• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

D. Granul Effervescent

Effervescent didefinisikan sebagai pelepasan gelembung gas dari suatu larutan sebagai hasil dari suatu reaksi kimia (Mohrle, 1989). Granul effervescent adalah granul atau serbuk kasar yang mengandung unsur obat dalam campuran kering, biasanya terdiri dari unsur asam (asam sitrat, asam tartrat, asam fumarat, asam malat) dan unsur basa (natrium karbonat, natrium bikarbonat). Bila ditambahkan dengan air, asam dan basanya akan bereaksi membebaskan CO2 sehingga menghasilkan buih (Ansel, 1969).

Effervescent menawarkan kepada masyarakat suatu bentuk sediaan yang unik, menarik untuk disiapkan. Effervescent memberikan rasa yang menyenangkan karena karbonasi membantu dalam menutupi rasa dari bahan aktif yang kurang menyenangkan. Effervescent mudah digunakan dengan dosis yang dapat diukur. Effervescent tidak dapat digunakan seperti sediaan serbuk, sehingga effervescent harus dikemas secara individu untuk mencegah masuknya lembab, sehingga mengatasi masalah instabilitas produk saat produk tidak digunakan misalnya dalam masa penyimpanan (Mohrle, 1989).

a. Sumber asam

Asam yang dibutuhkan untuk reaksi effervescent dapat diperoleh dari tiga sumber utama : asam makanan, asam anhidrat dan garam asam. Asam yang paling sering digunakan adalah asam makanan (Mohrle, 1989). Asam yang digunkaan dalam komposisi effervescent adalah sebesar 10%-60% dari berat, lebih diterima sebesar 15-50% dari berat, dan jumlah yang paling bisa diterima adalah 25-40%

dari berat. Contoh asam yang biasa digunakan adalah asam sitrat, asam askorbat, asam malat, asam adipat, asam tartrat, asam fumarat, asam suksinat, asam natrium pirofosfat, asam laktat, asam hexamid, garam-garam asam, asam anhidrat, dan campuran asam-asam diatas (Wehling dan Fred, 2004).

b. Sumber basa

Garam karbonat padat terdapat dalam sebagian besar effervescent. Kedua bentuknya, bikarbonat maupun karbonat berguna karena merupakan bentuk yang lebih reaktif dan paling banyak digunakan. Keberadaan basa dalam effervescent ini berfungsi sebagai penghasil karbondioksida (Mohrle, 1989). Contoh basa yang biasa digunakan antara lain : sodium bikarbonat, sodium sesquikarbonat, potassium karbonat, potassium bikarbonat, kalsium karbonat, magnesium oksida, sodium glisisn karbonat, L-lisin karbonat, arginin karbonat, zinc karbonat, zinc oksida, dan campuran basa-basa diatas (Wehling dan Fred, 2004).

c. Bahan pengikat

Bahan pengikat adalah bahan yang membantu untuk menyatukan bahan-bahan lain. Penggunaan pengikat, meskipun pengikat yang bersifat larut air, akan menghambat proses hancurnya sediaan effervescent. Jika dibandingkan dengan tablet konvensional, penggunaan bahan pengikat dalam effervescent dibatasi. Polyvinylpyrrolidone (PVP) adalah pengikat yang efektif dalam sediaan effervescent. PVP biasanya ditambahkan secara kering untuk digranul bersama bahan lain, lalu dibasahi dengan cairan penggranul. PVP juga bisa ditambahkan dalam bentuk larutan dalam air, alkohol, atau cairan hidroalkohol (Mohrle, 1989).

d. Bahan pengisi

Melihat bahan-bahan yang digunakan dalam effervescent, biasanya dibutuhkan bahan pengisi dalam jumlah kecil. Bahan-bahan effervescent itu sendiri biasanya sudah berada dalam jumlah besar sehingga penggunaan bahan pengisi tidak dibutuhkan untuk mencapai berat yang diinginkan (Mohrle, 1989). 2. Proses dalam pembuatan sediaan effervescent

Dalam pembuatan sediaan effervescent, meskipun dalam beberapa hal sama dengan pembuatan tablet biasa, ada masalah tertentu dan metode-metode khusus yang tidak dijumpai pada pembuatan tablet biasa. Kondisi lingkungan yang khusus menjadi salah satu persyaratan. Kelembaban relatif rendah dan suhu yang menengah hingga dingin dalam ruangan produksi sangat penting untuk mencegah proses granulasi atau pentabletan lengket di peralatan dan mencegah penarikan lembab dari udara, yang dapat menyebabkan ketidakstabilan produk. Ketika bahan-bahan untuk pembuatan effervescent sudah dicampurkan, maka penyimpanan pada kondisi dengan RH yang sangat rendah sangatlah penting, karena dengan adanya lembab akan memungkinkan terjadinya reaksi effervescent. Kelembaban maksimum yang diperbolehkan adalah 25% dan suhunya 25oC atau kurang (Mohrle,1989).

E. Pemerian Bahan yang Digunakan 1. Asam malat

Asam malat biasa digunakan sebagai sumber asam untuk sediaan effervescent. Asam malat memiliki bobot molekul 134,09 g/mol dan melting pointnya 130oC (Anonim, 2008a) dan sangat larut air (Anonim, 2008b). Memiliki

sifat higroskopis yang cukup tinggi dibandingkan asam lainnya (Mohrle, 1989). Apabila asam malat digunakan pada sediaan berkarbonasi, maka asam malat ini akan menambah rasa manis dari produk dan secara umum, asam malat ini tidak meninggalkan rasa (smooth). Kekuatan asamnya lebih rendah jika dibandingan asam tartrat atau asam sitrat, namun asam malat ini sangat sufficient ketika digunakan dalam pembuatan effervescent ketika dikombinasikan dengan sumber basa (Mohrle, 1989).

2. Natrium bikarbonat

Natrium bikarbonat adalah sumber karbonioksida utama dalam sistem effervescent. Natrium bikarbonat larut sempurna dalam air, nonhigroskopis, tidak mahal, jumlahnya banyak dan tersedia dalam lima ukuran dari serbuk halus hingga granul yang free flowing. Natrium bikarbonat biasa digunakan dalam formula effervescent dan dapat menghasilkan larutan yang jernih setelah tablet mengalami disintegrasi karena sifatnya yang larut sempurna dalam air (Mohrle, 1989).

Natrium bikarbonat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% NaHCO3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian : serbuk hablur, putih. Stabil di udara kering, tetapi dalam udara lembab secara perlahan-lahan terurai. Larutan segar dalam air dingin, tanpa dikocok, bersifat basa terhadap lakmus. Kebasaan bertambah bila larutan dibiarkan, digoyang kuat atau dipanaskan. Kelarutan : larut dalam air, tidak larut dalam etanol (Anonim, 1995). Natrium bikarbonat juga memiliki daya compression yang bagus (Swarbrick dan Boylan,1992)

3. Sukrosa

Sukrosa adalah gula yang diperoleh dari Saccharum officinarum Linne (familia Gramineae), Beta vulgaris Linne(familia Chenopodiaceae) dan sumber-sumber lain. Tidak mengandung bahan tambahan. Pemerian : hablur putih atau tidak berwarna;massa hablur atau berbentuk kubus, atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa manis, stabil di udara. Kelarutannya sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air mendidih (Anonim, 1995).

4. Polyvinylpyrrolidon (PVP)

Polyvinylpyrolidon merupakan material yang larut alkohol, biasanya digunakan pada konsentrasi 3-15%. PVP bisa digunakan baik dalam granulasi basah ataupun granulasi kering (Lieberman, Lachman, dan Schwartz, 1989).

Polyvinylpyrrolidon adalah hasil poliumerisasi 1-vivilpirolid-2-on dalam berbagai bentuk polimer dengan rumus molekul (C6H9NO)n3 bobot molekul berkisar antara 10.000 hingga 700.000. Berupa serbuk putih kekuningan, berbau lemah atau tidak berbau, higroskopik. Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P dan dalam kloroform P, kelarutannya tergantung dari bobot molekul rata-rata. Praktis tidak larut dalam eter P (Anonim, 1979).

5. Aspartam

Aspartam termasuk golongan pemanis yang paling banyak digunakan dalam industri makanan dan obat, selain sukrosa dan sakarin. Aspartam merupakan pemanis yang dihasilkan dari sintesis kimia. Karena merupakan hasil sintesis maka para formulator harus mempertimbangkan lagi dalam menggunakan

aspartam, sebagai pemanis obat. Meskipun demikian penggunaannya masih bisa tetap dianjurkan namun dengan sangat dibatasi (Lieberman dkk, 1989).

F. Granulasi Kering

Metode granulasi kering dilakukan dengan mengempa campuran bahan dalam jumlah besar dan menghancurkannya menjadi granul berukuran kecil. Pada metode ini, baik bahan aktif maupun bahan tambahan harus memiliki sifat kohesif supaya massa yang besar dapat terbentuk. Metode ini diaplikasikan untuk bahan-bahan yang tidak bisa disiapkan dengan granulasi basah dikarenakan sensitivitasnya terhadap lembab atau karena temperatur tinggi yang diperlukan untuk pengeringan. Serbuk campuran bahan dibuat slug atau dikempa menjadi tablet berdiameter sekitar 1 inch. Slug harus cukup keras untuk dihancurkan lagi tanpa menghasilkan jumlah serbuk yang banyak. Slug dihancurkan lagi dengan tangan atau dengan mill dan dilewatkan melalui pengayak dengan ukuran seperti yang diinginkan (Ansel, 1969).

G. Sifat Fisik Granul Effervescent

Uji sifat fisik granul effervescent merupakan faktor penting dalam menentukan kualitas dari suatu sediaan effervescent. Pemeriksaan sifat-sifat fisik granul effervescent yang dilakukan antara lain:

1. Kecepatan alir

Kecepatan alir granul dapat mempengaruhi proses packaging. Granul dengan kecepatan alir baik, yaitu kurang dari 10 detik tiap 100 g atau dengan

kecepatan alir kurang dari 10 gram/detik akan mengalami kesulitan dalam packaging (Fudholi, 1983).

2. Kandungan lembab granul

Kandungan lembab dapat mempengaruhi sifat fisika-kimia sediaan effervescent. Keseimbangan kandungan air dapat mempengaruhi aliran dan karakteristik kompresi serbuk, kekerasan granul, serta stabilitas obat (Wadke dan Jacobson, 1980). Secara umum kandungan lembab untuk granul effervescent yang dapat diterima antara 0,4%-0,7% (Fausett, Gayser, dan Dash, 2000). Kandungan lembab untuk sediaan effervescent harus diperhatikan untuk mengetahui apakah terjadi reaksi effervescent premature atau tidak.

3. Waktu larut

Waktu larut granul effervescent sebagai salah satu karakteristik proses melarutnya granul effervescent dan reaksi kabonasi sendiri sebagai alasan utama penggunaan sistem effervescent. Proses hancurnya granul effervescent dipengaruhi oleh komponen-komponen yang larut air dan banyaknya komponen bahan pengikat yang terdapat dalam sediaan tersebut. Suatu sediaan granul effervescent yang baik bila mempunyai waktu larut selama rentang 1-2 menit (Mohrle, 1989). 4. pH larutan

Uji pH larutan dilakukan dengan memasukkan indikator (elektroda) alat uji pH yaitu pH meter elektrik ke dalam larutan granul effervescent.

H. Desain Faktorial

Desain faktorial merupakan metode rasional untuk menyimpulkan dan mengevaluasi secara obyektif efek dari besaran yang berpengaruh terhadap kualitas produk. Desain faktorial digunakan dalam penelitian dimana efek dari faktor atau kondisi yang berbeda dalam penelitian akan diketahui. Desain faktorial merupakan desain yang dipilih untuk mendeterminasi efek-efek secara simultan dan interaksi antar efek tersebut (Bolton, 1990).

Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu teknik untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variable bebas. Model yang diperoleh dari analisis tersebut berupa persamaan matematika (Bolton, 1990). Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor (misal A dan B) yang masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu level rendah dan level tinggi. Dengan desain faktorial dapat didesain suatu percobaan untuk mengetahui faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan terhadap suatu respon (Bolton, 1990).

Optimasi campuran dua bahan (berarti ada dua faktor) dengan desain faktorial (two level faktorial design) dilakukan berdasarkan rumus berikut :

Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b12X1X2………..(1) Keterangan :

Y = respon hasil atau sifat yang diamati X1, X2 = level bagian A , level bagian B

b0, b1, b2, b12 = koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan

Pada desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat percobaan (2n = 4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan jumlah

faktor). Penamaan formula untuk jumlah percobaan = 4 adalah formula (1) untuk percobaan I, formula a untuk percobaan II, formula b untuk percobaan III, dan formula ab untuk percobaan IV (Bolton, 1990). Respon yang ingin diukur harus dapat dikuantitatifkan. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level :

Tabel I. Rancangan Percobaan Desain Faktorial dengan Dua Faktor dan Dua Level Formula Faktor A Faktor B Interaksi

(1) - - + a + - - b - + - ab + + +

Keterangan :

(+) Faktor level tinggi (-) Faktor level rendah

Berdasarkan persamaan di atas, dengan substitusi secara matematika, dapat dihitung efek masing-masing faktor, maupun efek interaksi. Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata- rata respon pada level rendah. Konsep perhitungan efek adalah sebagai berikut :

Efek A : 2 1} {b a} {ab+ − + Efek B : 2 1} {a b} {ab+ − + Interaksi A dan B : 2 b} {a ab} {1+ − +

I. Landasan teori

Salah satu tanaman yang dewasa ini sedang dieksplorasi khasiatnya adalah teh. Teh merupakan salah satu minuman terpopuler di dunia terutama di negara-negara Asia. Kepopulerannya tersebut dikarenakan teh mempunyai rasa dan aroma yang atraktif. Berdasarkan proses pengolahannya, teh diklasifikasikan kedalam tiga jenis yaitu teh fermentasi (teh hitam), teh semi fermentasi (teh oolong) dan teh tanpa fermentasi (teh hijau). Untuk saat ini teh hijau yang sedang tenar di masyarakat.

Teh hijau sudah diketahui banyak sekali khasiatnya, salah satunya adalah sebagai antioksidan. Zat kimia yang terkandung dalam teh hijau yang diketahui berkhasiat sebagai antioksidan adalah suatu polifenol yaitu (-) epigallocathecin 3-gallate (EGCG), dimana EGCG ini memiliki aktivitas atau potensi terbesar dalam menangkap radikal bebas. Berbagai penelitian sudah menyebutkan bahwa teh hijau aman dan tidak toksik sehingga sangat cocok untuk dikonsumsi tiap harinya sebagai suatu tindakan pencegahan (chemopreventive).

Dosis ekstrak teh hijau mengacu pada jumlah kandungan EGCG dalam ekstrak teh hijau yang dipakai, yaitu disesuaikan dengan dosis EGCG yang terdapat pada produk yang telah beredar di pasaran (35 mg EGCG per sajian).

Teh hijau sangat popular dikalangan masyarakat sekarang ini, oleh karena itu perlu dibuat suatu desain bentuk sediaan baru yang acceptable dan menarik serta mudah untuk digunakan atau dalam mengkonsumsinya. Penelitian ini akan mengembangkan salah satu bentuk sediaan baru teh hijau yaitu granul effervescent. Dengan dibuatnya menjadi suatu sediaan granul effervescent

diharapkan akan semakin meningkatkan animo masyarakan dalam mengkonsumsi teh hijau sebagai salah satu supplemen kesehatan.

Granul effervescent ini secara definisi umum sama dengan granul yaitu suatu serbuk kasar atau suatu gumpalan-gumpalan partikel. Namun yang membedakan dengan granul effervescentini adalah pada granul effervescent akan dihasilkan suatu gas CO2 sebagai hasil reaksi antara sumber asam dan basa dalam air, dimana CO2 ini bisa digunakan untuk membantu penghancuran granul effervescent ketika dilarutkan dalam air. Pembuatan granul effervescent ini dilakukan secara granulasi kering, dimana granul dibuat menjadi “slug” kemudian dihancurkan dan diayak dengan ayakan yang dikehendaki. Kelebihan dari granulasi kering dibandingkan dengan granulasi basah adalah meminimalisasi adanya basah sehingga bisa mencegah terjadinya effervescent dini.

Sebagai sumber asamnya, pada penelitian ini digunakan asam malat, sedangkan sumber basanya menggunkan natrium bikarbonat. Level rendah asam malat yang digunakan adalah 20% sedangkan level tingginya adalah 30% dari berat yang diinginkan. Penentuan jumlah basanya menggunakan perhitungan stokiometri atau persamaan reaksi. Dalam penelitian ini, berat yang dijadikan ukuran dalam menetukan formula adalah sebesar 4000 mg.

Keuntungan bentuk sediaan granul effervescent diantaranya adalah jumlah kandungan aktif yang terabsorpsi lebih banyak karena diminum dalam bentuk larutan (mengeliminasi masalah dalam proses disolusi sediaan), lebih acceptable dibandingkan seduhan obat tradisional, lebih praktis dibawa, selain itu formulator dapat dengan lebih mudah meningkatkan rasa. Selain itu granul

effervescent cocok diberikan kepada pasien yang mengalami kesulitan dalam menelan kapsul atau tablet dan obat yang tidak stabil dalam bentuk larutan seringkali lebih stabil dalam bentuk sediaan effervescent.

Untuk mendapatkan formula yang optimum dilihat dari sifat fisik granul dapat dilakukan dengan metode desain faktorial. Dengan metode ini tiap-tiap faktor maupun interaksi keduanya dapat teridentifikasi. Dapat ditentukan faktor mana yang paling mempengaruhi sifat fisik granul yang dihasilkan. Dengan metode desain faktorial penelitian dapat lebih ekonomis karena jumlah penelitian dapat berkurang, jika dibandingkan dengan meneliti efek faktor-faktor secara terpisah.

J. Hipotesis

Hipotesis yang diambil pada penelitian ini adalah :

Hi(1) : ekstrak teh hijau dapat diformulasi menghasilkan sediaan granul effervescent yang memenuhi persyaratan kualitas

Hi(2) : efek dari asam malat level rendah berbeda dengan asam malat level tinggi, efek dari natrium bikarbonat level rendah berbeda dengan natrium bikarbonat level tinggi dan ada interaksi antara asam malat dengan natrium bikarbonat

Hi(3) : dapat ditemukan area komposisi optimum dari asam malat dan natrium bikarbonat sebagai sumber asam dan karbonat untuk memperoleh formula granul effervescent ekstrak teh hijau yang memenuhi persyaratan kualitas.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian eksperimental murni dengan variabel eksperimental ganda (desain faktorial) dan bersifat eksploratif, yaitu mencari komposisi optimum asam malat dan natrium bikarbonat sehingga dihasilkan granul effervescent yang mempunyai sifat fisik yang memenuhi persyaratan kualitas.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

a. Variabel bebas, meliputi:

• Level rendah dan level tinggi asam malat masing-masing 800 mg dan

1200 mg

• Level rendah dan level tinggi basa natrium bikarbonat masing-masing

1500 mg dan 2260 mg

b. Variabel tergantung meliputi sifat fisik granul effervescent meliputi kecepatan alir, kandungan lembab, waktu larut dan pH larutan.

c. Variabel pengacau terkendali meliputi spesifikasi ekstrak teh hijau, kelembaban relatif ruangan RH 55%, suhu ruangan (± 18oC), suhu pengeringan bahan dan granul effervescent, lama pencampuran serbuk (± 20 menit) dan granul (± 1 menit), alat untuk pengujian sifat fisik granul.

2. Definisi Operasional

a. Ekstrak teh hijau adalah ekstrak kering teh hijau yang diperoleh dari PT. Sidomuncul.

b. Granul effervescent ekstrak teh hijau adalah suatu sediaan granul yang mengandung zat aktif dari ekstrak teh hijau, juga terdiri dari sumber asam (asam malat) dan sumber basa (natrium bikarbonat) yang bereaksi cepat pada penambahan air dengan menghasilkan gas CO2.

c. Sifat fisik granul effervescent adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui kualitas fisik granul, dalam penelitian ini meliputi kecepatan alir, kandungan lembab, waktu larut, dan pH larutan.

d. Respon adalah besaran yang dapat dikuantifikasikan dan diamati. Dalam penelitian ini respon adalah hasil percobaan sifat fisik granul effervescent (kecepatan alir, kandungan lembab, waktu larut, dan pH larutan).

e. Formula optimum granul effervescent adalah komposisi bahan penyusun granul (asam malat dan natrium bikarbonat) yang menghasilkan granul effervescent yang memenuhi persyaratan sifat fisik sebagai berikut memiliki kecepatan alir (>10 gram per detik), kandungan lembab (0,4%-0,7%), waktu larut (1 - 2 menit), pH larutan (5-7).

f. Area optimum yaitu area komposisi asam malat dan sodium bikarbonat yang menghasilkan granul yang memenuhi persyaratan sifat fisik granul (kecepatan alir, kandungan lembab, waktu larut, dan pH larutan).

C. Bahan Penelitian

Ekstrak teh hijau, laktosa (kualitas farmasetik, Brataco), asam malat (kualitas farmasetik, PT Sidomuncul), natrium bikarbonat (kualitas farmasetik, Brataco), aspartam (kualitas farmasetik, Brataco), PVP (kualitas farmasetik), sukrosa (kualitas farmasetik, Brataco), talk (kualitas farmasetik), etanol 96% (Brataco).

D. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas (Pyrex), neraca elektrik (Mettler Toledo GB 3002), alat pengukur waktu alir, HG53 Halogen moisture analyzer (Mettler Toledo), stopwatch (Illuminator, Casio), pengayak granul (Laboratory Science, IML), oven (Memmert), lemari pendingin (Refrigerator, Toshiba), hardness tester, dehumidifier (OASIS D125), Air Conditioner (LG), pH meter, Cube mixer, mesin tablet (KIKUSUI, JAPAN).

E. Tata Cara Penelitian 1. Pemeriksaan kualitas ekstrak teh hijau

a. Pemeriksaan organoleptis.

Pemeriksaan organoleptis meliputi warna, bau, rasa, dan konsistensi ekstrak teh hijau.

b. Uji kandungan air ekstrak.

2. Penentuan dosis ekstrak kering teh hijau

Dosis tiap formula granul effervescent sebagai anti oksidan, yaitu mengandung 35 mg epigallocatechin gallat (EGCG).

Kandungan EGCG dalam ekstrak kering teh hijau adalah 7,14 % (Anonim, 2008).

(pada

ekstrak dengan kandungan lembab 3%)

3. Penentuan level rendah dan level tinggi asam malat dan natrium bikarbonat dalam sediaan effervescent

3 NaHCO3 + C4H6O5 → 3H2O + 3CO2 + Na3C4H3O5……….(2) Asam malat BM=134 ; Natrium bikarbonat BM= 84

• Level rendah

Æ mol

3 NaHCO3 + C4H6O5 → 3H2O + 3CO2 + Na3C4H3O5………..(3) 0,0179

Massa NaHCO3 = 0,0179 x 84 = 1,504gram

Jadi, level rendah untuk asam malat (C4H6O5)= 0,800 gram dan level rendah untuk basa Na Bikarbonat (NaHCO3) = 1,504 gram.

• Level tinggi

Æ mol

3 NaHCO3 + C4H6O5 → 3H2O + 3CO2 + Na3C4H6O5………(4) 0,027

Massa NaHCO3 = 0,027 x 84 = 2,257 gram

Jadi, level tinggi untuk asam malat (C4H6O5)= 1,2 gram dan level tinggi untuk basa Na Bikarbonat (NaHCO3) = 2,257 gram.

4. Optimasi formula granul effervescent

Tabel II. Formula Granul Effervescent Ekstrak Teh Hijau 

BAHAN (mg) FORMULA

1 a B Ab Ekstrak teh hijau 500 500 500 500

Asam malat 800 1200 800 1200 Natrium bikarbonat 1500 1500 2260 2260

PVP 26 26 26 26

Sukrosa 720 720 720 720 Aspartam 80 80 80 80

5. Pembuatan granul effervescent dengan metode granulasi kering Granul asam dan granul basa dibuat secara terpisah. Granul asam dibuat dengan campuran ekstrak teh hijau, asam malat, sukrosa, dan PVP sebagai bahan pengikat. Granul basa dibuat dengan campuran natrium bikarbonat, sukrosa, aspartam dan serbuk kering PVP sebagai pengikat. Sebelum digunakan masing-masing bahan diayak terlebih dahulu dengan menggunakan ayakan nomer 50, kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven suhu ± 40oC selama 2 hari. Campuran serbuk asam dan campuran serbuk basa masing-masing dihomogenkan dengan menggunakan cube mixer dengan kecepatan 20 rpm selama 20 menit kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu ± 40oC selama 2 hari. Kempa langsung dengan menggunakan mesin tablet dengan tekanan 9 kg dan ukuran

punch diameter 20 mm, setelah itu dihancurkan untuk mendapatkan granul dengan ukuran tertentu (dengan menggunakan ayakan ukuran mesh 16/20). Granul asam dan basa yang terbentuk lalu dikeringkan dalam oven (suhu ±40o C) selama 7 hari hingga didapatkan bobot konstan. Kemudian diuji sifat fisik granul effervescent yang didapat.

6. Pemeriksaan sifat fisik granul effervescent a. Uji kecepatan alir.

Granul ditimbang 100 g kemudian dituang pelan-pelan ke dalam corong berujung tangkai tertutup lewat dinding corong. Kemudian tutup pada ujung tangkai dibuka dan granul dibiarkan mengalir keluar sampai habis. Waktu mengalirnya granul sampai granul yang berada di dalam corong keluar semua dicatat dengan stopwatch (Fudholi, 1983).

b. Uji kandungan lembab granul.

Ditimbang granul seberat 5 g, dimasukkan ke dalam oven untuk masing-masing formula (granul asam dan granul basa dalam kondisi terpisah) dalam cawan petri yang tersedia yang sebelumnya sudah ditara. Waktu pengeringan diatur sehingga bobot konstan (±7 hari). Setelah didapat bobot konstan untuk masing-masing granul (asam dan basa) dalam 1 formula, dilakukan pengukuran kandungan lembab untuk campuran granul asam dan granul basa dengan menggunakan moisture analyzer. Campuran granul asam dan granul basa (minimal 5 gram) dimasukkan ke dalam cawan alumunium, kemudian pengukuran dilakukan dengan pemanasan pada suhu 105oC selama 15 menit atau sampai bobot granul relatif konstan.

c. Uji waktu larut.

Dilakukan dengan memasukkan campuran granul (sesuai bobot granul tiap-tiap formula) ke dalam gelas yang berisi 200 ml air, dihitung waktu sejak tablet dimasukkan hingga larut seluruhnya. Bisa dilakukan dengan pengadukan, dan jumlah adukannya tercatat. Catat waktu yang dibutuhkan granul untuk larut dalam air dengan menggunakan stopwatch (Mohrle,1989).

d. Uji pH larutan.

Sejumlah granul sesuai bobot tiap formula yang sudah dilarutkan ke dalam 200 ml air pada suhu 20-25⁰C, diukur pH larutan dengan menggunakan pH meter setelah tidak lagi terjadi reaksi effervescent, yang ditandai dengan tidak lagi terbentuk gas CO2.

7. Penentuan profil sifat fisik granul effervescent dan area komposisi optimum

Respon untuk semua kombinasi dapat diprediksi dengan menggunakan persamaan desain faktorial:

Y = b0 + b1(X1) + b2(X2) + b12 (X1)(X2)………..(5)

Keterangan:

Y = respon hasil percobaan/sifat yang diamati, contohnya: waktu larut. X1 = level faktor 1 Æasam malat

X2 = level faktor 2 Ænatrium bikarbonat

X1X2 = level faktor 1 (asam malat) dikalikan level faktor 2 (natrium bikarbonat). b1, b2, b12 = koefisien yang dapat dihitung dari hasil percobaan.

F. Analisis Data

Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode desain faktorial. Dengan desain faktorial nantinya akan dapat dihitung besarnya efek asam malat, efek natrium bikarbonat, dan efek interaksi keduanya sehingga dapat diketahui efek yang paling dominan yang menentukan sifat fisik granul. Dari perhitungan desain faktorial akan diperoleh contour plot untuk masing-masing uji

Dokumen terkait