• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERFORMANS SAPI PERANAKAN ONGOLE MUDA PASCASCREENING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERFORMANS SAPI PERANAKAN ONGOLE MUDA PASCASCREENING"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PERFORMANS SAPI PERANAKAN ONGOLE MUDA

PASCASCREENING

DIDI BUDI WIJONO1, D. E. WAHYONO1, P. W. PRIHANDINI1, A. R. SIREGAR2, B. SETIADI2danL. AFFANDHY1 1

Loka Penelitian Sapi Potong, Pasuruan Grati 2 Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002

ABSTRACT

Performans of Young Ongole Cattle Post Screening

The effort for fulfilling meat demand from local beef cattle and pressing down the beef cattle import stock unconsciously makes a negative selection of the quality of fattening cows. That’s why this honourees research was done with the long and short term purposes to create the excellent breeding stock that has a high productivity and can adapted with tropics and to establish the foundation stock and to get of biological performances basic data. The research has been done by monitoring for the selected animals in foundation stock. The rearing was caried in stud which completed with litter floors (ash of straw, saw dust and probiotic). The feeding consisted of forage 10 kg and rice straw/fermentation with ad libitum and concentrate 1,5 – 2% of body weight. The observation on foundation stock showed that the growth rate was decrease at the first month as the adaptation periods then it was increase in the next month. The weight of heifers at the first time were around 200.4 kg and at the end of research were about 203.0 kg. The average daily gain of heifer was 0.203 kg/day, there feed consumption of dry matter was 6.5 – 8.1kg/day and crude protein of 0.5 – 0.8%. The first oestrus of heifer was occur on body weight around 207.99 ± 22.02 kg. Body size can be used for faster selection criteria. The improvement of body weight and reproduction activity suppose to be obtained in this regards.

Key words: Beef cattle, growth rate, phenotype, reproduction

PENDAHULUAN

Populasi sapi potong di Indonesia sekitar 11.191 juta (ANONIMUS, 2001), sebagian besar dikelola oleh peternak rakyat dengan skala usaha relatif kecil. Kecenderungan menunjukkan bahwa perkembangan populasi sapi potong relatif rendah karena tingginya laju pemotongan ternak. Pemotongan sapi pada tahun 2001 tercatat sebesar 1.750 juta ekor dengan produksi daging sapi sebesar 338.6 ribu ton. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan daging dalam negeri, pada tahun 2000 telah diimpor daging sapi sebanyak 26.962 ton dan sapi bakalan sebanyak 267.7 ribu ekor.

Sapi potong lokal merupakan plasma nutfah yang potensial dan secara genetik mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan tropis. Disamping itu kondisi sapi potong lokal sekarang ini telah mengalami degradasi produksi dan banyak didapatkan dalam bentuk kecil yang diakibatkan oleh turunnya mutu genetik sapi potong lokal. Hal ini, antara lain diakibatkan oleh pemotongan ternak yang memiliki kondisi baik dan pemotongan induk/betina produktif (SURYANA, 2000). Hal ini menunjukkan bahwa secara genotipik sapi potong lokal yang ada memiliki keragaman yang cukup luas, sehingga cukup memiliki potensi genetik yang unggul dan siap untuk

ditingkatkan potensi genetiknya secara maksimal untuk mendapatkan keturunan superior.

Genetik sapi potong lokal semakin menurun, diantaranya diakibatkan oleh adanya pemotongan ternak produktif hingga mencapai 40% (SURYANA, 2000), inbreeding (TAMBING et al., 2000) serta belum adanya program pemuliabiakan (breeding) khususnya pada usaha pembibitan peternakan rakyat (WIRDAYATI dan BAMUALIM, 1994). Disamping itu, umur pubertas sapi PO adalah umur 18 – 24 bulan (SABRANI et al., 1994; WIJONO et al., 1999).

Mengingat potensi sapi potong yang sangat besar sebagai sumber pendapatan peternak, perlu dilakukan upaya perbaikan potensi genetik sapi potong untuk meningkatkan produktivitasnya. Salah satu cara untuk memperbaiki mutu genetik dari populasi sapi potong adalah dengan menyediakan genotipe unggul sapi potong sesuai kondisi agroekosistem. Genotipe unggul sapi potong dibentuk dari hasil screening suatu populasi terbaik dan dilakukan program pemuliaan. Genotipe unggul yang dihasilkan kemudian diintroduksikan ke populasi untuk meningkatkan produktivitasnya. Tujuan penelitian adalah membentuk kelompok dasar bibit sapi potong dan mendapatkan data dasar performans biologis kelompok dasar bibit sapi potong.

(2)

MATERI DAN METODE

Kegiatan ini dilakukan untuk membentuk kelompok dasar (foundation stock ) sapi potong bibit, yang dipilih berdasarkan data dasar hasil screening dari populasi dilapangan pada peternakan rakyat.

Sapi-sapi terpilih selanjutnya diamati kondisi biologis dan status fisiologisnya secara berkala di foundation stock . Kondisi biologis yang diukur adalah performans produksi meliputi laju pertumbuhan (berat badan), ukuran dimensi tubuh (tinggi badan, panjang badan, lebar dada, lebar pinggul). Pemberian pakan terdiri dari hijauan rumput 5-10 kg, jerami ad libitum dan konsentrat komersial disesuaikan dengan kondisi dan status fisiologinya, pemberian sebanyak 1,5-2,0% berat badan.

Tahap selanjutnya seleksi individu calon bibit unggul diarahkan kepada seleksi performan (fenotipe) laju pertumbuhan, dan setelah masa dewasa kelamin seleksi diarahkan kepada aktivitas reproduksi. Untuk pencegahan penyakit dan menjaga kesehatan semua ternak penelitian dilakukan vaksinasi SE dan Antrax serta pengobatan secara individual tergantung jenis penyakit. Pola pemeliharaan dilakukan secara kandang kelompok dan pemberian lantai kandang berbentuk litter + probiotik, dengan perkuan pembersihan per 4 minggu.

Selama pengamatan dilakukan evaluasi terhadap performans produksi dan reproduksi dan dilakukan penyisihan (culling) pada individu-individu yang menunjukkan adanya penyimpangan atau perkembangan di bawah standard, selanjutnya diupayakan penggantian (replacement).

Analisis data disajikan secara diskriptif dan pendugaan rataan keragaman populasi/kelompok untuk digunakan sebagai standard seleksi yaitu dengan rumus rataan keragaman populasi = X ± sd.

HASIL DAN PEMBAHASAN Fenotipe

Penimbangan dan pengukuran sapi kelompok dasar (foundation stock) dilakukan melalui pengamatan langsung selama 92 hari, disajikan dalam Tabel 1.

Tinggi badan, panjang badan dan lingkar dada sapi potong PO betina muda (Io) di foundation stock pada akhir pengamatan terlihat mengalami peningkatan yaitu dari 119,2; 117,3 dan 139,5 cm menjadi 120,4; 117,5 dan 140,8 cm sedangkan yang lainnya tetap (Tabel 1). Perubahan ukuran sapi yang relatif rendah, karena hasil pengamatan tersebut masih dalam waktu 3 bulan.

Tabel 1. Rataan ukuran tubuh sapi potong Peranakan Ongole

betina di foundation stock

Betina Parameter Awal Akhir Badan Tinggi (cm) Panjang (cm) 119,2 117,3 120,4 117,5 Dada Lingkar (cm) Lebar (cm) Dalam (cm) 139,5 27 30 140,8 27 30 Pinggul Depan (cm) Belakang (cm) 31 18 31 18 Awal = pengukuran awal

Akhir = pengukuran akhir

Laju pertumbuhan

Sapi-sapi potong yang terpilih sebagai kelompok dasar bibit (foundation stock) dikelola dengan pola pemeliharaan dalam bentuk kandang kelomp ok serta dilengkapi dengan lantai kandang litter (abu jerami, serbuk gergaji dan probiotik), yang diharapkan dapat diproses sebagai kompos.

Berat badan dan pertambahan berat badan harian (PBBH) sapi PO betina muda umur (Io) di foundation

stock (Tabel 2), masing-masing berat akhir adalah 246,7 ± 19,3 kg dengan PBBH adalah 236,7 ± 121,2 g/hari dengan lama pengamatan selama 3 bulan.

Fluktuasi berat badan selama pengamatan terjadi pada awal pengamatan, turunnya berat badan ini tampaknya lebih dipengaruhi oleh terjadinya perubahan lingkungan antara lain pola pemeliharaan secara kelompok, lebih agresif, terjadi kompetisi pakan dan dominasi tempat, sedangkan pada bulan berikutnya mulai tampak perubahan laju pertumbuhannya lebih meningkat. Perubahan ini terjadi karena perlunya masa adaptasi atau penyesuaian diri sehingga mengakibatkan sapi-sapi tersebut stres. Dengan demikian sapi PO betina muda lebih mudah beradaptasi dengan lingkungannya, seperti yang dilaporkan oleh WIJONO et

al. (1992) dan KOMARUDIN-MA’SUM dan TELENI

(1991) bahwa salah satu sapi lokal yang cukup potensial dan digemari oleh petani diantaranya sapi PO karena, memiliki tenaga yang kuat lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan tropis, aktivitas reproduksi cepat kembali normal setelah beranak.

Ukuran badan, ukuran dada dan ungkuran pinggul sapi PO betina muda (Io) di foundation stock pada akhir pengamatan tampak perubahan terjadi pada tinggi

(3)

Tabel 2. Rata-rata berat badan, pertambahan berat badan harian (PBBH) dan konsumsi pakan sapi potong jantan dan betina di

foundation stock

Jenis kelamin ternak Parameter

Betina Jantan

Berat badan awal (kg) 200,4 225,7

Berat badan akhir (kg) 203,0 246,7

PBBH (g/hari) 203,4 236,7

Konsumsi pakan (kg/hari)

Konsentrat (kg/hari) 2,8 4,7

Rumput segar (kg/hari) 9,3 8,6

Jerami padi (kg/hari) 2,5 2,6

BK (kg/hari) 6,5 8,1

Protein kasar (kg/hari) 0,5 0,8

Efisiensi penggunaan pakan (g/kg) 31,3 29,2

PBBH = Pertambahan berat badan harian, BK = Bahan kering badan, panjang badan, lingkar dada masing-masing sebesar 1,2 cm, 0,2 cm dan 1,3 cm sedangkan ukuran pinggul tidak banyak berubah (Tabel 2). Dengan demikian ada kecenderungan peningkatan berat badan akan lebih mempengaruhi lingkar dada, sedangkan pada sapi potong jantan memiliki laju pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan sapi betina.

Upaya mendapatkan bibit unggul sebagaimana dilaporkan oleh TORDYCE (2002) bahwa perbaikan mutu genetik sapi potong lokal yang ada diarahkan untuk meningkatkan berat badan, laju pertumbuhan, dan effisiensi reproduksi dapat dilakukan dengan cara seleksi selain melalui perkawinan silang diikuti seleksi. Pelaksanaan seleksi sapi potong secara ketat terkontrol pada keturunan generasi ketiga (G3) sudah didapatkan sapi potong produksi yang optimal.

Trend laju pertumb uhan disajikan dalam Gambar 1, menunjukkan adanya penurunan laju pertumbuhan pada awal pengamatan yang dimungkinkan akibat depresi pengaruh perubahan lingkungan dan sebagai masa adaptasi.

Konsumsi pakan

Pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui konsumsi pakan sapi potong foundation stock dilakukan terhadap 10 ekor betina dengan pola pemberian pakan yang terdiri dari rumput gajah sebanyak 10 kg/ekor/hari yang diharapkan sebagai sumber vitamin, Konsentrat sebanyak 1,5-2% diharapkan sebagai sumber protein dan energi untuk menunjang pertumbuhan, untuk kecukupan serat ditunjang dengan pemberian limbah pertanian (jerami padi) dengan pemberian ad libitum. Kecukupan nutrisi dan konsumsi sapi potong betina, menunjukkan laju pertumbuhannya belum maksimal yaitu sekitar 203,4 g/ekor/hari.

Efisiensi penggunaan pakan pada sapi betina foundation stock adalah 31,3 g/kg berdasarkan bahan kering. Hal ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan berat badan sekitar 29,2-31,3 g dibutuhkan 1 kg bahan kering ransum (Tabel 2).

Hal ini sama dengan yang telah dilaporkan oleh BURNHAM et al. (2000) bahwa pertambahan berat badan dan konsumsi pakan sapi dara dan pejantan muda mulai umur 9 – 25 bulan tidak berbeda yaitu konsumsi pakan bahan organik jantan dan betina berkisar antara 4,27 – 6,20 kg/hari dengan ADG 0,31 dan 0,20 kg/hari.

Aktivitas reproduksi

Hasil pengamatan perkembangan fisiologis reproduksi sapi PO betina muda umur Io – I1 (1-2 tahun) di foundation stock yang menunjukkan gejala estrus sebanyak 58% dari 60 ekor sapi PO muda (Tabel 3). Pengamatan estrus didasarkan kepada tanda-tanda estrus yang tampak dan mudah dilihat secara klinis yaitu agresif, menaiki sapi lain dan mengeluarkan lendir transfaran; disamping ciri pada vulva kemerahan.

Tabel 3. Aktivitas reproduksi sapi Peranakan Ongole (PO) di

foundation stock

Uraian Foundation stock

Umur pubertas Io – I1

Berat badan (kg) 207,99 ± 22,02 Gejala estrus* 35 ekor (58%) *3 bulan pengamatan

Pengamatan terhadap aktivitas reproduksi sapi potong PO betina foundation stock selama 3 bulan didapatkan kejadian estrus sebesar 58%. Sapi betina

(4)

yang menunjukkan tanda-tanda estrus memiliki berat badan antara 207,99 ± 22,02 kg (Tabel 3). WIJONO et al. (2000) menyatakan bahwa gejala estrus pertama pada sapi PO sangat dipengaruhgi oleh umu r, berat badan dan kondisi tubuh dengan kisaran berat awal adalah 150-250 kg dan setelah dipelihara 1-2 bulan akan terjadi pubertas sekitar umur 18 bulan dengan kondisi tubuh 6-7.

Oleh karena itu, dalam upaya menyeleksi ternak yang akan dikembangkan menjadi sumber bibit melalui pembentukan foundation stock akan lebih diarahkan berdasarkan ukuran badan yaitu tinggi badan, panjang badan serta bentuk spesifik sapi potong PO yaitu berwarna putih, berpunuk/gumba, bergelambir dan ditunjang dengan perbaikan pengelolaan pakan sebagai bibit.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Standard ukuran bibit sapi potong muda adalah ukuran tinggi badan diatas 118,8 cm, lingkar dada diatas 141,0 cm dan panjang badan diatas 118,2 cm.

2. Sapi potong PO memiliki exterior warna bulu putih, berpunuk/gumba, bertanduk dan bergelambir.

3. Berat badan dan aktivitas reproduksi mempunyai keragaman cukup tinggi, dapat digunakan sebagai kriteria target seleksi untuk meningkatkan produktivitas ternak.

Saran

1. Pembentukan bibit unggul sapi potong dengan mengadakan foundation stock perlu dilakukan seleksi secara ketat – terkontrol.

2. Keterbatasan materi untuk pengembangan perlu diikuti dengan pembentukan kawasan breeding stock sebagai sumber bibit pengganti atau pengembang (replacement stock).

3. Jalin kerjasama dengan Instansi terkait, swasta maupun Perguruan Tinggi untuk mendukung perbibitan secara teknis dan keilmuan.

DAFTAR PUSTAKA

ANONIMUS. 2001. Jawa Timur Dalam Angka 2000. Dinas Peternakan Dati I Jawa Timur Surabaya.

KOMARUDIN-MA’SUM and E. TELENI. 1991. The working

Cattle of indonesia. Draught Anim. Bull. No.2 ACIAR. Australia.

SABRANI, M., M. WINUGROHO, A. THALIB, K. DWIYANTO dan Y. SAEPUDIN 1994. Teknologi pengembangan sapi sumba Ongole. Balai Penelitian Ternak. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.

SURYANA. A. 2000. Harapan dan tantangan bagi sub sektor

peternakan dalam meningkatkan ketahanan pangan nasional. Pros. Sem. Nas. Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak. Bogor.

TAMBING, S.N., M. SARIUBANG dan CHALIDJAH. 2000. Bobot

lahir dan kenerja reproduksi sapi hasil silangan Bos Taurus X Bos Banteng. Pros. Seminar Nasinal Peternakan dan Veteriner 2000. Puslitbang Peternakan, Bogor. 75-79. 203 199.5 200.4 0 100 200 300 400 500 I II III Bobot badan (kg)

(5)

TORDYCE G., T. PANJAITAN, MUZANI dan D. PO P P I. 2002. Management to facilitate genetic improvement of Bali cattle in eastern Indonesia. Working Paper Bali Cattle Work Shop. ACIAR.

WIJONO, D.B., L. AFFANDHY and E . TELENI. 1992. The relationship between live weight/body condition and ovarian activity in Indonesian cattle. Proc. of the Sixth AAAP Anim. Sci. Congress. Vol.III. AHAT. Bangkok. p. 308 (Abstract).

WIJONO, D.B., KOMARUDIN-MA’SUM, M.A. YUSRAN, D.E. WAHYONO dan L. AFFANDHY. 1999. Tampilan kondisi

badan, pertumbuhan sapi potong dara dan kejadian estrus pertama di peternakan rakyat. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan. pp. 260-266.

WIJONO D.B., ARYOGI, UMIYASIH dan D. E. WAHJONO. 2000. Pengkajian sistem pengelolaan sapi potong induk. Pros. Sem. Hasil Penelitian/Pengkajian Teknologi Pertanian Mendukung Ketahanan Pangan Berwawasan Agribisnis. PPPSE. Bogor.

WIRDAYATI, R.B., and A. BAMUALIM. 1994. Cattle management system in Nusa Tenggara, Indonesia. Proc of 7th AAAP Anim. Sci. Conggress Vol. III, Bali: 149-151.

Gambar

Gambar 1. Laju pertumbuhan sapi PO betina muda di foundation stock

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan dengan penambahan mikroorganisme lokal dari ampas kelapa, kulit pisang, dan enceng gondok sebagai aktivator pada proses pengomposan..

arti memiliki cukup memiliki motif untuk menolong orang lain (merasa sedih dan iba melihat orang yang membutuhkan pertolongan namun hanya ingin menolong orang tertentu

TEBAL PERKERASAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA (RUAS JALAN KRASAK – PRINGAPUS)..

(2) The Treffinger model is proved to be effective in improving the students’ ability in determining the main idea of paragraph in tenth grade (3 rd class of

Kombinasi HPMC K4M – amilum kulit pisang agung dan konsentrasi natrium bikarbonat maupun interaksinya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kekerasan, floating

Disimpulkan bahwa secara in vitro ekstrak daun wudani berkhasiat sebagai anthelmintik yang memiliki efek ovisidal sehingga dapat dikembangkan penggunaanya untuk pengendalian

Berdasarkan permasalahan pada metode collaborative filtering, penelitian ini mencoba mengkombinasikan antara semantic similarity dan collaborative filtering

sehingga dapat disimpulkan bahwa Jenis kelamin (perempuan dan laki-laki) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam lebih bagus literasi keuangannya dibandingkan Jenis kelamin (perempuan