OPTIMA
rus aurantiifolia Swinngle) DENNGAN DESSAIN FAKKTORIALL
OPTIMA
rus aurantiifolia Swinngle) DENNGAN DESSAIN FAKKTORIALL
Skripsi
OPTIMASI CMC SEBAGAI GELLING AGENT DAN PROPILEN GLIKOL SEBAGAI HUMEKTAN PADA FORMULA SEDIAAN
GEL ANTIACNE PERASAN JERUK NIPIS
(Citrus aurantifolia Swingle) DENGAN DESAIN FAKTORIAL
Yang diajukan oleh:
Margaretha Angela Giovanny Bintoro
NIM : 058114056
telah disetujui oleh
Pembimbing
(Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt.) tanggal 13 Agustus 2009
God make a way very beautiful when the time is right
remember and believe that doesn’t matter how difficult your life
just wait and He will make a way for you
YESTERDAY is history,
TOMORROW is a mistery,
TODAY is a gift,
that’s why it’s called the present!
When He prepare wonderful things
He begin with difficulties…
When He prepare very wonderful things
He begin with impossibility…
Specially dedicated to :
Everyone who I love,
Jesus Christ my family (Dad, Mom, n my lovely sister Frisca)
my friends and my almamater
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Margaretha Angela Giovanny Bintoro
Nomor Mahasiswa : 058114056
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
OPTIMASI CMC SEBAGAI GELLING AGENT DAN PROPILEN GLIKOL
SEBAGAI HUMEKTAN PADA FORMULA SEDIAAN GEL ANTIACNE
PERASAN JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia Swingle) DENGAN DESAIN
FAKTORIAL
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 13 Agustus 2009
Yang menyatakan
(Margaretha Angela Giovanny Bintoro)
PRAKATA
Segala puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa atas segala berkat, kasih karunia, rahmat, dan penyertaan-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Optimasi CMC
sebagai Gelling Agent dan Propilen glikol sebagai Humektan pada Formula
Sediaan Gel Antiacne Perasan Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) dengan
Desain Faktorial” dengan baik sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Strata Satu Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Program Studi Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis
banyak mengalami permasalahan dan kesulitan. Semua kelancaran dan
keberhasilan penulis menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak
lepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis ingin secara khusus mengucapkan terima kasih kepada :
1. Jesus Christ untuk semua berkat, kasih karunia, anugerah, dan rencana-Nya
yang selalu indah pada waktunya.
2. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Ibu Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktu dalam memberikan arahan dan mendampingi
penulis selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Agatha Budi Susiana Lestari, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran dan kritik sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
5. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran dan kritik sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
6. My family (Papi, Mami, and my lovely sister Frisca) atas segala doa, kasih
sayang, perhatian, dan dukungannya selama ini.
7. Teman-teman penelitianku Omega, Ong, Ade, Berto, Made atas kerja sama
dan kebersamaannya selama menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi
ini.
8. Kiki Aditya atas segala doa, semangat, dan dukungan yang diberikan kepada
penulis.
9. Nia, Diana, Yokhe, Lina Chang, Rias, Ong, Omega, Paulina, Aya, Nia Deta,
Eva, Lussy, Jovan, Rosye, Widia, Linna, Yuyun, Lisa Pus, dan teman-teman
FST serta FKK angkatan 2005 atas kebersamaan, suka duka selama kuliah dan
praktikum serta dukungan yang diberikan kepada penulis.
10.Ci Cipi, Ci Dian K. yang telah membantu dan memberikan semangat dalam
menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
11.Mas Wagiran, Mas Sigit, Pak Musrifin, Mas Agung, Pak Iswandi, Mas Bimo,
Mas Heru, Mas Parjiman, Mas Kayat, Mas Ottok, Mas Kunto, Pak Parlan, dan
laboran-laboran lain yang telah banyak membantu selama penelitian.
12.Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian dan
penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis telah berusaha sebaik-baiknya untuk menyelesaikan penelitian
dan penyusunan skripsi ini. Namun penulis menyadari bahwa dalam penelitian
dan penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun. Akhir kata,
semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan ilmu
pengetahuan.
Yogyakarta, 13 Agustus 2009
Penulis
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 13 Agustus 2009
Penulis
(Margaretha Angela Giovanny Bintoro)
INTISARI
Jerawat merupakan salah satu masalah kulit yang pernah dialami oleh sebagian besar orang. Jeruk nipis merupakan salah satu bahan alam yang sudah terbukti khasiatnya secara empiris dapat mengobati masalah jerawat. Pada penelitian ini akan digunakan perasan jeruk nipis sebagai bahan aktif dalam pembuatan sediaan gel antiacne. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek yang dominan dari CMC, propilen glikol, dan interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel antiacne perasan jeruk nipis. Selain itu juga bertujuan untuk mendapatkan area komposisi optimum CMC dan propilen glikol pada formula gel antiacne perasan jeruk nipis.
Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni yang bersifat eksploratif menggunakan desain faktorial dengan 2 faktor dan 2 level. CMC dan propilen glikol digunakan sebagai faktor, masing-masing dalam level rendah dan level tinggi. Optimasi dilakukan terhadap parameter sifat fisik dan stabilitas gel yang meliputi daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas setelah gel disimpan selama 1 bulan. Analisis statistiknya menggunakan Yate’s treatment
dengan taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa CMC dominan dalam menentukan respon daya sebar dan viskositas gel. Interaksi antara CMC dengan propilen glikol dominan dalam menentukan respon pergeseran viskositas gel. Pada superimposed contour plot ditemukan area komposisi optimum CMC dan propilen glikol yang diprediksikan sebagai formula optimum gel antiacne perasan jeruk nipis.
Kata kunci : perasan jeruk nipis, CMC, propilen glikol, desain faktorial, gel
antiacne
ABSTRACT
Acne is one of skin problem which has been experienced by most of people. Lime is one of nature substance which has been empirically virtue evidenced can heal acne problem. At this research will be used distillation of lime as active substance in making antiacne gel. The purposes of this research were to know the dominant effect among CMC, propylene glycol, and interaction between CMC and propylene glycol in order to determine physical properties and stability from distillation of lime antiacne gel. The other purpose was to get optimum composition area of CMC and propylene glycol on distillation of lime antiacne gel formula.
This research was a pure experimental study with explorative characteristic based on factorial design with 2 factors and 2 levels. CMC and propylene glycol were used as factors, each on low level and high level. Optimization were done at parameter of physical properties and gel stability which include spreadability, viscocity, and viscocity shift after gel was storage during 1 month. Statistic analysis used Yate’s treatment with 95% level of confidence.
The result of this research showed that CMC dominant in determining spreadability and viscocity gel response. Interaction between CMC with propylene glycol dominant in determining viscocity shift gel response. At superimposed contour plot was found optimum composition area of CMC and propylene glycol which was predicted as optimum formula of lime’s distillation antiacne gel.
Keywords : distillation of lime, CMC, propylene glycol, factorial design, antiacne gel
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined. HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi
PRAKATA ... vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... x
INTISARI ... xi
ABSTRACT ... xii
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang... 1
1. Permasalahan ... 5
2. Keaslian penelitian ... 5
3. Manfaat penelitian ... 5
B. Tujuan Penelitian ... 6
1. Tujuan umum ... 6
2. Tujuan khusus ... 6
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 8
A. Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) ... 8
1. Klasifikasi tanaman ... 8
2. Morfologi tanaman ... 8
3. Nama daerah ... 9
4. Kandungan kimia ... 9
B. Gel ... 10
C. CMC (carboxymethyl cellulose) ... 11
D. Propilen glikol ... 12
E. Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Gel ... 13
1. Daya sebar ... 13
2. Viskositas ... 13
3. Pergeseran viskositas ... 14
F. Jerawat ... 14
G. Staphylococcus aureus ... 15
H. Staphylococcus epidermidis ... 16
I. Uji Potensi Antibakteri ... 17
1. Metode difusi ... 17
2. Metode dilusi ... 18
J. Iritasi Primer ... 18
K. Desain Faktorial... 19
L. Landasan Teori ... 22
M. Hipotesis ... 25
BAB III. METODE PENELITIAN ... 26
A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 26
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 26
1. Variabel penelitian ... 26
2. Definisi operasional ... 27
C. Bahan Penelitian ... 29
D. Alat Penelitian ... 30
E. Tata Cara Penelitian ... 30
1. Pembuatan perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) ... 30
2. Uji potensi antibakteri perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) ... 30
3. Optimasi pembuatan gel ... 31
4. Uji sifat fisik dan stabilitas gel antiacne perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) ... 33
5. Uji potensi antibakteri gel antiacne perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) ... 34
6. Uji iritasi primer dengan metode Draize ... 34
F. Analisis Data ... 36
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38
A. Pembuatan Perasan Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) ... 38
B. Uji Potensi Antibakteri Perasan Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) ... 38
C. Optimasi Pembuatan Gel ... 40
D. Sifat Fisik dan Stabilitas Gel ... 44
1. Daya sebar ... 45
2. Viskositas ... 48
3. Pergeseran viskositas ... 51
E. Uji Potensi Antibakteri Gel Antiacne Perasan Jeruk Nipis ... 54
F. Optimasi Formula ... 56
1. Daya sebar ... 57
2. Viskositas ... 58
3. Pergeseran viskositas ... 59
4. Superimposed contour plot ... 60
G. Uji Iritasi Primer dengan Metode Draize ... 61
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 63
A. Kesimpulan ... 63
B. Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 64
LAMPIRAN ... 67
BIOGRAFI PENULIS ... 93
DAFTAR TABEL
Tabel I. Evaluasi reaksi iritasi kulit (Lu, 1995) ... 19
Tabel II. Indeks iritasi (Hayes, 2001) ... 19
Tabel III. Notasi formula desain faktorial ... 20
Tabel IV. Formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau ... 31
Tabel V. Formula gel hasil modifikasi ... 32
Tabel VI. Level rendah dan level tinggi CMC dan propilen glikol pada formula gel antiacne perasan jeruk nipis ... 32
Tabel VII. Formula gel antiacne perasan jeruk nipis ... 32
Tabel VIII. Evaluasi reaksi iritasi kulit (Lu, 1995) ... 35
Tabel IX. Indeks iritasi (Hayes, 2001) ... 35
Tabel X. Potensi antibakteri perasan jeruk nipis dan kontrol yang ditunjukkan dengan diameter zona hambat dalam satuan cm ... 39
Tabel XI. Hasil pengukuran sifat fisik dan stabilitas gel antiacne perasan jeruk nipis ... 44
Tabel XII. Efek CMC, propilen glikol, dan interaksi dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel antiacne perasan jeruk nipis ... 45
Tabel XIII. Hasil perhitungan Yate’s treatment pada respon daya sebar ... 47
Tabel XV. Hasil perhitungan Yate’s treatment pada respon pergeseran viskositas ... 54
Tabel XVII. Persamaan desain faktorial berbagai pengujian ... 56
Tabel XVIII. Skor indeks iritasi primer dalam uji iritasi primer gel antiacne perasan jeruk nipis pada kulit kelinci ... 62
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur propilen glikol (Anonim, 1995) ... 12
Gambar 2. Grafik hubungan pengaruh CMC (2a) dan propilen glikol (2b) terhadap daya sebar gel ... 46
Gambar 3. Grafik hubungan pengaruh CMC (3a) dan propilen glikol (3b) terhadap viskositas gel ... 49
Gambar 4. Grafik hubungan pengaruh CMC (4a) dan propilen glikol (4b) terhadap pergeseran viskositas gel ... 52
Gambar 5. Contour plot daya sebar gel ... 57
Gambar 6. Contour plot viskositas gel ... 58
Gambar 7. Contour plot pergeseran viskositas gel ... 60
Gambar 8. Superimposedcontour plot gel antiacne perasan jeruk nipis ... 61
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Diameter Zona Hambat Perasan Jeruk Nipis ... 67
Lampiran 2. Penimbangan Formula ... 68
Lampiran 3. Notasi dan Formula Desain Faktorial ... 69
Lampiran 4. Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Gel Antiacne Perasan Jeruk Nipis dan Perhitungan Persamaan Desain Faktorial serta Diameter Zona Hambat Gel Antiacne Perasan Jeruk Nipis terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis ... 70
Lampiran 5. Perhitungan Yate’s treatment... 80
Lampiran 6. Perhitungan Evaluasi Uji Iritasi Primer ... 86
Lampiran 7. Dokumentasi ... 88
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Jerawat merupakan salah satu masalah kulit yang pernah dialami oleh
sebagian besar orang. Jerawat merupakan kondisi abnormal kulit akibat gangguan
berlebihan produksi kelenjar minyak (sebaceous gland) yang menyebabkan
penyumbatan saluran folikel rambut dan pori-pori kulit. Keadaan ini sering
dialami oleh mereka yang berusia remaja dan dewasa muda, dan akan menghilang
secara spontan pada usia sekitar 20-30 tahun. Tetapi banyak orang yang sudah
mencapai usia baya tetapi masih timbul jerawat (Price dan Wilson, 1985).
Jerawat akan timbul pada wajah, leher terutama bagian belakang,
punggung bagian atas, dada bagian depan, bahu dan telinga (Brown dan Burns,
2005). Timbulnya jerawat terutama pada remaja disebabkan karena beberapa
faktor seperti keseimbangan hormonal, infeksi bakteri, stress, makanan atau
penggunaan kosmetik (Chomnawang, Surassmo, Nukoolkarn, Gritsanapan, 2005).
Salah satu faktor penting yang dapat menyebabkan timbulnya jerawat
adalah meningkatnya produksi hormon testosteron yang dimiliki oleh tubuh pria
dan wanita. Dengan meningkatnya produksi hormon testosteron ini dapat memicu
timbulnya jerawat dengan merangsang kelenjar minyak untuk memproduksi
minyak kulit (sebum) secara berlebihan, sehingga dapat menyebabkan terjadinya
penyumbatan pada saluran kelenjar minyak dan pembentukan komedo. Hal ini
dapat mengakibatkan peradangan pada kulit. Jika penyumbatan yang terjadi
semakin besar, komedo terbuka muncul sehingga terjadi interaksi dengan bakteri
jerawat (Anonim, 2006). Bakteri-bakteri yang dapat menyebabkan jerawat antara
lain Propionibacterium acne yang bersifat anaerob fakultatif, Staphylococcus
aureus yang bersifat aerob dan anaerob fakultatif, dan Staphylococcus epidermidis
yang bersifat aerob dan anaerob (Holt, Krieg, Sneath, Staley, Williams, 2000).
Sediaan antiacne yang beredar di pasaran umumnya berupa lotion, sabun,
cream, emulsi, dan suspensi. Namun karena keterbatasan dari masing-masing
bentuk sediaan tersebut, maka perlu dibuat bentuk sediaan lain yang memiliki
sifat fisik dan estetika yang lebih baik yaitu gel. Meskipun sediaan gel antiacne
sudah ada di pasaran tetapi masih jarang ditemui. Sediaan gel juga memiliki
konsistensi yang lembut, mampu melekat dalam waktu yang lama, serta dapat
memberikan sensasi dingin, dan tidak meninggalkan bekas saat digunakan
sehingga akan meningkatkan kenyamanan pada pengguna.
Sediaan gel antiacne yang dibuat pada penelitian ini termasuk golongan
hidrogel. Hidrogel ini dipilih sebagai sediaan antiacne karena komponen dari
sistem penghantaran dan pelepasan obatnya memiliki kompatibilitas yang relatif
baik dengan jaringan biologis (Zatz dan Kushla, 1996). Selain itu hidrogel cocok
sebagai salap tidak berlemak untuk penerapan pada kulit dengan fungsi berlebihan
kelenjar sebaseus (seboroiker) (Voigt, 1994). Hidrogel akan memberi efek
mendinginkan karena evaporasi pelarut. Hidrogel mudah diaplikasikan dan
memberi kelembaban secara instan, tetapi pada penggunaan jangka panjang akan
membuat kulit kering. Dengan demikian, diperlukan humektan seperti gliserol
meninggalkan rasa berminyak, dan tidak lengket tetapi kering membentuk suatu
lapisan tipis yang dapat dicuci dengan air (Nairn, 1997).
Pada penelitian ini digunakan bahan alam sebagai bahan aktif dari
sediaan gel antiacne karena lebih aman dibandingkan bahan kimia yang sintesis
maupun semisintesis. Banyak bahan alam yang dapat berkhasiat sebagai antiacne,
salah satunya adalah jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle). Hal ini sudah
terbukti secara empiris di kalangan masyarakat. Banyak masyarakat yang sudah
menggunakan jeruk nipis untuk mengobati masalah jerawat, misalnya dengan
memotong buah jeruk nipis masak tipis-tipis, kemudian menggosokkan potongan
tersebut pada bagian muka yang berjerawat dan berminyak (Dalimartha, 2000).
Penggunaan jeruk nipis di atas membutuhkan persiapan yang tidak praktis. Untuk
mengatasi masalah tidak praktis tersebut maka ada baiknya jika jeruk nipis
tersebut diformulasikan menjadi bentuk sediaan yang lebih praktis saat akan
menggunakannya, oleh karena itu pada penelitian ini akan digunakan perasan
jeruk nipis sebagai bahan aktif dalam pembuatan sediaan gel antiacne. Selain itu
jeruk nipis juga dapat membantu mengurangi produksi minyak kulit yang ada di
wajah sehingga akan menambah khasiat dari gel antiacne yang dibuat. Bagian
jeruk nipis yang digunakan dalam pembuatan gel antiacne ini adalah perasan
buahnya.
Pembuatan formula gel antiacne perasan jeruk nipis ini menggunakan
CMC sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan. Gelling agent
untuk kebutuhan farmasi dan sediaan kosmetik harus bersifat inert, aman, dan
yang digunakan dalam sediaan gel antiacne perasan jeruk nipis ini stabil pada
suasana asam. Untuk menjaga kestabilan perasan jeruk nipis dibutuhkan kondisi
yang asam, sehingga sediaan gel antiacne perasan jeruk nipis harus berada pada
suasana asam. CMC dapat digunakan sebagai gelling agent dalam sediaan gel
dengan bahan aktif perasan jeruk nipis karena CMC memiliki stabilitas yang baik
pada suasana asam maupun basa (pH 2-10). Propilen glikol memiliki stabilitas
yang baik pada pH 3-6 (Allen, 2002). Oleh karena itu propilen glikol dapat
digunakan sebagai humektan dalam pembuatan gel antiacne perasan jeruk nipis.
Gelling agent dan humektan merupakan bagian yang sangat berpengaruh
terhadap kualitas fisik dari sediaan gel. Gelling agent akan membentuk jaringan
struktural yang merupakan faktor yang sangat penting dalam sistem gel (Zatz dan
Kushla, 1996). Humektan akan menjaga kestabilan sediaan gel dengan cara
mengabsorpsi lembab dari lingkungan dan mengurangi penguapan air dari
sediaan. Selain menjaga kestabilan sediaan, secara tidak langsung humektan juga
dapat mempertahankan kelembaban kulit sehingga kulit tidak kering (Harry,
1982). Oleh karena itu penggunaan gelling agent dan humektan perlu diperhatikan
komposisinya.
Untuk menentukan komposisi gelling agent dan humektan yang optimum
dapat digunakan metode desain faktorial dengan dua faktor yaitu CMC dan
propilen glikol, serta dua level yaitu level rendah dan level tinggi. Selain itu
metode desain faktorial dapat digunakan untuk mengetahui efek yang dominan
antara CMC, propilen glikol, dan interaksi keduanya dalam menentukan sifat
antiacne (Voigt, 1994). Dari uraian di atas, diharapkan dari penelitian ini dapat
diperoleh area komposisi optimum gel antiacne perasan jeruk nipis (Citrus
aurantifolia Swingle) dengan sifat fisik dan stabilitas gel antiacne perasan jeruk
nipis (Citrus aurantifolia Swingle) yang dikehendaki.
1. Permasalahan
a. Berapakah konsentrasi perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle)
yang dapat berpotensi sebagai antibakteri sehingga dapat digunakan
sebagai bahan aktif dalam pembuatan gel antiacne pada penelitian ini?
b. Manakah yang dominan antara CMC, propilen glikol, dan interaksi
keduanya dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel antiacne perasan
jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle)?
c. Apakah dapat ditemukan area komposisi optimum CMC dengan propilen
glikol pada superimposed contour plot yang diprediksikan sebagai formula
optimum gel antiacne perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle)?
2. Keaslian penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan oleh penulis, penelitian
tentang optimasi formula gel antiacne perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia
Swingle) menggunakan CMC sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai
humektan dengan menggunakan metode desain faktorial belum pernah dilakukan.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah
mengenai aplikasi desain faktorial tentang bentuk sediaan gel antiacne yang
menggunakan bahan aktif yang berasal dari alam.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengetahui efek
dominan dari CMC, propilen glikol, atau interaksi keduanya dalam
menentukan sifat fisik dan stabilitas gel antiacne. Selain itu juga bermanfaat
untuk mengetahui komposisi formula optimum berdasarkan superimposed
contour plot sifat fisik dan stabilitas gel antiacne yang menggunakan bahan
aktif yang berasal dari alam.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan sediaan gel antiacne dengan
bahan aktif perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) yang memenuhi sifat
fisik dan stabilitas tertentu dan mempunyai aktivitas sebagai antiacne.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui konsentrasi perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle)
yang dapat berpotensi sebagai antibakteri sehingga dapat digunakan
sebagai bahan aktif dalam pembuatan gel antiacne pada penelitian ini.
b. Mengetahui yang dominan antara CMC, propilen glikol, dan interaksi
keduanya dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel antiacne perasan
c. Mengetahui apakah dapat ditemukan area komposisi optimum CMC
dengan propilen glikol pada superimposed contour plot yang diprediksikan
sebagai formula optimum gel antiacne perasan jeruk nipis (Citrus
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle) 1. Klasifikasi tanaman
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Rutales
Suku : Rutaceae
Marga : Citrus
Jenis : Citrus aurantifolia Swingle (Dalimartha, 2000).
2. Morfologi tanaman
Jeruk nipis ditanam di pekarangan atau di kebun, dapat tumbuh pada
tanah yang kurang subur, mudah mendapatkan air dan mendapat sinar matahari
penuh. Jeruk nipis berasal dari kepulauan Hindia Timur. Di Indonesia tanaman ini
dapat ditemukan pada ketinggian 1-1000 m di atas permukaan laut. Pohon kecil
bercabang lebat, tetapi tidak beraturan, tinggi 1,5-3,5 m, batang bulat, berduri
pendek, kaku, dan tajam. Daun tunggal, tangkai daun bersayap sempit. Bunga
majemuk, bunga berbentuk bintang, diameter 1,5-2,5 cm, berwarna putih, baunya
harum. Buahnya buah buni, berbentuk bulat telur, diameter 2,5-5 cm, berkulit tipis
tanpa benjolan, berwarna hijau yang akan menjadi kuning jika matang, rasanya
asam. Bijinya banyak, kecil-kecil, licin, bulat telur sungsang (Dalimartha, 2000).
3. Nama daerah
Menurut Dalimartha (2000), di Indonesia tanaman jeruk nipis
mempunyai nama yang berlainan, antara lain :
Sumatera : kelangsa (Aceh)
Jawa : jeruk nipis (Sunda), jeruk pecel (Jawa)
Nusa Tenggara : jeruk alit, kaputungan, lemo (Bali), dongaceta (Bima),
mudutelong (Flores), jeru (Sawu), mudakenelo (Solor),
delomakii (Roti)
Kalimantan : lemau nepis
Sulawesi : lomo ape, lemo kapasa (Bugis), lemo kadasa (Makasar)
Maluku : puhat em nepi (Buru), ahusi hinsi, aupsifis (Seram), inta,
lemoneis, ausinepis, usinepese (Ambon), wanabeudu
(Halmahera)
4. Kandungan kimia
Jeruk nipis mengandung minyak terbang limonene dan linalool. Selain
itu, juga mengandung flavonoid, seperti poncirin, hesperidine, choifolin, dan
naringin. Buah masak mengandung synephrine dan N-methyltyramine. Di
samping itu, juga mengandung asam sitrat, kalsium, fosfor, besi, dan vitamin (A,
B. Gel
Gel merupakan sistem semisolid yang terdiri dari dispersi
molekul-molekul kecil atau besar di dalam pembawa cairan berair yang membentuk seperti
jeli dengan penambahan gelling agent. Di antara gelling agent yang digunakan
berupa makromolekul sintetik, seperti carbomer 934, derivat selulosa
(karboksimetilselulosa atau hidroksipropil metilselulosa), dan natural gum
(tragacanth) (Allen, Popovich, Ansel, 2005).
Gel dapat diklasifikasikan menjadi dua sistem. Sistem pertama membagi
gel menjadi inorganik dan organik. Sistem kedua membagi gel menjadi hidrogel
dan organogel dengan penambahan beberapa subkategori (Allen et al., 2005).
Menurut Buchmann (2001), hidrogel adalah sistem hidrofilik yang
utamanya terdiri dari 85-95% air atau campuran aqueous-alcoholic dan gelling
agent. Polimer organik yang biasa digunakan adalah asam poliakrilat (carbopol),
natrium karboksimetilselulosa, atau selulosa non ionik lainnya.
Hidrogel adalah sediaan semisolid yang mengandung material polimer
yang mempunyai kemampuan untuk mengembang dalam air tanpa larut dan bisa
menyimpan air dalam strukturnya. Hidrogel merupakan sistem yang
menyebabkan air tidak bisa bergerak karena adanya polimer tidak larut. Salah
satu alasan disukainya hidrogel sebagai komponen dari sistem penghantaran dan
pelepasan obat adalah kompatibilitasnya yang relatif baik dengan jaringan
biologis (Zatz dan Kushla, 1996).
Hidrogel akan memberi efek mendinginkan karena evaporasi pelarut.
penggunaan jangka panjang akan membuat kulit kering. Dengan demikian,
diperlukan humektan seperti gliserol (Buchmann, 2001).
Hidrogel lebih disukai oleh konsumen karena tidak meninggalkan rasa
berminyak, dan tidak lengket tetapi kering membentuk suatu lapisan tipis yang
dapat dicuci dengan air (Nairn, 1997).
Gel pada penggunaan topikal sebaiknya tidak terlalu lengket.
Penggunaan gelling agent dengan konsentrasi yang terlalu tinggi atau penggunaan
gelling agent dengan bobot molekul yang terlalu besar akan menghasilkan gel
yang susah diaplikasikan. Gelling agent dapat membentuk jaringan struktur yang
merupakan faktor yang penting dalam sistem gel. Peningkatan jumlah gelling
agent dapat memperkuat jaringan struktur gel sehingga terjadi kenaikan viskositas
(Zatz dan Kushla, 1996).
C. CMC (carboxymethyl cellulose)
CMC merupakan salah satu derivat selulosa, CMC merupakan senyawa
anionik yang dapat digunakan sebagai thickening agent atau stabilizing agent
(Osol, 1980). CMC dengan konsentrasi 4-6% dapat digunakan sebagai basis gel.
Presipitasi dapat terjadi pada pH kurang dari 2; stabil pada pH antara 2-10, dengan
stabilitas maksimum pada pH 7-8 (Allen, 2002).
CMC memiliki sifat alir pseudoplastik di mana adanya tekanan akan
menyebabkan terjadinya penurunan viskositas. CMC memiliki sifat yang mudah
larut dalam air panas atau air dingin tapi sukar larut dalam pelarut organik. CMC
berat molekul dan derajat substitusi. Karakteristik gel yang dihasilkan seperti
konsistensi dan viskositas tergantung pada konsentrasi polimer dan berat
molekulnya (Zatz dan Kushla, 1996).
D. Propilen glikol
Propilen glikol merupakan cairan kental, jernih, tidak berwarna; rasa
khas; praktis tidak berbau; menyerap air pada udara lembab. Dapat bercampur
dengan air, dengan aseton, dan dengan kloroform; larut dalam eter dan dalam
beberapa minyak esensial; tetapi tidak dapat bercampur dengan minyak lemak.
Rumus molekul propilenglikol adalah C3H8O2 (Anonim, 1995).
H2C OH
C H OH
CH3
Gambar 1. Struktur propilen glikol (Anonim, 1995)
Propilen glikol digunakan sebagai humektan, pelarut, dan plasticizer.
Dapat pula sebagai desinfektan, penstabil vitamin, dan kosolven larut air
(Boyland, Cooper, Chowhan, 1986). Pada konsentrasi 15-30% propilen glikol
berfungsi sebagai pengawet (Rowe, Shesky, Owen, 2006). Propilen glikol
digunakan sebagai gelling agent pada konsentrasi 1-5%, stabil pada pH 3-6 dan
harus mengandung pengawet (Allen, 2002). Propilen glikol digunakan sebagai
humectant pada konsentrasi 10% sampai 20% (Voigt, 1994).
Propilen glikol merupakan bahan yang tidak berbahaya dan aman
digunakan pada produk kosmetik dengan konsentrasi lebih dari 50%. Propilen
subkutan atau injeksi intramuskular, dan telah dilaporkan tidak terjadi reaksi
hipersensitivitas pada 38% pemakai propilen glikol secara topikal (Loden, 2001).
E. Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Gel 1. Daya sebar
Daya sebar berhubungan dengan sudut kontak tiap tetes cairan atau
preparasi semisolid yang berhubungan langsung dengan koefisien friksi. Faktor
yang mempengaruhi daya sebar adalah formulanya kaku atau tidak, kecepatan dan
lama tekanan yang menghasilkan kelengketan, serta temperatur pada tempat aksi.
Kecepatan penyebaran bergantung pada viskositas formula, kecepatan evaporasi
pelarut dan kecepatan peningkatan viskositas karena evaporasi (Garg, Aggarwal,
Garg, Singla, 2002).
2. Viskositas
Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk
mengalir; semakin tinggi viskositas maka semakin besar pula tahanannya (Martin
dan Bustamante, 1993). Viskositas, elastisitas dan rheologi merupakan
karakteristik formulasi yang penting dalam produk akhir sediaan semisolid.
Peningkatan viskositas akan menurunkan daya sebar (Garg et al., 2002).
Dalam penyimpanannya, gel dapat berupa tiksotropik, membentuk semi
padat jika dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan (Anonim, 1995).
Tiksotropik merupakan suatu pemulihan yang isoterm dan lambat pada pendiaman
dapat diterapkan untuk bahan-bahan dengan tipe aliran plastis dan pseudoplastis
(Martin dan Bustamante, 1993).
3. Pergeseran viskositas
Beberapa faktor yang bertanggungjawab terhadap pergeseran viskositas
adalah perubahan agen pembentuk viskositas atau interaksi dengan sistem pada
kondisi istirahat. Hasil depolimerisasi akan menurunkan rata-rata berat molekul
sehingga akan menurunkan viskositas. Pada umumnya, viskositas akan mencapai
nilai plateau setelah satu atau dua minggu. Gel akan menunjukkan pergeseran
viskositas yang kecil pada variasi temperatur penyimpanan yang normal. (Zatz
dan Kushla, 1996).
F. Jerawat
Jerawat merupakan suatu proses peradangan kronik kelenjar-kelenjar
pilosebasea (Price dan Wilson, 1985). Jerawat merupakan penyakit yang
disebabkan oleh aktivitas hormon dan substansi lain pada kelenjar minyak yang
ada di kulit (sebaceous glands) dan folikel-folikel rambut. Faktor-faktor ini
berperan pada penyumbatan pori-pori dan pecahnya luka yang biasa disebut
jerawat atau zits (Anonim, 2006). Penyumbatan disebabkan oleh pembentukan
mikrokomedo yang berkembang menjadi komedo atau luka inflamasi (Leyden,
1997).
Penyebaran jerawat ini sesuai dengan daerah kelenjar pilosebasea dan
terjadi meliputi wajah, leher, dada, punggung dan bahu. Etiologi jerawat ini
penderita jerawat, terutama jerawat kistik. Berbagai jenis make-up dasar yang
mengandung minyak sering memperberat jerawat, juga jenis minyak eksterna dan
krim pelembab. Kecuali itu, kortikosteroid sistemik, yodida dan atau dilantin juga
dapat memperberat jerawat. Hormon androgen memperberat jerawat, sedangkan
pil keluarga berencana yang mengandung estrogen dapat menghilangkan jerawat
(Price dan Wilson, 1985).
Mikroorganisme seperti Propionibacterium acnes, Staphylococcus
aureus, dan Staphylococcus epidermidis berkembang biak dalam kondisi
lingkungan yang dihasilkan dari perpaduan sebum yang berlebihan dan sel folikel
sehingga menghasilkan mediator proinflammatory penyebab inflamasi (Kumar,
Jayaveera, Kumar, Swamy, Sanjay, Kumar, 2007). Propionibacterium acnes
termasuk bakteri gram positif dan bersifat anaerob fakultatif tetapi memiliki
variabel aerotolerance, pertumbuhan optimalnya pada temperatur 30-37oC (Holt
et al., 2000). Jumlah bakteri Propionibacterium jerawat meningkat pada unit-unit
pilosebasea pasien penderita jerawat. Penderita jerawat juga membentuk lebih
banyak sebum (Price dan Wilson, 1985).
Tujuan utama dari pengobatan jerawat adalah mengurangi proses
peradangan kelenjar pilosebasea sampai terjadinya penghentian spontan
gejala-gejala (Price dan Wilson, 1985).
G. Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bentuk koagulase-positif, hal ini
utama bagi manusia. Hampir setiap orang akan mengalami beberapa tipe infeksi
Staphylococcus aureus sepanjang hidupnya, bervariasi mulai dari keracunan
makanan atau infeksi kulit ringan sampai infeksi berat yang mengancam jiwa
(Jawetz, Melnick, Adelberg, 1996).
Staphylococcus aureus tumbuh paling cepat pada suhu 37oC, tetapi
membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25oC). Staphylococcus
aureus membentuk koloni berwarna abu-abu sampai kuning emas tua.
Metabolisme dapat dilakukan secara aerob dan anaerob. Bakteri ini menyebabkan
penyakit pada hampir semua jaringan tubuh yang terutama adalah abses.
Staphylococcus aureus merupakan flora normal pada rongga hidung bagian
depan, perineum, saluran pencernaan, atau kulit (Jawetz et al., 1996).
Pada jerawat, lipase Staphylococcus aureus melepaskan asam-asam
lemak dari lipid dan menyebabkan iritasi jaringan. Staphylococcus aureus bersifat
patogen dan invasif (Jawetz et al., 1996).
H. Staphylococcus epidermidis
Staphylococcus epidermidis adalah organisme anaerobik yang
menyebabkan infeksi superficial pada sebasea dan menyebabkan timbulnya nanah
sehingga menimbulkan inflamasi pada jerawat (Kumar et.al., 2007).
Staphylococcus epidermidis merupakan Staphylococcus
koagulase-negatif. Koloni Staphylococcus epidermidis berwarna abu-abu sampai putih pada
isolasi pertama. Stafilokokus koagulase-negatif merupakan flora normal manusia
I. Uji Potensi Antibakteri
Antibakteri adalah obat pembasmi bakteri, khususnya bakteri yang
merugikan manusia. Obat yang digunakan untuk membasmi bakteri penyebab
infeksi pada manusia harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin.
Artinya obat tersebut harus bersifat sangat toksik untuk bakteri, tetapi relatif tidak
toksik untuk hospes (Anonim, 1995).
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, antibakteri bersifat menghambat
pertumbuhan bakteri (bacteriostatic) dan membunuh bakteri (bacteriocide). Kadar
minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri atau
membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai Kadar Hambat Minimal (KHM)
dan Kadar Bunuh Minimal (KBM). Antibakteri tertentu aktivitasnya dapat
meningkat dari bacteriostatic menjadi bacteriocide bila kadar antibakterinya
ditingkatkan (Anonim, 1995).
Pengukuran aktivitas antibakteri secara in vitro dapat dilakukan dengan
metode difusi dan dilusi (Jawetz et al., 1996).
1. Metode difusi
Prinsip pemeriksaan antibakteri dengan metode difusi ini adalah dengan
pengukuran diameter hambatan obat, berdasarkan kemampuan obat untuk
berdifusi ke dalam media tempat bakteri uji. Cakram kertas atau paper disk yang
mengandung antibiotika atau zat uji diletakkan di atas atau apabila dengan cara
sumuran zat tersebut dimasukkan ke dalam sumuran. Besarnya daerah difusi
sesuai dengan hambatan bakteri uji dan sebanding dengan kadar yang diberikan
2. Metode dilusi
Prinsipnya adalah larutan uji diencerkan hingga diperoleh beberapa
konsentrasi, kemudian masing-masing konsentrasi larutan uji ditambahkan
suspensi bakteri dalam media. Untuk dilusi padat, tiap konsentrasi larutan uji
dicampurkan ke dalam media agar (Hugo dan Russel, 1987).
J. Iritasi Primer
Iritasi adalah suatu reaksi pada kulit oleh zat kimia, misalnya alkali kuat,
asam kuat, pelarut dan detergen. Beratnya bermacam-macam dari hyperemia,
edema dan vesikulasi sampai pemborokan. Iritasi primer terjadi di tempat kontak
dan umumnya pada sentuhan pertama (Lu, 1995).
Iritasi primer kulit diukur dengan suatu teknik uji tempel pada kulit lecet
atau kulit utuh kelinci yang rambutnya dicukur. Minimum digunakan enam
subyek untuk tiap preparat yang diuji (masing-masing tiga ekor). Metode ini
dilakukan dengan memasukkan di bawah tempelan satu inci 0,5 ml (bila cair) atau
0,5 g (bila padat dan semipadat) bahan uji. Untuk zat kimia yang padat, sebaiknya
zat ini dicoba dilarutkan dalam pelarut yang sesuai dan larutan itu dioleskan.
Seluruh badan hewan kemudian dibungkus dengan kain berlapis selama 24, 48,
dan 72 jam periode pajanan. Prosedur terakhir ini membantu dalam
mempertahankan tempelan uji pada posisinya, dan selain itu, mencegah
penguapan zat-zat yang mudah menguap. Setelah 24 jam pertama pajanan,
tempelan dibuang dan reaksi yang timbul dievaluasikan berdasarkan skor dalam
Tabel I. Evaluasi reaksi iritasi kulit (Lu, 1995)
Jenis iritasi Skor
Eritema Tanpa eritema 0
Eritema hampir tidak nampak 1 Eritema berbatas jelas 2 Eritema moderat sampai berat 3 Eritema berat (merah bit) sampai sedikit membentuk kerak
4
Edema Tanpa edema 0
Edema hampir tidak nampak 1 Edema tepi berbatas jelas 2 Edema moderat (tepi naik ± 1 mm) 3 Edema berat (tepi naik lebih dari 1 mm dan
meluas ke luar daerah pajanan)
4
Setelah pengamatan selesai dilakukan, kemudian dilakukan perhitungan
indeks iritasi primer berdasarkan jumlah eritema dan jumlah edema yang mungkin
terdapat pada kulit hewan uji dengan rumus di bawah ini :
, , , ,
Berdasarkan indeks iritasi primer yang diperoleh dapat diketahui kriteria
iritasi dari masing-masing formula yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel II. Indeks iritasi (Hayes, 2001)
Indeks iritasi Kriteria iritasi senyawa kimia
0 Tidak mengiritasi
< 2 Kurang merangsang
2-5 Iritan moderat
>5 Iritan berat
K. Desain Faktorial
Desain faktorial adalah metode rasional untuk menyimpulkan dan
kualitas produk. Metode desain faktorial memungkinkan kita mengetahui faktor
dominan yang berpengaruh terhadap kualitas produk atau mengetahui interaksi di
antara faktor-faktor tersebut (Voigt, 1994).
Desain faktorial adalah desain optimasi yang dipilih untuk menentukan
pengaruh secara simultan dari beberapa faktor dan interaksinya. Desain faktorial
merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu teknik untuk memberikan model
hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas. Model
yang diperoleh dari analisis tersebut berupa persamaan matematika (Bolton,
1990).
Dalam desain faktorial terdapat beberapa istilah yaitu faktor, level, efek,
dan respon. Faktor merupakan setiap besaran yang mempengaruhi respon (Voigt,
1994). Level merupakan nilai atau tetapan untuk faktor. Pada percobaan dengan
desain faktorial, perlu ditetapkan level yang diteliti, meliputi level rendah dan
level tinggi. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi tingkat dari
faktor. Interaksi atau efek faktor merupakan rata-rata respon pada level tinggi
dikurangi rata-rata respon pada level rendah. Respon merupakan sifat atau hasil
percobaan yang diamati. Respon yang diukur harus dapat dikuantitatifkan (Bolton,
1990).
Penelitian desain faktorial yang paling sederhana adalah penelitian
dengan 2 faktor dan 2 level (Armstrong dan James, 1996).
Tabel III. Notasi formula desain faktorial
Formula A B Interaksi
Keterangan :
- = level rendah
+ = level tinggi
Formula 1 = faktor A pada level rendah, faktor B pada level rendah
Formula a = faktor A pada level tinggi, faktor B pada level rendah
Formula b = faktor A pada level rendah, faktor B pada level tinggi
Formula ab = faktor A pada level tinggi, faktor B pada level tinggi
Persamaan umum untuk desain faktorial adalah :
Y = b0 + b1XA + b2XB + b12XAXB (1)
Keterangan :
Y = respon hasil atau sifat yang diamati
XA, XB = level faktor A dan B
b0, b1, b2, b12 = koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan
Besarnya efek dapat dihitung dengan mengurangkan rata-rata respon
pada level tinggi dengan rata-rata respon pada level rendah (Bolton, 1990).
Interaksi dapat diketahui dari grafik hubungan respon dan level faktor.
Jika kurva menunjukkan garis sejajar, maka dapat dikatakan bahwa tidak ada
interaksi antar eksipien dalam menentukan respon. Jika kurva menunjukkan garis
yang tidak sejajar, maka dapat dikatakan bahwa ada interaksi antar eksipien dalam
menentukan respon (Bolton, 1990).
Desain faktorial memiliki beberapa keuntungan. Metode ini memiliki
efisiensi yang maksimum untuk memperkirakan efek yang dominan dalam
menentukan respon. Keuntungan utama desain faktorial adalah bahwa metode ini
memungkinkan untuk mengidentifikasi efek masing-masing faktor, maupun efek
interaksi antar faktor. Metode ini ekonomis, dapat mengurangi jumlah penelitian
jika dibandingkan dengan meneliti dua efek faktor secara terpisah (Bolton, 1990).
L. Landasan Teori
Menurut Price dan Wilson (1985), Anonim (2006), dan Kumar et al.
(2007), timbulnya jerawat dapat disebabkan oleh adanya aktivitas hormon atau
substansi lain pada kelenjar minyak di kulit atau bisa juga disebabkan oleh
penyumbatan pada pilosebaseus dan peradangan yang umumnya dipicu oleh
bakteri Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus
epidermidis.
Jeruk nipis merupakan salah satu bahan alam yang sudah terbukti
khasiatnya secara empiris dapat mengobati masalah jerawat. Banyak masyarakat
yang sudah menggunakan jeruk nipis untuk mengobati masalah jerawat, misalnya
potongan tersebut pada bagian muka yang berjerawat dan berminyak (Dalimartha,
2000). Penggunaan jeruk nipis di atas membutuhkan persiapan yang tidak praktis.
Untuk mengatasi masalah tidak praktis tersebut maka ada baiknya jika jeruk nipis
tersebut diformulasikan menjadi bentuk sediaan yang lebih praktis saat akan
menggunakannya, oleh karena itu pada penelitian ini akan digunakan perasan
jeruk nipis sebagai bahan aktif dalam pembuatan sediaan gel antiacne.
Di pasar sudah banyak beredar bentuk sediaan antiacne yang umumnya
berupa lotion, sabun, cream, emulsi, dan suspensi. Namun karena keterbatasan
dari masing-masing bentuk sediaan tersebut, maka pada penelitian ini dibuat
bentuk sediaan gel. Sediaan gel memiliki konsistensi yang lembut, mampu
melekat dalam waktu yang lama, serta memberikan sensasi dingin dan tidak
meninggalkan bekas saat digunakan sehingga akan meningkatkan kenyamanan
pada pengguna.
Sediaan gel antiacne yang dibuat pada penelitian ini termasuk golongan
hidrogel. Kelebihan hidrogel sebagai sediaan antiacne yaitu komponen dari sistem
penghantaran dan pelepasan obatnya memiliki kompatibilitas yang relatif baik
dengan jaringan biologis (Zatz dan Kushla, 1996). Selain itu hidrogel cocok
sebagai salap tidak berlemak untuk penerapan pada kulit dengan fungsi berlebihan
kelenjar sebaseus (seboroiker) (Voigt, 1994). Hidrogel akan memberi efek
mendinginkan karena evaporasi pelarut. Hidrogel mudah diaplikasikan dan
memberi kelembaban secara instan, tetapi pada penggunaan jangka panjang akan
membuat kulit kering. Dengan demikian, diperlukan humektan seperti gliserol
meninggalkan rasa berminyak, dan tidak lengket tetapi kering membentuk suatu
lapisan tipis yang dapat dicuci dengan air (Nairn, 1997).
Pada penelitian ini dilakukan optimasi formula gel dengan bahan aktif
perasan jeruk nipis yang menggunakan CMC sebagai gelling agent dan propilen
glikol sebagai humektan. Bahan aktif yang berupa perasan jeruk nipis ini stabil
pada suasana asam. Untuk menjaga kestabilan perasan jeruk nipis dibutuhkan
kondisi yang asam, sehingga sediaan gel antiacne perasan jeruk nipis harus berada
pada suasana asam. CMC dapat digunakan sebagai gelling agent dalam sediaan
gel dengan bahan aktif perasan jeruk nipis karena CMC memiliki stabilitas yang
baik pada suasana asam maupun basa (pH 2-10). Propilen glikol memiliki
stabilitas yang baik pada pH 3-6 (Allen, 2002). Oleh karena itu propilen glikol
dapat digunakan sebagai humektan dalam pembuatan gel antiacne perasan jeruk
nipis.
Gelling agent akan membentuk jaringan struktural yang merupakan
faktor yang sangat penting dalam sistem gel (Zatz dan Kushla, 1996). Penggunaan
humektan pada sediaan gel berfungsi sebagai pelembab, untuk memproteksi
hilangnya air dari sediaan yang dapat mempengaruhi sifat fisik gel. Sifat
higroskopis propilen glikol akan menjaga konsistensi sediaan (Boyland et al.,
1986).
Dua komponen yang akan dioptimasi pada penelitian ini adalah CMC
dan propilen glikol. Metode yang digunakan untuk mengoptimasi adalah desain
faktorial yang diharapkan dapat mengetahui efek CMC, propilen glikol atau
viskositas) dan stabilitas (persen pergeseran viskositas) gel antiacne perasan jeruk
nipis sehingga ditemukan area komposisi optimum gel antiacne dengan
karakteristik yang dikehendaki.
M.Hipotesis
Pada formula sediaan gel antiacne perasan jeruk nipis (Citrus
aurantifolia Swingle) terdapat hubungan pengaruh yang bermakna antara faktor
CMC, propilen glikol, maupun interaksi keduanya dengan respon yang dihasilkan.
Respon yang dihasilkan meliputi sifat fisik (daya sebar, viskositas) dan stabilitas
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni yang bersifat
eksploratif menggunakan metode desain faktorial dengan dua faktor dan dua level.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
1) CMC (level rendah : 3,75 g dan level tinggi : 5 g).
2) Propilen glikol (level rendah : 25 g dan level tinggi : 50 g).
b. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik gel (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas gel (persen pergeseran viskositas setelah satu
bulan penyimpanan).
c. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah kecepatan putar (skala 1 pada mixer), lama pencampuran (20 menit), lama
penyimpanan (1 bulan), kondisi penyimpanan selama 1 bulan (temperatur
ruangan), alat-alat percobaan, hewan uji yaitu kelinci (albino), dan luas
punggung kelinci yang dicukur (2,5 cm x 2,5 cm).
d. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu dan kelembaban ruangan.
2. Definisi operasional
a. Perasan adalah sari buah jeruk nipis yang dibuat dengan juicer kemudian
disentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan putar 4000 rpm dan
diambil bagian supernatannya. Bagian supernatan tersebut dituang ke
dalam corong buchner yang sudah berisi kertas saring dan dipasang di atas
erlenmeyer yang telah diaplikasikan dengan pompa vakum. Supernatan
yang menetes di dalam erlenmeyer merupakan perasan yang siap
digunakan untuk pengujian potensi antibakteri dan pembuatan gel antiacne
pada tahap selanjutnya.
b. Gel antiacne perasan jeruk nipis adalah sediaan semipadat yang dibuat dari perasan jeruk nipis menggunakan gelling agent (CMC) dan humektan
(propilen glikol) sesuai formula yang telah ditentukan, dibuat sesuai
prosedur pembuatan gel pada penelitian ini.
c. Gelling agent adalah bahan pembawa gel di mana merupakan faktor yang akan dioptimasi dalam penelitian ini dan sangat berpengaruh terhadap
bentuk sediaan gel, dalam hal ini adalah CMC.
d. Humektan adalah bahan yang berfungsi sebagai pelembab dalam sediaan gel di mana merupakan faktor yang akan dioptimasi dalam penelitian ini,
dalam hal ini adalah propilen glikol.
e. Sifat fisik dan stabilitas gel adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui kualitas sediaan gel. Dalam penelitian ini sifat fisik sediaan
gel meliputi daya sebar dan viskositas gel, stabilitas sediaan gel meliputi
f. Zona hambat adalah suatu daerah jernih di sekitar lubang sumuran yang tidak terlihat adanya pertumbuhan mikroba.
g. Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis adalah bakteri yang menginvasi ke dalam pori-pori kulit.
h. Desain faktorial adalah metode optimasi yang memungkinkan untuk mengetahui efek yang dominan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas
gel. Desain faktorial ini digunakan untuk mencari area komposisi optimum
gelling agent (CMC) dan humektan (propilen glikol) berdasarkan
superimposed contour plot yang diprediksi sebagai formula optimum
terbatas pada jumlah gelling agent dan humektan yang diteliti.
i. Faktor adalah besaran yang mempengaruhi respon, dalam penelitian ini digunakan 2 faktor yaitu CMC sebagai faktor A dan propilen glikol
sebagai faktor B.
j. Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor, dalam penelitian ini ada 2 level yaitu level rendah dan level tinggi. Level rendah CMC dinyatakan
dalam jumlah bahan sebanyak 3,75 g dan level tinggi sebanyak 5 g. Level
rendah propilen glikol dinyatakan dalam jumlah bahan sebanyak 25 g dan
level tinggi sebanyak 50 g.
k. Respon adalah besaran yang akan diamati perubahan efeknya, besarnya dapat dikuantitatifkan. Dalam penelitian ini adalah hasil uji sifat fisik gel
(daya sebar dan viskositas) dan stabilitas gel (persen pergeseran
l. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi level dan faktor. Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata
respon pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah.
m. Contour plot adalah grafik yang digunakan untuk memprediksi area optimum formula berdasar satu parameter kualitas gel antiacne perasan
jeruk nipis.
n. Superimposed contour plot adalah penggabungan garis-garis pada daerah optimum yang telah dipilih pada uji daya sebar, viskositas, dan pergeseran
viskositas gel antiacne perasan jeruk nipis.
o. Area optimum adalah area yang menghasilkan gel dengan daya sebar > 5 cm tetapi < 7 cm (Garg et al., 2002), viskositas 100-200 d.Pa.s, dan persen
pergeseran viskositas (setelah satu bulan penyimpanan) kurang dari 15%
(Zatz dan Kushla,1996).
C. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu perasan jeruk nipis
(Citrus aurantifolia Swingle), CMC (kualitas farmasetis), propilen glikol (kualitas
farmasetis), etanol 70%, metil paraben (kualitas farmasetis), aquadest, media
nutrient agar (Oxoid), media nutrient broth (Oxoid), bakteri Staphylococcus
D. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu juicer, sentrifuge, pompa
vakum, glasswares (PYREX-GERMANY), neraca (METTLER-TOLEDO),
waterbath, mixer seri SM 2828 (SAYOTA-CHINA), viscotester seri VT 04
(RION-JAPAN), stopwatch, pipet mikro 5-100 µl, autoklaf, Laminar Air Flow
(LAF), inkubator, spektrofotometer UV-Vis seri GenesysTM 6
(Thermospectronic-USA), lemari es.
E. Tata Cara Penelitian
1. Pembuatan perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle)
Ambil beberapa buah jeruk nipis yang kemudian dicuci sampai bersih
dan dikupas kulitnya. Setelah itu daging buah jeruk nipis tersebut dipotong-potong
dan diambil sarinya menggunakan juicer, kemudian sari buah jeruk nipis
disentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan putar 4000 rpm dan diambil
bagian supernatannya. Bagian supernatan tersebut dituang ke dalam corong
buchner yang sudah berisi kertas saring dan dipasang di atas erlenmeyer yang
telah diaplikasikan dengan pompa vakum. Penyaringan dilakukan sebanyak tiga
kali. Supernatan yang tertampung di dalam erlenmeyer digunakan untuk uji
potensi antibakteri dan bahan pembuatan gel antiacne.
2. Uji potensi antibakteri perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle)
Buat seri konsentrasi perasan jeruk nipis 12% (v/v), 16% (v/v), 20%
(v/v), 24% (v/v), dan 28% (v/v) dengan menggunakan aquadest steril sebagai
dan Staphylococcus epidermidis lalu masukkan ke dalam media nutrient broth.
Ukur Optical Density (OD) dari nutrient broth yang berisi bakteri-bakteri tadi
dengan menggunakan spektrofotometer visibel pada panjang gelombang 600 nm
hingga mencapai kisaran 0,4-0,6.
Ambil media nutrien agar (NA) lalu pour plate dengan 50 µl biakan
bakteri uji, kemudian masukkan ke dalam cawan petri dan biarkan sampai
memadat. Selanjutnya buat lubang dengan pelubang sumuran yang berdiameter 6
mm pada media NA yang telah memadat sebanyak 6 lubang, sebagai tempat
perasan jeruk nipis dengan berbagai variasi konsentrasi, serta aquadest steril
sebagai kontrol negatif. Masing-masing lubang ditambal menggunakan suspensi
bakteri yang sudah diinokulasikan pada media NA dan ditunggu sampai memadat.
Ambil 20 µl setiap seri konsentrasi perasan jeruk nipis dan kontrol negatif,
kemudian masukkan ke dalam setiap lubang pada media NA. Selanjutnya cawan
petri yang sudah berisi bakteri uji dan perasan jeruk nipis beserta kontrolnya
diinkubasikan selama 24 jam pada inkubator yang bersuhu 37oC dan dilakukan
pengamatan setelah inkubasi selama 24 jam.
3. Optimasi pembuatan gel
Formula yang digunakan pada percobaan ini mengacu pada formula gel
sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau (Wijayanti,2008).
Tabel IV. Formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau
CMC 5 Propilen glikol 10
Etanol 11,7
Aquadest 72,5
Keterangan : *Konsentrasi polifenol teh hijau = 0,022% (b/b)
Dilakukan modifikasi terhadap formula gel sunscreen ekstrak kering
polifenol teh hijau sehingga dihasilkan formula baru sebagai berikut:
Tabel V. Formula gel hasil modifikasi
CMC 5 Propilen glikol 10
Etanol 70% 11,7
Aquadest 53
Perasan jeruk nipis 17,5 Metil paraben 0,3
Penelitian ini menggunakan 2 faktor yaitu CMC dan propilen glikol
dengan 2 level yaitu level rendah dan level tinggi. Level rendah dan level tinggi
CMC dan propilen glikol pada formula gel antiacne perasan jeruk nipis dapat
ditentukan sebagai berikut :
Tabel VI. Level rendah dan level tinggi CMC dan propilen glikol pada formula gel antiacne perasan jeruk nipis
Formula CMC Propilen glikol
1 3,75 g 25 g
a 5 g 25 g
b 3,75 g 50 g
ab 5 g 50 g
Dapat dibuat 4 formula gel antiacne perasan jeruk nipis sebagai berikut:
Tabel VII. Formula gel antiacne perasan jeruk nipis
Pembuatan gel antiacne perasan jeruk nipis
Masukkan aquadest ke dalam wadah tahan panas kemudian masukkan
CMC ke dalam wadah yang sudah berisi aquadest tadi (1). Letakkan larutan 1 di
atas waterbath yang bersuhu 50-60oC sambil diaduk-aduk. Biarkan sampai CMC
mengembang sempurna, kemudian didinginkan. Propilen glikol dicampurkan ke
larutan 1 yang telah dingin, diaduk dengan mixer dengan kecepatan putar skala 1
selama 20 menit. Pada menit ke-5 ditambahkan metil paraben yang sudah
dilarutkan terlebih dahulu dengan etanol 70%. Pada menit ke-10 ditambahkan
perasan jeruk nipis, diaduk hingga menit ke-20.
4. Uji sifat fisik dan stabilitas gel antiacne perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle)
a. Uji daya sebar. Pengukuran daya sebar sediaan gel dilakukan setelah 48 jam pembuatan. Pengukuran daya sebar dilakukan dengan cara : gel
ditimbang 1 gram kemudian gel diletakkan di tengah lempeng kaca bulat berskala.
Di atas gel diletakkan kaca bulat lain dan pemberat sehingga berat kaca bulat dan
pemberat 125 gram, didiamkan selama 1 menit, kemudian dicatat diameter
sebarnya (Garg et al., 2002).
b. Uji viskositas. Uji viskositas dilakukan dua kali, yaitu setelah 48 jam pembuatan gel dan setelah gel disimpan selama 1 bulan. Masing-masing
formula gel ditentukan viskositasnya dengan menggunakan alat Viscotester Rion
seri VT 04 (Melani, Purwanti, Soeratri, 2005). Ukuran rotor yang digunakan
5. Uji potensi antibakteri gel antiacne perasan jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle)
Ambil satu atau dua ose dari biakan murni bakteri Staphylococcus aureus
dan Staphylococcus epidermidis lalu masukkan ke dalam media nutrient broth.
Ukur Optical Density (OD) dari nutrient broth yang berisi bakteri-bakteri tadi
dengan menggunakan spektrofotometer visibel pada panjang gelombang 600 nm
hingga mencapai kisaran 0,4-0,6.
Ambil media nutrien agar (NA) lalu pour plate dengan 50 µl biakan
bakteri uji kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri dan dibiarkan sampai
memadat. Selanjutnya buat lubang dengan pelubang sumuran yang berdiameter 6
mm pada media NA yang telah memadat sebanyak 7 lubang, sebagai tempat gel
antiacne perasan jeruk nipis yang direplikasi dan kontrol negatif yang berupa gel
tanpa bahan aktif (gel blangko). Masing-masing lubang ditambal menggunakan
suspensi bakteri yang sudah diinokulasikan pada media NA dan ditunggu sampai
memadat. Ambil 0,1 gram setiap gel antiacne perasan jeruk nipis dan gel tanpa
bahan aktif (gel blangko), kemudian masukkan ke dalam setiap lubang pada
media NA. Selanjutnya cawan petri yang sudah berisi bakteri uji dan gel antiacne
perasan jeruk nipis beserta gel tanpa bahan aktif (gel blangko) diinkubasikan
selama 24 jam pada inkubator yang bersuhu 37oC dan dilakukan pengamatan
setelah inkubasi selama 24 jam.
6. Uji iritasi primer dengan metode Draize
Uji iritasi primer yang dilakukan menggunakan metode Draize dengan
dioleskan pada kulit punggung kelinci seluas 2,5 cm x 2,5 cm yang telah dicukur,
kemudian olesan tersebut ditutup dengan perban. Tempelan dibiarkan di kulit
selama 4 jam, kemudian dibuka dan diamati terjadinya eritema dan edema pada
interval waktu 1 jam, 24 jam, 48 jam, 72 jam, dan 1 minggu. Terjadinya eritema
dan edema diberi skor sesuai dengan tabel evaluasi reaksi iritasi kulit (Hayes,
2001).
Reaksi yang timbul dievaluasikan berdasarkan skor dalam tabel VIII
sebagai berikut :
Tabel VIII. Evaluasi reaksi iritasi kulit (Lu, 1995)
Jenis iritasi Skor
Eritema Tanpa eritema 0
Eritema hampir tidak nampak 1 Eritema berbatas jelas 2 Eritema moderat sampai berat 3 Eritema berat (merah bit) sampai sedikit membentuk kerak
4
Edema Tanpa edema 0
Edema hampir tidak nampak 1 Edema tepi berbatas jelas 2 Edema moderat (tepi naik ± 1 mm) 3 Edema berat (tepi naik lebih dari 1 mm dan
meluas ke luar daerah pajanan)
4
Skor eritema dan edema keseluruhan pada jam ke-1, 24, 48, 72, dan 1
minggu dirata-rata. Rata-rata ini disebut indeks iritasi primer. Kriteria iritasi
dicocokkan dengan tabel IX sebagai berikut :
Tabel IX. Indeks iritasi (Hayes, 2001)
Indeks iritasi Kriteria iritasi senyawa kimia
0 Tidak mengiritasi
< 2 Kurang merangsang
2-5 Iritan moderat
F. Analisis Data
Data yang diperoleh dari uji sifat fisik dan stabilitas gel yang meliputi
daya sebar, viskositas, dan persen pergeseran viskositas selanjutnya dianalisis
menggunakan metode desain faktorial. Dari pengolahan data, dapat dihitung efek
CMC, propilen glikol, dan interaksi antara CMC dengan propilen glikol sehingga
dapat diketahui efek yang dominan dalam menentukan setiap sifat fisik dan
stabilitas gel. Dari persamaan desain faktorial dapat dibuat contour plot setiap
sifat fisik dan stabilitas gel. Masing-masing contour plot yang diperoleh kemudian
digabungkan dalam superimposed contour plot dan dicari area komposisi
optimum gelling agent (CMC) dan humektan (propilen glikol) yang diprediksi
sebagai formula gel yang optimum.
Analisis statistik dilakukan dengan Yate’s treatment untuk mengetahui
signifikansi dari setiap faktor dan interaksi dalam mempengaruhi respon.
Berdasarkan analisis statistik ini maka dapat ditentukan ada tidaknya hubungan
dari setiap faktor (CMC, propilen glikol, dan interaksi antara CMC dengan
propilen glikol) terhadap respon. Hal tersebut dapat dilihat dari harga F hitung
yang dibandingkan dengan harga F tabel. Sebelumnya ditentukan hipotesis
terlebih dahulu, hipotesis alternatif (H1) menyatakan bahwa efek CMC level
rendah berbeda dengan level tinggi, efek propilen glikol level rendah berbeda
dengan level tinggi, dan ada interaksi antara CMC dengan propilen glikol,
sedangkan H0 merupakan negasi dari H1 yang menyatakan efek CMC level rendah
tidak berbeda dengan level tinggi, efek propilen glikol level rendah tidak berbeda
H1 diterima dan H0 ditolak apabila harga F hitung lebih besar daripada harga F
tabel, yang berarti faktor berpengaruh signifikan terhadap respon. F tabel
diperoleh dari Fa (numerator, denominator) dengan taraf kepercayaan 95%.
Derajat bebas faktor dan interaksi (experiment) sebagai numerator, yaitu 1, dan
derajat bebas experimental error sebagai denominator, yaitu 20, sehingga
diperoleh harga F tabel untuk faktor dan interaksi pada semua respon adalah
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pembuatan Perasan Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle)
Pada supernatan perasan jeruk nipis yang dihasilkan juga dilakukan uji
organoleptis yang meliputi bentuk, bau, warna, dan rasa. Hasil uji organoleptis
supernatannya yaitu berbentuk cairan; berbau khas; berwarna kuning pucat; dan
rasanya pahit, asam, dan sedikit dingin.
B. Uji Potensi Antibakteri Perasan Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle)
Pengujian potensi antibakteri perasan jeruk nipis ini perlu dilakukan
untuk mengetahui apakah perasan jeruk nipis memiliki kemampuan menghambat
pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri. Bakteri yang akan dihambat
pertumbuhan dan perkembangbiakannya adalah bakteri Staphylococcus aureus
dan Staphylococcus epidermidis. Perasan jeruk nipis yang akan diuji potensi
antibakterinya terdiri dari lima seri konsentrasi yaitu 12% (v/v), 16% (v/v), 20%
(v/v), 24% (v/v), dan 28% (v/v). Kontrol negatif yang digunakan pada uji potensi
antibakteri ini adalah aquadest steril karena aquadest steril digunakan sebagai
pelarut perasan jeruk nipis.
Bakteri uji yang ditanam pada media NA menggunakan teknik pour
plate, hal ini bertujuan supaya bakteri dapat tersebar merata ke seluruh media.
Cawan petri yang sudah berisi bakteri uji dan perasan jeruk nipis beserta
kontrolnya diinkubasikan selama 24 jam pada inkubator yang bersuhu 37oC dan