• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Aspek Teknis

Kegiatan teknis yang dilakukan di PT. National Sago Prima meliputi: pembukaan lahan (land clearing), pembibitan (pengambilan anakan dan penye-leksian bibit, serta persemaian), penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. Fo-kus kerja yang dilakukan oleh perusahaan pada tahun ini yaitu pembukaan lahan, pembibitan, dan penyulaman.

Pembukaan Lahan (Land Clearing)

Kondisi areal yang akan dibuka perlu diketahui terlebih dahulu untuk menentukan sistem yang akan digunakan dalam pembukaan areal tersebut. Selanjutnya dilakukan pengukuran dan penataan blok yang dimulai dengan pe-nentuan batasan areal. Adapun tahapan dari pembukaan lahan yaitu bloking area, pemancangan, dan pembuatan lubang tanam.

Bloking Area

Penentuan batasan areal (bloking area) merupakan kegiatan pengambilan koordinat untuk menetukan arah dan luasan suatu blok. Bloking area dilakukan menggunakan teodolit dan GPS. Satu blok mempunyai luasan 50 ha dengan ukuran 1 000 m x 500 m.

Pembagian blok dilakukan dengan membatasi blok tersebut dengan kanal, baik kanal utama, kanal sekunder, atau kanal tersier yang bertujuan untuk memu-dahkan pengelolaan tata air (water management). Pembagian blok yang dikeli-lingi kanal tersebut juga bertujuan untuk mengisolasi blok apabila terjadi kebakaran.

Kegiatan pembukaan lahan dilakukan dengan mengombinasikan sistem mekanis menggunakan alat ekskavator dan sistem manual dengan cara tebang habis tanpa pembakaran dengan beberapa tahapan, yaitu kegiatan perintisan/imas tumbang dilakukan dengan memotong semua vegetasi/tumbuhan yang berdia-meter < 20 cm dengan menggunakan parang dan kapak; tebang dilakukan dengan

(2)

memotong semua tumbuhan yang berdiameter > 20 cm dengan menggunakan

chainsaw; dan cincang yang dilakukan dengan memotong batang, dahan, dan

ranting untuk memudahkan pembersihan dan pengumpulan hasil potongan terse-but ke dalam rumpukan (Gambar 6).

Gambar 6. Pembukaan Lahan Menggunakan Alat Ekskavator

Jam kerja ekskavator selama 10-18 jam sehari. Ekskavator dijalankan oleh satu regu yang terdiri atas 3 orang dengan 1 orang sebagai pengemudi dan 2 orang lainnya sebagai pembantu pelaksanaan kerja. Prestasi kerja ekskavator yaitu dua lorong bersih dalam sehari, sehingga dalam setiap blok selesai dilakukan pembu-kaan lahan selama 20-30 hari.

Pembukaan lahan di PT. National Sago Prima sistem mekanis dengan zero

burning memberi beberapa keuntungan, yaitu: tidak terjadi pencemaran udara,

terdapat penambahan kandungan bahan organik sebagai akibat pembusukan kayu secara alami sehingga terjadi peningkatan kesuburan fisik dan kimia tanah, serta meningkatkan kandungan hara dalam tanah. Pembukaan lahan dengan cara membakar dapat mengakibatkan kebakaran lahan/hutan bahkan dapat meluas sehingga menimbulkan pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan berskala nasional, regional maupun global baik dalam segi sosial maupun ekonomi.

Sistem bloking dibuat terdiri atas lorong kotor, lorong bersih atau lorong pikul, lorong tengah, jalur tanam, pancang, dan penomoran tanaman untuk memu-dahkan pengelolaan tanaman dalam setiap blok. Lorong kotor merupakan jalur penumpukan pelepah kering. Lorong bersih merupakan jalur yang dibersihkan dari gulma dan pelepah kering, jalur tersebut untuk memudahkan pelaksanaan

(3)

ke-giatan pemeliharaan tanaman serta mempermudah keke-giatan pemanenan dalam mengangkut tual dari kebun menuju kanal. Lorong tengah merupakan jalur yang dibuat pada pertengahan blok, jalur tersebut berfungsi untuk mempermudah kegiatan pengawasan pemeliharaan tanaman. Jalur tanam merupakan urutan penomoran tanaman dengan arah Barat-Timur. Pancang ajir merupakan urutan penomoran tanaman dengan arah Utara-Selatan. Penomoran tanaman dilakukan dari arah Utara-Barat ke Selatan-Timur.

Pemancangan Blok dan Pemancangan Ajir

Pemancangan blok yaitu kegiatan pembuatan petak kerja seluas 50 ha/blok dan menentukan jarak antar lorong tanaman. Pemancangan blok dapat menggu-nakan kompas maupun teodolit. Pemancangan blok diawali dengan membuat pancang bantu/pancang as yang dicat warna merah dengan jarak 5 m dari tepi kanal. Kegiatan pemancangan blok dilakukan dengan arah Timur-Barat sepanjang 1 000 m dengan jarak antar pancang 15 m, dan arah Utara-Selatan sepanjang 500 m dengan jarak 100 m.

Pemancangan ajir merupakan kegiatan penandaan titik tempat untuk menentukan lokasi tanaman sebelum pembuatan lubang tanam. Penentuan arah pemancangan dapat menggunakan kompas maupun teodolit. Pemancangan dila-kukan dari arah Utara ke Selatan dengan jarak tanam sebesar 8 m x 8 m. Batang pancang atau ajir yang digunakan untuk pemancangan diambil dari pelepah sagu atau kayu dengan panjang 2.5-3.0 m (Gambar 7).

(4)

Pembuatan Lubang Tanam

Kegiatan yang dilakukan setelah pemancangan ajir yaitu pembuatan lu-bang tanam. Pembuatan lulu-bang tanam berguna sebagai lulu-bang penanaman bibit yang telah siap ditanam. Pembuatan lubang tanam dilakukan dengan mengguna-kan cangkul pada titik pancang yang telah dibuat. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm dengan kedalaman sampai menyentuh muka air. Ukuran lubang tanam dapat berubah sesuai dengan ukuran bibit. Pembuatan lubang tanam dilakukan oleh karyawan kontrak dengan prestasi kerja 140-150 lubang tanam per hari (Gambar 8).

Gambar 8. Lubang Tanam Siap untuk Penanaman

Pembuatan lubang tanam biasanya dilakukan satu hari sebelum penanam-an. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari tertimbunnya lubang tanam oleh tanah akibat hujan lebat maupun erosi. Sebelum dilakukan penanaman bibit, lu-bang tanam harus dibersihkan terlebih dahulu dari sampah atau kotoran untuk menghindari munculnya serangan penyakit.

Pembibitan

Pembibitan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk menghasilkan bibit tanaman sagu. Kegiatan pembibitan menjadi tanggung jawab Divisi Pembi-bitan. Divisi Pembibitan mengontrol semua aktivitas pembibitan di perusahaan.

Dalam penyediaan bibit, PT. National Sago Prima melakukan kerja sama dengan Prima Kelola Agribisnis dan Agroindustri IPB (PKAA IPB) dan Badan

(5)

Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Kedua lembaga tersebut menye-diakan bibit dengan teknik pembibitan yang berbeda.

PKAA IPB melakukan kegiatan pembibitan dengan menggunakan sistem kanal yang sampai saat ini masih diterapkan oleh perusahaan. Sumber bibit yang digunakan berasal dari dua lokasi, yaitu inhouse (bibit diambil dari dalam perusa-haan) dan outsource (bibit diambil dari kebun masyarakat). Bibit inhouse dibeli dengan harga Rp 1 000,00/bibit yang diseleksi di dalam kebun perusahaan, se-dangkan bibit outsource dibeli dengan harga Rp 2 500-Rp 3 500,00/bibit yang diseleksi di luar perusahaan. Bibit yang digunakan berukuran 2-5 kg, banir berbentuk “L”, bibit dalam keadaan tua, serta bebas dari serangan hama dan penyakit tanaman. Bibit ditata di rakit kemudian dipelihara sampai umur 3 bulan. Seluruh kegiatan manajerial dilakukan oleh pihak PKAA IPB dibawah pengawasan Divisi Pembibitan.

BPPT melakukan kegiatan pembibitan dengan menggunakan sistem polibag yang sampai saat ini belum dilakukan oleh petani sagu pada umumnya. Sumber bibit yang digunakan hanya berasal dari dalam perusahaan. Bibit yang digunakan berukuran 200-500 g, bebas serangan hama dan penyakit, serta dalam pengambilan bibit harus disisakan satu daun untuk mencegah kerusakan bibit. Tenaga kerja pengambilan bibit berasal dari PT. National Sago Prima. Prestasi kerja untuk pengambilan bibit sebanyak 120 bibit/HOK.

Selain bekerjasama dengan lembaga luar, PT. National Sago Prima me-lakukan pembibitan dalam bentuk swakelola dibawah tanggung jawab Divisi Pembibitan. Tujuan dari bibit swakelola yaitu untuk mencukupi kebutuhan bibit jika PKAA IPB atau BPPT belum mampu mencukupi kebutuhan bibit yang dibutuhkan oleh perusahaan. Sistem pembibitan yang digunakan oleh PT. Natio-nal Sago Prima yaitu sistem rakit dalam kaNatio-nal dengan bibit berasal dari inhouse. Pengambilan Anakan dan Seleksi Bibit

Bibit yang digunakan dalam pembibitan berasal dari dua jenis, yaitu bibit yang berasal dari perkembangan vegetatif maupun dari generatif (Flach, 1997). Perkembangbiakan tanaman secara vegetatif berasal dari anakan sedangkan perkembangbiakan generatif berasal dari benih. Menurut Jong (2007),

(6)

perkem-bangbiakan secara generatif susah dilakukan karena sulit menemukan benih sagu yang fertil. Selain itu, benih sagu bervariasi secara morfologi dan pertumbuhan vigor yang tidak sama. Bibit yang digunakan oleh PT. National Sago Prima berasal dari perkembangbiakan secara vegetatif.

Bibit yang berasal dari anakan diambil berdasarkan kriteria tertentu, yaitu bibit diambil dari induk yang produksi patinya tinggi dan sudah panen atau sudah berada pada fase nyorong, bibit masih segar, bibit yang sudah cukup tua dicirikan dengan banir yang sudah keras, banir berbentuk “L” dengan rata-rata bobot bibit 2-5 kg, pelepah dan pucuk yang masih hidup, mempunyai perakaran yang cukup, panjang pelepah ± 30 cm, serta tidak terserang hama dan penyakit. Alasan pemi-lihan banir berbentuk “L” yaitu banir mempunyai cadangan makanan yang lebih banyak sehingga baik untuk bibit selama kegiatan pembibitan berlangsung (Gambar 9).

Gambar 9. Ciri-Ciri Bibit yang Baik: Banir Berbentuk “L” (Kiri), Petiol Berwarna Merah Muda (Tengah), Pangkal Banir Berwarna Merah Muda (Kanan)

Pengambilan anakan dari rumpun sagu dilakukan berdasarkan penandaan yang telah dilakukan sebelumnya oleh mandor pengambilan anakan. Serasah di sekitar anakan dibersihkan terlebih dahulu untuk mempermudah dalam melihat bagian penghubung rizome/banir. Pengambilan anakan dilakukan dengan cara memotong rizome menggunakan dodos kemudian rizome diangkat dengan meng-gunakan dodos. Selama pengangkatan diusahakan untuk tidak memegang pucuk anakan agar anakan tidak mati. Pelepah dipotong setinggi 30-40 cm dari atas banir untuk mengurangi transpirasi yang berlebihan.

Kegiatan penyeleksian bibit dilakukan sebelum kegiatan pembibitan. Kegiatan seleksi bibit dilakukan dengan cara memisahkan bibit sesuai dengan

(7)

standar perusahaan. Bibit yang tidak memenuhi kriteria antara lain bibit yang yang masih muda (ditandai dengan warna pucuk dan warna banir putih, serta banir tidak keras), bentuk banir keladi dan tapal kuda, serta bobot bibit kurang dari 2 kg.

Persemaian

Bibit yang telah diambil dari lapang sesegera mungkin atau tiga hari setelah pengambilan harus disemai di pembibitan dalam rakit. Bibit yang sudah diambil dan diseleksi kemudian dipotong hingga tinggi bibit dari banir 30-40 cm dengan cara menghilangkan semua daun dan menyisakan petiol baru. Pemang-kasan tersebut dilakukan untuk mengurangi transpirasi yang berlebihan selama di pembibitan serta mempercepat munculnya tunas baru. Bibit direndam dalam larutan fungisida dengan konsentrasi 2 g/liter dan dikeringanginkan selama ± 15 menit.

Bibit yang siap semai disusun dalam rakit yang terbuat dari ± 16 pelepah sagu yang telah kering. Rakit dibuat berukuran 2.5 m x 1.0 m dengan tinggi 0.3 m dan dipaku dengan bambu sehingga terbentuk seperi rak (Gambar 10). Bibit di-susun secara rapat agar bibit tetap berdiri tegak dan bibit dalam kondisi hanya bagian akar saja yang terendam air. Bibit yang berukuran 2-5 kg dapat disusun dalam rakit mencapai 70-80 bibit. Banir yang ditelah disusun harus terendam dalam air agar banir tidak kering. Namun, petiol atau tunas baru dipertahankan untuk tidak terendam.

Rakit yang telah tersusun kemudian diangkut menuju satu kanal yang merupakan lokasi tempat pembibitan. Lokasi pembibitan yang baik yaitu kanal cabang atau kanal kolektor yang tidak dijadikan sebagai jalur transportasi atau kanal utama. Hal tersebut dimaksudkan agar bibit tidak terkena riak air yang dapat merebahkan penataan bibit. Lokasi yang dijadikan sebagai pembibitan hendaknya memiliki air yang mengalir agar sirkulasi udara dan hara dalam air tetap mengalir. Selain itu, lokasi pembibitan sebaiknya ternaungi oleh kanopi tanaman agar bibit lebih cepat tumbuh. Bibit melewati fase pembibitan selama 3 bulan yang akan menghasilkan 2-3 helai daun baru dengan sistem perakaran yang baik.

(8)

Gambar 10. Rakit sebagai Tempat Tumbuh Bibit selama Pembibitan

Bibit yang siap semai kemudian dihitung jumlahnya untuk perhitungan upah tenaga kerja (Gambar 11). Selama di lokasi pembibitan, rakit yang rusak sebelum waktu semai berakhir perlu dilakukan perbaikan rakit. Ketika perbaikan rakit berlangsung, perlu dilakukan pemisahan bibit yang telah mati.

Gambar 11. Perhitungan Bibit sebelum Semai

Pengambilan bibit sampai pembibitan dilakukan oleh satu regu yang terdiri atas 4-5 orang per regu. Target bibit yang harus terpenuhi dalam satu regu yaitu 5 000 bibit yang dapat diselesaikan selama 20-30 hari. Biaya yang di-keluarkan dalam pengambilan bibit sebesar Rp 1 000,00/bibit, biaya pembibitan sebesar Rp 200,00/bibit, dan biaya penyediaan rakit sebesar Rp 10 000,00/rakit.

Pembuatan satu rakit dapat diselesaikan selama 45 menit oleh 2 orang mahasiswa, sedangkan pekerja memerlukan waktu selama 20 menit. Kegiatan penyusunan bibit ke dalam rakit oleh mahasiswa membutuhkan waktu sekitar satu jam.

(9)

Penanaman dan Penyulaman

Kegiatan penamanan bibit sagu merupakan salah satu bagian dari se-rangkaian kegiatan budidaya yang dilakukan oleh perusahaan. PT. Nasional Sago Prima memfokuskan kegiatan penanaman pada Divisi 5 yang merupakan divisi baru.

Bibit yang terseleksi dari pembibitan diangkut ke lokasi penanaman/pe-nyulaman kemudian diletakkan di pinggir blok lokasi tanam. Bibit diangkut ke dalam lorong pikul dengan menggunakan keranjang (Gambar 12). Pemberian pupuk dilakukan 0-1 hari sebelum penanaman. Pupuk yang digunakan yaitu pupuk dasar Rock Phospate (RP) dengan dosis 500 gram per lubang tanam yang diaplikasikan dengan cara diaduk sehingga bercampur dengan tanah.

Gambar 12. Keranjang sebagai Alat Angkut Bibit

Bibit diletakkan dalam lubang tanam hingga menyentuh dasar tanah yang berair. Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat adaptasi bibit. Bibit kemudian diberi penyangga yaitu dua buah kayu/pelepah yang diletakkan dengan posisi menyilang di antara banir sagu (Gambar 13). Pemberian penyangga berfungsi untuk menjaga bibit agar tetap tegak, tidak hanyut sewaktu areal yang ditanam terkena banjir. Bibit kemudian ditutup dengan tanah sebatas permukaan banir tanpa pemadatan. Bibit yang sudah ditanam sebaiknya diberi naungan berupa pelepah sagu untuk menghindari keringnya bibit akibat transpirasi yang berle-bihan. Tenaga kerja yang digunakan yaitu tenaga kerja regu dengan prestasi kerja sebanyak 80-100 bibit/HOK. Tenaga kerja tersebut disatukan dengan tenaga kerja pembuatan lubang tanam dan pemancangan ajir.

(10)

Gambar 13. Pemberian Penyangga pada Bibit dengan Posisi Menyilang Selain kegiatan penanaman, perusahaan melakukan penyulaman. Kegiatan penyulaman terfokus pada Divisi 1, 2, 3, dan 4. Penyulaman tanaman dilakukan untuk mengganti tanaman sagu yang mati. Pada titik tanaman mati dilakukan pemancangan dengan jarak tanam yang sesuai pada blok. Pemancangan dilakukan menggunakan pelepah yang berdiameter ± 3.0 cm dengan panjang ± 1.5 m. Semua gulma yang ada pada piringan dan lorong mati ditebas dengan lebar tebas-an 1-2 m dengtebas-an tinggi tebastebas-an 0-5 cm dari ttebas-anah. Kegiattebas-an penyulamtebas-an di-laksanakan sebanyak satu kali dalam setahun pada saat musim hujan. Target kerja yang harus dicapai oleh tenaga kerja harian lepas untuk kegiatan penyulaman sebanyak 80-100 bibit/HOK. Gaji yang diberikan sebesar Rp 45 000,00/HOK.

Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharan tanaman dilakukam secara kontinyu dengan tujuan untuk menjaga produktivitas tanaman. Kegiatan pemeliharan tanaman sagu di PT. National Sago Prima meliputi kontrol pertumbuhan, pengendalian gulma baik secara mekanis maupun kimiawi, serta pengelolaan air.

Kontrol Pertumbuhan

Kontrol pertumbuhan adalah suatu kegiatan pembuangan/pemotongan anakan sagu di sekeliling pohon induk (rumpun) yang pertumbuhannya tidak diinginkan, sehingga tidak mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman

(11)

atau pohon induk. Bibit sagu yang ternaungi dan tidak mendapat cahaya matahari maka pertumbuhannya sangat lambat dan akan kalah bersaing dengan gulma di sekitarnya (Bintoro, 2008). Andany (2009) menyatakan bahwa rata-rata pertam-bahan jumlah anakan setiap bulan yaitu tiga anakan tiap rumpun sagu, sehingga anakan sagu yang tidak diperlukan harus dipangkas. Pemangkasan tersebut dapat mengurangi kerapatan tajuk tanaman sagu sehingga sinar matahari dapat diterima oleh tanaman dengan maksimal.

Selain itu, kontrol pertumbuhan berfungsi untuk mengatur rotasi tanam. Jumlah anakan ideal yang ada dalam satu rumpun sagu yaitu 6-8 anakan (Jong, 2007) dengan jumlah anakan maksimal sebanyak 10 anakan dengan berbagai tingkatan umur (Bintoro, 2008). Dalam satu tahun hanya diperbolehkan satu anakan sagu baru yang tumbuh.

Kontrol pertumbuhan meliputi kegiatan pruning dan thining out. Pruning merupakan kegiatan memotong daun pada anakan sagu yang tidak diinginkan, sedangkan thining out merupakan kegitan memindahkan/membuang anakan yang tidak diinginkan dengan cara mendongkel anakan tersebut. Pelaksanaan pruning dan thining out sebaiknya dilakukan pada anakan yang jauh dari tanaman induk agar tanaman induk tidak rusak dan terserang penyakit (Gambar 14). Adapun hal yang perlu diperhatikan pada kontrol pertumbuhan yaitu pada daun anakan yang akan ditinggalkan sebagai calon tanaman induk, daunnya tidak boleh rusak akibat terpotong karena akan menghambat proses fotosintesis (Bintoro et. al., 2010).

Gambar 14. Kondisi Rumpun Sagu setelah Dilakukan Kontrol Pertumbuhan PT. National Sago Prima belum melaksanakan kegiatan kontrol pertum-buhan pada semua areal kebun. Kegiatan tersebut dilaksanakan terbatas pada blok

(12)

BMP (Best Management Practise), yaitu blok yang dilakukan sebagai uji coba penelitian. Kegiatan pruning dilakukan oleh tenaga kerja harian lepas dengan prestasi kerja sebanyak 15 rumpun/HOK, sedangkan prestasi kerja untuk kegiatan

thining out sebanyak 5 rumpun/HOK. Tenaga kerja untuk kegiatan pruning dan thining out disediakan oleh masing-masing divisi.

Pengendalian Gulma

Tanaman sagu dapat tumbuh dengan baik jika tidak ada organisme peng-ganggu tanaman. Gulma merupakan salah satu organisme tanaman yang keber-adaannya dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, bahkan jika tidak dikenda-likan akan mengakibatkan penurunan produksi. Gulma yang dominan yaitu

Nephrolepsis biserrata Schott, Micania micrantha H.K.B., Stenoclaena palustris

(Burnm.) Bedd, Boreria sp, Melastroma malabathricum Liin, dan Gleichenia

linearis Clarke (Amarilis, 2009). Pengendalian gulma perlu dilakukan agar dapat

mengurangi persaingan tanaman sagu dengan gulma dalam mendapatkan unsur hara dan air, meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemupukan, serta menekan populasi hama. Usaha yang dilakukan untuk mengendalikan gulma yaitu melakukan pengendalian gulma secara mekanis maupun kimiawi. Kedua macam kegiatan pengendalian gulma tersebut perlu dilakukan untuk efektifitas pelaksa-naan pengendalian.

Pengendalian gulma secara mekanis merupakan kegiatan mengendalikan gulma di perkebunan sagu dengan sistem penebasan. Tempat yang akan ditebas berbeda-beda tergantung pada kebijakan masing-masing divisi. Umumnya pene-basan dilakukan pada piringan, lorong pikul, lorong tengah, dan lorong mati.

Divisi 1 melakukan penebasan pada piringan, lorong tengah dan lorong mati, sedangkan pada lorong pikul dilakukan pengendalian gulma secara kimiawi. Namun pada Divisi 2, penebasan dilakukan pada piringan, lorong pikul, lorong tengah, dan lorong mati. Hal tersebut berbeda karena tiap divisi dapat membuat kebijakan masing-masing.

Penebasan pada piringan mempunyai standar kerja sendiri. Penebasan pada piringan dilakukan selebar 1-2 m dari rumpun terluar dengan menggunakan parang. Penebasan pada lorong pikul, lorong tengah dan jalur tanam dilakukan

(13)

selebar 1.5-2.0 m. Tinggi penebasan gulma sekitar 0-5 cm dari permukaan tanah bertujuan agar anakan sagu tidak ternaungi gulma, sehingga anakan dapat tum-buh dengan baik. Jika terdapat gulma berkayu, kayu tersebut didongkel sampai ke akar kemudian diletakkan pada lorong mati. Setiap blok dilakukan penebasan setiap tahun sekali.

Penebasan dilakukan dengan menggunakan tenaga kerja regu yang terdiri atas 5-8 orang per regu. Setiap divisi mempunyai 4-5 regu. Satu regu dapat menyelesaikan penebasan sebanyak 4 lorong/hari, atau 1 blok (50 ha) dalam waktu 20-30 hari. Standar gaji yang diberikan yaitu Rp 370 000,00/ha, tetapi dapat berubah sesuai dengan kondisi blok yang akan ditebas.

Selain pengendalian gulma secara mekanis, pengendalian gulma secara kimiawi juga dilakukan dengan menggunakan herbisida. Herbisida merupakan bahan kimia yang mampu menekan pertumbuhan gulma. Jenis herbisida yang digunakan di kebun yaitu herbisida dengan bahan aktif metil metsulfuron yang bersifat sistemik dan parakuat yang bersifat kontak.

Kegiatan penyemprotan dilakukan pada lorong mati, lorong pikul, dan lorong tengah setinggi 30 cm dari permukaan tanah (Gambar 15). Dosis yang digunakan yaitu 62.50 g metilmetsulfuron/ha dan 1.51 cc parakuat/ha, dengan volume semprot 400 l/ha, dengan menggunakan nozel berwarna hitam. Setiap satu blok dilakukan penyemprotan sebanyak 2 kali/tahun.

Gambar 15. Penyemprotan Herbisida

Kegiatan penyemprotan dilakukan oleh buruh harian lepas dengan upah Rp 45 000,00/HOK. Prestasi kerja untuk kegiatan penyemprotan yaitu 1-2 lorong pikul per hari. Tenaga kerja penyemprotan terdiri atas laki-laki dan perempuan

(14)

yang mempunyai prestasi yang berbeda. Tenaga kerja perempuan dirasa lebih baik karena tenaga kerja perempuan memiliki hasil kerja penyemprotan yang lebih rapih dibandingkan dengan laki-laki.

Pengelolaan Air

Air merupakan unsur penting dalam pertumbuhan tanaman. Tanaman sagu merupakan tanaman yang membutuhkan air dalam jumlah banyak. Tingkat ke-dalaman air tanah sangat menentukan pertumbuhan tanaman sagu. Oleh karena itu, dalam budidaya sagu kedalaman air tanah harus dipertahankan dan muka air tanah harus dikendalikan.

Kanal merupakan salah satu prasarana yang sangat penting dalam menun-jang kegiatan kebun. Sistem kanal yang digunakan perusahaan terdiri atas kanal utama atau primer (main canal), kanal sekunder (collector canal) dan kanal tersier atau kanal cabang. Kanal utama (main canal) adalah kanal yang memiliki ukuran lebar 6 m dan dalam 4 m yang berfungsi sebagai jalur transportasi utama (penghubung antar divisi). Kanal sekunder (collector canal) adalah kanal yang memiliki ukuran lebar 5 m dan dalam 3 m yang berfungsi sebagai kanal peng-hubung antara kanal cabang dan kanal utama. Kanal tersebut juga berfungsi sebagai jalur transportasi serta sebagai isolasi jika terjadi kebakaran. Kanal tersier/ kanal cabang adalah kanal yang memiliki ukuran lebar 3-4 m dan dalam 2-3 m yang berfungsi untuk aktivitas pengangkutan bibit dan pupuk serta untuk anti-sipasi kebakaran (Gambar 16).

Keterangan:

: Blok (500 m x 1 000 m) : Kanal Sekunder

: Kanal Primer : Kanal Tersier

(15)

Pemanenan

Pemanenan merupakan kegiatan pengambilan hasil tanaman sagu berupa batang/empulur sagu yang siap dipanen mulai dari kebun sampai menjadi tual. Tual merupakan satuan batang sagu yang siap diangkut untuk dijual kepada pembeli. Tanaman sagu membutuhkan 10-12 tahun untuk panen pertama kali. Satu batang sagu akan menghasilkan 6-8 tual dengan panjang 42 inchi tiap tual. Tanaman sagu mampu menghasilkan pati kering sebanyak 200-400 kg per batang. Jika dalam 1 ha terdapat 156 tanaman sagu, maka dalam 1 tahun akan dihasilkan 31.2-62.4 ton pati kering per hektar.

Pencarian tanaman sagu yang masuk dalam kriteria panen perlu dilakukan agar terjadi efisiensi pemanenan. Tanaman sagu yang siap panen biasanya ditunjukkan dari perubahan yang terjadi pada daun, duri, pucuk, dan batang. Tanaman yang siap dipanen yaitu tanaman yang telah memasuki fase nyorong, Fase nyorong yaitu masa menjelang pembentukan primordial bunga atau kuncup bunga. Pada fase tersebut, tajuk tanaman mulai membuka, daun-daun terakhir yang muncul mempunyai ukuran yang lebih kecil dan pendek dibandingkan dengan daun sebelumnya. Duri yang terdapat pada pelepah daun hampir seluruh-nya hilang kecuali pada bagian pangkal pelepah yang masih tertinggal sedikit. bila dibandingkan dengan pohon yang masih muda (Gambar 17).

Gambar 17. Tanaman Sagu Memasuki Fase Nyorong

Tanaman sagu yang sesuai dengan kriteria diberi warna merah pada batangnya. Pemanenan sagu dilakukan dengan cara menebang tanaman sagu dengan menggunakan kapak. Hal tersebut dimaksudkan agar penebang dapat

(16)

menentukan arah tebang yang sesuai agar tanaman sagu tidak merusak anakan di sekitarnya (Gambar 18). Pembuatan jalan masuk ke rumpun tanaman dilakukan setelah penebangan, kemudian dilakukan pembersihan batang sagu. Pemanenan dilakukan dengan jarak ± 10 cm dari permukaan tanah. Bagian tanaman sagu yang tidak digunakan diletakkan pada lorong mati.

Gambar 18. Tebang Tanaman Sagu Menggunakan Kapak

Setelah ditebang, batang sagu dibersihkan terlebih dahulu untuk memu-dahkan dalam pengukuran sagu. Batang sagu dipotong menjadi beberapa potong-an (tual sagu) dengpotong-an ppotong-anjpotong-ang 42 inchi (Gambar 19). Pemotongpotong-an dilakukpotong-an dengan menggunakan chainsaw. Setiap tual dibuat ‘lubang hidung’ sebagai lubang tali untuk pengangkutan tual dari kanal sampai dam yang kemudian dialirkan sampai ke laut lepas. Lubang hidung dibuat dengan cara melubangi tepi lingkar batang bagian tengah dengan menggunakan batang kapak.

(17)

Tual yang sudah terpotong kemudian diangkut ke luar blok dengan cara menggelindingkan tual pada lintasan yang sudah dibuat dengan menggunakan alat (dayung). Tual dimasukkan ke dalam kanal kemudian dirangkai dengan meng-gunakan tali tambang pada bagian hidung hingga mencapai 30 tual setiap rangkaiannya. Sebanyak 50 rangkaian kecil disatukan menjadi rangkaian besar dengan susunan 1 500 tual.

Panen dilakukan oleh satu regu yang beranggotakan 5-10 orang per regu. Deskripsi kerja tiap orang dalam satu regu berbeda dengan upah yang berbeda pula. Kegiatan penebangan, pembuatan ‘lubang hidung’, dan golek (pelangsiran tual dari kebun ke kanal) diberi upah Rp 3 000,00-Rp 3 900,00 per tual. Kegiatan pemotongan pohon sagu menjadi tual dengan menggunakan chainsaw dilakukan oleh satu orang dengan upah Rp 500,00-Rp 800,00 per tual. Pengangkutan tual dari kanal sampai laut lepas dilakukan oleh tenaga kerja harian lepas dengan upah Rp 45 000,00/HOK.

Ada beberapa pihak yang mengelola kegiatan pemanenan sagu, yaitu divisi, kontraktor, dan SL (Supply and Logistic). Divisi bertanggung jawab terha-dap penentuan batang sagu yang siap dipanen melalui sensus produksi yang diadakan setiap tahun. Kontraktor bertanggung jawab terhadap kegiatan teknis pemanenan mulai penebangan hingga penarikan tual menuju kanal kolektor.

Supply and Logistic bertanggung jawab terhadap pengadaan sarana panen dan

kualitas panen yang dihasilkan.

Sensus Tanaman

Sensus tanaman merupakan kegiatan inventarisasi kebun yang dilakukan untuk mendapatkan data kuantitatif dan data kualitatif mengenai keadaan tiap blok sehingga dapat dijadikan sebagai bahan untuk perencanaan pengelolaan perkebunan yang baik. Kegiatan sensus tanaman meliputi seluruh kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan sensus mulai penentuan lokasi sensus, pelaksanaan sensus hidup-mati, dan pelaksanaan sensus produksi.

(18)

Sensus Hidup-Mati

Penentuan lokasi/petak sensus dilakukan berdasarkan sensus terdahulu yang dilaksanakan minimal 5 tahun sekali. Sensus hidup-mati tanaman dilakukan untuk melihat persentase tanaman yang hidup, tanaman yang mati, dan lubang yang belum tertanami dalam blok tersebut. Pelaksanaan sensus hidup-mati bertujuan untuk mengetahui jumlah bibit yang diperlukan dalam kegiatan penyulaman. Sensus hidup-mati yang dilakukan oleh perusahaan adalah sensus 100 % untuk kepentingan perusahaan dalam melakukan kegiatan penyulaman. Sensus hidup-mati dilakukan tiga bulan setelah kegiatan penanaman dilakukan. Tenaga kerja yang digunakan yaitu tenaga kerja harian lepas yang berasal dari masing-masing divisi dengan upah sebesar Rp 45 000,00/HOK. Prestasi kerja tiap pekerja sebanyak 12 jalur tanam/HOK.

Sensus hidup-mati dilakukan dengan menyensus semua blok yang ada di perusahaan. Tanaman yang hidup diberi skor 1, tanaman yang mati diberi skor 0, sedangkan tanaman yang kerdil atau tidak sesuai dengan kriteria dan jalur pancang yang tidak terdapat lubang tanam/titik pancang tidak diberi skor (diko-songkan) serta diberi keterangan pada form sensus hidup-mati.

Sensus Produksi

Sensus produksi dilakukan untuk memperkirakan jumlah tanaman yang dapat dipanen. Kegiatan sensus produksi dilaksanakan oleh masing-masing divisi. Peubah yang diamati pada pelaksanaan sensus produksi adalah tinggi batang tanaman yang dibagi dalam beberapa bagian, yaitu tinggi tanaman 0.01-2.61 m, 2.61-3.48 m, 3.48-4.35 m, 4.35-5.22 m, 5.22-6.09 m, dan > 6.09 m, nyorong, dan berbunga. Selain tinggi tanaman, jumlah anakan dengan bobot tertentu juga dihitung. Penghitungan jumlah anakan pada kegiatan sensus produksi berdasarkan bobot anakan 3-5 kg, 5-10 kg, dan > 10 kg. Dari peubah tersebut didapatkan data tanaman yang dapat dipanen pada tahun tersebut maupun tahun yang akan datang.

Pengukuran tinggi tanaman menggunakan alat ukur berupa bambu atau pelepah sagu yang kering dan sudah diberi ukuran. Penentuan bobot anakan dilakukan dengan mengukur lebar pelepah daun. Pengukuran lebar pelepah daun

(19)

dilakukan terlebih dahulu dengan mengukur tinggi pelepah dari permukaan tanah dan lebar pelepah yang diukur terletak 50 cm dari permukaan tanam. Jika lebar daun 3-5 cm maka bobot anakan 3-5 kg, jika lebar daun 5-8 cm maka bobot anakan 5-10 kg, dan jika lebar daun > 8 cm maka bobot anakan > 10 kg. Dalam pelaksanaan di lapang, penentuan tinggi tanaman dan bobot anakan dilakukan dengan perkiraan dari pencatat sensus (Maulana, 2011).

Pengambilan contoh sensus produksi sebesar 50 % yang dilakukan secara acak dan teratur pada setiap blok. Pengambilan contoh diharapkan dapat mewakili tanaman secara keseluruhan. Pelaksanaan sensus produksi dilakukan setiap akhir tahun, sehingga pada saat kegiatan magang tahun ini tidak dilakukan kegiatan sensus produksi.

Gambar

Gambar 7. Pelaksanaan Kegiatan Pemancangan Ajir
Gambar 8. Lubang Tanam Siap untuk Penanaman
Gambar  9. Ciri-Ciri  Bibit  yang  Baik:  Banir  Berbentuk  “L”  (Kiri),  Petiol  Berwarna  Merah  Muda  (Tengah),  Pangkal  Banir Berwarna  Merah Muda (Kanan)
Gambar 10. Rakit sebagai Tempat Tumbuh Bibit selama Pembibitan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan ini melipiti pengidentifikasian tujuan, kebutuhan belajar, atau dalam beberapa hal, mengidentufikasi masalah-masalah dalam pembelajaran. Langkah berikutnya adalah

Jika pengguna memilih pengunggahan secara otomatis maka pengguna tidak perlu melakukan persetujuan dan setiap foto yang diambil akan langsung terunggah ke dalam Facebook..

Hasil penelitian ini dilihat dari besarnya nilai LQ terdapat variasi tiap sektor yang dapat dijadikan prioritas pengembangan, hasil perhitungan indeks komposit

Adapun permasalahan yang akan dicari jawabannya dalam penelitian ini adalah: “Apakah dengan menerapkan metode pembelajaran Scramble dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada

Dokter mengikuti diklat minimal 20 jam per tahun &lt; 20 jam 3 Pembelajaran dan Perbaikan Berbasis Praktik (Practice base learning improvement),. Penggunaan singkatan yang tepat

Batas administratif Kabupaten Musirawas Utara, di sebelah utara dengan Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi, di sebelah selatan dengan, Kabupaten Musi Rawas, di

Isu-isu lingkungan meningkatkan kesadaran dan peningkatkan program pendidikan lingkungan telah berpengaruh terhadap permintaan dan pengembangan praktek bisnis ramah

Peningkatan kadar lemak diakibatkan adanya penambahan margarin pada cake yang digunakan sebagai pengkilat dan karena menginginkan kue yang lebih empuk, maka.. Jadi,