• Tidak ada hasil yang ditemukan

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

LABORATORIUM

TEKNIK PEMBAKARAN

Modul Praktikum : Pour Point(Praktikum ke-3) Kelompok : 7

1. Shinta Hilmy Izzati NRP.2313030016 2. Danissa Hanum A NRP.2313030033 3. Zandhika Alfi P NRP.2313030035 4. Aprise Mujiartono NRP.2313030051 Tanggal Percobaan : 22 Oktober 2015

Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, MT Asisten : Hanindito Saktya P, A.Md

PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA

2015

(2)

I-1

I. 1. Latar Belakang

Pour Point adalah suhu terendah dimana minyak masih dapat

mengalir apabila didinginkan pada kondisi tertentu. Metode yang dipakai yaitu sesuai dengan ASTM D97-04. Didalam penelitian pour point dari bahan bakar dinyatakan sebagai kelipatan 5oF (3oC) dimana bahan bakar diamati

mengalir apabila bahan bakar didinginkan dan diperiksa pada kondisi tertentu. Dibawah temperatur pour point ini bahan bakar sudah tidak dapat mengalir lagi atau membeku karena adanya kandungan lilin (wax).

Dalam percobaan ini bertujuan untuk mengetahui nilai pour point pada sampel pelumas dibandingkan ASTM D97 dan untuk mengetahui klasifikasi bahan bakar berdasarkan nilai pour point. Nilai pour point dapat digunakan untuk menentukan karakteristik serta kualitas suatu produk pelumas atau bahan bakar.

Berdasarkan jurnal aplikasi industri, penentuan pour point dapat dilakukan dengan cara sebelumnya sampel berupa minyak ikan off grade diesterifikasi dan dilanjutkan dengan proses trans-esterifikasi menggunakan katalis asam sulfat. Baru kemudian di uji dengan menggunakan seperangkat alat penguji pour point berupa gasket, hingga pembaca temperatur digital. Sehingga nilai dapat terbaca otomatis dalam programnya dan dilakukan pengulangan tiga kali agar didapatkan hasil yang akurat

I. 2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari percobaan pour point adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana cara mengetahui nilai maksimum dan minimum pour point pada Pelumas produk Pertamina Mesrania SAE 30 dibandingkan ASTM D97 Tahun 2005?

2. Bagaimana klasifikasi bahan bakar berdasarkan nilai pour point?

I.3. Tujuan Percobaan

Tujuan percobaan dari praktikum pour point adalah :

1. Untuk mengetahui nilai pour point pada Pelumas produk Pertamina Mesrania SAE 30 dibandingkan ASTM D97 Tahun 2005.

(3)

II-1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar Teori

II.1.1 Pour Point

Percobaan Pour Point dilakukan dimana bahan bakar dipanaskan pada temperatur 115oC untuk melarutakan semua lilin (wax) didalam bahan

bakar , dan didingikan pada temperatur 90oF sebelum percobaan dilakukan .

Campuran pendingin disebarkan pada 15oF sampai 30oF dibawah Pour Point

yang diperkirakan. Campuran pendingin yang umum digunakan adalah: - Es dan air sampai 50oF (10oC)

- Pecahan es dan kristal NaCl sampai 10oF (-12oC)

- Pecahan es dan kristal CaCl2 sampai –16,6oF (-27oC)

- Karbondioksida padat dan aseton atau nafta sampai –70oF (-57oC)

Pada setiap penurunan 50F, tabung uji diangkat secara hati-hati dari

penangas pendingin yang dilapisi gasket di dalamnya, lalu tabung tersebut diletakkan mendatar untuk mengetahui apakah bahan bakar mengalir. Jika tidak mengalir, maka dinyatakan bahan bakar tersebut telah membeku. Temperature saat itu disebut dengan titik beku (freezing point). Pour Point dapat diketahui 50F (30F) di atas titik beku. (Ahadiat.Nur, 1987)

Pada percobaan pour point , bahan bakar yang mempunyai pour point antara 90oF samapai –30oF ( 32oC samapai –34oC), bahan bakar dipanaskan

tanpa pengadukan sampai 115oF (46 oC) dalam penangas yang suhunya

dipertahankan 118oF (48oC). Setelah itu bahan bakar didinginkan diudara

samapi temperaturnya 95oF (35oC). Untuk bahan bakar yang mempunyai

pour pointn diatas 95oF (32oC), bahan bakar dipanaskan sampai

temperaturnya 115oF (46oC) atau samapai temperatur kira-kira 15oF (8oC)

diatas pour point yang diharapkan. Sedangkan untuk bahan bakar yang mempunyai pour point dibawah –30oF (-34oC), bahan bakar dipanaskan

sampai mencapai 115oF (46oC) dan didinginkan samapai 60oF ( 16oC ) dalam

penganas air dimana temperaturnya dipertahankan 45 oF (7 oC).

Penentuan pour point dalam spesifikasi minyak pelumas bertujuan untuk menghindari terjadinya pembekuan minyak pelumas pada keadaan

(4)

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA Fakultas Teknologi Industri - ITS Surabaya

dingin. Spesifikasi minyak solar memberikan batasan titik tuang (pour point)

maksimum 18oC. Dengan menaikkan nilai dari pour point, dapat

meningkatkan mutu indeks viscositas (kekentalan) dan hasil persentasi bahan pelumas bebas lilin, dan disamping itu dapat lebih menghemat energi yang diperlukan dalam proses pengawalilinan (dewaxing). Dewaxing merupakan proses untuk mengeluarkan lilin paraffin dari bahan ataupun dengan proses mekanis. Dengan menaikkan pour point maka suhu pengawalilinan akan naik pula. (Anton L, 1983)

II.1.2 Bahan Bakar

Bahan bakar yang digunakan dalam percobaan pour point yaitu: 1. Olie SAE 30 2. SAE 40 3. SAE 90 4. Solar/Biosolar 5. Premix 6. Premium 7. Bensin Biru 8. Kerosen 9. Biodiesel

Adapun sifat-sifat fisika dan kimia dari masing-masing bahan bakar yaitu:

1. Solar

Kualitas solar sebagai bahan bakar motor diesel putaran tinggi sanagat menetukan kelancaran operasi, cara kerja, usia motor, dan kebersihan sisa pembuangan dari motor diesel. Secara umum observasi yang bisa dilakukan terhadap bahan bakar diesel adalah :

Octane number yang relative tinggi.

Volatility harus baik agar terjadi pembakaran yang sempurna.

Volatilenya harus tinggi agar mempermudah penyalaan, octane number

tinggi sehingga temperature penyalaan rendah.

 Mudah mengalir dan m\nilai flash point ( titik nyala ) tinggi supaya aman.

 Kandungan belerang , abu, dan residu harus memenuhi standartagar tidak terkorosi

(5)

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA Fakultas Teknologi Industri-ITS Surabaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II-3

Berikut ini adalah tabel sifat bahan bakar solar Indonesia :

Tabel II.1 Sifat Bahan Bakar Solar

Sifat Satuan 1983 1984 1986 Berat Jenis 60oF Viscositas Belerang Titik anilin Index cetane Titik keruh Titik tuang

Nilai panas kotor

- cSt % berat oF -oC oC Kkal/kg 0,8521 4,27 0,5 165,5 52,5 12,2 10,0 10,917 0,8478 4,846 0,2047 171,5 59,0 17,8 12,8 - 0,8616 4,43 0,22 160,5 52,0 # 10.0 -

Tabel II.2 Karakteristik Minyak Solar

Sifat Batasan Metode

(ASTM) Maksimal Minimal Spesific Gravity 60/600F 0,82 0,87 D-1928 Colour ASTM - 0,87 D-1566 Cetana Number 46 - D-613 Pour Point 00F - 65 D-87 Sulfur Content - 0,5 D-1551 Water Content (%) - 0,05 D-95 Flash Point (0F) 150 - D-93 2. Premium

Premium digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor, berwarna kuning bening, serta merupakan hasil dari minyak bumi yang mengandung karbon, hidrogen, dan sulfur didalam  25 jenis hidrokarbon yang mengandung 6-9 gram molekulnya. Pengamatan yang dapat dilakukan pada premium adalah :

(6)

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA Fakultas Teknologi Industri - ITS Surabaya

 Cukup bersih dan tidak menimbulkan korosi pada logam yang

bersentuhan dengan bhan bakar.

 Tidak boleh mengandung komponen volatilitasnya yang terlalu rendah .

 Tidak meninggalkan getah dan sisa pada sistem penyimpanan penyaluran

dan pemasukkan bahan bakar.

(E.Jasjfi, 1998)

Tabel II.3 Spesifikasi Premium.

Sifat Minimal Maksimal Metode (ASTM)

Angka Octane

Kadar TEL (ml/us gal) Destilasi (0C)

- 10% - 50% - 90%

- Titik Didih akhir - Residu % volume RUP pada 1000F RSI

Gum (getah) (mg/100ml) Periode Industri (menit) Kadar Sulfur (berat) Endapan (%berat) Warna 98 - - - 0,8 - - - - - 240 240 - merah - 3,0 - 74 125 180 205 2,0 9,0 4,0 0,2 0,0015 - D-2644 D-526 D-86 D-323 D-381 D-525 D-1266 D-1218 D-1500 (A.F.J.Jas.Ir dan Mulyono, 1989)

3. Premix

Premix merupakan bensin berkualitas tinggi dalam ASTM. Untuk

kendaraan bermotor, premix memang lebih baik jika dibandiungkan pemium, tetapi tingkat pencemaran lingkungan dari premix lebih tinggi bila dibandingkan dengan premium. Premix mempunyai nilai oktan lebih tinggi daripada premium , dan premix dapat dikatakan sebagai super –98 dengan angka oktan 98. (E.Jasjfi, 1998)

Untuk membandingkan karakteristik dari premium dan premix dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

(7)

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA Fakultas Teknologi Industri-ITS Surabaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II-5

Tabel II.4 Karakteristik bensin premium dan premix

Sifat Premium Premix Metode

Angka Oktan Kadar TEL(ml/AG) Distilasi

- 10% v evaporasi - 50% v evaporasi - Titik Didih Akhir - 20% - 10% v residu Kadar Belerang (% massa) Warna Min 87 Max 2,5 Max 74oC Min 88OC Max 205OC Min 8oC Max 2% vol Max 0,20 Kuning bening Min 98 Max 3.0 Max 74oC Min 88oC Max 205oC Min 8oC Max 2% vol Max 0,20 Merah Bening ASTM D-2699 ASTM D-526 ASTM D-86 ASTM D-1266 (E.Jasjfi, 1998) 4. Bensin Biru

Bensin biru mempunyai nilai oktan dibawah premium dan premix. Bersifat lebih ramah terhadap lingkungan karena asap yang dikeluarkan tidak mencemari udara. Mengandung TEL yang sangat kecil, tetapi bensin biru sangat merusak atau membuat mesin kendaraan tidak awet. Bensin biru juga mempunyai sifat mengeluarkan panas lebih cepat dibandingkan dengan premium sehingga mudah menguap (Flash Pointnya rendah) (E.Jasjfi, 1998).

5. Kerosine

Kerosine merupakan bahan bakar yang digunakan sebagai minyak

bakar (burning oil), minyak lampu, juga bahan bakar jet. Nilai atau harga kerosine tergantung pada kerosine sebagai bahan bakar padat.

6. Olie SAE 30

Olie SAE 30 adalah salah satu minyak pelumas yang mempunyai viscositas yang cukup besar yaitu 12,9 cSt. Jika minyak pelumas tersebut bereaksi dengan SO3 akan terbentuk varnish (pernis) yang keras dan karbon,

apabila terjadi karena asam yang korosif dan gerusan oleh karbon material.

(8)

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA Fakultas Teknologi Industri - ITS Surabaya

Tabel II.5 Sifat Fisika dan Kimia Olie SAE 30

Sifat SAE 30 Metode

Berat jenis 60/60oF

Titik Nyala (oF)

Titik Api (oF)

Jumlah Angka Asam (TAN) (mg KOH/g) Jumlah Angka Basa (TNB) (mg KOH/g) Tidak Larut dalam Pentana (% Berat) Titik Tuang (oF) Viscositas 100oF (cSt) Viscositas 210oF (cSt) 0,8912 440 470 1,74 5,14 0,349 5 106,15 11,70 ASTM D-1268 ASTM D-92 ASTM D-92 ASTM D-664 ASTM D-664 ASTM D-473 ASTM D-97 ASTM D-445 ASTM D-445 (P.Subardjo, 1987) 7. Olie SAE 40

Olie SAE 40 mempunyai viscisitas yang lebih besar daripada olie SAE 30 di atas. Jangkauan Viscositas pada olie SAE 40 ini pada temperatur 210oF

minimum 12,9 cSt dan maksimum 16,8 cSt. Minyak pelumas yang diambil dari bengkel I dan kios pengencer I tidak memenuhi klasifikasi olie ini karena mempunyai jumlah angka basa kurang dari 4 mg KOH/g, sehingga kurang tahan terhadap oksidasi udara pada temperatur 200oC. (Literatur:

P.Subardjo,” Ketahanan Oksidasi minykl Lumas”, Lembaran Publikasi Lemigas, No. I, 1987, halaman 6).

Tabel II.6 Sifat Fisika dan Kimia Olie SAE 40

Sifat SAE 40 Metode

Berat jenis 60/60oF

Titik Nyala (oF)

Titik Api (oF)

Jumlah Angka Asam (TAN) (mg KOH/g) Jumlah Angka Basa (TNB) (mg KOH/g) Tidak Larut dalam Pentana (% Berat) Titik Tuang (oF) Viscositas 100oF (cSt) Viscositas 210oF (cSt) 0,8962 470 495 2,81 9,70 0,284 0 148,62 16,71 ASTM D-1268 ASTM D-92 ASTM D-92 ASTM D-664 ASTM D-664 ASTM D-473 ASTM D-97 ASTM D-445 ASTM D-445 (P.Subardjo, 1987)

(9)

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA Fakultas Teknologi Industri-ITS Surabaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II-7

f. Olie SAE 90

Olie SAE 90 secara fisik mempunyai titik didih tinggi dan titik beku

yang rendah, dan mempunyai rantai atom carbon lebih dari 25 atom.

(Ahadiat.Nur, 1987) II.1.3 Pelumas

Adapun maksud dari pelumasan adalah untuk mengurangi terjadinya gesekan pada permukaan logam yang bersinggungan. Secara umum fungsi pelumas pada kendaraan bermesin adalah sebagai pelumas, sebagai perambat panas, sebagai penyekat dan menjaga agar mesin tetap bersih. Pengaruh minyak pelumas terutama sangat tergantung pada viscisitasnya, disampping kemampuannya membentuk lapisan selaput untuk dapat bertahan terhadap kondisi temperatur dan tekanan yang biasa diderita. Viscositas dari semua jenis pelumas akan menurun dengan naiknya temperatur atau menurunnya tekanan. Sebagai contoh minyak pelumas karter. Bila kita menggunakan minyak pelumas karter yang viscisitasnya rendah akan kurang aktivitas minyak pelumas tersebut dalam melindungi bagian-bagina logam mesin kendaraan pada saat mesin dinyalakan, karena akan menurun lagi viscisitasnya akibat temperatur yang menanjak. Tetapi apabila kita menggunakan minyak pelumas yang viscositasnya tinggi , kita akan memdapatkan kesulitan untuk mula-mula menyalakan mesin, setidaknya accu akan bekerja keras untuk dapat menghidupkan, terlebih lagi apabila temperatur lingkungan sangat rendah. Yang ideal dari suatu minyak pelumas adalah perubahan yang sekecil mungkin yang terjadi pada viscositasnya didalam menghadapi pengaruh perbedaan temperatur yang besar. Pada umumnya untuk produk minyak bumi, hubungan antara viscositas kinematika dengan perubahan temperatur dapat dinyatakan secara empiris sebagai berikut :

Log n log m ( v + 0,07 ) = A + B log T Dimana :

v = Viscositas kinematika , cSt (centi Stoke) T = temperatur termodinamika , K ( Kelvin ) A,B = konstanta-konstanta spesifik untuk minyak

(10)

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA Fakultas Teknologi Industri - ITS Surabaya

Tabel II.7 Pengaruh Minyak Pelumas terhadap Kontak dengan beberapa

Pendingin (Refrigerant).

Bahan Pendingin

Rumus Kimia

Kecenderungan yang Terjadi dengan Minyak Pelumas

Pengaruh pada Minyak Pelumas

Amoniak NH

3 Sedikit bercampur

Tak ada pengaruh pada viscositas tetapi akan membentuk emulsi dengan

adanya air. Carbon

dioksida CO2 Praktis tidak ada reaksi

Sulfur

dioksida SO2

Reaktif hanya pada suhu tinggi

Tidak ada pangaruh viscositas pada suhu biasa,

bekerja sebagai pelarut tertentu pada suhu tinggi untuk membentuk Lumpur

atau endapan. Metil klorida CH3Cl Bercampur sempurna

Tidak ada reaksi kimia, tetapi menurunnya

viscositas. Metilena CH2Cl2 Bercampur sempurna

Tidak ada reaksi kimia, tetapi menurunnya

viscositas Freon 12,

Genetron 12 CCl2F2 Bercampur sempuran

Tidak ada reaksi kimia, tetapi menurunnya

viscositas Freon 21 CHCl2F Bercampur sempurna

Tidak ada reaksi kimia, tetapi menurunnya

viscositas Freon 11,

Genetron 11 CFCl3

Bercampur sempurna Tidak ada reaksi kimia, tetapi menurunnya

viscositas Freon 113,

Genetron 113 C2Cl3F3

Bercampurr sempurna Tidak ada reaksi kimia, tetapi menurunnya

viscositas Freon 114,

Genetron114 C2Cl2F4

Bercampur sempurna Tidak ada reaksi kimia, tetapi menurunnya

viscositas (Anton L, 1983)

(11)

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA Fakultas Teknologi Industri-ITS Surabaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II-9

Minyak dengan pour point yang rendah banyak digunakan dalam mesin-mesin pendingin yang dimaksudkan dengan mesin pendingin adalah meliputi semua mesin pendingin seperti penyejuk udara yang dipasang pada kendaraan maupun ruangan, kamar pendingin, kulkas dan lain sebagainya. Pengunaan Freon pada mesin pendingin juga cukup luas pada pendingin-pendingin yang mempergunakan system sentrifugal. Freon merupakan bahan yang mampu bercamppur dengan minyak pelumas, terutama pada kondisi bertekanan. Pengaruh pertama dari beracampurnya freon dengan minyak pelumas adalah adanya penurunan viscositas minyak pelumas. Oleh karena itu penggunaan feon diarahkan kepada mesin-mesin pendingin kecil yang menggunakan system sentrifugal, dimana pada system ini minyak pelumas diperlukan hanya untuk melumasi bantalan-bantalan.

Sifat dari Freon adalah:

 tidak beracun

 sangat mudah menguap

 dan tidak berbau

(Anton L, 1983)

II. 1.4 Karakteristik Sampel 1. Olie SAE 40

Olie SAE 40 mempunyai viscisitas yang lebih besar daripada olie SAE 30 di atas. Jangkauan Viscositas pada olie SAE 40 ini pada temperatur 210oF

minimum 12,9 cSt dan maksimum 16,8 cSt. Minyak pelumas yang diambil dari bengkel I dan kios pengencer I tidak memenuhi klasifikasi olie ini karena mempunyai jumlah angka basa kurang dari 4 mg KOH/g, sehingga kurang tahan terhadap oksidasi udara pada temperatur 200oC. (Literatur:

P.Subardjo,” Ketahanan Oksidasi minykl Lumas”, Lembaran Publikasi Lemigas, No. I, 1987, halaman 6).

(12)

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA Fakultas Teknologi Industri - ITS Surabaya

Tabel II.8 Sifat Fisika dan Kimia Olie SAE 40

Sifat SAE 40 Metode

Berat jenis 60/60oF

Titik Nyala (oF)

Titik Api (oF)

Jumlah Angka Asam (TAN) (mg KOH/g) Jumlah Angka Basa (TNB) (mg KOH/g) Tidak Larut dalam Pentana (% Berat) Titik Tuang (oF) Viscositas 100oF (cSt) Viscositas 210oF (cSt) 0,8962 470 495 2,81 9,70 0,284 0 148,62 16,71 ASTM D-1268 ASTM D-92 ASTM D-92 ASTM D-664 ASTM D-664 ASTM D-473 ASTM D-97 ASTM D-445 ASTM D-445 (P.Subardjo, 1987) 2. Olie SAE 90

Olie SAE 90 secara fisik mempunyai titik didih tinggi dan titik beku

yang rendah, dan mempunyai rantai atom carbon lebih dari 25 atom.

(13)

III-1

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

III.1 Variabel Percobaan

- Repeatability 2 kali - Reproducibility 3 kali

III.2 Bahan Percobaan

1. Es Batu. 2. Garam Dapur

3. Pelumas Mesrania SAE 30

III.3 Alat Percobaan 1. Aluminium foil

2. Bunsen

3. Cooling Bath

4. Termometer skala (-12 OC) - 100 OC

5. Tabung reaksi

6. Tabung uji pour point. 7. Pipet Tetes

8. Stopwatch

III.4 Prosedur Percobaan

 Tahap Persiapan

1. Menyiapkan sampel yang akan digunakan serta bahan-bahan lain yang akan digunakan dalam percobaan yaitu es batu dan garam.

2. Menyiapkan alatalat yang akan digunakan yaitu termometer skala -12 OC - 100OC, cooling bath, tabung uji pour point, tabung reaksi,

bunsen, gabus, serta pipet tetes

3. Mencuci alat-alat yang akan digunakan menggunakan sabun dan membilas hingga bersih lalu mengeringkan dengan menggunakan tisu.

 Tahap Pengamatan

1. Mengisi cooling bath dengan es batu yang dicampurkan dengan garam dapur untuk digunakan sebagai media pendingin.

(14)

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA Fakultas Teknologi Industri-ITS Surabaya

b. Memindahkan sampel dari gelas ukur pada tabung reaksi.

c. Memanaskan sampel dengan menggoyangkan tabung reaksi diatas api bunsen hingga suhu sampel naik menjadi 45 OC.

3. Memindahkan sampel dari tabung reaksi kedalam tabung uji pour

point.

4. Tabung uji pour point diletakkan kedalam gasket.

5. Gasket ditutup menggunakan Aluminium foil yang telah diberi termometer skala (-12 OC – 100 OC).

6. Gasket lalu dimasukkan ke dalam cooling bath untuk kemudian dilakukan pengamatan waktu yang dibutuhkan untuk tiap penurunan suhu dan melakukan pencatatan.

III.5 Diagram Alir Percobaan

 Tahap Persiapan

Menyiapkan sampel yang akan digunakan

Menyiapkan bahan-bahan lain yang akan digunakan dalam percobaan yaitu es batu dan garam.

Menyiapkan alat-alat yang akan digunakan yaitu termometer skala -12

OC - 100OC, cooling bath, tabung uji pour point, tabung reaksi, bunsen,

aluminium foil, serta pipet tetes

Mencuci alat-alat yang akan digunakan menggunakan sabun dan membilas hingga bersih lalu mengeringkan dengan menggunakan tisu.

Mulai

(15)

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA Fakultas Teknologi Industri-ITS Surabaya

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN

III-3

 Tahap Pengamatan

Tabung uji ditutup menggunakan gabus yang telah diberi termometer skala (-12 OC – 100 OC)

Mengisi cooling bath dengan es batu yang dicampurkan dengan garam dapur untuk digunakan sebagai media pendingin

Menuangkan sampel sebanyak 10 ml pada gelas ukur 25 ml Memindahkan sampel dari gelas ukur pada tabung reaksi

Memanaskan sampel dengan menggoyangkan tabung reaksi diatas api bunsen hingga suhu sampel menjadi 45 OC

Memindahkan sampel dari tabung reaksi kedalam tabung uji pour point Tabung uji pour point diletakkan kedalam gasket

Mulai

Mengulangi langkah 1 – 6 untuk repeatability ke-2 Selesai

Melakukan pengamatan dan pencatatan waktu tiap penurunan suhu Gasket lalu dimasukkan kedalam cooling bath

(16)

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA Fakultas Teknologi Industri-ITS Surabaya

(17)

IV-1

BAB IV

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil Pengamatan

Pengujian dilakukan oleh tiga operator berbeda pada sampel Pelumas Mesrania SAE 30 dengan pengamatan (Reproduceability) dan dilakukan 2 kali pengujian (Repeatability). Pengambilan data percobaan pada sampel Pelumas Mesrania SAE 30 dilakukan setiap penurunan suhu 2oC. Hasil

pengamatan sampel Pelumas Mesran SAE 30 dapat dilihat Tabel IV.1

Tabel IV.1 Hasil Pengamatan Pelumas Mesrania SAE 30 dengan Reproducibility 1 dan

Repeatability 1

No. Repeatability 1

Suhu (oC) Waktu (menit) Keterangan

1 31 Tidak ada perubahan

2 29 0:07 Tidak ada perubahan 3 27 0:11 Mulai ada embun

4 25 0:19 Mulai ada embun 5 23 0:28 Mulai ada embun

6 21 0:04 Mulai ada Embun 7 19 0:04 Mulai ada embun 8 17 0:15 Mulai mengental 9 15 0:15 Mulai mengental 10 13 0:22 Mulai mengental 11 11 0:12 Mulai mengental 12 9 0:11 Mulai mengental 13 7 0:21 Mulai Mengental 14 5 0:08 Lebih kental lagi 15 3 0:10 Lebih kental lagi 16 1 0:13 Lebih kental lagi

17 -3 1:12 Cold point

18 -5 0:23 Warna berubah memutih yang menandakan pelumas sedikit membeku 19 -7 0:17 Mulai sedikit membeku, tapi masih

mengalir

20 -9 1:30 Pour Point

21 -11 1:17 Mulai membeku

(18)

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA Fakultas Teknologi Industri-ITS Surabaya

Reproduceability 1 dan Repeatability 1, didapatkan bahwa suhu terendah yang didapat adalah -12°C.

Tabel IV.2 Hasil Pengamatan Pelumas Mesrania SAE 30 dengan Reproducibility 1 dan

Repeatability 2

No. Repeatability 2

Suhu (oC) Waktu (menit) Keterangan

1 31 Tidak ada perubahan

2 29 0:08 Tidak ada perubahan 3 27 0:13 Mulai ada embun

4 25 0:10 Mulai ada embun 5 23 0:05 Mulai ada embun

6 21 0:05 Mulai ada Embun 7 19 0:07 Mulai ada embun 8 17 0:26 Mulai mengental 9 15 0:26 Mulai mengental 10 13 0:10 Mulai mengental 11 11 0:13 Mulai mengental 12 9 0:16 Mulai mengental 13 7 0:14 Mulai Mengental 14 5 0:26 Lebih kental lagi 15 3 0:28 Lebih kental lagi 16 1 0:33 Lebih kental lagi

17 -3 0:15 Cold Poit

18 -5 0:12 Warna berubah memutih yang menandakan pelumas sedikit membeku 19 -7 0:53 Mulai sedikit membeku, tapi masih

mengalir

20 -9 1:19 Mulai membeku

21 -11 1:17 Pour Point

22 -12 2:37 Membeku

Dari tabel hasil pengamatan pelumas campuran pada

Reproduceability 1 dan Repeatability 2, didapatkan bahwa suhu terendah yang didapat adalah -12°C.

(19)

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA Fakultas Teknologi Industri-ITS Surabaya

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

IV-3

Tabel IV.3 Hasil Pengamatan Pelumas Mesrania SAE 30 dengan Reproducibility 2 dan

Repeatability 1

No.

Repeatability 1

Suhu (oC) Waktu (menit) Keterangan

1 31 Tidak ada perubahan

2 29 0:20 Tidak ada perubahan 3 27 0:17 Mulai ada embun

4 25 0:18 Mulai ada embun 5 23 0:12 Mulai ada embun

6 21 0:27 Mulai ada Embun 7 19 0:11 Mulai ada embun 8 17 0:39 Mulai mengental 9 15 0:14 Mulai mengental 10 13 0:25 Mulai mengental 11 11 0:26 Mulai mengental 12 9 1:13 Mulai mengental 13 7 1:07 Mulai Mengental 14 5 1:47 Lebih kental lagi 15 3 3:36 Lebih kental lagi 16 1 0:52 Lebih kental lagi 17 -3 0:37 Lebih kental lagi

18 -5 0:33 Warna berubah memutih yang menandakan pelumas sedikit membeku

19 -7 1:02 Mulai sedikit membeku, tapi masih mengalir

20 -9 1:26 Pour Point

21 -11 1:17 Mulai membeku

22 -12 1:18 Membeku

Dari tabel hasil pengamatan pelumas campuran pada Reproducibility 2 dan Repeatability 1, didapatkan bahwa suhu terendah yang didapat adalah -12°C.

(20)

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA Fakultas Teknologi Industri-ITS Surabaya

Repeatability 2

No.

Repeatability 2 Suhu

(oC) Waktu (menit) Keterangan

1 31 Tidak ada perubahan

2 29 0:17 Tidak ada perubahan 3 27 0:18 Mulai ada embun

4 25 0:23 Mulai ada embun 5 23 0:49 Mulai ada embun

6 21 0:23 Mulai ada Embun 7 19 0:11 Mulai ada embun 8 17 0:36 Mulai mengental 9 15 0:17 Mulai mengental 10 13 0:23 Mulai mengental 11 11 0:26 Mulai mengental 12 9 0:47 Mulai mengental 13 7 0:42 Mulai Mengental 14 5 1:54 Lebih kental lagi 15 3 1:28 Lebih kental lagi 16 1 1:07 Lebih kental lagi 17 -3 1:16 Lebih kental lagi

18 -5 2:11 Warna berubah memutih yang menandakan pelumas sedikit membeku 19 -7 1:16 Mulai sedikit membeku, tapi masih

mengalir

20 -9 1:20 Pour Point

21 -11 2:15 Mulai membeku

22 -12 1:29 Membeku

Dari tabel hasil pengamatan pelumas campuran pada Reproducibility 2 dan Repeatability 2, didapatkan bahwa suhu terendah yang didapat adalah -12°C.

(21)

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA Fakultas Teknologi Industri-ITS Surabaya

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

IV-5

Tabel IV.5 Hasil Pengamatan Pelumas Mesrania SAE 30 dengan Reproducibility 3 dan

Repeatability 1

No.

Repeatability 1 Suhu

(oC) Waktu (menit) Keterangan

1 31 Tidak ada perubahan

2 29 0:14 Tidak ada perubahan 3 27 0:09 Tidak ada perubahan

4 25 0:31 Mulai ada embun

5 23 0:09 Mulai ada embun

6 21 0:10 Mulai ada Embun

7 19 0:07 Mulai ada embun

8 17 0:11 Mulai mengental 9 15 0:08 Mulai mengental 10 13 0:46 Mulai mengental 11 11 0:31 Mulai mengental 12 9 0:39 Mulai mengental 13 7 0:43 Mulai Mengental

14 5 1:23 Lebih kental lagi 15 3 0:59 Lebih kental lagi 16 1 1:31 Lebih kental lagi 17 -3 0:54 Lebih kental lagi

18 -5 1:07

Warna berubah memutih yang menandakan pelumas sedikit

membeku

19 -7 1:52 Mulai sedikit membeku, tapi masih mengalir

20 -9 1:35 Pour Point

21 -11 2:03 Mulai membeku

22 -12 1:58 Membeku

Dari tabel hasil pengamatan pelumas campuran pada Reproducibility 3 dan Repeatability 1, didapatkan bahwa suhu terendah yang didapat adalah -12°C.

(22)

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA Fakultas Teknologi Industri-ITS Surabaya

Repeatability 2

No.

Repeatability 2 Suhu

(oC) Waktu (menit) Keterangan

1 31 Tidak ada perubahan

2 29 0:11 Tidak ada perubahan 3 27 0:09 Tidak ada perubahan

4 25 0:37 Mulai ada embun 5 23 0:10 Mulai ada embun

6 21 0:08 Mulai ada Embun 7 19 0:07 Mulai ada embun 8 17 0:08 Mulai mengental 9 15 0:08 Mulai mengental 10 13 0:44 Mulai mengental 11 11 0:30 Mulai mengental 12 9 0:34 Mulai mengental 13 7 0:45 Mulai Mengental 14 5 1:03 Lebih kental lagi 15 3 0:59 Lebih kental lagi 16 1 1:41 Lebih kental lagi 17 -3 0:44 Lebih kental lagi

18 -5 1:04 Warna berubah memutih yang menandakan pelumas sedikit membeku 19 -7 1:53 Mulai sedikit membeku, tapi masih

mengalir

20 -9 1:25 Pour point

21 -11 1:17 Mulai membeku

22 -12 2:25 Membeku

Dari tabel hasil pengamatan pelumas campuran pada Reproducibility 3 dan Repeatability 2, didapatkan bahwa suhu terendah yang didapat adalah -12°C.

(23)

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA Fakultas Teknologi Industri-ITS Surabaya

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

IV-7

Tabel IV.7 Tabel Karakteristik Pelumas Mesrania SAE 30 Data Fisik dan Kimiawi

No. SAE 30

Kinematic Viscosity at 40 oC (cSt) 148,7 (ASTM D-445)

Kinematic Viscosity at 100 oC (cSt) 14,91 (ASTM D-445)

Viscosity Index 100 (ASTM D-2270) Specific Gravity. 15/4 oC 0,8946 (ASTM D-1298)

Colour ASTM L 3 5 (ASTM D-1500) Flash Point (oC) 264 (ASTM D-92)

Pour Point (oC) -9 (ASTM D-97)

Total Base Number (mgKOH/g) 6,43 (ASTM D-2896) (MSDS Mesrania SAE 30, 2006)

IV.2 Perhitungan Repeatability

Untuk mendapatkan nilai pour point dari sampel pelumas Mesrania SAE 30 diperoleh dengan cara menghitung rata-rata pour point percobaan I dan II pada masing-masing sampel pelumas Mesrania SAE 30 sehingga didapatkan nilai repeatability sebagai berikut:

Tabel IV.8 Nilai Pour Point pada Mesrania SAE 30

Reproduce Mesrania SAE 30 Pour Point Repeatability ASTM D 97-05 Keterangan Repeatability I Repeatability II I -12 °C -12 °C 0 °C Max 3 °C Sesuai II -12 °C -12 °C 0 °C Max 3 °C Sesuai

(24)

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA Fakultas Teknologi Industri-ITS Surabaya

Dari percobaan pour point dengan sampel pelumas Mesrania SAE 30 yang telah dilakukan, diperoleh hasil grafik sebagai berikut:

Grafik IV.1 Hubungan antara Penurunan Suhu (oC) dan Waktu Pendinginan pada sampel

pelumas Mesrania SAE 30 Reproducibility 1, Repeatability 1

Dari Grafik IV.1 dapat ditentukan kecepatan pendinginan pelumas Mesrania SAE 30 pada Reproducibility 1, Repeatability 1 antara slope I, slope II, slope III, dan slope IV. Untuk menentukan rata-rata kecepatan pendinginan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel IV.9 Kecepatan Pendinginan pada Sampel Pelumas Mesrania SAE 30

Reproducibility 1, Repeatability 1

Slope ∆T (oC) ∆t (s) Kecepatan Pendinginan (oC/s)

I 7 72 0,0972

II 20 108 0,1851

III 10 236 0,0424

IV 4 130 0,0308

Kecepatan rata-rata 0.0889

Dari hasil perhitungan pada Tabel IV.9 dapat ditentukan kecepatan pendinginan sampel pelumas Mesrania SAE 30, pada slope I sebesar 0,0972

(25)

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA Fakultas Teknologi Industri-ITS Surabaya

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

IV-9

slope IV sebesar 0,0308 oC/detik. Sehingga rata-rata kecepatan pendinginan

slope I, II, III, dan IV sebesar 0,0889 oC/detik. Hal ini membuktikan bahwa

semakin lama waktu pendinginan maka penurunan suhu makin kecil.

Grafik IV.2 Hubungan antara Penurunan Suhu (oC) dan Waktu Pendinginan

pada sampel pelumas Mesrania SAE 30 Reproducibility 1, Repeatability 2

Dari Grafik IV.2 dapat ditentukan kecepatan pendinginan pelumas Mesrania SAE 30 pada Reproducibility 1, Repeatability 1 antara slope I, slope II, slope III, dan slope IV. Untuk menentukan rata-rata kecepatan pendinginan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel IV.10 Kecepatan Pendinginan pada Sampel Pelumas Mesrania SAE 30

Reproducibility 1, Repeatability 2

Slope ∆T (oC) ∆t (s) Kecepatan Pendinginan (oC/s)

I 12 72 0,1666

II 14 144 0,0972

III 10 107 0,0935

IV 6 303 0,0198

Kecepatan rata-rata 0,0943

Dari hasil perhitungan pada Tabel IV.10 dapat ditentukan kecepatan pendinginan sampel pelumas Mesrania SAE 30, pada slope I sebesar 0,1666

(26)

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA Fakultas Teknologi Industri-ITS Surabaya

slope IV sebesar 0,0198 oC/detik. Sehingga rata-rata kecepatan pendinginan

slope I, II, III, dan IV sebesar 0,0943 oC/detik. Hal ini membuktikan bahwa

semakin lama waktu pendinginan maka penurunan suhu makin kecil.

Grafik IV.3 Hubungan antara Penurunan Suhu (oC) dan Waktu Pendinginan pada sampel

pelumas Mesrania SAE 30 Reproducibility 2, Repeatability 1

Dari Grafik IV.3 dapat ditentukan kecepatan pendinginan pelumas Mesrania SAE 30 pada Reproducibility 1, Repeatability 1 antara slope I, slope II, slope III, dan slope IV. Untuk menentukan rata-rata kecepatan pendinginan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel IV.11 Kecepatan Pendinginan pada Sampel Pelumas Mesrania SAE 30

Reproducibility 2, Repeatability 1

Slope ∆T (oC) ∆t (s) Kecepatan Pendinginan (oC/s)

I 10 45 0,2222

II 10 75 0,1333

III 8 180 0,0444

IV 13 160 0,0812

(27)

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA Fakultas Teknologi Industri-ITS Surabaya

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

IV-11

Dari hasil perhitungan pada Tabel IV.11 dapat ditentukan kecepatan pendinginan sampel pelumas Mesrania SAE 30, pada slope I sebesar 0,2222

oC/detik, slope II sebesar 0,1333 oC/detik, slope III 0,0444 oC/detik, dan pada

slope IV sebesar 0,0812 oC/detik. Sehingga rata-rata kecepatan pendinginan

slope I, II, III, dan IV sebesar 0,1203 oC/detik. Hal ini membuktikan bahwa

semakin lama waktu pendinginan maka penurunan suhu makin kecil.

Grafik IV.4 Hubungan antara Penurunan Suhu (oC) dan Waktu Pendinginan pada sampel

pelumas Mesrania SAE 30 Reproducibility 2, Repeatability 2

Dari Grafik IV.4 dapat ditentukan kecepatan pendinginan pelumas Mesrania SAE 30 pada Reproducibility 1, Repeatability 1 antara slope I, slope II, slope III, dan slope IV. Untuk menentukan rata-rata kecepatan pendinginan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel IV.12 Kecepatan Pendinginan pada Sampel Pelumas Mesrania SAE 30

Reproducibility 2, Repeatability 2

Slope ∆T (oC) ∆t (s) Kecepatan Pendinginan (oC/s)

I 20 120 0,1666

II 8 132 0,0606

III 10 148 0,0676

IV 3 95 0,0316

(28)

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA Fakultas Teknologi Industri-ITS Surabaya

pendinginan sampel pelumas Mesrania SAE 30, pada slope I sebesar 0,1666

oC/detik, slope II sebesar 0,0606 oC/detik, slope III 0,0676 oC/detik, dan pada

slope IV sebesar 0,0316 oC/detik. Sehingga rata-rata kecepatan pendinginan

slope I, II, III, dan IV sebesar 0,0816 oC/detik. Hal ini membuktikan bahwa

semakin lama waktu pendinginan maka penurunan suhu makin kecil.

Grafik IV.5 Hubungan antara Penurunan Suhu (oC) dan Waktu Pendinginan pada sampel

pelumas Mesrania SAE 30 Reproducibility 3, Repeatability 1

Dari Grafik IV.5 dapat ditentukan kecepatan pendinginan pelumas Mesrania SAE 30 pada Reproducibility 1, Repeatability 1 antara slope I, slope II, slope III, dan slope IV. Untuk menentukan rata-rata kecepatan pendinginan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel IV.13 Kecepatan Pendinginan pada Sampel Pelumas Mesrania SAE 30

Reproducibility 3, Repeatability 1

Slope ∆T (oC) ∆t (s) Kecepatan Pendinginan (oC/s)

I 14 20 0,0468

II 12 148 0,0188

III 10 132 0,0287

IV 5 140 0,0028

(29)

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA Fakultas Teknologi Industri-ITS Surabaya

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

IV-13

Dari hasil perhitungan pada Tabel IV.13 dapat ditentukan kecepatan pendinginan sampel pelumas Mesrania SAE 30, pada slope I sebesar 0,0468

oC/detik, slope II sebesar 0,0188 oC/detik, slope III 0,0287 oC/detik, dan pada

slope IV sebesar 0,0028 oC/detik. Sehingga rata-rata kecepatan pendinginan

slope I, II, III, dan IV sebesar 0,0243 oC/detik. Hal ini membuktikan bahwa

semakin lama waktu pendinginan maka penurunan suhu makin kecil.

Grafik IV.6 Hubungan antara Penurunan Suhu (oC) dan Waktu Pendinginan pada sampel

pelumas Mesrania SAE 30 Reproducibility 3, Repeatability 2

Dari Grafik IV.6 dapat ditentukan kecepatan pendinginan pelumas Mesrania SAE 30 pada Reproducibility 1, Repeatability 1 antara slope I, slope II, slope III, dan slope IV. Untuk menentukan rata-rata kecepatan pendinginan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel IV.14 Kecepatan Pendinginan pada Sampel Pelumas Mesrania SAE 30

Reproducibility 3, Repeatability 2

Slope ∆T (oC) ∆t (s) Kecepatan Pendinginan (oC/s)

I 14 40 0,3500

II 12 115 0,1043

III 10 130 0,0769

IV 5 135 0,0370

(30)

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA Fakultas Teknologi Industri-ITS Surabaya

pendinginan sampel pelumas Mesrania SAE 30, pada slope I sebesar 0,3500

oC/detik, slope II sebesar 0,1043 oC/detik, slope III 0,0769 oC/detik, dan pada

slope IV sebesar 0,0370 oC/detik. Sehingga rata-rata kecepatan pendinginan

slope I, II, III, dan IV sebesar 0,1421 oC/detik. Hal ini membuktikan bahwa

semakin lama waktu pendinginan maka penurunan suhu makin kecil.

Dari hasil percobaan pour point pada Tabel IV.1 sampai Tabel IV.6 dengan menggunakan sampel Pelumas Mesrania SAE 30, dapat dilihat pada percobaan reproducebility bahwa sampel mulai berhenti mengalir (pour point) yaitu pada temperatur -120C. Pengamatan reproduciblity sesuai dengan

ASTM D97 untuk pour point pada pengamatan reproducibility tidak melebihi batas range suhu antara -33oC sampai 55oC dan sesuai dengan karakteristik

pada Pelumas Mesrania SAE 30 untuk pour point maksimal -9oC.

(31)

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA Fakultas Teknologi Industri-ITS Surabaya

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

IV-15

Dari Grafik IV.7 dapat ditentukan kecepatan pendinginan Pelumas Mesrania SAE 30. Pada Grafik IV.7 untuk percobaan reproduceability pengamatan 1 dari slope 1 hingga slope 8. Untuk menentukan rata-rata kecepatan pendinginan dapat dilihat pada Tabel IV.15 berikut.

Tabel IV.15 Kecepatan Pendinginan pada Sampel Pelumas Mesrania SAE 30 untuk

(reproduceability) Pengamatan Rata-Rata

Slope Kecepatan Pendinginan (∆ T/∆ t) 0 C/second 1 0.15385 2 0.10256 3 0.25806 4 0.19048 5 0.11765 6 0.07407 7 0.06667 8 0.04317

Rata-rata Kecepatan Pendinginan 0.103940C/detik

Dari hasil perhitungan pada Tabel IV.15 dapat ditentukan kecepatan pendinginan sampel Pelumas Mesrania SAE 30 pada pengamatan 1 untuk slope 1 sebesar 0.153850C/detik, hingga slope 8 sebesar 0.043170C/detik.

Sehingga rata-rata kecepatan pendinginan slope 1 hingga slope 8 sebesar 0.103940C/detik. Pada pengamatan ini, sampel Pelumas Mesrania SAE 30

sudah tidak mengalir pada suhu -120C. Dari pengamatan sampel Pelumas

Mesrania SAE 30 diperoleh kesimpulan bahwa rata – rata kecepatan pendinginan pada pengamatan reproduce ability sebesar 0.103940C/detik.

Dari percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi cepat lambatnya ditemukannya Pour Point dari suatu bahan bakar adalah :

1. Pengaruh campuran es dan garam dapur (NaCl)

Pengaruh campuran es dan NaCl pada percobaan berfungsi sebagai pemercepat pendinginan bahan bakar sehingga Pour Point dapat dengan cepat dicapai. Pada percobaan ini digunakan NaCl sebagai campuran pada pendingin karena NaCl merupakan larutan elektrolit yang dapat

(32)

LABORATORIUM TEKNIK PEMBAKARAN PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA Fakultas Teknologi Industri-ITS Surabaya

didapatkan dan harganya terjangkau sehingga cocok utnuk dipakai dalam percoban.

2. Pengaruh gasket dan penutupnya

Bahan bakar dalam tabung uji diputar-putar dimaksudkan agar transfer panas dengan campuran pendingin akan lebih merata sehingga semakin cepat proses pembekuan bahan bakar. Penangas pendingin dengan menggunakan gasket juga dimaksudkan agar melindungin tabung reaksi agar tabung reaksi tidak pecah saat proses penentun Pour Point bahan bakar. Fungsi penutup pada gasket adalah untuk menghindari terjadinya kontak dengan suhu udara luar yang dapat mempengaruhi pendinginan dalam penangas pendingin.

3. Pengaruh lingkungan

Semakin rendah suhu lingkungan maka pencapaian Pour Point pada bahan bakar akan semakin cepat, dan demikian juga sebaliknya. Pengaruh dari suhu lingkungan ini dapat dihindari dengan penutup gasket.

4. Kandungan lilin (wax)

Kandungan lilin yang dimiliki bahan bakar dapat mempengaruhi cepat lambatnya Pour Point tercapai. Semakin besar kandungan lilin dari suatu bahan bakar maka semakin cepat pula Pour Point bahan bakar tersebut tercapai.ss

(33)

V-1

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari percobaan Pour Point adalah sebagai berikut : 1. Pengukuran dan perhitungan hasil percobaan dilakukan berdasarkan

ASTM D97-05 untuk sampel Pelumas Mesrania SAE 30.

2. Setelah dilakukan percobaan pada sampel Pelumas Mesrania SAE 30,

Repeatability 1, Reproducibility 1 didapatkan data bahwa cloud point

sebesar -3oC, pour point sebesar -11oC dan freezing point sebesar -12oC.

3. Setelah dilakukan percobaan pada sampel Pelumas Mesrania SAE 30,

Repeatability 1, Reproducibility 2 didapatkan data bahwa cloud point

sebesar -3oC, pour point sebesar -11oC dan freezing point sebesar -12oC.

4. Setelah dilakukan percobaan pada sampel Pelumas Mesran SAE 30,

Repeatability 1, Reproducibility 3 didapatkan data bahwa cloud point

sebesar -4oC, pour point sebesar -11oC dan freezing point sebesar -12oC.

5. Setelah dilakukan percobaan pada sampel Pelumas Mesran SAE 30,

Repeatability 2, Reproducibility 1 didapatkan data bahwa cloud point

sebesar -3oC, pour point sebesar -11oC dan freezing point sebesar -12oC.

6. Setelah dilakukan percobaan pada sampel Pelumas Mesran SAE 30,

Repeatability 2, Reproducibility 2 didapatkan data bahwa cloud point

sebesar -4oC, pour point sebesar -11oC dan freezing point sebesar -12oC.

7. Setelah dilakukan percobaan pada sampel Pelumas Mesran SAE 30,

Repeatability 2, Reproducibility 3 didapatkan data bahwa cloud point

sebesar -4oC, pour point sebesar -11oC dan freezing point sebesar -12oC.

V.2 Saran

Saran dari percobaan Pour Point adalah: 1.

(34)

Gambar

Tabel II.3 Spesifikasi Premium.
Tabel II.4 Karakteristik bensin premium dan premix
Tabel II.5 Sifat Fisika dan Kimia Olie SAE 30
Tabel II.8 Sifat Fisika dan Kimia Olie SAE 40
+7

Referensi

Dokumen terkait

beberapa waktu lalu, terjadi banyak kejadian dan fenomena sosial yang berawal dari perbedaan dan keragaman. Misalnya kasus dugaan penistaan agama yang gagal dipahami

Teknik dasar yaitu semua kegiatan yang mendasar, shingga dengan modal teknik dasar yang baik seoarang pemain sepakbola akan dapat bermain dengan baik disegala posisinya

Ketepatan dosis stimulansia cair yang digunakan di Afdeling Sumber Jambe sudah sesuai standar yang dianjurkan yaitu 1 g/pohon/bulan tetapi ketepatan waktu aplikasi

Sistem ini berfungsi sebagai penjadwalan pakan ikan yang bekerja secara otomatis sesuai keinginan pengguna dengan menekan pushbutton yang dimasukkan kedalam

Penelitian pertama yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian Yudaningrum (2014) yang berjudul “Keefektifan Strategi POINT dalam Pembelajaran Membaca

Berdasarkan rumusan masalah di atas, yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: Untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa pada materi pecahan dengan menggunakan model

Proses penyaringan adalah proses pemisahan fraksi stearin yang telah mengkristal dan fraksi olein yang masih berwujud cair.tujuan proses ini adalah untuk

Dan tidak boleh dikatakan: bahwa tidak terdapat cara-cara yang syar’i yang Allah Subhaanahu watala’a, mengutus Nabi-nya dengannya yang dapat menjadikan para pelaku maksiat