• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Struktur Pada Umumnya Dinding Partisi Batu/Bata Dianggap tidak memberikan kontribusi terhadap kekuatan dan kekakuan struktur. Analisis Struktur FEMA 273 Frame dengan Dinding pengisi/ Partisi Batu/Bata harus diperhitungkan memberikan kontribusi terhadap kekuatan dan kekakuan struktur dengan di asumsikan sebagai diagonal strut (konversi dari hasil pengujian dinding pengisi terhadap strut) Analisis Struktur WSSI Frame dengan Dinding pengisi/ Partisi Batu/Bata harus diperhitungkan memberikan kontribusi. Dinding partisi dimodelkan sebagai elemen shell. Korelasi tidak sempurna, tapi cukup baik untuk analisis bangunan non rekayasa tahan gempa. Seberapa besar pengaruh dinding partisi terhadap kekuatan dan kekakuan struktur ?

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Berfikir

Analisis struktur bangunan pada umumnya dilakukan dengan memodelkan sistem struktur tersebut dengan sistem rangka terbuka (open frame). Adapun pengaruh dinding pengisi/partisi pada umumnya tidak dipertimbangkan, namun hal tersebut akan berbeda jika dinding pengisi/partisi terbuat dari batu/bata. beberapa sumber mengatakan bahwa dinding partisi batu/bata harus dipertimbangkan karena memberikan kontribusi terhadap karakteristik struktur. Adapun kerangka berfikir mengenai pengaruh dari dinding pengisi/partisi bata tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut.

(2)

2.2 Referensi Penelitian

Pada saat mendesain sistem struktur dengan rangka terbuka (open frame) pada umumnya dinding partisi batu/bata dianggap sebagai beban gravitasi. Namun pada saat proses konstruksi dinding partisi dipasang sedemikian rupa sehingga pada saat struktur menerima kombinasi beban, maka dinding partisi tersebut akan berinteraksi dengan rangka struktur utama. Oleh karena itu dinding partisi dapat dianggap terisolasi. Jika seluruh dinding partisi terisolasi terhadap rangka struktur maka rangka struktur harus dianalisis dengan mempertimbangkan pengaruh pemasangan dinding partisi tersebut terhadap struktur seperti disebutkan dalam FEMA 273/1997.

2.3 Landasan Teori

2.3.1 Faktor Reduksi Kekuatan

Sesuai SNI 2847:2013 pasal 9.3 faktor reduksi kekuatan 𝜑 ditentukan sebagai

berikut :

a. Komponen struktur dengan tulangan spiral ... 0,75 b. Komponen struktur tarik ... 0,90 c. Komponen struktur tekan ... 0,75 d. Komponen struktur bertulangan lainnya... 0,70

Untuk penampang dimana regangan tarik neto pada baja tarik terjauh pada kuat nominal, 𝜀𝑡, adalah antara batasan-batasan untuk penampang

terkontrol-tekan dan terkontrol tarik, 𝜑 diizinkan secara linear ditingkatkan dari yang

untuk penampang terkontrol tekan sampai 0,90 seperti 𝜀𝑡 meningkat dari

batasan regangan terkontrol-tekan sampai 0,005.

Untuk konponen struktur dimana 𝑓𝑦 tidak melebihi 420 MPa, dengan

tulangan simetris, dan ((𝑑 − 𝑑)/𝑕 tidak kurang dari 0,7 𝜑 diizinkan

ditingkatkan secara linear sampai 0,9 sebagaimana 𝜑𝑃𝑛 berkurang dari

0,10 𝑓𝑐 𝐴𝑔 atau 𝜑𝑃𝑏, yang mana yang lebih kecil, sampai nol.

(3)

2.3.2 Asumsi dan Perancangan

Sesuai SNI 2847:2013 pasal 10.2 dalam merencanakan komponen struktur terhadap beban lentur atau aksial atau kombinasi dari beban lentur dan aksial, digunakan asumsi sebagai berikut :

a. Distribusi regangan diasumsikan linier.

b. Regangan maksimum pada serat tekan beton terluar sama dengan 0,003. c. Tegangan tulangan yang lebih kecil dari 𝑓𝑦 diambil sebesar 𝐸𝑠 dikalikan

dengan regangan baja 𝜀𝑠 sedangkan tegangan tulangan yang lebih besar

dari 𝑓𝑦 diambil sama dengan 𝑓𝑦.

d. Kuat tarik beton diabaikan.

e. Hubungan antara distribusi tegangan tekan beton dengan regangan beton diasumsikan berbentuk persegi.

2.3.3 Analisis Beban

Beban yang bekerja pada struktur utama berupa beban mati,beban hidup dan beban gempa, selain itu ada pula beban dari lift, tangga dan eskalator.

Beban Mati

Beban mati merupakan beban yang tetap bekerja selama bangunan ada dan besarnya tidak berubah. Beban-beban ini langsung bekerja pada struktur dan diletakkan pada pelat lantai. Beban mati pada pelat lantai terdiri dari :

a. Berat sendiri material yang digunakan.

b. Beban mati yang ditahan oleh penampang, seperti dinding bata, adukan keramik, utilitas, plafond dan penggantung.

Beban Hidup

Beban hidup merupakan beban yang dapat berpindah atau dipindahkan dan bekerja pada struktur, besarnya sesuai dengan fungsi dari ruang. Seperti halnya beban mati, beban hidup bekerja di atas lantai.

(4)

Beban Gempa

 Penentuan Prosedur Analisis

Beban gempa adalah beban yang berpengaruh pada bangunan akibat terjadinya pergerakan tanah akibat pergeseran lempeng bumi. Dalam merencanakan bangunan tahan gempa sesuai SNI 1726:2012 menentukan bahwa analisis beban gempa dapat dilakukan dengan 3 prosedur, yaitu analisis gaya lateral ekivalen, analisis spectrum respon ragam, dan prosedur riwayat respon seismik. Penentuan prosedur analisis yang dapat digunakan bergantung pada kategori desain seismic struktur, sistem struktur, properti dinamis dan keteraturan. Ketentuan prosedur analisis yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Penentuan Prosedur Analisis Beban Gempa

Sumber: SNI 1726:2012

 Kategori Resiko Bangunan

Kategori resiko bangunan berkaitan dengan tingkat resiko yang diperbolehkan pada bangunan tersebut. Klasifikasi kategori resiko bangunan sesuai SNI 1726:2012 dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut:

(5)

Tabel 2.2 Kategori Resiko Bangunan

Sumber: SNI 1726:2012

 Menentukan Faktor Keutamaan Gempa 𝐼𝑒

Nilai faktor keutamaan gempa berdasarkan kategori resiko bangunan sesuai SNI 1726:2012 dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut:

Tabel 2.3 Faktor Keutamaan Gempa

Sumber: SNI 1726:2012

 Menentukan Parameter Percepatan Gempa

Parameter percepatan gempa yang digunan adalah percepatan batuan dasar pada perioda pendek (𝑆𝑠) pada 0,2 detik dan percepatan batuan dasar

(6)

pada perioda 1 detik (𝑆1) dengan probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun

(gempa 2500 tahun). Penggunaan percepatan 0,2 detik dan 1 detik dikarenakan pada interval 0,2 detik sampai 1 detik mengandung energy gempa terbesar. Nilai kedua parameter ini didapat dari Gambar 2.2a dan 2.2b berikut:

(a) (b) Gambar 2.2a Gambar peta percepatan batuan dasar periode pendek 𝑆𝑠

2.2b Gambar peta percepatan batuan dasar periode 1 detik 𝑆1

Catatan : Selain dengan peta gempa diatas, penentuan parameter percepatan gempa dapat dilakukan melalui program Desain Spektra Indonesia di situs

http://puskim.pu.go.id/Aplikasi/desain_spektra_indonesia_2011

 Menentukan Klasifikasi Situs

Klasifikasi situs dapat ditetapkan dengan tiga parameter, yaitu: a. Kecepatan rata-rata gelombang geser

b. Tahanan penetrasi standar lapangan rata-rata, atau tahanan penetrasi standar rata-rata untuk lapisan tanah non kohesif

c. Kuat geser nilai rata-rata

Ketentuan mengenai penggunaan parameter diatas dijelaskan dalam SNI 1726:2012 pasal 5.3 dan 5.4. Dari parameter-parameter ini dapat diketahui klasifikasi situs sesuai dengan Tabel 2.4 berikut:

(7)

Tabel 2.4 Klasifikasi Situs

(8)

 Menentukan Koefisien Situs

Koefisien situs susuai SNI 1726:2012 bahwa koefisien situs 𝐹𝑎 dan 𝐹𝑉

didapat dari Tabel 2.5b dan 2.5b berikut:

Tabel 2.5a Koefisien Situs Perioda Pendek

Sumber: SNI 1726:2012

Tabel 2.5a Koefisien Situs Perioda 1 detik

Sumber: SNI 1726:2012

 Menghitung Parameter Percepatan Spectra Desain

Parameter percepatan spectra desain 𝑆𝐷𝑆 dan 𝑆𝐷1 dihitung dengan

persamaan berikut: 𝑆𝐷𝑆 = 2 3 𝑆𝑀𝑆 (2.1) 𝑆𝐷1 = 2 3 𝑆𝑀1 (2.2) Dimana 𝑆𝑀𝑆 = 𝐹𝑎 𝑥 𝑆𝑆 (2.3) 𝑆𝑀1 = 𝐹𝑣 𝑥 𝑆1 (2.4)

(9)

 Menentukan Koefisien modifikasi respons

Koefisien modifikasi respons, 𝑅, berkaitan dengan daktilitas rencana

struktur dan sistem struktur yang digunakan. Nilai 𝑅 mengacu pada SNI

1726:2012 Tabel 9.

 Menentukan perkiraan periode fundamental

Kaarena periode fundamental struktur belum dapat ditentukan, oleh karena itu perlu ditentukan sebagai perkiraan periode fundamental 𝑇𝑎. Nilai

tersebut dapat dihitung menggunakan persamaan 2.5 sesuai SNI 1726:2012 Pasal 7.8.2.1. dengan terlebih dahulu menentukan nilai 𝐶𝑡 dan 𝑥 sesuai Tabel

2.6.

𝑇𝑎 = 𝐶𝑡 𝑥 𝑕𝑛 𝑥 (2.5) Tabel 2.6 Perioda Fundamental

Sumber: SNI 1726:2012

 Menghitung Koefisien Respon Seismik

Koefisien respon seismic, 𝐶𝑠 dihitung dengan persamaan 2.6 berikut: 𝐶𝑠 = 𝑆𝐷𝑆𝑅 𝐼𝑒 (2.6) 𝐶𝑠 = 𝑆𝐷1 𝑇 𝑅 𝐼𝑒 (2.7) 𝐶𝑠 = 0,044 𝑆𝐷𝑆 𝐼𝑒 ≥ 0,01 (2.8) Dimana : 𝑝𝑒𝑟𝑠. 2.8 ≤ 𝑝𝑒𝑟𝑠. 2.6 ≤ 𝑝𝑒𝑟𝑠. 2.7

(10)

2.3.4 Kombinasi Pembebanan

Sesuai dengan SNI 2847:2013 pasal 4.2.2, bahwa komponen-elemen struktur harus dirancang sedemikian hingga kuat rencananya sama atau melebihi pengaruh beban-beban terfaktor dengan kombinasi beban sebagai berikut:

1. Combo 1 = 1,4 DL

2. Combo 2 = 1,2 DL + 1,6 L + 0,5 (𝐿𝑟 atau 𝑅)

3. Combo 3 = 1,2 DL + 1,6 (𝐿𝑟 atau 𝑅) + (L atau 0,5W) 4. Combo 4 = 1,2 DL + 1,0W + L + 0,5 (𝐿𝑟 atau 𝑅)

5. Combo 5 = 1,2 DL + 1,0E + L 6. Combo 6 = 0,9 DL + 1,0W 7. Combo 7 = 0,9 DL + 1,0E

Dengan pengecualian factor beban untuk L pada kombinasi beban 3, 4, dan 5 boleh diambil sama dengan 0,5 kecuali untuk ruangan garasi, ruang pertemuan dan semua ruangan yang nilai beban hidupnya lebih besar daripada 500 kg/m².

Bila beban air F bekerja pada struktur, maka keberadaannya harus diperhitungkan sebagai berikut:

1. Bila adanya beban H memperkuat pengaruh variable beban utama, maka perhitungkan pengaruh H dengan factor beban = 1,6.

2. Bila adanya beban H member perlawanan terhadap pengaruh variable beban utama, maka perhitungkan pengaruh H dengan faktor beban = 0,9 (jika bebannya bersifat permanen) atau dengan faktor beban = 0 (untuk kondisi lainnya).

Pengaruh yang paling menentukan dari beban-beban angin dan seismic harus ditinjau, namun kedua beban tersebut tidak perlu ditinjau secara simultan.

2.3.5 Preliminary Design (Perencanaan Awal)

Preliminary Design (Perencanaan Awal) dilakukan untuk mendapatkan dimensi awal yang digunakan untuk perancangan struktur sesuai dengan SNI

(11)

𝑑′ 𝑑 𝑐 𝑇𝑠 𝜀𝑠′ 𝑏 𝐶𝑠 𝐶𝑐 𝛽1 𝑐 𝜀𝑐 As As’ 𝑀𝑢− 𝑕 𝜀𝑠 g.n 0,85 𝑓𝑐′

2874:2013 tentang “Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung”.

Analisis Kapasitas Balok Persegi

Sesuai dengan asumsi dalam perancangan sehingga dapat digambarkan distribusi tegangan dan regangan untuk penampang balok dengan tulangan ganda seperti terlihat dalam Gambar 2.1.

Gambar 2.3 Diagram tegangan regangan penampang balok bertulang ganda Dengan melihat pada Gambar 2.3, didapat :

𝐻 = 0 → 𝐶𝑠+ 𝐶𝑐 = 𝑇𝑠 (2.9)

Dengan mengasumsikan tulangan tekan belum leleh, sehingga didapat:

0,85. 𝑓𝑐. 𝑏 . 𝛽1. 𝑐 + 𝐴𝑠 . 𝑓𝑠 = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦 (2.10) dengan, 𝑓𝑠 = 𝜀𝑠 𝑥 𝐸𝑠 =0,003(𝑐 − 𝑑 ) 𝑐 𝑥𝐸𝑠 (2.11) 0,85. 𝑓𝑐. 𝑏 . 𝛽1. 𝑐 + 𝐴𝑠 . (𝑐 − 𝑑) 𝑐 0,003 . 𝐸𝑠 = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦 0,85. 𝑓𝑐. 𝑏 . 𝛽1. 𝑐2+ 𝐴 𝑠 . 𝑐 − 𝑑 0,003 . 𝐸 𝑠 = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦 . 𝑐 (2.12) Cek tegangan tulangan tekan

𝑓𝑠 =

0,003(𝑐 − 𝑑)

𝑐 . 𝐸𝑠 (2.13)

(12)

Jika 𝑓𝑠> 𝑓𝑦, maka perhitungan diulang kembali dengan mengasumsikan tulangan

tekan sudah leleh dengan menggunakan persamaan berikut :

0,85. 𝑓𝑐. 𝑏 . 𝛽1. 𝑐 + 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦 = 𝐴𝑠 . 𝑓𝑦 (2.14)

Cek daktilitas penampang

𝜌𝑚𝑖𝑛 ≤ 𝜌 < 𝜌𝑚𝑎𝑥 (2.15)

dimana,

𝜌𝑚𝑖𝑛 = 𝑓𝑐

4𝑓𝑦 (2.16)

dan tidak lebih kecil dari :

𝜌𝑚𝑖𝑛 = 1,4 𝑓𝑦 (2.17) 𝜌𝑚𝑎𝑥 = 0,75 . 𝜌𝑏 (2.18) 𝜌𝑏 = 𝛽1 𝑥 0,75 𝑓𝑐 𝑓𝑦 𝑥 600 600 + 𝑓𝑦 + 𝑓𝑠 𝑓𝑦 𝐴𝑠 𝑏𝑑 (2.19) Untuk 𝑓𝑐 ≤ 30 MPa → 𝛽1 = 0,85 Untuk 𝑓𝑐 > 30 MPa → 𝛽1 = 0,85 − 0,05 𝑓𝑐 − 30 7 ≥ 0,65

Jika 𝜌 < 𝜌𝑚𝑖𝑛, maka digunakan 𝜌𝑚𝑖𝑛

Jika 𝜌 < 𝜌𝑚𝑖𝑛, maka dimensi dari penampang balok harus diperbesar.

Jika 𝜌𝑚𝑖𝑛 ≤ 𝜌 < 𝜌𝑚𝑎𝑥, maka persyaratan daktilitas penampang terpenuhi.

Perhitungan momen nominal penampang balok

𝐶𝑐 = 0,85 𝑓𝑐 𝑏 𝛽1 𝑐 (2.20)

𝐶𝑠 = 𝐴𝑠 𝑓𝑠 (2.21) 𝑀𝑛 = 𝐶𝑐 𝑑 − 𝑑 + 𝐶𝑠 𝑑 −𝛽1 𝑐

2 (2.22)

Cek momen kapasitas penampang

(13)

Persyaratan tulangan lentur balok

Persyaratan tulangan lentur balok adalah sebagai berikut:

Jarak antar sengkang yang mengikat daerah sambungan lewatan tidak lebih dari d/4 atau 100 mm. Sambungan lewatan tidak boleh digunakan pada :

a. Daerah hubungan balok-kolom. b. Daerah 2h dari muka kolom.

c. Tempat-tempat yang memungkinkan terjadinya leleh lentur akibat perpindahan lateral inelastis struktur rangka.

Persyaratan tulangan geser balok

Perhitungan kapasitas geser yang diberikan beton 𝑉𝑐

Apabila ketentuan mengenai kontrol nilai 𝑉𝑐 tidak terpenuhi, maka nilai 𝑉𝑐 dihitung

menggunakan persamaan berikut :

𝑉𝑐 = 0,17 𝜆 𝑓𝑐 𝑏𝑤 𝑑 (2.24) Perhitungan kapasitas geser yang diberikan oleh sengkang adalah

𝑉𝑠 =𝐴𝑣 𝑓𝑦 𝑑

𝑠 (2.25)

Perhitungan kuat geser balok eksisting

Perhitungan kuat geser balok eksisting dihitung menggunakan persamaan berikut:

𝜑𝑉𝑛 = 𝜑(𝑉𝑐 + 𝑉𝑠) ≥ 𝑉𝑒 (2.26)

Analisis Elemen Struktur Kolom

Pengaruh kelangsingan

Sesuai SNI 2847:2013 pasal 10.10 pengaruh kelangsingan boleh diabaikan jikastruktur dibresing terhadap goyangan kesamping

𝑘𝑢

𝑟 ≤ 34 − 12 𝑀1

(14)

dengan suku (34 − 12 (𝑀1/𝑀2 )) tidak boleh diambil lebih besar dari 40. Suku 𝑀1/𝑀2 bernilai positif bila kolom melentur dengan kelengkungan tunggal dan

bernilai negatif bila kolom melentur dengan kelengkungan ganda.

Untuk rangka portal bergoyang pengaruh panjang/kelangsingan untuk struktur tekan yang tidak dibresing terhadap goyangan menyamping

𝑘𝑢

𝑟 ≤ 22 (2.28)

Faktor panjang efektif k dihitung menggunakan nomogram seperti terlihat pada Gambar 2.4 dengan berdasarkan :

ѱ= 𝐸𝐼𝑐/𝑙𝑐 𝐸𝐼𝑏/𝑙𝑏

(2.29)

(15)

Sesuai SNI 2847:2013 momen inersia penampang kolom dan balok dapat direduksi dengan memperhatikan pengaruh beban aksial, adanya retak sepanjang bentang komponen struktur dan pengaruh durasi beban, sehingga :

𝐼𝑐 = 0,7 𝐼𝑔 = 0,7 1 12 𝑏 𝑕 3 (2.30) 𝐼𝑏 = 0,35 𝐼𝑔 = 0,35 1 12 𝑏 𝑕 3 (2.31)

ѱ𝐴 dan ѱ𝐵 pada Gambar 2.8 adalah nilai ѱ pada kedua ujung kolom, dengan ѱ𝐴 adalah nilai ѱ pada ujung atas dan ѱ𝐵 pada ujung bawah.

Jari-jari girasi r dihitung menggunakan persamaan berikut : Sesuai SNI 2847:2013 nilai r dapat diambil sebesar :

 Untuk penampang persegi 𝑟 = 0,3 𝑕

 Untuk penampang bulat 𝑟 = 0,25 𝐷

Dengan nilai : 𝑕 = dimensi total dalam arah stabilitas yag ditinjau

: 𝐷 = diameter penampang kolom

Suatu tingkat pada struktur dapat dianggap bergoyang apabila :

𝑄 = 𝑃𝑢 ∆0

𝑉𝑢 𝑙𝑐 ≤ 0,05 (2.32)

Pembesaran momen rangka portal tak bergoyang

Sesuai SNI 2847:2013 komponen struktur tekan harus direncanakan dengan menggunakan beban aksial terfaktor 𝑃𝑢 dan momen terfaktor yang diperbesar 𝑀𝑐 yang

didefinisikan sebagai berikut :

(16)

dimana, 𝛿𝑛𝑠 = 𝐶𝑚 1 − 𝑃𝑢 0,75 𝑃𝑐 ≥ 1,0 (2.34) 𝑃𝑐 = 𝜋 2 𝐸𝐼 (𝑘 𝑙𝑢)2 (2.35)

faktor EI dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:

𝐸𝐼 =(0,2 𝐸𝑐 𝐼𝑔+ 𝐸𝑠 𝐼𝑠𝑒) 1 + 𝛽𝑑 (2.36) atau 𝐸𝐼 =0,4 𝐸𝑐 𝐼𝑔 1 + 𝛽𝑑 (2.37)

Untuk komponen struktur tanpa beban transversal diantara tumpuannya, nilai

𝐶𝑚 harus diambil sebesar :

𝐶𝑚 = 0,6 + 0,4 𝑀1

𝑀2 (2.38)

dengan 𝑀1/𝑀2 bernilai positif bila kolom melentur dengan kelengkungan tunggal.

Untuk komponen struktur dengan beban transversal diantara tumpuannya nilai 𝐶𝑚

harus diambil sama dengan 1,0. Momen terfaktor 𝑀2 tidak boleh diambil lebih kecil

dari persamaan berikut :

𝑀2.𝑚𝑖𝑛 = 𝑃𝑢 15,24 + 0,03 𝑕 (2.39)

untuk masing-masing sumbu yang dihitung secara terpisah, dimana satuan h adalah millimeter. Untuk komponen struktur dengan 𝑀2.𝑚𝑖𝑛 > 𝑀2, maka nilai 𝐶𝑚 harus

diambil sama dengan 1,0 atau berdasarkan pada rasio antara 𝑀1 dan 𝑀2 yang

(17)

Pembesaran momen rangka portal bergoyang

Sesuai SNI 2847:2013 momen 𝑀1 dan 𝑀2 pada ujung-ujung komponen

struktur tekan harus diambil sebesar :

𝑀1 = 𝑀1𝑛𝑠 + 𝛿𝑠 𝑀1𝑠 (2.40) 𝑀2 = 𝑀2𝑛𝑠 + 𝛿𝑠 𝑀2𝑠 (2.41) dengan, 𝛿𝑠 𝑀𝑠 = 𝑀𝑠 1 − 𝑄 ≥ 1 (2.42) atau, 𝛿𝑠 𝑀𝑠 = 𝑀𝑠 1 − 𝑃𝑢 0,75 𝑃𝑐 ≥ 𝑀𝑠 (2.43)

Analisis Kapasitas Penampang Kolom

Berdasarkan posisi beban pada penampang kolom, kolom dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Kolom dengan beban konsentris.

Pada kondisi ini kolom hanya memikul beban aksial (lihat Gambar 2.5a). 2. Kolom dengan beban aksial dan uniaxial bending.

Pada kondisi ini kolom memikul beban aksial dan memikul momen lentur bersumbu tunggal (lihat Gambar 2.5b).

3. Kolom dengan beban aksial dan biaxial bending.

Pada kondisi ini selain kolom memikul beban aksial, juga memikul momen lentur bersumbu rangkap (lihat Gambar 2.5c).

(18)

Gambar 2.5 Tipe kolom berdasarkan posisi beban pada penampang kolom (a) kolom dengan beban konsentris

(b) kolom dengan beban aksial dan uniaxial moment

(c) kolom dengan beban aksial dan biaxial moment

Analisis kapasitas kolom menggunakan diagram interaksi

Analisis menggunakan diagram interaksi bersifat uniaxial. Diagram interaksi merupakan suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara gaya aksial nominal 𝑃𝑛

dengan momen nominal 𝑀𝑛 atau eksentrisitas e kolom, sehingga dapat diketahui batas

wilayah aman kolom terhadap kombinasi beban aksial dan momen.

Diagram interaksi yang biasa dikenal adalah diagram interaksi yang menggambarkan hubungan antara :

 𝑃𝑛 dan 𝑀𝑛

 𝑃𝑛 dan e

(19)

𝑑 𝑒 𝑕 ∆𝐿 𝑏 𝑏 Pusat berat plastis Garis netral (a) (b)

Gambar 2.6 Beban aksial konsentris (a) dan beban aksial eksentris (b)

Pusat berat plastis merupakan titik tangkap resultan komponen gaya-gaya dalam yang terdiri dari gaya akibat beton tekan dan gaya akibat tulangan, yang masing-masing diakibatkan oleh tegangan (pada kondisi plastis) sebesar 0,85 fc’ pada beton dan fy pada tulangan, pada saat kolom menerima beban aksial konsentris (beban aksial tanpa momen). Letak pusat berat plastis dapat ditentukan melalui perhitungan statis momen terhadap gaya-gaya dalam yang masing-masing disumbangkan oleh beton dan tulangan dalam kondisi plastis. Pada kolom dengan bentuk penampang simetris dan jumlah serta posisi tulangan yang simetris, pusat berat plastis terletak pada titik tengah penampang.

Hubungan antara gaya aksial nominal dengan momen atau eksentrisitas dapat ditentukan dalam beberapa kondisi berikut :

a. Beban tekan aksial konsentris

Dengan memperhitungkan luas tulangan dengan luas total 𝐴𝑠𝑡 yang berada pada

penampang kolom 𝐴𝑔, maka gaya total atau kuat tekan nominal pada penampang

kolom adalah sebagai berikut :

𝑃0 = 𝐶𝑐 + 𝐶𝑠 (2.44)

𝑃0 = 0,85 𝑓𝑐 𝐴𝑔− 𝐴𝑠𝑡 + 𝐴𝑠𝑡 𝑓𝑦 (2.45)

Dalam kasus ini, momen atau eksentrisitas pada penampang = 0 b. Beban tarik aksial konsentris

Pada kondisi ini, seluruh penampang kolom menerima tegangan tarik sehingga kontribusi beton dalam menahan beban tarik dapat diabaikan, gaya dalam hanya

(20)

0,85 𝑓𝑐′ 𝑒 𝑑′ 𝑑 𝑐 𝑇𝑠 𝜀𝑠′ 𝑏 𝐶𝑠 𝐶𝑐 𝛽1 𝑐 𝜀𝑐 𝑕 𝜀𝑠 g.n Pusat berat plastis

P

disumbangkan oleh tulangan, sehingga gaya total atau kuat tarik nominal pada penampang adalah :

𝑃𝑡 = 𝐴𝑠𝑡 𝑓𝑦 (2.46)

Dalam kasus ini, momen atau eksentrisitas pada penampang = 0 c. Kondisi regangan berimbang (balanced)

Gambar 2.7 Diagram tegangan regangan penampang kolom pada kondisi berimbang

Pada kondisi berimbang, letak garis netral diukur dari sisi tekan beton terluar, dihitung menggunakan persamaan berikut :

𝑐 = 𝑐𝑏 = 0,003 𝐸𝑠

0,003 𝐸𝑠+ 𝑓𝑦𝑑 (2.47)

dan regangan pada baja terluar adalah :

𝜀𝑠= 𝑐 − 𝑑𝑖

𝑐 0,003 (2.48)

Tegangan pada baja tulangan :

untuk, 𝜀𝑠𝑖 < 𝑓𝑦

𝐸𝑠 → 𝑓𝑠𝑖 = 𝜀𝑠𝑖 . 𝐸𝑠 (2.49)

untuk, 𝜀𝑠𝑖 ≥ 𝑓𝑦

(21)

Gaya internal pada baja tulangan 𝐹𝑠 :

𝐹𝑠𝑖 = 𝐴𝑠𝑖 . 𝑓𝑠𝑖 (2.51)

Resultan gaya internal baja tulangan 𝐶𝑠 :

𝐶𝑠 = 𝐹𝑠𝑖 (2.52)

Momen akibat gaya internal baja tulangan 𝑀𝑠𝑖 :

𝑀𝑠𝑖 = 𝐹𝑠𝑖 𝑏

2− 𝑑𝑖 (2.53)

Momen akibat gaya internal baja tulangan :

𝑀𝑠 = 𝑀𝑠𝑖 (2.54) Gaya internal pada beton tekan 𝐶𝑐 :

𝐶𝑐 = 0,85 𝑓𝑐. 𝑕. 𝛽1 . 𝑐 (2.55) Momen akibat gaya internal tekan beton terluar 𝑀𝑐 :

𝑀𝑐 = 𝐶𝑐(𝑑 − 𝛽1. 𝑐)

2 (2.56)

Gaya aksial pada kondisi berimbang :

𝑃𝑛 = 𝐶𝑠+ 𝐶𝑐 (2.57)

Momen nominal pada kondisi berimbang :

𝑀𝑛 = 𝑀𝑐+ 𝑀𝑠 (2.58) Perhitungan eksentrisitas yang terjadi :

𝑒 =𝑀𝑢

𝑃𝑢 (2.59)

d. Pada kondisi tekan dominan

Pada kondisi tekan dominan perhitungan dilakukan dengan mengasumsikan nilai

(22)

0,85 𝑓𝑐′ 𝑒 𝑑′ 𝑑 𝑐 𝑇𝑠 𝜀𝑠′ 𝑏 𝐶𝑠 𝐶𝑐 𝛽1 𝑐 𝜀𝑐 𝑕 𝜀𝑠 g.n Pusat berat plastis P 0,85 𝑓𝑐′ 𝑒 𝑑′ 𝑑 𝑐 𝑇𝑠 𝜀𝑠′ 𝑏 𝐶𝑠 𝐶𝑐 𝛽1 𝑐 𝜀𝑐 𝑕 𝜀𝑠 g.n Pusat berat plastis

P

pada kondisi berimbang 𝑐 > 𝑐𝑏 (lihat Gambar 2.7). Perhitungan pada kondisi tekan

dominan dengan nilai 𝑐 =∞. Tahapan perhitungan seperti analisis pada kondisi

berimbang.

Gambar 2.8 Diagram tegangan regangan penampang kolom pada kondisi tekan dominan

e. Pada kondisi tarik dominan

Gambar 2.9 Diagram tegangan regangan penampang kolom pada kondisi tarik dominan

Seperti halnya perhitungan pada kondisi tekan dominan, pada kondisi tarik dominanpun perhitungan dilakukan dengan mengasumsikan nilai 𝑐 =∞ dengan

ketentuan nilai c pada kondisi tarik dominan lebih kecil dari nilai c pada kondisi berimbang (𝑐 < 𝑐 berimbang). Perhitungan pada kondisi tarik dominan dengan nilai 𝑐 =∞. Tahapan perhitungan seperti analisis pada kondisi berimbang.

(23)

Hubungan-hubungan gaya pada diagram interaksi

 Hubungan gaya aksial 𝑃𝑛 dan momen nominal 𝑀𝑛

Gambar 2.10 Grafik daerah aman pada diagram interaksi 𝑃𝑛− 𝑀𝑛

Daerah aman dinyatakan dalam daerah I, II, III, dan IV. Daerah I dan II menyatakan kombinasi beban dengan kondisi tekan dominan , sedangkan daerah III dan IV menyatakan kombinasi beban dengan kondisi tarik dominan. Daerah IV menyatakan kombinasi beban dengan beban aksial tarik. Daerah I adalah daerah yang menyatakan beban kolom dengan eksentrisitas kecil. Kondisi aman pada daerah I dibatasi dengan nilai beban aksial sebesar :

𝑃𝑛 .𝑚𝑎𝑥 = 0,85 𝑃0, untuk kolom dengan pengikat spiral (2.60)

𝑃𝑛 .𝑚𝑎𝑥 = 0,80 𝑃0, untuk kolom dengan pengikat sengkang (2.61)

Pembatasan tersebut dimaksudkan sebagai upaya pengamanan, dengan mengingat bahwa pada keadaan yang sesungguhnya sangat sulit untuk mengkondisikan suatu beban aksial betul-betul bekerja secara konsentris.

(24)

 Hubungan Gaya aksial 𝑃𝑛 dan eksentrisitas e

Gambar 2.11 Daerah aman pada diagram interaksi 𝑃𝑛− 𝑒

 Hubungan antara 1/𝑃𝑛 dan e

Gambar 2.12 Daerah aman pada diagram interaksi 1/𝑃𝑛− 𝑒

Analisis biaxial bending menggunakan metoda Bressler

Untuk memeriksa apakah tulangan yang terpasang cukup kuat memikul beban yang bekerja, maka digunakan metode Bressler. Metode ini dikembangkan untuk

(25)

𝑏 𝑕 Pn 𝑒𝑥 𝑒𝑦 Pusat plastis

menghitung gaya aksial nominal penampang jika kolom tersebut menerima momen dua arah (biaxial bending), dengan nilai eksentrisitas 𝑒𝑥 dan 𝑒𝑦.

Gambar 2.13 Ilustrasi 𝑃𝑛 dengan eksentrisitas 𝑒𝑥 dan 𝑒𝑦

dengan, 𝑒𝑥 = 𝑀𝑢𝑦 𝑃𝑢 (2.62) 𝑒𝑦 =𝑀𝑢𝑥 𝑃𝑢 (2.63)

Analisis penampang dilakukan pada berbagai perbandingan 𝑀𝑥 dan 𝑀𝑦, yang

bergerak dari sumbu x berputar ke arah sumbu y yang akan membentuk bidang lengkung seperti terlihat pada Gambar 2.14 berikut. Nilai-nilai diatas diplot pada diagram interaksi 𝑃 − 𝑒, maka akan didapatkan 𝑃𝑥 dan 𝑃𝑦.

(26)

Berdasarkan metoda ini, suatu titik pada permukaan keruntuhan dilakukan pendekatan dengan persamaan berikut :

𝑃𝑛 =

1

1 𝑃𝑛𝑥+𝑃𝑛𝑦−𝑃𝑜

(2.64)

Perhitungan kuat geser kolom eksisting dihitung menggunakan persamaan berikut:

𝜑𝑉𝑛 = 𝜑(𝑉𝑐 + 𝑉𝑠) ≥ 𝑉𝑒 (2.65)

2.3.6 Analisis Statis Nonlinier (Pushover)

Pushover Analysis adalah suatu metode analisis yang dilakukan dengan membebani suatu struktur dengan beban dan ditingkatkan secara bertahap untuk mewakili gaya yang akan diterima oleh struktur tersebut ketika terjadi gempa bumi. Beban lateral yang ditingkatkan secara bertahap pada elemen struktur tersebut sedikit demi sedikit sampai pada akhirnya struktur tersebut tidak dapat lagi menahan beban yang diberikan. Tujuan dari pushover analysis adalah untuk memperkirakan gaya maksimum yang dapat diterima dan deformasi yang terjadi pada suatu struktur serta untuk memperoleh bagian mana saja yang kritis. Capacity Spectrum Method (CSM) merupakan salah satu cara untuk mengetahui kinerja suatu struktur. Konsep dasar dari analisis statis nonlinier (pushover) adalah memberikan pola pembebanan statis tertentu dalam arah lateral yang ditingkatkan secara bertahap (incremental). Metode ini sederhana namun informasi yang dihasilkan sangat berguna karena mampu menggambarkan respons inelastik bangunan. Analisis ini memang bukan cara yang terbaik untuk mendapatkan jawaban terhadap masalah analisis dan desain, tetapi relatif sederhana untuk mendapatkan respons nonlinier struktur.

Analisis statis nonlinier (pushover) menghasilkan kurva kapasitas yang kemudian diolah lebih lanjut dengan metode tertentu, salah satunya adalah Capacity Spectrum Method (CSM). Hasil analisis statis pushover nonlinier adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara gaya geser dasar (base shear) dan simpangan atap

(27)

(roof displacement). Hubungan tersebut kemudian dipetakan menjadi suatu kurva yang dinamakan kurva kapasitas struktur seperti yang terlihat pada Gambar 2.15.

Gambar 2.15 Ilustrasi Pushover dan Capacity Curve (ATC-40)

Wiryanto Dewobroto (2006) menyatakan analisis pushover dapat digunakan sebagai alat bantu perencanaan tahan gempa, dengan syarat menyesuaikan dengan keterbatasan yang ada, yaitu :

2. Hasil analisis pushover masih berupa suatu pendekatan, karena perilaku gempa yang sebenarnya adalah bersifat bolak-balik melalui suatu siklus tertentu, sedangkan sifat pembebanan analisis pushover adalah static monotonik.

3. Pemilihan pola beban lateral yang digunakan dalam analisis adalah sangat penting.

4. Untuk membuat model analisis nonlinier akan lebih rumit dibanding model analisis linier. Analisis nonlinier harus memperhitungkan karakteristik inelastik beban-deformasi dari elemen-elemen yang penting dan efek PΔ.

Capacity Spectrum Method

Dalam menggunakan metode Capacity Spectrum, perlu mengkonversi kuva kapasitas, dengan memasukkan gaya geser dasar dan displacement pada atap bangunan pada spectrum kapasitas yang merupakan representasi dari kurva kapasitas percepatan-perpindahan respons spectra (ADRS). Adapun konversi terhadap kurva kapasitas, dihitung menggunakan persamaan berikut:

(28)

𝑎 = [ 𝑚𝑖𝜙𝑖] 𝑖1 2 [ 𝑤𝑖 𝑔] 𝑁 𝑖=1 [ 𝑁𝑖=1𝑚𝑖𝜙𝑖12] (2.66) 𝑆𝑎 𝑔 = 𝑉𝑏 𝑤 1 𝑎 (2.67) 𝑆𝑑 = ∆𝑟𝑜𝑜𝑓 𝑀𝑃𝐹1𝜑𝑟𝑜𝑜 𝑓1 (2.68) 𝛾1 = 𝑀𝑃𝐹1= 𝑚𝑖𝜙𝑖1 𝑚𝑖𝜙𝑖12 (2.69) Dimana:

𝑀𝑃𝐹1 = Modal Participation Factor untuk mode pertama 𝑎1 = koefisien massa untuk mode pertama

𝑤𝑖 𝑔 = beban massa pada lantai ke 𝑖 𝜙𝑖1 = amplitude mode 1 pada lantai ke 𝑖

𝑁 = lantai ke n, lantai tertinggi pada struktur utama 𝑉 = Gaya geser dasar

𝑤 = Berat bangunan ditambah beban hidup ∆𝑟𝑜𝑜𝑓 = Perpindahan (displacement pada lantai atap)

𝑆𝑎 = Percepatan Spectra 𝑆𝑑 = displacement Spectra

Kurva Pushover dipengaruhi oleh pola distribusi gaya lateral yang digunakan sebagai beban dorong. Tujuan analisis pushover adalah untuk memperkirakan gaya maksimum dan deformasi yang terjadi serta memperoleh informasi bagian mana saja yang kritis. Selanjutnya dapat diidentifikasi bagian-bagian yang memerlukan perhatian khusus untuk pendetilan atau stabilitasnya. Analisis pushover dapat digunakan sebagai alat bantu perencanaan tahan gempa, asalkan menyesuaikan dengan keterbatasan yang ada misalnya hasil analisis pushover masih berupa suatu pendekatan karena bagaimanapun perilaku gempa yang sebenarnya adalah bersifat bolak-balik melalui suatu

(29)

siklus tertentu, sedangkan sifat pembebanan pada analisis pushover adalah statik monotonik.

 Batasan Simpangan Antar Lantai

Simpangan antar lantai tingkat desain (Δ) tidak boleh melebihi simpangan antar lantai tingkat ijin (Δa) seperti yang diterangkan dalam SNI 1726-2012. Untuk semua tingkat ijin dimuat dalam Tabel 2.7 berikut.

Tabel 2.7. Simpangan ijin antar lantai

(30)

 Analisis Respons Struktur

Struktur gedung saat menerima beban gempa, maka akan memikul base shear. Base shear tiap lantai merupakan fungsi dari massa (m) dan kekakuan (k) dari tiap lantai tersebut. Base shear mengakibatkan tiap lantai mengalami simpangan/ displacement dari kedudukan semula. Saat gaya gempa bekerja, maka gedung akan merespon beban gempa tersebut dengan memberikan gayagaya dalam. Apabila gaya-gaya dalam tersebut melebihi kemampuan/kapasitas gedung, maka gedung akan berperilaku in-elastis jika sifat struktur cukup daktail, tetapi akan langsung hancur apabila kurang daktail.

 Mekanisme Sendi Plastis

Struktur gedung apabila menerima beban gempa pada tingkatan/kondisi tertentu, akan terjadi sendi plastis (hinge) pada struktur gedung tersebut. Sendi plastis merupakan bentuk ketidakmampuan elemen struktur (balok dan kolom) menahan gaya yang terjadi. Perencanaan suatu bangunan harus sesuai dengan konsep desain kolom kuat balok lemah. Apabila terjadi suatu keruntuhan struktur, maka diharapkan akan terjadi keruntuhan pada balok terlebih dahulu sebelum kolom.

Gambar 2.16. Sendi Plastis terjadi pada balok dan kolom (Google.com)

Adapun penentuan lokasi sendi plastis, ataupun perhitungan untuk mengetahui posisi sendi plastis dapat dibantu dengan program perhitungan struktur yang ada, baik SAP

(31)

Keterangan Simbol Penjelasan

B Menunjukkan batas linear yang kemudian diikuti terjadinya pelelehan pertama pada struktur

IO

Terjadinya kerusakan kecil atau tidak berarti pada struktur, kekakuan struktur hampir sama pada saat belum terjadi gempa

LS Terjadi kerusakan mulai dari kecil hingga tingkat sedang. Kekakuan struktur berkurang tetapi masih mempunyai ambang yang cukup besar terhadap keruntuhan

CP Terjadi kerusakan yang parah pada struktur sehingga kekuatan dan kekakuannya berkurang banyak

CP Batas maksimum gaya geser yang masih mampu ditahan gedung

D

Terjadinya degradasi kekuatan struktur yang besar, sehingga kondisi struktur tidak setabil dan hampir collapse

E Struktur sudah tidak mampu menahan gaya geser dan hancur.

2000, ETABS dan sebagainya. Adapun notasi tingkat kerusakan yang terjadi akibat terbentuknya sendi plastis sebagai contoh dalam program SAP 2000 dapat dilihat pada Tabel berikut :

Tabel 2.8 notasi tingkat kerusakan akibat terbentuknya sendi plastis

Sumber: Hizkia et. All. Jurnal Sipil Statik Vo.2 April 201

2.3.7 Dinding Partisi

Pada saat mendesain sistem struktur dengan rangka terbuka (open frame) pada umumnya dinding partisi batu/bata dianggap sebagai beban gravitasi. Namun pada saat proses konstruksi dinding partisi dipasang sedemikian rupa sehingga pada saat struktur menerima kombinasi beban, maka dinding partisi tersebut akan berinteraksi dengan rangka struktur utama. Oleh karena itu dinding partisi dapat dianggap terisolasi. Jika seluruh dinding partisi terisolasi terhadap rangka struktur maka rangka struktur harus dianalisis dengan mempertimbangkan pengaruh pemasangan dinding partisi tersebut terhadap struktur seperti disebutkan dalam FEMA 273/1997.

(32)

Dalam perencanaan elastis dinding partisi solid sebelum retak dapat dianggap sebagai diagonal strut dengan lebar 𝑎 yang dihitung menggunakan persamaan 2.70

berikut sesuai FEMA 273 pasal 7.5.

𝑎 = 0,175 (𝜆1𝑕𝑐𝑜𝑙)−0,4𝑟𝑖𝑛𝑓 (2.70) Dimana 𝜆1 = 𝐸𝑚𝑒𝑡𝑖𝑛𝑓 sin 2𝜃 4𝐸𝑓𝑒𝐼𝑐𝑜𝑙𝑕𝑖𝑛𝑓 1 4 (2.71) Dan

𝑕𝑐𝑜𝑙 = tinggi kolom tegak lurus balok

𝑕𝑖𝑛𝑓 = tinggi dinging partisi 𝐸𝑓𝑒 = modulus elastisitas struktur 𝐸𝑚𝑒 = modulus elastisitas dinding partisi 𝐼𝑐𝑜𝑙 = momen inersia kolom

𝐿𝑖𝑛𝑓 = panjang dinding partisi

𝑟𝑖𝑛𝑓 = panjeng diagonal dinding partisi

𝑡𝑖𝑛𝑓 = tebal dari dinding partisi yang dikonfersi pada strut

𝜃 = sudut singgung antara tinggi dan panjang dinding partisi (radian) 𝜆1 = koefisien konfersi dari partisi bata ke strut

Adapun dalam jurnal “Guidelines For Earthquake Resistant Non-Engineered Construction” (2012) yang memodelkan dinding partisi sebagai elemen shell yang memiliki perilaku kombinasi dari pelat lentur dan membrane menunjukkan hasil yang cukup baik walau tidak mensimulasikan perilaku yang sebenarnya namun cukup baik untuk mendapatkan informasi bahwa bahwa ada korelasi antara dinding partisi terhadap struktur.

Gambar

Gambar 2.1 Diagram kerangka berfikir pengaruh dinding pengisi/partisi bata
Tabel 2.1 Penentuan Prosedur Analisis Beban Gempa
Tabel 2.2 Kategori Resiko Bangunan
Tabel 2.4 Klasifikasi Situs
+7

Referensi

Dokumen terkait

Uji t yang dilakukan terhadap kemampuan mempertahankan stabilitas emulsi pada selang ke- percayaan 95% menunjukkan bahwa minyak cacing tanah tanpa proses degumming

[r]

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi ketidakkonsistenan desain alinyemen horisontal pada daerah blackspot di tikungan dan mengembangkan model yang menjelaskan hubungan

Berdasarkan hasil penelitian kualitas pelayanan dan physical evidence berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kepuasan nasabah, sedangkan physical evidence

Soal yang digunakan untuk pretes maupun postes harus di ujikan terlebih dahulu dan kemudian dilakukan analisis butir soal. Hal ini untuk melihat kriteria validitas,

Jarak yang dimaksud adalah dimensi jarak kamera terhadap obyek dalam frame. Kamera secara fisik tidak perlu berada dalam jarak tertentu karena dapat

Di awal ke- giatan, siswa diberikan lembar kerja siswa yang memuat indikator- indikator dalam elemen bernalar (elemen berpikir kritis) versi Paul dan Elder yang disesuaikan

• Ciri-ciri rekreasi: (1) suatu aktivitas fisik, mental mau pun emosional, (2) suatu aktivitas yang tidak mempunyai bentuk dan macam tertentu, (3) dilakukan karena terdorong