1
PENGARUH KONSENTRASI HPMC DAN PROPILEN GLIKOL TERHADAP SIFAT DAN STABILITAS FISIK SEDIAAN GEL EKSTRAK
PEGAGAN (Centella asiatica (L.) Urban)
AGNES TITIANA RATIH DAMAYANTI, T.N. SAIFULLAH SULAIMAN
INTISARI
Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) adalah herba famili Apiaceae yang memiliki tiga senyawa utama yaitu asiatikosida, madekasosida dan asam asiatat. Ketiga senyawa tersebut berkhasiat dalam menyembuhkan luka bakar dengan memacu sintesis kolagen, mempunyai efek antiinflamasi dan berperan sebagai antimikroba. Sediaan gel biasa digunakan sebagai obat luka karena dengan kandungan air yang tinggi akan meredakan stres yang terjadi pada luka. Untuk itulah konsentrasi gelling agent dan humektan dalam sediaan gel perlu diperhatikan agar gel memiliki sifat fisik yang baik sebagai sediaan penyembuh luka.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi HPMC dan propilen glikol di dalam gel terhadap sifat fisik meliputi organoleptis, pH, viskositas, daya sebar, dan stabilitasnya selama cycling test. Ekstrak Pegagan diperoleh dengan metode maserasi. Pada penelitian ini dibuat 5 formula dengan perbandingan HPMC:propilen glikol pada formula 1 (1,5%:15,5%), formula 2 (1,75%:15,25%), formula 3 (2%:15), formula 4 (2,25%:14,75), formula 5 (2,5%:14,5). Pengamatan terhadap sifat fisik dilakukan pada 48 jam setelah formulasi dan pada setiap siklus cycling test. Analisis data sifat fisik dan perubahan sifat fisik (viskositas dan daya sebar) dilakukan dengan one way ANOVA.
Hasil pengujian sifat fisik gel menunjukkan peningkatan konsentrasi HPMC dapat meningkatkan viskositas, menurunkan daya sebar dan tidak berpengaruh pada organoleptis (warna, bentuk, bau) dan pH. Hasil uji stabilitas dengan cycling test menunjukkan bahwa kelima formula stabil pada keenam siklus yang dijalankan. Sifat organoleptis dan pH tidak berubah karena siklus yang dijalankan.
2 ABSTRACT
Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) is a herbaceous Apiaceae family which has three main compounds, namely asiaticoside, madecassoside and asiatic acid. These three compounds are efficacious in treating burns to stimulate collagen synthesis, has anti-inflammatory properties and acts as an antimicrobial. Hydrogels used as cure wounds because of the high water content will relieve the stress that occurs in the wound. That is why the concentration of gelling agent and humectant in gel dosage form should be noted so the gels having good physical properties as wound healing preparations.
This study aims to determine the effect of variations in the concentration of HPMC and propylene glycol in the gel on physical properties include organoleptic, pH, viscosity, dispersive power and physical stability during cycling test. Centella asiatica extract obtained by maceration method. Created 5 formulas with a ratio HPMC: propylene glycol in the formula 1 (1.5%: 15.5%), the formula 2 (1.75%: 15.25%), the formula 3 (2%: 15), the formula 4 (2.25%: 14.75%), the formula 5 (2.5%: 14.5%). Observations on the physical properties performed at 48 hours after formulation and at each cycle in cycling test. The data analysis of physical properties and changes in physical properties (viscosity and dispersive power) is performed by one-way ANOVA.
The testing result on the physical properties of the gel showed an increase in the concentration of HPMC can increase the viscosity, lower dispersive power and does not affect the organoleptic (color, shape, smell) and pH. Results of the stability test with a cycling test showed that the five formulas stable at the sixth cycle run. Organoleptic properties and pH were not affected by the cycle.
PENGARUH KONSENTRASI HPMC DAN
PROPILEN GLIKOL TERHADAP SIFAT DAN STABILITAS
FISIK SEDIAAN GEL EKSTRAK PEGAGAN
(Centella asiatica (L.) Urban)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Agnes Titiana Ratih Damayanti
NIM : 128114054
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
PENGARUH KONSENTRASI HPMC DAN
PROPILEN GLIKOL TERHADAP SIFAT DAN STABILITAS
FISIK SEDIAAN GEL EKSTRAK PEGAGAN
(Centella asiatica (L.) Urban)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Agnes Titiana Ratih Damayanti
NIM : 128114054
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
ii
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini untuk:
Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria,
orang tuaku, Teguh Budi P. dan E. Nunuk Sudaryanti,
yang tersayang, W. Abisatya P.,
Sahabat – sahabatku,
vii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
semua berkat dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “PENGARUH KONSENTRASI HPMC DAN PROPILEN
GLIKOL TERHADAP SIFAT FISIK DAN STABILITAS GEL EKSTRAK
PEGAGAN (Centella asiatica (L.) Urban)” sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma ,
Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan naskah ini penulis
mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan
tulus penulis hendak menyampaikan ungkapan terimakasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Pengasih, yang telah memberikan berkat sehingga
penelitian dan penyusunan skripsi ini berjalan dengan baik.
2. Teguh Budi Prasetya dan Nunuk Sudaryanti, selaku orang tua penulis, dan
adik, Vianda Prastika Maharani, yang memberikan dukungan dalam belajar.
3. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
4. Bapak Dr. Teuku Nanda Saifullah Sulaiman, M.Si., Apt., selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan serta motivasi selama
penelitian.
5. Bapak Yohanes Dwiatmaka M.Si., dan Ibu Wahyuning Setyani M.Sc., Apt.,
selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan yang membangun bagi
viii
6. Bapak Enade Perdana Istyastono, Ph.D., Apt., selaku dosen pembimbing
akademik yang telah mendampingi dan memberikan perhatian hingga penulis
menyelesaikan perkuliahan dengan baik.
7. Ibu Agustina Setiawati, S.Farm., M.Si., Apt., selaku Kepala Laboratorium
Fakultas Farmasi Sanata Dharma.
8. Pak Musrifin, Pak Mukminin, Mas Agung, Mas Bimo, serta semua laboran,
satpam, dan karyawan yang telah membantu penulis selama penelitian.
9. CV Marapi Farma Herbal dan PT. Brataco, yang telah membantu pengadaan
bahan penelitian yang baik.
10.Rekan seperjuangan selama penelitian, Patricia Valentina Hendriana dan Putri
Wulandari untuk setiap kerja sama selama penelitian.
11.Sahabat – sahabat terbaik, Kathrin, Dika, Titi, Firzha, Mella, Destra, Dita,
Ara, Ika, Nina, Novi, dan Lintang, untuk dukungan, semangat dan doanya.
12.Wilhelmus Abisatya P. dan keluarga untuk doa, dukungan dan kesediaannya
menampung curahan hati selama penulis menjalankan penelitian.
13.Teman – teman Farmasi angkatan 2012, khususnya FST A 2012 untuk semua
kebersamaan, kenangan dan penerimaan hingga berhasil menyelesaikan
perkuliahan bersama – sama.
14.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu
penulis dalam proses penelitian hingga penyusunan naskah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih memiliki
banyak kekurangan karena keterbatasan pengetahuan serta hal – hal lain diluar
ix
saran dan kritik yang membangun yang berguna bagi penelitian selanjutnya.
Penulis berharap agar tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, 29 Januari 2016
x DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
PRAKATA ... vi
D. Manfaat Penelitian... 4
1. Manfaat teoritis ... 4
2. Manfaat praktis ... 4
E. Tujuan Penelitian ... 4
xi
2. Tujuan Khusus ... 4
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 5
A. Herba Pegagan... 5
1. Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC) ... 13
2. Propilen glikol ... 14
3. Metilparaben ... 15
E. Landasan Teori ... 16
F. Hipotesis ... 17
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 18
A. Jenis Penelitian ... 18
B. Variabel Peneltian ... 18
C. Definisi Operasional ... 18
D. Bahan Penelitian ... 20
xii
F. Tata Cara Penelitian ... 21
1.Ekstraksi herba pegagan ... 21
2. Pengujian kimiawi ekstrak herba pegagan ... 21
3. Formula gel ... 22
4. Pembuatan gel ... 23
5. Uji sifat fisik gel ekstrak pegagan ... 24
6. Uji stabilitas gel ekstrak pegagan (cycling test) ... 25
G. Analisis Hasil ... 26
1. Analisis perubahan viskositas ... 26
2. Analisis statistik data viskositas dan daya sebar ... 26
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28
A. Karakteristik Ekstrak Kental Herba Pegagan ... 28
1. Karakteristik fisik ekstrak kental herba pegagan ... 29
2. Uji kandungan esktrak herba pegagan ... 29
B. Sifat Fisik Gel Ekstrak Pegagan ... 32
1. Uji organoleptis gel ekstrak pegagan ... 32
2. Uji pH gel ekstrak pegagan ... 33
3. Uji viskositas gel ekstrak pegagan ... 34
4. Uji daya sebar gel ekstrak pegagan ... 36
C. Uji Stabilitas Gel Ekstrak Pegagan... 37
1. Uji organoleptis gel selama cycling test ... 37
2. Uji pH gel selama cycling test ... 38
xiii
4. Uji daya sebar gel selama cycling test ... 40
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 43
A. Kesimpulan ... 43
B. Saran ... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44
LAMPIRAN ... 48
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Formula gel menurut Hidayah (2013) ... 22
Tabel II. Formula Gel Ekstrak Pegagan ... 23
Tabel III. Tabel Pengaturan pada Rheosys Merlin II ... 25
Tabel IV. Tabel Perbandingan Karakteristik Fisik Hasil Ekstraksi
Simplisia Pegagan dengan Literatur (Dirjen POM, 2008) ... 29
Tabel V. Tabel Perbandingan Kandungan Hasil Ekstraksi Simplisia
Pegagan dengan Literatur (Dirjen POM, 2008) ... 30
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Hidroksi Propil Metil Selulosa (Rogers, 2009) ... 13
Gambar 2. Struktur Propilenglikol (Weller, 2009) ... 14
Gambar 3. Struktur Metilparaben (Haley, 2009) ... 15
Gambar 4. Ekstrak kental herba pegagan ... 28
Gambar 5. Gel ekstrak pegagan formula 1 ... 33
Gambar 6. Hasil uji pH pada lima formula dengan tiga kali replikasi ... 34
Gambar 7. Grafik viskositas gel ekstrak pegagan (siklus 0) ... 35
Gambar 8 . Grafik daya sebar gel ekstrak pegagan (siklus 0) ... 36
Gambar 9. Perbandingan organoleptis gel ekstrak pegagan formula 1 pada siklus 0 dan siklus 6 ... 38
Gambar 10. Grafik viskositas tiap formula selama 6 siklus ... 39
xvi
Lampiran 2. Surat keterangan simplisia herba pegagan (Centella asiatica (L.)) CV. Merapi Farma Herbal ... 52
Lampiran 3. Surat keterangan identifikasi simplisia herba pegagan (Centella asiatica (L.)) ... 53
Lampiran 4. Lembar kerja uji kimia (Kadar air dan kadar abu) ... 54
Lampiran 5. Lembar kerja uji kimia (Pengujian asiatikosida) ... 56
Lampiran 6. Hasil pengujian kadar asiatikosida, kadar air dan kadar abu ekstrak pegagan ... 59
Lampiran 7. Foto keadaan awal gel ekstrak Pegagan ... 60
Lampiran 8. Output Rheosys Merlin II ... 61
Lampiran 9. Persentase Perubahan Viskositas ... 64
Lampiran 10. Output SPSS (Sifat fisik: viskositas) ... 65
Lampiran 11. Output SPSS uji stabilitas viskositas ... 70
Lampiran 12. Hasil uji daya sebar ... 81
Lampiran 13. Output SPSS (sifat fisik: daya sebar) ... 83
Lampiran 14. Output SPSS uji stabilitas daya sebar ... 88
Lampiran 15. Foto gel ekstrak pegagan selama siklus... 99
Lampiran 16. Surat keterangan lisensi SPSS ... 101
xvii INTISARI
Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) adalah herba famili Apiaceae yang memiliki tiga senyawa utama yaitu asiatikosida, madekasosida dan asam asiatat. Ketiga senyawa tersebut berkhasiat dalam menyembuhkan luka bakar dengan memacu sintesis kolagen, mempunyai efek antiinflamasi dan berperan sebagai antimikroba. Sediaan gel biasa digunakan sebagai obat luka karena dengan kandungan air yang tinggi akan meredakan stres yang terjadi pada luka. Untuk itulah konsentrasi gelling agent dan humektan dalam sediaan gel perlu diperhatikan agar gel memiliki sifat fisik yang baik sebagai sediaan penyembuh luka.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi HPMC dan propilen glikol di dalam gel terhadap sifat fisik meliputi organoleptis, pH, viskositas, daya sebar, dan stabilitasnya selama cycling test. Ekstrak Pegagan diperoleh dengan metode maserasi. Pada penelitian ini dibuat 5 formula dengan perbandingan HPMC:propilen glikol pada formula 1 (1,5%:15,5%), formula 2 (1,75%:15,25%), formula 3 (2%:15), formula 4 (2,25%:14,75), formula 5 (2,5%:14,5). Pengamatan terhadap sifat fisik dilakukan pada 48 jam setelah formulasi dan pada setiap siklus cycling test. Analisis data sifat fisik dan perubahan sifat fisik (viskositas dan daya sebar) dilakukan dengan one way ANOVA.
Hasil pengujian sifat fisik gel menunjukkan peningkatan konsentrasi HPMC dapat meningkatkan viskositas, menurunkan daya sebar dan tidak berpengaruh pada organoleptis (warna, bentuk, bau) dan pH. Hasil uji stabilitas dengan cycling test menunjukkan bahwa kelima formula stabil pada keenam siklus yang dijalankan. Sifat organoleptis dan pH tidak berubah karena siklus yang dijalankan.
xviii ABSTRACT
Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) is a herbaceous Apiaceae family which has three main compounds, namely asiaticoside, madecassoside and asiatic acid. These three compounds are efficacious in treating burns to stimulate collagen synthesis, has anti-inflammatory properties and acts as an antimicrobial. Hydrogels used as cure wounds because of the high water content will relieve the stress that occurs in the wound. That is why the concentration of gelling agent and humectant in gel dosage form should be noted so the gels having good physical properties as wound healing preparations.
This study aims to determine the effect of variations in the concentration of HPMC and propylene glycol in the gel on physical properties include organoleptic, pH, viscosity, dispersive power and physical stability during cycling test. Centella asiatica extract obtained by maceration method. Created 5 formulas with a ratio HPMC: propylene glycol in the formula 1 (1.5%: 15.5%), the formula 2 (1.75%: 15.25%), the formula 3 (2%: 15), the formula 4 (2.25%: 14.75%), the formula 5 (2.5%: 14.5%). Observations on the physical properties performed at 48 hours after formulation and at each cycle in cycling test. The data analysis of physical properties and changes in physical properties (viscosity and dispersive power) is performed by one-way ANOVA.
The testing result on the physical properties of the gel showed an increase in the concentration of HPMC can increase the viscosity, lower dispersive power and does not affect the organoleptic (color, shape, smell) and pH. Results of the stability test with a cycling test showed that the five formulas stable at the sixth cycle run. Organoleptic properties and pH were not affected by the cycle.
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam yang dapat
digunakan untuk membantu menyembuhkan luka bakar diantaranya adalah
pegagan (Centella asiatica (L.) Urban). Pegagan merupakan salah satu tanaman
herba famili apiaceae yang telah banyak diteliti dan berkhasiat membantu
menyembuhkan luka bakar dengan menstimulasi kolagen pada jaringan kulit.
Senyawa bioaktif triterpenoid dalam pegagan yaitu asiaticoside, asiatic acid,
madecassocide dan madeccasic acid mempunyai kemampuan meringankan luka
bakar, antinosiseptik dan antiinflamasi. Berdasarkan studi pustaka senyawa yang
berperan untuk pengobatan luka bakar pada herba pegagan adalah asiatikosida.
Asiatikosida, salah satu triterpen dari pegagan, dapat menginduksi
kolagen tipe I pada fibroblas manusia. Senyawa ini juga menaikkan antioksidan
pada fase awal penyembuhan luka untuk mereduksi oxidative stress sehingga
dapat mempercepat penyembuhan luka (Somboonwong, Kankaise, Tantisira,
Tantisira, 2012).
Pada formulasi gel, gelling agent dan humektan adalah faktor penting
yang mempengaruhi kualitas dan stabilitas gel. Kombinasi gelling agent dan
humektan dengan komposisi yang tepat akan menghasilkan gel yang baik dan
Bentuk sediaan hidrogel akan menciptakan konsep lingkungan yang
lembab. Konsep lingkungan yang lembab ini akan menurunkan rasa nyeri,
mempercepat pertumbuhan granulasi dan epitelisasi. Lingkungan yang lembab
akan membuka stratum corneum sehingga obat dapat terserap lebih efektif.
HPMC (Hydroxy Propyl Methyl Cellulose) atau disebut juga
Hypromellose sering digunakan sebagai pembentuk massa gel pada sediaan
topikal. Dibandingkan dengan metilselulosa, HPMC membentuk larutan yang
lebih jernih, tidak terdapat fiber yang tidak terlarut sehingga cocok digunakan
sebagai gelling agent untuk memproduksi hidrogel. Selain itu HPMC dapat
menghasilkan gel yang stabil dalam penyimpanan jangka panjang (Rogers, 2009).
Menurut penelitian Hidayah (2013), peningkatan konsentrasi HPMC tidak
menyebabkan perubahan pH dan homogenitas gel. HPMC dibandingkan dengan
karbopol, metil selulosa dan sodium alginat, memiliki daya sebar yang lebih baik
(Madan dan Singh, 2010).
Propilen glikol sebagai humektan berperan untuk mempertahankan air di
dalam gel sehingga gel tidak kering dan stabil dalam penyimpanan. Selain itu
humektan diperlukan untuk menjaga kelembaban kulit sehingga kulit tidak kering
pada saat produk diaplikasikan, terlebih pada kulit yang terluka karena kulit
terluka kehilangan sebagian bariernya sehingga proses dehidrasi terjadi lebih
cepat.
Hidayah (2013), mengemukakan bahwa gel ektrak pegagan yang
mengandung 8% HPMC memberikan efek paling cepat menyembuhkan luka
optimasi komposisi HPMC sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai
humektan penting dilakukan untuk menjaga stabilitas fisik dari gel obat luka
bakar dengan ektrak pegagan dan untuk mengembangkan penelitian sebelumnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengaruh gelling agent (HPMC) dan humektan (propilen
glikol) terhadap sifat fisik sediaan gel ekstrak pegagan?
2. Bagaimanakah stabilitas gel ekstrak pegagan selama cycling test?
C. Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan, penelitian tentang pengaruh
komposisi HPMC dan propilen glikol terhadap gel ekstrak pegagan belum pernah
dilakukan. Penelitian – penelitian lain yang mendekati adalah sebagai berikut:
1. Formulasi Sediaan Gel Ekstrak Herba Pegagan (Centella asiatica L. Urban)
dengan HPMC SH 60 sebagai Gelling Agent dan Uji Penyembuhan Luka
Bakar pada Kulit Punggung Kelinci Jantan yang disusun oleh Hidayah,
Sulaiman, dan Azizah (2013).
2. Formulasi Sediaan Gel Estrak Pegagan (Centella asiatica L. Urban) untuk
Obat Luka Bakar dengan Basis Carbomer yang disusun oleh Ningrum dan
Wikarsa (2012).
3. Perbandingan Variasi Konsentrasi Carbopol dan Trietanolamin Terhadap
Sifat Fisik dan Kimia Gel Ekstrak Pegagan (Centella asiatica L. Urban)
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis
Menambah pengetahuan apakah gel dengan HPMC sebagai gelling agent
dan propilen glikol sebagai humektan dapat mempunyai sifat dan stabilitas fisik
yang baik sebagai gel topikal.
2. Manfaat praktis
Menghasilkan formula gel ekstrak pegagan dengan HPMC sebagai
gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan yang memiliki sifat fisik yang
dikehendaki sehingga akan menambah variasi gel ekstrak pegagan yang sudah
ada.
E. Tujuan
1. Mengetahui pengaruh gelling agent (HPMC) dan humektan (Propilen glikol)
terhadap sifat fisik sediaan gel ekstrak pegagan.
5 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Herba Pegagan 1. Kandungan kimia pegagan
Pegagan merupakan salah satu tanaman yang berada di sekitar rumah
yang mudah ditemukan. Pegagan mengandung berbagai senyawa aktif yang dapat
membantu proses penyembuhan luka (Yossok, Bunyaprapharasta, Boonyakiat dan
Kantasuk, 2000).
Pegagan mempunyai banyak kandungan kimia antara lain golongan
triterpenoid yaitu madekasosida (madecassoside), asiatikosida (asiaticoside),
asam asiatat (asiatic acid), asam madekasat, asam indosentoat, bayogenin, asam
2α, 3β,20,23-tetrahidrokiurs-28-oat, asam euskapat, asal terminolat, asam 3β-6β
-23-tri-hidroksiolean-12-en-28-oat, asam 3β-6β-23-trihidroksiurs-12-en-28-oat.
Golongan flavonoid: kaempferol, kuersetin. Golongan saponin: sentelasaponin A,
B dan D, dan sentela sapogenol A. Golongan poliasetilen: kadiyenol, sentelin,
asiatisin, dan sentelisin. Selain itu Pegagan juga kaya akan vitamin C, vitamin B1,
vitamin B2, niacin, karoten dan vitamin A (Direktorat Obat Asli Indonesia, 2010;
Seevaratnam, Banumathi, Premalatha, Sundram dan Arumugam, 2012).
2. Kegunaan pegagan
Pegagan mempunyai potensi antifungi, antioksidan dan proteksi terhadap
radikal bebas, juga digunakan sebagai anti-aging (Taemchuay, Rukkwamsuk,
Menurut penelitian Somboonwong (2012), triterpenoid ekstrak pegagan
akan membantu menyembuhkan luka dengan beberapa cara, yaitu menghambat
inflamasi difasilitasi oleh Asiatic Acid, Madecassic Acid; mendorong angiogenesis
dengan cara menaikkan kekencangan dan elastisitas pembuluh darah;
menginduksi vasodilatasi; mereduksi oxidative stress dengan antioksidan;
mempengaruhi pertumbuhan sel baru, salah satunya adalah kolagen, oleh
asiatikosida; dan memacu proses proliferasi sel – sel yang rusak.
Asiatikosida, salah satu triterpen dari Pegagan menginduksi kolagen tipe
I pada fibroblas manusia dengan mengaktivasi reseptor Tumor Growth Factor β
(TGF β). Senyawa ini juga menaikkan antioksidan pada fase awal penyembuhan
luka untuk mereduksi oxidative stress sehingga dapat mempercepat penyembuhan
luka (Somboonwong, dkk., 2012).
Penelitian menyebutkan bahwa pengaplikasian asiatikosida 0,2% pada
tikus secara topikal meningkatkan jumlah antioksidan enzimatis dan
non-enzimatis pada jaringan baru yang terbentuk (Shukla, Rasik, dan Jain, 1999).
Madekasosida bekerja meningkatkan aktivitas antioksidan, meningkatkan
aktivitas sintesis kolagen dan memacu angiogenesis. Senyawa ini meningkatkan
proliferasi fibroblas pada kulit dan meningkatkan level hidroksiprolin yang
menyebabkan epitelisasi. Hal tersebut menyebabkan efek positif pada proliferasi
fibroblas dan sintesis kolagen selama penyembuhan luka. Sejauh ini terdapat
produk perawatan luka bakar yang bermerek Madecassol ® (Liu, Dai, dan Li,
Penelitian lain menyebutkan bahwa titrated extract of centella, yang
mengandung triterpenoid (asiatic acid, madecassic acid, dan asiatikosida) akan
mempercepat sintesis fibronektin dan kolagen hingga 20-35%. Pegagan
disimpulkan dapat memberbaiki penampilan, elastisitas dan kekuatan kulit dengan
mempercepat sintesis kolagen (Hashim, Sidek, Helan, Sabery, Palanisamy, dan
Ilham, 2011).
Ekstrak pegagan juga membantu proses penyembuhan luka dengan
aktivitas antimikrobanya. Pada konsentrasi 125 µg/ml ekstrak air pegagan akan
menginhibisi S.aureus, Shigella flexneri, Pasteurella multocida, E. coli, dan
Salmonella sp. Khasiat yang sama akan diperoleh pada ektrak metanol pada
konsentrasi 10 µg/ml (Seevaratnam, dkk., 2012).
3. Toksisitas Pegagan
Uji toksisitas akut menunjukkan bahwa pegagan tidak toksik sampai
dengan dosis 2000 mg/kgBB, karena tidak ada hewan yang mati dan tidak ada
gejala klinis ketoksikan bermakna yang tampak pada seluruh hewan uji
(Direktorat Obat Asli Indonesia, 2010).
Hasil uji toksisitas subkronis dari ekstrak pegagan yang dilakukan oleh
Wulansari dan Chairul (2010) menunjukkan LD50 ekstrak pegagan adalah 13,6
B. Gel 1. Pengertian gel
Gel merupakan sistem semipadat yang tersusun dari materi terdispersi
yang tersusun oleh partikel anorganik kecil mapun partikel organik besar. Gel
sebagian besar bersifat jernih, sisanya keruh karena bahan yang tidak terdispersi
sempurna. Gel dengan makromolekul yang terdistribusi maksimal sehingga tidak
ada batas yang jelas antara basis dan cairan disebut gel fase tunggal (Allen Jr.,
Popovich, Ansel, 2011).
Gel memiliki keuntungan diantaranya daya sebar yang baik pada kulit,
efek dingin yang ditimbulkan akibat lambatnya penguapan air pada kulit, tidak
menghambat fungsi fisiologis kulit khususnya pengeluaran zat – zat tertentu
melalui kelenjar keringat pada kulit. Gel tidak melapisi kulit secara kedap
sehingga tidak menyumbat pori – pori kulit dan pelepasan obatnya baik (Voigt,
1994).
Hidrogel adalah gel yang mengandung bahan - bahan yang terdispersi
sebagai koloid atau larut dalam air. Dalam sistem ini air akan berada pada
immobilized state atau tidak dapat bergerak. Hidrogel mempunyai kompaktibilitas
yang baik dengan jaringan biologi sehingga disukai sebagai sistem penghantaran
obat (Allen Jr. dkk., 2002; Zatz dan Kushla, 1996).
Pemilihan bahan pembentuk gel harus mempertahankan bentuk gel
selama penyimpanan tetapi dapat rusak segera ketika sediaan dikenai kekuatan
itu, karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan (Lachman,
dkk., 1994).
2. Fenomena Gel
a. Hidrasi
Gel non elastis yang terhidrasi tidak dapat kembali menjadi bentuk
awalnya, tetapi gel yang elastis ketika terhidrasi akan berubah kembali menjadi
bentuk awalnya.
b. Swelling
Swelling atau mengembang adalah peristiwa terserapnya cairan atau
kelembaban oleh gelling agent. Pelarut akan berpenetrasi ke dalam gelling agent
dan menghasilkan matriks yang sehingga mengakibatkan peningkatan volume.
c. Sineresis
Sineresis adalah peristiwa mengkerutnya gel secara alami akibat
kehilangan cairan dari massanya karena ketidakstabilan. Cairan dalam gel akan
bergerak menuju permukaan karena kerenggangan antar matriks. (Allen dkk.,
2002).
3. Komponen penyusun gel
a. Gelling agent
Gelling agent merupakan pembentuk struktur gel, komponen ini sangat
berpengaruh pada sifat fisik gel. Gelling agent harus bersifat aman, tidak bereaksi
dengan komponen penyusun gel lain dan inert. Jumlah gelling agent yang akan
dihasilkan. Semakin banyak yang jumlah gelling agent yang ditambahkan maka
gel akan semakin kental (viskositas meningkat) (Zats dkk., 1996).
b. Humektan
Humektan adalah bahan yang dapat mempertahankan kandungan air pada
sediaan dan lapisan kulit terluar pada saat produk diaplikasikan. Komponen ini
bersifat higroskopik sehingga mampu mempertahankan kelembaban saat
diaplikasikan pada kulit. Humektan yang sering digunakan dalam formulasi gel
adalah sorbitol, propilen glikol dan gliserol (Zocchi, 2011).
Humektan membantu menjaga kelembaban kulit dengan cara menahan air
keluar dari kulit dan mengikat air dari udara lingkungan ke dalam kulit (Rawlings,
Harding, Watkinson, Chan, dan Scott, 2002).
c. Pengawet
Pengawet ditambahkan dalam obat dan kosmetik yang bersifat aqueous
untuk mencegah kontaminasi mikroba. Produk obat atau kosmetik yang
mengandung banyak air memungkinkan terjadinya pertumbuhan mikroba yang
lebih besar sehingga pengawet harus ditambahkan kedalamnya. Tetapi
penggunaan pengawet harus sangat dikontrol karena pengawet dalam dosis besar
dapat menyebabkan iristasi, terlebih lagi pada produk yang digunakan dalam
jangka waktu lama (Kabara dan Orth, 1996).
d. Chelating agent
Chelating agent adalah zat yang molekulnya dapat berikatan dengan
akibat kontak antara logam berat dan bahan – bahan yang terdapat dalam
formulasi. Contoh yang sering digunakan adalah EDTA (Anonim, 2016).
4. Kontrol kualitas gel
Kontrol kualitas gel dapat dilakukan dengan memperhatikan sifat fisik
gel setelah dibuat, stabilitasnya selama penyimpanan dan efektivitasnya terhadap
efek yang diinginkan. Sifat fisik sediaan gel dapat diketahui dengan cara melihat
organoleptis, pH, homogenitas, viskositas dan daya sebarnya.
a. Uji organoleptis
Uji organoleptis dilakukan untuk melihat tampilan fisik dengan cara
mengamati bentuk, bau, warna dan rasa sediaan (Anief, 1997).
b. Uji homogenitas
Uji homogenitas untuk memastikan bahwa sediaan gel telah homogen,
ditunjukkan dengan tidak adanya butiran kasar pada gel yang dioleskan pada kaca
transparan (Dirjen POM, 2000).
c. Uji pH
Uji pH dilakukan untuk melihat tingkat keasaman sediaan gel agar tidak
menyebabkan iritasi pada kulit. pH yang sesuai untuk sediaan topikal ada pada
range 4,5-6,5 (Tranggono dan Latifa, 2007).
d. Uji viskositas
Uji viskositas dilakukan untuk melihat viskositas gel. Viskositas
merupakan tahanan suatu sediaan untuk mengalir. Semakin besar nilai viskositas
e. Uji daya sebar
Daya sebar merupakan karakteristik yang menentukan kemudahan saat
sediaan diaplikasikan. Daya sebar biasanya berkebalikan dengan viskositas.
Ketika viskositas naik maka daya sebarnya akan menurun (Garg, Aggarwal, Garg
dan Singla, 2002).
f. Uji stabilitas
Sediaan yang baik haruslah stabil, yaitu tetap pada kriteria awal ketika
disimpan pada jangka waktu tertentu. Hasil uji stabilitas nantinya dapat digunakan
sebagai dasar untuk menentukan tanggal kedaluarsa (Lachman, Liebermann,
Kanig, 1994).
Uji stabilitas yang bisa dilakukan adalah uji stabilitas jangka panjang
(long term stability testing), uji stabilitas dipercepat (accelerated stability testing),
dan Uji siklus (cycling test). Ketiga macam jenis uji stabilitas tersebut dibedakan
berdasarkan waktu dan kondisi uji yang digunakan. Uji stabilitas jangka panjang
dilaksanakan selama minimum 12 bulan dalam kondisi penyimpanan 5oC±3oC.
Sedangkan uji stabilitas dipercepat dilaksanakan selama 6 bulan pada kondisi
25oC±2oC pada kelembaban 60% RH±5% RH (ICH, 2003). Cycling test
dilakukan dengan tujuan melihat adanya sineresis pada sediaan, perubahan
viskositas juga perubahan daya sebar. Pengujian ini menggunakan perubahan suhu
stau kelembaban pada interval waktu tertentu (6 siklus, 1 siklus =48 jam)
sehingga produk dan kemasannya mengalami tekanan yang bervariasi daripada
C. Monografi Bahan 1. Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC)
Gambar 1. Struktur Hidroksi Propil Metil Selulosa (Rogers, 2009)
HPMC (Hydroxy Propyl Methyl Cellulose) atau disebut juga
Hypromellose adalah derivat dari metil selulosa berupa serbuk atau butiran putih,
tidak berbau, tidak memiliki rasa. Mudah larut dalam air panas dan akan cepat
membentuk koloid. Sangat sukar larut dalam eter, etanol atau aseton.
HPMC sering digunakan sebagai agen pensuspensi dan juga pembentuk
massa gel pada sediaan topikal. Dibandingkan dengan metilselulosa, HPMC
membentuk larutan yang lebih jernih, tidak terdapat fiber yang tidak terlarut.
Sehingga cocok digunakan sebagai gelling agent untuk memproduksi gel yang
jernih. Selain itu HPMC dapat menghasilkan gel yang stabil dalam penyimpanan
jangka panjang (Rogers, 2009).
Menurut penelitian Hidayah (2013), peningkatan konsentrasi HPMC
tidak menyebabkan perubahan pH dan homogenitas gel. Gel yang baik
mempunyai waktu penyebaran yang singkat. HPMC dibandingkan dengan
karbopol, metil selulosa dan sodium alginat, memiliki daya sebar yang lebih baik
Alasan – alasan pemakaian HPMC sebagai gelling agent yaitu: (1)
fleksibilitas tinggi, tidak memiliki bau dan rasa, (2) stabil terhadap panas, cahaya
dan udara, (3) dapat dengan mudah dicampurkan dengan zat aditif, seperti zat
pewarna (Lachman dkk., 1994).
2. Propilen glikol
Gambar 2. Struktur Propilen glikol (Weller, 2009)
Propilen glikol larut dalam aseton, kloroform, etanol 95%, gliserin dan
air. Bahan ini mempunyai kompaktibilitas luas terhadap bahan – bahan lain
kecuali agen pengoksidasi. Propilen glikol berfungsi sebagai humektan,
desinfektan, pengawet antimikroba, plasticizer, pelarut, kosolven dan stabilizer
sehingga banyak digunakan pada gel berbasis air atau hidrogel. Propilen glikol
sebagai humektan dipakai pada rentang konsentrasi 15-30%. Pada rentang yang
sama propilen glikol dapat berfungsi juga sebagai pengawet sediaan semisolid.
Propilen glikol stabil pada pH 3-6. Zat ini bersifat nontoksik, kecuali digunakan
melebihi batas maksimal dalam sediaan topikal akan menyebabkan iritasi (Weller,
2009).
Propilen glikol diketahui sebagai bahan yang tidak berbahaya dan aman
digunakan pada produk kosmetik dengan konsentrasi tidak lebih dari 50%.
Propilen glikol tidak menyebabkan iritasi lokal bila diapilaksikan pada membran
reaksi hipersensitivitas pada pemakai propilen glikol secara topikal (Loden,
2001).
3. Metilparaben
Gambar 3. Struktur Metilparaben (Haley, 2009)
Metilparaben mempunyai rumus empiris C8H8O3. Metilparaben
berbentuk kristal tidak berwarna atau kristal putih, tidak berbau dan menimbulkan
rasa terbakar. Metilparaben digunakan pada konsentrasi 0,02-0,3%. Metilparaben
sering digunakan sebagai antimikroba dan pengawet pada kosmetik, makanan,
dan produk – produk kefarmasian. Metilparaben dapat digunakan sendiri maupun
dikombinasikan dengan paraben atau pengawet yang lain. (Haley, 2009).
Paraben efektif dalam rentang pH yang luas, 4-8, dan sangat efektif
terhadap jamur. Aktifitas antimikroba dari metilparaben terpengaruh oleh bahan –
bahan yang dicampurkan. Aktivitas antimikroba akan meningkat seiring dengan
meningkatnya panjang rantai alkil, tetapi kelarutan dalam air akan menurun
Dengan keberadaan surfaktan non ionik, maka aktivitas antimikrobanya akan
menurun. Tetapi keberadaan propilen glikol (10%) akan memperbesar potensi
antibakterinya dan mencegah interaksi antara metilparaben dan surfaktan non
E. Landasan Teori
Pegagan merupakan tumbuhan yang mempunyai kandungan triterpenoid
dan saponin yang befungsi membantu penyembuhan luka bakar dengan
menstimulasi terbentuknya kolagen, mempunyai efek antiinflamasi dan
antibakteri. Kadar asiatikosida sebagai marker dan kandungan yang menimbulkan
efek tersebut tinggi dalam pegagan sehingga hanya dibutuhkan sedikit ekstrak
yang ditambahkan dalam formulasi sediaan dan cocok dijadikan bentuk sediaan
gel.
Semakin banyak jumlah gelling agent yang ditambahkan pada gel maka
viskositasnya akan semakin bertambah atau semakin kental karena struktur yang
dihasilkan oleh gelling agent akan semakin kuat dan banyak. HPMC bersifat
stabil terhadap pH, kompatibel dengan bahan – bahan lain, dan mempunyai
fleksibilitas tinggi sehingga dengan gelling agent HPMC akan didapatkan sediaan
gel dengan bentuk dan pH yang tidak berbeda. Tetapi dengan sifat alami gelling
agent, viskositas gel yang dihasilkan akan meningkat dan daya sebarnya menurun
seiring dengan meningkatnya jumlah HPMC yang ditambahkan.
Stabilitas sediaan dapat diketahui dari bentuk, warna, bau, perubahan
viskositas dan perubahan daya sebar. HPMC sebagai gelling agent bersifat stabil
pada penyimpanan jangka panjang, stabil terhadap pH dan bersifat stabil terhadap
perubahan suhu. Stabilitas gel didukung oleh fungsi propilen glikol sebagai
humektan yang mampu mempertahankan kandungan air dalam sediaan sehingga
tidak terjadi perubahan bentuk gel. Propilen glikol juga mempunyai fungsi
F. Hipotesis
1. Konsentrasi HPMC sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai
humektan memiliki pengaruh terhadap sifat fisik (organoleptis, pH, viskositas
dan daya sebar) sediaan gel ekstrak pegagan. Dimana perubahan konsentrasi
HPMC yang diikuti dengan turunnya konsentrasi propilen glikol akan
meningkatkan viskositas dan menurunkan daya sebar.
2. Gel ekstrak pegagan yang dibuat mempunyai stabilitas yang baik terhadap
cycling test ditinjau dari segi organoleptis, pH, viskositas dan daya sebar gel.
18 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian berjudul Pengaruh Konsentrasi HPMC dan Propilen glikol
terhadap Sifat dan Stabilitas Fisik Gel Ekstrak Pegagan (Centella asiatica (L.)
Urban) ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni.
B. Variabel Penelitian
a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi HPMC dan propilen
glikol.
b. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik gel ekstrak
pegagan yang meliputi bentuk, warna bau gel, viskositas, organoleptis, pH,
daya sebar dan perubahan sifat fisik selama cycling test.
c. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah lama pendiaman,
lama pengadukan, kecepatan pengadukan, wadah penyimpanan, dan
komposisi gel selain HPMC dan propilen glikol.
d. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu dan
kelembaban ruangan formulasi.
C. Definisi operasional
a. Ekstrak kental pegagan adalah ekstrak yang diperoleh dari hasil maserasi
b. Gel adalah sediaan semisolid, yang tersusun dari komponen – komponen yang terdispersi pada pelarutnya secara homogen.
c. Hidrogel adalah gel satu fase, dimana zat – zat penyusunnya terdispersi maksimal sehingga berwarna jernih.
d. Gelling agent adalah bahan pembentuk massa gel yang membentuk matriks
tiga dimensi. Penelitian ini menggunakan HPMC sebagai gelling agent.
e. Humektan adalah bahan pelembab sediaan. Pada penelitian ini digunakan
propilen glikol sebagai humektan
f. Gel ekstrak pegagan adalah sediaan semisolid yang dibuat dengan
konsentrasi gelling agent dan humektan sesuai dengan formula yang
dirancang.
g. Sifat fisik gel adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui kualitas
fisik gel meliputi daya sebar, viskositas, pH, dan organoleptis.
h. Viskositas gel ekstrak pegagan merupakan ketahanan gel esktrak pegagan
untuk mengalir setelah diberikan gaya. Semakin kecil nilainya, maka gel akan
lebih mudah mengalir.
i. Daya sebar adalah diameter penyebaran tiap 1 gram gel ekstrak pegagan
pada parallel plate yang diberi beban 125 gram dan didiamkan selama 1
menit.
j. Stabilitas gel adalah kemampuan gel untuk mempertahankan sifat fisik gel
selama penyimpanan. Stabilitas gel pada penelitian ini dilihat dari perubahan
organoleptis, perubahan pH, perubahan daya sebar dan viskositas gel ekstrak
k. Siklus adalah pengulangan perlakuan freeze/thaw. Satu siklus terdiri dari 48
jam yang terbagi menjadi 24 jam penyimpanan gel di dalam kulkas (suhu
5oC) dan 24 jam yang lain di dalam inkubator (suhu 25oC). Pada penelitian ini
terdapat 6 siklus.
l. Siklus 0 adalah waktu setelah 48 jam gel ekstrak Pegagan didiamkan pada
suhu ruang setelah formulasi.
D. Bahan penelitian
Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian adalah simplisia herba
pegagan (CV. Merapi Farma Herbal), HPMC K4M (PT Parit Padang Global),
propilen glikol (Dow Chemical), Metilparaben (Ueno Chemical Industry), etanol
96%, dan Aquadest (Laboratorium Kimia Organik Universitas Sanata Dharma).
Keterangan tentang bahan – bahan penelitian ini terdapat pada lampiran 1.
E. Alat – alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat – alat gelas (Pyrex),
mixer (Miyako), Rheometer (Rheosys Merlin II), kertas pH universal,
F. Tata Cara Penelitian 1. Ekstraksi herba pegagan
a. Perolehan tanaman
Simplisia herba pegagan diperoleh dari CV. Merapi Farma Herbal yang
telah dikeringkan selama 4 hari dengan cahaya matahari.
b. Ekstraksi herba pegagan
Serbuk simplisia herba pegagan sebanyak 3,5 kg dimaserasi dengan
etanol 96% sebanyak 7 liter selama 48 jam. Larutan hasil maserasi dievaporasi
dengan wajan hingga didapatkan ekstrak kental pegagan.
2. Pengujian kimiawi ekstrak herba pegagan
a. Kadar air dan kadar abu
Krus kosong ditimbang (Berat A). Sampel yang homogen ditimbang,
dimasukkan ke dalam krus porselen (Berat B). Krus dipanaskan dalam oven
bersuhu 105oC selama tiga jam hingga berat konstan. Krus dimasukkan dalam
eksikator dan ditimbang (Berat C). Krus porselen ditutup dan dipanaskan dalam
furnance dengan suhu 600oC selama 8 jam sehingga menjadi abu dan beratnya
konstan. Krus porselen dimasukkan eksikator dan ditimbang (Berat D).
Kadar air dihitung dengan rumus:
Kadar abu dihitung dengan rumus:
b. Pengujian kadar asiatikosida
Sampel ditimbang dengan seksama. Sampel diekstraksi dengan 2 ml
metanol, dan divortex selama 2 menit. Sampel yang homogen disentrifugasi
selama 3 menit, diambil fase metanol. Ekstraksi dengan 2 ml metanol diulang dan
dipindahkan ke dalam labu takar, ditambahkan metanol sampai 5 ml. Sampel
sebanyak 50 µl ditotolkan pada plat silika gel F245. Standar asiatikosida
disertakan. Plat yang sudah ditotol dimasukkan dalam chamber jenuh fase gerak
kloroform: asam asetat glasial: metanol: air (60:32:12:8). Plat dielusi hingga
batas, diangkat dan dikeringkan. Plat disemprot dengan pereaksi anisaldehid asam
sulfat. Titik asiatikosida dibaca pada panjang gelombang 360 nm.
3. Formula gel
Tabel I. Formula gel menurut Hidayah (2013) Komponen Persentase
Ekstrak pegagan 3 HPMC 8 Metilparaben 0,18 Propilen glikol 15
Propilparaben 0,15 Aquadest ad. (mL) 100
Formula tersebut dimodifikasi berdasarkan orientasi dengan berbagai
Tabel II. Formula Gel Ekstrak Pegagan
Komposisi F1 F2 F3 F4 F5
Ekstrak pegagan (%) 1 1 1 1 1
HPMC (%) 1,50 1,75 2,00 2,25 2,50
Metilparaben (%) 0,18 0,18 0,18 0,18 0,18
Propilen glikol (%) 15,50 15,25 15,00 14,75 14,50
Aquadest ad. (gram) 200 200 200 200 200
Jumlah ekstrak yang ditambahkan mengacu pada penelitian Rismana
(2010) yang menyebutkan bahwa gel ekstrak pegagan dengan kandungan ekstrak
pegagan 0,5% menyembuhkan luka bakar setelah 22 hari. Dengan asumsi bahwa
ekstrak yang digunakan dalam penelitian tersebut memenuhi kadar asiatikosida
yang dibutuhkan untuk menyembuhkan luka bakar, maka penulis menaikkan
prosentase ekstrak yang ditambahkan dalam formula, sehingga ekstrak yang
ditambahkan sebesar 1%.
4. Pembuatan Gel
Gel diformulasikan sesuai komposisi pada Tabel II, ditimbang
masing-masing bahan. Aquadest yang dipakai pada tiap formula dipanaskan hingga suhu
90oC. HPMC didispersikan aquadest panas tersebut dan didiamkan selama satu
malam hingga mengembang. Seluruh propilen glikol dalam satu formula
digunakan untuk melarutkan seluruh ekstrak. Campuran propilen glikol dan
ekstrak divortex kemudian disentrifugasi pada kecepatan 8 RPM selama 20 menit.
Metilparaben dicampur dalam supernatan yang dihasilkan dari proses sentrifugasi.
diaduk sampai homogen. Gel ekstrak pegagan dikemas dalam wadah kaca yang
tertutup rapat dan diberi label. Gel didiamkan selama 48 jam pada suhu kamar
untuk menstabilkan sediaannya.
5. Uji sifat fisik gel ekstrak pegagan
Uji sifat fisik gel antara lain pemeriksaan organoleptis, pH, viskositas,
dan daya sebar. Uji sifat fisik dilakukan setelah 48 jam pendiaman. Data yang
dihasilkan dari uji sifat fisik ini dinyatakan sebagai data Siklus 0.
a. Uji Organoleptis
Pengamatan secara organoleptis meliputi bentuk, warna dan bau gel.
Ketiga hal tersebut diamati secara visual. Pengujian ini dilakukan pada 48 jam
setelah formulasi gel dan pada setiap siklus pada cycling test.
b. Pengukuran pH
Pengukuran pH dilakukan menggunakan kertas pH universal. Selembar
kertas pH universal dicelupkan ke dalam masing – masing gel ekstrak pegagan.
pH dibaca dengan membandingkan perubahan warna dengan standar pada
kemasan kertas pH dan dicatat. Pengujian pH dilakukan pada 48 jam setelah
formulasi dilakukan, dan juga pada setiap siklus pada cycling test.
c. Uji Daya Sebar
Gel ekstrak pegagan ditimbang seberat 1,0 gram. Kemudan diletakkan di
tengah kaca bulat berskala. Kaca bulat lain dan pemberat dengan berat total 125
gram diletakkan diatas gel dan didiamkan selama 1 menit, kemudian dicatat
diameter penyebarannya. Pengujian daya sebar dilakukan pada 48 jam setelah
d. Uji Viskositas
Pengukuran viskositas menggunakan alat Rheosys Merlin II. Sejumlah
gel ekstrak pegagan diletakkan pada plate secukupnya kemudian cone dipasang
untuk mengidentifikasi. Sistem diatur pada kriteria sesuai dengan Tabel III dan
dijalankan sesuai waktu yang ditentukan:
Tabel III. Tabel Pengaturan pada Rheosys Merlin II Pengaturan Kriteria
Measuring system Cone & Plate 5/30mm Nomor system 6 Speed pre-sheer 0,1 RPM
Time pre-sheer 200 RPM Equilibrium pre-sheer 30 sec
Temperatur 25oC Start speed 0,1 RPM
End speed 1000 RPM Number steps 11 steps
Delay time 90 sec Integration time 10 sec Zero shear time 10 sec Direction Up
Viskositas gel diketahui dari hasil yang tertera pada software Rheosys
micra (dinyatakan dalam satuan Pa.s). Pengukuran viskositas dilakukan pada 48
jam setelah formulasi dilakukan, dan juga pada setiap siklus pada cycling test.
6. Uji stabilitas gel ekstrak pegagan (cycling test)
Gel ekstrak pegagan dalam wadah tertutup rapat disimpan pada suhu 0oC
selama 24 jam dan dipindahkan ke dalam inkubator bersuhu 25oC selama 24 jam
berikutnya. Perlakuan tersebut adalah satu siklus. Percobaan diulang sebanyak 6
Setiap siklus, gel ekstrak pegagan diuji organoleptis, pH, perubahan viskositas
dan perubahan daya sebarnya.
Uji Perubahan Viskositas
Uji perubahan viskositas dilakukan dengan membandingkan tiap siklus
dengan viskositas pada pengukuran setelah 48 jam (siklus 0). Setiap pengujian
dilakukan replikasi sebanyak 3 kali. Besarnya perubahan viskositas merupakan
selisih antara viskositas pada siklus 0 dan viskositas selama penyimpanan yang
diketahui dari tiap siklus, dikalikan 100%. Jika sediaan memiliki stabilitas yang
baik maka nilai perubahan viskositasnya adalah ≤ 15%.
G. Analisis hasil 1. Analisis perubahan viskositas
Persentase perubahan viskositas selama cycling test dihitung dari rumus:
(1) 2. Analisis statistik data viskositas dan daya sebar
Hasil yang diperoleh dari masing – masing pengujian sifat fisik tiap
formula dibandingkan. Data yang diperoleh yaitu data viskositas dan daya sebar
dari gel F1, F2, F3, F4 dan F5 pada siklus 0 - siklus 6. Data diuji normalitasnya
dengan uji Shapiro-Wilk. Data yang memiliki nilai p-value > 0,05 maka data
tersebut dikatakan terdistribusi normal, sedangkan nilai p-value < 0,05 maka data
tersebut dikatakan terdistribusi tidak normal. Data yang normal akan dilanjutkan
dilakukan uji ANOVA dan jika tidak normal atau normal tetapi tidak homogen
28 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Ekstrak Kental Herba Pegagan
Simplisia herba pegagan yang digunakan dalam ekstraksi didapatkan dari
CV. Merapi Farma yang diambil dari Tawangmangu Jawa Tengah. Simplisia yang
dipakai didapatkan dari pengeringan dengan cahaya matahari selama 4 hari.
Simplisia herba pegagan ini telah dipastikan kebenarannya melalui pembuktian
dengan surat keterangan pada lampiran 2 dan dan lampiran 3.
Pembuatan ekstrak herba pegagan menggunakan metode maserasi
dengan pelarut etanol 96%. Maserasi dilakukan dengan merendam herba pegagan
hingga menghasilkan ekstrak cair. Ekstrak cair diuapkan pelarutnya hingga
didapatkan ekstrak kental seperti yang tampak pada Gambar 4.
1. Karakteristik fisik ekstrak kental herba pegagan
Sifat fisik ekstrak pegagan meliputi warna, bentuk, bau dan rendemen
pegagan wajib diketahui untuk menetapkan kualitas dari ekstrak kental tersebut
juga untuk memastikan kebenaran ekstrak yang didapat.
Tabel IV. Tabel Perbandingan Karakteristik Fisik Hasil Ekstraksi Simplisia Pegagan dengan Literatur (Dirjen POM, 2008)
Parameter Literatur Hasil Percobaan
Warna Coklat tua Hijau kecoklatan Bentuk Cairan kental Cairan kental
Bau Berbau tidak khas Berbau khas Rendemen ≥ 7,2% 5%
Ekstrak yang dihasilkan memiliki karakteristik berdasarkan
organoleptisnya yaitu warna hijau kecoklatan, bau khas pegagan, dan berbentuk
cairan kental. Hal ini tidak sesuai dengan literatur untuk warna, bau dan rendemen
karena proses ekstraksi yang kurang lama menyebabkan masih terdapat klorofil
dalam ekstrak kental.
Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa dari sebanyak 100 g serbuk
simplisia herba pegagan didapatkan ekstrak kental sebanyak 5 gram dengan
rendemen 5%. Rendemen yang didapatkan lebih sedikit dari yang tertulis pada
literatur. Hal ini dapat disebabkan oleh kualitas simplisia yang digunakan.
Lamanya maserasi dan penggunaan suhu yang tidak sesuai dengan titik didih
pelarut akan mempengaruhi efektivitas penyarian saat ekstraksi.
2. Uji kandungan ekstrak herba pegagan
Setelah diketahui sifat fisiknya, ekstrak kental pegagan diteliti
kandungannya, senyawa yang diuji adalah asiatikosida sebagai marker spesifik
ekstrak dan memastikan stabilitasnya. Jika kadar air dalam ekstrak terlalu tinggi
ditakutkan akan mudah terkontaminasi oleh bakteri. Pengukuran kadar abu
dimaksudkan untuk melihat pengotor yang ada dalam ekstrak dan dapat juga
digunakan untuk menentukan apakah metode ekstraksi sudah benar atau belum.
Tabel V. Tabel Perbandingan Kandungan Hasil Ekstraksi Simplisia Pegagan dengan Literatur (Dirjen POM, 2008)
Parameter Literatur Hasil Percobaan
Kadar asiatikosida ≥ 0,90% 0,14% Kadar air <10% 14,70% Kadar abu <16,6% 11,40%
Pengukuran kadar asiatikosida dilakukan dengan metode KLT
densitometri. Setelah dilakukan identifikasi terhadap ekstrak kental tersebut
didapatkan kadar asiaticosida yaitu 0,14%. Hal ini tidak sesuai dengan kriteria
yang tertulis pada literatur yaitu kandungan asiaticosida tidak kurang dari 0,90%
(Dirjen POM, 2008).
Kadar asiatikosida yang sedikit ini disebabkan oleh pemanenan simplisia
yang tidak tepat waktu. Pemanenan simplisia pegagan paling baik dilakukan pada
musim hujan karena tingginya curah hujan mempengaruhi produksi metabolit
pada herba. Tetapi pada penelitian ini herba pegagan dipanen pada bulan
September, ketika musim kemarau. Lokasi pemanenan juga mempengaruhi kadar
asiatikosida. Hasil penelitian Pramono dan Ajiastuti (2004) menyatakan bahwa
kadar asiatikosida dalam herba pegagan yang dipanen dari Tawangmangu, Jawa
Tengah, hanya sebesar 0,21% karena pegaruh tanah liat.
Lamanya melakukan maserasi juga menjadi faktor penentu besarnya
dengan pelarut etanol 96% ternyata tidak mampu menyari asiatikosida dengan
efektif sehingga kadar asiatikosida lebih sedikit daripada yang diharapkan.
Pengukuran kadar abu dilakukan dengan metode gravimetri (lampiran 4).
Hasil pengujian kadar air ekstrak menunjukkan hasil sebesar 14,70%. Hal ini
disebabkan oleh karena pengeringan simplisia yang kurang sesuai. Pengeringan
simplisia yang baik seharusnya pada suhu 40o-60oC pada instrumen yang
terkontrol dengan baik. Namun pada penelitian kali ini simplisia hanya
menggunakan panas matahari sehingga pengeringannya tidak terkontrol dan
menyebabkan kadar air simplisia tinggi. Sehingga saat dibuat ekstrak kadar air
masih tinggi.
Metode pengujian kadar abu dilakukan dengan cara yang sama dengan
pengujian kadar air, yaitu gravimetri. Kadar abu terukur adalah kadar zat – zat
anorganik yang tidak habis terbakar. Semakin banyak kadar abu yang didapat
mengindikasikan proses ekstraksi tidak benar atau tidak sesuai dengan zat yang
akan disari. Hasil pengujian kadar abu menunjukkan hasil yang sesuai dengan
literatur sehingga dapat dikatakan zat pengotor dalam ekstrak sedikit dan proses
ekstraksi yang dilakukan sudah benar.
Hasil ini menunjukkan bahwa ekstrak kental kadar asiatikosidanya kecil,
maka tidak dilakukan pengujian mengenai efektivitas sediaan. Penelitian Shukla
dkk. (1999), asiatikosida yang dapat membantu meringankan luka bakar sebesar
B. Sifat Fisik Gel Ekstrak Pegagan
Sifat fisik yang diuji pada gel ekstrak pegagan ini meliputi organoleptis,
pH, viskositas, dan daya sebar. Sifat fisik diuji untuk mengetahui kualitas gel
ekstrak pegagan yang dibuat. Pengujian dilakukan 48 jam setelah sediaan
diformulasikan. Pendiaman selama 48 jam ini ditujukan untuk mendapatkan
sistem yang sudah tidak terpengaruh perlakuan – perlakuan yang dipaparkan
selama proses pembuatan, antara lain energi dari pengadukan saat pencampuran
bahan. Hasil uji sifat fisik disajikan pada Tabel VI:
Tabel VI. Hasil pengujian sifat fisik gel ekstrak pegagan
SIFAT FISIK F1 F2 F3 F4 F5
is Bentuk Cairan kental homogen
Warna Hijau
Bau Khas
pH 6
Viskositas (Pa.s) 0,300±0,089 0,431±0,003 0,500±0,018 0,589±0,029 0,658±0,013
Daya Sebar
(cm2) 28,7±0,7 23,3±0,448 17,5±0,702 15,0±0,088 14,6±0,393
Keterangan:
F1: HPMC 1,5% : Propilen glikol 15,5% F2: HPMC 1,75% : Propilen glikol 15,25% F3: HPMC 2% : Propilen glikol 15% F4: HPMC 2,25% : Propilen glikol 14,75% F5: HPMC 2,5% : Propilen glikol 14,5% Viskositas dilihat pada kecepatan 700 RPM
1. Uji organoleptis gel ekstrak pegagan
Tujuan pemerikasaan organoleptis adalah untuk melihat secara visual
kualitas dari gel. Dapat dilihat pada Tabel VI diatas bahwa kelima formula yang
dihasilkan mempunyai bentuk, warna, dan bau yang sama. Kelima formula
(Gambar 5). Warna hijau muda berasal dari warna ekstrak kental herba pegagan,
yang masih mengandung klorofil. Hal ini dapat diatasi dengan memisahkan
klorofil pada saat ekstraksi dengan variasi pelarut yang lebih spesifik untuk
menyari asiatikosida.
Bau khas pegagan tidak hilang karena ekstrak yang dipakai adalah
ekstrak pegagan yang larut dalam alkohol 96%.
Gambar 5. Gel ekstrak pegagan formula 1 2. Uji pH gel ekstrak pegagan
Uji pH sediaan gel dilakukan untuk melihat pH yang terbentuk dari
pencampuran bahan – bahan gel. pH harus dipastikan karena mempengaruhi
kelarutan bahan dan stabilitas produk, juga keamanannnya pada saat produk
Gambar 6. Hasil uji pH pada lima formula dengan tiga kali replikasi
Perbedaan perbandingan HPMC dan propilen glikol tidak menghasilkan
perbedaan pada pH produk, pH yang didapat yaitu pH 6. Semakin banyak HPMC
yang ditambahkan tidak berpengaruh pada pH yang dihasilkan. Hal ini disebabkan
karena HPMC mempunyai rentang pH 5,5-8 dan propilen glikol mempunyai
rentang pH 3-6. pH yang telah didapatkan sudah sesuai dengan rentang pH yang
aman untuk kulit yaitu 5-6,5 sehingga tidak menyebabkan iritasi (Benson dan
Watkinson, 2012).
3. Uji viskositas gel ekstrak pegagan
Viskositas adalah suatu tahanan dari sediaan untuk mengalir. Semakin
besar nilai viskositas maka sediaan akan semakin kental, maka akan semakin sulit
sediaan untuk mengalir. Kekentalan gel harus disesuaikan untuk mendapatkan
Gambar 7. Grafik viskositas gel ekstrak pegagan (siklus 0)
Pada penelitian ini telah ditetapkan nilai viskositas yang baik adalah
0,484 - 0,592 pada kecepatan 700 RPM menggunakan Rheosys Merlin II. Rentang
viskositas tersebut didapatkan dari produk gel yang telah beredar di pasaran.
Pengukuran data dilakukan pada kecepatan 700 RPM karena pada kecepatan ini
pengukuran sudah stabil. Tabel VI dan Gambar 7 menunjukkan hasil viskositas
pada siklus ke-0, atau setelah 48 jam pendiaman. Hasil yang keluar menunjukkan
bahwa semakin banyak jumlah HPMC yang ditambahkan pada formula, akan
diperoleh viskositas yang semakin tinggi pula. HPMC membentuk basis gel
dengan cara mengabsorpsi pelarut sehingga pelarutnya akan tertahan dan
membentuk massa yang kompak. Semakin besar komposisi HPMC semakin
efektif pula penyerapan airnya.
Hasil statistik menyatakan bahwa peningkatan konsentrasi HPMC
sebesar 0,25% menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan (p>0,05) (lampiran
10), seperti yang tampak pada formula 1 dibandingkan dengan formula 2. Tetapi
ketika formula 2 dibandingkan dingan formula 4 yang mempunyai selisih
konsentrasi HPMC sebesar 0,5% maka perubahan yang dihasilkan signifikan
dengan p<0,05.
Dari kelima formula yang dibuat didapatkan formula yang memenuhi
rentang viskositas yang ditentukan adalah formula 3 dan formula 4.
4. Uji daya sebar gel ekstrak pegagan
Uji daya sebar dimaksudkan untuk melihat kemudahan gel untuk
menyebar pada area aplikasinya, dalam hal ini area aplikasinya adalah kulit. Jika
daya sebarnya baik, maka sediaan akan mudah diaplikasikan pada kulit. Suatu
sediaan lebih nyaman dipakai dan lebih disukai jika mudah menyebar. Daya sebar
dipengaruhi oleh banyaknya gelling agent. Semakin banyak gelling agent yang
ditambahkan maka struktur gel akan semakin kuat dan tidak mudah menyebar.
Gambar 8. Grafik daya sebar gel ekstrak pegagan (siklus 0)
Daya sebar berbanding terbalik dengan viskositas. Semakin besar nilai
viskositas, maka nilai daya sebar akan menurun. Data yang didapatkan pada
grafik (Gambar 8) menunjukkan bahwa semakin besar konstentrasi HPMC yang
ditambahkan, seiring dengan menurunnya jumlah propilen glikol, menurunkan
Sama dengan hasil uji viskositas, hasil daya sebar ini menunjukkan
bahwa perbedaan konsentrasi HPMC 0,25% tidak signifikan memberikan
perubahan daya sebar (p-value<0,05).
Hasil tersebut disebabkan oleh karena konsentrasi HPMC yang banyak
mengakibatkan struktur gel yang dibuat semakin kuat sehingga ketika diberikan
beban yang sama akan terlihat perbedaan penyebaran. Gel dengan struktur yang
lebih kuat karena komponen gelling agent yang banyak akan lebih susah
menyebar.
C. Uji Stabilitas Fisik Gel Ekstrak Pegagan
Uji stabilitas dilakukan dengan cycling test selama 6 siklus. Hal ini
dilakukan untuk melihat perubahan fisik meliputi viskositas, daya sebar, pH, dan
terjadinya perubahan organoleptis (warna, bau dan bentuk).
1. Uji organoleptis selama cycling test
Hasil yang didapat menunjukkan bahwa secara organoleptis gel dapat
dinyatakan stabil. Gel tetap berbentuk cairan kental homogen, berbau khas, dan
berwarna hijau muda. Gel tidak menunjukkan adanya sineresis atau keluarnya air
Gambar 9. Perbandingan organoleptis gel ekstrak pegagan formula 1 pada siklus 0 (kiri) dan siklus 6 (kanan)
Bau, warna dan bentuk gel dipengaruhi oleh bahan yang terdapat dalam
formula. Bahan – bahan yang tidak stabil akan merubah bau, warna atau bentuk
sediaan. Hasil menunjukkan bahwa gel stabil secara organoleptis dalam cycling
test dan menunjukkan bahwa konsentrasi HPMC dan propileglikol yang berbeda –
beda antar formula tidak memiliki pengaruh pada stabilitas organoleptis gel.
2. Uji pH selama cycling test
Pengamatan pH dilakukan untuk melihat apakah terjadi perubahan yang
terjadi antar formula karena cycling test. pH sediaan akan berubah ketika stabilitas
sediaan berubah karena adanya pengaruh dari lingkungan luar, seperti suhu
penyimpanan.
Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa pH untuk kelima formula
tidak berubah, pH tetap 6 selama siklus 1 sampai siklus 6. Hal ini menunjukkan
bahwa cycling test tidak berpengaruh pada pH kelima formula dengan perbedaan
HPMC dan propilen glikol. Perubahan pH dapat disebabkan oleh adanya
3. Uji viskositas selama cycling test
Uji viskositas dilakukan untuk melihat apakah viskositas gel ekstrak
pegagan terpengaruh oleh cycling test atau tidak. Pengujian ini digunakan sebagai
langkah selanjutnya untuk memastikan apakah sifat fisik dari gel stabil seperti
yang telah dinyatakan pada pengamatan organoleptis dan pH.
Gambar 10. Grafik viskositas tiap formula selama 6 siklus
Berdasarkan grafik pada Gambar 10 diketahui kurva yang dihasilkan
berbentuk sigmoid. Kurva sigmoid menunjukkan ketidakstabilan dari sediaan.
Peningkatan terjadi pada siklus 1 dan akan menurun pada siklus 3. Selanjutnya
pada siklus 5 akan terjadi peningkatan kembali. Perubahan tersebut kemudian
dianalisis dengan membandingkan viskositas tiap siklus dan menghasilkan data
pada Lampiran 9.
Perubahan viskositas tiap siklus dibandingkan dengan siklus 0 (awal)
dikalikan 100%. Kriteria yang diharapkan perubahan viskositas kurang dari 15%.
Hasil menunjukkan bahwa hampir semua formula mengalami kenaikan viskositas
0
siklus 0 siklus 1 siklus 2 siklus 3 siklus 4 siklus 5 siklus 6
v