• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anteseden dan Konsekuen Perilaku Disfungsional Auditor: Sebuah Perspektif Theory Attitude of Change

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Anteseden dan Konsekuen Perilaku Disfungsional Auditor: Sebuah Perspektif Theory Attitude of Change"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

107

Annisa Fatimah1) 1)Politeknik Negeri Malang

1)annisafatimah2011@gmail.com

Abstract

This research confirm the theory of attitude change, including of consistency and dissonance theory and functional theory through the analysis of various factors that decrease the quality of the audit results from auditor behavior perspective. The variables (locus of control, turnover intention, self rate employee performance, time budget pressure, role stress, work-family conflict, and dysfunctional behavior) becomes antecedents variable with the quality of audit results as a consequent variable.Using purposive sampling method, the research select 86 auditors who have worked over one year in KAP throughout East Java. Using a Likert scale questionnaire, this research used path analysis to examine the effect of variables.The results of this research support the theory of attitude change and the result of previous studies. The phenomenon of decreasing quality of audit proved to be significantly influenced by dysfunctional behavior, while the dysfunctional behavior is also significantly influenced by several factors, they are the locus of control, a desire to stop working, the level of personal performance of employees, time budget pressure, and pressure roles. However, this study can not prove the effect of work-family conflict against dysfunctional behavior and quality of audit results.

Keyword : the theory of attitude change, locus of control, turnover intention, self rate

employee performance, time budget pressure, role stress, work-family conflict, and dysfunctional behavior, the quality of audit results

Abstrak

Penelitian ini berusaha mengonfirmasi theory of attitude change, yaitu consistency and

dissonance theory serta functional theory melalui analisis berbagai faktor yang dapat

menurunkan kualitas hasil audit dilihat dari perspektif perilaku auditor. Beberapa variabel (lokus kendali, keinginan untuk berhenti bekerja, tingkat kinerja pribadi, tekanan anggaran waktu, tekanan peran, konflik pekerjaan-keluarga, dan perilaku disfungsional) menjadi variabel anteseden dengan kualitas hasil audit sebagai variabel konsekuen. Melalui

purposive sampling terpilih 86 auditor yang telah bekerja di atas 1 tahun pada KAP

seluruh Jawa Timur. Menggunakan kuesioner yang diukur dengan skala likert, penelitian ini menggunakan Path Analysis untuk menguji pengaruh variabel-variabel tersebut. Hasil penelitian ini memberikan dukungan terhadap theory of attitude change dan sebagian hasil penelitian-penelitian sebelumnya. Fenomena penurunan kualitas audit terbukti dipengaruhi secara signifikan oleh perilaku disfungsional, sedangkan perilaku disfungsional juga dipengaruhi secara signifikan oleh beberapa faktor, yaitu lokus kendali, keinginan untuk berhenti bekerja, tingkat kinerja pribadi karyawan, tekanan anggaran waktu, dan tekanan peran. Namun, penelitian ini tidak dapat membuktikan adanya pengaruh konflik pekerjaan-keluarga terhadap perilaku disfungsional maupun kualitas hasil audit.

Kata Kunci: theory of attitude change, locus of control, keinginan untuk berhenti

bekerja, tingkat kinerja pribadi karyawan, perilaku disfungsional auditor, kualitas hasil audit.

(2)

Pendahuluan

Kantor Akuntan Publik (KAP) merupakan salah satu organisasi bisnis yang bergerak di bidang jasa yang kompetitif dalam mengeluarkan produk-nya, salah satunya adalah opini audit. Oleh karena itu, KAP dituntut untuk berusaha maksimal dalam memenuhi keinginan klien. Rasuli (2009) bahkan berpendapat bahwa auditor eksternal yang memiliki pandangan profesiona-lisme yang tinggi akan memberikan kon-tribusi yang dapat dipercaya oleh para pengambil keputusan.

Namun Suryanita (2006) memberi-kan gambaran yang mengejutmemberi-kan bahwa kenyataan di lapangan sungguh berbeda dari kondisi ideal. Fenomena perilaku pengurangan kualitas audit (Reduced Audit Quality / RAQ behaviors) atau yang juga disebut sebagai perilaku disfung-sional (Dysfunctional Behavior) semakin banyak terjadi (Alderman dan Deitrick, 1982; Raghunathan, 1991; Malone dan Roberts, 1996; Soobaroyen dan Chenga-broyan, 2005; Donnely et al., 2003). Hal ini menimbulkan perhatian yang lebih terhadap cara auditor dalam melakukan audit.

Perilaku disfungsional diketahui bukanlah faktor yang dengan sendirinya berpengaruh terhadap penurunan kualitas hasil audit. Perilaku disfungsional dapat muncul jika disebabkan oleh faktor lain yang terjadi lebih dahulu.

Seperti yang telah diindikasikan oleh Siegel dan Marconi (1989) bahwa pembentukan sikap dan perilaku berda-sarkan dari psikologis (psychological), personalitas (personal), dan faktor sosial (social). Hal tersebut penting untuk dipa-hami karena manusia merupakan salah satu unsur penting dalam suatu organisasi yang dapat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Efektivitas setiap manusia dalam suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh perilaku manusia itu sendiri.

Fenomena penurunan kualitas audit yang dipengaruhi oleh perilaku auditor ini sebenarnya telah digambarkan pada beberapa Theory of Attitude Change antara lain Consistency dan Dissonance Theory serta Functional Theory. Dari penjelasan beberapa teori attitude change ini dapat disimpulkan bahwa seseorang mengubah sikap dan perilaku untuk memenuhi kebutuhannya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa perilaku disfung-sional dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal manusia itu. Faktor internal kemungkinan besar dipengaruhi oleh karakteristik personal seorang auditor, sedangkan tekanan pekerjaan menjadi faktor eksternal.

Karakteristik personal auditor menurut Donnelly et al. (2003) adalah berupa lokus kendali terdiri dari lokus kendali internal (internal locus of control) maupun lokus kendali eksternal (external locus of control), keinginan untuk berhenti bekerja (turnover intention), dan tingkat kinerja pribadi karyawan (self rate employee perfor-mance) yang dimiliki oleh para auditor. Sedangkan untuk faktor eksternal, peneliti berusaha mengembangkan di-mensi tekanan pekerjaan seperti tekanan anggaran waktu (time budget pressure), tekanan peran (role stress), serta konflik pekerjaan-keluarga (work-family conflict) dari beberapa penelitian sebelumnya (Al-derman dan Deitrick, 1982; Fisher dan Gittelson, 1983; Fogarty et al., 2000; Almer dan Kaplan, 2002; serta Netemeyer et al., 1996). Hal tersebut di atas diharapkan dapat menambah keunikan dari penelitian ini daripada penelitian–penelitian sebelumnya.

Peneliti menganggap penggabungan faktor karakteristik personal auditor (lokus kendali, keinginan untuk berhenti bekerja, dan tingkat kinerja pribadi) dan tekanan pekerjaan (tekanan anggaran waktu, tekanan peran, serta konflik pekerjaan-keluarga) akan

(3)

merepresentasi-kan hasil yang lebih menyeluruh ketika diteliti secara bersamaan karena me-nyangkut pengaruh di dalam diri individu auditor dan pengaruh lingkungan di luar diri auditor dengan objek penelitian yang sama.

Kajian Literatur

Salah satu teori yang direkomenda-sikan Siegel dan Marconi (1989) dalam memprediksi sikap dan perilaku adalah Theory of attitude change yang terdiri atas berbagai macam teori yang dinaunginya. Dalam penelitian ini akan dijelaskan mengenai Consistency and Dissonance Theories dan Functional Theory karena dianggap relevan dengan masalah penelitian yang diangkat.

Consistency Theories memegang

bahwa hubungan antara sikap dan perilaku adalah seimbang ketika tidak ada tekanan kognitif dalam sistem. Lain halnya dengan dissonance theory atau teori ketidaksesuaian yang memiliki asumsi bahwa ketidaksesuaian kognitif ada ketika seseorang memiliki dua keadaan yang berlawanan.

Teori tersebut menjelaskan bahwa ketidaksesuaian memotivasi seseorang untuk mengurangi atau mengeliminasi ketidaksesuaian tersebut. Cara selanjut-nya untuk mengurangi ketidaksesuaian adalah mengubah salah satu unsur yang tidak sesuai agar tidak ada ketidakkonsis-tenan apapun lagi.

Teori fungsional dari perubahan sikap menyatakan bahwa sikap berlaku untuk memenuhi kebutuhan seseorang. Jadi, seorang auditor dapat melakukan tindakan apapun termasuk perilaku me-nyimpang untuk memenuhi kebutuhan akan kesesuaian tuntutan yang diperoleh-nya.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif yang kuat antara individual’s external locus of control dengan keinginan untuk melaku-kan kecurangan atau manipulasi untuk

mencapai tujuan mereka sehingga dapat disusun hipotesis pertama, yaitu :

H1: Lokus kendali berpengaruh terhadap

perilaku disfungsional

Onyemah (2008) berpendapat bahwa kepuasan kerja, kinerja, serta keinginan untuk berhenti bekerja memiliki akibat cyclical behavior (efek berputar). Auditor yang memiliki keinginan untuk mening-galkan perusahaannya lebih dapat terlibat dalam perilaku disfungsional untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan pernyataan teori fungsional. Dari penjela-san tersebut hipotesis selanjutnya disusun sebagai berikut :

H2: Keinginan untuk berhenti bekerja

berpengaruh terhadap perilaku disfungsional

Irawati dan Mukhlasin (2006) berpendapat bahwa auditor yang memili-ki persepsi rendah terhadap tingkat kinerja mereka dianggap akan memper-lihatkan penerimaan terhadap perilaku disfungsional sejak mereka melihat diri mereka tidak mampu untuk bertahan da-lam pekerjaan. Penurunan kualitas audit yang dihasilkan dari tindakan tersebut di atas mungkin digambarkan sebagai pengorbanan yang diperlukan individu untuk bertahan dalam lingkungan audit. Sehingga dapat disusun hipotesis:

H3: Tingkat kinerja pribadi karyawan

berpengaruh terhadap perilaku dis-fungsional

Berbagai tekanan yang didapatkan auditor pada saat melakukan tugasnya yang berasal dari keluarga maupun ling-kungannya pada penelitian ini disebut tekanan pekerjaan. Tekanan pekerjaan dapat timbul dari tekanan anggaran wak-tu, tekanan peran, atau konflik pekerjaan-keluarga.

Liyanarachchi dan McNamara (2007) berpendapat serupa bahwa tekanan anggaran waktu yang tinggi dapat meningkatkan perilaku disfung-sional auditor, yang dapat memberikan implikasi yang serius bagi kualitas audit,

(4)

etika, dan kesejahteraan auditor sehingga dapat disusun hipotesis sebagai berikut: H4: Tekanan anggaran waktu

berpengaruh terhadap perilaku disfungsional

Akibat dari tekanan peran yang dapat diidentifikasi pada pekerjaan yang berhubungan dengan stres memungkin-kan untuk menurunmemungkin-kan kemampuan kar-yawan terhadap kinerjanya (Gilboa et al, 2008). Ketika kinerja menurun dapat membuat hasil kinerja auditor tidak se-suai dengan atribut kualitas hasil audit yang telah ditentukan secara tidak lang-sung meningkatkan penyimpangan peri-laku atau periperi-laku disfungsional sehingga hipotesis yang dapat disusun untuk va-riabel tersebut di atas adalah :

H5: Tekanan peran berpengaruh

terhadap perilaku disfungsional Konflik dapat timbul dari konflik pekerjaan-keluarga karena adanya keti-dakseimbangan antara peran sebagai au-ditor KAP dengan peran sebagai anggota keluarga (Lathifah, 2009). Konflik pekerjaan-keluarga ditengarai dapat me-nimbulkan kestresan dan penurunan ki-nerja (Netemeyer et al., 1996), sedangkan kinerja yang menurun akan meningkatkan perilaku disfungsional. Sehingga dapat disusun hipotesis sebagai berikut:

H6: Konflik pekerjaan-keluarga

berpe-ngaruh terhadap perilaku disfung-sional

Perilaku disfungsional berdampak pada reliabilitas dari sebuah proses audit serta mengancam masa depan keberlang-sungan organisasi KAP, sehingga me-ningkatnya tindakan perilaku disfung-sional akan menurunkan kualitas hasil audit. Dari penjelasan di atas dapat disusun hipotesis terakhir, yaitu :

H8: Perilaku disfungsional berpengaruh

terhadap kualitas hasil audit

Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan Path

Analysis (analisis jalur) karena

merupakan analisis yang digunakan untuk melukiskan dan menguji model hubungan antar variabel yang berbentuk sebab akibat.

Penelitian ini dilaksanakan pada KAP di Jawa Timur karena jumlah KAP di Jawa Timur dianggap representatif karena banyak cabang dari KAP yang masuk dalam the big four (Rasuli, 2008). Melalui purposive sampling, dari 281 auditor, sampel yang dapat dipergunakan dalam penelitian ini sejumlah 86 auditor.

Kriteria yang telah ditetapkan peneliti di antaranya:

a. Auditor yang menangani masalah akuntansi perusahaan

b. Status perkawinan auditor telah menikah (untuk meningkatkan kevalidan hasil penelitian yang berhubungan dengan variabel tekanan pekerjaan-keluarga).

c. Auditor telah bekerja pada KAP yang sama minimum 1 tahun karena dianggap telah melakukan adaptasi terhadap sistem budaya organisasi pada KAP tersebut.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik pengumpulan data survei dengan questionnaires (kue-sioner) dengan skala Likert 1 hingga 5.

Lokus Kendali (Locus Of Control - X1) adalah cara pandang seseorang

terhadap suatu peristiwa apakah dia dapat atau tidak dapat mengendalikan peristiwa yang terjadi padanya. Diukur dengan indikator dari instrumen Spector (1988) yang diadopsi oleh Donnely et al. (2003) semakin tinggi skor pada skala tersebut mengindikasikan semakin tinggi derajat lokus kendali eksternal pada seorang auditor.

Keinginan Untuk Berhenti Bekerja (Turnover Intention - X2) merupakan

salah satu dimensi dari keinginan untuk berhenti bekerja ditujukan jika seseorang memiliki keinginan untuk meninggalkan organisasi tempat mereka bekerja yang

(5)

diukur dengan pertanyaan milik Donnely et al. (2003) dan Ahuja et al. (2007).

Tingkat Kinerja Pribadi Karyawan (Self Rate Employee Performance - X3)

merupakan hasil dari perilaku anggota organisasi, yang mana tujuan aktual yang dicapai adalah dengan adanya perilaku. Kinerja adalah merupakan hasil usaha sendiri dalam menyelesaikan segala tugas. Indikator variabel tingkat kinerja pribadi karyawan dilihat dari persepsi kemampuan diri yang baik dalam melakukan berbagai tugas.

Tekanan Anggaran Waktu (Time

Budget Pressure - X4) merupakan

keketatan anggaran waktu serta tekanan terhadap ketercapaian anggaran waktu. Peneliti memodifikasi instrumen milik Kingori (1998), Rasuli (2008), serta Kelley et al. (1999). Semakin tinggi skor pada skala tersebut mengindikasikan semakin tinggi tingkat tekanan anggaran waktu yang dialami auditor.

Tekanan Peran (Role Stress - X5)

adalah tekanan yang dialami seseorang dalam lingkungan pekerjaannya. Indikator dari tekanan ini terdiri atas konflik peran, ambiguitas peran, serta kelebihan beban kerja yang dialami seorang auditor. Pengukuran yang dilakukan menggunakan pertanyaan yang dimodifikasi dari Rizzo et al. (1970), Ahuja et al. (2007), Tordera et al. (2000), serta Beehr (1976).

Konflik Pekerjaan-Keluarga (Work-Family Conflict - X6) didefinisikan

sebagai adanya tekanan secara bersamaan antara peran pekerjaan dan keluarga yang bertentangan satu sama lainnya.

Pengukuran variabel ini dilakukan dengan 2 indikator yaitu masalah pekerjaan seringkali terbawa ke rumah/keluarga dan seringnya meninggalkan keluarga untuk masalah pekerjaan. Indikator tersebut dijabarkan menjadi pertanyaan lima poin skala likert yang dikembangkan dari Netemeyer et al. (1996).

Perilaku disfungsional – Y1

(dysfunctional behavior) dalam penelitian ini adalah perubahan perilaku auditor yang dapat mengancam suatu sistem audit meliputi underreporting of audit time, premature signing-off, serta reduced audit quality behavior.

Kualitas Hasil Audit (Y2) adalah

kualitas pekerjaan auditor berhubungan dengan kualifikasi keahlian, ketepatan waktu penyelesaian pekerjaan dan standar umum, kecukupan bukti pemeriksaan, dan sikap independensinya terhadap klien. Indikator kualitas hasil audit pada penelitian terdiri atas 3 hal yaitu taat pada standar umum, melakukan pekerjaan lapangan dengan tepat, serta memiliki standar etika yang tinggi.

Hasil dan Pembahasan

Instrumen pada penelitian ini telah diuji validitas dan reliabilitasnya saat pilot study yang dilakukan pada akuntan yang pernah ataupun sedang bekerja pada KAP. Hasil uji menunjukkan semua item pertanyaan mempunyai nilai Rhitung lebih

besar dari Rtabel (0.3494) dengan nilai

signifikansi yang lebih kecil dari alpha 0,05 sehingga tidak ada item instrumen yang harus dikeluarkan dari pengujian, sedangkan untuk reliabilitas menunjukkan bahwa hasil perhitungan standardized item alpha (SIA) lebih besar dari nilai reliabilitas yang diperbolehkan menurut Singarimbun (1995), yaitu 0,6.

Dengan demikian, maka butir-butir item yang digunakan sebagai pengukur variabel yang diuji adalah valid dan reliabel. Dengan kata lain, berapa kalipun pertanyaan pada kuisioner ditanyakan kepada responden yang berbeda, hasilnya tidak akan terlalu jauh berbeda.

Hasil uji asumsi klasik, yang terdiri dari uji normalitas, heteroskedastisitas dan multikolinearitas, sebagai uji syarat sebelum Path Analysis juga telah dilakukan dan hasilnya menunjukkan

(6)

bahwa data yang dihasilkan lolos uji asumsi klasik.

Adapun analisis jalur untuk keseluruhan model dapat digambarkan pada Gambar 1 di bawah ini:

Gambar 1. Path Analysis Keseluruhan Model

Pengaruh X1 hingga X6 terhadap

Perilaku Disfungsional (Y1) Secara

Langsung

Hasil pengujian secara statistik menghasilkan koefisien jalur dan nilai probabilitasnya (probability value). Analisis regresi berganda yang pertama menghasilkan persamaan berikut ini: ZY1 = P1 ZX1 + P2 ZX2 + P3 ZX3 + P4 ZX4

+ P5 ZX5 + P6 ZX6 + ε1

Berikut disajikan hasil analisis untuk model pertama.

Tabel 1

Hasil Analisis Pengaruh X1- X6 Terhadap

Perilaku Disfungsional (Y1)

Hasil analisis jalur untuk keseluruhan model dapat digambarkan pada Gambar 2 di bawah ini :

Gambar 2. Hasil Path Analysis Keseluruhan Model

Berdasarkan hasil analisis jalur hubungan di atas dapat diketahui bahwa koefisien hubungan langsung Lokus Kendali (X1), Keinginan Untuk Berhenti

Bekerja (X2), Tingkat Kinerja Pribadi

Karyawan (X3), Tekanan Anggaran

Wak-tu (X4), Tekanan Peran (X5), Konflik

Pe-kerjaan-Keluarga (X6) terhadap Perilaku

Disfungsional (Y1) digambarkan dengan

koefisien beta (β) p1 = 0.279 (p = 0.003), p2 = 0.192 (p = 0.019), p3 = 0.166 (p = 0.033), p4 = 0.174 (p = 0.011), p5 = 0.296 (p = 0.002), dan p6 = 0.016 (p = 0.800).

Dengan menggunakan taraf signifikansi 0,05, tampak bahwa nilai probabilitasnya atau signifikansi X1-X5

lebih kecil dari 0,05 atau taraf kepercayaan 95% (p<0.05, tolak Ho), sedangkan untuk X6 nilai probabilitasnya

atau signifikansi lebih besar dari 0,05 atau taraf kepercayaan 95% (p>0.05, tolak Ha).

Dengan demikian, berdasar hasil analisis terdapat pengaruh langsung yang signifikan antara Lokus Kendali (X1),

Keinginan Untuk Berhenti Bekerja (X2),

Tingkat Kinerja Pribadi Karyawan (X3),

Tekanan Anggaran Waktu (X4), Tekanan

Peran (X5) terhadap Perilaku

Disfungsional (Y1), sedangkan untuk

pengaruh langsung Konflik Pekerjaan-Keluarga (X6) terhadap Perilaku

Disfungsional (Y1) dinyatakan

berpengaruh tidak signifikan.

Hal tersebut dikarenakan berdasarkan kuesioner, sebagian besar

(7)

auditor tidak merasa kehidupan rumah tangganya terganggu oleh urusan pekerjaan dan auditor tidak sulit memenuhi tanggung jawab keluarganya. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar auditor cenderung tidak merasa perlu melakukan perilaku disfungsional jika dikarenakan urusan keluarga.

Namun, ketidakkonsistenan hasil penelitian tersebut mungkin dapat disebabkan oleh perbedaan gender responden, yang mana jawaban responden didominasi jenis kelamin laki-laki serta usia pernikahan yang tidak diketahui. Alasannya, perbedaan gender terbukti berpengaruh terhadap jawaban responden tentang konflik pekerjaan-keluarga. Hal tersebut dijelaskan oleh teori peran gender yang menyatakan bahwa wanita dan pria berbeda dalam hal menggunakan waktu dan energi untuk kewajiban atau tugas pekerjaan dan keluarga (Gutek et al., 1991 dan Parasuraman dan Simmers, 2001).

Bagaimanapun, secara psikologis pria dinilai lebih terlibat dalam pekerjaan dan menggunakan waktunya lebih banyak untuk menyelesaikan atau memenuhi peran pekerjaannya daripada wanita. Menurut Parasuraman dan Simmers (2001) pria memiliki komitmen terhadap pekerjaan lebih besar daripada wanita sehingga mengurangi waktu dan energinya untuk keluarga. Usia pernikahan dinilai juga berpengaruh terhadap perbedaan tanggung jawab dan beban yang diterima responden.

Ketika seseorang belum memiliki banyak anggota keluarga atau tidak memiliki anggota keluarga (misalnya anak) yang masih membutuhkan waktu, perhatian, serta energi dari orang tua, maka peran pekerjaan dan keluarga mungkin lebih dapat diseimbangkan daripada seseorang yang memiliki anggota keluarga yang masih membutuhkan waktu, perhatian, serta energi.

Berdasarkan theory triming maka jalur-jalur yang tidak signifikan dihilangkan sehingga diperoleh model baru yang didukung data empirik seperti di bawah ini:

Gambar 3. Analisis Jalur (Path Analysis) Keseluruhan Model Setelah Variabel

Konflik Pekerjaan-Keluarga (X6)

Dihilangkan

Berdasarkan model path di atas, didapatkan hasil analisis sebagai berikut:

Tabel 2

Hasil Analisis Pengaruh X1- X5 Terhadap

Perilaku Disfungsional (Y1)

Hasil analisis regresi yang pertama menghasilkan persamaan berikut ini : ZY1 = P1 ZX1 + P2 ZX2 + P3 ZX3 + P4 ZX4

+ P5 ZX5 + ε1

ZY1 = 0.279 ZX1 + 0.190 ZX2 + 0.167

ZX3 + 0.174 ZX4 + 0.298 ZX5 + 0.322

Berdasarkan hasil analisis jalur hubungan di atas dapat diketahui bahwa koefisien hubungan langsung Lokus Kendali (X1), Keinginan Untuk Berhenti

Bekerja (X2), Tingkat Kinerja Pribadi

Karyawan (X3), Tekanan Anggaran

Waktu (X4), Tekanan Peran (X5) terhadap

Perilaku Disfungsional (Y1)

(8)

p1= 0.279 (p=0.003), p2=0.190 (p=0.019), p3=0.167 (p=0.030), p4=0.174 (p=0.010), dan p5=0.298 (p=0.002). Dengan menggunakan taraf signifikansi 0,05, tampak bahwa nilai probabilitasnya atau signifikansi X1-X5

lebih kecil dari 0,05 atau taraf kepercayaan 95% (p<0.05, tolak Ho).

Nilai koefisien beta terstandarisasi (standardized coefficients) untuk variabel X1 hingga X5 masing-masing mempunyai

pengaruh positif yang cukup kuat terhadap Perilaku Disfungsional (Y1). Hal

tersebut menginterpretasikan bahwa adanya peningkatan Lokus Kendali (X1),

Keinginan Untuk Berhenti Bekerja (X2),

Tingkat Kinerja Pribadi Karyawan (X3),

Tekanan Anggaran Waktu (X4), Tekanan

Peran (X5) dapat meningkatkan Perilaku

Disfungsional (Y1).

Koefisien residual pada Blok I ini adalah sebesar 0.322. Koefisien residual e1 untuk jalur pengaruh blok I diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

e1 = (1-Adj R²)= (1-0.678) = 0.322 Penjelasan logis yang dapat disusun oleh peneliti mengenai variabel-variabel tersebut akan dijelaskan lebih lanjut. Sejalan dengan Dissonance Theory Ketika seorang auditor cenderung memiliki lokus kendali eksternal mengalami tuntutan pekerjaan yang tinggi, dia akan merasa cemas dan berusaha melakukan tindakan apapun untuk mengurangi ketidaksesuaian kondisi tersebut, seperti tindakan perilaku disfungsional.

Hasil kuesioner mendukung teori tersebut dengan menunjukkan bahwa ada kecenderungan sebagian besar responden terhadap lokus kendali eksternal, rata-rata auditor tidak yakin bahwa mereka mampu mendapatkan pekerjaan yang mereka inginkan atau dengan kata lain, para auditor tersebut memiliki keyakinan bahwa lingkungan yang mempengaruhi kesuksesan mereka.

Meskipun para auditor sebenarnya memiliki keyakinan bahwa peran pengetahuan atau keahlian seseorang berimbang dengan peran konektivitas terhadap orang lain dalam mencapai sebuah kesuksesan yang dalam hal ini adalah mendapatkan pekerjaan, konektivitas terhadap orang lain dianggap lebih menentukan kesuksesan mendapatkan pekerjaan.

Pada auditor dengan lokus kendali internal, tekanan tersebut membuat auditor dengan lokus kendali internal berpikir secara rasional untuk menyelesaikan proses audit yang sedang dikerjakannya, namun bagi auditor dengan lokus kendali eksternal akan merasakan stres, depresi, dan hanya berpikir tidak akan dapat mengendalikan akibat buruk jika tidak memiliki koneksi atau tidak mengenal “orang yang tepat” yang memiliki kekuasaan di atas supervisor sehingga jalan lain untuk “menghindari nasib buruk” adalah dengan melakukan beberapa perilaku disfungsional untuk menyelesaikan proses audit,.

Penjelasan berikutnya mengenai variabel keinginan untuk berhenti bekerja. Rata-rata auditor ragu-ragu terhadap rencana untuk tetap bekerja hingga 2 tahun mendatang bahkan hingga 5 tahun ke depan.

Seperti yang telah dinyatakan dalam Dissonance Theory ketika seseorang memiliki 2 kondisi berlawanan, akan melakukan tindakan untuk mengeliminasi ketidaksesuaian tersebut. Jika auditor memiliki keinginan untuk meninggalkan KAP tempatnya bekerja, kurang memperhatikan akibat yang berpotensi kurang baik terhadap kinerja dan promosi sehingga cenderung untuk melakukan perilaku disfungsional.

Ketika seorang auditor tidak lagi memperhatikan promosi dan kemajuan karirnya pada KAP saat ini maka terdapat kemungkinan auditor akan melakukan

(9)

pekerjaan tanpa kinerja yang memadai karena tingkat komitmen terhadap organisasi telah menurun. Hal tersebut mengakibatkan kualitas pekerjaan yang buruk karena tujuan mengerjakan proses audit bukan untuk promosi dan peningkatan karir yang dapat memberikan motivasi bagi auditor, akan tetapi lebih cenderung sekedar menjalankan tugas sehingga kehati-hatian dan ketelitian bisa menjadi korban. Seorang auditor yang sekedar menjalankan tugas tanpa memperhatikan kualitasnya akan enggan untuk melakukan proses audit sesuai dengan prosedur yang ditentukan.

Dissonance Theory jika dikaitkan dengan tingkat kinerja pribadi karyawan, ketika individu melakukan kinerja di bawah ekspektasi atasannya akan cenderung terlibat untuk melakukan perilaku disfungsional karena menganggap bahwa mereka tidak dapat mencapai tujuan yang diperlukan untuk bertahan dalam sebuah perusahaan melalui usahanya sendiri sehingga penyimpangan perilaku dianggap perlu dalam situasi ini untuk menghindari ketidaksesuaian kondisi tersebut. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya milik Donelly et al. (2003) karena tingkat kinerja pribadi karyawan berpengaruh signifikan terhadap perilaku disfungsional.

Ketika seorang auditor memiliki kinerja terkait perencanaan (menentukan anggaran, persiapan agenda) yang rendah, akan mengakibatkan anggaran waktu dan persiapan agenda tahap audit yang harus dilakukan menjadi tidak relevan dan terdapat kemungkinan waktu yang dianggarkan dengan agenda tahapan audit tidak sebanding. Hal tersebut menyebabkan pekerjaan yang tergesa-gesa serta tidak terorganisir dengan baik sehingga ketelitian menurun bahkan prosedur audit yang seharusnya

dilakukan, dihilangkan agar anggaran waktu dan persiapan agendanya sesuai.

Hasil kuesioner juga menunjukkan bahwa sebagian besar auditor sebenarnya jarang mencapai pemenuhan target anggaran waktu jika tidak melakukan perilaku disfungsional. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar auditor dapat mencapai target anggaran waktu yang telah ditentukan dengan melakukan perilaku disfungsional.

Consistency theory memegang

prinsip bahwa perilaku seseorang akan seimbang jika tidak ada stres dalam sistem. Ketika anggaran waktu yang telah ditetapkan sesuai dengan kemampuannya, auditor akan melakukan penyelesaian proses audit sesuai dengan aturan dan standar yang berlaku, sebaliknya Dissonance Theory berperan ketika terjadi tekanan anggaran waktu yang timbul dari adanya keterbatasan sumber daya manusia dalam rangka penyelesaian tugas audit (yang mungkin dipengaruhi oleh pertimbangan atas keterbatasan personel, pertimbangan laba, dan hambatan fee), auditor akan melakukan perilaku disfungsional untuk memenuhi tenggat waktu yang telah ditetapkan.

Di lain pihak, tekanan peran juga dapat berakibat buruk bagi karyawan dalam hal ini auditor. Hal tersebut menginterpretasikan dukungan terhadap Consistency dan Dissonance Theory ketika terjadi tekanan peran yang dialami auditor, akan ada tindakan yang dilakukan auditor untuk mengeliminasi konflik/masalah dikarenakan ketidaksesuaian kondisi auditor dengan ekspektasi atasan. Tindakan tersebut bisa saja berupa perilaku disfungsional. Perilaku disfungsional dilakukan semata-mata karena kebutuhan auditor dan fenomena ini telah digambarkan oleh Functional theory.

Berdasarkan kuesioner yang diberikan, sebagian besar auditor ragu-ragu tentang seberapa besar otoritas yang

(10)

dimiliki untuk menyelesaikan sebuah tugas. Sebagian besar auditor merasa mereka bekerja di bawah kebijakan atau pedoman yang tidak sesuai dan merasa ragu-ragu tentang apa tanggung jawabnya karena auditor menerima tugas tanpa sumber daya dan materi yang cukup untuk melaksanakannya.

Tekanan peran dalam pekerjaan yang sering dihadapi seseorang dalam peker-jaan di antaranya adalah konflik peran, ambiguitas peran, serta kelebihan beban kerja. Meskipun belum terdapat peneli-tian yang secara langsung menguji pengaruh tekanan peran terhadap perilaku disfungsional, penelitian ini menunjukkan bahwa tekanan peran berpengaruh ter-hadap perilaku disfungsional, bahkan te-kanan peran dapat dianggap paling berpengaruh terhadap kualitas hasil audit dibandingkan tekanan anggaran waktu.

Hal tersebut menginterpretasikan bahwa hasil penelitian secara tidak langsung mendukung penelitian serupa milik Henle dan Blanchard (2008) yang menyatakan jika stress tingkat tinggi telah dialami berkali-kali, konsekuensi negatif yang akan terjadi, sedangkan salah satu sumber stress atau tekanan adalah terperangkapnya auditor dalam situasi ketika auditor tidak dapat lepas dari tekanan peran dalam pekerjaan.

Ketika seorang auditor tidak yakin seberapa besar otoritas yang dimiliki, tidak ada panduan yang memadai untuk menyelesaikan pekerjaan, tidak yakin bagaimana pekerjaan yang dilakukan akan terhubung, dan tidak mengetahui tujuan yang jelas terhadap pekerjaannya akan membuat auditor tersebut kebosa-nan dan kejenuhan lebih mudah dialami auditor.

Ketika perasaan tersebut dialami auditor, pekerjaan auditorpun akan terganggu karena merasa pekerjaannya tidak memiliki pengukur kesuksesan yang jelas. Hal tersebut dapat mengakibatkan auditor melakukan pekerjaan sekedarnya

saja hanya unyuk memenuhi pekerjaan yang diminta tanpa tahu untuk apa pekerjaan tersebut dtujukan.

Ketika seorang auditor tidak tahu tujuan pekerjaan tersebut dilakukan maka kinerjanya akan terganggu dan berakibat kualitas pekerjaan akan menjadi korban karena auditor lebih mungkin melakukan pekerjaan tanpa pedoman yang jelas yang bararti auditor melakukan perilaku dis-fungsional seperti gagal meneliti prinsip akuntansi, melakukan premature sign-off, underreporting of chargeable time, dan keluar dari program tahap audit.

Pengaruh Perilaku Disfungsional (Y1)

terhadap Kualitas Hasil Audit (Y2)

Secara Langsung

Hasil analisis regresi menghasilkan persamaan berikut ini:

ZY2 = P8ZY1 + ε2

ZY2 = -0.425 ZY1 + 0.829

Tabel 3

Hasil Analisis Pengaruh Perilaku Disfungsional (Y1) Terhadap Kualitas

Hasil Audit (Y2)

Berdasarkan hasil analisis jalur pengaruh di atas dapat diketahui bahwa koefisien pengaruh langsung Perilaku Disfungsional (Y1) dengan Kualitas Hasil

Audit (Y2) digambarkan dengan koefisien

beta (β) p8= -0.425 (p=0.000). Dengan menggunakan taraf signifikansi 0,05, tampak bahwa nilai probabilitasnya atau signifikansi Perilaku Disfungsional (Y1)

lebih kecil dari 0,05 atau taraf kepercayaan 95% (p<0.05, tolak Ho). Hal tersebut menunjukkan terdapat pengaruh Perilaku Disfungsional (Y1) terhadap

Kualitas Hasil Audit (Y2) sehingga dapat

dinyatakan bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa Perilaku

(11)

Disfungsional (Y1) berpengaruh terhadap

Kualitas Hasil Audit (Y2) tidak ditolak. Pengaruh Tidak Langsung X1 hingga

X5 terhadap Kualitas Hasil Audit (Y2)

melalui Perilaku Disfungsional (Y1) Setelah mengetahui pengaruh secara langsung dari setiap variabel eksogen terhadap variabel endogen baik model persamaan regresi pertama sampai kedua, kemudian selanjutnya dihitung pengaruh tidak langsung dari variabel Lokus Kendali (X1), Keinginan Untuk Berhenti

Bekerja (X2), Tingkat Kinerja Pribadi

Karyawan (X3), Tekanan Anggaran

Waktu (X4), Tekanan Peran (X5) terhadap

Kualitas Hasil Audit (Y2) melalui

Perilaku Disfungsional (Y1) sehingga

dapat disusun model lintasan dalam analisis jalur sebagai berikut:

Gambar 3. Hasil Analisis Jalur (Path Analysis) Keseluruhan Model Baru

Berdasarkan analisis data di atas, maka besarnya pengaruh langsung dan tidak langsung dari analisis jalur ini dapat dirinci sebagai berikut:

Tabel 4

Nilai Koefisien Korelasi (Pengaruh) Antar Variabel

Dari Tabel di atas dapat diketahui dapat disimpulkan bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap Kualitas Hasil Audit adalah Tekanan Peran

melalui Perilaku Disfungsional sebagai variabel intervening.

Simpulan dan Saran

Penelitian ini menjelaskan ketika seorang auditor memiliki kecenderungan terhadap karakteristik personal tertentu, yaitu cenderung memiliki lokus kendali eksternal, memiliki niat untuk berhenti dari tempat auditor bekerja, dan memiliki tingkat kinerja pribadi di bawah rata terbukti berpengaruh terhadap tindakan perilaku disfungsional yang secara langsung berpengaruh signifikan pula terhadap kualitas hasil audit.

Penelitian ini juga memberikan bukti bahwa Perilaku Disfungsional berpenga-ruh negatif terhadap Kualitas Hasil Audit sehingga adanya peningkatan Perilaku Disfungsional dapat menurunkan Kua-litas Hasil Audit dan jika Perilaku Disfungsional semakin rendah, hal ini akan dapat meningkatkan Kualitas Hasil Audit. Fenomena tersebut mengindikasi-kan dukungan terhadap theory of attitude change yang menyatakan bahwa attitude (sikap) dan behavior (perilaku) seseorang akan seimbang jika tidak ada cognitive stress dalam sistem (Consistency Theo-ry), sedangkan Dissonance Theory me-nyatakan bahwa cognitive dissonance akan terjadi ketika sesorang memiliki dua keadaan yang bertentangan dan attitude seseorang sebenarnya ada untuk meme-nuhi kebutuhannya (Functional theory).

Penelitian ini tidak dapat membuktikan adanya pengaruh konflik pekerjaan-keluarga terhadap perilaku disfungsional maupun kualitas hasil audit. Dengan demikian, penelitian ini tidak dapat mendukung Lathifah (2009) yang menyatakan bahwa salah satu penyebab tekanan pekerjaan adalah konflik pekerjaan-keluarga. Namun, ketidakkonsistenan hasil penelitian tersebut mungkin dapat disebabkan oleh perbedaan gender responden, yang mana jawaban responden didominasi jenis

(12)

kelamin laki-laki serta usia pernikahan yang tidak diketahui. Alasannya, perbedaan gender terbukti berpengaruh terhadap jawaban responden tentang konflik pekerjaan-keluarga. Hal tersebut dijelaskan oleh teori peran gender yang menyatakan bahwa wanita dan pria berbeda dalam hal menggunakan waktu dan energi untuk kewajiban atau tugas pekerjaan dan keluarga.

Pada penelitian ini terdapat keterbatasan penelitian di antaranya: 1. Peneliti tidak dapat menentukan

jumlah populasi seluruh auditor yang terdapat di Jawa Timur secara pasti dikarenakan keterbatasan data yang diberikan oleh KAP.

2. Penelitian ini menggunakan

purposive sampling sehingga

memiliki tingkat generalisasi penelitian yang rendah.

3. Penelitian ini menggunakan mail questionaries sehingga tidak dapat memastikan apakah jawaban yang diberikan benar-benar diisi oleh responden yang dituju sehingga dapat menimbulkan bias.

Untuk meningkatkan perkembangan penelitian selanjutnya, saran yang dapat diajukan adalah sebagai berikut :

1. Meskipun tujuan menggunakan purposive sampling terkait dengan variabel konflik pekerjaan-keluarga, sebaiknya penelitian selanjutnya tidak memberikan kriteria terhadap auditor yang berstatus menikah. sehingga penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar agar estimasi terhadap parameter populasi dapat dilakukan dengan akurat dan presisi. 2. Penelitian selanjutnya dapat kembali menguji pengaruh tekanan pekerjaan-keluarga dengan memberi perbandingan hasil terhadap perbedaan gender karena gender

dinilai dapat memengaruhi keputusan atau persepsi seseorang terhadap variabel tersebut.

3. Penelitian lebih lanjut yang dapat dikembangkan dalam penelitian ini adalah dengan memasukkan variabel komitmen organisasi dan motivasi agar lebih memberikan gambaran tentang pengaruh determinan perilaku disfungsional secara lebih menyeluruh karena terdapat banyak penelitian yang membuktikan bahwa komitmen organisasi dan motivasi berpengaruh terhadap job outcomes maupun tingkat kinerja pribadi karyawan.

Daftar Rujukan

Ahuja, M.K., D.H. McKnight, K.M. Chudoba, J.F. George, dan C.J. Kacmar. (2007). It Road Warriors: Balancing Work-Family Conflict, Job Autonomy, and Work Overload to Mitigate Turnover Intentions, MIS Quarterly 31 (1): 1-17

Alderman, C. W., dan J. W. Deitrick, (1982). Auditors Perceptions of Time-Budget Pressures and Premature Sign-Off: A Replication and Extension, Auditing: A Journal of Practice & Theory 2 : 54-68.

Almer, E.D., dan S. E.Kaplan. (2002). The Effect of Flexible Work Arrangement and Stressor, Burn Out, and Behavioral Job Outcomes in Public Accounting. Behavioral Research in Accounting 14 : 1-37. Beehr, T, J. Welsh., dan T. Taber. (1976).

Relationship of Stress to Individually and Organizationally Valued States: Higher Order Needs as Moderator. Journal Applied Psychology 61:41-47 Donnely, David P., Jeffrey J. Q, dan

David O. (2003). Auditor Acceptance of Dysfunctional Audit Behavior : An Explanatory Model Using Auditors’

(13)

Personal Characteristics. Journal of Behavioral Research in Accounting 15 :87-107.

Fisher, C.D. dan Gittelson, R. (1983). A Meta Analysis of The Correlate of Role Conflict and Role Ambiguity,

Journal of Applied Psychology

68:320-333.

Fogarty, T.J, J. Singh, G.K. Roads dan R.K. Moore. (2000). Antecedent and Consequences of Burnout in Accounting: Beyond The Role Stress Model, Behavioral Research in Accounting 12:31-67.

Gutek, B. A., S. Searle, dan L. Klepa. (1991). Rational Versus Gender Role Explanations For Work-Family Conflict, Journal of Applied Psychology 76(4):560-568.

Henle, C.A., dan A.L Blanchard. (2008). Interaction of Work Stressors and Organizational Sanctions on Cyberloafing, Journal of Management Issues 20 (3) : 383-400

Irawati, Y., dan Mukhlasin, T.A.P. (2005). Hubungan Karakteristik Personal Auditor Terhadap Tingkat Penerimaan Penyimpangan Perilaku Dalam Audit. Prosiding Simposium Nasional Akuntansi VIII Solo. 929-940.

Kelley, T., Margheim, L., dan Pattison, D. (1999). Survey on The Differential Effects of Time Deadline Pressure Versus Time Budget Pressure on Auditor Behavior, The Journal of Applied Business Research 15(4) : 117-128.

Kingori, J. (2003). The Reduction of Dysfunctional Audit Practices Through The Amplification of Ethical Obligation. Disertasi. Southern Ilionis University Carbondale.

Lathifah, I. (2009). Pengaruh Konflik Pekerjaan - Keluarga Terhadap Turnover Intention Dengan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening.

Studi Empiris Pada Auditor Kantor Akuntan Public di Indonesia.

Prosiding Simposium Nasional

Akuntansi XII Palembang (SIAE). 1-25

Liyanarachchi, G.A., dan S.M. McNamara. (2007). Auditor of Time Budget Pressure: A Comparison Across Different Auditor Positions and Different Types of Firms. New Zealand.

Malone, Charles F., dan Robin W. Roberts. (1996). Factors Associated With The Incidence of Reduced Audit Quality Behavior, Auditing: A Journal of Practice & Theory 15 (2) : 49-64. Netemeyer, R. G., J. S. Boles, dan R. Mc

Murrian. (1996). Development and Validation of Work-Family Conflict Scales, Journal of Applied Psychology

81(4) : 400-410.

Onyemah, V. (2008). Role Ambiguity, Role Conflict, dan Performance : Empirical Evidence of An Inverted-U Relationship, Journal of Personal Selling and Sales Management 28 (3): 299-313.

Parasuraman S., dan C. A. Simmers. (2001). Type Of Employment, Work-Family Conflict and Well-Being” A Comparative Study, Journal of Organizational Behavior Research in Accounting Environment 8:91-113. Raghunathan, B., (1991), Premature

Signing-Off of Audit Procedure: An Analysis, Accounting Horizon, Juni:71-9.

Rasuli, L.O. (2009). Pengaruh Time

Budget Pressure, Perilaku

Disfungsional dan Komitmen Organisasional Terhadap Kualitas Audit. Studi Pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Timur. Tesis. Universitas Brawijaya. Malang.

Rizzo, J, J House, dan S Lirtzman. (1970). Role Conflict and Ambiguity in Complex Organization.

(14)

Administrative Science Quartely 15:150-163.

Siegel, G., dan H.R. Marconi. (1989).

Behavioral Accounting.

South-Western Publishing Co.

Singarimbun, M. (1995). Metode

Penelitian Survei. Edisi Revisi.

Cetakan ke-2. PT Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta.

Solimun. (2002). Structural Equation

Modeling LISREL dan AMOS.

Universitas Negeri Malang. Malang. Soobaroyen, T. dan C. Chengabroyan,

(2005). Auditor’s Perception of Time Budget Pressure, Premature Sign-Off and Under Reporting of Chargeable Time: Evidence From A Developing Country. International Journal of Audit. 201-218

Sososutikno, C. (2003). Hubungan Tekanan Anggaran Waktu Dengan Perilaku Disfungsional Serta Pengaruhnya Terhadap Kualitas Audit.

Prosiding Simposium Nasional

Akuntansi VI Surabaya. 1116-1128 Spector, P.G. (1982). Behavior in

Organization as A Function of Employee’s Locus of Control, Psychological Bulletin 91: 482-497.

Suryanita, W., D. Setiawan, dan H. Triatmoko. (2006). Penghentian Prematur Atas Prosedur Audit.

Prosiding Simposium Nasional

Akuntansi IX Padang. 1-33.

Tordera, N., Vincente, G.R, dan Peiro, J.M. (2008). The Moderator Effect of Psychological Climate on The Relationship Between Leader-Member Exchange (LMX), European Journal

of Work and Organizational

Gambar

Gambar 2. Hasil Path Analysis  Keseluruhan Model
Gambar 3. Hasil Analisis Jalur (Path  Analysis) Keseluruhan Model Baru

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kiyosaki (2003) dalam Sambiran (2008) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi manajemen

Hasil penelitian ini mendukung hipotesis kelima yang menyatakan bahwa Tekanan Anggaran Waktu, Prosedur Review, Kontrol Kualitas dan Karakteristik Personal

Penelitian ini akan menganalisis pengaruh atau hubungan langsung dan tidak langsung antara time budget pressure, locus of control, dan komitmen organisasi

Hasil ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Rustiarini (2013) dan Rustiarini (2014) yang menyatakan bahwa Kepribadian terbuka dalam hal-hal yang baru (Openness to