• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PERAN WANITA PEKERJA INDUSTRI RUMAH TANGGA DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ANAK DI DUKUH BRAJAN DESA SALAKBROJO KEC.KEDUNGWUNI KAB.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III PERAN WANITA PEKERJA INDUSTRI RUMAH TANGGA DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ANAK DI DUKUH BRAJAN DESA SALAKBROJO KEC.KEDUNGWUNI KAB."

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

52

BAB III

PERAN WANITA PEKERJA INDUSTRI RUMAH TANGGA DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ANAK DI DUKUH BRAJAN DESA

SALAKBROJO KEC.KEDUNGWUNI KAB. PEKALONGAN

A. Gambaran Umum Dukuh Brajan Desa Salakbrojo Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan

1. Letak Geografis Dukuh Brajan Desa Salakbrojo Kec. Kedungwuni

Kab. Pekalongan.

Dukuh Brajan merupakan salah satu Dukuh dari empat Dukuh yang ada di Desa Salakbrojo Kecamatan Kedungwuni kabupaten Pekalongan. Diantaranya Dukuh Pra‟an, Dukuh Miyanggong, Dukuh Pesala‟an dan Dukuh Brajan.

Secara Geografis, Dukuh Brajan termasuk dalam bagian Desa Salakbrojo yang terletak diantara: 6°57′25″ Lintang Selatan dan antara 109°39′59″ Bujur Timur dengan luas135.180 ha, yang Secara khusus Dukuh Brajan ini terbagi menjadi dua bagian yaitu Dukuh Brajan Wetan dan Dukuh Brajan Kulon. Dukuh Brajan ini dipimpin oleh seorang Kadus (Kepala Dusun) yang berbeda yaitu Warsito dan Agus Muhaimin.Dengan pembagian Dukuh Brajan Wetan meliputi RT 01. RW.03, sedangkan Dukuh Brajan Kulon meliputi RT. 04 RW. 02 dan RT. 05 RW. 02. Sehingga meskipun masih dalam satu Dukuh,

(2)

masing-masing bagian Dukuh Brajan Wetan maupun Dukuh Brajan

Kulon memiliki batas wilayah yang berbeda1.

Tabel 1

Batas-Batas Wilayah Dukuh Brajan

Nama Dukuh Batas-batas wilayah

Brajan Wetan (RT.01/RW.03)

Sebelah Utara : Desa Proto Sebelah Selatan: Dukuh Pra‟an Sebelah Barat : Brajan Kulon

Sebelah Timur : Desa KebonRowo Pucang Brajan Kulon

(RT.04/RW.02) dan (RT.05/RW.02)

Sebelah Utara: Desa Proto Sebelah Selatan: Dukuh Pra‟an SebelahBarat :Dukuh Miyanggong Sebelah Timur: Dukuh Brajan Wetan.

Dari perbedaan batas-batastersebut, secara tidak langsung mempengaruhi kehidupan ekonomi masyarakat di Dukuh Brajan.

2. Data Kependudukan Dukuh Brajan Desa Salakbrojo Kecamatan

Kedungwuni Kabupaten Pekalongan.

Secara administratif, penduduk di Dukuh Brajan berjumlah

671 jiwa.2 Dimana total jumlah laki-laki 336 dan jumlah total

perempuan mencapai 335 dengan Jumlah Kepala Keluarga(KK) 153.

1

Rochim, Kepala Urusan Pemerintahan Dukuh Brajan Desa Salakbrojo, Wawancara Pribadi, Brajan, 17 September 2014.

2Data Monografi Dinamis Desa Salakbrojo Kecamatan Kedungwuni Kabupaten

(3)

Tabel 2

Data Kependudukan Dukuh Brajan Desa Salakbrojo

Rekap/RT Laki-laki Perempuan Jumlah KK

RT. 04 112 110 48

RT. 05 97 87 43

RT. 01 127 138 62

Jumlah 336 335 153

Mayoritas masyarakat di Dukuh Brajan Desa Salakbrojo bekerja sebagai buruh dalam sektor industri rumah tangga seperti konveksi. Sehingga wajarjika wanita-wanita di Dukuh Brajan menjadi wanita pekerja industri rumah tangga. Untuk mendapatkan subyek penelitian, peneliti mengambil sampel lebih kecil dan pengambilannya

cenderung memilih yang purposive.3Dengan demikian, diambil

beberapa pekerja wanita industri rumah tangga untuk dijadikan subyek penelitian sebagai sumber primer.

Tabel 3

Karakteristik Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga sebagai Subyek Penelitian

Keterangan Nama responden Usia(th) Status pekerjaan

RT. 01/RW. 03 Risawati Siti Rokhimah 29 31 Buruh industri Buruh industri RT. 04/RW. 02 Nur Aeni Sumarni 27 36 Buruh industri Pemilik industri RT.05/ RW. 02 Siti Rinawati Awaliyah 30 40 Pemilik industri Buruh industri

3Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet,ke-7 (Yogyakarta: PT. Bayu Indra

(4)

Dari tabel di atas ada 6 subyek penelitianyang masing-masing diambil dari bagian Dukuh Brajan yang berbeda, dengan status pekerjaan sebagai buruh industri dan pemilik industri rumah tangga. RT. 01/RW. 03 diambil responden sebanyak 2 orang, RT. 04/RW. 02 sebanyak 2 orang dan RT.05/ RW. 02 sebanyak 2 orang.

3. Struktur Organisasi Pemerintahan Dukuh Brajan Desa Salakbrojo

Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan. Tabel 4

Struktur Organisasi Dukuh Brajan Desa Salakbrojo.4

4Agus Muhaimin, Kepala Dukuh Brajan Desa Salakbrojo, Wawancara Pribadi, Brajan, 21

September 2014. KEPALA DESA M. Hermin KEPALA DUSUN (RT. 05/RW.02 dan RT. 04/RW.02) Agus Muhaimin KETUA RT.05 Sulaiman KETUA RT.04 Fauzi KETUA RW.02 Warsito SEKRETARIS Hermanto BENDAHARA Chuzaeri BENDAHARA H.Isa SEKRETARIS Ahmad Sopan KETUA RW.02 Warsito KEPALA DUSUN (RT 01/ RW. 03) Warsito KETUA RT 01 Danuri KETUA RW. 03 Amin SEKRETARIS A. Munif BENDAHARA Mugiyono

(5)

4. Sarana dan Prasarana di Dukuh Brajan Desa Salakbrojo Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan.

Sarana dan prasarana sebagai bagian operasional yang tidak bisa dipisahkan. Sarana dijadikan sebagai alat untuk mencapai tujuan dan maksud. Sedangkan prasarana sebagai penunjang utama terselenggaranya sebuah usaha dan tujuan. Adapun bentuk sarana dan prasarana Dukuh Brajan Desa Salakbrojo Kecamatan Kedungwuni

Kabupaten Pekalongan adalah sebagai berikut5 :

a. Fasilitas umum : Posyandu dan Balai desa.

b. Fasilitas pendidikan : Sekolah Dasar Negeri (SDN) Salakbrojo,

Madrasah Ibtidaiyah WaliSongo (MIWS) Salakbrojo, Taman Kanak-Kanak (TK) Pertiwi.

c. Fasilitas keagamaan : Mushola yang berjumlah 3, dan Taman

Pendidikan Al-Qur‟an (TPQ).

d. Fasilitas Olahraga : Lapangan sepakbola dan Lapangan voli.

5Data Monografi Dinamis Desa Salakbrojo Kecamatan Kedungwuni Kabupaten

(6)

B. Peran Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga dalam Pendidikan Agama Islam Anak di Dukuh Brajan Desa Salakbrojo Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan Tahun 2014.

Wanita sebagai ibu yang bekerja atau wanita pekerja meskipun bekerja tetap perlu mengoptimalkan peran untuk anak-anaknya. Meskipun memiliki tanggung jawab terhadap pekerjaannya, namun tanggung jawab dalam pendidikan anaknya tidak boleh ditinggal begitu saja. Terlebih terkait dengan pendidikan agama Islam.

Untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan peran wanita pekerja industri rumah tangga dalam pendidikan agama Islam anak, penulis melakukan wawancara dengan beberapa subyek, dalam hal ini adalah Risawati (RW), Nur Aeni (NA), Siti Rinawati (SR), Sumarni (SM,)Awaliyah (AW) dan Siti Rokhimah (SH). Mereka adalah wanita pekerja industri rumah tangga yang memiliki anak yang berusia 3-12 tahun.

Wanita dalam pendidikan anak sangatlah berbeda-beda perannya. Namun dibawah ini akan dijelaskan mengenai peran wanita pekerja industri rumah tangga dalam pendidikan agama Islam anak, pada sub bab ini peneliti bertanya kepada subyek tentang peran wanita pekerja industri rumah tangga dalam pendidikan agama Islam anak.

(7)

Dalam kehidupan sehari-hari para wanita pekerja industri rumah tangga mendidiknya anak dalam bentuk yang berbeda-beda. Sehingga waktu yang digunakan untuk mengasuh dan mendidik anak-anak pun tidak sama. Kadang pagi, siang, sore atau bahkan malam hari. Sebagai ibu tentu tidak lepas dari kegiatan mengasuh dan mendidik.Seperti yang dilakukan oleh Nur Aeni, Nur Aenitidak melupakan perannya sebagai ibu yang mengasuh dan mendidik anaknya. Berikut ungkapan Nur Aeni:“Saya memang bekerja dari waktu pagi sampai sore hari,tetapi ya saya tetap mengasuh anak,

mendidik anak supaya rajin sekolah, dan rajin mengaji.”6(S.1 W.1 B.

4-7)

Bekerja memang menjadi kebutuhan bagi semua orang. Bagi seorang ibu, bekerja bukanlah salah satu kegiatan yang melupakan perannya dalam mendidik anak. Sumarni adalah pemilik industri rumah tangga. Meskipun bekerja, setiap sore ia meluangkan waktu

untukmencari anak-anaknya yang sedang bermain untuk

mengaji.Berikut paparan dari Sumarni:

“Saya bekerja mulai pagi hari setelah anak-anak sudah berangkat ke sekolah, nanti kalau sudah mulai sore. Saya mencari anak- anak yang sedang bermain untuk pulang berangkat mengaji di TPQ. Malamnya saya menyuruh anak utnuk berangkat mengaji Al-Qur‟an sampai waktu isya di

6 Nur Aeni, Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan, 18

(8)

rumahnya pak kyainya yang dekat. Setelah itu berangkat les.”7 (S.3 W.3 B. 4-12)

Tidak jauh berbeda dengan Sumarni, Siti Rokhimah tepatnya mengasuh dengan cara menyuruh anaknya untuk menata pelajaran sekolah sejak malam, menyiapkan pakaian sekolah, iapun mengingatkan kepada anaknya supaya tidak tidur larut malam. Berikut penuturan Siti Rokhimah:

“...Saya terkadang sibuk bekerja sampai malam. Ketika malam ya saya sering menyuruh anak untuk menata pelajaran, menyiapkan seragam apa yang hendak dipakai ke sekolah, sering sekali bertanya „ada PR atau tidak‟, supaya pagi-pagi sebelum berangkat ke sekolah tidak ribut.Saya pun mengingatkan supaya tidurnya jangan larut malam, agar bisa

bangun pagi. ”8 (S.4 W.4 B. 4-17)

Sesibuk apapun, mengasuh sambil memberikan pendidikan kepada anak itu tetap dilakukan, seperti yang dilakukan oleh Risawati, sebelum ia memulai pekerjaannya, pertama harus mengurus kebutuhan anak terlebih dahulu.Berikut ungkapan Risawati :

“Pertama mengurus kebutuhan anak mulai dari bangun tidur sampai anak berangkat ke sekolah, setelah itu saya baru memulai bekerja. Nanti siang pukul setengah 11 saya menjemput anak pulang dari sekolah. Waktu bekerjanya lagi setelah dhuhur. Kemudian menyempatkan waktu sebentar untuk mengajari anak membaca jilid sebelum berangkat mengaji sore.Setelah maghrib saya mengantar anak mengaji

7

Sumarni, Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga,Wawancara Pribadi, Brajan, 18 Desember 2014.

8Siti Rokhimah,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan,17

(9)

dan lembur malamnya dimulai setelah anak tidur.”9 (S.1 W.1 B. 4-14)

Mengasuh dan mendidik anak harus ditekankan sejak anak masih kecil. Anak tidak boleh luput dari asuhan seorang ibu. Seperti yang dilakukan oleh Awaliyah, Awaliyah mendidik anaknya untuk bangun pagi. Berikut penuturan Awaliyah: “...Tetap mendidik anak misalnya menyuruh anak untuk bangun pagi meskipun sekolahnya

libur. Supaya tidak meninggalkan shalat.”10 (S.2 W.2 B. 34-37)

Ketika wanita sebagai ibu tidak membiasakan anak untuk bangun pagi dan menunaikan shalat, maka anak akan terbiasa malas untuk bangun pagi, dan semua itu bergantung dari asuhan awal seorang wanita terhadap anak, sebagaimana ungkapan Siti Rinawati “...Mendidiknya dengan cara memberi nasehat yang baik. Membiasakan anakuntuk bangun pagi.Meskipun sulit, tetapi ya harus

dibiasakan. Semua itu berawal dari asuhan orangtuanya saja.”11 (S. 6

W.6 B. 18-23)

Salah satu peran wanita dalam hal ini sebagai peletak dasar kepribadian anak. Oleh sebab itu, ibu perlu membimbing akhlak anak agar menjadi anak yang baik,seperti yang dilakukan oleh Risawati, dia membimbing akhlak anak dengan cara yang sederhana. Berikut

9Risawati,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga,Wawancara Pribadi, Brajan,18 Desember

2014.

10

Awaliyah,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga,Wawancara Pribadi, Brajan,17 Desember 2014.

11Siti Rinawati,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga,Wawancara Pribadi, Brajan,17

(10)

ungkapan Risawati:“Membimbing akhlak anak dimulai dari perintah yang sederhana. Saya selalu mengingatkan anak untuk tidak nakal saat bermain. Menasehati supaya rukun. Saya bertanya terlebih dahulu,

mau bermain dimana dan dengan siapa.”12 (S.1 W.1 B. 41-46)

Selain menasehati anak untuk berperilaku rukun terhadap sesama, Awaliyahmemberikan nasehat kepada anak untuk berkata sopan dan memberikan bimbingan kepada anak supaya rajin sekolah, dan rajin mengaji. Berikut paparan Awaliyah:“Menyuruh anak untuk bertutur kata yang sopan, ketika ditanyapun tidak boleh asal menjawab, kemudian mengarahkananak supaya rajin sekolah, dan rajin

mengaji.”13 (S.2 W.2 B. 50-53)

Nasehat yang tulus ketika memasuki jiwa anak-anak maka akan cepat mengena. Oleh sebab itu anak perlu mendapat nasehat dan bimbingan yang teratur. Peneliti menambahi bahwa sebenarnya tidak hanya cukup sekali atau dua kali saja untuk menasehati anak. Seperti Siti Rokhimah, berikut ungkapan Siti Rokhimah: “Memberi nasehat supaya anak berkelakuan baik. Terkadang kalau sedang disuruh, ya

saya memberi pengarahan, supaya nurut (mau) kalau diperintah orang

tua.”14 (S. 4 W.4 B. 52-55)

12Risawati,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan,18

Desember 2014.

13

Awaliyah,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan, 17 Desember 2014.

14Siti Rokhimah,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi,

(11)

Pada saat Nur Aeni bersama dengan anaknya, dia memberikan nasehat kepada anaknya.Berikut ungkapan Nur Aeni:“Hmm...anak saya yang pertama, kalau mau minta sesuatu tetapi tidak diberi atau dituruti seringnya merengek. Dinasehatipun terkadang malah susah. Tetapi ya saya sering mengingatkan kepada anak, tidak boleh berani

kepada orang yang lebih tua. Jadi ya sering dikandani (dinasehati)

terus.”15

(S.5 W.5 B. 39-45)

Sama halnya dengan Sumarni yang juga memberi bimbingan dan nasehat kepada anaknya untuk berbicara yang sopan kepada orang yang lebih tua, Sumarni menekankan kepada anak-anaknya agar ketika dinasehati tidak marah dan membentak apalagi melawan nasehat orang tua, berikut ungkapan Sumarni:“...Ya menasehati anak-anak kalau sedang dinasehati orang tua tidak boleh membentak, apalagi melawan. Selain itu ya mengajari anak untuk mengingat waktu kalau sedang bermain. Terutama waktu untuk mengaji. Membimbing anak-anak agar

selalu rukun antara kakak dan adik.”16(S. 3 W.3 B. 52-59)

Siti Rinawati juga memberi arahan kepada anaknya untuk menjadi anak yang baik dan berbakti kepada orang tua, berikut ungkapan Siti Rinawati:“Menasehati supaya menjadi anak yang

15

Nur Aeni,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan,18 Desember 2014.

16Sumarni, Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan, 18

(12)

berperilaku baik dan berbakti kepada orangtua. Kalau sedang rewel

biasanya sering dinasehati.”17

(S.6 W.6 B. 44-47).

Wanita pekerja industri rumah tangga harus mengenalkan ibadah kepada anak-anaknya sejak dini. Ibadah cakupannya luas, paling tidak ibadah wajib seperi sholat sudah harus dikenalkan kepada anak-anak sejak mereka masih dini.Seperti yang dilakukan oleh Nur Aeni, sedikit demi sedikit Nur Aenimengenalkan ibadah sholat kepada anak.Berikut paparan Nur Aeni: “...Anak saya rajin shalat pada waktu maghrib dan isya. Kalau maghrib biasanya dia pergi ke Musolla bersama teman-teman sekaligus mengaji. Kalau sholat Isya‟nya itu masih kadang-kadang,Kalau shalat dhuhur, ashar, dan subuh itu belum

sepenuhnya ia jalankan. Tapi sedikit demi sedikit saya

mengingatkan.”18(S.5 W.5 B. 24-31)

Ketika ibu melakukan kebiasaan berupa solat. Maka anak akan terbiasa melihat ibunya mengerjakan sholat, lama-kelamaan anak akan terpengaruh dengan kebiasaan ibu. Rasa keingintahuan anak terhadap ibadah sholat akan terjawab apabila ibu sering mengajak dan menyeru kepada anaknya untuk bersama-sama mengerjakan shalat. Tepatnya pada waktu maghrib. Risawati menyebut sholat dengan istilah

“Alloh”.19

Ia juga mengungkapkan kalau anaknya mengikuti solat

17Siti Rinawati, Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan, 17

Desember 2014.

18

Nur Aeni ,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan,18 Desember 2014.

19Risawati, Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan,18

(13)

karena melihat ibunya terbiasa melaksanakan sholat ketika masih bersama dengan anaknya.berikut ungkapan Risawati :

“Ya, Alhamdulillahmulai ada pengetahuan dan peningkatan, sedikit memahami tentang tatacara shalat, ada kesadaran ingin mengikuti shalat maghrib.Sebelum shalat minta dicarikan mukena dahulu, minta ditunggu saat berwudhu.Terkadang ketika dia sholat membaca bacaan takbirnya diperkeras, terkadang ya sekedar mengikuti gerakan–gerakan yang saya

lakukan.”20(S. 1 W.1 B. 31-39)

Shalat merupakan perbuatan yang dimulai dari takbir dan diakhiri dengan salam. Meskipun terlihat sederhana, akan tetapi jika tidak terbiasa mengerjakan sholat, maka sholat yang ringan itu menjadi berat.Sumarni mengenalkan anaknya untuk mengikuti ibadah shalat Jum‟at, berikut ungkapan Sumarni:

“Anak sayayang laki-laki jumlahnya empat, yang perempuan hanya satu sedang duduk di kelas lima. Yang pertama laki-laki sudah SMP, Adiknya masihduduk di bangku Madrasah Ibtidaiyah (MI). Alhamdulillah anak laki-laki saya sudah ada kesadaran mau mengikuti shalat Jum‟at. “...Kecuali dua anak

yang bontot (terakhir) karena masih TK.”21 (S.3 W.3 B. 32-40)

Ibadah shalat untuk anak-anak apabila tidak digalakkan sejak kecil. Siti rokhimah memaparkan: “Di Sekolah dan di tempat mengajinya sudah ada materi-materi tentang sholat. Terkadang anak sudah mengerti tatacaranya tapi belum mau melaksanakannya.Jadi ya

20

Risawati,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan,18 Desember 2014.

21Sumarni,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan,18

(14)

mengarahkan supaya anak mau shalat. Seringnya kalau sudah pulang

sekolah dan bermain itu lupa sholat.”22(S.4 W.4 B. 44-50)

Awaliyahpun memaparkan bahwa dirinya sudah tidak lagi mengenalkan ibadah sholat kepada anak, tetapi ia menyuruh untuk mengerjakan shalat. Karena anaknya sudah berusia 12 tahun. Sebagaimana paparan Awaliyah sebagai berikut: “Karena sudah kelas enam, saya tidak mengenalkan shalat lagi, tetapi sudah menyuruhnya untuk shalat. Misalkan menyuruh shalat berjamaah pada waktu

maghrib.”23 (S.2 W.2 B. 40-43)

Tidak hanya sekedar mengenalkan tentang shalat, tetapi seorang ibu bisa langsung mengajak untuk mengikuti shalat. Berikut ungkapan Siti Rinawati:“...Sudah mulai saya ajak sholat sedikit demi sedikit ketika saya mau sholat. Karena masih kecil, jadi ya terkadang mau, terkadang tidak. Sebenarnya tentang shalat-shalat juga diajarkan

di Sekolahnya.”24

(S.6 W.6 B. 33-37)

Mengajarkan Al-Qur‟an kepada anak-anak bisa dilakukan pada waktu sore, atau malam. Wanita pekerja industri rumah tangga sekalipun, perlu mengajarkan anaknya untuk membaca Quran. Al-Qur‟an sebagai pedoman hidup manusia.

22Siti Rokhimah,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan,17

Desember 2014.

23

Awaliyah ,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan,17 Desember 2014.

24Siti Rinawati,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan,17

(15)

Risawati tetap mengajari anaknya untuk membaca bacaan jilid yang hendak dipelajari anaknya di hari esok, tujuan Risawati mengajari anaknya agar ketika mengaji ia membaca jilidnya dengan lancar. Berikut ungkapan Risawati : “Saya mengajari anak untuk mengaji. Anak saya masih berumur 5 tahun, tetapi mengajinya sudah sampai jilid 3. Untuk menjaga kelancarannya, saya mengajari sekaligus mengulangi apa yang hendak dibaca di hari besok,biasanya

sebelum berangkat mengaji, saya mengajarinya belajar.”25( S.1 W.1

B. 48-54)

Anak-anak dari pekerja industri rumah tangga belajar membaca Al-Qur‟an di lembaga pendidikan non-formal seperti Taman Pendidikan Al-Qur‟an, di Musholla, bahkan di rumah kyainya. Ibu di rumah hanya menyuruh anak membaca atau mengulang kembali

bacaan Al-Qur‟annya.26Seperti yang dipaparkan oleh Nur

Aeni:“Ketika libur mengaji dan saya juga libur bekerja, saya mengajak anak untuk membaca Jilidnya di rumahselepas waktu

maghrib.”27(S.5 W.5 B. 14-16)

25Risawati,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi,Brajan,18

Desember 2014.

26 Catatan Lapangan dalam Observasi, Brajan, 10 Oktober 2014, pukul. 14.00 WIB.

27Nur Aeni, Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan,18

(16)

Mengajarkan Al-Qur‟an kepada anak, bisa dilakukan pada

waktu malam, biasanya selepas shalat maghrib.Seperti

penuturanAwaliyah: “Saya menyuruh untuk membaca Al-Qur‟an

kalau di rumah, terutama pada saat libur mengaji, kalau sering dideres

(dibaca) akan menjadi lancar.”28(S.2 W.2 B. 45-48)

Siti Rokhimah mengajak dan menyuruh anaknya membaca Al-Qur‟an di rumah. Berikut paparan dari Siti Rokhimah :“Mengajak dan

menyuruh anak untuk membaca Al-Qur‟annya di rumah,

dideres(dibaca) baik sebelum mengaji ataupun pada saat libur

mengaji.” 29

(S.4. W.4 B. 39-42)

Siti Rinawati memiliki anak yang berusia 6 tahun, cara Siti Rinawati mengajarkan Al-Qur‟an kepada anak yaitu dengan memasukkan anaknya belajar mengaji ke Musholla. Berikut penuturan Siti Rinawati :“...Ya,pokoknya sebelum berangkat mengaji, saya sering menyuruh anak untuk membuka jilidnya, meskipun sebentar

saya menemani sekaligus mengajarinya membaca.”30

(S.6 W.6 B. 39-42)

Selain memasukkan anak untuk belajar membaca Al-Qur‟an di Musholla. Mayoritas wanita pekerja industri rumah tangga juga memasukkan anaknya untuk belajar membaca Al-Qur‟an ke dalam

28Awaliyah ,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan, 17

Desember 2014.

29

Siti Rokhimah,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan, 17 Desember 2014.

30Siti Rinawati,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan, 17

(17)

Taman Pendidikan Al-Qur‟an (TPQ). Seperti ungkapan Sumarni: “Membaca Al-Qur‟an atau jilid. Anak-anak saya kalau sore mengaji di TPQ. Malamnya ya mengaji di rumah pak kyainya yang dekat, nanti

di rumah ya...waktunya nderes (membaca Al-Qur‟an atau Jilidnya),

kalau tidak mengaji kan rugi. Dari kecil harus rajin mengaji. Nanti tua

nya itu tinggal menikmati.”31 (S.3 W.3 B. 43-50)

Dengan demikian, kesimpulannya secara spesifik dari peran wanita pekerja industri rumah tangga dalam pendidikan agama Islam anak adalah bahwawanita-wanita pekerja industri rumah tangga dalam pendidikan anak berperan sebagai penasehat sekaligus sebagai pemberi stimulasi atau motivator bagi anak-anaknya.

C. Faktor-Faktor yang mendukung dan Menghambat Peran Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga dalam Pendidikan Agama Islam Anak

Wanita pekerja industri rumah tangga secara langsung

bersinggungan dengan dunia kerja yang menjadi rutinitas

kesehariannya. Wanita pekerja dalam melaksanakan perannya tidak mungkin selalui terlampaui dengan lancar tanpa hambatan dan tantangan apapun.Untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mendukung dan menghambat peran pekerja industri rumah tangga dalam pendidikan agama Islam anak, peneliti

31SM,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan, 18 Desember

(18)

melakukan wawancara dengan beberapa subyek yang sama, dalam hal ini adalah Risawati (RW), Nur Aeni (NA), Siti Rinawati (SR), Sumarni (SM,) Awaliyah (AW) dan Siti Rokhimah (SH). Ada beberapa faktor yang mendukung dan menghambat peran wanita pekerja industri rumah tangga dalam pendidikan agama Islam anak, diantaranya :

1. Faktor-faktor yang mendukung wanita pekerja industri rumah tangga

dalam pendidikan agama Islam anak.

Faktor yang mendukung peran wanita dalam pendidikan agama Islam anak ini meliputi :

a. Lingkungan masyarakat

Lingkungan kedua setelah keluarga adalah lingkungan masyarakat. Dari lingkungan masyarakat inilah anak belajar mengenal pendidikan keislaman, lingkungan masyarakat menjadi tempat praktek dari bekal yang diperoleh di keluarga dan sekolah sekaligus sebagai tempat pengembangan kemampuan diri.

Seperti yang paparkan oleh Risawati. Berikut paparan Risawati: “Lingkungannya mendukung bagi anak. Di tempat tinggal

kami kan ada kegiatan keagamaan seperti berjenjenan terus dekat

(19)

itu membantu saya untuk mendidik anak dengan baik.”32 (S1.W.1 B.61-67)

Lingkungan masyarakat dengan berbagai macam corak di dalamnya tidak selamanya buruk bagi anak, terkadang baik dan menguntungkan bagi perkembangannya. Berikut ungkapkan Siti Rinawati:“Ya karena dekat dengan Musholla,setiap malam ada kegiatan mengaji, jadi ya tidak perlu di suruh-suruh untuk mengaji,

anak sudah memahami sendiri.”33 (S.6 W.6 B. 60-63)

Di lingkungan masyarakat,menjamurnya musholla sebagai tempat untuk menuntut ilmu, menjadikananak termotivasi untuk mempelajari pendidikan agama Islam di rumah setelah ia belajar di Muholla. Misalnya membaca Al-Qur‟an. Seperti yang diungkapkan oleh Nur Aeni sebagai berikut: “Dengan adanya hafalan doa-doa sholat, atau surat-surat pendek dari tempat mengajinya terkadang tidak perlu disuruh anak pasti mengkomunikasikan dengan ibunya minta

diajarin.”34 (S.5 W.5 B. 49-53)

Lingkungan masyarakat yang agamis, akan mempengaruhi kondisi keagamaan masyarakatnya. Sumarni menuturkan:“Remaja masyarakat disini, setiap malam sabtu mengadakan kegiatan

32Risawati, Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan, 18

Desember 2014.

33

Siti Rinawati, Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan, 17 Desember 2014.

34Nur Aeni, Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga,Wawancara Pribadi, Brajan, 18

(20)

berjenjenandi Musholla. Anak-anak saya pun sudah memahami

sendiri mengikuti kegiatan tersebut”35(S.3 W.3 B. 73-77)

Siti Rokhimah pun menyatakan hal yang sama dan tidak jauh berbeda dengan Sumarni. Siti Rokhimah memaparkan :“Yang mempengaruhi anak salah satunya ya..kegiatan keagamaan di

masyarakat. Seperti berjenjenan.Kebiasaan masyarakat yang lain

seperti sholat juga berpengaruh. Jadi terkadang anak ingin ikutshalat

maghrib berjamaah ke Musholla.”36 (S. 4 W.4 B. 59-65)

Lingkungan masyarakat mampu memberi atau bahkan mengubah kepribadian anak, Awaliyah menuturkan:“Ya...karena rumahnya dekat dengan Musholla, dan mayoritas masyarakat disini mengaji disana, jadi ya anak terpengaruh juga. Buruk atau baiknya tingkah laku anak memang bisa dipengaruhioleh lingkungan sekitar.

Alhamdulillah, kalau disini kondisinya masih wajar-wajar saja.”37 (S.2

W.2 B. 67-73)

b. Teman sepermainan

Anak membutuhkan teman sepermainan sebagai mitra dalam bermain. Awaliyah memaparkan:“...Anak itu terkadang suka meniru temannya, ya kalau meniru teman yang baik itu ya tidak apa-apa.

35Sumarni, Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan, 18

Desember 2014.

36

Siti Rokhimah, Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan, 17 Desember 2014.

37Awaliyah ,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan, 17

(21)

Semua itu tergantung dengan siapa ia berteman.”38 (S.2 W.2 B. 56-60) Hal ini juga sejalan dengan pernyataan Siti Rinawati, ia mengaku bahwa anaknya terpengaruh dengan temannya baik dalam hal belajar, mengaji, sekolah, ataupun dalam hal bermain. Berikut ungkapan Siti Rinawati:“Anak terkadang suka mengikuti atau meniru dengan teman-temannya. Kalau teman seusianya sudah ikut mengaji, nanti ya anak akan termotivasi mengaji. Kalau teman-temannya belajar, anak juga

akan meniru. Dalam hal bermain pun terkadang demikian.”39

(S.6 W.6 B. 51-56)

Anak dapat termotivasi dari teman untuk mengikuti kegiatan keagamaan atau mendatangi tempat ibadah untuk sekedar mengikuti shalat, motivasi dan kesadaran anak untuk beribadah menguntungkan sekaligus memudahkan bagi wanita dalam mendidik anak-anaknya. Sumarni memaparkan sebagai berikut :“Setelah pulang dari TPQ nantianak-anak itu sering bermain lagi dengan teman-temannya, kalau sudah tiba waktu maghrib dia pulang mengambil peci nanti pergi ke Musholla ikut dengan temannya. Belum diingatkan untuk shalat itu

sudah jalan sendiri.”40

(S.3 W.3 B. 63-70)

38Awaliyah ,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan, 17

Desember 2014.

39

Siti Rinawati, Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan, 17 Desember 2014.

40Sumarni , Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan, 18

(22)

Siti Rokhimah pun juga menuturkan demikian, berikut penuturan Siti Rokhimah:“Berangkat mengaji malam terkadang kalautidak ada temannya itu alasannya capek, tidak mau berangkat, pusing. Kalau ada temannya itu anak lebih semangat, begitupun kalau temannya sholat berjamaah ke Musholla pasti terpengaruh juga. Tidak

perlu dibujuk.”41

(S.4 W.4 B. 65-71)

Nur Aeni mengungkapkan, bahwa anaknya rajin shalat pada waktu maghrib dan isya sebab terpengaruh teman-temannya, dan Nur Aeni merasakan kalau ini menguntungkan, berikut ungkapan Nur Aeni :“Anak saya ikut shalat itu terpengaruh sama teman-temannya.

Kalau ibunya yang mengingatkan itu terkadang belum

dilaksanakan.”42 (S. 5 W.5 B. 55-58)

Risawati menambahkan ungkapan Nur Aeni, berikut ungkapan Riswati:“Kalau teman-temannya berjamaah ke Musholla waktu sholat Maghrib nanti anak saya minta izin ingin pergi ke Musholla, ya tidak apa-apa, saya hanya menasehati saja kalau sholat di Musholla, tidak

boleh guyon(bermain-main) disana.”43 (S.1 W.1 B. 69-74)

Dari paparan tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mendukung peran wanita dalam pendididikan agama Islam anak adalah lingkungan masyarakat dan teman sepermainan.

41Siti Rokhimah, Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan,

17Desember 2014.

42

Nur Aeni, Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan, 18 Desember 2014.

43Riswati,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi,Brajan, 18

(23)

2. Faktor-faktor yang menghambat wanita pekerja industri rumah tangga dalam pendidikan agama islam anak.

Selain dari beberapa faktor yang mendukung perannya. Berikut ini ada faktor-faktor yang menghambat peran wanita pekerja industri dalam pendidikan agama Islam anak adalah sebagai berikut :

a. Terbatasnya waktu

Seorang ibu yang bekerja dan mengasuh anak memiliki tugas yang berat. Waktu yang digunakan untuk bekerja terkadang lebih banyak daripada untuk mengasuh dan mendidik anak. Seperti yang dituturkan oleh Nur Aeni berikut ini:

“Bekerja dan mengasuh anak bagi saya sebenarnya beban. Terkadang saya merasa kerepotan untuk membagi waktu. Dua anak yang masih kecil-kecil ini secara tidak langsung membutuhkan perhatian dari saya secara terus menerus.Kalau saya mengajari anak itu sebenarnya tidak pasti. Kalau sudah kerja ya kerja. Anak kan sudah sekolah, sudah mengaji juga. Sudah mendapat pelajaran dari tempat mengaji dan

sekolahnya.”44(S.5 W.5 B. 62-71)

Pada umumnya wanita pekerja industri rumah tangga di Dukuh Brajan bekerja karena memiliki inisiatif untuk membantu suami dalam memenuhi kebutuhan ekonomi. Sehingga waktu yang

tersisa untuk keluarga terbatas.45 Sebagaimana penuturan

Risawatisebagai berikut :“...Kemudian menyempatkan waktu sebentar untuk mengajari anak membaca jilid sebelum berangkat mengaji sore.

44Nur Aeni,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan,18

Desember 2014.

45

(24)

Selepas maghrib sayamengantar anak mengaji dan lembur malamnya

dimulai setelah anak tidur setelah pulang mengaji”46 (S.1 W.1 B.

12-15)

Dalam hal waktu, Sumarni mengungkapkan ada perbedaan waktu yang mendasar antara ibu yang bekerja dan tidak bekerja dalam

mendidik anak, berikut ungkapan Sumarni: “Ya ibu yang bekerja

dengan yang tidak bekerja itu jelas porsinya berbeda. Kalau ibu yang bekerja itu bisa memberi pendidikan kepada anak tetapi mungkin kurang maksimal, mengingat banyak pekerjaan yang harus diselesaikan dahulu, terkadang kalau terlalu lelah, ya inginnya bersantai atau istrahat. Paling sekedar menyuruh dan menasehati

anaknya”47

(S. 3 W.3 B. 85-93)

Tidak dapat dipungkiri, semua wanita yang bekerja pasti akan merasa repot membagi waktu antara bekerja dan waktu dengan anak-anaknya. Siti Rokhimah pun memaparkan:“Terkadang seringnya repot banyak pekerjaan. Mulai dari bekerja membantu suami, mengurus anak juga. Kalau sudah bekerja secara otomatis harus diselesaikan kerjaannya, ada target harus selesai hari besok atau lusa, jadi terburu-buru harus selasai, kalau sudah begitu terkadang merasa

46

Risawati, Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga,Wawancara Pribadi, Brajan,18 Desember 2014.

47Sumarni, Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan, 18

(25)

kurang juga si sebenarnya memperhatikan pendidikan anak.”48 (S.4 W.4 B. 75-83)

Setiap ibu pasti ingin memperhatikan anaknya secara penuh, bisa mengajari atau menemani anaknya belajar, akan tetapi terkadang semua itu tidak terlaksana dengan baik. Seperti yang dituturkan oleh

Siti Rinawati :Sehari-harinya ya kerja. Umumnya dari pagi sampai

siang, siang istirahat lalu kerja lagi sampai sore, malamnya lembur. Tapi itu juga tergantung sama anak . Kalau memberikan pendidikan

kepada anak ya tidak mesti juga waktunya.”49( S.2 W.2 B. 91-94)

Awaliyahmenuturkan sebagai berikut:“Di rumah

kerjanyamocok (mengambil bahan baku dari pemilik industri dan

dikerjakan dirumah), jadi ya kalau sedang diburu-buru mau tidak mau

ya harus bekerja.”50(S.2 W.2 B. 81-85) Terbatasnya waktu menjadi

salah satu faktor yang menghambat peran wanita pekerja industri rumah tangga dalam pendidikan agama Islam anak.

b. Minimnya pengetahuan wanita pekerja

Wanita sebagai ibu yang mendidik dan memberikan pendidikan agama Islam kepada anak-anaknya perlu memiliki pengetahuan yang luas.Tetapi hal ini berbeda dengan wanita pekerja industri rumah tangga di Dukuh Brajan. Berikut penuturan Nur Aeni:

48Siti Rokhimah, Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan,

17Desember 2014.

49

Siti Rinawati, Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan, 17 Desember 2014.

50Awaliyah,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan, 17

(26)

“Ibunya kurang pintar. Hanyamengajaridan menyuruh sholat, mendidik kelakuan anak supaya baik.Tetapi selebihnya kan sudah

diajarkan di sekolah.”51(S.5 W.5 B. 72-75)

Seperti yang diungkapkan oleh Nur Aeni,Awaliyah pun juga

demikian. Berikut ungkapan Awaliyah:Ya, saya sendiri kurang bisa.

Maka dari itu saya menyekolahkan, dan menyuruh anak mengaji supaya jadi anak yang mengerti tidak seperti ibunya yang tidak tahu

apa-apa.”52 (S.2 W.2 B.91-94)

Mengajari anak mengaji sering kali dilakukan oleh wanita pekerja industri rumah tangga setelah anak mereka mendapat tugas dari guru ngaji atau dari sekolah. Sumarni mengungkapkan:

“Mengajari yang mudah-mudah saya masih bisa misalnya mengajari ngaji. Tapi kalau sudah yang rumit ya saya memang tidak bisa. Contohnya seperti pelajaran sekolah itu saya les kan. Kalau masalah beribadah itu diajari oleh saya tapi sekedarnya saja, nanti anak-anak mendapatkan pelajaran yang

lebih dari guru-guru ngaji atau pak kyai.”53(S.3 W.3 B.

95-103)

Risawatiadalah wanita pekerja yang hanya mengenyam pendidikan sampai tingkat dasar. Berikut ungkapan Risawati: “Ya karena ibunya lulusan MI, ya paling hanya sekedar yang bisa saya

51Nur Aeni, Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan, 18

Desember 2014.

52

Awaliyah ,Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan, 17 Desember 2014.

53Sumarni, Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan, 18

(27)

berikan kepada anak saya, selebihnya ya saya pasrahkan pada sekolah

dan tempat mengajinya.”54(S.1 W.1 B. 78-81)

Dengan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki terkadang membuat wanita pekerja industri merasa repot. Berikut paparan Siti Rokhimah: “Sayasendiri merasa kerepotan jika anak bertanya dan materi kurang saya pahami.Misalkan pelajaran dari sekolah, materinya susah-susah. Tapi ya kalau masalah ibadah, mengajari mengaji

membaca Al-Qur‟an, dan solat insya Allah saya masih bisa lah.”55(S.4

W.4 B. 85-90)

Wanita-wanita pekerja hanya memberi pendidikan agama Islam kepada anaksekedarnya, Siti Rinawati pun mengungkapkan

:Ya mengajari belajar membaca jilid, danbelajar menulis-nulis saja,

kan di TK sudah diajarkan banyak. Repot kalau diajari sendiri.”56(S.6

W.6 B. 73-76)

Dengan demikian kesimpulannya bahwa faktor-faktor yang menghambat peran wanita pekerja industri rumah tangga dalam pendidikan agama Islam anak adalah terkait dengan terbatasnya waktu dan minimnya pengetahuan wanita pekerja.

54Risawati, Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan, 18

Desember 2014.

55

Siti Rokhimah, Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan,17Desember 2014.

56Siti Rinawati, Wanita Pekerja Industri Rumah Tangga, Wawancara Pribadi, Brajan,17

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dapat di interpretasikan bahwa siswa pada Kompetensi Keahlian Produktif Busana Butik dan Patiseri dalam implementasi pembelajaran model teaching industry

Berdasarkan penelitian tentang Prevalensi Skoliosis Tingkat Pendidikan Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas pada Sekolah Dasar Negeri Sumber

Tabel Hasil Diagnosis Pakar dan Sistem pada Pasien 16 Pakar Sistem Tingkat Penyakit Tingkat Penyakit Gejala kesehatan yang kesehatan yang gigi dan mungkin gigi dan mungkin

Cara Kerja Kapasitor variabel adalah sebagai komponen menyimpan dan mengatur muatan listrik yang terdiri dari dua lempengan yang sejajar yang salah satu lempengannya

Prema defini- ciji, za skup simbola B, entropija je negativna suma umnoˇzaka vjerojatnosti pojavljivanja simbola b i ∈ B i logaritamske vrijednosti te vjerojatnosti, dok

Sementara chanoyu baru diperkenalkan di Jepang pada periode Kamakura (1192-1333) oleh seorang pendeta Buddha Zen bernama Eisai sekembalinya dari Cina untuk

bahwa Indonesia merupakan negara dengan prevalensi perokok pasif di rumah.. tertinggi (78 %) dan prevalensi perokok pasif di tempat umum tertinggi

The conducted analyses demonstrate that the proposed damage model based on the strain gradient continuum theory is able to successfully predict the initiation of the damage