23
PENGARUH TINDAKAN KEPERAWATAN GENERALIS DAN
TERAPI KELOMPOK SUPORTIF TERHADAP PERUBAHAN
HARGA DIRI KLIEN DIABETES MELITUS DI RS
PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
Wahyu Rochdiat M1 Novy Helena CD2 Tuti Nuraini3
1
Program Studi S-1 Ilmu Keperawatan FIKES UNRIYO, DIY 55282, Indonesia. Email : dhionawesome@gmail.com
2,3
Program Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Jakarta 10430, Indonesia
ABSTRAK
Klien diabetes melitus (DM) mengalami masalah fisik dan masalah psikologis: harga diri rendah. Tindakan keperawatan untuk klien dengan harga diri rendah dapat berupa tindakan generalis maupun terapi spesialis. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh tindakan generalis dan terapi kelompok suportif sebagai terapi spesialis terhadap harga diri klien DM yang dirawat di RS Panembahan Senopati Bantul. Desain penelitian ini menggunakan quasi experiment pre-post test with control group. Responden kelompok kontrol dan intervensi masing-masing berjumlah 20 orang. Hasil penelitian: pemberian tindakan generalis dan terapi kelompok suportif memiliki pengaruh yang lebih bermakna terhadap harga diri klien DM dibandingkan dengan pemberian tindakan generalis saja.
Kata kunci:
harga diri rendah, klien DM, terapi kelompok suportif, tindakan generalis
ABSTRACT
Diabetes mellitus patients have both physical problems and psychological problems: low self-esteem. Nursing therapy for those patients can be general and supportive group therapy. Purpose of this study was to examine how supportive group therapy as specialistic therapy could affected diabetes mellitus patients’s self-esteem who were nursed in Panembahan Senopati Hospital, Bantul. Design of the study was quasi experiment pre-post test with control group. Each of group had 20 patients as sample. Result of the sudy: general and supportive group therapy had statistically significant more affected to diabetes mellitus patients’s self-esteem than general therapy.
Keywords:
diabetes mellitus patients, general therapy, low self-esteem, supportive group therapy
1. Pendahuluan
International Diabetes Federation (IDF) (2011) melaporkan adanya indikasi bahwa prevalensi diabetes melitus (DM) telah mencapai tingkat epidemik secara
global. International Diabetes
Federation melaporkan bahwa
prevalensi klien DM pada kelompok usia 20 – 79 tahun di Indonesia adalah sebesar 4,6 % atau sebanyak 152 juta
24
jiwa pada tahun 2010. Angka prevalensi
ini diperkirakan akan mengalami
kenaikan pada tahun 2030 menjadi sebesar 6% atau sebanyak 199 juta jiwa (IDF, 2011). Departemen Kesehatan (Depkes) Indonesia juga melakukan riset tentang jumlah klien DM secara nasional yang dilaporkan dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007. Hasil riskesdas menunjukkan bahwa angka prevalensi DM secara nasional yaitu sebesar 1,1% (Depkes, 2008).
Tujuh belas provinsi memiliki angka prevalensi DM di atas angka prevalensi nasional dan salah satunya adalah provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan angka prevalensi DM sebesar 1,6% sedangkan berdasarkan pengukuran gula darah pada penduduk dengan umur lebih dari 15 tahun yang
bertempat tinggal di perkotaan
didapatkan hasil bahwa angka prevalensi DM di DIY sebesar 5,4% (Depkes, 2008). Rumah Sakit (RS) Panembahan Senopati Bantul adalah salah satu rumah sakit milik pemerintah di DIY. Data studi pendahuluan jumlah klien yang dirawat inap di bangsal penyakit dalam
RS Panembahan Senopati
memperlihatkan bahwa rata-rata klien DM yang dirawat tiap bulannya pada tahun 2009 adalah 92 klien dan pada tahun 2010 sebanyak 103 klien.
Diabetes melitus adalah suatu gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak akibat dari ketidakseimbangan antara ketersediaan insulin dengan kebutuhan insulin (Porth, 2008). Hal ini mempengaruhi kesehatan psikososial klien dan dihubungkan dengan adanya
ketakutan, depresi, kecemasan,
ketergantungan, dan perasaan menjadi seseorang yang berbeda (Kyngas & Barlow, 1995 dalam Cavusaglu, 2001). Masalah psikososial yang terjadi pada klien DM akan mempengaruhi kondisi fisik klien sehingga dapat membuat penyakit DM klien bertambah parah, karena itu perlu perhatian khusus dari
tenaga kesehatan terhadap kondisi
psikososial klien DM. Salah satu masalah psikososial pada klien DM adalah harga diri rendah.
Klien DM dengan harga diri rendah harus mendapatkan terapi untuk bisa menemukan aspek positif yang masih
dimiliki sehingga harga dirinya
mengalami peningkatan. Tindakan
keperawatan jiwa untuk klien yang memiliki harga diri rendah dapat berupa tindakan keperawatan generalis maupun terapi spesialis. Tindakan keperawatan
generalis dilakukan dengan cara
menggali aspek-aspek positif pada klien
dan mengajarkan keluarga untuk
membantu klien melatih aspek
25
Penelitian tentang terapi kelompok
kepada klien DM sudah banyak
dilakukan tetapi penelitian-penelitian
tersebut biasanya berfokus pada
pengaruh terapi kelompok terhadap pengontrolan kadar gula darah dan kemampuan klien untuk melakukan koping atau kepatuhan terhadap terapi. Salah satu terapi kelompok adalah terapi kelompok suportif.
Kelompok suportif merupakan
sekumpulan orang-orang yang
berencana, mengatur dan berespon secara langsung terhadap isu-isu dan tekanan yang khusus maupun keadaan yang merugikan. Tujuan awal dari
kelompok ini didirikan adalah
memberikan dukungan dan
menyelesaikan pengalaman isolasi dari
masing-masing anggotanya
(Grant-Iramu, 1997 dalam Hunt, 2004). Terapi kelompok suportif sendiri bertujuan untuk memberikan dukungan antar
anggota kelompok dan menurut
Coppersmith (1967 dalam Maryam dkk., 2007), faktor lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi harga diri seseorang, sehingga terapi kelompok suportif seharusnya memiliki dampak dalam meningkatkan harga diri klien DM.
2. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif dengan pendekatan quasi
expermental menggunakan desain
”quasi experimental pre-post test
control group” dengan intervensi
tindakan keperawata generalis dan terapi kelompok suportif. Penelitian dilakukan dari tanggal 19 Mei – 9 Juni 2011. Teknik pengambilan sampel secara
consecutive sampling. Penelitian
dilakukan untuk menganalisa pengaruh tindakan keperawatan generalis dan
terapi kelompok suportif terhadap
perubahan harga diri klien DM yang dirawat inap di RS Panembahan Senopati Bantul. Reponden kelompok kontrol diambil dari klien DM yang dirawat inap di Bangsal Flamboyan. Kelompok kontrol hanya mendapat perlakuan berupa tindakan keperawatan generalis saja. Responden kelompok intervensi diambil dari kloen DM yang dirawat inap di Bangsal Bakung dan Cempaka, sedangkan perlakuan yang didapat adalah tindakan keperawata generalis dan terapi kelompok suportif sebanyak empat sesi. Tiap kelompok berjumlah 20 responden. Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini menggunakan kuesioner adaptasi dari
Rosenborg Scale’s berjumlah 10
pertanyaan. Responden diseleksi dengan menggunakan kuesioner tersebut dan bila memiliki nilai total <20 maka
individu memenuhi kriteria untuk
26
adalah klien didiagnosis menderita DM tipe 2, berusia 20-65 tahun, memiliki pekerjaan, dapat membaca dan menulis, kooperatif, memiliki kondisi yang stabil untuk mengikuti terapi kelompok dan bersedia menjadi responden. Analisis
statistik yang dipergunakan yaitu
univariat dan bivariat dengan analisis paired test dan independensample t-test serta Chi-square dengan tampilan dalam bentuk tabel dan distribusi frekuensi.
3. Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata usia responden adalah 48,08 tahun dan lama menderita DM adalah selama 51, 75 bulan seperti terlihat pada tabel 1. Tabel 2 menunjukkan 57,5% responden berjenis kelamin perempuan, 37,5% bekerja sebagai wiraswasta, 60% berpendidikan rendah (SD-SMP), dan 70% responden berstatus kawin.
Uji kesetaraan karakteristik responden kedua kelompok menunjukkan bahwa pada α 5% tidak ada perbedaan yang signifikan karakteristik responden antara kelompok kontrol dengan kelompok intervensi (p-value > 0,025). Nilai pre test harga diri pada kedua kelompok menunjukkan bahwa kedua kelompok memiliki harga diri rendah, dimana rata-rata nilai harga diri kelompok kontrol sebesar 17,30 sedangkan kelompok intervensi sebesar 16,75. Tidak ada
perbedaan yang signifikan tingkat harga diri antara kelompok kontrol dengan kelompok intervensi pada α 5% (p-value > 0,025).
Tabel 3 menunjukkan tingkat harga diri setelah dilakukan perlakuan berupa tindakan keperawatan generalis pada kelompok kontrol meningkat menjadi 23,45, sedangkan tingkat harga diri pada kelompok intervensi setelah dilakukan tindakan keperawatan generalis dan terapi kelompok suportif meningkat
menjadi 31,65. Paired t-test
menunjukkan hasil bahwa pada α 5% ada perbedaan yang signifikan antara harga diri sebelum dengan sesudah
dilakukan perlakuan baik pada
kelompok kontrol maupun kelompok intervensi (p-value < 0,025).
Selisih harga diri pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi diuji dengan menggunakan independent-sample t-test menunjukkan hasil pada α 5% bahwa ada perbedaan yang bermakna antara selisih harga diri kelompok kontrol dengan selisih harga diri kelompok intervensi (p-value < 0,025). Jadi
pemberian tindakan keperawatan
generalis dan terapi kelompok suportif berpengaruh lebih besar kepada harga diri klien DM daripada pemberian tindakan keperawatan generalis saja.
27
Rata-rata nilai kuesioner harga diri klien
DM yang dirawat inap di RS
Panembahan Senopati Bantul selama proses penelitian menunjukkan bahwa tingkat harga diri klien DM adalah harga diri rendah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Cavusaglu (2001) bahwa dampak dari diagnosis dan terapi DM dapat mengakibatkan perubahan gaya
hidup pada penderita DM. Diabetes
melitus mempengaruhi kesehatan
psikososial dan dihubungkan dengan
ketakutan, depresi, kecemasan,
ketergantungan, dan menjadi berbeda
sehingga harga diri rendah,
ketergantungan sosial, dan
perkembangan ego yang miskin dapat
ditemukan pada penderita DM.
Tabel 1. Analisis Usia dan Lama Menderita Klien DM pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di RS Panembahan Senopati Bantul, Mei - Juni 2011 (N = 40) Variabel Jenis
Kelompok n Mean Median SD Min-Maks 95% CI
Usia Intervensi 20 48,90 50,00 6,46 35-60 45,88-51,92 Kontrol 20 47,25 48,00 6,68 35-57 44,12-50,38 Total 40 48,08 49,00 6,57 35-60 Lama Menderita DM Intervensi 20 48,00 42,00 35,68 12-120 31,30-64,70 Kontrol 20 55,50 54,00 32,97 12-120 40,07-70,93 Total 40 51,75 48,00 34,33 12-120
Tabel 2. Distribusi Klien DM Menurut Jenis Kelamin, Pekerjaan, Pendidikan, dan Status Perkawinan pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol
di RS Panembahan Senopati Bantul, Mei – Juni 2011 (N = 40)
Karakteristik Kelompok Intervensi (n = 20) Kelompok Kontrol (n = 20) Jumlah (N = 40) n % n % n %
1. Jenis Kelamin Klien DM a. Laki-laki b. Perempuan 9 11 45 55 8 12 40 60 17 23 42,5 57,5 2. Pekerjaan Klien DM a. Pegawai Negeri b. Pegawai Swasta c. Wiraswasta 4 5 11 20 25 55 7 9 4 35 45 20 11 14 15 27,5 35 37,5 3. Pendidikan Klien DM a. Rendah b. Tinggi 11 9 55 45 13 7 65 35 24 19 60 40 4. Status Perkawinan Klien DM
a. Kawin b. Tidak Kawin 16 4 80 20 12 8 60 40 28 12 70 30
28 Tabel 3. Analisis Perubahan Tingkat Harga Diri Klien DM
Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan Intervensi pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di RS Panembahan Senopati Bantul, Mei – Juni 2011 (N = 40)
Kelompok Variabel n Mean SD SE t p value
Intervensi
Tingkat Harga Diri a. Sebelum b. Sesudah Selisih 20 20 17,30 31,65 14,35 2,62 2,50 -0,12 0,59 0,56 -0,03 -19,28 .000 Kontrol Tingkat Harga Diri
a. Sebelum b. Sesudah Selisih 20 20 16,75 23,45 6,7 1,99 1,79 -0,2 0,45 0,40 -0,05 -18,43 .000
Faktor predisposisi biologis harga diri rendah pada klien DM dapat terjadi karena penyakit DM menyebabkan kadar glukosa dalam darah meningkat akibat kelainan dalam sekresi insulin, aktivitas insulin maupun dua-duanya (Smeltzer, dkk., 2008). Responden penelitian pada kelompok kontrol maupun kelompok intervensi memiliki rata-rata lama sakit DM selama 51,75 bulan dimana rata-rata lama sakit kelompok kontrol adalah 55,5 bulan dan kelompok intervensi 48,00 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa
penyakit DM telah diderita oleh
responden dalam waktu yang sangat lama
sehingga memungkinkan terjadinya
komplikasi termasuk di dalamnya adalah perubahan fungsi sistem saraf yang
akhirnya membuat individu
memperlihatkan kondisi perilaku dan emosi yang menyimpang termasuk di dalamnya tanda dan gejala dari harga diri rendah.
Faktor predisposisi psikologis terjadinya harga diri rendah pada klien DM dapat berupa kegagalan klien DM dalam menjalani peran dan fungsinya sebagai
individu. Rata-rata usia responden
penelitian ini adalah 48,08 tahun dimana rata-rata usia kelompok intervensi 48,90 tahun dan kelompok kontrol 47,25 tahun. Erikson (1973) dalam Suardiman (1995) menyatakan bahwa pada usia 30-60 tahun, individu berada pada tahap perkembangan dewasa tengah dimana pada tahap ini tugas perkembangan yang harus dipenuhi adalah generativitas.
Kondisi DM yang dialami akan
mengakibatkan responden gagal
memenuhi tugas perkembangan sehingga menjadikan klien DM harga diri rendah.
Faktor predisposisi sosial budaya
terjadinya harga diri klien DM dapat dilihat dari perubahan status ekonomi (Hawari, 2001). Penyakit DM yang
29
berkurangnya pendapatan karena
keharusan untuk memeriksakan diri secara teratur ke pelayanan kesehatan dan dapat juga dikarenakan harus membiayai perawatan bila dirinya dirawat di rumah sakit, selain itu saat klien DM menjalani rawat inap di rumah sakit tentunya menyebabkan klien tidak dapat bekerja
sehingga mengurangi jumlah
pendapatannya. Diabetes melitus yang diderita responden dalam waktu yang cukup lama menyebabkan berbagai komplikasi sehingga dapat menyebabkan terganggunya hubungan antara suami dan istri. Komplikasi yang mungkin terjadi pada klien diabates impotensi, stroke, dan penyakit jantung (Smeltzer, dkk., 2008).
Ketidakmampuan responden dalam
melaksanakan peran dan fungsinya dalam keluarga baik sebagai suami maupun
sebagai istri menyebabkan kualitas
hubungan di dalam keluarga menurun. Hal ini akhirnya mengganggu ideal diri dan peran diri klien sehingga muncul harga diri rendah pada klien DM.
Klien DM yang memiliki diagnosa keperawatan harga diri rendah perlu
mendapatkan tindakan keperawatan
sehingga terjadi peningkatan pada harga dirinya. Tindakan yang dilakukan dapat berupa tindakan keperawatan generalis
harga diri rendah dan tindakan
keperawatan spesialis. Hasil penelitian di kelompok kontrol menunjukkan adanya
peningkatan harga diri sesudah
dilakukannya tindakan keperawatan
generalis individu dan keluarga pada
responden walaupun tidak sebesar
kelompok intervensi.
Tindakan keperawatan generalis
dilakukan dengan mengidentifikasi dan melatih kemampuan dan aspek positif yang dimiliki oleh klien. Terapis juga memberikan pujian atas kemampuan positif klien yang berfungsi untuk menaikkan harga dirinya. Tindakan
keperawatan jiwa generalis untuk
keluarga klien yang mengalami harga diri rendah adalah memberikan edukasi tentang definisi, penyebab, tanda gejala dan cara mengatasi harga diri rendah yang dialami klien. (Keliat, dkk., 2006).
Hal yang mendukung berhasilnya
tindakan keperawatan generalis ini di ruang rawat inap menurut peneliti adalah dikarenakan klien dan keluarga dapat
mempraktekkan bersama dengan
bimbingan terapis. Tindakan ini ternyata memberikan efek menaikkan tingkat harga diri klien DM berdasarkan hasil penelitian walaupun tidak sebesar terapi kelompok suportif.
Terapi kelompok dipandang sukses dalam beberapa dekade terakhir dalam perawatan berbagai jenis gangguan jiwa dan masalah psikologis. Terapi kelompok yang dilakukan pada klien dengan penyakit kronis telah menjadi populer
30
sebagai pendamping terapi medis. Hal ini
dikarenakan terapi kelompok
menyediakan dukungan emosional dari orang-orang yang memiliki pengalaman yang sama dan dapat menggunakan
pengalaman orang lain di dalam
kelompok sebagai contoh. (Van der Ven, 2011).
Proses pelaksanaan terapi kelompok suportif pada penelitian ini dilakukan
dalam empat sesi. Sesi pertama
mendiskusikan masalah psikologis yang dialami kelompok akibat penyakit DM yang diderita yaitu harga diri rendah. Hal
ini mendukung pernyataan dari
Cavusaglu (2001) bahwa harga diri rendah dapat ditemukan pada klien DM. Sesi kedua mendapatkan hasil bahwa sumber dukungan yang dimiliki oleh kelompok di dalam keluarga adalah pasangan hidupnya (suami atau istri) dan anak yang masih tinggal satu rumah.
Stuart (2009) menyatakan bahwa
dukungan sosial dari keluarga dan caregiver utama merupakan sumber koping dalam menghasilkan respon yang adaptif terhadap kondisi sakit klien. Sumber dukungan dari luar keluarga didiskusikan di sesi ketiga. Hasil diskusi menunjukkan bahwa sumber dukungan di luar keluarga yang biasa digunakan adalah rumah sakit, puskesmas dan mantri di daerah tempat tinggalnya.
Hambatan yang dirasakan adalah
pengurusan jaminan kesehatan. Stuart (2009) menyebutkan bahwa hal tersebut merupakan sumber koping aset materi sehingga perlu kerja sama berbagai pihak untuk membantu klien dalam pengurusan jaminan kesehatan.
Sesi keempat digunakan oleh kelompok untuk mengevaluasi pelaksanaan sesi-sesi sebelumnya dan tercapainya tujuan. Hasil yang dicapai pada sesi ini adalah pada umumnya anggota kelompok sudah mencoba apa yang telah didiskusikan di sesi sebelumnya, hambatan yang dialami saat menggunakan sumber pendukung baik di dalam keluarga maupun di luar keluarga telah dilakukan penyelesaiannya meskipun hasil yang diperoleh belum optimal sesuai dengan yang diharapkan karena anggota kelompok masih dirawat di rumah sakit.
Hal yang menarik pada penelitian ini adalah jumlah anggota kelompok yang berjumlah 5 orang karena tidak adanya ruangan khusus untuk melakukan terapi. Walaupun Stuart (2009) menyatakan
bahwa jumlah minimal anggota
kelompok adalah sebanyak 7 orang untuk memberikan kesempatan menyampaikan
pengalaman, tetapi dengan hasil
penelitian yang menunjukkan adanya
peningkatan sebesar 14,35 dapat
disimpulkan bahwa jumlah anggota 5 orang dapat memberikan kesempatan pada anggota kelompok suportif untuk
31
menyampaikan pendapatnya di tatanan layanan rumah sakit umum.
Faktor lain yang mempengaruhi
efektivitas terapi kelompok suportif adalah adanya dukungan sosial yang
terjadi pada pelaksanaan terapi.
Dukungan sosial yang diberikan anggota kelompok ternyata menaikkan harga diri kelompok intervensi. Hasil ini sesuai dengan penelitian Budd (2009) yang
meneliti tentang hubungan antara
dukungan sosial yang diterima dengan harga diri mendapatkan hasil ada
hubungan yang signifikan antara
dukungan sosial yang diterima dengan tingginya harga diri.
Pelaksanaan masing-masing sesi terapi kelompok suportif pada penelitian ini dilakukan dalam empat kali pertemuan tanpa jeda hari karena keterbatasan kondisi fisik klien dan rata-rata lama rawat inap klien kurang dari seminggu. Hal ini menurut Pareek (1996 dalam
Sobur, 2003) menyebabkan proses
belajar pada terapi kelompok suportif di penelitian ini baru sebatas aspek kognitif saja.
5. Simpulan
Penelitian tentang pengaruh tindakan
keperawatan generalis dan terapi
kelompok suportif terhadap tingkat harga diri klien diabetes melitus (DM) yang menjalani rawat inap di RS Panembahan Senopati Bantul memperoleh hasil bahwa
karakteristik klien DM rata-rata usia 48,08 tahun dengan lama sakit rata-rata 51,75 bulan. Karakteristik yang lain adalah sebagian besar responden adalah perempuan, bekerja sebagai wiraswasta,
berpendidikan SD, dan status
perkawinannya adalah kawin.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
rata-rata tingkat harga diri pada
kelompok kontrol sebelum dilakukan tindakan keperawatan generalis dan terapi kelompok suportif adalah sebesar
16,75 sedangkan pada kelompok
intervensi sebesar 17,30. Hal ini berarti responden kedua kelompok memiliki harga diri rendah.
Tingkat harga diri kelompok kontrol
setelah mendapatkan tindakan
keperawatan generalis memiliki rata-rata sebesar 23,45 atau meningkat sebesar 6,5
bila dibandingkan dengan sebelum
mendapatkan perlakuan. Tingkat harga diri kelompok intervensi juga mengalami peningkatan yang lebih besar dari kelompok kontrol yaitu sebesar 14,35 menjadi 31,65 setelah mendapatkan terapi, sehingga tingkat harga diri kedua kelompok sama-sama meningkat setelah mendapatkan perlakuan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat harga diri pada kelompok intervensi meningkat secara bermakna bila dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan nilai p <0,05 (p value =
32
0,000). Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian tindakan keperawatan generalis dan terapi kelompok suportif memiliki pengaruh yang lebih besar bila dibandingkan dengan pemberian tindakan keperawatan generalis saja terhadap tingkat harga diri klien DM yang menjalani rawat inap di RS Panembahan Senopati Bantul.
Daftar Pustaka
Budd, A. (2009). The correlation of self-esteem and perceived social support. URJHS, Vol 8.
Cavusaglu, H. (2001). Self esteem in
adolescence: A comparison of
adolescents with diabetes mellitus and leukimia. Pediatric Nursing, July-August 2001 Vol 27 no 4. Depkes RI. (2008). Riset kesehatan dasar
2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia.
International Diabetes Federation (IDF).
(2011). Diabetes atlas (fourth
edition). 8 April 2011.
http://www.idf.org.
Hawari, D. (2001). Pendekatan holistik pada gangguan jiwa skizoprenia. Jakarta: FKUI.
Hunt. (2004). A resource kit for self help/ support groups for people affeccted by an eating disorder. 12 Februari 2011.
http://www.medhelp.org/njgroups/ VolunteerGuide.pdf.
Keliat & tim. (2006). Modul model praktek keperawatan profesional
jiwa (MPKP) jiwa. Jakarta: WHO-FIK UI.
Kristyaningsih, T. (2009). Pengaruh terapi kognitif terhadap perubahan harga diri dan kondisi depresi pasien
gagal ginjal kronik di ruang
haemodialisa RSUP fatmawati
jakarta tahun 2009. Tesis. FIK UI (tidak dipublikasikan).
Maryam, S & Tim. (2007). Kebutuhan
dasar manusia: berdasarkan
hierarki maslow dan penerapannya
dalam keperawatan. Jakarta:
Semesta Media.
Porth, C.M,. (2008). Essentials of
pathophysiology: Concepts of
altered health states (2nd edition).
USA: Lippincott Williams &
Wilkins.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, JL., Cheever, K.H. (2008). Brunner & suddarth’s: Textbook of
medical-surgical nursing (11 th ed).
Philadelphia: Lippincott Williams &Wilkins.
Sobur, A. (2003). Psikologi umum dalam lintas sejarah. Bandung: Pustaka Setia.
Stuart. (2009). Principles and practice of psychiatric nursing (9th edition). St Louis: Mosby.
Suardiman, P. (1995). Psikologi
perkembangan. Yogyakarta : FIP IKIP.
Van der Ven, N. (2011). Psychososial group intervention in diabetes care.
23 Juni 2011.
http://spectrum.diabetesjournals.org.