunjukkan sifat fisik yang dikehendaki.
xix
ABSTRACT
Physical properties of emulgel are affected by composition of each ingredient used in its formulation. Carbopol 940 used as the gelling agent in emulgel formulation which provides gelation system and increases the viscosity of emulgel. Glycerin used as humectant in emulgel formulation which increases the consistency and prevents loss of water from emulgel dosage form. This study aimed to determine the effect of variations in the level of carbopol 940 and glycerin and interactions both on the physical properties of clove oil emulgel, and to predict the optimum formula on the level studied.
This research was purely experimental research by using factorial design with two-factor and two levels. Observed physical properties were focused on viscosity, spreadability and stability of emulgel, which was viscosity shift between the viscosity of 48 hours and after 1 month of storage. The data were analyzed by using R-12.4.1 to determine the significance (p<0.05) of each factor and their interactions in affecting the physical properties.
The results showed that the carbopol 940 and glycerin provided significant effect on viscosity and spredability of clove oil emulgel, while the interaction of the two had no effect. Carbopol 940, glycerine and their interactions had no significant effect on the viscosity shift of clove oil emulgel. Besides, the validated optimum area of formula was preformed.
1
BAB I PENGANTAR
A. LATAR BELAKANG
Penampilan merupakan hal yang sangat diperhatikan oleh setiap orang
baik pria maupun wanita. Dengan penampilan yang baik, maka orang-orang akan
merasa lebih percaya diri. Salah satu masalah dari penampilan yang dihadapi oleh
masyarakat sekarang ini adalah masalah kulit, terutama bagian wajah, yaitu
jerawat. Jerawat atau akne merupakan bentuk inflamasi yang disebabkan oleh
sekresi sebum yang berlebihan dari kelenjar sebasea. Banyak faktor yang dapat
memperparah jerawat, salah satunya karena bakteri dapat berkembang biak di
daerah akne, yaitu Propionibacterium acnes, Staphylococcus epidermidis dan
Staphylococcus aureus (Price and Wilson, 1985).
Minyak cengkeh yang berasal dari daun memiliki kandungan eugenol
82,87%, di mana eugenol memiliki aktivitas biologis seperti antibakteri, antijamur
dan antioksidan (Guenther, 1990). Menurut Lis-Balchin (2006), minyak cengkeh
memiliki sensitivitas dan bersifat iritatif pada konsentrasi 20% dalam salep dan
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2010), didapatkan bahwa
konsentrasi minyak cengkeh sebesar 15% sudah dapat menghasilkan zona jernih
yang artinya sudah dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus
epidermidis. Berdasarkan sifat dari minyak cengkeh tersebut, maka minyak
cengkeh dapat digunakan sebagai zat aktif antibakteri pada konsentrasi 15%,
saat pengaplikasian karena berbentuk cairan, maka untuk mempermudah pada saat
pengaplikasian minyak cengkeh diformulasikan ke dalam sediaan semisolid.
Emulgel merupakan gabungan dari 2 sistem, yaitu sistem emulsi dalam
sistem gel. Emulsi memiliki kelebihan, yaitu dapat dengan mudah menembus kulit
dan dapat dengan mudah dicuci, emulsi juga cocok untuk kulit kering (Bhanu,
Shanmugam, and Lakshmi, 2011). Dalam emulgel mengandung fase minyak,
maka dengan adanya sistem gel sediaan topikal ini lebih nyaman digunakan
karena dapat memberikan sensasi dingin pada kulit karena kandungan airnya
tinggi.
Dalam pembuatan emulgel ini perlu gelling agent memegang peranan
penting karena dengan sistem gel akan meningkatkan viskositas dari sediaan.
Humectant dapat berfungsi untuk menjaga konsistensi lembab dari sediaan, yaitu
dengan mempertahankan kandungan air pada emulgel. Menurut Islam et al.
(2004), carbopol 940 merupakan gelling agent yang memiliki viskositas tinggi
pada konsentrasi yang rendah. Gliserin merupakan humectant yang berasal dari
lemak tumbuhan, sehingga gliserin aman digunakan pada sediaan topikal (Rowe,
Sheskey and Quinn, 2009; Highland, 2011).
Pada formulasi sediaan emulgel minyak cengkeh ini perlu adanya optimasi
penggunaan carbopol 940 sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humectant
agar didapat sediaan emulgel yang memiliki kriteria sifat fisik yang ditentukan.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah desain faktorial pada dua faktor
dan dua level. Metode ini mampu memberikan informasi tentang efek yang
3
sifat fisik, meliputi viskositas dan daya sebar, serta stabilitas, yaitu pergeseran
viskositas. Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini diharapkan mampu
memberikan area komposisi emulgel minyak cengkeh sebagai penyembuh jerawat
yang optimal dengan sifat sifat fisik dan stabilitas yang ditentukan.
1. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang ada adalah
sebagai berikut:
a. Manakah yang paling dominan antara carbopol 940, gliserin dan interaksi
keduanya dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas emulgel minyak
cengkeh?
b. Apakah dapat diperoleh area komposisi optimum carbopol 940 dengan
gliserin yang diprediksi sebagai formula optimum yang memiliki kriteria sifat
fisik emulgel minyak cengkeh yang telah ditentukan?
2. Keaslian Penelitian
Adapun penelitian yang terkait yang pernah dilakukan oleh Suryarini
(2011), yaitu “Pengaruh Tween 80 dan Span sebagai Emulsifying Agent Terhadap Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Emulgel Antiacne Minyak Cengkeh (Oleum caryophilli) : Aplikasi Desain Faktorial”. Dalam penelitian ini faktor yang ditentukan dalam menentukan sifat fisik emulgel minyak cengkeh adalah
Pada penelitian Kusuma (2010) berjudul “Perbandingan Daya Antibakteri Krim Antiacne Minyak Cengkeh dengan Emulgel Antiacne Minyak Cengkeh Terhadap Staphylococcus epidermidis”. Dalam penelitian ini, yang dilakukan adalah membandingkan daya antibakteri dari dua sediaan yang
berbeda dengan zat aktif yang sama, yaitu minyak cengkeh. Didapat bahwa
minyak cengkeh dengan kadar 15% sudah dapat memberikan zona hambat
terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis.
Pada penelitian berjudul “Optimasi Formula Gel Antiacne Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa blimbo L.) Menggunakan Gelling Agent Carbopol 940 dan Humectant Gliserin-Aplikasi Metode Desain Faktorial”
(Pamuji, 2009), faktor yang ditentukan adalah gelling agent carbopol 940 dan
humectant gliserin karena berpengaruh terhadap respon sifak fisik dan stabilitas
gel antiacne ekstrak daun belimbing wuluh.
Pada penelitian Khullar et al. (2012), “Formulation and Evaluation of Mefenamic Acid Emulgel for Topical Delivery”, meneliti tentang emulgel dengan zat aktif asam mefenamat yang berfungsi sebagai analgesik antiinflamasi
pada penggunaan topikal dengan menggunakan carbopol 940 sebagai agen
pembentuk gel. Dalam penelitian ini dikatakan bahwa emulgel merupakan sistem
penghantaran obat yang baik pada zat aktif yang bersifat hidrofobik.
Penelitian berjudul “Development and Optimization of Novel Diclofenac Emulgel for Topical Drug Delivery” (Bhanu et al. 2011) yang dilakukan adalah membuat emulgel dengan zat aktif diklofenak tanpa isopropil alkohol karena
5
Pada penelitian Mohamed (2004) berjudul “Optimization of Chlorphenesin Emulgel Formulation”, yang dilakukan adalah membandingkan dua formula emulgel dengan menggunakan gelling agent yang berbeda, yaitu
hydroxypropylmethyl cellulose (HPMC) and Carbopol 934 terkait dengan masalah
reologi dan pelepasan zat aktif menggunakan aplikasi desain faktorial.
Sejauh penelusuran pustaka yang telah dilakukan penulis penelitian
tentang Optimasi Carbopol 940 sebagai Gelling Agent dan Gliserin sebagai
Humectant dalam Emulgel Minyak Cengkeh sebagai Penyembuh Jerawat dengan
Aplikasi Desain Faktorial belum pernah dilakukan.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoretis
Manfaat teoretis dalam penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan
mengenai efek penambahan carbopol 940 sebagai gelling agent dan gliserin
sebagai humectant terhadap sifat fisik dan stabilitas emulgel minyak cengkeh dan
aplikasi desain faktorial dalam analisis pengaruh tersebut.
b. Manfaat metodologis
Manfaat metodologis dalam penelitian ini adalah untuk menambah
informasi dalam bidang kefarmasian mengenai penggunaan desain faktorial dan
pengujian statistika dalam mengamati efek penambahan carbopol 940 sebagai
gelling agent dan gliserin sebagai humectant terhadap sifat fisik dan stabilitas
c. Manfaat praktis
Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah untuk menghasilkan formula
optimal emulgel minyak cengkeh dengan sifat-sifat fisik yang diharapkan yang
dapat diterima oleh masyarakat.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Tujuan umum penelitian ini adalah membuat sediaan emulgel dengan zat
aktif berupa minyak cengkeh (Oleum caryophilli) yang memenuhi kriteria sifat
fisik yang ditentukan.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui faktor paling dominan antara carbopol 940, gliserin dan interaksi
keduanya dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas emulgel minyak
cengkeh.
b. Mengetahui area komposisi optimum carbopol 940 dengan gliserin yang
diprediksikan sebagai formula optimum emulgel minyak cengkeh yang
7
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Jerawat (Acne)
Jerawat disebut juga akne, acne, atau acne vulgaris. Jerawat merupakan
suatu proses peradangan kronik kelenjar sebasea. Penyakit ini dapat bersifat minor
dengan hanya komedo atau peradangan dengan kista. Jerawar biasanya
disebabkan oleh tingginya sekresi sebum. Hal-hal yang dapat mempengaruhi
produksi sebum adalah hormon androgen, kosmetik, obat-obatan dan faktor
mekanik. Biasanya jerawat disertai dengan sakit dan nyeri serta menjadi tidak
sedap dipandang dan paling sering terdapat di wajah. Gejala klasik dari jerawat
adalah hasil dari kelebihan produksi sebum oleh kelenjar sebasea (Price and
Wilson, 1985).
Jerawat (acne vulgaris) adalah infeksi kulit yang biasanya diperparah oleh
serangan bakteri pada pori-pori tersumbat. Pori-pori menjadi tersumbat ketika
minyak yang diproduksi di dalamnya membeku atau dikombinasikan dengan
sel-sel kulit mati-, debu, kotoran, dan kontaminan baik lainnya. Setelah pori-pori
tersumbat, maka bakteri di udara memiliki kesempatan untuk bekerja, kemudian
akan menghasilkan komedo, whitehead atau pustule (Singh, Yadav, Nayak and
Hatwar, 2012).
Bakteri yang dapat memperparah akne adalah Propionibacterium acnes,
Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus. Bakteri Staphylococcus
epidermidis merupakan bakteri gram positif dan banyak ditemukan di kulit dan
membran mukosa (Madigan, Martinko, Dunlap and Clark, 2009). Sekali saja
aliran sebum ke permukaan dihambat oleh komedo, akan menghasilkan lipase
yang mengubah sistem trigliserida menjadi asam lemak bebas yang akan
menghasilkan respon peradangan pada dermis. Peradangan ini akan menyebabkan
terbentuknya papula eriteatosa, pustule yang meradang dan kista yang juga
meradang (Price and Wilson, 1985).
B. Minyak cengkeh
Minyak cengkeh berasal dari minyak essensial yang berasal dari tanaman
cengkeh (Eugenia aromaticum Thund.). Minyak cengkeh merupakan minyak
atsiri yang mudah menguap (Panda, 2004). Minyak cengkeh berupa cairan
berwarna kuning kecoklatan yang akan semakin gelap pada penyimpanan lama
9
alkohol kuat, eter, asam asetat glasial (Reineccius, 1998), dan bau serta rasanya
bersifat mirip rempah, berbau aromatik kuat dan tahan lama (Guenther, 1990).
1. Kandungan Kimia
Kualitas minyak cengkeh dievaluasi dari kandungan fenol, terutama
eugenol. Kandungan fenol dan bobot jenis dari minyak cengkeh ini dipengaruhi
oleh kondisi dari tanaman cengkeh. Menurut Smith (1946), bobot jenis minyak
cengkeh adalah 1,036-1,044 (cit., Guenther, 1990). Menurut Panda (2005),
minyak cengkeh memiliki indeks bias 1,5231-1,5350 dan bobot jenis
1,036-1,046g/mL. Kandungan dalam minyak cengkeh terdiri dari eugenol
(82,87%), eugenyl acetate (7,33%), α-ylangene (0,43%), 2-heptanon (0,07%),
caryophyllene (9,12%), α- dan β-humulene (1,66%), m-methoxy benzaldehyde
(0,39%) dan benzyl alcohol (0,07%) (Reineccius, 1998). Konstituen utama
minyak cengkeh adalah eugenol dan derivat asetilnya, dan eugenol memiliki titik
didih pada 255°C, tetapi karena tidak larut dalam air, maka akan terbentuk
komponen dengan air, sehingga akan menguap pada suhu di bawah titik didih air
(Williamson and Masters, 2010).
2. Kegunaan
Minyak cengkeh mempunyai sifat stimulan, anestetik, karminatif,
antiemetik, antiseptik dan antispasmodik, serta karena minyak cengkeh memiliki
kandungan eugenol di dalamnya, maka minyak cengkeh memiliki sifat antiseptik
aktivitas sebagai antibakteri pada beberapa mikroba patogen, seperti : S. aureus, S.
epidermidis, B. subtilis, B. cereus, Bacillus sp., Listeria monocytogenes,
Kleibsiella sp., dan Micrococcus aerogenosa (Gupta, Garg, Uniyal and Kumari,
2008).
C. Emulgel
Emulgel adalah emulsi, baik dari jenis minyak dalam air atau air dalam
minyak, yang menjadi gel setelah menambahkan gelling agent (Mohamed, 2004).
Emulgel merupakan sistem penghantaran obat yang baik untuk zat aktif yang
bersifat hidrofobik dan memiliki rilis sistem kontrol ganda, yaitu emulsi dan gel
(Khullar, Kumar, Seth, and Saini, 2012; Deveda, Jain, Vyas, Khambete, and Jain,
2010). Emulsi yang bersifat minyak-dalam-air dapat digunakan untuk obat yang
tidak larut dalam air dan dapat melindungi zat aktif di dalamnya, serta memiliki
kemampuan penetrasi yang baik (Jain, Gautam, Gupta, Khambete, and Jain, 2010;
Allen, 2002). Gel untuk penggunaan dermatologi memiliki sifat yang
menguntungkan antara lain kental, greaseless, nonstaining, mudah menyebar,
mudah dilepas, emollient, kompatibel dengan beberapa eksipien, dan larut air
(Bhanu, et al., 2011).
Emulgel dibuat dengan cara mencampurkan emulsi dan gel pada
perbandingan tertentu. Pada formula emulgel terdapat bahan tambahan yang
digunakan agar membentuk bentuk sediaan yang stabil, yaitu :
11
pada umumnya memiliki perbedaan polaritas sehingga tidak dapat bercampur
(Pena,1990).
2. Gelling agent digunakan membentuk tiga ikatan dimensional yang akan membatasi gerak kinetik dari fase pendispersi, dengan ini maka akan
meningkatkan viskositas dari suatu sediaan (Rowe et al., 2009).
D. Carbopol
Carbopol atau disebut juga carbomer merupakan salah satu gelling agent
untuk menghasilkan gel maupun emulgel dengan karakteristik tertentu. Secara
kimia, Carbomer merupakan polimer sintetik dengan bobot molekul tinggi dari
asam akrilat (Rowe, et al., 2009).
Gambar 2. Struktur carbopol (Rowe, et al., 2009)
Adapun mekanisme pengentalan yang terjadi pada carbomer adalah reaksi
netralisasi pada bagian asam karboksilat ke bentuk garamnya sehingga dapat
menghasilkan bentuk gel yang jernih dengan viskositas yang optimum pada pH 7
(Conteras and Sanchez, 2001). Carbomer memiliki viskositas yang baik dan dapat
memberikan pelepasan zat aktif yang baik pula (Patil 2005). Pada saat penetralan,
terjadi peningkatan viskositas karena terjadi peregangan dari molekul yang
polimer yang timbul dari pembentukan ion bermuatan negatif akan menyebabkan
polimer mengembang (swelling) (Bluher, Haller, Banik and Thobois, 1995; Allen,
2002).
E. Gliserin
Gliserin merupakan nama lain dari gliserol, propan-triol,
1,2,3-propantriol, 1,2,3-trihidroksipropan gliserol dan E422. Gliserin bersifat tidak
berwarna, tidak berbau, higroskopis, rasanya manis, dan berupa cairan viscous.
Gliserin merupakan senyawa alkohol dan dapat bercampur dengan air (Parfitt,
1999). Gliserin digunakan sebagai emmolient dan humectant untuk obat-obat yang
diaplikasikan secara topical pada konsentrasi 0,2 sampai 65,7% (Smolinsklie,
1992).
HO OH
OH
Gambar 3. Rumus bangun gliserin (Rowe, et al., 2009)
Gliserin (C3H8O3) berupa cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
seperti sirup dan merupakan cairan yang higroskopik. Gliserin dapat digunakan
sebagai humektan pada konsentrasi hingga 30% (Boylan, 1986). Gliserin dapat
digunakan sebagai pengawet, emmolient, humectant, plasticizer dan pemanis
13
F. Sifat Fisik dan Metode Evaluasi Sediaan Topikal 1. Indeks bias
Indeks bias suatu zat adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam hampa
udara dengan kecepatan cahaya dalam zat. Indeks bias berguna untuk identifikasi
zat dan mengetahui kemurnian zat. Indeks bias berguna untuk identifikasi zat,
biasanya ini diukur pada suhu 20ºC dengan garis D sinar natrium dari λ = 598,3
nm (Sears, 1991).
2. Bobot jenis
Bobot jenis merupakan perbandingan massa dari suatu zat terhadap
kerapatan air, harga kedua zat itu harus ditentukan pada temperatur yang sama,
jika tidak dengan cara lain yang khusus. Bobot jenis dapat ditentukan dengan
menggunakan berbagai jenis piknometer, hidrometer dan alat-alat lain (Sinko,
2006).
3. pH
pH adalah skala logaritmik untuk menyatakan keasaman atau kebasaan,
pH dapat didefinisikan sebagai –log10C, dengan C adalah konsentrasi ion hidrogen
dalam mol per dm3. pH di bawah 7 menyatakan bahwa suatu larutan asam dan pH di atas 7 menyatakan larutan basa (Daintith, 1994).
4. Viskositas
Pada pembuatan sediaan semisolid, reologi berpengaruh pada penerimaan
Viskositas adalah suatu pertahanan dari suatu cairan untuk mengalir, semakin
tinggi viskositas maka semakin besar tahanannya (Sinko, 2006). Viskositas (η)
digambarkan dengan persamaan matematika :
…………..Persamaan (1)
Dari persamaan itu dapat diketahui bahwa peningkatan gaya geser (shear
stress) sebanding dengan kecepatan geser (shear rate). Namun hal ini hanya
berlaku untuk senyawa dengan tipe Newtonian seperti air, alkohol, gliserin, dan
larutan sejati, sedangkan untuk sediaan seperti emulsi, suspense, dispersi, dan
larutan polimer umumnya termasuk tipe Newtonian. Pada tipe
Newtonian, viskositas tidak berbanding lurus dengan kecepatan geser. Tipe
non-Newtonian meliputi plastis, pseudoplastis, dan dilatan (Liebermann, Rieger and
Banker, 1996).
5. Daya sebar
Daya sebar adalah kemampuan dari suatu sediaan untuk menyebar di
tempat aplikasi, dan merupakan salah satu karakteristik yang bertanggung jawab
dalam keefektifan dan penerimaan konsumen dalam menggunakan sediaan semi
solid. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya sebar, yaitu viskositas sediaan,
lama tekanan, temperatur tempat aksi (Garg, Aggarwal, Garg, and Singla, 2002).
G. Desain Faktorial
Desain faktorial merupakan teknik untuk memberikan model hubungan
15
diperoleh dari analisis tersebut berupa persamaan matematika. Desain faktorial
digunakan dalam percobaan untuk mengevaluasi secara simultan efek dari
beberapa faktor dan interaksi yang signifikan (Bolton, 1997).
Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor (misal A dan B) yang
masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda yaitu level rendah dan
level tinggi. Desain faktorial dapat didesain suatu percoban untuk mengetahui
faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan terhadap suatu respon
(Bolton, 1997).
Optimasi campuran dua bahan (berarti ada dua faktor) dengan desain
faktorial (two level factorial design) dilakukan berdasarkan rumus :
Y = bo + b1X1 + b2X2 + b12X1X2 ...Persamaan (2)
Dengan: Y = respon hasil atau sifat yang diamati
X1, X2 = level bagian A, level bagian B
bo, b1, b2, b12 = koefisien dapat dihitung dari hasil percobaaan
bo = rata-rata hasil semua percobaan
b1, b2, b12 = koefisien yang dihitung dari hasil percobaan
Pada desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat percobaan
(2n=4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan jumlah faktor). Penamaan formula untuk jumlah percobaan = 4 adalah formula (1) untuk percobaan I,
formula a untuk percobaan II, formula b untuk percobaan III, dan formula ab
H. Landasan Teori
Minyak cengkeh (Oleum caryophilli) mengandung 82-87% eugenol
(Guenther, 1990) yang dapat beraktivitas sebagai antibakteri, salah satunya adalah
bakteri Staphylococcus epidermidis, yang merupakan salah satu bakteri penyebab
terjadinya jerawat (Madigan, et al., 2009). Menurut Handa (2006), minyak
cengkeh dapat menyebabkan iritasi pada kulit pada dosis yang tinggi, sehingga
perlu dibuat dalam suatu bentuk sediaan. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh
Kusuma (2010), minyak cengkeh sebesar 15% sudah menghasilkan zona jernih
terhadap Staphylococcus epidermidis. Berdasarkan efektivitas minyak cengkeh
dalam menghambat pertumbuhan bakteri penyebab terjadinya jerawat, maka
minyak cengkeh dapat diformulasikan ke dalam bentuk sediaan topikal sebagai
penyembuh jerawat.
Emulgel merupakan sediaan topikal gabungan dari dua sistem, yaitu
sistem emulsi di dalam sistem gel. Kelebihan emulgel adalah terdiri dari emulsi
yang mempunyai kemampuan penetrasi yang tinggi dan terdapat dalam sistem gel
yang memiliki kandungan air tinggi, sehingga memberikan sensasi dingin di kulit
dan membuat kulit terasa nyaman dan dapat menutupi sifat dari minyak cengkeh
yang terasa panas apabila langsung diaplikasikan pada kulit. Pada formulasi
emulgel terdapat gelling agent dan humectant sebagai komponen penyusunnya.
Gelling agent dapat meningkatkan viskositas emulgel, serta humectant untuk
menjaga kelembaban sediaan emulgel. Gelling agent yang digunakan adalah
carbopol 940 karena carbopol 940 merupakan gelling agent yang memiliki
17
gliserin yang berasal dari lemak tumbuhan, sehingga gliserin aman digunakan
pada sediaan topikal (Rowe, et al., 2009; Highland, 2011). Kombinasi kedua
komponen tersebut sangat mempengaruhi sifat fisik dan stabilitas sediaan
emulgel.
Diperlukan optimasi untuk dapat menentukan komposisi gelling agent dan
humectant untuk dapat menghasilkan sifat fisik sediaan emulgel minyak cengkeh
yang optimum. Penentuan komposisi optimum ini dilakukan dengan
menggunakan metode desain faktorial dengan dua faktor, yaitu carbopol 940 dan
gliserin, serta dua faktor, yaitu level rendah dan level tinggi.
I. Hipotesis
Ada pengaruh dari komposisi carbopol 940 sebagai gelling agent dan
gliserin sebagai humectant dalam emulgel minyak cengkeh (Oleum caryophilli.)
pada level yang diteliti terhadap respon sifat fisik (viskositas dan daya sebar), dan
stabilitas emulgel (pergeseran viskositas). Dapat ditemukan area komposisi yang
18
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian eksperimental murni
menggunakan metode desain faktorial menggunakan dua faktor dan dua level
untuk menghasilkan formula optimum emulgel minyak cengkeh sebagai
penyembuh jerawat.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komposisi carbopol 940
sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humectant dalam 2 level (level
rendah dan level tinggi).
b. Variabel tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Sifat fisik emulgel minyak cengkeh : daya sebar dan viskositas.
2) Stabilitas emulgel minyak cengkeh : pergeseran viskositas setelah
penyimpanan selama satu bulan.
3) Iritasi primer : eritema dan edema
19
c. Variabel pengacau terkendali
Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah kecepatan,
lama, dan suhu pengadukan dalam pembuatan sediaan emulgel minyak
cengkeh, lama penyimpanan, kondisi penyimpanan, sifat dari wadah
penyimpanan, berat badan dan umur kelinci, suhu inkubasi, lama inkubasi, dan
kepadatan Staphylococcus epidermidis.
d. Variabel pengacau tak terkendali
Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu
ruangan pada saat pembuatan dan pengujian emulgel minyak cengkeh, dan
kemungkinan penguapan minyak cengkeh, serta kondisi fisiologi dan patologi
kelinci.
2. Definisi operasional
a. Optimasi adalah proses untuk mendapatkan formula optimum dalam level yang diteliti.
b. Minyak cengkeh adalah minyak essensial yang berasal dari daun tanaman cengkeh (Syzygium aromaticum L.) dengan kandungan eugenol 74,08%
yang diperoleh dari CV Indaroma Yogyakarta.
c. Emulgel minyak cengkeh adalah sediaan topikal semisolid hasil emulsifikasi dan penambahan carbopol 940 sebagai gelling agent dengan
bahan aktif minyak cengkeh yang digunakan untuk mengobati jerawat
(acne) yang dibuat sesuai dengan formula yang tercantum pada penelitian
d. Gelling agent adalah suatu zat yang dapat membentuk suatu massa gel, yang berfungsi untuk mengentalkan dan menstabilkan emulgel minyak
cengkeh. Pada penelitian ini menggunakan carbopol 940.
e. Humectant adalah suatu zat yang berfungsi sebagai pelembab, yang berfungsi untuk mempertahankan kandungan air pada emulgel minyak
cengkeh. Pada penelitian ini menggunakan gliserin.
f. Desain Faktorial adalah desain penelitian yang dapat digunakan untuk mengetahui efek yang signifikan dari penambahan carbopol 940 dan
gliserin dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel minyak
cengkeh.
g. Faktor adalah besaran yang mempengaruhi respon, dalam penelitian ini digunakan 2 faktor, yaitu penambahan carbopol 940 dan gliserin.
h. Level adalah nilai untuk faktor, dalam penelitian ini terdapat 2 level, yaitu level rendah dan level tinggi. Level rendah penambahan carbopol 940
sebanyak 2,0 gram dan level tinggi sebanyak 5,0 gram. Level rendah
penambahan gliserin sebanyak 4,0 gram dan level tinggi sebanyak 12,0
gram.
i. Respon adalah besaran yang diamati perubahan efeknya, besarnya dapat dikuantitatifkan. Respon dalam penelitian ini adalah sifat fisik emulgel
minyak cengkeh (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas emulgel minyak
cengkeh (pergeseran viskositas).
21
k. Sifat fisik emulgel minyak cengkeh adalah parameter untuk mengetahui kualitas fisik emulgel minyak cengkeh, dalam penelitian ini adalah
viskositas dan daya sebar 48 jam setelah pembuatan serta stabilitas
viskositas setelah 1 bulan penyimpanan.
l. Viskositas adalah suatu pertahanan dari emulgel minyak cengkeh untuk mengalir setelah adanya pemberian gaya. Semakin besar viskositas, maka
emulgel minyak cengkeh akan makin tidak mudah untuk mengalir.
m. Daya sebar adalah diameter penyebaran tiap 1 gram emulgel minyak cengkeh pada alat uji daya sebar yang diberi beban 50 gram dan didiamkan
selama 1 menit.
n. Pergeseran viskositas adalah selisih dari viskositas emulgel minyak cengkeh setelah 1 bulan penyimpanan dengan viskositas emulgel minyak
cengkeh setelah 48 jam pembuatan yang dipersentasekan.
o. Iritasi primer adalah proses peradangan yang mungkin timbul setelah pengaplikasian sediaan emulgel minyak cengkeh yang ditandai dengan
timbulnya eritema dan edema. Eritema adalah kemerahan pada kulit yang
disebabkan oleh pelebaran kapiler dan bersifat reversible, sedangkan edema
adalah pembengkakan yang disebabkan oleh terkumpulnya cairan secara
berlebih pada jaringan tubuh.
p. Daya antibakteri emulgel minyak cengkeh adalah kemampuan dari emulgel minyak cengkeh dalam menghambat atau membunuh bakteri
Staphylococcus epidermidis penyebab jerawat, ditunjukkan oleh adanya
q. Zona hambat adalah zona jernih di mana tidak dijumpai pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis atau terdapat pertumbuhan sedikit
sekali dibandingkan dengan kontrol pertumbuhan.
r. Staphylococcus epidermidis adalah salah satu bakteri penyebab jerawat yang berasal dari kultur murni Staphylococcus epidermidis ATCC 12228
yang diperoleh dari Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta.
C. Alat
Glasswares merk pyrex Japan, neraca, waterbath, mixer merk Phillips,
pipet ukur, cawan petri, tabung reaksi, viscotester seri VT 04 (RION-JAPAN),
stopwatch, alat pengukur daya sebar, refractometer ABBE, piknometer, vortex,
pipet mikro 5-100 μL, jarum ose, alat pembuat sumuran, autoklaf, dan inkubator.
D. Bahan
Minyak cengkeh, carbopol 940 (kualitas farmasetis), gliserin (kualitas
farmasetis), Tween 80 dan Span 80 (kualitas farmasetis), parafin cair (kualitas
farmasetis), trietanolamin (TEA), aquadest, etanol 70%, media Muller-Hinton
Broth (Merck), media Muller-Hinton Agar (Oxoid), dan bakteri uji
23
E. Tata Cara Penelitian 1. Verifikasi minyak cengkeh
Verifikasi minyak cengkeh yang dilakukan pada penelitian ini, meliputi :
a. Identifikasi bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini, yaitu :
Minyak cengkeh (yang merupakan minyak essensial dari tanaman cengkeh
(Syzygium aromaticum L.) yang telah diuji identitasnya, dibuktikan dengan
Certificate of Analysis.
b. Verifikasi indeks bias minyak cengkeh
Indeks bias dari minyak cengkeh diukur dengan menggunakan
refractometer ABBE. Minyak cengkeh diteteskan pada prisma utama, kemudian
prisma ditutup dan ujung refraktometer diarahkan ke cahaya terang, sehingga
melalui lensa skala sehingga dapat dilihat dengan jelas dan ditentukan nilai indeks
biasnya. Refraktometer dialiri air mengalir dan diatur suhunya menjadi 20ºC.
Nilai indeks bias minyak cengkeh ditunjukkan oleh garis batas yang memisahkan
sisi terang dan sisi gelap pada bagian atas dan bawah. Dilakukan replikasi
sebanyak 3 kali.
c. Verifikasi bobot jenis minyak cengkeh
Bobot jenis minyak cengkeh diukur dengan menggunakan piknometer
yang telah dikalibrasi, dengan menetapkan bobot piknometer kosong dan bobot air
pada suhu 25ºC. Piknometer diisi minyak cengkeh dan suhu dikondisikan pada
25ºC, kemudian piknometer ditimbang. Bobot piknometer yang telah diisi minyak
cengkeh merupakan perbandingan antara bobot jenis minyak cengkeh dengan
bobot air, pada suhu 25ºC. Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.
2. Formula
Tabel I. Formula emulgel minyak cengkeh yang telah dimodifikasi (200 g)
Bahan Satuan (g)
Tabel II. Level rendah dan level tinggi carbopol 940 dan gliserin pada formula emulgel minyak cengkeh (berdasarkan hasil orientasi)
Formula Carbopol 940 Gliserin
1 1,5 g 1,5 g a 5,0 g 1,5 g b 1,5 g 6,5 g ab 5,0 g 6,5 g Keterangan
F (1) = Carbopol 940 level rendah,gliserin level rendah
F (a) = Carbopol 940 level tinggi, gliserin level rendah
F (b) = Carbopol 940 level rendah, gliserin level tinggi
25
Berdasarkan tabel tersebut, dibuat 4 formula emulgel minyak cengkeh sebagai
berikut :
Tabel III. Formula emulgel minyak cengkeh (200 g)
Formula 1 a b ab
3. Pembuatan emulgel minyak cengkeh
Carbopol 940 dikembangkan dengan menggunakan 70 mL aquadest dari
formula selama 24 jam, kemudian semua bahan yang termasuk dalam fase minyak
(minyak cengkeh, parafin cair, propil paraben dan Span 80) dicampur terlebih
dahulu pada suhu 50°C diatas waterbath demikian halnya dengan fase air
(gliserin, aquadest, metil paraben dan Tween 80). Campuran fase minyak
dicampurkan dengan fase air menggunakan mixer dengan kecepatan 300 rpm
selama 10 menit pada suhu 50°C.
Emulsi selanjutnya dicampurkan dengan carbopol 940 yang sebelumnya
telah dikembangkan dengan 70mL aquadest dari formula menggunakan mixer
dengan kecepatan putar 300 rpm selama 10 menit pada suhu ruangan. Kemudian
Trietanolamin (TEA) ditambahkan ke dalam campuran, dan campuran diaduk
4. Uji iritasi primer emulgel minyak cengkeh
Kelinci dengan berat 1,2-1,5 kg dengan umur kira-kira 3 bulan bebas dari
segala tanda penyakit dipilih. Rambut pada punggung kelinci dicukur, setelah itu
dibersihkan dengan air suling. Kemudian sejumlah 0,5 gram basis dan emulgel
pada sisi yang berbeda diaplikasikan ke punggung kelinci yang telah dicukur tadi.
Diamati gejala iritasi yang mungkin timbul (eritema dan edema) pada waktu 24,
48 dan 72 jam.
5. Uji pH emulgel minyak cengkeh
Pengukuran pH ini menggunakan indikator universal, yaitu dengan
memasukkan indikator pH universal (pH strips) ke dalam emulgel minyak
cengkeh yang telah dibuat. Kemudian menentukan pHnya dengan
membandingkan warna yang dihasilkan dengan standar.
6. Uji sifat fisik emulgel minyak cengkeh
a. Uji viskositas
Pengukuran viskositas menggunakan alat Viscometer Rion seri VT 04.
Emulgel dimasukkan ke dalam wadah hingga penuh dan dipasang pada portable
viscotester. Viskositas emulgel diketahui dengan mengamati gerakan jarum
penunjuk viskositas (Instruction Manual Viscotester VT-04E). Uji ini dilakukan
48 jam setelah pembuatan untuk mengetahui efek faktor terhadap viskositas,
sedangkan untuk mengetahui persentase pergeseran viskositasnya dilakukan
setelah 1 bulan penyimpanan. Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali. Viskositas
27
b. Uji daya sebar
Sediaan emulgel ditimbang seberat 1 gram dan diletakkan di tengah kaca
bulat berskala. Di atas emulgel diletakkan kaca bulat lain dengan berat 50 gram
sebagai pemberat, didiamkan selama 1 menit, kemudian dicatat penyebarannya.
Pengujian daya sebar dilakukan 48 jam setelah emulgel selesai dibuat. Dilakukan
replikasi sebanyak 3 kali. Daya sebar yang dikehendaki di dalam penelitian ini
yaitu 3-5 cm.
7. Uji daya antibakteri emulgel minyak cengkeh terhadap Staphylococcus epidermidis
a. Pembuatan stok bakteri Staphylococcus epidermidis
Sebanyak 5 mL media Muller-Hinton Agar (MHA) dimasukkan ke dalam
tabung reaksi sebanyak 5 mL, kemudian disterilkan dengan menggunakan
autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit, kemudian tabung reaksi dimiringkan
dan dibiarkan memadat. Diambil satu ose biakan murni Staphylococcus
epidermidis dan diinokulasikan secaran goresan zig-zag, kemudian diinkubasikan
selama 24 jam pada suhu 37°C dalam inkubator.
b. Pembuatan suspensi Staphylococcus epidermidis
Diambil satu ose koloni bakteri dari stok bakteri, dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang telah berisi 10 mL Muller-Hinton Broth (MHB) yang sudah di
sterilisasi, kemudian diinkubasikan selama 48 jam pada suhu 37°C dalam
disesuaikan dengan standar Mac Farland 0,5 (1,5 x 108 CFU/mL) (Isenberg, 1998).
c. Uji daya antibakteri emulgel minyak cengkeh terhadap Staphylococcus
epidermidis
Dibuat lima petri berdiameter 15 cm yang telah berisi 30 mL MHA steril,
satu petri dibuat kontrol negatif, yaitu kontrol media yang tidak diberi bakteri
Staphylococcus epidermidis, kemudian satu petri lainnya dibuat kontrol positif,
yaitu kontrol pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis dengan cara ke
dalam MHA hangat (suam-suam kuku) setelah sterilisasi diberi 1 mL suspensi
bakteri Staphylococcus epidermidis, kemudian diinkubasikan terbalik selama 48
jam pada suhu 37°C dalam inkubator.
Tiga petri lainnya dengan perlakuan sama seperti kontrol pertumbuhan
diberi masing-masing 1 mL suspensi bakteri Staphylococcus epidermidis dan
diberi lima lubang sumuran sampai ke dasar dengan diameter 8 mm pada cawan
petri yang telah berisi MHA steril yang telah memadat. Kemudian dilakukan
penambalan kembali dengan media MHA yang sudah disterilisasi sebanyak 200
µL di tiap sumuran (single layer method). Dalam masing-masing cawan petri, ke
dalam sumuran diberi basis, formula 1, formula a, formula b, dan formula ab,
kemudian dilakukan replikasi sebanyak tiga kali. Setelah itu diinkunbasikan
terbalik selama 48 jam pada suhu 37°C dalam inkubator. Kemudian diukur zona
29
F. Analisis Hasil
Data yang terkumpul adalah data uji viskositas dan uji daya sebar 48 jam
setelah pembuatan, profil viskositas selama 1 bulan penyimpanan, data daya
antibakteri masing-masing formula emulgel minyak cengkeh.
Data yang didapat dianalisis dengan uji Saphiro-Wilk (untuk sampel yang
kurang dari atau sama dengan 50) untuk melihat kenormalan distribusi data dan
uji kesamaan varians Levene’s test untuk melihat kesamaan varians. Jika data
sesuai dengan kriteria uji statistik parametrik, maka analisis dilanjutkan dengan
pengujian signifikansi menggunakan ANOVA. Jika data tidak memenuhi kriteria
uji statistik parametrik, maka analisis data menggunakan Kruskal-Wallis dengan
post hoc Wilcoxon. Analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak
R-2.14.1.
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Identifikasi dan Verifikasi Minyak Cengkeh
Pada penelitian ini menggunakan minyak cengkeh yang berasal dari CV.
Indaroma Yogyakarta. Minyak cengkeh merupakan minyak atsiri yang berasal
dari daun tanaman cengkeh (Syzygium aromaticum) yang telah diidentifikasi
melalui beberapa uji dan dibuktikan dengan Certificate of Analysis (CoA)
(Lampiran 1).
Pada tahap awal penelitian ini dilakukan uji organoleptis yang meliputi
bau, warna, dan rasa, serta verifikasi ulang dari minyak daun cengkeh untuk lebih
memastikan apakah minyak yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
minyak cengkeh. Verifikasi ini dilakukan meliputi bobot jenis minyak dan indeks
bias minyak yang akan digunakan.
Minyak cengkeh yang berasal dari CV Indaroma Yogyakarta memiliki bau
aromatis yang khas, memiliki warna kuning kecoklatan bening, dan memiliki rasa
pahit dan panas. Hasil verifikasi minyak cengkeh adalah sebagai berikut:
Tabel IV. Hasil verifikasi minyak cengkeh ( ̅ ± SD)
Sifat Fisik Literatur
(Panda, 2004) CoA Hasil Verifikasi
Indeks bias ( ) 1,5231-1,5350 1,520-1,540 1,534 ± 0,001 Bobot jenis ( ) 1,036-1,046 g/mL 1,010-1,035 g/mL 1,0207 ± 0,002 g/mL
Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa hasil verifikasi indeks bias minyak
cengkeh menurut Panda (2004) dan Certificate of Analysis (CoA) yang
31
tetapi tidak sesuai dengan bobot jenis menurut Panda (2004). Jadi, berdasarkan
hasil verifikasi tersebut dapat disimpulkan bahwa minyak cengkeh yang berasal
dari CV Indaroma Yogyakarta adalah benar minyak cengkeh, tetapi memiliki
kemurnian yang berbeda dari yang disampaikan di literatur.
B. Pembuatan Emulgel Minyak Cengkeh
Minyak cengkeh memiliki kandungan eugenol di dalamnya sehingga
memiliki sifat antiseptik dan bakterisidal (Guenther, 1990). Pada penelitian Gupta
et al. (2008), minyak cengkeh memiliki daya antimikrobial terhadap beberapa
jenis bakteri patogen, salah satunya adalah Staphylococcus epidermidis.
Berdasarkan penelitian Kusuma (2010), minyak cengkeh dengan konsentrasi 15%
sudah dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis yang
ditunjukkan dengan adanya zona jernih di sekitar sediaan emulgel minyak
cengkeh di dalam sumuran.
Emulgel merupakan sediaan emulsi di dalam gel dengan menambahkan
suatu gelling agent ke dalam sistemnya. Pemilihan emulgel pada penelitian ini
karena zat aktif yang digunakan adalah minyak cengkeh yang bersifat lipofil dan
berdasarkan pernyataan Handa (2006), minyak cengkeh dapat menyebabkan iritasi
pada kulit pada dosis yang tinggi. Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan
sifat minyak cengkeh, maka dibuat sistem emulsi di mana minyak cengkeh akan
lebih larut dalam minyak (fase dispersi) yang dikelilingi oleh medium
pendispersinya dengan bantuan emulgator (Tween 80 dan Span 80). Kemudian
dari sistem. Selain itu, dengan penambahan gelling agent yang sebagian besar
berupa air, maka dapat menutupi rasa panas yang ditimbulkan minyak cengkeh
apabila diaplikasikan pada kulit dan juga dengan tipe emulsi minyak dalam air
dapat mengurangi rasa lengket pada kulit.
Pada pembuatan emulgel minyak cengkeh ini digunakan carbopol 940
sebagai gelling agent karena menurut Patil (2005), carbopol 940 dapat
memberikan viskositas yang baik dan pelepasan zat aktif saat pengaplikasiannya
juga baik. Digunakan gliserin sebagai humectant untuk menjaga kelembaban kulit
pada saat pengaplikasian, karena gliserin memiliki 3 gugus hidroksi (-OH) pada
strukturnya sehingga dapat membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air.
Formula ini menggunakan dua jenis pengawet karena basis dari emulgel minyak
cengkeh ini kebanyakan berupa air, maka untuk meminimalisir terjadinya
kontaminasi mikroba pada proses penyimpanan. Dua jenis pengawet ini memiliki
kelarutan yang berbeda, yaitu metil paraben lebih larut di air, sedangkan propil
paraben lebih larut di minyak. Parafin cair digunakan sebagai fase minyak. Tween
80 dan Span 80 berfungsi sebagai emulgator, di mana akan menurunkan tegangan
permukaan antara fase minyak dan fase air sehingga dapat bercampur
menghasilkan emulgel minyak cengkeh yang stabil.
Formula yang digunakan pada pembuatan emulgel minyak cengkeh ini
mengacu pada hasil orientasi yang dilakukan penulis (Lampiran 9). Formula yang
digunakan merupakan hasil modifikasi dari formula acuan berdasarkan penelitian
dari Suryarini (2011). Modifikasi yang dilakukan meliputi perubahan jumlah
33
tujuan untuk mendapatkan emulgel minyak cengkeh dengan karakter sifat fisik
yang diinginkan, yaitu dengan memiliki viskositas 200-300 d.Pa.s, daya sebar 3-5
cm, dan pergeseran viskositas kurang dari 10%. Modifikasi yang dilakukan tidak
mengubah fungsi pokok emulgel minyak cengkeh sebagai penyembuh jerawat.
Faktor yang akan dilihat pengaruhnya terhadap sifat fisik dan stabilitas emulgel
minyak cengkeh adalah carbopol 940 dan gliserin. Jumlah carbopol 940 yang
digunakan dalam formula adalah 1,5 gram (level rendah) dan 5 gram (level
tinggi), sedangkan jumlah gliserin adalah 1,5 gram (level rendah) dan 6,5 gram
(level tinggi).
Pembuatan emulgel minyak cengkeh ini melalui dua tahap, yaitu tahap
emulsifikasi dan penambahan gelling agent. Pada proses emulsifikasi ini
dilakukan pemanasan pada suhu 50ºC untuk mempermudahkan proses
emulsifikasi karena suhu akan meningkatkan energi pada proses emulsifikasi,
sehingga akan terbentuk droplet-droplet dengan ukuran yang lebih kecil (Becker,
1997). Proses emulsifikasi ini dilakukan dengan mencampurkan fase air dan fase
minyak, kemudian dicampur dengan mengunakan mixer. Setelah itu ditambahkan
carbopol 940 sebagai gelling agent yang telah dikembangkan di dalam aquadest
selama 24 jam. Ketika carbopol didispersikan ke dalam air, molekul hidrat akan
menyerap air dan meningkatkan viskositas (Chikhalikar and Moorkath, 2002).
Kemudian dilakukan penetralan dengan penambahan trietanolamin (TEA). Pada
saat penetralan, terjadi peningkatan viskositas karena akan terbentuk ion-ion
bermuatan negatif yang kemudian akan menimbulkan gaya tolak-menolak dari
C. Uji Iritasi Primer Emulgel Minyak Cengkeh
Uji iritasi primer bertujuan untuk mengetahui keamanan sediaan emulgel
minyak cengkeh pada saat penggunaan. Uji ini dilakukan dengan mengaplikasikan
emulgel minyak cengkeh pada punggung kelinci yang telah dibersihkan. Formula
emulgel minyak cengkeh yang diaplikasikan berada di antara komposisi level
rendah dan level tinggi carbopol 940 dan gliserin, yaitu dengan jumlah 4 gram
carbopol 940 dan 4 gram gliserin. Kemudian punggung kelinci yang telah
diaplikasikan dengan basis dan formula emulgel minyak cengkeh tersebut diamati
eritema dan edema yang mungkin pada waktu 24, 48 dan 72 jam setelah
pengaplikasian.
Gambar 4. Uji iritasi primer 48 jam
Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa pada punggung kelinci tidak terdapat
eritema dan edema, sehingga dapat disimpulkan bahwa sediaan emulgel minyak
35
D. Uji pH Emulgel Minyak Cengkeh
Uji pH emulgel minyak cengkeh dilakukan dengan menggunakan
indikator universal (pH strips), uji ini bertujuan untuk mengetahui pH
masing-masing formula yang telah dibuat. Hasil dari uji pH adalah sebagai berikut:
Tabel V. Uji pH emulgel minyak cengkeh Formula pH
Dari Tabel V dapat dilihat bahwa emulgel minyak cengkeh memiliki pH dengan
rentang pH 5-6, sehingga dapat disimpulkan bahwa sediaan emulgel minyak
cengkeh yang dibuat ini memenuhi kriteria pH untuk kulit normal yang relatif
memiliki sifat asam, yaitu memiliki pH berkisar antara 4-6,5 (Baranoski and
Ayello, 2008).
E. Karakterisasi Sifat Fisik Emulgel Minyak Cengkeh
Sediaan yang baik adalah sediaan yang dapat memenuhi persyaratan sifat
fisik dan stabil dalam penyimpanan. Sifat fisik yang dapat diukur dari sediaan
emulgel minyak cengkeh adalah viskositas dan daya sebar. Dalam penelitian ini
dilakukan evaluasi terhadap sifat fisik emulgel minyak cengkeh meliputi
viskositas dan daya sebar setelah 48 jam pembuatan, sedangkan stabilitas fisik
emulgel minyak cengkeh dapat diamati setelah satu bulan penyimpanan.
Carbopol 940 dan gliserin berperan dalam menentukan sifat fisik dan
stabilitas emulgel minyak cengkeh, jumlah dari kedua faktor ini dipilih
yang akan dilihat pengaruhnya terhadap sifat fisik dan stabilitas emulgel minyak
cengkeh adalah sebagai berikut:
Tabel VI. Jumlah penggunaan carbopol 940 dan gliserin dalam formula emulgel minyak cengkeh
Faktor Carbopol 940 Gliserin Level rendah 1,5 gram 1,5 gram
Level tinggi 5,0 gram 6,5 gram
Menurut Sinko (2006), pada pembuatan sediaan semisolid, viskositas
berpengaruh pada penerimaan pasien, karena terkait pada stabilitas fisika karena
semakin tinggi viskositas suatu emulgel, pergerakan droplet-droplet emulsi dalam
emulgel menjadi terbatas, sehingga tidak akan berinteraksi satu sama lain dan
menimbulkan fenomena instabilitas emulsi. Viskositas merupakan suatu besaran
yang menunjukkan ketahanan suatu cairan untuk dapat mengalir. Pengukuran
viskositas bertujuan untuk melihat profil kekentalan dari emulgel minyak
cengkeh. Pengukuran viskositas dilakukan setelah 48 jam pembuatan, dan satu
bulan penyimpanan. Pengukuran viskositas setelah 48 jam pembuatan dilakukan
untuk melihat profil viskositas emulgel minyak cengkeh yang merupakan
parameter sifat fisik emulgel minyak cengkeh, sedangkan pengukuran viskositas
setelah satu bulan penyimpanan melihat besarnya perubahan profil viskositas
emulgel minyak cengkeh selama penyimpanan sehingga ada tidaknya fenomena
ketidakstabilan pada emulgel minyak cengkeh selama penyimpanan dapat
teramati. Viskositas yang dikehendaki adalah 200-300 d.Pa.s. dan pergeseran
viskositas yang dikehendaki adalah kurang dari 10%.
Menurut Garg et al. (2002), daya sebar merupakan salah satu karakteristik
37
menggunakan sediaan semi solid. Daya sebar adalah kemampuan suatu sediaan
untuk menyebar di tempat aplikasi. Pengukuran daya sebar bertujuan untuk
mengamati besarnya diameter penyebaran pada saat pengaplikasian. Pada sediaan
emulgel minyak cengkeh karena memiliki sifat reologi pseudoplastis, semakin
besar diameter daya sebar, maka makin encer sediaan emulgel minyak cengkeh,
dan sebaliknya semakin kecil diameter daya sebar, maka makin kental sediaan
emulgel minyak cengkeh. Oleh karena itu, rentang daya sebar ditentukan 3-5 cm
agar tidak sulit pada saat pengaplikasian karena terlalu kental atau terlalu encer.
Pengukuran daya sebar dilakukan setelah 48 jam pembuatan dilakukan untuk
melihat parameter sifat fisik emulgel minyak cengkeh. Pengukuran diameter daya
sebar dilakukan di atas kaca bundar berskala. Pengukuran diameter emulgel
minyak cengkeh dilakukan setelah pemberian beban 50 gram pada emulgel
minyak cengkeh dan didiamkan selama 1 menit.
Tabel VII. Sifat fisik emulgel minyak cengkeh ( ̅ ± SD)
Dari Tabel VII dapat dilihat bahwa semua respon yang dihasilkan dari penelitian
ini masuk range daya sebar, dan pada respon viskositas, tidak semua respon yang
dihasilkan dari penelitian ini masuk range viskositas, yaitu formula 1 dan formula
b. Hal ini dimungkinkan karena jumlah carbopol 940 pada formula 1 dan formula
F. Efek Penambahan Carbopol 940 dan Gliserin, serta Interaksinya dalam Menentukan Sifat Fisik Emulgel Minyak Cengkeh
Efek adalah perubahan respon yang disebabkan oleh variasi level dan
faktor. Untuk dapat mengetahui besar efek carbopol 940, gliserin serta interaksi
keduanya dalam menentukan sifat fisik emulgel minyak cengkeh, yaitu viskositas,
daya sebar dan pergeseran viskositas, maka dilakukan analisis data menggunakan
R-12.14.1 dengan uji two way ANOVA pada taraf kepercayaan 95%. Dilakukan
juga analisis terhadap signifikansi tiap faktor serta signifikansi kedua faktor dalam
memberikan efek. Nilai efek berharga mutlak, adanya tanda positif atau negatif
pada nilai efek menunjukkan pengaruh faktor yang diteliti terhadap respon. Nilai
efek negatif menunjukkan faktor menurunkan respon, sedangkan nilai positif
menunjukkan bahwa faktor meningkatkan respon.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah desain faktorial dengan dua
faktor pada dua level, yaitu level tinggi dan level rendah. Rancangan formula
yang digunakan pada penelitian ini memiliki bobot total volume yang
berbeda-beda. Jumlah bahan pada tiap formula kecuali carbopol 940 dan gliserin sama. Hal
ini dilakukan agar efek yang terlihat hanyalah efek dari penambahan carbopol 940
dan gliserin pada level yang diteliti saja.
1. Uji Normalitas Data
Pada penelitian ini, data yang didapatkan diuji kenormalannya
39
50) (Dahlan, 2011) untuk mengetahui apakah distribusi data normal atau tidak.
Hasil yang di dapat adalah sebagai berikut:
Tabel VIII. Uji normalitas data viskositas dan daya sebar Jenis Data Formula p-value
Viskositas 1 1
Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa masing-masing data memiliki nilai
probabilitas (p)>0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa viskositas dan daya
sebar memiliki distribusi data normal karena memiliki nilai p>0,05 (Dahlan,
2011).
2. Uji Kesamaan Varians
Uji ini dilakukan untuk mengetahui kesamaan varians pada populasi yang
merupakan salah satu syarat dilakukannya uji ANOVA, uji ini dilakukan dengan
menggunakan Levene’s test, data memiliki kesamaan varians apabila memiliki
nilai p lebih dari 0,05(Dahlan, 2011). Pada uji ini, didapat data sebagai berikut:
Tabel IX. Levene’s test uji viskositas dan daya sebar Jenis Data p-value
Viskositas 0,7021
Daya sebar 0,2435
Berdasarkan Tabel IX, dapat dilihat bahwa pada uji viskositas dan daya sebar
memiliki nilai p>0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang didapat