• Tidak ada hasil yang ditemukan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG,"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR P.7/PDASHL/SET/KUM.1/11/2016

TENTANG

STANDAR OPERASIONALISASI KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIREKTUR JENDERAL

PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG,

Menimbang : a. bahwa untuk mengetahui tingkat operasionalisasi

Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung perlu dilakukan penilaian;

b. bahwa untuk melakukan penilaian sebagaimana

dimaksud dalam huruf a perlu adanya pedoman yang berisikan kriteria dan standar penilaian;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran

Sungai dan Hutan Lindung tentang Standar

Operasionalisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung;

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 41 Tahun

1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4412);

(2)

2. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4452);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4814);

4. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.6/Menhut-VI/2009 tentang Pembentukan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 14);

5. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.6/Menhut-VI/ 2010 tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria Pengelolaan Hutan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 62);

6. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.64/MenLHK-II/2015 tentang Tata Cara Pengesahan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 336);

7. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.47/Menhut-II/2013 tentang Pedoman, Kriteria dan Standar Pemanfaatan Hutan di Wilayah Tertentu pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1077);

8. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.42/Menhut-II/2011 tentang Standar Kompetensi Bidang Teknis

(3)

Kehutanan Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 284); 9. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Nomor P.18/Menlhk-II/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 713);

10. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MenLHK-II/2015 tentang Fasilitasi Biaya OPerasional Kesatuan Pengelolaan Hutan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 811);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG TENTANG STANDAR OPERASIONALISASI KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG. BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu Pengertian Pasal 1

Dalam peraturan ini, yang dimaksud dengan :

1. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

2. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

3. Pengelolaan hutan adalah kegiatan yang meliputi tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan,

(4)

pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, perlindungan hutan dan konservasi alam.

4. Kesatuan Pengelolaan Hutan yang selanjutnya disebut KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.

5. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung yang selanjutnya disebut KPHL adalah KPH yang luas wilayahnya seluruh atau sebagian besar terdiri dari kawasan hutan lindung. 6. Rencana pengelolaan hutan adalah rencana pada KPH

yang disusun oleh Kepala KPH, berdasarkan hasil tata hutan dan rencana kehutanan, dengan memperhatikan aspirasi, peran serta dan nilai budaya masyarakat serta kondisi lingkungan, memuat semua aspek pengelolaan hutan dalam kurun jangka panjang dan jangka pendek. 7. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPH yang

selanjutnya disebut RPHJP KPH adalah rencana pengelolaan hutan untuk seluruh wilayah kerja KPH dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun.

8. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek KPH selanjutnya disebut RPHJPd KPH adalah rencana pengelolaan hutan untuk kegiatan KPH dalam kurun waktu 1 (satu) tahun, yang penyusunannya didasarkan atas Rencana Kerja Pengelolaan Hutan Jangka Panjang. 9. Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk

memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariaannya.

10. Pemanfaatan kawasan adalah kegiatan untuk memanfaatkan ruang tumbuh sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi secara optimal dengan tidak mengurangi fungsi utamanya.

(5)

11. Pemanfaatan jasa lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi utamanya.

12. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya.

13. Pemungutan hasil hutan adalah kegiatan untuk mengambil hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu dengan batasan waktu, luas dan/atau volume tertentu. 14. Blok adalah bagian wilayah KPH yang dibuat relatif

permanen untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan.

15. Petak adalah bagian dari blok dengan luasan tertentu dan menjadi unit usaha pemanfaatan terkecil yang mendapat perlakuan pengelolaan atau silvikultur yang sama.

16. Wilayah tertentu dalam KPH adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum menarik bagi pihak ketiga untuk mengembangkan pemanfaatannya.

17. Kemitraan kehutanan adalah kerjasama antar masyarakat setempat dengan pemegang izin pemanfaatan hutan atau pengelola hutan atau pemegang izin usaha industri primer hasil hutan dan/atau KPH dalam pengembangan kapasitas dan pemberian akses, dengan prinsip kesetaraan dan saling menguntungkan.

18. Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang mempunyai wewenang di bidang pengelolaan DAS dan hutan lindung.

Bagian Kedua

Maksud, Tujuan dan Sasaran Pasal 2

(1) Standar operasionalisasi KPHL ini dimaksudkan sebagai acuan dan instrumen penilaian dalam menentukan tahapan operasional KPHL, dan sekaligus memetakan

(6)

bentuk dan upaya apa yang semestinya dilakukan dalam mendorong peningkatan kapasitas kelembagaan KPHL di tingkat lapang.

(2) Tujuannya yaitu tersedianya standar yang pasti dan jelas, dan terpetakannya tahapan operasionalisasi KPHL, sehingga dapat mendorong terwujudnya pengelolaan hutan yang efisien dan lestari di tingkat tapak.

(3) Sasaran penggunaan standar operasionalisasi KPHL ini yaitu mencakup seluruh KPHL yang telah ditetapkan kawasannya melalui Keputusan Menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup dan kehutanan serta telah memiliki organisasi pelaksana, difasilitasi operasionalisasinya oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung.

Bagian Ketiga Ruang Lingkup

Pasal 3

Ruang lingkup standar operasionalisasi KPH meliputi: a. penetapan persyaratan, kriteria dan indikator; b. pembobotan dan penetapan skor/nilai; dan c. penentuan tahapan operasionalisasi KPH

BAB II

PENETAPAN PERSYARATAN, KRITERIA DAN INDIKATOR Bagian Kesatu

Penetapan Persyaratan Pasal 4

Persyaratan dalam standar operasionalisasi KPHL meliputi: a. Persyaratan mutlak;

b. Persyaratan pokok; dan c. Persyaratan pendukung.

(7)

Pasal 5

(1) Persyaratan mutlak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a merupakan persyaratan yang mutlak harus dipenuhi terlebih dahulu oleh KPHL untuk dapat dikategorikan sudah operasional atau belum secara kelembagaan.

(2) Persyaratan pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b merupakan persyaratan yang menunjukan suatu KPHL telah menjalankan tugas pokoknya dalam menyelenggarakan pengelolaan hutan di tingkat tapak. (3) Persyaratan pendukung sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 4 huruf c merupakan persyaratan yang mendukung kemandirian KPHL dalam menyelenggarakan pengelolaan hutan, diantaranya melalui kegiatan pengembangan peluang investasi bisnis.

Bagian Kedua

Kriteria dan Indikator Operasionalisasi KPHL Pasal 6

Kriteria operasionalisasi KPHL meliputi: a. Kriteria wilayah;

b. Kriteria organisasi;

c. Kriteria sumberdaya manusia; d. Kriteria rencana pengelolaan hutan; e. Kriteria sarana prasarana;

f. Kriteria penyelenggaraan pengelolaan hutan;

g. Kriteria penjabaran kebijakan kehutanan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota;

h. Kriteria prosedur pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan;

i. Kriteria pemantauan dan penilaian pada wilayah yang diberi izin pemanfaatan/penggunaan kawasan hutan; dan

(8)

Pasal 7

(1) Kriteria wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a merupakan kriteria yang mengukur kepastian kawasan dan pengelolaan hutan secara legal dan legitimate.

(2) Legal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandai melalui SK penetapan kawasan oleh Menteri.

(3) Legitimate sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaknai sebagai bentuk pengakuan kawasan dari stakeholder lainnya bahwa lokasi dan wilayah KPHL sebagaimana ditetapkan melalui keputusan yang berlaku.

(4) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai 1 (satu) indikator mutlak yang harus dipenuhi yaitu legalitas wilayah KPHL yang dibuktikan dengan keputusan penetapan kawasan KPHL oleh Menteri.

Pasal 8

(1) Kriteria organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b merupakan kriteria yang mengukur keberadaan organisasi KPHL yang legal dan legitimate.

(2) Legal dan legitimate sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandai adanya SK penetapan organisasi/kelembagaan KPHL oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota.

(3) Penetapan organisasi/ kelembagaan KPHL dalam bentuk Peraturan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati atau Peraturan Walikota. (4) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai

1 (satu) indikator yaitu legalitas organisasi KPHL yang ditunjukan melalui SK penetapan organisasi/ kelembagaan KPHL oleh pemerintah setempat.

Pasal 9

(1) Kriteria sumberdaya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c merupakan kriteria yang mengukur ketersediaan sumberdaya manusia yang mencukupi baik secara kuantitatif maupun kualitatif

(9)

dalam menjalankan kinerja KPHL secara efektif dan efisien.

(2) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbagi dalam 4 indikator, yaitu :

a. keberadaan Kepala KPHL;

b. keberadaan kepala seksi dan/atau kepala TU;

c. jumlah tenaga fungsional dan tenaga non struktural yang cukup dan memadai; dan

d. keberadaan kepala resort yang memadai dan mendukung kinerja teknis di lapangan.

Pasal 10

(1) Kriteria rencana pengelolaan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d merupakan kriteria yang mengukur ketersediaan dokumen perencanaan pengelolaan hutan KPHL yang sah secara lengkap dan bisa diterapkan.

(2) Dokumen perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. RPHJP KPHL; dan b. RPHJPd KPHL.

(3) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbagi dalam 2 indikator, yaitu :

a. tersedianya dokumen RPHJP KPHL yang telah disahkan dan lengkap; dan

b. tersedianya dokumen RPHJPd KPHL yang telah disahkan dan lengkap.

Pasal 11

(1) Kriteria sarana prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e merupakan kriteria yang mengukur ketersediaan sarana prasarana yang mendukung tugas pokok dan fungsi KPHL.

(2) Sarana berupa barang atau benda bergerak yang dapat dipakai sebagai alat dalam pelaksanaan tugas dan fungsi unit organisasi meliputi peralatan

(10)

perkantoran, peralatan transportasi dan peralatan lainnya.

(3) Prasarana berupa barang atau benda tidak bergerak yang dapat menunjang atau mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi unit organisasi antara lain tanah, bangunan, dan/atau ruang kantor.

(4) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbagi dalam 2 (dua) indikator, yaitu :

a. tersedianya sarana prasarana teknis lapangan antara lain survei, tata batas, dan perlindungan hutan; dan

b. tersedianya sarana prasarana administrasi perkantoran antara lain bangunan kantor, kendaraan operasional, dan administrasi perkantoran.

Pasal 12

(1) Kriteria penyelenggaraan pengelolaan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf f merupakan kriteria yang mengukur praktek dan/atau kegiatan pengelolaan hutan secara faktual dan berkelanjutan dalam menjamin terwujudnya pengelolaan hutan yang efisien dan lestari. (2) Praktek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan

praktek eksisting pengelolaan hutan yang dilakukan baik oleh KPHL maupun oleh masyarakat.

(3) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbagi dalam 5 (lima) indikator, yaitu:

a. terselenggaranya kegiatan tata batas;

b. terselenggaranya kegiatan pemanfaatan hutan meliputi pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan/atau pemungutan HHBK;

c. penggunaan kawasan hutan;

d. terselenggaranya kegiatan rehabilitasi/reklamasi hutan meliputi peta areal rehabilitasi dan tingkat keberhasilan rehabilitasi; dan

(11)

e. terselenggaranya kegiatan perlindungan hutan dan konservasi alam (PHKA) meliputi tersedianya data dan informasi, serta laporan gangguan hutan.

Pasal 13

(1) Kriteria penjabaran kebijakan kehutanan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf g merupakan kriteria yang mengukur implementasi dan sinkronisasi kebijakan kehutanan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dengan pelaksanaan kegiatan di tingkat tapak.

(2) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri 1 (satu) indikator, yaitu tersedianya manual/pedoman pelaksanaan setiap kegiatan pengelolaan hutan.

Pasal 14

(1) Kriteria prosedur pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf h merupakan kriteria yang mengukur implementasi kegiatan pengelolaan hutan yang secara prosedural mengikuti tahapan perencanaan,pengorganisasian, dan monitoring evaluasi.

(2) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 3 (tiga) indikator, yaitu :

a. tersedianya dokumen perencanaan;

b. tersedianya dokumen pengorganisasian tim pelaksana; dan

c. tersedianya laporan monitoring, evaluasi, dan pengawasan pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan.

Pasal 15

(1) Kriteria pemantauan dan penilaian pada wilayah yang diberi izin pemanfaatan/penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf i merupakan kriteria yang mengukur terselenggaranya kegiatan

(12)

pemantauan dan evaluasi terkait dengan pemanfaatan/penggunaan kawasan hutan.

(2) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 2 (dua) indikator, yaitu :

a. terselenggaranya kegiatan pemantauan dan evaluasi pemanfaatan hutan; dan

b. terselenggaranya kegiatan pemantauan dan evaluasi penggunaan kawasan hutan.

Pasal 16

(1) Kriteria pengembangan/membuka peluang investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf j merupakan kriteria yang mengukur pengembangan peluang dan investasi bisnis dalam rangka menuju kemandirian KPHL.

(2) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbagi dalam 2 (dua) indikator, yaitu :

a. tersedianya dokumen rencana strategis bisnis; dan b. pelaksanaan kegiatan promosi.

BAB III

PEMBOBOTAN KRITERIA, PENILAIAN DAN PENETAPAN NILAI OPERASIONALISASI KPHL

Bagian Kesatu

Pembobotan Kriteria Operasionalisasi KPHL Pasal 17

Bobot dari setiap kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 16 diuraikan secara terinci dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal ini.

(13)

Bagian Kedua

Penilaian Operasionalisasi KPHL Pasal 18

(1) Metode yang digunakan dalam penilaian yaitu metode penilaian deskriptif, dimana data dan informasi yang ada dikumpulkan, diolah, dan kemudian dianalisis.

(2) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pengumpulan dan pengolahan data.

(3) Data yang dikumpulkan meliputi : a. data primer; dan

b. data sekunder.

Pasal 19

(1) Data primer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf a diperoleh dari :

a. personil KPHL di kantor atau di lapangan;

b. instansi terkait di tingkat provinsi dan kabupaten/kota; dan

c. stakeholder lain yang terkait.

(2) Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan daftar kuesioner dari kriteria dan indikator yang telah ditetapkan.

(3) Pengumpulan data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan teknik :

a. Wawancara; b. Pengamatan; c. Diskusi; dan

d. Verifikasi lapangan terhadap data yang telah dikumpulkan.

Pasal 20

(1) Data sekunder sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf b diperoleh dari :

a. laporan; b. data statistik;

(14)

d. media lainnya.

(2) Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa metode antara lain :

a. studi literatur;

b. studi peraturan perundangan, dan c. laporan yang terkait.

(3) Data sekunder yang dikumpulkan merupakan data yang terkait dan mendukung untuk keperluan analisa penetapan tahapan operasionalisasi KPHL.

Pasal 21

(1) Pengolahan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

a. kuantifikasi data; b. skoring; dan

c. penghitungan nilai indikator.

(2) Data disusun dalam tabulasi dari tiap KPHL yang sedang dievaluasi.

Pasal 22

(1) Kuantifikasi data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a merupakan pengukuran tiap indikator untuk tiap kriteria dalam data kategori dan dinyatakan dalam 3 (tiga) selang nilai.

(2) Selang nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

a. Nilai 5 mencerminkan nilai kategori tinggi/baik. b. Nilai 3 menunjukan nilai kategori sedang; dan

c. Nilai 1 menunjukkan kategori rendah dalam menentukan tingkat keunggulan.

Pasal 23

Skoring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf b dilakukan dengan pemberian skor untuk tiap indikator dengan nilai 5, 3, dan 1 sesuai dengan ukuran standar yang ditetapkan.

(15)

Pasal 24

(1) Penghitungan nilai indikator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf c merupakan hasil perkalian dari skor masing-masing indikator dengan bobot masing-masing indikator.

(2) Jumlah total penilaian merupakan jumlah dari seluruh nilai indikator.

Bagian Ketiga

Penetapan Nilai Operasionalisasi KPHL Pasal 25

Berdasarkan hasil penilaian operasionalisasi KPHL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 sampai dengan Pasal 24, tahapan operasionalisasi KPHL dikategorikan sebagai berikut :

a. Nilai diatas 3,50 merupakan tahapan operasionalisasi baik, yang artinya KPHL dimaksud telah masuk dalam kategori telah berkembang/operasional (developed).

b. Nilai 2,50 - 3,50, adalah tahapan operasionalisasi sedang, yang artinya KPHL dimaksud dalam tahapan sedang berkembang (developing).

c. Nilai kurang dari 2,50, adalah tahapan operasionalisasi buruk, yang artinya KPHL dimaksud dalam tahapan belum/tidak berkembang (least develop).

Pasal 26

Penilaian operasionalisasi KPHL dilaksanakan oleh direktorat jenderal yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengelolaan DAS dan hutan lindung.

Pasal 27

Laporan hasil penilaian operasionalisasi KPHL disajikan dalam format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal ini.

(16)

BAB III

KETENTUAN PENUTUP Pasal 28

Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal

DIREKTUR JENDERAL, ttd.

Dr. Ir. HILMAN NUGROHO, MP NIP. 19590615 198603 1 004 Salinan Peraturan ini disampaikan Kepada Yth. :

1. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan;

2. Pejabat Eselon I Lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; 3. Pejabat Eselon II Lingkup Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran

Sungai dan Hutan Lindung; 4. Gubernur seluruh Indonesia;

5. Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung seluruh Indonesia;

6. Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung seluruh Indonesia. Salinan sesuai dengan aslinya

KEPALA BAGIAN HUKUM DAN KERJASAMA TEKNIK,

(17)

Bobot Bobot

% %

1 Wilayah KPHL 10 0.00

2 Organisasi KPHL 10 0.00

3 SDM KPHL 10 0.00

4 Rencana Pengelolaan Hutan 10 0.00

5 Sarana prasarana 10 0.00

6 Penyelenggaraan Pengelolaan Hutan 20 0.00

7 Penjabaran Kebijakan Kehutanan Nas, Prov, dan Kab/Kota

5 0.00

8 Prosedur Pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan Hutan

(POAC) 10

9 Pelaksanaan Pemantauan dan Penilaian pada wilayah yang diberi ijin Pemanfaatan/penggunaan kawasan hutan

5 0.00

10 Pengembangan/membuka Peluang Investasi 10 0.00

100 100 0.00 Kriteria Syarat Pokok Syarat Pendukung Syarat Mutlak 40 30 30

(18)

PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR P.7/PDASHL/SET/KUM.1/11/2016

TENTANG

STANDAR OPERASIONALISASI KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG

a. Ada penetapan SK Menteri 5 b. Belum ada penetapan SK Menteri 1

a. UPTD (BLUD) 5

b. UPTD 3

c. Lainnya 1

a. Kepala KPHL sudah ada 5

b. Dipimpin pejabat sementara 3

c. Belum ditunjuk 1

a. Sudah ada 5

b. Tidak lengkap/Pelaksana Tugas 3

c. Belum ditunjuk 1

a. Jumlah personil > 10 5

b. Jumlah personil 5 - 10 3

c. Jumlah personil < 5 1

a. Sudah ada 5

b. Tidak lengkap/Pelaksana Tugas 3

c. Belum ditunjuk 1

a. RPHJP telah disahkan 5

b. RPHJP dalam proses penilaian 3 c. RPHJP dalam proses penyusunan 1

a. RPHJPd telah disahkan 5

b. RPHJPd dalam proses (penyusunan/pengesahan/ verifikasi/review)

3 c. RPHJPd belum disusun dan ditetapkan 1 a. Tersedia sarana Survey, Tata Batas dan

Perlindungan yang memadai 5 b. Tersedia 2 sarpras teknis lapangan 3 c. Tersedia 1 sarpras teknis lapangan 1 a. Tersedia bangunan kantor, kendaraan

operasional, dan sarana administrasi kantor

5 b. Terdapat 1 dari sarana perkantoran

tersebut tidak tersedia 3

c. Terdapat 2 dari 3 sarana perkantoran

tersebut tidak tersedia 1

a. Sudah selesai melakukan kegiatan tata

batas 5

b. Sedang melakukan kegiatan tata batas 3 c. Belum melaksanakan kegiatan tata batas 1 a. Terdapat kegiatan pemanfaatan hutan

meliputi pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, Hasil Hutan Kayu, dan/atau HHBK

5

b. Hanya terdapat 1 kegiatan pemanfaatan

hutan 3

c. Belum ada kegiatan pemanfaatan hutan 1 a. Terdapat kegiatan penggunaan kawasan

hutan termonitor dengan baik 5 b. Terdapat kegiatan penggunaan kawasan

hutan belum termonitor 3

c. Tidak ada kegiatan penggunaan kawasan

hutan 1 2 Bentuk organisasi Legalitas wilayah KPHL 1 10 b. Sarpras Perkantoran a. Kepala KPHL b. Kepala Seksi/TU

c. Penggunaan kawasan hutan b. Terselenggaranya kegiatan pemanfaatan hutan

a. Terselenggaranya kegiatan tata hutan (penyusunan data potensi SDH; penataan batas; dan pemetaan PAK)

5 6

Kriteria

Tabel Kriteria, Indikator, Standar, dan Nilai

Nilai Standar

c. Staf KPHL d. Kepala Resort 7 a. Tersedianya dokumen

RPHJP secara lengkap dan disahkan 3 4 11 12 13 F Penyelenggaraan Pengelolaan Hutan D Rencana Pengelolaan KPHL

LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

Indikator

E Sarana Prasarana

8 b. Tersedianya dokumen RPHJPd secara lengkap dan disahkan

9 a. Sarpras Teknis Lapangan Organisasi KPHL B SDM KPHL C Wilayah KPHL A

(19)

18

-Legalitas wilayah KPHL 1

Kriteria Indikator Standar Nilai

Wilayah KPHL

A a. Telah melaksanakan kegiatan

rehabilitasi/reklamasi hutan 5 b. Telah merencanakan kegiatan

rehabilitasi/reklamasi hutan 3 c. Belum merencanakan kegiatan

rehabilitasi/reklamasi hutan 1 a. Gangguan hutan < 50 kejadian/tahun 5 b. Gangguan hutan 50 - 100 kejadian/tahun 3 c. Gangguan hutan > 100 kejadian/tahun 1

a. Sudah ada manual 5

b. Dalam proses 3

c. Belum ada manual 1

a. Dokumen perencanaan lengkap 5

b. Dokumen tidak lengkap 3

c. Tidak ada dokumen perencanaan 1 a. Organisasi kerja telah ditetapkan 5

b. Dalam proses 3

c. Tidak ada organisasi kerja 1 a. Dilakukan sesuai tata waktu 5 b. Tidak sesuai tata waktu 3

c. Tidak ada monev/wasdal 1

a. Dilakukan sesuai tata waktu 5 b. Tidak sesuai tata waktu 3

c. Tidak ada monev 1

a. Dilakukan sesuai tata waktu 5 b. Tidak sesuai tata waktu 3

c. Tidak ada monev 1

a. Telah disusun 5

b. Dalam proses penyusunan 3

c. Belum disusun 1

a. Telah dilakukan secara rutin tahunan 5

b. Sudah pernah melakukan 3

c. Belum pernah dilakukan 1

10 23

d. Terselenggaranya kegiatan rehabilitasi/reklamasi hutan 14

e. Terselenggaranya kegiatan PHKA (Sarpras, SDM, kegiatan PHKA) 15 16 Manual a. Perencanaan/rancangan 17 I Pemantauan dan Penilaian pada wilayah yang diberi ijin Pemanfaatan/ penggunaan kawasan hutan 18 b. Pengorganisasian c. Monev/Wasdal 19 J Pengembangan/ membuka Peluang Investasi

a. Monev Izin Pemanfaatan Hutan

(HKm/HD/HTR/Kemitraan/ IUPJL)

20

b. Monev Izin Penggunaan Kawasan Hutan

21

22 a. Rencana Strategis Bisnis b. Kegiatan promosi 23

G Penjabaran Kebijakan Kehutanan Nas, Prov, dan Kab/Kota H Prosedur

pelaksanaan Kegiatan

(20)

LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG

NOMOR P.7/PDASHL/SET/KUM.1/11/2016 TENTANG

STANDAR OPERASIONALISASI KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG

FORMAT LAPORAN HASIL PELAKSANAAN PENERAPAN STANDAR OPERASIONALISASI KPHL KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Maksud dan Tujuan C. Ruang lingkup II. KEADAAN UMUM

A. Letak dan posisi KPHL B. Kondisi biogeofisik C. Kondisi sosial ekonomi III. METODOLOGI

IV. HASIL PENILAIAN

V. ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Permasalahan

B. Upaya Penyelesaian Masalah VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI DAFTAR PUSTAKA

Referensi

Dokumen terkait

Pembangunan Sistem Pengurusan Makmal yang meliputi tempahan dan inventori ini adalah penting sebagai satu cara untuk menjadikan pengurusan makmal sains sekolah menjadi lebih

1) PIHAK KESATU menyerahkan hasil pengadaan bantuan pemerintah dari Pejabat Pembuat Komitmen Direktorat Kapal Perikanan dan Alat Penangkapan Ikan Satuan Kerja Sekretariat Direktorat

Seleksi lanjut dengan metode PCR menunjukkan tidak semua DNA genom anggrek tersebut teramplifikasi menghasilkan fragmen KNAT1 berukuran 1,2 kb dengan ditemukan

- Bahwa benar fakta tersebut dikuatkan oleh keterangan para Saksi dan Terdakwa yang menerangkan sejak Terdakwa meninggalkan kesatuan Kodim-0721/Blora

Pendidikan :- Tidak Turun Status 123 Titik Akiriningsih, SS, M.Hum Sekolah Tinggi Pariwisata Sahid Surakarta. Nunung

Dengan kata lain yaitu menambahkan jam atau waktu untuk pelaksanaan PPL, karena terkait dengan PPL dirasakan oleh mahasiswa praktikan masih kurang, baik itu dari segi

oeI&gt;oopi

Dari analisis regresi linear berganda diperoleh model regresi linear berganda Log Ó -21,194 + 4,672LogX1 + 0,284LogX 2 + 3,237LogX 3 yang telah diuji asumsi klasik