OPTIMASI CAMPURAN ASAM MALAT DAN NATRIUM BIKARBONAT SEBAGAI EKSIPIEN DALAM PEMBUATAN GRANUL EFFERVESCENT
EKSTRAK TEH HIJAU (Camellia sinensis L.) DENGAN METODE GRANULASI KERING
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Yokhebed Dian Kumala NIM : 058114104
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
OPTIMASI CAMPURAN ASAM MALAT DAN NATRIUM BIKARBONAT SEBAGAI EKSIPIEN DALAM PEMBUATAN GRANUL EFFERVESCENT
EKSTRAK TEH HIJAU (Camellia sinensis L.) DENGAN METODE GRANULASI KERING
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Yokhebed Dian Kumala NIM : 058114104
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
HOW TO BE SUCCESS
-a-b-c-d-e-f-g-h-i-j-k-l-m-n-o-p-q-r-s-t-u-v-w-x-y-z-
-1-2-3-4-5-6-7-8-9-10-11-12-13-14-15-16-17-18-19-20-21-22-23-24-25-26- (%)
What Do You Need??
LOVE 54%
MONEY 72%
KNOWLEDGE 96%
HARDWORK 98%
ATTITUDE 100%
When He prepare wonderful things
He begin with difficulties…
When He prepare very wonderful things
He begin with impossibility…
Devoted to My Saviour Jesus Christ…
PRAKATA
Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan akhir ini untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Strata Satu Program Studi Ilmu Farmasi (S.Farm).
Semua kelancaran dan keberhasilan penulis dalam menyelesaikan
laporan ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. ”Jesus Kristus”, atas semua kasih dan anugrah-Nya
2. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Agatha Budi Susiana Lestari, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan arahan dan mendampingi penulis selama proses
penelitian dan penyusunan skripsi.
4. Romo Drs. Petrus Sunu Hardiyanta, S.J., S.Si. selaku dosen penguji yang
telah memberikan banyak pendampingan, dukungan, saran, dan kritik.
5. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan
banyak pendampingan, dukungan, saran, dan kritik.
6. My Lovely Mom, thanks for the love you give, for the faith you share, and
the miracle you perform to make life so good.
7. Yohanes Ardi Chrismawan, tenderness, strength, love always..he is always
8. Pak Jefry, makasih ya...buat semua jawaban-jawaban pertanyaannya he^^
9. “Team Effervescent Teh hijau”, Ceci, Ulee, Hendra, Lia, Eva, Aster, dan
Erika, kalian luar biasa!!!terima kasih buat semuanya!!!Luv U all
10.Teman-teman KKN kelompok VIII angkatan XXXVII, terima kasih Prend
buat smua dukungane dan pengertiannya.he^^
11.Pak Musrifin, Mas Agung, Mas Otto, Pak Iswandi, Mas Kunto, Pak
Parlan terima kasih untuk kesabarannya.
12.Wisma Surya Community, LuV u all.
13.Teman-teman anak FST dan FKK 05, yang selalu membagi senyum dan
tawa kepada penulis.
14.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Penulis telah berusaha sebaik-baiknya untuk menyelesaikan skripsi ini.
Namur penulis menyadari masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan di
dalamnya. Maka penulis mengharapkan kritik dan saran. Akhir kata, semoga
penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu kefarmasian.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ...i
HALAMAN JUDUL ...ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii
HALAMAN PENGESAHAN ...iv
HALAMAN PERSEMBAHAN...v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi
PRAKATA...vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...ix
DAFTAR ISI ...x
DAFTAR TABEL ...xiv
DAFTAR GAMBAR ...xv
DAFTAR LAMPIRAN...xvi
INTISARI ...xvii
ABSTRACT ...xviii
BAB I. PENGANTAR ...1
A. Latar Belakang ...1
1. Perumusan masalah ...5
2. Keaslian karya ...5
3. Manfaat penelitian ...5
B. Tujuan Penelitian ...6
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA...7
1. Kandungan kimia ... 7
2. Khasiat dan kegunaan ... 8
B. Ekstrak Teh Hijau ... 9
C.(-) epigallocathecin 3-gallate (EGCG) ... 9
D.Granul Effervescent ... 11
1. Definisi dan keuntungan effervescent ... 11
2. Proses dalam pembuatan effervescent ... 13
E. Pemerian Bahan………13
1. Asam malat ……….13
2. Natrium bikarbonat……….14
3.Sukrosa……….15
4.PVP (polyvinylpirolidon) ………15
5.Aspartam……….15
F. GranulasiKering………...…16
G.Sifat Fisik Granul Effervescent……… 16
1. Kecepatan alir………16
2.Kandungan lembab……….17
3.Waktu larut………..17
4.pH larutan ………17
H.Desain Faktorial...18
I.Landasan Teori...20
J.Hipotesis……….22
A. Jenis dan Rancangan penelitian………...……….23
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional……….23
1.Variabel penelitian………23
2,Definisi operasional……….……….24
C. Bahan Penelitian………..25
D. Alat Penelitian………..25
E. Tata Cara Penelitian……….………25
1. Pemeriksaan kualitas ekstrak teh hijau……….25
2. Penentuan dosis ekstrak kering teh hijau……….26
3. Penentuan level rendah dan tinggi asam malat dan natrium bikarbonat dalam sediaan effervescent……….………26
4. Optimasi formula granul effervescent…………..………27
5. Pembuatan granul effervescent secara granulasi kering……..………27
6. Pemeriksaan sifat fisik granul effervescent………..………28
7. Penentuan profil sifat fisik granul effervescent dan area komposisi optimum……….29
F.Analisis Data………30
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………32
A. Pengujian Ekstrak Teh Hijau………32
1. Uji organoleptis……….32
2. Uji kandungan air ekstrak………..32
B. Formula Granul Effervescent Teh Hijau………..33
D. Granul Effervescent………36
E. Pengujian Granul Effervescent……….. 36
1. Uji kecepatan alir………... 37
2. Uji kandungan lembab………41
3. Uji waktu larut………45
4. Uji pH larutan……….49
F. Optimasi Formula………52
1. Uji kecepatan alir……….53
2. Uji kandungan lembab……….54
3. Uji waktu larut……….54
4. Uji pH larutan………..55
G. Penentuan Area Formula Granul Effervescent Optimal………..56
H. Prediksi Prospek Hasil Penelitian……...………56
I. Prediksi CO2 Teoritis………..57
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………59
A. Kesimpulan………..………59
B. Saran………59
DAFTAR PUSTAKA………..60
LAMPIRAN………63
DAFTAR TABEL
Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua
level ... 19
Tabel II. Formula granul effervescent ekstrak teh hijau ... 27
Tabel III. Data sifat fisik granul effervescent ... 37
Tabel IV. Hasil perhitungan efek berdasarkan desain faktorial ... 37
Tabel V. Hasil Perhitungan Yate’s treatment pada respon kecepatan alir granul . ... 40
Tabel VI. Hasil Perhitungan Yate’s treatment pada respon kandungan lembab ... 44
Tabel VII. Hasil Perhitungan Yate’s treatment pada respon waktu larut ... 47
Tabel VIII. Hasil Perhitungan Yate’s treatment pada respon pH larutan ... 51
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur epicatechin, epicatechin-3-gallat, epigallocatechin, dan
epigallocatechin-3-gallat ... 10
Gambar 2. Pengaruh level asam malat (a) dan natrium bikarbonat (b) terhadap kecepatan alir granul ... 38
Gambar 3. Pengaruh level asam malat (a) dan natrium bikarbonat (b) terhadap kandungan lembab granul ... 42
Gambar 4. Pengaruh level asam malat (a) dan natrium bikarbonat (b) terhadap waktu larut granul ... 46
Gambar 5. Pengaruh level asam malat (a) dan natrium bikarbonat (b) terhadap pH larutan granul ... 50
Gambar 6. Contour plot kecepatan alir granul effervescent... 53
Gambar 7. Contour plot waktu larut granul effervescent ... 54
Gambar 8. Contour plot pH larutan effervescent ... 55
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Certificate of Analysis ... 63
Lampiran 2. Formula granul effervescent teh hijau ... 64
Lampiran 3. Data Hasil Uji kadar air ekstrak teh hijau... 65
Lampiran 4. Data Hasil Uji Sifat Fisik Granul Effervescent ... 66
Lampiran 5. Perhitungan desain faktorial ... 68
Lampiran 6. Perhitungan efek berdasarkan desain faktorial ... 78
Lampiran 7. Perhitungan yate’s treatment ... 81
Lampiran 8. Perhitungan prediksi CO2 teoritis ... 90
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek asam malat, natrium bikarbonat dan interaksi keduanya yang dominan dalam menentukan sifat fisik sediaan granul effervescent ekstrak teh hijau (Camellia sinensis L.) serta untuk mendapatkan area komposisi optimum sumber asam dan sumber basa dalam formula granul effervescent teh hijau.
Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni menggunakan metode desain faktorial. Digunakan 4 formula, yaitu (1) : level asam malat dan natrium bikarbonat rendah, (a) : level asam malat tinggi dan level natrium bikarbonat rendah, (b) : level asam malat rendah dan level natrium bikarbonat tinggi, (ab) : level asam malat dan natrium bikarbonat tinggi. Granul effervescent dibuat dengan metode granulasi kering. Optimasi dilakukan terhadap parameter sifat fisik granul effervescent meliputi kecepatan alir granul, kandungan lembab granul effervescent, waktu larut granul effervescent, dan pH larutan granul effervescent. Analisis statistik yang digunakan adalah Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95%.
Hasil menunjukkan bahwa asam malat dominan dalam menentukan respon pH larutan granul effervescent, sedangkan natrium bikarbonat dominan dalam menentukan respon kecepatan alir, kandungan lembab, dan waktu larut granul effervescent. Kandungan lembab granul effervescent yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan, sehingga melalui superimposed contour plot tidak diperoleh area optimum yang diprediksi sebagai formula optimum granul effervescent teh hijau terbatas pada level yang diteliti.
ABSRACT
The aims of the research were to investigate the dominant effects among malic acid, sodium bicarbonate, and the interaction between malic acid and sodium bicarbonate on the effervescent granule physical properties, and to obtain the optimum area of the composition source of acid and source of base from green tea extract effervescent granule formulas.
This research was a pure experimental study based on factorial design application. Four formulas were investigated, i.e. (1) : malic acid and sodium bicarbonate both in low level, (a) : malic acid in high level and sodium bicarbonate in low level, (b) : malic acid in low level and sodium bicarbonate in high level, (ab) : malic acid and sodium bicarbonate both in high level. They were evaluated for their physical properties parameter, i. e. flow rate, moisture content, disintegration time of effervescent granule, and pH of the solution. Statistic analysis used was Yate’s treatment with 95% level of confidence.
The result showed that malic acid was dominant in determining pH of the solution. Sodium bicarbonate was dominant in determining moisture content, disintegration time and flow rate of the granule. Based on superimposed contour plot, the optimum area of effervescent granule formula was not obtained.
Key word : malic acid, sodium bicarbonate, granule effervescent, dry granulation, green tea extract
BAB I PENGANTAR A. Latar belakang
Masyarakat Indonesia sejak jaman dulu sudah menggunakan
bahan-bahan tradisional sebagai salah satu cara untuk mengobati suatu penyakit, ataupun
hanya sebatas untuk perawatan atau pencegahan saja. Pentingnya
mengembangkan obat tradisional di dunia farmasi tidak hanya semata-mata untuk
mengobati suatu penyakit tapi sekaligus melestarikan budaya bangsa. Meskipun
demikian, penggunaan obat tradisional masih memiliki keterbatasan, terutama
dalam hal desain bentuk sediaannya. Oleh karena itu dengan berkembangnya
teknologi dalam bidang formulasi, diharapkan para formulator dapat menciptakan
suatu formula dan suatu bentuk sediaan yang berbasis bahan tradisonal yang tetap
aman, berkhasiat, dan tentunya dapat diterima di masyarakat secara luas.
Salah satu tanaman yang dewasa ini kembali dieksplorasi adalah teh
(Camellia sinensis L.) yang merupakan salah satu minuman terpopuler di dunia
terutama di negara-negara Asia. Teh dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu teh
hijau, teh oolong, dan teh hitam. Teh hijau dibuat dengan cara menginaktifasi
enzim oksidase atau fenolase yang ada dalam pucuk daun teh segar, dengan cara
pemanasan atau penguapan menggunakan uap panas, sehingga oksidasi enzimatik
terhadap katekin dapat dicegah. Teh hitam dibuat dengan cara memanfaatkan
terjadinya oksidasi enzimatis tehadap kandungan katekin teh. Teh oolong
dihasilkan melalui proses pemanasan yang dilakukan segera setelah proses
(Hartoyo, 2003). Kepopuleran teh hijau tersebut dikarenakan teh mempunyai rasa
dan aroma yang atraktif (Rohdiana, Raharjo, dan Murdijati 2005).
Sebagian besar masyarakat sudah mengetahui secara empiris bahwa teh
hijau dapat berguna sebagai antioksidan atau sebagai chemopreventive kanker.
Sejumlah penelitian baik secara farmakologi maupun epidemiologi juga
menegaskan bahwa teh hijau merupakan antioksidan yang sangat potensial
Komponen kimia yang disebut-sebut paling bertanggung jawab terhadap aktivitas
antioksidan tersebut adalah polifenol (Rohdiana dkk, 2005). Senyawa polifenol
dalam teh hijau yang paling diketahui mempunyai aktivitas sebagai antioksidan
adalah (-) epigallocathecin 3-gallate (EGCG), dimana EGCG ini memiliki
aktivitas dalam menangkap radikal bebas (Ahmad, Katiyar, dan Mukhtar, 1998).
Pentingnya mengetahui dan memahami kegunaan dari EGCG yang terkandung
dalam teh hijau maka akan memudahkan dalam mendesign dan meningkatkan
strategi chemopreventivenya.
Beberapa syarat suatu zat atau senyawa dikatakan sebagai
chemopreventive, antara lain tidak toksik, efikasinya tinggi, mekanisme
antioksidannya jelas, low cost, human acceptance dan tentunya dapat dikonsumsi
secara oral (Mukhtar dan Ahmad, 1999). Adanya inovasi baru dalam bentuk
sediaan teh maka akan semakin meningkatkan acceptability dalam
penggunaannya.
Dengan adanya desain suatu bentuk sediaan granul effervescent dari
ekstrak teh hijau maka dapat meningkatkan green tea sebagai salah satu kandidat
atau serbuk kasar sampai kasar sekali dan mengandung unsur obat dalam
campuran yang kering, biasanya terdiri dari natrium bikarbonat, asam sitrat, asam
tartrat, fumarat atau malat, bila ditambah air, asam dan basanya akan bereaksi
membebaskan karbondioksida sehingga menghasilkan buih.
Melalui sediaan granul effervescent, ditawarkan kepada masyarakat
suatu bentuk sediaan yang unik dan menarik untuk disiapkan, lebih
menyenangkan jika dibandingkan dengan sediaan konvensional yang sudah ada.
Selain itu juga memberikan sensasi yang menyenangkan seperti bersoda sehingga
akan membantu menutupi rasa kurang menyenangkan dari bahan lainnya.
Mengingat bahwa sediaan ini sangat acceptable di masyarakat, sehingga
diharapkan akan meningkatkan animo masyrakat untuk mengkonsumsi teh hijau
sebagai food supplement yang dapat membantu menjaga kesehatan tubuh.
Akhirnya dengan dibuatnya sediaan granul effervescent ini merupakan salah satu
pengembangan dalam industri teh instan. Produk ini dinilai mampu
menggabungkan antara potensi polifenol sebagai antioksidan dengan kepraktisan
yang ditawarkan oleh granul effervescent teh hijau.
Proses pembuatan granul effervescent dilakukan dengan metode granulasi
kering, dimana proses ini lebih meminimalisasi adanya basah dibandingkan
dengan granulasi basah sehingga kemungkinan terjadinya reaksi effervescent dini
dapat sedikit dihindari.
Untuk menghasilkan sediaan granul effervescent yang berkualitas, maka
sangat perlu dilakukan suatu studi formulasi, mengingat bahwa sediaan
berkaitan dengan kemampuannya untuk menghasilkan gelembung gas (biasanya
CO2) yang akan menambah kesegaran sediaan. Oleh karena itu dalam suatu
formula, sumber asam dan sumber basa sangatlah penting, dimana sebagai
penghasil gas CO2 yang berfungsi sebagai disintegrant. Mengingat pentingnya
kedua eksipien itu maka perlu dilakukan optimasi terhadap jumlah sumber asam
dan basanya dalam pembuatan granul effervescent ini. Pada penelitian ini sumber
asam yang digunakan adalah asam malat, sedangkan sebagai sumber basa
digunakan sodium bikarbonat, dimana range level rendah dan level tinggi asam
yaitu 20%-30%, dan untuk range level rendah dan level tinggi basanya
menggunakan patokan level rendah-tinggi asam dengan perbandingan mol dalam
reaksi stokiometrinya. Komposisi sumber basa dan asam yang optimum akan
menghasilkan granul effervescent dengan kualitas yang dikehendaki.
Salah satu metode yang digunakan untuk studi optimasi formula adalah
dengan metode factorial design. Melalui metode ini dapat diketahui campuran
sumber asam dan sumber basa yang optimum yang nantinya akan menentukan
1. Perumusan masalah
a. Apakah ekstrak teh hijau dapat diformulasi menjadi sediaan granul
effervescent yang memenuhi persyaratan kualitas ?
b. Apakah asam malat, natrium bikarbonat, ataukah interaksi keduanya
yang lebih dominan dalam menentukan sifat fisik granul effervescent
ekstrak daun teh hijau?
c. Apakah dapat diperoleh area komposisi optimum dari campuran asam
malat dan natrium bikarbonat untuk menentukan formula granul
effervescent ekstrak daun teh hijau yang optimum?
2. Keaslian karya
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan oleh penulis, penelitian
tentang optimasi formula granul effervescent teh hijau dengan asam malat sebagai
sumber asam dan natrium bikarbonat sebagai sumber basa dengan menggunakan
metode desain faktorial belum pernah dilakukan, namun penelitian sejenis dengan
menggunakan sumber asam lain seperti (asam tartrat, sitrat, fumarat) sudah pernah
dilakukan. Penelitian sejenis salah satunya adalah Optimasi Formula Granul
Effervescent Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica,Val) dengan Variasi Jumlah
Asam Sitrat dan Sodium Bikarbonat Didasarkan pada Metode Desain Faktorial
(Setyowati, 2001).
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis. Penelitian ini bermanfaat untuk menambah khasanah
b. Manfaat praktis. Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui efek dominan
antara asam malat dan natrium bikarbonat yang menentukan sifat fisik
sediaan granul effervescent teh hijau. Mengetahui formula optimum
berdasar superimposed contour plot sifat fisik granul effervescent teh
hijau.
B. Tujuan penelitian 1. Tujuan umum
Membuat formula granul effervescent dengan bahan aktif yang
berasal dari ekstrak teh hijau dalam bentuk sediaan granul.
2. Tujuan khusus
i. Mengetahui apakah ektrak teh hijau dapat diformulasikan menjadi
granul effervescent.
ii. Mengetahui pengaruh yang dominan antara asam malat, natrium
bikarbonat atau interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisik granul
effervescent teh hijau.
iii. Mendapatkan area komposisi optimum dari asam malat dan natrium
bikarbonat pada superimposed contour plot yang diprediksikan sebagai
formula optimum granul effervescent teh hijau.
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA A. Teh (Camellia sinensis L.)
Tanaman teh merupakan tanaman yang banyak ditemukan di seluruh
dunia bahkan sudah dikembangkan sejak jaman sebelum masehi, terutaman di
negara Cina. Karena kepopulerannya itu teh kemudian diolah menjadi salah satu
bentuk minuman yang bisa dikatakan hampir setiap hari selalu dikonsumsi
(Ahmad dkk, 1998).
Komoditas teh dihasilkan dari pucuk daun tanaman teh melalui proses
pengolahan tertentu. Secara umum berdasarkan cara atau proses pengolahannya,
teh dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu teh hijau, teh oolong, dan teh
hitam. Teh hijau dibuat dengan cara menginaktifasi enzim oksidase atau fenolase
yang ada dalam pucuk daun teh segar, dengan cara pemanasan atau penguapan
menggunakan uap panas, sehingga oksidasi enzimatik terhadap katekin dapat
dicegah. Teh hitam dibuat dengan cara memanfaatkan terjadinya oksidasi
enzimatis tehadap kandungan katekin teh. Teh oolong dihasilkan melalui proses
pemanasan yang dilakukan segera setelah proses penggulungan daun, dengan
tujuan untuk menghentikan proses fermentasi. Oleh karena itu, teh oolong disebut
juga sebagai teh semi-fermentasi (Hartoyo, 2003).
1. Kandungan kimia
Zat bioaktif yang terdapat dalam teh terutama merupakan golongan
flavonoid. Flavonoid yang ditemukan dalam teh terutama golongan flavanol dan
Katekin teh merupakan flavonoid yang termasuk dalam kelas flavoanol.
Adapun katekin teh yang utama adalah epicathecin (EC), epicatechin gallate
(ECG), epigallocatechin (EGC), dan epigallocatechin gallate (EGCG). Katekin
teh memiliki sifat tidak berwarna, larut air, serta membawa sifat pahit dan sepat
pada seduhan teh (Hartoyo, 2003). Selain itu flavonol utama yang terdapat dalam
teh adalah quersetin, kaenperol dan myricetin. Dalam teh hijau jumlah
quersetinnya mencapai 1,79-4,05 g/kg (Hartoyo, 2003). Namun di dalam daun teh
juga mengandung senyawa-senyawa seperti kafein, theobromin, theofilin, tanin,
xantin, adenine, minyak atsiri, naringenin, dan natural floride (Dalimartha, 2003).
2. Khasiat dan kegunaan
Selain sebagai minuman yang menyegarkan, teh telah lama diyakini
memiliki khasiat bagi kesehatan tubuh. Seduhan teh yang kental biasanya
digunakan untuk pertolongan pertama ketika diare. Beberapa tahun terakhir ini,
teh mendapat banyak perhatian karena berkaitan dengan sifat potensial
fisiologisnya sebagai antimutagenik dan antitumorgenik (Hartoyo, 2003).
Menurut Svobodova, Psotova dan Walternova (2003), teh hijau bisa bermanfaat
sebagai antikanker, antimikroba, antidiabetes, antioksidan dan menghambat
kerusakan DNA yang diinduksi oleh UV.
Teh dapat berkhasiat sebagai peluruh kencing (diuretik), stimulans
jantung (kardiotonik), menstimulir susunan saraf pusat, penyegar badan, dan
sebagai astringen pada saluran cerna (Dalimartha, 2003). Selain berkhasiat
sebagai diuretik, astringent, teh juga berkhasiat sebagai antioksidan karena
B. Ekstrak Teh hijau
Ekstrak teh hijau dapat diperoleh dari proses ekstraksi dengan metode
maserasi menggunakan 4 macam pelarut yaitu air, 80% etanol, 80% metanol dan
80% aseton (dalam air, v/v). Hasil penelitian oleh Druzynska, Stepniewska dan
Wolosiak menunjukkan bahwa kandungan polifenol tertinggi dalam ekstrak teh
hijau diperoleh dengan menggunakan pelarut 80% aseton sedangkan kandungan
katekin tertinggi dalam ekstrak teh hijau diperoleh dengan menggunakan pelarut
air.
C. Epigallocatechin Gallate (EGCG)
Khasiat teh sebagai antioksidan, diketahui karena kandungan flavonoid
teh yang disebut katekin. Katekin teh ini memiliki sifat antioksidatif yang
berperan dalam melawan radikal bebas yang sangat berbahaya bagi tubuh karena
dapat menimbulkan berbagai penyakit (Hartoyo, 2003).
Polifenol yang utama yang terdapat dalam teh hitam dan teh hijau adalah
epicatechins atau turunannya. Epicatechins paling banyak terdapat dalam teh
hijau, yaitu epicatechin (EC), epicatechin gallat (ECG), epigallocatechin (EGC),
dan epigallocatechin gallat (EGCG). EGCG merupakan antioksidan yang paling
efektif sebagai chemoprotective agent, jumlahnya sekitar 60 - 70% dari jumlah
OH
HO O
OH OH
OH
OH
(-)-Epigallocatechin
Gambar 1. Struktur epicatechin, epicatechin-3-gallat, epigallocatechin,dan epigallocatechin-3-gallat (Svobodova dkk, 2003)
EGCG merupakan suatu senyawa crystalline yang tidak higroskopis.
Kelarutan EGCG yang tertinggi dalam aqueous jika berada antara pH 5-7.
Kestabilan EGCG diamati melalui suatu penelitian dengan konsentrasi EGCG 10
mg/ml pada range pH 4-9, hasilnya stabilitas tertinggi dari EGCG diperoleh jika
berada pada pH 5. EGCG juga memiliki kompatibilitas yang baik dengan berbagai
macam eksipien, sehingga bisa sangat dikembangkan menjadi oral dosage forms
(Kellar, Poshini, He, Addo, Payne, 2005). HO
OH O
OH
OH
OH
D. Granul Effervescent 1. Definisi dan keuntungan bentuk effervescent
Effervescent didefinisikan sebagai pelepasan gelembung gas dari suatu
larutan sebagai hasil dari suatu reaksi kimia (Mohrle, 1989). Granul effervescent
adalah granul atau serbuk kasar yang mengandung unsur obat dalam campuran
kering, biasanya terdiri dari unsur asam (asam sitrat, asam tartrat, asam fumarat,
asam malat) dan unsur basa (natrium karbonat, natrium bikarbonat). Bila
ditambahkan dengan air, asam dan basanya akan bereaksi membebaskan CO2
sehingga menghasilkan buih (Ansel, 1969).
Effervescent menawarkan kepada masyarakat suatu bentuk sediaan yang
unik, menarik untuk disiapkan. Effervescent memberikan rasa yang
menyenangkan karena karbonasi membantu dalam menutupi rasa dari bahan aktif
yang kurang menyenangkan. Effervescent mudah digunakan dengan dosis yang
dapat diukur. Effervescent tidak dapat digunakan seperti sediaan serbuk, sehingga
effervescent harus dikemas secara individu untuk mencegah masuknya lembab,
sehingga mengatasi masalah instabilitas produk saat produk tidak digunakan
misalnya dalam masa penyimpanan (Mohrle, 1989). a. Sumber asam
Asam yang dibutuhkan untuk reaksi effervescent dapat diperoleh dari tiga
sumber utama : asam makanan, asam anhidrat dan garam asam. Asam yang paling
sering digunakan adalah asam makanan (Mohrle, 1989). Asam yang digunkaan
dalam komposisi effervescent adalah sebesar 10%-60% dari berat, lebih diterima
dari berat. Contoh asam yang biasa digunakan adalah asam sitrat, asam askorbat,
asam malat, asam adipat, asam tartrat, asam fumarat, asam suksinat, asam natrium
pirofosfat, asam laktat, asam hexamid, garam-garam asam, asam anhidrat, dan
campuran asam-asam diatas (Wehling dan Fred, 2004).
b. Sumber basa
Garam karbonat padat terdapat dalam sebagian besar effervescent. Kedua
bentuknya, bikarbonat maupun karbonat berguna karena merupakan bentuk yang
lebih reaktif dan paling banyak digunakan. Keberadaan basa dalam effervescent
ini berfungsi sebagai penghasil karbondioksida (Mohrle, 1989). Contoh basa yang
biasa digunakan antara lain : sodium bikarbonat, sodium sesquikarbonat,
potassium karbonat, potassium bikarbonat, kalsium karbonat, magnesium oksida,
sodium glisisn karbonat, L-lisin karbonat, arginin karbonat, zinc karbonat, zinc
oksida, dan campuran basa-basa diatas (Wehling dan Fred, 2004).
c. Bahan pengikat
Bahan pengikat adalah bahan yang membantu untuk menyatukan
bahan-bahan lain. Penggunaan pengikat, meskipun pengikat yang bersifat larut air, akan
menghambat proses hancurnya sediaan effervescent. Jika dibandingkan dengan
tablet konvensional, penggunaan bahan pengikat dalam effervescent dibatasi.
Polyvinylpyrrolidone (PVP) adalah pengikat yang efektif dalam sediaan
effervescent. PVP biasanya ditambahkan secara kering untuk digranul bersama
bahan lain, lalu dibasahi dengan cairan penggranul. PVP juga bisa ditambahkan
d. Bahan pengisi
Melihat bahan-bahan yang digunakan dalam effervescent, biasanya
dibutuhkan bahan pengisi dalam jumlah kecil. Bahan-bahan effervescent itu
sendiri biasanya sudah berada dalam jumlah besar sehingga penggunaan bahan
pengisi tidak dibutuhkan untuk mencapai berat yang diinginkan (Mohrle, 1989).
2. Proses dalam pembuatan sediaan effervescent
Dalam pembuatan sediaan effervescent, meskipun dalam beberapa hal
sama dengan pembuatan tablet biasa, ada masalah tertentu dan metode-metode
khusus yang tidak dijumpai pada pembuatan tablet biasa. Kondisi lingkungan
yang khusus menjadi salah satu persyaratan. Kelembaban relatif rendah dan suhu
yang menengah hingga dingin dalam ruangan produksi sangat penting untuk
mencegah proses granulasi atau pentabletan lengket di peralatan dan mencegah
penarikan lembab dari udara, yang dapat menyebabkan ketidakstabilan produk.
Ketika bahan-bahan untuk pembuatan effervescent sudah dicampurkan, maka
penyimpanan pada kondisi dengan RH yang sangat rendah sangatlah penting,
karena dengan adanya lembab akan memungkinkan terjadinya reaksi effervescent.
Kelembaban maksimum yang diperbolehkan adalah 25% dan suhunya 25oC atau
kurang (Mohrle,1989).
E. Pemerian Bahan yang Digunakan 1. Asam malat
Asam malat biasa digunakan sebagai sumber asam untuk sediaan
effervescent. Asam malat memiliki bobot molekul 134,09 g/mol dan melting
sifat higroskopis yang cukup tinggi dibandingkan asam lainnya (Mohrle, 1989).
Apabila asam malat digunakan pada sediaan berkarbonasi, maka asam malat ini
akan menambah rasa manis dari produk dan secara umum, asam malat ini tidak
meninggalkan rasa (smooth). Kekuatan asamnya lebih rendah jika dibandingan
asam tartrat atau asam sitrat, namun asam malat ini sangat sufficient ketika
digunakan dalam pembuatan effervescent ketika dikombinasikan dengan sumber
basa (Mohrle, 1989).
2. Natrium bikarbonat
Natrium bikarbonat adalah sumber karbonioksida utama dalam sistem
effervescent. Natrium bikarbonat larut sempurna dalam air, nonhigroskopis, tidak
mahal, jumlahnya banyak dan tersedia dalam lima ukuran dari serbuk halus
hingga granul yang free flowing. Natrium bikarbonat biasa digunakan dalam
formula effervescent dan dapat menghasilkan larutan yang jernih setelah tablet
mengalami disintegrasi karena sifatnya yang larut sempurna dalam air (Mohrle,
1989).
Natrium bikarbonat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih
dari 100,5% NaHCO3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian :
serbuk hablur, putih. Stabil di udara kering, tetapi dalam udara lembab secara
perlahan-lahan terurai. Larutan segar dalam air dingin, tanpa dikocok, bersifat
basa terhadap lakmus. Kebasaan bertambah bila larutan dibiarkan, digoyang kuat
atau dipanaskan. Kelarutan : larut dalam air, tidak larut dalam etanol (Anonim,
1995). Natrium bikarbonat juga memiliki daya compression yang bagus
3. Sukrosa
Sukrosa adalah gula yang diperoleh dari Saccharum officinarum Linne
(familia Gramineae), Beta vulgaris Linne(familia Chenopodiaceae) dan
sumber-sumber lain. Tidak mengandung bahan tambahan. Pemerian : hablur putih atau
tidak berwarna;massa hablur atau berbentuk kubus, atau serbuk hablur putih, tidak
berbau, rasa manis, stabil di udara. Kelarutannya sangat mudah larut dalam air,
lebih mudah larut dalam air mendidih (Anonim, 1995).
4. Polyvinylpyrrolidon (PVP)
Polyvinylpyrolidon merupakan material yang larut alkohol, biasanya
digunakan pada konsentrasi 3-15%. PVP bisa digunakan baik dalam granulasi
basah ataupun granulasi kering (Lieberman, Lachman, dan Schwartz, 1989).
Polyvinylpyrrolidon adalah hasil poliumerisasi 1-vivilpirolid-2-on dalam
berbagai bentuk polimer dengan rumus molekul (C6H9NO)n3 bobot molekul
berkisar antara 10.000 hingga 700.000. Berupa serbuk putih kekuningan, berbau
lemah atau tidak berbau, higroskopik. Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%)
P dan dalam kloroform P, kelarutannya tergantung dari bobot molekul rata-rata.
Praktis tidak larut dalam eter P (Anonim, 1979).
5. Aspartam
Aspartam termasuk golongan pemanis yang paling banyak digunakan
dalam industri makanan dan obat, selain sukrosa dan sakarin. Aspartam
merupakan pemanis yang dihasilkan dari sintesis kimia. Karena merupakan hasil
aspartam, sebagai pemanis obat. Meskipun demikian penggunaannya masih bisa
tetap dianjurkan namun dengan sangat dibatasi (Lieberman dkk, 1989).
F. Granulasi Kering
Metode granulasi kering dilakukan dengan mengempa campuran bahan
dalam jumlah besar dan menghancurkannya menjadi granul berukuran kecil. Pada
metode ini, baik bahan aktif maupun bahan tambahan harus memiliki sifat kohesif
supaya massa yang besar dapat terbentuk. Metode ini diaplikasikan untuk
bahan-bahan yang tidak bisa disiapkan dengan granulasi basah dikarenakan
sensitivitasnya terhadap lembab atau karena temperatur tinggi yang diperlukan
untuk pengeringan. Serbuk campuran bahan dibuat slug atau dikempa menjadi
tablet berdiameter sekitar 1 inch. Slug harus cukup keras untuk dihancurkan lagi
tanpa menghasilkan jumlah serbuk yang banyak. Slug dihancurkan lagi dengan
tangan atau dengan mill dan dilewatkan melalui pengayak dengan ukuran seperti
yang diinginkan (Ansel, 1969).
G. Sifat Fisik Granul Effervescent
Uji sifat fisik granul effervescent merupakan faktor penting dalam
menentukan kualitas dari suatu sediaan effervescent. Pemeriksaan sifat-sifat fisik
granul effervescent yang dilakukan antara lain:
1. Kecepatan alir
Kecepatan alir granul dapat mempengaruhi proses packaging. Granul
kecepatan alir kurang dari 10 gram/detik akan mengalami kesulitan dalam
packaging (Fudholi, 1983).
2. Kandungan lembab granul
Kandungan lembab dapat mempengaruhi sifat fisika-kimia sediaan
effervescent. Keseimbangan kandungan air dapat mempengaruhi aliran dan
karakteristik kompresi serbuk, kekerasan granul, serta stabilitas obat (Wadke dan
Jacobson, 1980). Secara umum kandungan lembab untuk granul effervescent yang
dapat diterima antara 0,4%-0,7% (Fausett, Gayser, dan Dash, 2000). Kandungan
lembab untuk sediaan effervescent harus diperhatikan untuk mengetahui apakah
terjadi reaksi effervescent premature atau tidak.
3. Waktu larut
Waktu larut granul effervescent sebagai salah satu karakteristik proses
melarutnya granul effervescent dan reaksi kabonasi sendiri sebagai alasan utama
penggunaan sistem effervescent. Proses hancurnya granul effervescent dipengaruhi
oleh komponen-komponen yang larut air dan banyaknya komponen bahan
pengikat yang terdapat dalam sediaan tersebut. Suatu sediaan granul effervescent
yang baik bila mempunyai waktu larut selama rentang 1-2 menit (Mohrle, 1989).
4. pH larutan
Uji pH larutan dilakukan dengan memasukkan indikator (elektroda) alat
H. Desain Faktorial
Desain faktorial merupakan metode rasional untuk menyimpulkan dan
mengevaluasi secara obyektif efek dari besaran yang berpengaruh terhadap
kualitas produk. Desain faktorial digunakan dalam penelitian dimana efek dari
faktor atau kondisi yang berbeda dalam penelitian akan diketahui. Desain faktorial
merupakan desain yang dipilih untuk mendeterminasi efek-efek secara simultan
dan interaksi antar efek tersebut (Bolton, 1990).
Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu teknik untuk
memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih
variable bebas. Model yang diperoleh dari analisis tersebut berupa persamaan
matematika (Bolton, 1990). Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor
(misal A dan B) yang masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda,
yaitu level rendah dan level tinggi. Dengan desain faktorial dapat didesain suatu
percobaan untuk mengetahui faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan
terhadap suatu respon (Bolton, 1990).
Optimasi campuran dua bahan (berarti ada dua faktor) dengan desain faktorial
(two level faktorial design) dilakukan berdasarkan rumus berikut :
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b12X1X2………..(1) Keterangan :
Y = respon hasil atau sifat yang diamati X1, X2 = level bagian A , level bagian B
b0, b1, b2, b12 = koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan
Pada desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat
faktor). Penamaan formula untuk jumlah percobaan = 4 adalah formula (1) untuk
percobaan I, formula a untuk percobaan II, formula b untuk percobaan III, dan
formula ab untuk percobaan IV (Bolton, 1990). Respon yang ingin diukur harus
dapat dikuantitatifkan. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor
dan dua level :
Tabel I. Rancangan Percobaan Desain Faktorial dengan Dua Faktor dan Dua Level
Formula Faktor A Faktor B Interaksi (1) - - +
a + - - b - + - ab + + +
Keterangan :
(+) Faktor level tinggi (-) Faktor level rendah
Berdasarkan persamaan di atas, dengan substitusi secara matematika,
dapat dihitung efek masing-masing faktor, maupun efek interaksi. Besarnya efek
dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata- rata respon pada level rendah.
Konsep perhitungan efek adalah sebagai berikut :
Efek A : 2
1} {b a}
{ab+ − +
Efek B : 2
1} {a b}
{ab+ − +
Interaksi A dan B :
2
b} {a ab}
I. Landasan teori
Salah satu tanaman yang dewasa ini sedang dieksplorasi khasiatnya
adalah teh. Teh merupakan salah satu minuman terpopuler di dunia terutama di
negara-negara Asia. Kepopulerannya tersebut dikarenakan teh mempunyai rasa
dan aroma yang atraktif. Berdasarkan proses pengolahannya, teh diklasifikasikan
kedalam tiga jenis yaitu teh fermentasi (teh hitam), teh semi fermentasi (teh
oolong) dan teh tanpa fermentasi (teh hijau). Untuk saat ini teh hijau yang sedang
tenar di masyarakat.
Teh hijau sudah diketahui banyak sekali khasiatnya, salah satunya adalah
sebagai antioksidan. Zat kimia yang terkandung dalam teh hijau yang diketahui
berkhasiat sebagai antioksidan adalah suatu polifenol yaitu (-) epigallocathecin
3-gallate (EGCG), dimana EGCG ini memiliki aktivitas atau potensi terbesar dalam
menangkap radikal bebas. Berbagai penelitian sudah menyebutkan bahwa teh
hijau aman dan tidak toksik sehingga sangat cocok untuk dikonsumsi tiap harinya
sebagai suatu tindakan pencegahan (chemopreventive).
Dosis ekstrak teh hijau mengacu pada jumlah kandungan EGCG dalam
ekstrak teh hijau yang dipakai, yaitu disesuaikan dengan dosis EGCG yang
terdapat pada produk yang telah beredar di pasaran (35 mg EGCG per sajian).
Teh hijau sangat popular dikalangan masyarakat sekarang ini, oleh
karena itu perlu dibuat suatu desain bentuk sediaan baru yang acceptable dan
menarik serta mudah untuk digunakan atau dalam mengkonsumsinya. Penelitian
ini akan mengembangkan salah satu bentuk sediaan baru teh hijau yaitu granul
diharapkan akan semakin meningkatkan animo masyarakan dalam mengkonsumsi
teh hijau sebagai salah satu supplemen kesehatan.
Granul effervescent ini secara definisi umum sama dengan granul yaitu
suatu serbuk kasar atau suatu gumpalan-gumpalan partikel. Namun yang
membedakan dengan granul effervescentini adalah pada granul effervescent akan
dihasilkan suatu gas CO2 sebagai hasil reaksi antara sumber asam dan basa dalam
air, dimana CO2 ini bisa digunakan untuk membantu penghancuran granul
effervescent ketika dilarutkan dalam air. Pembuatan granul effervescent ini
dilakukan secara granulasi kering, dimana granul dibuat menjadi “slug” kemudian
dihancurkan dan diayak dengan ayakan yang dikehendaki. Kelebihan dari
granulasi kering dibandingkan dengan granulasi basah adalah meminimalisasi
adanya basah sehingga bisa mencegah terjadinya effervescent dini.
Sebagai sumber asamnya, pada penelitian ini digunakan asam malat,
sedangkan sumber basanya menggunkan natrium bikarbonat. Level rendah asam
malat yang digunakan adalah 20% sedangkan level tingginya adalah 30% dari
berat yang diinginkan. Penentuan jumlah basanya menggunakan perhitungan
stokiometri atau persamaan reaksi. Dalam penelitian ini, berat yang dijadikan
ukuran dalam menetukan formula adalah sebesar 4000 mg.
Keuntungan bentuk sediaan granul effervescent diantaranya adalah
jumlah kandungan aktif yang terabsorpsi lebih banyak karena diminum dalam
bentuk larutan (mengeliminasi masalah dalam proses disolusi sediaan), lebih
acceptable dibandingkan seduhan obat tradisional, lebih praktis dibawa, selain itu
effervescent cocok diberikan kepada pasien yang mengalami kesulitan dalam
menelan kapsul atau tablet dan obat yang tidak stabil dalam bentuk larutan
seringkali lebih stabil dalam bentuk sediaan effervescent.
Untuk mendapatkan formula yang optimum dilihat dari sifat fisik granul
dapat dilakukan dengan metode desain faktorial. Dengan metode ini tiap-tiap
faktor maupun interaksi keduanya dapat teridentifikasi. Dapat ditentukan faktor
mana yang paling mempengaruhi sifat fisik granul yang dihasilkan. Dengan
metode desain faktorial penelitian dapat lebih ekonomis karena jumlah penelitian
dapat berkurang, jika dibandingkan dengan meneliti efek faktor-faktor secara
terpisah.
J. Hipotesis
Hipotesis yang diambil pada penelitian ini adalah :
Hi(1) : ekstrak teh hijau dapat diformulasi menghasilkan sediaan granul
effervescent yang memenuhi persyaratan kualitas
Hi(2) : efek dari asam malat level rendah berbeda dengan asam malat level
tinggi, efek dari natrium bikarbonat level rendah berbeda dengan natrium
bikarbonat level tinggi dan ada interaksi antara asam malat dengan natrium
bikarbonat
Hi(3) : dapat ditemukan area komposisi optimum dari asam malat dan natrium
bikarbonat sebagai sumber asam dan karbonat untuk memperoleh formula granul
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian eksperimental murni
dengan variabel eksperimental ganda (desain faktorial) dan bersifat eksploratif,
yaitu mencari komposisi optimum asam malat dan natrium bikarbonat sehingga
dihasilkan granul effervescent yang mempunyai sifat fisik yang memenuhi
persyaratan kualitas.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian
a. Variabel bebas, meliputi:
• Level rendah dan level tinggi asam malat masing-masing 800 mg dan
1200 mg
• Level rendah dan level tinggi basa natrium bikarbonat masing-masing
1500 mg dan 2260 mg
b. Variabel tergantung meliputi sifat fisik granul effervescent meliputi
kecepatan alir, kandungan lembab, waktu larut dan pH larutan.
c. Variabel pengacau terkendali meliputi spesifikasi ekstrak teh hijau,
kelembaban relatif ruangan RH 55%, suhu ruangan (± 18oC), suhu
pengeringan bahan dan granul effervescent, lama pencampuran serbuk (±
2. Definisi Operasional
a. Ekstrak teh hijau adalah ekstrak kering teh hijau yang diperoleh dari PT.
Sidomuncul.
b. Granul effervescent ekstrak teh hijau adalah suatu sediaan granul yang
mengandung zat aktif dari ekstrak teh hijau, juga terdiri dari sumber asam
(asam malat) dan sumber basa (natrium bikarbonat) yang bereaksi cepat
pada penambahan air dengan menghasilkan gas CO2.
c. Sifat fisik granul effervescent adalah parameter yang digunakan untuk
mengetahui kualitas fisik granul, dalam penelitian ini meliputi kecepatan
alir, kandungan lembab, waktu larut, dan pH larutan.
d. Respon adalah besaran yang dapat dikuantifikasikan dan diamati. Dalam
penelitian ini respon adalah hasil percobaan sifat fisik granul effervescent
(kecepatan alir, kandungan lembab, waktu larut, dan pH larutan).
e. Formula optimum granul effervescent adalah komposisi bahan penyusun
granul (asam malat dan natrium bikarbonat) yang menghasilkan granul
effervescent yang memenuhi persyaratan sifat fisik sebagai berikut
memiliki kecepatan alir (>10 gram per detik), kandungan lembab
(0,4%-0,7%), waktu larut (1 - 2 menit), pH larutan (5-7).
f. Area optimum yaitu area komposisi asam malat dan sodium bikarbonat
yang menghasilkan granul yang memenuhi persyaratan sifat fisik granul
C. Bahan Penelitian
Ekstrak teh hijau, laktosa (kualitas farmasetik, Brataco), asam malat
(kualitas farmasetik, PT Sidomuncul), natrium bikarbonat (kualitas farmasetik,
Brataco), aspartam (kualitas farmasetik, Brataco), PVP (kualitas farmasetik),
sukrosa (kualitas farmasetik, Brataco), talk (kualitas farmasetik), etanol 96%
(Brataco).
D. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas
(Pyrex), neraca elektrik (Mettler Toledo GB 3002), alat pengukur waktu alir,
HG53 Halogen moisture analyzer (Mettler Toledo), stopwatch (Illuminator,
Casio), pengayak granul (Laboratory Science, IML), oven (Memmert), lemari
pendingin (Refrigerator, Toshiba), hardness tester, dehumidifier (OASIS D125),
Air Conditioner (LG), pH meter, Cube mixer, mesin tablet (KIKUSUI, JAPAN).
E. Tata Cara Penelitian 1. Pemeriksaan kualitas ekstrak teh hijau
a. Pemeriksaan organoleptis.
Pemeriksaan organoleptis meliputi warna, bau, rasa, dan konsistensi
ekstrak teh hijau.
b. Uji kandungan air ekstrak.
2. Penentuan dosis ekstrak kering teh hijau
Dosis tiap formula granul effervescent sebagai anti oksidan, yaitu
mengandung 35 mg epigallocatechin gallat (EGCG).
Kandungan EGCG dalam ekstrak kering teh hijau adalah 7,14 %
(Anonim, 2008).
(pada
ekstrak dengan kandungan lembab 3%)
3. Penentuan level rendah dan level tinggi asam malat dan natrium bikarbonat dalam sediaan effervescent
3 NaHCO3 + C4H6O5 → 3H2O + 3CO2 + Na3C4H3O5……….(2)
Asam malat BM=134 ; Natrium bikarbonat BM= 84 • Level rendah
Æ mol
3 NaHCO3 + C4H6O5 → 3H2O + 3CO2 + Na3C4H3O5………..(3)
0,0179
Massa NaHCO3 = 0,0179 x 84 = 1,504gram
Jadi, level rendah untuk asam malat (C4H6O5)= 0,800 gram dan level rendah
untuk basa Na Bikarbonat (NaHCO3) = 1,504 gram. • Level tinggi
Æ mol
3 NaHCO3 + C4H6O5 → 3H2O + 3CO2 + Na3C4H6O5………(4)
Massa NaHCO3 = 0,027 x 84 = 2,257 gram
Jadi, level tinggi untuk asam malat (C4H6O5)= 1,2 gram dan level tinggi untuk
basa Na Bikarbonat (NaHCO3) = 2,257 gram.
4. Optimasi formula granul effervescent
Tabel II. Formula Granul Effervescent Ekstrak Teh Hijau
BAHAN (mg) FORMULA
1 a B Ab Ekstrak teh hijau 500 500 500 500
Asam malat 800 1200 800 1200 Natrium bikarbonat 1500 1500 2260 2260
PVP 26 26 26 26
Sukrosa 720 720 720 720 Aspartam 80 80 80 80
5. Pembuatan granul effervescent dengan metode granulasi kering Granul asam dan granul basa dibuat secara terpisah. Granul asam dibuat
dengan campuran ekstrak teh hijau, asam malat, sukrosa, dan PVP sebagai bahan
pengikat. Granul basa dibuat dengan campuran natrium bikarbonat, sukrosa,
aspartam dan serbuk kering PVP sebagai pengikat. Sebelum digunakan
masing-masing bahan diayak terlebih dahulu dengan menggunakan ayakan nomer 50,
kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven suhu ± 40oC selama 2 hari.
Campuran serbuk asam dan campuran serbuk basa masing-masing dihomogenkan
dengan menggunakan cube mixer dengan kecepatan 20 rpm selama 20 menit
kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu ± 40oC selama 2 hari. Kempa
punch diameter 20 mm, setelah itu dihancurkan untuk mendapatkan granul
dengan ukuran tertentu (dengan menggunakan ayakan ukuran mesh 16/20).
Granul asam dan basa yang terbentuk lalu dikeringkan dalam oven (suhu ±40o C)
selama 7 hari hingga didapatkan bobot konstan. Kemudian diuji sifat fisik granul
effervescent yang didapat.
6. Pemeriksaan sifat fisik granul effervescent a. Uji kecepatan alir.
Granul ditimbang 100 g kemudian dituang pelan-pelan ke dalam corong
berujung tangkai tertutup lewat dinding corong. Kemudian tutup pada ujung
tangkai dibuka dan granul dibiarkan mengalir keluar sampai habis. Waktu
mengalirnya granul sampai granul yang berada di dalam corong keluar semua
dicatat dengan stopwatch (Fudholi, 1983).
b. Uji kandungan lembab granul.
Ditimbang granul seberat 5 g, dimasukkan ke dalam oven untuk
masing-masing formula (granul asam dan granul basa dalam kondisi terpisah) dalam
cawan petri yang tersedia yang sebelumnya sudah ditara. Waktu pengeringan
diatur sehingga bobot konstan (±7 hari). Setelah didapat bobot konstan untuk
masing-masing granul (asam dan basa) dalam 1 formula, dilakukan pengukuran
kandungan lembab untuk campuran granul asam dan granul basa dengan
menggunakan moisture analyzer. Campuran granul asam dan granul basa
(minimal 5 gram) dimasukkan ke dalam cawan alumunium, kemudian pengukuran
dilakukan dengan pemanasan pada suhu 105oC selama 15 menit atau sampai
c. Uji waktu larut.
Dilakukan dengan memasukkan campuran granul (sesuai bobot granul
tiap-tiap formula) ke dalam gelas yang berisi 200 ml air, dihitung waktu sejak
tablet dimasukkan hingga larut seluruhnya. Bisa dilakukan dengan pengadukan,
dan jumlah adukannya tercatat. Catat waktu yang dibutuhkan granul untuk larut
dalam air dengan menggunakan stopwatch (Mohrle,1989).
d. Uji pH larutan.
Sejumlah granul sesuai bobot tiap formula yang sudah dilarutkan ke
dalam 200 ml air pada suhu 20-25⁰C, diukur pH larutan dengan menggunakan pH
meter setelah tidak lagi terjadi reaksi effervescent, yang ditandai dengan tidak lagi
terbentuk gas CO2.
7. Penentuan profil sifat fisik granul effervescent dan area komposisi optimum
Respon untuk semua kombinasi dapat diprediksi dengan menggunakan
persamaan desain faktorial:
Y = b0 + b1(X1) + b2(X2) + b12 (X1)(X2)………..(5)
Keterangan:
Y = respon hasil percobaan/sifat yang diamati, contohnya: waktu larut. X1 = level faktor 1 Æasam malat
X2 = level faktor 2 Ænatrium bikarbonat
F. Analisis Data
Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode desain
faktorial. Dengan desain faktorial nantinya akan dapat dihitung besarnya efek
asam malat, efek natrium bikarbonat, dan efek interaksi keduanya sehingga dapat
diketahui efek yang paling dominan yang menentukan sifat fisik granul. Dari
perhitungan desain faktorial akan diperoleh contour plot untuk masing-masing uji
dan selanjutnya contour plot ini digabungkan sehingga didapatkan contour plot
super imposed. Dari contour plot super imposed ini dapat diperoleh area optimum
formula granul yang menghasilkan sediaan seperti yang dikehendaki terbatas pada
level yang diteliti.
Analisis statistik dilakukan dengan Yate’s treatment untuk mengetahui
signifikansi dari setiap faktor dan interaksi dalam mempengaruhi respon.
Berdasarkan analisis statistik ini maka dapat ditentukan ada atau tidaknya
hubungan dari setiap faktor dan interaksi terhadap respon. Hal tersebut dapat
dilihat dari harga F hitung dan F tabel. Sebelumnya ditentukan hipotesis terlebih
dahulu, hipotesis alternatif (H1) menyatakan bahwa efek asam malat level rendah
berbeda dengan level tinggi, efek natrium bikarbonat level rendah berbeda dengan
level tinggi, dan ada interaksi antara asam malat dan natrium bikarbonat.
sedangkan H0 merupakan negasi dari H1 yang menyatakan efek asam malat level
rendah tidak berbeda dengan level tinggi, efek natrium bikarbonat level rendah
tidak berbeda dengan level tinggi, dan tidak ada interaksi antar keduanya. H1
diterima dan H0 ditolak apabila harga F hitung lebih besar daripada harga F tabel,
Fa (numerator, denominator) dengan taraf kepercayaan 95%. Derajat bebas faktor
dan interaksi (experiment) sebagai numerator, yaitu 1, dan derajat bebas
experimental error sebagai denominator, yaitu 33, sehingga diperoleh harga F
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengujian Ekstrak Teh Hijau
Ektrak teh hijau yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari
perusahaan obat tradisional PT. Sidomuncul Ungaran.
1. Uji organoleptik
Ekstrak teh hijau yang diperoleh berupa serbuk kering berwarna kuning
kecoklatan dengan aroma khas dan rasa sepat sedikit pahit.
2. Ujikandungan lembab ekstrak
Meskipun ekstrak yang didapatkan adalah bentuk ekstrak kering, namun
uji kandungan lembab sebaiknya tetap dilakukan. Uji kandungan lembab ini
dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh ekstrak teh hijau terhadap
kestabilan sediaan effervescent karena kestabilan sediaan effervescent sangatlah
tergantung adanya air (lembab) yang nanti akan berpengaruh terhadap terjadinya
effervescent dini. Selain itu, uji kandungan lembab ekstrak teh hijau penting
dilakukan karena kandungan lembab yang ada dalam ekstrak akan sangat
memungkinkan sebagai salah satu media yang baik untuk pertumbuhan mikrobia
dan jamur. Berdasarkan hasil pengukuran, diperoleh kadar air ekstrak sebesar
4,028%, dimana nilai tersebut sesuai dengan persyaratan kadar air ekstrak kering
B. Formula Granul Effervescent Teh Hijau
Zat aktif yang digunakan untuk sediaan granul effervescent ini berasal
dari teh hijau, kandungan terbesar dalam teh hijau adalah polifenol yang salah
satu sifatnya tidak stabil dalam suasana basa, sehingga pengendalian pH sangat
diperlukan.
Sementara untuk eksipiennya antara lain asam malat yang berfungsi
sebagai sumber asam, selain itu adanya asam malat ini akan membantu menjaga
kestabilan polifenol teh terutama epigallocathecin 3-gallate (EGCG) yang relatif
stabil pada pH asam. Natrium bikarbonat digunakan sebagai sumber basanya,
dimana kekuatan natrium bikarbonat sebagai sumber basa lebih besar
dibandingkan karbonat.
Sukrosa digunakan sebagai bahan pengisi yang tujuannya hanya untuk
memenuhi bobot satu formula granul effervescent yaitu sekitar 4000 mg. Bahan
tambahan lainnya yang cukup penting adalah aspartam, yang digunakan sebagai
pemanis sehingga akan menambah acceptability granul effervescent teh hijau ini.
Untuk membuat massa granul yang baik, maka dibutuhkan serbuk kering PVP
(polivinylpirolidon) yang berfungsi sebagai bahan pengikat.
C. Pembuatan Granul Effervescent Ekstrak Teh Hijau
Setelah semua bahan disiapkan, bahan-bahan yang ada diayak terlebih
dahulu dengan no. 50 tujuannya untuk mendapatkan partikel-partikel serbuk
dengan distribusi yang seragam. Kemudian sebelum dilakukan pembuatan granul
2 hari, dimaksudkan untuk mengurangi kandungan air/lembab yang ada dalam
bahan-bahannya. Mengingat selama proses pengiriman, pembuatan granul tidak
mungkin terlepas dari pengaruh luar, sehingga memungkinkan adanya
penambahan kandungan air/lembab maka perlu dilakukan pengeringan bahan.
Kandungan air/lembab ini akan sangat menjadi masalah yang penting karena
adanya air akan memicu terjadinya effervescent dini, sehingga kandungan
air/lembab ini sebisa mungkin dikendalikan. Reaksi effervescent dini adalah reaksi
antara asam dan basa, sebelum dilarutkan dalam air, misalnya selama proses
pembuatan, penyimpanan, ataupun pendistribusiannya. Pengeringan bahan
dilakukan pada suhu 40oC, karena menurut Swarbrick dan Boylan (1992), pada
suhu lebih dari 50oC natrium bikarbonat akan berubah menjadi karbonat, dimana
nantinya dalam reaksi antara asam malat dan natrium karbonat akan menghasilkan
CO2 yang lebih sedikit dibandingkan dengan natrium bikarbonat.
Pembuatan granul effervescent ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu
pembuatan granul asam dan pembuatan granul basa. Setelah dilakukan
pengeringan bahan, kemudian bahan ditimbang menurut formula (lampiran),
pembuatan granul ini dibuat sebanyak 220 formula, dimaksudkan 220 formula ini
sudah mencukupi untuk pengujian sifat fisik granul.
Pada pembuatan granul asam, bahan-bahan yang digunakan adalah
ekstrak teh hijau, asam malat, sukrosa dan serbuk kering PVP. Ekstrak teh hijau
tidak dibuat dalam granul tersendiri karena kandungan-kandungan utama dalam
ekstrak teh hijau yaitu senyawa-senyawa flavonoid cenderung stabil pada pH
mengefisiensikan proses pembuatannya, maka ekstrak teh hijau bisa langsung
dicampurkan ketika pembuatan granul asam. Sementara pada pembuatan granul
basa, bahan-bahan yang digunakan adalah natrium bikarbonat, sukrosa, serbuk
kering PVP dan aspartam. Aspartam ditambahkan pada bagian basa karena
berdasarkan hasil orientasi ketika ditambahkan pada bagian basa, larutan
effervescent yang dihasilkan lebih jernih jika dibandingkan aspartam ketika
ditambahkan pada bagian asam (seperti berkabut).
Proses pembuatannya dilakukan dalam ruang khusus ber-AC dengan
ditambah dehumidifier sehingga kelembaban ruangan maksimal terkendali
mencapai 55%. Berdasarkan studi referensi, ruangan untuk membuat sediaan
effervescent harus benar-benar dijaga kelembabannya, yaitu 25% (Mohrle,1989).
Hal ini agak susah dicapai karena keterbatasan fasilitas ruangan. Kelembaban
akan mempengaruhi kandungan lembab dalam granul sehingga harus sangat
dijaga dalam proses pembuatannya karena seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya dengan adanya sedikit lembab dapat mengakibatkan terjadi
effervescent dini, karena alasan itu juga pembuatan antara granul asam dan granul
basa dipisahkan. Meskipun demikian, untuk menjaga stabilitas sediaan
effervescent yang dihasilkan tetap diupayakan, melalui pengeringan bahan
sebelum penggunaan.
Bahan-bahan yang digunakan kemudian dicampur dengan menggunakan
cube mixer selama 20 menit dengan kecepatan 20 rpm. Proses pencampuran
tidak mungkin dilakukan secara manual. Setelah bahan-bahan dicampur,
kemudian dilakukan pengeringan kembali dalam oven pada suhu 40oC untuk
mengurangi kandungan air/lembab dalam bahan yang mungkin meningkat karena
proses pencampuran dengan mixer tadi. Kemudian bahan-bahan yang ada
dikempa menggunakan mesin tablet dengan diameter punch 20 mm dan tekanan 9
kg. Setelah itu dihancurkan dan diayak dengan no ayakan 16/20. Hasil yang
didapatkan kemudian di oven selama 7 hari sampai bobot konstan, baru kemudian
dilakukan pengujian sifat fisik.
D. Granul Effervescent
Ekstrak teh hijau dapat dibuat sediaan effervescent dengan rasa yang
enak (seperti lemon tea) dan penampilan warna yang menarik yaitu kekuningan
jernih namun sedikit berbuih (berbusa).
E. Pengujian Granul Effervescent
Suatu sediaan yang baik harus memenuhi persyaratan kualitas. Dalam
sediaan granul effervescent ekstrak teh hijau, parameter fisik yang yang harus
dipenuhi adalah kecepatan alir, kandungan lembab, waktu larut dan pH larutan.
Pada proses pengujiannya antara granul asam dan granul basa dicampur jadi satu
sesuai dengan perbandingan asam dan basanya, pencampurannya menggunakan
cube mixer dengan kecepatan 20 rpm selama 1 menit, homogenitas campuran
dilihat secara visual, karena proses pencampuran ini hanya membantu
Tabel III. Data Sifat Fisik Granul Effervescent
Sifat fisik granul (n = 12)
Formula
( 1 ) ( a ) ( b ) ( ab )
Kecepatan alir
(g/dtk) 67,95 ± 8,20 66,11 ± 6,87 76,78 ± 8,07 75,81 ± 8,35 Kandungan
lembab (%) 4,07 ± 0,94 4,77 ± 1,42 3,51 ± 0,64 3,70 ± 0,60 Waktu larut
(detik) 87,67± 36,24 74,42±17,13 72,50 ± 27,91 64,25 ± 2,86 pH 6,40 ± 0,16 6,21 ± 0,25 6,64 ± 0,22 6,37 ± 0,30
Nilai efek yang diperoleh dari perhitungan secara desain faktorial dapat
menentukan memprediksi faktor yang dominan antara asam malat, natrium
bikarbonat, atau interaksi keduanya terhadap sifat fisik granul effervescent yang
dihasilkan. Hasil perhitungan efek secara desain faktorial tercantum pada tabel IV.
Tabel IV. Hasil Perhitungan Efek Berdasarkan Desain Faktorial
Sifat fisik granul Nilai efek
A B Interaksi
Kecepatan alir 9,27 0,44 Kandungan lembab 0,45
Waktu hancur −1,10 2,50 pH larutan 0,20
Keterangan :
Efek A : efek asam malat
Efek B : efek natrium bikarbonat
Efek interaksi : efek interaksi antara campuran asam malat dan natrium bikarbonat
1. Uji kecepatan alir
Uji kecepatan alir ini digunakan untuk mengetahui sifat alir granul
effervescent. Kecepatan alir granul effervescent dilakukan secara langsung dengan
menggunakan corong alir dan stopwatch. Kecepatan alir granul yang baik
effervescent teh hijau, memenuhi syarat kecepatan alir granul yang baik dimana
kecepatan alirnya di atas 10 gram/detik.
Untuk melihat pengaruh peningkatan asam malat serta natrium bikarbonat
terhadap kecepatan alir granul effervescent, dapat dilihat pada gambar 2.
a b Gambar 2. Pengaruh Level Asam (a) dan Basa (b) Terhadap Kecepatan Alir Granul
Effervescent
Dilihat dari gambar 2a, dengan meningkatnya jumlah asam malat baik
pada level basa rendah maupun level basa tinggi, akan semakin memperlama
kecepatan alir granul effervescent. Sementara pada gambar 2b dengan semakin
meningkatnya jumlah natrium bikarbonat baik pada level rendah asam maupun
level tinggi asam, akan semakin meningkatkan kecepatan alir granul effervescent.
Semakin meningkatnya jumlah asam malat, kecepatan alir granul effervescent
jauh lebih tinggi pada level basa tinggi dibandingkan pada level basa rendah.
effervescent lebih meningkat pada level asam rendah dibandingkan pada level
asam tinggi. Dilihat dari gambar 2a bahwa dengan semakin meningkatnya jumlah
asam malat, penurunan penurunan kecepatan alir sangat berbeda jauh pada level
basa rendah dan level basa tinggi. Sementara pada gambar 2b semakin
meningkatnya jumlah natrium bikarbonat baik pada level rendah asam dan level
tinggi asam, peningkatan kecepatan alirnya tidak begitu berbeda jauh. Dilihat dari
gambar keduanya dapat disimpulkan sementara bahwa natrium bikarbonat yang
lebih dominan dalam menentukan respon kecepatan alir granul, namun untuk
memastikannya harus melalui perhitungan yate’s treatment.
Asam malat merupakan asam yang higroskopis sehingga granul asam
yang didalamnya terdapat asam malat tidak akan mudah mengalir, granul-granul
asam cenderung akan menempel satu sama lain (kohesivitasnya tinggi). Di sisi
lain, natrium bikarbonat yang terkandung dalam granul basa, memiliki massa
granul yang baik, tidak saling menempel karena natrium bikarbonat bersifat non
higroskopis dan free flowing. Atau dengan kata lain natrium bikarbonatlah yang
berperan dalam membantu mengalirnya granul effervescent.
Berdasarkan perhitungan desain faktorial pada kecepatan alir granul, efek
natrium bikarbonat lebih dominan dibandingkan asam malat dan interaksinya.
Secara kuantitatif besar efek natrium bikarbonat adalah 9,27, efek asam malat
dan efek interaksinya sebesar 0,44. Semakin meningkatnya jumlah natrium
bikarbonat maka akan semakin meningkatkan kecepatan alir granul effervescent,
karena nilai efeknya positif. Demikian juga dengan semakin meningkatnya
kecepatan alir granul, meskipun tidak terlalu besar pengaruhnya. Sementara efek
asam malat bernilai negatif, berarti semakin besar jumlah asam malat maka akan
semakin menurunkan kecepatan alir granul effervescent. Hal itu karena sifat asam
malat yang higroskopis sehingga cenderung menempel satu sama lainnya,
sedangkan natrium bikarbonat bersifat nonhigroskopis dan free flowing, sehingga
karakteristik granul basa yang dihasilkan lebih baik (lebih besar) dibandingkan
karakter granul asamnya.
Tabel V. Hasil Perhitungan Yate’s treatment Pada Respon Kecepatan Alir Granul Effervescent
Parameter Statistik
F hitung F0,05 tabel (1,33)
A 0,386 4,139
B 21,880 4,139
AB 0,110 4,139
Keterangan :
A = efek asam malat ; B = efek natrium bikarbonat ; AB = efek interaksi asam malat dan natrium bikarbonat
Dari hasil perhitungan harga F yang diperoleh dari Yate’s treatment
untuk kecepatan alir granul effervescent memperlihatkan bahwa tidak ada
interaksi antara asam malat dan natrium bikarbonat, natrium bikarbonat memiliki
nilai F hitung di atas nilai F tabel, hal itu berarti natrium bikarbonat Analisis Varian
Source of variation df sum of sq mean sq
Replikasi 11 1349,990 122,726
Treatments 3 1006,777 335,592
A 1 17,376 17,376
B 1 984,460 984,460
AB 1 4,941 4,941
Exp error 33 1484,771 44,993
mempengaruhi kecepatan alir granul effervescent secara signifikan. Berarti,
dengan berubahnya jumlah natrium bikarbonat maka akan mempengaruhi respon
kecepatan alirnya, atau dengan kata lain respon kecepatan alir granul, untuk
natrium bikarbonat level rendah berbeda dengan natrium bikarbonat level tinggi.
Asam malat tidak memberikan pengaruh yang bermakna secara statistik terhadap
respon kecepatan alir. Harga F hitung natrium bikarbonat paling besar,
menegaskan bahwa natrium bikarbonat merupakan faktor yang dominan dalam
menentukan respon kecepatan alir granul effervescent. Natrium bikarbonat yang
berperan dalam meningkatkan kecepatan alir granul effervescent, sejalan dengan
perhitungan efek secara desain faktorial, karena sifat non higroskopisnya dan free
flowing.
2. Uji kandungan lembab
Uji ini digunakan untuk mengetahui kandungan air dalam granul.
Kandungan lembab yang masih dapat diterima dalam sediaan effervescent sebesar
0,4 – 0,7% (Fausett dkk., 2000). Berdasarkan tabel III dapat dilihat bahwa tidak
ada satu formula pun yang memenuhi persyaratan kandungan lembab granul
effervescent.
Granul effervescent yang dihasilkan tidak dapat memenuhi persyaratan
kandungan lembab, karena ada beberapa hal yang menjadi keterbatasan dalam
penelitian ini. Diantaranya adalah kapasitas lembab relatif ruangan yang hanya
bisa mencapai 55%. Berdasarkan studi referensi, persyaratan ruang produksi
untuk sediaan effervescent adalah 25%. Sel