• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING BERBASIS LINGKUNGAN TERHADAP KOMPETENSI PENGETAHUAN IPA KELAS IV SD GUGUS SRIKANDI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING BERBASIS LINGKUNGAN TERHADAP KOMPETENSI PENGETAHUAN IPA KELAS IV SD GUGUS SRIKANDI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING BERBASIS LINGKUNGAN

TERHADAP KOMPETENSI PENGETAHUAN IPA

KELAS IV SD GUGUS SRIKANDI

Ni Lh. Nopita Windiani

1

, Ni Nym. Ganing

2

, I.B.Gd. Surya Abadi

3 1,2,3

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail:

nopitaluh@yahoo.co.id

1

,

nyomanganing@gmail.com

2

,

suryaabadi31@yahoo.co.id

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan kompetensi pengetahuan IPA kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model model discovery learning berbasis lingkungan dengan yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV SD Gugus Srikandi Kecamatan Denpasar Timur Tahun Pelajaran 2016/2017. Desain penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan rancangan nonequivalent control group design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV SD Gugus Srikandi Kecamatan Denpasar Timur yang berjumlah 364 orang. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas IVA SDN 10 Sumerta dengan jumlah 32 siswa sebagai kelompok eksperimen dan siswa kelas IV SDN 8 Sumerta dengan jumlah 36 siswa sebagai kelompok kontrol. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode tes dalam bentuk tes objektif pilihan ganda biasa. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji-t. Hasil analisis data diperoleh thitung= 6,020 sedangkan pada taraf signifikansi 5% dan dk = 66 diperoleh nilai ttabel = 2,000 sehingga thitung = 6,020 > ttabel = 2,000. Berdasarkan kriteria pengujian, maka ho ditolak dan Ha diterima. Adapun nilai rata-rata gain skor kompetensi pengetahuan IPA pada kelompok yang dibelajarkan dengan model discovery learning berbasis lingkungan adalah 0,502, sedangkan pada kelompok yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional adalah 0,213. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model discovery learning berbasis lingkungan terhadap kompetensi pengetahuan IPA siswa kelas IV SD Gugus Srikandi Kecamatan Denpasar Timur Tahun pelajaran 2016/2017.

Kata kunci: discovery learning, kompetensi pengetahuan IPA

Abstract

This study supposed to determine the significant differences of science group competencies that applied by environmental based of discovery learning models that taught by using conventional learning model in fourth grades Elementary School Srikandi District Denpasar East In school year 2016/2017. The design of this research was quasi experimental research with nonequivalent control group design. The population of this research was all the fourth grade students of SD Srikandi District of East Denpasar that need 364 people. Samples were taken with purposive sampling technique. The sample in this research was

(2)

2

the students of grade IVA SDN 10 Sumerta with the number of 32 students as experimental group and fourth grade students of SDN 8 Sumerta with 36 students as control group. Datas collection were done by using test method in multiple choice form.The datas obtained were analyzed by using the t-test. The results of the data analysis obtain tvalue = 6,020 while at the

level of significance of 5% and dk = 66 results ttable = 2,000 so tvalue = 6,020> ttable = 2,000.

Base on the test criteria it can be conclude that Ho is refuse and Ha is receive. The average

value gain score of science knowledge in the group that taught by environmental-based discovery learning model is 0,502, while the group that is taught by conventional learning is 0,213. Based on these results can be concluded that found the influence of environmental based of discovery learning models of student science knowledge competency in fourth grade Elementary School Srikandi District East Denpasar Year undergraduate year 2016/2017.

Keywords : discovery learning, science knowledge competency

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam menjamin keberlangsungan pembangunan suatu bangsa. Peningkatan kualitas SDM jauh lebih mendesak untuk segera direalisasikan terutama dalam menghadapi era persaingan global. Oleh karena itu, peningkatan SDM sejak dini merupakan hal penting yang harus dipikirkan secara sungguh-sungguh.

Salah satu perubahan dalam dunia pendidikan adalah perubahan kurikulum. Di Indonesia, sudah beberapa kali mengalami perubahan dan perbaikan kurikulum. Pengembangan Kurikulum 2013 ini melanjutkan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam kurikulum 2013 siswa dituntut melalui beberapa proses secara aktif mencari, mengolah, mengonstruksi, dan menerapkan pengetahuan.

Menurut Kurniasih (2014:7) adapun salah satu ciri kurikulum 2013 yang paling mendasar ialah menuntut kemampuan guru dalam berpengetahuan dan mencari pengetahuan sebanyak-banyaknya karena siswa zaman sekarang telah mudah mencari informasi dengan bebas melalui perkembangan teknologi dan informasi. Maka sangat diperlukan upaya inovasi guru dalam menyiasati pembelajaran di kelas. Kenyataan

dilapangan masih banyak pembelajaran yang hanya berpaku pada buku yang hanya memberikan penugasan dalam membelajarkan siswa, sehingga pembelajaran terkesan masih didominasi guru. Ini menunjukkan adanya kesenjangan antara kenyataan di lapangan dan harapan sesuai kurikulum 2013. Salah satu perubahan mendasar dalam Kurikulum 2013 adalah metode pembelajaran.

Metode pembelajaran Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan Saintifik dengan lima langkah pembelajaran yaitu mengamati, bertanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan. Berdasarkan kegiatan obsevasi yang telah dilakukan pada hari senin, 2 Januari 2017 baik dengan siswa maupun dengan guru, ternyata masih banyak ditemui masalah dalam proses pembelajaran. Masalah tersebut diantaranya : kurang aktifnya siswa dalam proses pembelajaran, belum digunakannya strategi pembelajaran, belum digunakannya strategi yang bervariasi dalam pembelajaran, serta didalam mengejar ketertinggalan materi mengakibatkan guru terpaksa untuk memberikan siswa tugas mengerjakan soal-soal yang ada pada buku pegangannya. Hal inilah yang menyebabkan siswa sedikit meminati pembelajaran IPA dan cenderung bosan. Apalagi dalam pembelajaran yang dilakukan kurang inovatif dalam mengembangkan siswa untuk mengembangkan pengetahuannya.

(3)

3

Pembelajaran yang cendrung menggunakan metode ceramah dan menugaskan siswa membaca sendiri buku pelajaran lalu mengerjakan soal-soal yang ada di buku siswa yang mengakibatkan siswa menganggap IPA itu semakin rumit untuk dipelajari. IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia (Samatowa, 2016:3). Dengan pengertian IPA tersebut apabila kebiasaan ini terus berlanjut, maka tentunya akan berdampak pada pengetahuan kompetensi siswa yang menurun serta prestasi belajar yang diraih siswa kurang memuaskan.

Pembelajaran di SD yang masih menekankan pada siswa untuk mengingat dan mengerjakan tugas di buku pegangan sehingga tidak menekankan pada siswa untuk pemecahan masalah dan mengaplikasikan pengetahuannya. Proses pembelajaran hanya diarahkan untuk menghafal informasi ke dalam otak tanpa dituntut untuk memahami informasi tersebut. Secara tidak langsung pola pembelajaran seperti itu akan membuat hasil belajar siswa menjadi tidak optimal.

Dalam pelaksanaan pembelajaran dikelas perlu didesain secara kreatif dan inovatif dengan memerhatikan karakteristik perkembangan siswa sekolah dasar. Dari permasalahan tersebut dipandang perlu adanya inovasi dalam pembelajaran yakni pembelajaran yang mengutamakan penguasaan kompetensi, berpusat pada siswa, memberikan pengalaman belajar, dan relevan dengan kehidupan nyata. Salah satu inovasi yang dimaksud yakni dengan menerapkan model discovery learning

berbasis lingkungan.

Pembelajaran discovery merupakan metode pembelajaran kognitif yang menuntut guru lebih kreatif menciptakan situasi yang dapat membuat siswa belajar aktif menemukan pengetahuan sendiri. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam model pembelajaran discovery siswa diarahkan untuk menemukan konsep melalui

serangkaian data atau informasi yang diperoleh melalui pengamatan atau percobaan yang dilakukan oleh siswa. Kosasih (2014:83) menyatakan bahwa

discovery learning mengarahkan siswa untuk

dapat menemukan sesuatu melalui proses pembelajaran yang dilakoninya. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam model pembelajaran discovery siswa diarahkan untuk menemukan sendiri konsep melalui serangkaian data atau informasi yang diperoleh melalui pengamatan atau percobaan yang dilakukan oleh siswa. Dengan menemukan sendiri maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan.

Setiawan (2009:16) menyatakan bahwa, lingkungan mampu menyajikan berbagai kebutuhan siswa untuk belajar. Lingkungan sangat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak pertama kali akan belajar dan memahami sesuatu dari lingkungannya. Begitu pula halnya dalam belajar dan memahami konsep dan prinsip dalam IPA di perlukan suatu media atau alat pembelajaran yang mampu mewujudkan hal-hal yang diinginkan, yakni salah satunya dengan pembelajaran berbasis lingkungan. Pembelajaran berbasis lingkungan berarti mengajak siswa belajar langsung dilapangan tentang topik-topik pembelajaran. Pembelajaran berbasis lingkungan adalah suatu pembelajaran yang menggunakan objek belajar sebagai pengalaman nyata, mengamati secara lansung, memeroleh data-data secara akurat dan dapat belajar secara mandiri ataupun berkelompok.

Pembelajaran dengan model discovery

learning berbasis lingkungan sangat cocok

diterapkan untuk pembelajaran IPA. Karena selama ini IPA hanya dibelajarkan dengan berpatokan pada buku pegangan sehingga kurang menarik bagi siswa. Model discovery

learning berbasis lingkungan akan membuat

siswa lebih aktif dan pembelajaran menjadi lebih bermakna. Hal itu karena model

discovery learning berbasis lingkungan menekankan kepada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri dengan

(4)

4

memberi permasalahan nyata yang akan memberikan pengalaman langsung kepada siswa dalam pemecahannya.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. “Apakah terdapat perbedaan yang signifikan kompetensi pengetahuan IPA kelompok yang dibelajarkan melalui model discovery learning berbasis lingkungan dan kelompok siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV SD Gugus Srikandi Kecamatan Denpasar Timur Tahun Pelajaran 2016/2017”?

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penguasaan kompetensi pengetahuan IPA yang dibelajarkan melalui model discovery learning berbasis lingkungan dan kelompok siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional, serta untuk mengetahui perbedaan yang signifikan penguasaan kompetensi pengetahuan IPA antara siswa yang dibelajarkan melalui model

discovery learning berbasis lingkungan dengan yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV SD Gugus Srikandi Kecamatan Denpasar Timur Tahun Pelajaran 2016/2017.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada kelas IV SD Gugus Srikandi, Kecamatan Denpasar Timur tahun pelajaran 2016/2017. Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain eksperimental yaitu quasi eksperiment (Eksperimen Semu). Desain eksperimen yang digunakan adalah nonequivalent control group design. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV SD Gugus Srikandi, Kecamatan Denpasar Timur tahun pelajaran 2016/2017, yang terdiri dari 11 kelas dalam 6 SD. Jumlah populasi dari penelitian ini adalah 365 siswa.

Dalam penelitian ini sampel adalah kelas IV A SDN 10 Sumerta sebagai kelas eksperimen dan kelas IV SDN 8 Sumerta sebagai kelas kontrol. Teknik pengambilan

sampel pada penelitian ini adalah teknik purposive sampling. Dalam buku Metode Penelitian oleh Sugiyono (2016:218) menjelaskan bahwa teknik purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Dalam hal ini, peneliti mengambil sampel berdasarkan syarat jumlah siswa yang memenuhi untuk melakukan penelitian eksperimen. Karena dalam Gugus Srikandi Kecamatan Denpasar Timur ada sekolah yang jumlah siswanya kurang dari 30 siswa. Maka dari itu peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling.

Kelas yang dijadikan sampel penelitian adalah dua kelas yang terpilih dari hasil undian, yakni satu kelas yang mengikuti pembelajaran menggunakan model discovery

learning berbasis lingkungan sebagai kelompok eksperimen dan satu kelas yang mengikuti pembelajaran menggunakan pembelajaran konvensional sebagai kelompok kontrol. Sebelum ditentukannya kelompok eksperimen dan kontrol, maka dilakukan purposive sampling terlebih dahulu. Setelah terpilih dua kelas maka diberikan pre test untuk mendapatkan kelas yang setara secara akademik. Skor dari hasil pre test dianalisis menggunakan uji-t untuk penyeteraan kelas.

Untuk menguji kesetaraan diantara kedua sampel tersebut, terlebih dulu dilakukan analisis uji prasyarat terhadap kompetensi pengetahuan IPA siswa kelas IV yang diambil berdasarkan nilai pre test siswa. Analisis nilai pre test kompetensi pengetahuan IPA siswa kelas IV yang diperoleh dari dua kelas, yaitu kelas IVA SDN 10 Sumerta dan kelas IV SDN 8 Sumerta dengan menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas,menunjukkan bahwa nilai pre

test kompetensi pengetahuan IPA kelas IVA

SDN 10 Sumerta dan kelas IV SDN 8 Sumerta berdistribusi normal dan homogen. Uji-t untuk menguji kesetaraan menunjukkan bahwa nilai thitung<ttabel sehingga dapat

disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil ulangan umum kelompok eksperimen dengan kelompok

(5)

5

kontrol dengan kata lain kelompok eksperimen dan kelompok kontrol ada dalam keadaan setara.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kompetensi pengetahuan IPA kelas IVA SDN 10 Sumerta

dan kelas IV SDN 8 Sumerta. Maka dari itu untuk mengumpulkan data tersebut digunakan teknik tes. Tes merupakan “alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara atau aturan-aturan yang sudah ditentukan” Suharsimi (2015:67). Tes dilakukan dengan tes obyektif untuk menilai ranah kognitif siswa yang dianalisis pada tahap pengakhiran eksperimen.

Berdasarkan hasil uji instrumen terhadap 40 soal yang telah dilakukan, yaitu uji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda diperoleh 25 soal yang digunakan sebagai soal post-test.

Data hasil belajar yang diperoleh dari hasil post test kemudian dianalisis dengan uji-t untuk uji hipotesis, namun sebelum uji

hipotesis dilakukan uji prasyarat analisis data, yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas varians. Setelah dilakukan uji prasyarat ternyata data hasil belajar yang diperoleh berdistribusi normal dan homogen. Menurut Sugiyono (2016:150) Statistik parametris itu mengharuskan bahwa data setiap variabel yang akan dianalisis berdasarkan distribusi normal. Pada uji normalitas dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah sebaran data skor kompetensi pengetahuan IPA siswa masing-masing kelompok berdistribusi normal atau tidak sehingga dapat menentukan teknik analisis datanya. Uji Normalitas sebaran data dalam penelitian ini menggunakan

Chi-kuadrat. Uji Homogenitas dilakukan untuk

menunjukkan bahwa perbedaan yang terjadi pada uji hipotesis benar-benar terjadi akibat adanya perbedaan varians antar kelompok. Sehingga setelah data berdistribusi normal dan homogen dilanjutkan dengan uji hipotesis dengan menggunakan analisis data yaitu dengan uji-t (polled varians).

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Pada penelitian ini, kelas IV A SD Negeri 10 Sumerta ditetapkan sebagai kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan berupa model discovery learning berbasis lingkungan. Sedangkan, kelas IV SD Negeri 8 Sumerta sebagai kelompok kontrol

diberikan perlakuan berupa model pembelajaran konvensional. Adapun rekapitulasi hasil deskripsi data kompetensi pengetahuan IPA siswa dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Deskripsi Data Kompetensi Pengetahuan IPA

Hasil Analisis Kelompok

Eksperimen Kelompok Kontrol Mean 77,87 66 Varians 129,34 117,77 Standar deviasi 11,37 10,85 Modus 79 63,03 Median 78,65 65,11 Nilai minimum 48 40 Nilai maksimum 100 92 Rentangan 52 52 Banyak Kelas 6 6 Panjang Kelas 9 9

(6)

6

Berdasarkan tabel tersebut, analisis hasil nilai postest kompetensi pengetahuan IPA kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model discovery learning berbasis lingkungan pada siswa kelas IV SD Negeri Gugus Srikandi Kecamatan Denpasar Timur tahun pelajaran 2016/2017 diperoleh rata-rata (X ̅=) ̇77,87 dengan varians = 129,34 dan standar deviasi yaitu 11,37. Nilai tengah (median) pada kelompok eksperimen adalah 78,65 dan nilai modus adalah 79. Selain itu nilai terkecil pada kelompok eksperimen adalah 48 dan nilai terbesarnya adalah 100, sedangkan analisis hasil nilai postest kompetensi pengetahuan IPA kelompok siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV SD Negeri Gugus Srikandi Kecamatan Denpasar Timur tahun pelajaran 2016/2017 diperoleh rata-rata (X ̅=) ̇66 dengan varians = 117,77 dan standar deviasi yaitu 10,85. Nilai tengah (median) pada kelompok eksperimen 65,11 dan nilai modus adalah 63,03. Selain itu nilai terkecil pada kelompok eksperimen adalah 40 dan nilai terbesarnya adalah 92.

Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa model discovery learning berbasis lingkungan berpengaruh terhadap penguasaan kompetensi pengetahuan IPA siswa kelas VI SD Negeri Gugus Srikandi Kecamatan Denpasar Timur tahun pelajaran 2016/2017.

Setelah diberikan treatment sebanyak 6 kali, di akhir eksperimen siswa diberikan post-test untuk memperoleh data kompetensi pengetahuan IPA siswa.

Data kompetensi pengetahuan IPA kelompok eksperimen disajikan dalam bentuk histogram sebagai berikut.

Gambar 1

Histogram Data Kompetensi Pengetahuan IPA Siswa

Kelompok Eksperimen

Data kompetensi pengetahuan IPA kelompok kontrol disajikan dalam bentuk histogram sebagai berikut.

Gambar 2

Histogram Data Kompetensi Pengetahuan IPA Siswa Kelompok

Kontrol 0 2 4 6 8 10 12 14 47,5-56,5 56,5-65,5 65,5-74,5 74,5-83,5 83,5-92,5 92,5-101,5 0 2 4 6 8 10 12 14 39,5-48,5 48,5-57,5 57,5-66,5 66,5-75,5 75,5-84,5 84,5-93,5 Fr ek ue ns i

(7)

7

Uji normalitas data dilakukan pada dua kelompok data, meliputi data kelompok eksperimen dan data kelompok kontrol. Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui sebaran data skor akhir kompetensi pengetahuan IPA post test yang digunakan

dalam pengujian hipotesis. Uji normalitas sebaran data dilakukan dengan menggunakan Chi-Kuadrat (X2) pada taraf

signifikansi 5% dan derajat kebebasan db = k-1. Untuk langkah-langkah uji Chi-Kuadrat (X2) kelompok eksperimen yang dibelajarkan

melalui model discovery learning berbasis lingkungan dan kelompok kontrol yang dibelajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

Dari tabel kerja diperoleh X2 hitung,

dilakukan dengan menggunakan rumus Dantes (2014):

= Σ (𝑓𝑜−𝑓𝑒)

𝑓𝑒

2

(1) Hasilnya adalah 3,940 sedangkan untuk taraf signifikan 5% (α = 0,05) dan derajat kebebasan (dk) = 5 diperoleh X2

Tabel = 11,07.

Karena X2

hitung < X2Tabel, ini berarti sebaran

data nilai post test siswa kelompok eksperimen berdistribusi normal. Untuk kelompok kontrol diperoleh X2

hitung = 1,925

sedangkan untuk taraf signifikan 5% (α = 0,05) dan derajat kebebasan (dk) = 5 diperoleh X2

Tabel = 11,07. Karena X2hitung <

X2

Tabel, ini berarti sebaran data nilai post test

siswa kelompok kontrol berdistribusi normal. Hasil uji homogenitas varians menunjukkan hasil bahwa Fhitung = 1,098 <

Ftabel = 1,78. Ini berarti bahwa varians antar

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah homogen.

Setelah dinyatakan normal dan homogen maka selanjutnya akan dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan gain skor.

Gain skor dilakukan dengan menggunakan rumus Dantes (2014):

Gn = 𝐺𝑎𝑖𝑛 𝑠𝑘𝑜𝑟

𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑥−𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑟𝑒 𝑡𝑒𝑠𝑡 (2)

Penelitian ini jumlah gain skor kelompok eksperimen adalah 16,06 sedangkan jumlah gain skor kelompok kontrol adalah 7,68. Setelah mencari gain skor dilanjutkan dengan uji hipotesis.

Hipotesis penelitian yang diuji adalah Ha: terdapat perbedaan yang signifikan kompetensi pengetahuan IPA kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model

discovery learning berbasis lingkungan dan

kelompok siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional pada kelas IV SD Gugus Srikandi Kecamatan Denpasar Timur. H0: Tidak terdapat perbedaan yang signifikan

kompetensi pengetahuan IPA kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model

discovery learning berbasis lingkungan dan

kelompok siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional pada kelas IV SD Gugus Srikandi Kecamatan Denpasar Timur.

Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t, dengan kriteria pengujian adalah H0 ditolak jika thitung>ttabel , di

mana didapat dari tabel distribusi t pada taraf signifikan 5% dengan derajat kebebasan dk = (n1 + n2 - 2) dan Ha ditolak jika thitung<ttabel.

Hasil uji hipotesis penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Analisis Uji-t Kelompok Sampel Penelitian

No Kelompok

Sampel N Dk

Rata-rata gain skor S

2 thitung ttabel Keterangan

1. Eksperimen 32 66

0,502 0,05

6,020 2,000 H0 ditolak

2. Kontrol 36 0,213 0,03

Untuk mengetahui signifikansi hasil perhitungan uji-t, maka perlu dikonsultasikan dengan nilai ttabel. Dengan db = 68 dan taraf

signifikansi adalah 5% diperoleh ttabel = 2,000.

Karena thitung lebih dari nilai ttabel (6,020 >

2,000), maka hipotesis (H0) ditolak. Hal ini berati terdapat perbedaan yang signifikan kompetensi pengetahuan IPA kelompok

(8)

8

siswa yang dibelajarkan melalui model

discovery learning berbasis lingkungan dengan kelompok siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV di Gugus Srikandi Kecamatan Denpasar Timur Tahun Pelajaran 2016/2017.

Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data post

test dari kedua kelompok, diperoleh nilai

rerata siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model discovery learning berbasis lingkungan (gain skor = 0,502) dengan varians = 0,05 dan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional (gain skor = 0,213) dengan varians = 0,03 memiliki perbedaan sebesar 0,289. Dilihat dari nilai rata-rata post test kedua kelompok tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa nilai rata-rata kelompok eksperimen yang dibelajarkan melalui model discovery learning berbasis lingkungan lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol yang dibelajarkan melalui model pembelajaran konvensional.

Selain dilihat dari nilai rata-rata post

test siswa, perbedaan hasil belajar khususnya kompetensi pengetahuan IPA siswa juga dapat dilihat dari hasil analisis uji t. Sebelum melakukan analisis uji t, terlebih dahulu dilakukan mencari gain skor dan uji prasyarat. Adapun uji prasyarat yang harus dilakukan adalah uji normalitas dan uji homogenitas yang menunjukkan bahwa sebaran data post test kedua kelompok tersebut berdistribusi normal dan bervarian homogen. Setelah data dinyatakan berdistribusi normal dan varians data homogen, maka analisis data dilanjutkan dengan melakukan uji-t.

Dari hasil uji-t diperoleh thitung= 6,020 dan dalam taraf signifikan 5% dengan derajat kebebasan 66 diperoleh ttabel = 2,000. Dengan membandingkan hasil thitung dan ttabel

dapat disimpulkan bahwa thitung>ttabel (6,020 > 2,000), maka Ha diterima dan Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan kompetensi pengetahuan IPA kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model discovery learning berbasis lingkungan

dengan kelompok siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV di Gugus Srikandi Kecamatan Denpasar Timur Tahun Pelajaran 2016/2017

Perbedaan yang signifikan kompetensi pengetahuan IPA siswa pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol disebabkan oleh adanya perbedaan perlakuan yang diberikan dalam proses pembelajaran. Pada kelompok eksperimen kegiatan pembelajaran IPA dilakukan dengan menerapkan model discovery learning berbasis lingkungan. Model ini

membuat siswa lebih aktif dan pembelajaran menjadi lebih bermakna. Hal itu karena model discovery learning berbasis lingkungan menekankan kepada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri dengan memberi permasalahan nyata yang akan memberikan pengalaman langsung kepada siswa dalam pemecahannya. Adapun langkah-langkah model discovery

learning berbasis lingkungan adalah stimulasi atau pemberian ransangan, (2) identifikasi masalah, (3) pengumpulan data, (4) pengolahan data, (5) pembuktian, dan (6) menarik kesimpulan atau generalisasi. Model

discovery learning akan lebih bermakna

apabila didukung dengan lingkungan sebagai sumber belajarnya. Dengan menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar dapat dapat memberikan siswa pengalaman nyata, mengamati secara lansung, memeroleh data-data secara akurat dan dapat belajar secara mandiri ataupun berkelompok.

Sedangkan pada kelompok kontrol proses pembelajaran dilakukan dengan menerapkan pembelajaran secara konvensional melalui pendekatan saintifik. Selain itu, media yang digunakan terbatas pada buku pegangan dan media yang ada di kelas. Hal tersebut membuat siswa tidak aktif dan merasa kurang bersemangat dalam proses belajar.

Hasil temuan pada penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian sebelumnya yang relevan dan memperkuat hasil penelitian yang dilakukan oleh Adhi

(9)

9

Putranto (2015) yang hasil penelitiannya menunjukkan model discovery learning berpengaruh signifikasi terhadap hasil belajar IPA siswa VII SD SMP Negeri 1 Gadingrejo Tahun Pelajaran 2014/2015.

Berdasarkan paparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa model discovery learning berbasis lingkungan berpengaruh terhadap penguasaan kompetensi pengetahuan IPA siswa kelas VI SD Negeri Gugus Srikandi Kecamatan Denpasar Timur tahun pelajaran 2016/2017.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan maka dapat ditarik kesimpulan, nilai rata-rata gain skor siswa yang dibelajarkan melalui model discovery learning berbasis lingkungan adalah 0,502 sedangkan nilai rata-rata gain skor siswa yang dibelajarkan melaui pembelajaran konvensional adalah 0,213. Dari hasil perhitungan uji-t pada bab sebelumnya, diperoleh thitung = 6,020 dan ttabel = 2,000.

Setelah kedua nilai tersebut dibandingkan, maka diperoleh thitung = 6,020 >ttabel = 2,000. Hal ini menunjukkan bahwa “terdapat perbedaan yang signifikan kompetensi pengetahuan IPA kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model discovery learning berbasis lingkungan dengan kelompok siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional pada siswa kelas Kelas IV di Gugus Srikandi Kecamatan Denpasar Timur Tahun Pelajaran 2016/2017. Dengan demikian model discovery learning berbasis lingkungan memberi pengaruh yang lebih baik terhadap kompetensi pengetahuan IPA dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.

Setelah diadakan penelitian ini, disarankan kepada guru agar dapat dijadikan acuan dalam pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan Kurikulum 2013 dengan melihat karakteristik muatan pembelajaran yang terintegrasi, pendekatan saintifik serta kebutuhan siswa. Kegiatan pembelajaranpun menjadi lebih inovatif dan variatif karena

dapat menggunakan model pembelajaran yang sesuai Kurikulum 2013. Salah satu model pembelajaran yang dapat disarankan, yaitu model discovery learning berbasis lingkungan, terutama untuk kegiatan pembelajaran IPA.

Diterapkannya model discovery learning berbasis lingkungan dalam penelitian ini, siswa diharapkan menjadi aktif, bertanggung jawab, membentuk interaksi yang positif antar siswa dalam mengikuti proses pembelajaran serta mampu membangun pengetahuannya sendiri untuk mencapai hasil belajar yang optimal, khususnya pada kompetensi pengetahuan IPA.

Berdasarkan hasil penelitian ini sekolah diharapkan dapat menciptakan kondisi yang mampu mendorong para guru untuk mencoba menerapkan model-model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik Kurikulum 2013 untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran di sekolah

Peneliti lain agar mampu menemukan model pembelajaran yang lebih inovatif dan bervariasi yang sesuai dengan Kurikulum 2013 agar dapat memotivasi siswa untuk mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Dantes, Nyoman. 2014. Analisis dan Desain

Eksperimen. Pasca Sarjana Undiksha.

Kosasih. 2014. Strategi Belajar Dan Pembelajaran. Bandung : Yrama

Widya

Kurniasih, Imas. 2014. Sukses Mengimplementasikan Kurikulum 2013. Yogyakarta: Kata Pena.

(10)

10

Samatowa, Usman. 2016. Pembelajaran IPA

di Sekolah Dasar. Jakarta: PT Indeks.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif. Jakarta: Alfabeta

Setyawan, Denny. 2009. Komputer dan

Media Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.

Gambar

Tabel 1.  Deskripsi Data Kompetensi Pengetahuan IPA  Hasil Analisis  Kelompok

Referensi

Dokumen terkait

This statement has been made truthfully in order to be used accordingly... melalui fasilitas transaksi khusus dan atau sarana lain yang ditentukan oleh BCA Syariah; dan

Dengan luas areal kopi yang mencapai lebih dari 102.000 ha serta budidaya hortikultura seperti kentang, tomat, alpukat, jeruk dan lain-lain, maka potensi sisa panen baik

volume urin akhir pada tubulus kontortus distal dan tubulus kolektivus dengan mengatur reabsorpsi dan permeabilitas tubulus. Hormon

kerja, apabila tata kerjanya tidak diatur dengan rinci dan dilaksanakan secara konsisten, karena adanya duplikasi komando terhadap sekretaris desa. Oleh karena itu

Data diatas menunjukkan bahwa struktur hukum kurang berpengaruh terhadap pemidanaan pelaku tindak pidana narkotika (48.48%) karena antara hukum mengenai hal itu tidak

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2000 yang merupakan daerah otonom dimana penyelenggaraan pemerintahan daerah

Namun demikian, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun demikian penulis berharap semoga ini dapat memberikan sumbangan berarti

Pengelompokan menggunakan K-Means dimulai dengan inisialisasi jumlah cluster k. Kemudian inisialisasi pusat cluster k secara acak atau partisi. Tahap selanjutnya