• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi CMC sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan pada formula sediaan gel antiacne perasan jeruk nipis (citrus aurantifolia swingle) dengan desain faktorial - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Optimasi CMC sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan pada formula sediaan gel antiacne perasan jeruk nipis (citrus aurantifolia swingle) dengan desain faktorial - USD Repository"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMA

rus aurantiifolia Swinngle) DENNGAN DESSAIN FAKKTORIALL

(2)

OPTIMA

rus aurantiifolia Swinngle) DENNGAN DESSAIN FAKKTORIALL

(3)

Skripsi

OPTIMASI CMC SEBAGAI GELLING AGENT DAN PROPILEN GLIKOL SEBAGAI HUMEKTAN PADA FORMULA SEDIAAN

GEL ANTIACNE PERASAN JERUK NIPIS

(Citrus aurantifolia Swingle) DENGAN DESAIN FAKTORIAL

Yang diajukan oleh:

Margaretha Angela Giovanny Bintoro

NIM : 058114056

telah disetujui oleh

Pembimbing

(Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt.) tanggal 13 Agustus 2009

(4)
(5)

God make a way very beautiful when the time is right

remember and believe that doesn’t matter how difficult your life

just wait and He will make a way for you

YESTERDAY is history,

TOMORROW is a mistery,

TODAY is a gift,

that’s why it’s called the present!

When He prepare wonderful things

He begin with difficulties…

When He prepare very wonderful things

He begin with impossibility…

Specially dedicated to :

Everyone who I love,

Jesus Christ my family (Dad, Mom, n my lovely sister Frisca)

my friends and my almamater

(6)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Margaretha Angela Giovanny Bintoro

Nomor Mahasiswa : 058114056

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

OPTIMASI CMC SEBAGAI GELLING AGENT DAN PROPILEN GLIKOL

SEBAGAI HUMEKTAN PADA FORMULA SEDIAAN GEL ANTIACNE

PERASAN JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia Swingle) DENGAN DESAIN

FAKTORIAL

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 13 Agustus 2009

Yang menyatakan

(Margaretha Angela Giovanny Bintoro)

(7)

PRAKATA

Segala puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Tuhan

Yang Maha Esa atas segala berkat, kasih karunia, rahmat, dan penyertaan-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Optimasi CMC

sebagai Gelling Agent dan Propilen glikol sebagai Humektan pada Formula

Sediaan Gel Antiacne Perasan Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) dengan

Desain Faktorial” dengan baik sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Strata Satu Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Program Studi Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis

banyak mengalami permasalahan dan kesulitan. Semua kelancaran dan

keberhasilan penulis menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak

lepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini penulis ingin secara khusus mengucapkan terima kasih kepada :

1. Jesus Christ untuk semua berkat, kasih karunia, anugerah, dan rencana-Nya

yang selalu indah pada waktunya.

2. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Ibu Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah

banyak meluangkan waktu dalam memberikan arahan dan mendampingi

penulis selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.

(8)

4. Ibu Agatha Budi Susiana Lestari, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah

memberikan saran dan kritik sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

5. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah

memberikan saran dan kritik sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

6. My family (Papi, Mami, and my lovely sister Frisca) atas segala doa, kasih

sayang, perhatian, dan dukungannya selama ini.

7. Teman-teman penelitianku Omega, Ong, Ade, Berto, Made atas kerja sama

dan kebersamaannya selama menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi

ini.

8. Kiki Aditya atas segala doa, semangat, dan dukungan yang diberikan kepada

penulis.

9. Nia, Diana, Yokhe, Lina Chang, Rias, Ong, Omega, Paulina, Aya, Nia Deta,

Eva, Lussy, Jovan, Rosye, Widia, Linna, Yuyun, Lisa Pus, dan teman-teman

FST serta FKK angkatan 2005 atas kebersamaan, suka duka selama kuliah dan

praktikum serta dukungan yang diberikan kepada penulis.

10.Ci Cipi, Ci Dian K. yang telah membantu dan memberikan semangat dalam

menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

11.Mas Wagiran, Mas Sigit, Pak Musrifin, Mas Agung, Pak Iswandi, Mas Bimo,

Mas Heru, Mas Parjiman, Mas Kayat, Mas Ottok, Mas Kunto, Pak Parlan, dan

laboran-laboran lain yang telah banyak membantu selama penelitian.

12.Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian dan

penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

(9)

Penulis telah berusaha sebaik-baiknya untuk menyelesaikan penelitian

dan penyusunan skripsi ini. Namun penulis menyadari bahwa dalam penelitian

dan penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun. Akhir kata,

semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan ilmu

pengetahuan.

Yogyakarta, 13 Agustus 2009

Penulis

(10)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 13 Agustus 2009

Penulis

(Margaretha Angela Giovanny Bintoro)

(11)

INTISARI

Jerawat merupakan salah satu masalah kulit yang pernah dialami oleh sebagian besar orang. Jeruk nipis merupakan salah satu bahan alam yang sudah terbukti khasiatnya secara empiris dapat mengobati masalah jerawat. Pada penelitian ini akan digunakan perasan jeruk nipis sebagai bahan aktif dalam pembuatan sediaan gel antiacne. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek yang dominan dari CMC, propilen glikol, dan interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel antiacne perasan jeruk nipis. Selain itu juga bertujuan untuk mendapatkan area komposisi optimum CMC dan propilen glikol pada formula gel antiacne perasan jeruk nipis.

Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni yang bersifat eksploratif menggunakan desain faktorial dengan 2 faktor dan 2 level. CMC dan propilen glikol digunakan sebagai faktor, masing-masing dalam level rendah dan level tinggi. Optimasi dilakukan terhadap parameter sifat fisik dan stabilitas gel yang meliputi daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas setelah gel disimpan selama 1 bulan. Analisis statistiknya menggunakan Yate’s treatment

dengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa CMC dominan dalam menentukan respon daya sebar dan viskositas gel. Interaksi antara CMC dengan propilen glikol dominan dalam menentukan respon pergeseran viskositas gel. Pada superimposed contour plot ditemukan area komposisi optimum CMC dan propilen glikol yang diprediksikan sebagai formula optimum gel antiacne perasan jeruk nipis.

Kata kunci : perasan jeruk nipis, CMC, propilen glikol, desain faktorial, gel

antiacne

(12)

ABSTRACT

Acne is one of skin problem which has been experienced by most of people. Lime is one of nature substance which has been empirically virtue evidenced can heal acne problem. At this research will be used distillation of lime as active substance in making antiacne gel. The purposes of this research were to know the dominant effect among CMC, propylene glycol, and interaction between CMC and propylene glycol in order to determine physical properties and stability from distillation of lime antiacne gel. The other purpose was to get optimum composition area of CMC and propylene glycol on distillation of lime antiacne gel formula.

This research was a pure experimental study with explorative characteristic based on factorial design with 2 factors and 2 levels. CMC and propylene glycol were used as factors, each on low level and high level. Optimization were done at parameter of physical properties and gel stability which include spreadability, viscocity, and viscocity shift after gel was storage during 1 month. Statistic analysis used Yate’s treatment with 95% level of confidence.

The result of this research showed that CMC dominant in determining spreadability and viscocity gel response. Interaction between CMC with propylene glycol dominant in determining viscocity shift gel response. At superimposed contour plot was found optimum composition area of CMC and propylene glycol which was predicted as optimum formula of lime’s distillation antiacne gel.

Keywords : distillation of lime, CMC, propylene glycol, factorial design, antiacne gel

(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined. HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

PRAKATA ... vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... x

INTISARI ... xi

ABSTRACT ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang... 1

1. Permasalahan ... 5

2. Keaslian penelitian ... 5

3. Manfaat penelitian ... 5

B. Tujuan Penelitian ... 6

1. Tujuan umum ... 6

2. Tujuan khusus ... 6

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 8

(14)

A. Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) ... 8

1. Klasifikasi tanaman ... 8

2. Morfologi tanaman ... 8

3. Nama daerah ... 9

4. Kandungan kimia ... 9

B. Gel ... 10

C. CMC (carboxymethyl cellulose) ... 11

D. Propilen glikol ... 12

E. Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Gel ... 13

1. Daya sebar ... 13

2. Viskositas ... 13

3. Pergeseran viskositas ... 14

F. Jerawat ... 14

G. Staphylococcus aureus ... 15

H. Staphylococcus epidermidis ... 16

I. Uji Potensi Antibakteri ... 17

1. Metode difusi ... 17

2. Metode dilusi ... 18

J. Iritasi Primer ... 18

K. Desain Faktorial... 19

L. Landasan Teori ... 22

M. Hipotesis ... 25

BAB III. METODE PENELITIAN ... 26

(15)

A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 26

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 26

1. Variabel penelitian ... 26

2. Definisi operasional ... 27

C. Bahan Penelitian ... 29

D. Alat Penelitian ... 30

E. Tata Cara Penelitian ... 30

1. Pembuatan perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) ... 30

2. Uji potensi antibakteri perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) ... 30

3. Optimasi pembuatan gel ... 31

4. Uji sifat fisik dan stabilitas gel antiacne perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) ... 33

5. Uji potensi antibakteri gel antiacne perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) ... 34

6. Uji iritasi primer dengan metode Draize ... 34

F. Analisis Data ... 36

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Pembuatan Perasan Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) ... 38

B. Uji Potensi Antibakteri Perasan Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) ... 38

C. Optimasi Pembuatan Gel ... 40

D. Sifat Fisik dan Stabilitas Gel ... 44

(16)

1. Daya sebar ... 45

2. Viskositas ... 48

3. Pergeseran viskositas ... 51

E. Uji Potensi Antibakteri Gel Antiacne Perasan Jeruk Nipis ... 54

F. Optimasi Formula ... 56

1. Daya sebar ... 57

2. Viskositas ... 58

3. Pergeseran viskositas ... 59

4. Superimposed contour plot ... 60

G. Uji Iritasi Primer dengan Metode Draize ... 61

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

LAMPIRAN ... 67

BIOGRAFI PENULIS ... 93

 

 

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Evaluasi reaksi iritasi kulit (Lu, 1995) ... 19 

Tabel II. Indeks iritasi (Hayes, 2001) ... 19 

Tabel III. Notasi formula desain faktorial ... 20 

Tabel IV. Formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau ... 31 

Tabel V. Formula gel hasil modifikasi ... 32 

Tabel VI. Level rendah dan level tinggi CMC dan propilen glikol pada formula gel antiacne perasan jeruk nipis ... 32 

Tabel VII. Formula gel antiacne perasan jeruk nipis ... 32 

Tabel VIII. Evaluasi reaksi iritasi kulit (Lu, 1995) ... 35 

Tabel IX. Indeks iritasi (Hayes, 2001) ... 35 

Tabel X. Potensi antibakteri perasan jeruk nipis dan kontrol yang ditunjukkan dengan diameter zona hambat dalam satuan cm ... 39 

Tabel XI. Hasil pengukuran sifat fisik dan stabilitas gel antiacne perasan jeruk nipis ... 44 

Tabel XII. Efek CMC, propilen glikol, dan interaksi dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel antiacne perasan jeruk nipis ... 45 

Tabel XIII. Hasil perhitungan Yate’s treatment pada respon daya sebar ... 47 

Tabel XV. Hasil perhitungan Yate’s treatment pada respon pergeseran viskositas ... 54 

Tabel XVII. Persamaan desain faktorial berbagai pengujian ... 56 

Tabel XVIII. Skor indeks iritasi primer dalam uji iritasi primer gel antiacne perasan jeruk nipis pada kulit kelinci ... 62 

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur propilen glikol (Anonim, 1995) ... 12 

Gambar 2. Grafik hubungan pengaruh CMC (2a) dan propilen glikol (2b) terhadap daya sebar gel ... 46 

Gambar 3. Grafik hubungan pengaruh CMC (3a) dan propilen glikol (3b) terhadap viskositas gel ... 49 

Gambar 4. Grafik hubungan pengaruh CMC (4a) dan propilen glikol (4b) terhadap pergeseran viskositas gel ... 52 

Gambar 5. Contour plot daya sebar gel ... 57 

Gambar 6. Contour plot viskositas gel ... 58 

Gambar 7. Contour plot pergeseran viskositas gel ... 60 

Gambar 8. Superimposedcontour plot gel antiacne perasan jeruk nipis ... 61 

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Diameter Zona Hambat Perasan Jeruk Nipis ... 67 

Lampiran 2. Penimbangan Formula ... 68 

Lampiran 3. Notasi dan Formula Desain Faktorial ... 69 

Lampiran 4. Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Gel Antiacne Perasan Jeruk Nipis dan Perhitungan Persamaan Desain Faktorial serta Diameter Zona Hambat Gel Antiacne Perasan Jeruk Nipis terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis ... 70 

Lampiran 5. Perhitungan Yate’s treatment... 80 

Lampiran 6. Perhitungan Evaluasi Uji Iritasi Primer ... 86 

Lampiran 7. Dokumentasi ... 88 

 

(20)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Jerawat merupakan salah satu masalah kulit yang pernah dialami oleh

sebagian besar orang. Jerawat merupakan kondisi abnormal kulit akibat gangguan

berlebihan produksi kelenjar minyak (sebaceous gland) yang menyebabkan

penyumbatan saluran folikel rambut dan pori-pori kulit. Keadaan ini sering

dialami oleh mereka yang berusia remaja dan dewasa muda, dan akan menghilang

secara spontan pada usia sekitar 20-30 tahun. Tetapi banyak orang yang sudah

mencapai usia baya tetapi masih timbul jerawat (Price dan Wilson, 1985).

Jerawat akan timbul pada wajah, leher terutama bagian belakang,

punggung bagian atas, dada bagian depan, bahu dan telinga (Brown dan Burns,

2005). Timbulnya jerawat terutama pada remaja disebabkan karena beberapa

faktor seperti keseimbangan hormonal, infeksi bakteri, stress, makanan atau

penggunaan kosmetik (Chomnawang, Surassmo, Nukoolkarn, Gritsanapan, 2005).

Salah satu faktor penting yang dapat menyebabkan timbulnya jerawat

adalah meningkatnya produksi hormon testosteron yang dimiliki oleh tubuh pria

dan wanita. Dengan meningkatnya produksi hormon testosteron ini dapat memicu

timbulnya jerawat dengan merangsang kelenjar minyak untuk memproduksi

minyak kulit (sebum) secara berlebihan, sehingga dapat menyebabkan terjadinya

penyumbatan pada saluran kelenjar minyak dan pembentukan komedo. Hal ini

dapat mengakibatkan peradangan pada kulit. Jika penyumbatan yang terjadi

(21)

semakin besar, komedo terbuka muncul sehingga terjadi interaksi dengan bakteri

jerawat (Anonim, 2006). Bakteri-bakteri yang dapat menyebabkan jerawat antara

lain Propionibacterium acne yang bersifat anaerob fakultatif, Staphylococcus

aureus yang bersifat aerob dan anaerob fakultatif, dan Staphylococcus epidermidis

yang bersifat aerob dan anaerob (Holt, Krieg, Sneath, Staley, Williams, 2000).

Sediaan antiacne yang beredar di pasaran umumnya berupa lotion, sabun,

cream, emulsi, dan suspensi. Namun karena keterbatasan dari masing-masing

bentuk sediaan tersebut, maka perlu dibuat bentuk sediaan lain yang memiliki

sifat fisik dan estetika yang lebih baik yaitu gel. Meskipun sediaan gel antiacne

sudah ada di pasaran tetapi masih jarang ditemui. Sediaan gel juga memiliki

konsistensi yang lembut, mampu melekat dalam waktu yang lama, serta dapat

memberikan sensasi dingin, dan tidak meninggalkan bekas saat digunakan

sehingga akan meningkatkan kenyamanan pada pengguna.

Sediaan gel antiacne yang dibuat pada penelitian ini termasuk golongan

hidrogel. Hidrogel ini dipilih sebagai sediaan antiacne karena komponen dari

sistem penghantaran dan pelepasan obatnya memiliki kompatibilitas yang relatif

baik dengan jaringan biologis (Zatz dan Kushla, 1996). Selain itu hidrogel cocok

sebagai salap tidak berlemak untuk penerapan pada kulit dengan fungsi berlebihan

kelenjar sebaseus (seboroiker) (Voigt, 1994). Hidrogel akan memberi efek

mendinginkan karena evaporasi pelarut. Hidrogel mudah diaplikasikan dan

memberi kelembaban secara instan, tetapi pada penggunaan jangka panjang akan

membuat kulit kering. Dengan demikian, diperlukan humektan seperti gliserol

(22)

meninggalkan rasa berminyak, dan tidak lengket tetapi kering membentuk suatu

lapisan tipis yang dapat dicuci dengan air (Nairn, 1997).

Pada penelitian ini digunakan bahan alam sebagai bahan aktif dari

sediaan gel antiacne karena lebih aman dibandingkan bahan kimia yang sintesis

maupun semisintesis. Banyak bahan alam yang dapat berkhasiat sebagai antiacne,

salah satunya adalah jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle). Hal ini sudah

terbukti secara empiris di kalangan masyarakat. Banyak masyarakat yang sudah

menggunakan jeruk nipis untuk mengobati masalah jerawat, misalnya dengan

memotong buah jeruk nipis masak tipis-tipis, kemudian menggosokkan potongan

tersebut pada bagian muka yang berjerawat dan berminyak (Dalimartha, 2000).

Penggunaan jeruk nipis di atas membutuhkan persiapan yang tidak praktis. Untuk

mengatasi masalah tidak praktis tersebut maka ada baiknya jika jeruk nipis

tersebut diformulasikan menjadi bentuk sediaan yang lebih praktis saat akan

menggunakannya, oleh karena itu pada penelitian ini akan digunakan perasan

jeruk nipis sebagai bahan aktif dalam pembuatan sediaan gel antiacne. Selain itu

jeruk nipis juga dapat membantu mengurangi produksi minyak kulit yang ada di

wajah sehingga akan menambah khasiat dari gel antiacne yang dibuat. Bagian

jeruk nipis yang digunakan dalam pembuatan gel antiacne ini adalah perasan

buahnya.

Pembuatan formula gel antiacne perasan jeruk nipis ini menggunakan

CMC sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan. Gelling agent

untuk kebutuhan farmasi dan sediaan kosmetik harus bersifat inert, aman, dan

(23)

yang digunakan dalam sediaan gel antiacne perasan jeruk nipis ini stabil pada

suasana asam. Untuk menjaga kestabilan perasan jeruk nipis dibutuhkan kondisi

yang asam, sehingga sediaan gel antiacne perasan jeruk nipis harus berada pada

suasana asam. CMC dapat digunakan sebagai gelling agent dalam sediaan gel

dengan bahan aktif perasan jeruk nipis karena CMC memiliki stabilitas yang baik

pada suasana asam maupun basa (pH 2-10). Propilen glikol memiliki stabilitas

yang baik pada pH 3-6 (Allen, 2002). Oleh karena itu propilen glikol dapat

digunakan sebagai humektan dalam pembuatan gel antiacne perasan jeruk nipis.

Gelling agent dan humektan merupakan bagian yang sangat berpengaruh

terhadap kualitas fisik dari sediaan gel. Gelling agent akan membentuk jaringan

struktural yang merupakan faktor yang sangat penting dalam sistem gel (Zatz dan

Kushla, 1996). Humektan akan menjaga kestabilan sediaan gel dengan cara

mengabsorpsi lembab dari lingkungan dan mengurangi penguapan air dari

sediaan. Selain menjaga kestabilan sediaan, secara tidak langsung humektan juga

dapat mempertahankan kelembaban kulit sehingga kulit tidak kering (Harry,

1982). Oleh karena itu penggunaan gelling agent dan humektan perlu diperhatikan

komposisinya.

Untuk menentukan komposisi gelling agent dan humektan yang optimum

dapat digunakan metode desain faktorial dengan dua faktor yaitu CMC dan

propilen glikol, serta dua level yaitu level rendah dan level tinggi. Selain itu

metode desain faktorial dapat digunakan untuk mengetahui efek yang dominan

antara CMC, propilen glikol, dan interaksi keduanya dalam menentukan sifat

(24)

antiacne (Voigt, 1994). Dari uraian di atas, diharapkan dari penelitian ini dapat

diperoleh area komposisi optimum gel antiacne perasan jeruk nipis (Citrus

aurantifolia Swingle) dengan sifat fisik dan stabilitas gel antiacne perasan jeruk

nipis (Citrus aurantifolia Swingle) yang dikehendaki.

1. Permasalahan

a. Berapakah konsentrasi perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle)

yang dapat berpotensi sebagai antibakteri sehingga dapat digunakan

sebagai bahan aktif dalam pembuatan gel antiacne pada penelitian ini?

b. Manakah yang dominan antara CMC, propilen glikol, dan interaksi

keduanya dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel antiacne perasan

jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle)?

c. Apakah dapat ditemukan area komposisi optimum CMC dengan propilen

glikol pada superimposed contour plot yang diprediksikan sebagai formula

optimum gel antiacne perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle)?

2. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan oleh penulis, penelitian

tentang optimasi formula gel antiacne perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia

Swingle) menggunakan CMC sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai

humektan dengan menggunakan metode desain faktorial belum pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah

(25)

mengenai aplikasi desain faktorial tentang bentuk sediaan gel antiacne yang

menggunakan bahan aktif yang berasal dari alam.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengetahui efek

dominan dari CMC, propilen glikol, atau interaksi keduanya dalam

menentukan sifat fisik dan stabilitas gel antiacne. Selain itu juga bermanfaat

untuk mengetahui komposisi formula optimum berdasarkan superimposed

contour plot sifat fisik dan stabilitas gel antiacne yang menggunakan bahan

aktif yang berasal dari alam.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan sediaan gel antiacne dengan

bahan aktif perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) yang memenuhi sifat

fisik dan stabilitas tertentu dan mempunyai aktivitas sebagai antiacne.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui konsentrasi perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle)

yang dapat berpotensi sebagai antibakteri sehingga dapat digunakan

sebagai bahan aktif dalam pembuatan gel antiacne pada penelitian ini.

b. Mengetahui yang dominan antara CMC, propilen glikol, dan interaksi

keduanya dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel antiacne perasan

(26)

c. Mengetahui apakah dapat ditemukan area komposisi optimum CMC

dengan propilen glikol pada superimposed contour plot yang diprediksikan

sebagai formula optimum gel antiacne perasan jeruk nipis (Citrus

(27)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) 1. Klasifikasi tanaman

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Rutales

Suku : Rutaceae

Marga : Citrus

Jenis : Citrus aurantifolia Swingle (Dalimartha, 2000).

2. Morfologi tanaman

Jeruk nipis ditanam di pekarangan atau di kebun, dapat tumbuh pada

tanah yang kurang subur, mudah mendapatkan air dan mendapat sinar matahari

penuh. Jeruk nipis berasal dari kepulauan Hindia Timur. Di Indonesia tanaman ini

dapat ditemukan pada ketinggian 1-1000 m di atas permukaan laut. Pohon kecil

bercabang lebat, tetapi tidak beraturan, tinggi 1,5-3,5 m, batang bulat, berduri

pendek, kaku, dan tajam. Daun tunggal, tangkai daun bersayap sempit. Bunga

majemuk, bunga berbentuk bintang, diameter 1,5-2,5 cm, berwarna putih, baunya

harum. Buahnya buah buni, berbentuk bulat telur, diameter 2,5-5 cm, berkulit tipis

(28)

tanpa benjolan, berwarna hijau yang akan menjadi kuning jika matang, rasanya

asam. Bijinya banyak, kecil-kecil, licin, bulat telur sungsang (Dalimartha, 2000).

3. Nama daerah

Menurut Dalimartha (2000), di Indonesia tanaman jeruk nipis

mempunyai nama yang berlainan, antara lain :

Sumatera : kelangsa (Aceh)

Jawa : jeruk nipis (Sunda), jeruk pecel (Jawa)

Nusa Tenggara : jeruk alit, kaputungan, lemo (Bali), dongaceta (Bima),

mudutelong (Flores), jeru (Sawu), mudakenelo (Solor),

delomakii (Roti)

Kalimantan : lemau nepis

Sulawesi : lomo ape, lemo kapasa (Bugis), lemo kadasa (Makasar)

Maluku : puhat em nepi (Buru), ahusi hinsi, aupsifis (Seram), inta,

lemoneis, ausinepis, usinepese (Ambon), wanabeudu

(Halmahera)

4. Kandungan kimia

Jeruk nipis mengandung minyak terbang limonene dan linalool. Selain

itu, juga mengandung flavonoid, seperti poncirin, hesperidine, choifolin, dan

naringin. Buah masak mengandung synephrine dan N-methyltyramine. Di

samping itu, juga mengandung asam sitrat, kalsium, fosfor, besi, dan vitamin (A,

(29)

B. Gel

Gel merupakan sistem semisolid yang terdiri dari dispersi

molekul-molekul kecil atau besar di dalam pembawa cairan berair yang membentuk seperti

jeli dengan penambahan gelling agent. Di antara gelling agent yang digunakan

berupa makromolekul sintetik, seperti carbomer 934, derivat selulosa

(karboksimetilselulosa atau hidroksipropil metilselulosa), dan natural gum

(tragacanth) (Allen, Popovich, Ansel, 2005).

Gel dapat diklasifikasikan menjadi dua sistem. Sistem pertama membagi

gel menjadi inorganik dan organik. Sistem kedua membagi gel menjadi hidrogel

dan organogel dengan penambahan beberapa subkategori (Allen et al., 2005).

Menurut Buchmann (2001), hidrogel adalah sistem hidrofilik yang

utamanya terdiri dari 85-95% air atau campuran aqueous-alcoholic dan gelling

agent. Polimer organik yang biasa digunakan adalah asam poliakrilat (carbopol),

natrium karboksimetilselulosa, atau selulosa non ionik lainnya.

Hidrogel adalah sediaan semisolid yang mengandung material polimer

yang mempunyai kemampuan untuk mengembang dalam air tanpa larut dan bisa

menyimpan air dalam strukturnya. Hidrogel merupakan sistem yang

menyebabkan air tidak bisa bergerak karena adanya polimer tidak larut. Salah

satu alasan disukainya hidrogel sebagai komponen dari sistem penghantaran dan

pelepasan obat adalah kompatibilitasnya yang relatif baik dengan jaringan

biologis (Zatz dan Kushla, 1996).

Hidrogel akan memberi efek mendinginkan karena evaporasi pelarut.

(30)

penggunaan jangka panjang akan membuat kulit kering. Dengan demikian,

diperlukan humektan seperti gliserol (Buchmann, 2001).

Hidrogel lebih disukai oleh konsumen karena tidak meninggalkan rasa

berminyak, dan tidak lengket tetapi kering membentuk suatu lapisan tipis yang

dapat dicuci dengan air (Nairn, 1997).

Gel pada penggunaan topikal sebaiknya tidak terlalu lengket.

Penggunaan gelling agent dengan konsentrasi yang terlalu tinggi atau penggunaan

gelling agent dengan bobot molekul yang terlalu besar akan menghasilkan gel

yang susah diaplikasikan. Gelling agent dapat membentuk jaringan struktur yang

merupakan faktor yang penting dalam sistem gel. Peningkatan jumlah gelling

agent dapat memperkuat jaringan struktur gel sehingga terjadi kenaikan viskositas

(Zatz dan Kushla, 1996).

C. CMC (carboxymethyl cellulose)

CMC merupakan salah satu derivat selulosa, CMC merupakan senyawa

anionik yang dapat digunakan sebagai thickening agent atau stabilizing agent

(Osol, 1980). CMC dengan konsentrasi 4-6% dapat digunakan sebagai basis gel.

Presipitasi dapat terjadi pada pH kurang dari 2; stabil pada pH antara 2-10, dengan

stabilitas maksimum pada pH 7-8 (Allen, 2002).

CMC memiliki sifat alir pseudoplastik di mana adanya tekanan akan

menyebabkan terjadinya penurunan viskositas. CMC memiliki sifat yang mudah

larut dalam air panas atau air dingin tapi sukar larut dalam pelarut organik. CMC

(31)

berat molekul dan derajat substitusi. Karakteristik gel yang dihasilkan seperti

konsistensi dan viskositas tergantung pada konsentrasi polimer dan berat

molekulnya (Zatz dan Kushla, 1996).

D. Propilen glikol

Propilen glikol merupakan cairan kental, jernih, tidak berwarna; rasa

khas; praktis tidak berbau; menyerap air pada udara lembab. Dapat bercampur

dengan air, dengan aseton, dan dengan kloroform; larut dalam eter dan dalam

beberapa minyak esensial; tetapi tidak dapat bercampur dengan minyak lemak.

Rumus molekul propilenglikol adalah C3H8O2 (Anonim, 1995).

H2C OH

C H OH

CH3

Gambar 1. Struktur propilen glikol (Anonim, 1995)

Propilen glikol digunakan sebagai humektan, pelarut, dan plasticizer.

Dapat pula sebagai desinfektan, penstabil vitamin, dan kosolven larut air

(Boyland, Cooper, Chowhan, 1986). Pada konsentrasi 15-30% propilen glikol

berfungsi sebagai pengawet (Rowe, Shesky, Owen, 2006). Propilen glikol

digunakan sebagai gelling agent pada konsentrasi 1-5%, stabil pada pH 3-6 dan

harus mengandung pengawet (Allen, 2002). Propilen glikol digunakan sebagai

humectant pada konsentrasi 10% sampai 20% (Voigt, 1994).

Propilen glikol merupakan bahan yang tidak berbahaya dan aman

digunakan pada produk kosmetik dengan konsentrasi lebih dari 50%. Propilen

(32)

subkutan atau injeksi intramuskular, dan telah dilaporkan tidak terjadi reaksi

hipersensitivitas pada 38% pemakai propilen glikol secara topikal (Loden, 2001).

E. Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Gel 1. Daya sebar

Daya sebar berhubungan dengan sudut kontak tiap tetes cairan atau

preparasi semisolid yang berhubungan langsung dengan koefisien friksi. Faktor

yang mempengaruhi daya sebar adalah formulanya kaku atau tidak, kecepatan dan

lama tekanan yang menghasilkan kelengketan, serta temperatur pada tempat aksi.

Kecepatan penyebaran bergantung pada viskositas formula, kecepatan evaporasi

pelarut dan kecepatan peningkatan viskositas karena evaporasi (Garg, Aggarwal,

Garg, Singla, 2002).

2. Viskositas

Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk

mengalir; semakin tinggi viskositas maka semakin besar pula tahanannya (Martin

dan Bustamante, 1993). Viskositas, elastisitas dan rheologi merupakan

karakteristik formulasi yang penting dalam produk akhir sediaan semisolid.

Peningkatan viskositas akan menurunkan daya sebar (Garg et al., 2002).

Dalam penyimpanannya, gel dapat berupa tiksotropik, membentuk semi

padat jika dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan (Anonim, 1995).

Tiksotropik merupakan suatu pemulihan yang isoterm dan lambat pada pendiaman

(33)

dapat diterapkan untuk bahan-bahan dengan tipe aliran plastis dan pseudoplastis

(Martin dan Bustamante, 1993).

3. Pergeseran viskositas

Beberapa faktor yang bertanggungjawab terhadap pergeseran viskositas

adalah perubahan agen pembentuk viskositas atau interaksi dengan sistem pada

kondisi istirahat. Hasil depolimerisasi akan menurunkan rata-rata berat molekul

sehingga akan menurunkan viskositas. Pada umumnya, viskositas akan mencapai

nilai plateau setelah satu atau dua minggu. Gel akan menunjukkan pergeseran

viskositas yang kecil pada variasi temperatur penyimpanan yang normal. (Zatz

dan Kushla, 1996).

F. Jerawat

Jerawat merupakan suatu proses peradangan kronik kelenjar-kelenjar

pilosebasea (Price dan Wilson, 1985). Jerawat merupakan penyakit yang

disebabkan oleh aktivitas hormon dan substansi lain pada kelenjar minyak yang

ada di kulit (sebaceous glands) dan folikel-folikel rambut. Faktor-faktor ini

berperan pada penyumbatan pori-pori dan pecahnya luka yang biasa disebut

jerawat atau zits (Anonim, 2006). Penyumbatan disebabkan oleh pembentukan

mikrokomedo yang berkembang menjadi komedo atau luka inflamasi (Leyden,

1997).

Penyebaran jerawat ini sesuai dengan daerah kelenjar pilosebasea dan

terjadi meliputi wajah, leher, dada, punggung dan bahu. Etiologi jerawat ini

(34)

penderita jerawat, terutama jerawat kistik. Berbagai jenis make-up dasar yang

mengandung minyak sering memperberat jerawat, juga jenis minyak eksterna dan

krim pelembab. Kecuali itu, kortikosteroid sistemik, yodida dan atau dilantin juga

dapat memperberat jerawat. Hormon androgen memperberat jerawat, sedangkan

pil keluarga berencana yang mengandung estrogen dapat menghilangkan jerawat

(Price dan Wilson, 1985).

Mikroorganisme seperti Propionibacterium acnes, Staphylococcus

aureus, dan Staphylococcus epidermidis berkembang biak dalam kondisi

lingkungan yang dihasilkan dari perpaduan sebum yang berlebihan dan sel folikel

sehingga menghasilkan mediator proinflammatory penyebab inflamasi (Kumar,

Jayaveera, Kumar, Swamy, Sanjay, Kumar, 2007). Propionibacterium acnes

termasuk bakteri gram positif dan bersifat anaerob fakultatif tetapi memiliki

variabel aerotolerance, pertumbuhan optimalnya pada temperatur 30-37oC (Holt

et al., 2000). Jumlah bakteri Propionibacterium jerawat meningkat pada unit-unit

pilosebasea pasien penderita jerawat. Penderita jerawat juga membentuk lebih

banyak sebum (Price dan Wilson, 1985).

Tujuan utama dari pengobatan jerawat adalah mengurangi proses

peradangan kelenjar pilosebasea sampai terjadinya penghentian spontan

gejala-gejala (Price dan Wilson, 1985).

G. Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bentuk koagulase-positif, hal ini

(35)

utama bagi manusia. Hampir setiap orang akan mengalami beberapa tipe infeksi

Staphylococcus aureus sepanjang hidupnya, bervariasi mulai dari keracunan

makanan atau infeksi kulit ringan sampai infeksi berat yang mengancam jiwa

(Jawetz, Melnick, Adelberg, 1996).

Staphylococcus aureus tumbuh paling cepat pada suhu 37oC, tetapi

membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25oC). Staphylococcus

aureus membentuk koloni berwarna abu-abu sampai kuning emas tua.

Metabolisme dapat dilakukan secara aerob dan anaerob. Bakteri ini menyebabkan

penyakit pada hampir semua jaringan tubuh yang terutama adalah abses.

Staphylococcus aureus merupakan flora normal pada rongga hidung bagian

depan, perineum, saluran pencernaan, atau kulit (Jawetz et al., 1996).

Pada jerawat, lipase Staphylococcus aureus melepaskan asam-asam

lemak dari lipid dan menyebabkan iritasi jaringan. Staphylococcus aureus bersifat

patogen dan invasif (Jawetz et al., 1996).

H. Staphylococcus epidermidis

Staphylococcus epidermidis adalah organisme anaerobik yang

menyebabkan infeksi superficial pada sebasea dan menyebabkan timbulnya nanah

sehingga menimbulkan inflamasi pada jerawat (Kumar et.al., 2007).

Staphylococcus epidermidis merupakan Staphylococcus

koagulase-negatif. Koloni Staphylococcus epidermidis berwarna abu-abu sampai putih pada

isolasi pertama. Stafilokokus koagulase-negatif merupakan flora normal manusia

(36)

I. Uji Potensi Antibakteri

Antibakteri adalah obat pembasmi bakteri, khususnya bakteri yang

merugikan manusia. Obat yang digunakan untuk membasmi bakteri penyebab

infeksi pada manusia harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin.

Artinya obat tersebut harus bersifat sangat toksik untuk bakteri, tetapi relatif tidak

toksik untuk hospes (Anonim, 1995).

Berdasarkan sifat toksisitas selektif, antibakteri bersifat menghambat

pertumbuhan bakteri (bacteriostatic) dan membunuh bakteri (bacteriocide). Kadar

minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri atau

membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai Kadar Hambat Minimal (KHM)

dan Kadar Bunuh Minimal (KBM). Antibakteri tertentu aktivitasnya dapat

meningkat dari bacteriostatic menjadi bacteriocide bila kadar antibakterinya

ditingkatkan (Anonim, 1995).

Pengukuran aktivitas antibakteri secara in vitro dapat dilakukan dengan

metode difusi dan dilusi (Jawetz et al., 1996).

1. Metode difusi

Prinsip pemeriksaan antibakteri dengan metode difusi ini adalah dengan

pengukuran diameter hambatan obat, berdasarkan kemampuan obat untuk

berdifusi ke dalam media tempat bakteri uji. Cakram kertas atau paper disk yang

mengandung antibiotika atau zat uji diletakkan di atas atau apabila dengan cara

sumuran zat tersebut dimasukkan ke dalam sumuran. Besarnya daerah difusi

sesuai dengan hambatan bakteri uji dan sebanding dengan kadar yang diberikan

(37)

2. Metode dilusi

Prinsipnya adalah larutan uji diencerkan hingga diperoleh beberapa

konsentrasi, kemudian masing-masing konsentrasi larutan uji ditambahkan

suspensi bakteri dalam media. Untuk dilusi padat, tiap konsentrasi larutan uji

dicampurkan ke dalam media agar (Hugo dan Russel, 1987).

J. Iritasi Primer

Iritasi adalah suatu reaksi pada kulit oleh zat kimia, misalnya alkali kuat,

asam kuat, pelarut dan detergen. Beratnya bermacam-macam dari hyperemia,

edema dan vesikulasi sampai pemborokan. Iritasi primer terjadi di tempat kontak

dan umumnya pada sentuhan pertama (Lu, 1995).

Iritasi primer kulit diukur dengan suatu teknik uji tempel pada kulit lecet

atau kulit utuh kelinci yang rambutnya dicukur. Minimum digunakan enam

subyek untuk tiap preparat yang diuji (masing-masing tiga ekor). Metode ini

dilakukan dengan memasukkan di bawah tempelan satu inci 0,5 ml (bila cair) atau

0,5 g (bila padat dan semipadat) bahan uji. Untuk zat kimia yang padat, sebaiknya

zat ini dicoba dilarutkan dalam pelarut yang sesuai dan larutan itu dioleskan.

Seluruh badan hewan kemudian dibungkus dengan kain berlapis selama 24, 48,

dan 72 jam periode pajanan. Prosedur terakhir ini membantu dalam

mempertahankan tempelan uji pada posisinya, dan selain itu, mencegah

penguapan zat-zat yang mudah menguap. Setelah 24 jam pertama pajanan,

tempelan dibuang dan reaksi yang timbul dievaluasikan berdasarkan skor dalam

(38)

Tabel I. Evaluasi reaksi iritasi kulit (Lu, 1995)

Jenis iritasi Skor

Eritema Tanpa eritema 0

Eritema hampir tidak nampak 1 Eritema berbatas jelas 2 Eritema moderat sampai berat 3 Eritema berat (merah bit) sampai sedikit membentuk kerak

4

Edema Tanpa edema 0

Edema hampir tidak nampak 1 Edema tepi berbatas jelas 2 Edema moderat (tepi naik ± 1 mm) 3 Edema berat (tepi naik lebih dari 1 mm dan

meluas ke luar daerah pajanan)

4

Setelah pengamatan selesai dilakukan, kemudian dilakukan perhitungan

indeks iritasi primer berdasarkan jumlah eritema dan jumlah edema yang mungkin

terdapat pada kulit hewan uji dengan rumus di bawah ini :

, , , ,

Berdasarkan indeks iritasi primer yang diperoleh dapat diketahui kriteria

iritasi dari masing-masing formula yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel II. Indeks iritasi (Hayes, 2001)

Indeks iritasi Kriteria iritasi senyawa kimia

0 Tidak mengiritasi

< 2 Kurang merangsang

2-5 Iritan moderat

>5 Iritan berat

K. Desain Faktorial

Desain faktorial adalah metode rasional untuk menyimpulkan dan

(39)

kualitas produk. Metode desain faktorial memungkinkan kita mengetahui faktor

dominan yang berpengaruh terhadap kualitas produk atau mengetahui interaksi di

antara faktor-faktor tersebut (Voigt, 1994).

Desain faktorial adalah desain optimasi yang dipilih untuk menentukan

pengaruh secara simultan dari beberapa faktor dan interaksinya. Desain faktorial

merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu teknik untuk memberikan model

hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas. Model

yang diperoleh dari analisis tersebut berupa persamaan matematika (Bolton,

1990).

Dalam desain faktorial terdapat beberapa istilah yaitu faktor, level, efek,

dan respon. Faktor merupakan setiap besaran yang mempengaruhi respon (Voigt,

1994). Level merupakan nilai atau tetapan untuk faktor. Pada percobaan dengan

desain faktorial, perlu ditetapkan level yang diteliti, meliputi level rendah dan

level tinggi. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi tingkat dari

faktor. Interaksi atau efek faktor merupakan rata-rata respon pada level tinggi

dikurangi rata-rata respon pada level rendah. Respon merupakan sifat atau hasil

percobaan yang diamati. Respon yang diukur harus dapat dikuantitatifkan (Bolton,

1990).

Penelitian desain faktorial yang paling sederhana adalah penelitian

dengan 2 faktor dan 2 level (Armstrong dan James, 1996).

Tabel III. Notasi formula desain faktorial

Formula A B Interaksi

(40)

Keterangan :

- = level rendah

+ = level tinggi

Formula 1 = faktor A pada level rendah, faktor B pada level rendah

Formula a = faktor A pada level tinggi, faktor B pada level rendah

Formula b = faktor A pada level rendah, faktor B pada level tinggi

Formula ab = faktor A pada level tinggi, faktor B pada level tinggi

Persamaan umum untuk desain faktorial adalah :

Y = b0 + b1XA + b2XB + b12XAXB (1)

Keterangan :

Y = respon hasil atau sifat yang diamati

XA, XB = level faktor A dan B

b0, b1, b2, b12 = koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan

Besarnya efek dapat dihitung dengan mengurangkan rata-rata respon

pada level tinggi dengan rata-rata respon pada level rendah (Bolton, 1990).

(41)

Interaksi dapat diketahui dari grafik hubungan respon dan level faktor.

Jika kurva menunjukkan garis sejajar, maka dapat dikatakan bahwa tidak ada

interaksi antar eksipien dalam menentukan respon. Jika kurva menunjukkan garis

yang tidak sejajar, maka dapat dikatakan bahwa ada interaksi antar eksipien dalam

menentukan respon (Bolton, 1990).

Desain faktorial memiliki beberapa keuntungan. Metode ini memiliki

efisiensi yang maksimum untuk memperkirakan efek yang dominan dalam

menentukan respon. Keuntungan utama desain faktorial adalah bahwa metode ini

memungkinkan untuk mengidentifikasi efek masing-masing faktor, maupun efek

interaksi antar faktor. Metode ini ekonomis, dapat mengurangi jumlah penelitian

jika dibandingkan dengan meneliti dua efek faktor secara terpisah (Bolton, 1990).

L. Landasan Teori

Menurut Price dan Wilson (1985), Anonim (2006), dan Kumar et al.

(2007), timbulnya jerawat dapat disebabkan oleh adanya aktivitas hormon atau

substansi lain pada kelenjar minyak di kulit atau bisa juga disebabkan oleh

penyumbatan pada pilosebaseus dan peradangan yang umumnya dipicu oleh

bakteri Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus

epidermidis.

Jeruk nipis merupakan salah satu bahan alam yang sudah terbukti

khasiatnya secara empiris dapat mengobati masalah jerawat. Banyak masyarakat

yang sudah menggunakan jeruk nipis untuk mengobati masalah jerawat, misalnya

(42)

potongan tersebut pada bagian muka yang berjerawat dan berminyak (Dalimartha,

2000). Penggunaan jeruk nipis di atas membutuhkan persiapan yang tidak praktis.

Untuk mengatasi masalah tidak praktis tersebut maka ada baiknya jika jeruk nipis

tersebut diformulasikan menjadi bentuk sediaan yang lebih praktis saat akan

menggunakannya, oleh karena itu pada penelitian ini akan digunakan perasan

jeruk nipis sebagai bahan aktif dalam pembuatan sediaan gel antiacne.

Di pasar sudah banyak beredar bentuk sediaan antiacne yang umumnya

berupa lotion, sabun, cream, emulsi, dan suspensi. Namun karena keterbatasan

dari masing-masing bentuk sediaan tersebut, maka pada penelitian ini dibuat

bentuk sediaan gel. Sediaan gel memiliki konsistensi yang lembut, mampu

melekat dalam waktu yang lama, serta memberikan sensasi dingin dan tidak

meninggalkan bekas saat digunakan sehingga akan meningkatkan kenyamanan

pada pengguna.

Sediaan gel antiacne yang dibuat pada penelitian ini termasuk golongan

hidrogel. Kelebihan hidrogel sebagai sediaan antiacne yaitu komponen dari sistem

penghantaran dan pelepasan obatnya memiliki kompatibilitas yang relatif baik

dengan jaringan biologis (Zatz dan Kushla, 1996). Selain itu hidrogel cocok

sebagai salap tidak berlemak untuk penerapan pada kulit dengan fungsi berlebihan

kelenjar sebaseus (seboroiker) (Voigt, 1994). Hidrogel akan memberi efek

mendinginkan karena evaporasi pelarut. Hidrogel mudah diaplikasikan dan

memberi kelembaban secara instan, tetapi pada penggunaan jangka panjang akan

membuat kulit kering. Dengan demikian, diperlukan humektan seperti gliserol

(43)

meninggalkan rasa berminyak, dan tidak lengket tetapi kering membentuk suatu

lapisan tipis yang dapat dicuci dengan air (Nairn, 1997).

Pada penelitian ini dilakukan optimasi formula gel dengan bahan aktif

perasan jeruk nipis yang menggunakan CMC sebagai gelling agent dan propilen

glikol sebagai humektan. Bahan aktif yang berupa perasan jeruk nipis ini stabil

pada suasana asam. Untuk menjaga kestabilan perasan jeruk nipis dibutuhkan

kondisi yang asam, sehingga sediaan gel antiacne perasan jeruk nipis harus berada

pada suasana asam. CMC dapat digunakan sebagai gelling agent dalam sediaan

gel dengan bahan aktif perasan jeruk nipis karena CMC memiliki stabilitas yang

baik pada suasana asam maupun basa (pH 2-10). Propilen glikol memiliki

stabilitas yang baik pada pH 3-6 (Allen, 2002). Oleh karena itu propilen glikol

dapat digunakan sebagai humektan dalam pembuatan gel antiacne perasan jeruk

nipis.

Gelling agent akan membentuk jaringan struktural yang merupakan

faktor yang sangat penting dalam sistem gel (Zatz dan Kushla, 1996). Penggunaan

humektan pada sediaan gel berfungsi sebagai pelembab, untuk memproteksi

hilangnya air dari sediaan yang dapat mempengaruhi sifat fisik gel. Sifat

higroskopis propilen glikol akan menjaga konsistensi sediaan (Boyland et al.,

1986).

Dua komponen yang akan dioptimasi pada penelitian ini adalah CMC

dan propilen glikol. Metode yang digunakan untuk mengoptimasi adalah desain

faktorial yang diharapkan dapat mengetahui efek CMC, propilen glikol atau

(44)

viskositas) dan stabilitas (persen pergeseran viskositas) gel antiacne perasan jeruk

nipis sehingga ditemukan area komposisi optimum gel antiacne dengan

karakteristik yang dikehendaki.

M.Hipotesis

Pada formula sediaan gel antiacne perasan jeruk nipis (Citrus

aurantifolia Swingle) terdapat hubungan pengaruh yang bermakna antara faktor

CMC, propilen glikol, maupun interaksi keduanya dengan respon yang dihasilkan.

Respon yang dihasilkan meliputi sifat fisik (daya sebar, viskositas) dan stabilitas

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni yang bersifat

eksploratif menggunakan metode desain faktorial dengan dua faktor dan dua level.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah

1) CMC (level rendah : 3,75 g dan level tinggi : 5 g).

2) Propilen glikol (level rendah : 25 g dan level tinggi : 50 g).

b. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik gel (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas gel (persen pergeseran viskositas setelah satu

bulan penyimpanan).

c. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah kecepatan putar (skala 1 pada mixer), lama pencampuran (20 menit), lama

penyimpanan (1 bulan), kondisi penyimpanan selama 1 bulan (temperatur

ruangan), alat-alat percobaan, hewan uji yaitu kelinci (albino), dan luas

punggung kelinci yang dicukur (2,5 cm x 2,5 cm).

d. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu dan kelembaban ruangan.

(46)

2. Definisi operasional

a. Perasan adalah sari buah jeruk nipis yang dibuat dengan juicer kemudian

disentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan putar 4000 rpm dan

diambil bagian supernatannya. Bagian supernatan tersebut dituang ke

dalam corong buchner yang sudah berisi kertas saring dan dipasang di atas

erlenmeyer yang telah diaplikasikan dengan pompa vakum. Supernatan

yang menetes di dalam erlenmeyer merupakan perasan yang siap

digunakan untuk pengujian potensi antibakteri dan pembuatan gel antiacne

pada tahap selanjutnya.

b. Gel antiacne perasan jeruk nipis adalah sediaan semipadat yang dibuat dari perasan jeruk nipis menggunakan gelling agent (CMC) dan humektan

(propilen glikol) sesuai formula yang telah ditentukan, dibuat sesuai

prosedur pembuatan gel pada penelitian ini.

c. Gelling agent adalah bahan pembawa gel di mana merupakan faktor yang akan dioptimasi dalam penelitian ini dan sangat berpengaruh terhadap

bentuk sediaan gel, dalam hal ini adalah CMC.

d. Humektan adalah bahan yang berfungsi sebagai pelembab dalam sediaan gel di mana merupakan faktor yang akan dioptimasi dalam penelitian ini,

dalam hal ini adalah propilen glikol.

e. Sifat fisik dan stabilitas gel adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui kualitas sediaan gel. Dalam penelitian ini sifat fisik sediaan

gel meliputi daya sebar dan viskositas gel, stabilitas sediaan gel meliputi

(47)

f. Zona hambat adalah suatu daerah jernih di sekitar lubang sumuran yang tidak terlihat adanya pertumbuhan mikroba.

g. Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis adalah bakteri yang menginvasi ke dalam pori-pori kulit.

h. Desain faktorial adalah metode optimasi yang memungkinkan untuk mengetahui efek yang dominan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas

gel. Desain faktorial ini digunakan untuk mencari area komposisi optimum

gelling agent (CMC) dan humektan (propilen glikol) berdasarkan

superimposed contour plot yang diprediksi sebagai formula optimum

terbatas pada jumlah gelling agent dan humektan yang diteliti.

i. Faktor adalah besaran yang mempengaruhi respon, dalam penelitian ini digunakan 2 faktor yaitu CMC sebagai faktor A dan propilen glikol

sebagai faktor B.

j. Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor, dalam penelitian ini ada 2 level yaitu level rendah dan level tinggi. Level rendah CMC dinyatakan

dalam jumlah bahan sebanyak 3,75 g dan level tinggi sebanyak 5 g. Level

rendah propilen glikol dinyatakan dalam jumlah bahan sebanyak 25 g dan

level tinggi sebanyak 50 g.

k. Respon adalah besaran yang akan diamati perubahan efeknya, besarnya dapat dikuantitatifkan. Dalam penelitian ini adalah hasil uji sifat fisik gel

(daya sebar dan viskositas) dan stabilitas gel (persen pergeseran

(48)

l. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi level dan faktor. Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata

respon pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah.

m. Contour plot adalah grafik yang digunakan untuk memprediksi area optimum formula berdasar satu parameter kualitas gel antiacne perasan

jeruk nipis.

n. Superimposed contour plot adalah penggabungan garis-garis pada daerah optimum yang telah dipilih pada uji daya sebar, viskositas, dan pergeseran

viskositas gel antiacne perasan jeruk nipis.

o. Area optimum adalah area yang menghasilkan gel dengan daya sebar > 5 cm tetapi < 7 cm (Garg et al., 2002), viskositas 100-200 d.Pa.s, dan persen

pergeseran viskositas (setelah satu bulan penyimpanan) kurang dari 15%

(Zatz dan Kushla,1996).

C. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu perasan jeruk nipis

(Citrus aurantifolia Swingle), CMC (kualitas farmasetis), propilen glikol (kualitas

farmasetis), etanol 70%, metil paraben (kualitas farmasetis), aquadest, media

nutrient agar (Oxoid), media nutrient broth (Oxoid), bakteri Staphylococcus

(49)

D. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu juicer, sentrifuge, pompa

vakum, glasswares (PYREX-GERMANY), neraca (METTLER-TOLEDO),

waterbath, mixer seri SM 2828 (SAYOTA-CHINA), viscotester seri VT 04

(RION-JAPAN), stopwatch, pipet mikro 5-100 µl, autoklaf, Laminar Air Flow

(LAF), inkubator, spektrofotometer UV-Vis seri GenesysTM 6

(Thermospectronic-USA), lemari es.

E. Tata Cara Penelitian

1. Pembuatan perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle)

Ambil beberapa buah jeruk nipis yang kemudian dicuci sampai bersih

dan dikupas kulitnya. Setelah itu daging buah jeruk nipis tersebut dipotong-potong

dan diambil sarinya menggunakan juicer, kemudian sari buah jeruk nipis

disentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan putar 4000 rpm dan diambil

bagian supernatannya. Bagian supernatan tersebut dituang ke dalam corong

buchner yang sudah berisi kertas saring dan dipasang di atas erlenmeyer yang

telah diaplikasikan dengan pompa vakum. Penyaringan dilakukan sebanyak tiga

kali. Supernatan yang tertampung di dalam erlenmeyer digunakan untuk uji

potensi antibakteri dan bahan pembuatan gel antiacne.

2. Uji potensi antibakteri perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle)

Buat seri konsentrasi perasan jeruk nipis 12% (v/v), 16% (v/v), 20%

(v/v), 24% (v/v), dan 28% (v/v) dengan menggunakan aquadest steril sebagai

(50)

dan Staphylococcus epidermidis lalu masukkan ke dalam media nutrient broth.

Ukur Optical Density (OD) dari nutrient broth yang berisi bakteri-bakteri tadi

dengan menggunakan spektrofotometer visibel pada panjang gelombang 600 nm

hingga mencapai kisaran 0,4-0,6.

Ambil media nutrien agar (NA) lalu pour plate dengan 50 µl biakan

bakteri uji, kemudian masukkan ke dalam cawan petri dan biarkan sampai

memadat. Selanjutnya buat lubang dengan pelubang sumuran yang berdiameter 6

mm pada media NA yang telah memadat sebanyak 6 lubang, sebagai tempat

perasan jeruk nipis dengan berbagai variasi konsentrasi, serta aquadest steril

sebagai kontrol negatif. Masing-masing lubang ditambal menggunakan suspensi

bakteri yang sudah diinokulasikan pada media NA dan ditunggu sampai memadat.

Ambil 20 µl setiap seri konsentrasi perasan jeruk nipis dan kontrol negatif,

kemudian masukkan ke dalam setiap lubang pada media NA. Selanjutnya cawan

petri yang sudah berisi bakteri uji dan perasan jeruk nipis beserta kontrolnya

diinkubasikan selama 24 jam pada inkubator yang bersuhu 37oC dan dilakukan

pengamatan setelah inkubasi selama 24 jam.

3. Optimasi pembuatan gel

Formula yang digunakan pada percobaan ini mengacu pada formula gel

sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau (Wijayanti,2008).

Tabel IV. Formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau

CMC 5 Propilen glikol 10

Etanol 11,7

Aquadest 72,5

(51)

Keterangan : *Konsentrasi polifenol teh hijau = 0,022% (b/b)

Dilakukan modifikasi terhadap formula gel sunscreen ekstrak kering

polifenol teh hijau sehingga dihasilkan formula baru sebagai berikut:

Tabel V. Formula gel hasil modifikasi

CMC 5 Propilen glikol 10

Etanol 70% 11,7

Aquadest 53

Perasan jeruk nipis 17,5 Metil paraben 0,3

Penelitian ini menggunakan 2 faktor yaitu CMC dan propilen glikol

dengan 2 level yaitu level rendah dan level tinggi. Level rendah dan level tinggi

CMC dan propilen glikol pada formula gel antiacne perasan jeruk nipis dapat

ditentukan sebagai berikut :

Tabel VI. Level rendah dan level tinggi CMC dan propilen glikol pada formula gel antiacne perasan jeruk nipis

Formula CMC Propilen glikol

1 3,75 g 25 g

a 5 g 25 g

b 3,75 g 50 g

ab 5 g 50 g

Dapat dibuat 4 formula gel antiacne perasan jeruk nipis sebagai berikut:

Tabel VII. Formula gel antiacne perasan jeruk nipis

(52)

Pembuatan gel antiacne perasan jeruk nipis

Masukkan aquadest ke dalam wadah tahan panas kemudian masukkan

CMC ke dalam wadah yang sudah berisi aquadest tadi (1). Letakkan larutan 1 di

atas waterbath yang bersuhu 50-60oC sambil diaduk-aduk. Biarkan sampai CMC

mengembang sempurna, kemudian didinginkan. Propilen glikol dicampurkan ke

larutan 1 yang telah dingin, diaduk dengan mixer dengan kecepatan putar skala 1

selama 20 menit. Pada menit ke-5 ditambahkan metil paraben yang sudah

dilarutkan terlebih dahulu dengan etanol 70%. Pada menit ke-10 ditambahkan

perasan jeruk nipis, diaduk hingga menit ke-20.

4. Uji sifat fisik dan stabilitas gel antiacne perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle)

a. Uji daya sebar. Pengukuran daya sebar sediaan gel dilakukan setelah 48 jam pembuatan. Pengukuran daya sebar dilakukan dengan cara : gel

ditimbang 1 gram kemudian gel diletakkan di tengah lempeng kaca bulat berskala.

Di atas gel diletakkan kaca bulat lain dan pemberat sehingga berat kaca bulat dan

pemberat 125 gram, didiamkan selama 1 menit, kemudian dicatat diameter

sebarnya (Garg et al., 2002).

b. Uji viskositas. Uji viskositas dilakukan dua kali, yaitu setelah 48 jam pembuatan gel dan setelah gel disimpan selama 1 bulan. Masing-masing

formula gel ditentukan viskositasnya dengan menggunakan alat Viscotester Rion

seri VT 04 (Melani, Purwanti, Soeratri, 2005). Ukuran rotor yang digunakan

(53)

5. Uji potensi antibakteri gel antiacne perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle)

Ambil satu atau dua ose dari biakan murni bakteri Staphylococcus aureus

dan Staphylococcus epidermidis lalu masukkan ke dalam media nutrient broth.

Ukur Optical Density (OD) dari nutrient broth yang berisi bakteri-bakteri tadi

dengan menggunakan spektrofotometer visibel pada panjang gelombang 600 nm

hingga mencapai kisaran 0,4-0,6.

Ambil media nutrien agar (NA) lalu pour plate dengan 50 µl biakan

bakteri uji kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri dan dibiarkan sampai

memadat. Selanjutnya buat lubang dengan pelubang sumuran yang berdiameter 6

mm pada media NA yang telah memadat sebanyak 7 lubang, sebagai tempat gel

antiacne perasan jeruk nipis yang direplikasi dan kontrol negatif yang berupa gel

tanpa bahan aktif (gel blangko). Masing-masing lubang ditambal menggunakan

suspensi bakteri yang sudah diinokulasikan pada media NA dan ditunggu sampai

memadat. Ambil 0,1 gram setiap gel antiacne perasan jeruk nipis dan gel tanpa

bahan aktif (gel blangko), kemudian masukkan ke dalam setiap lubang pada

media NA. Selanjutnya cawan petri yang sudah berisi bakteri uji dan gel antiacne

perasan jeruk nipis beserta gel tanpa bahan aktif (gel blangko) diinkubasikan

selama 24 jam pada inkubator yang bersuhu 37oC dan dilakukan pengamatan

setelah inkubasi selama 24 jam.

6. Uji iritasi primer dengan metode Draize

Uji iritasi primer yang dilakukan menggunakan metode Draize dengan

(54)

dioleskan pada kulit punggung kelinci seluas 2,5 cm x 2,5 cm yang telah dicukur,

kemudian olesan tersebut ditutup dengan perban. Tempelan dibiarkan di kulit

selama 4 jam, kemudian dibuka dan diamati terjadinya eritema dan edema pada

interval waktu 1 jam, 24 jam, 48 jam, 72 jam, dan 1 minggu. Terjadinya eritema

dan edema diberi skor sesuai dengan tabel evaluasi reaksi iritasi kulit (Hayes,

2001).

Reaksi yang timbul dievaluasikan berdasarkan skor dalam tabel VIII

sebagai berikut :

Tabel VIII. Evaluasi reaksi iritasi kulit (Lu, 1995)

Jenis iritasi Skor

Eritema Tanpa eritema 0

Eritema hampir tidak nampak 1 Eritema berbatas jelas 2 Eritema moderat sampai berat 3 Eritema berat (merah bit) sampai sedikit membentuk kerak

4

Edema Tanpa edema 0

Edema hampir tidak nampak 1 Edema tepi berbatas jelas 2 Edema moderat (tepi naik ± 1 mm) 3 Edema berat (tepi naik lebih dari 1 mm dan

meluas ke luar daerah pajanan)

4

Skor eritema dan edema keseluruhan pada jam ke-1, 24, 48, 72, dan 1

minggu dirata-rata. Rata-rata ini disebut indeks iritasi primer. Kriteria iritasi

dicocokkan dengan tabel IX sebagai berikut :

Tabel IX. Indeks iritasi (Hayes, 2001)

Indeks iritasi Kriteria iritasi senyawa kimia

0 Tidak mengiritasi

< 2 Kurang merangsang

2-5 Iritan moderat

(55)

F. Analisis Data

Data yang diperoleh dari uji sifat fisik dan stabilitas gel yang meliputi

daya sebar, viskositas, dan persen pergeseran viskositas selanjutnya dianalisis

menggunakan metode desain faktorial. Dari pengolahan data, dapat dihitung efek

CMC, propilen glikol, dan interaksi antara CMC dengan propilen glikol sehingga

dapat diketahui efek yang dominan dalam menentukan setiap sifat fisik dan

stabilitas gel. Dari persamaan desain faktorial dapat dibuat contour plot setiap

sifat fisik dan stabilitas gel. Masing-masing contour plot yang diperoleh kemudian

digabungkan dalam superimposed contour plot dan dicari area komposisi

optimum gelling agent (CMC) dan humektan (propilen glikol) yang diprediksi

sebagai formula gel yang optimum.

Analisis statistik dilakukan dengan Yate’s treatment untuk mengetahui

signifikansi dari setiap faktor dan interaksi dalam mempengaruhi respon.

Berdasarkan analisis statistik ini maka dapat ditentukan ada tidaknya hubungan

dari setiap faktor (CMC, propilen glikol, dan interaksi antara CMC dengan

propilen glikol) terhadap respon. Hal tersebut dapat dilihat dari harga F hitung

yang dibandingkan dengan harga F tabel. Sebelumnya ditentukan hipotesis

terlebih dahulu, hipotesis alternatif (H1) menyatakan bahwa efek CMC level

rendah berbeda dengan level tinggi, efek propilen glikol level rendah berbeda

dengan level tinggi, dan ada interaksi antara CMC dengan propilen glikol,

sedangkan H0 merupakan negasi dari H1 yang menyatakan efek CMC level rendah

tidak berbeda dengan level tinggi, efek propilen glikol level rendah tidak berbeda

(56)

H1 diterima dan H0 ditolak apabila harga F hitung lebih besar daripada harga F

tabel, yang berarti faktor berpengaruh signifikan terhadap respon. F tabel

diperoleh dari Fa (numerator, denominator) dengan taraf kepercayaan 95%.

Derajat bebas faktor dan interaksi (experiment) sebagai numerator, yaitu 1, dan

derajat bebas experimental error sebagai denominator, yaitu 20, sehingga

diperoleh harga F tabel untuk faktor dan interaksi pada semua respon adalah

(57)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembuatan Perasan Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle)

Pada supernatan perasan jeruk nipis yang dihasilkan juga dilakukan uji

organoleptis yang meliputi bentuk, bau, warna, dan rasa. Hasil uji organoleptis

supernatannya yaitu berbentuk cairan; berbau khas; berwarna kuning pucat; dan

rasanya pahit, asam, dan sedikit dingin.

B. Uji Potensi Antibakteri Perasan Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle)

Pengujian potensi antibakteri perasan jeruk nipis ini perlu dilakukan

untuk mengetahui apakah perasan jeruk nipis memiliki kemampuan menghambat

pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri. Bakteri yang akan dihambat

pertumbuhan dan perkembangbiakannya adalah bakteri Staphylococcus aureus

dan Staphylococcus epidermidis. Perasan jeruk nipis yang akan diuji potensi

antibakterinya terdiri dari lima seri konsentrasi yaitu 12% (v/v), 16% (v/v), 20%

(v/v), 24% (v/v), dan 28% (v/v). Kontrol negatif yang digunakan pada uji potensi

antibakteri ini adalah aquadest steril karena aquadest steril digunakan sebagai

pelarut perasan jeruk nipis.

Bakteri uji yang ditanam pada media NA menggunakan teknik pour

plate, hal ini bertujuan supaya bakteri dapat tersebar merata ke seluruh media.

Cawan petri yang sudah berisi bakteri uji dan perasan jeruk nipis beserta

kontrolnya diinkubasikan selama 24 jam pada inkubator yang bersuhu 37oC dan

Gambar

Gambar 3. Grafik hubungan pengaruh CMC (3a) dan propilen glikol (3b) terhadap
Gambar 1. Struktur propilen glikol (Anonim, 1995)
tabel berikut ini (Lu, 1995).
Tabel I. Evaluasi reaksi iritasi kulit (Lu, 1995)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian mengenai efek air perasan buah jeruk nipis (Citrus aurantifolia.. [Christm &amp; Panz] Swingle) terhadap peningkatan kewaspadaan dan ketelitian pada

Mengetahui area optimum gelling agent Carbopol dan humektan propilen glikol yang dapat menghasilkan sediaan gel dari ekstrak etanol daun binahong (Anredera

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi jumlah CMC-Na dan propilenglikol serta interaksi keduanya terhadap sifat fisik cooling gel ekstrak daun petai cina,

Desain faktorial adalah metode optimasi yang memungkinkan untuk mengetahui efek yang dominan dalam menentukan sifat fisik gel, dan digunakan untuk mencari area komposisi optimum

Tidak dapat ditemukan range komposisi optimum humektan gliserol dan propilen glikol dalam formula gel UV Protection endapan perasan wortel ( Daucus carota, Linn.)

Penelitian mengenai optimasi formula gel UV protection endapan perasan umbi wortel ( Daucus carota , L.): tinjauan terhadap humektan propilen glikol dan sorbitol dilakukan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi jumlah CMC-Na dan propilenglikol serta interaksi keduanya terhadap sifat fisik cooling gel ekstrak daun petai cina,

Kesimpulan dari penelitian ini adalah dengan penambahan kadar perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia) yaitu 10%, 20% dan 30% suatu sediaan gel antioksidan