• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai Melampaui Perilaku Berbagi-Pengetahuan pada Insan Intelektual.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. mengenai Melampaui Perilaku Berbagi-Pengetahuan pada Insan Intelektual."

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

Disertasi ini merupakan sebuah studi yang berupaya mengeksplorasi mengenai “Melampaui Perilaku Berbagi-Pengetahuan pada Insan Intelektual”. Tahap pertama yang dilakukan adalah dengan menyusun Bab I yang terbagi menjadi beberapa sub bab yang masing-masing menguraikan alasan serta pendukung-pendukung lainnya yang mendasari dilakukannya studi ini. Oleh sebab itu, sebelum menguraikan secara detail sub bab yang terdapat dalam Bab I, maka bagian ini memberikan orientasi sub bab-sub bab yang akan disajikan pada Bab I.

Terdapat enam sub bab yang diuraikan dalam Bab I Pendahuluan ini. Sub Bab pertama berisi latar belakang masalah yang menguraikan fenomena empiris dan fenomena teoritis. Temuan fenomena empiris dan teoritis tersebut diuraiak sebagai bentuk upaya studi ini dalam menemukan celah penelitian yang kemudian disajikan dalam Sub Bab kedua. Sub Bab ketiga, merumuskan masalah penelitian yang kemudian dilanjutkan dengan perumusan persoalan penelitian dalam Sub Bab keempat. Sub Bab kelima menguraikan mengenai tujuan yang hendak dicapai dalam studi ini dalam upaya menjawab masalah dan persoalan penelitian. Sub Bab terakhir mengenai arti penting penelitian menguraikan kontribusi dari hasil studi ini dalam batang tubuh pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan manajemen-pengetahuan. Semua alur proses tersebut disajikan dalam Gambar 1.1 berikut ini.

(2)

2

Gambar 1.1

Alur Uraian dalam Bab Pendahuluan

Sumber: Disusun untuk Penelitian ini, 2017

1.1 Latar Belakang Masalah

Insan intelektual merupakan sumber daya internal Perguruan Tinggi (PT) yang memiliki pengetahuan yang bersifat rasional, objektif, serta teknis berupa data ataupun dokumen (explicit knowledge) dan juga memiliki pengetahuan yang bersifat kognitif, subjektif, berbasis pengalaman (tacit knowledge). Ranah pengetahuan tersebut menjadi aset penting PT yang harus dikomunikasikan antar

1.1 Latar Belakang Masalah

Temuan Fenomena Empiris Temuan Fenomena Teoritis 1.2 Celah Penelitian 1.3 Masalah Penelitian 1.4 Persoalan Penelitian 1.5 Tujuan Penelitian

(3)

3

individu/organisasi. Hal tersebut selanjutnya dituangkan dalam UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pada Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 1 yang menyatakan bahwa Dosen adalah pendidik profesional dan seorang ilmuwan. Peraturan ini dituangkan untuk menjamin agar proses berbagi-pengetahuan di lingkungan PT dapat berjalan baik.

Pada konteks dosen sebagai seorang ilmuwan, memiliki tugas untuk mentransformasikan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Maka, dosen tidak dapat lepas dari perilaku berbagi-pengetahuan sehingga kajian perilaku berbagi-pengetahuan (knowledge sharing) pada insan intelektual (dosen) menjadi topik yang relevan.

Namun demikian, masih terdapat potret buram terkait transformasi, pengembangan dan penyebarluasan pengetahuan. Produktivitas dosen perguruan tinggi swasta dalam menghasilkan penelitian-penelitian ilmiah, tulisan ilmiah, dan publikasi ilmiah masih belum maksimal (Dirjen Dikti, 2009). Sebagai bahan analisis mengenai produktivitas berbagi-pengetahuan dalam kegiatan penelitian, peneliti membandingkan jumlah penelitian peneliti Indonesia yang terindeks Scopus dengan negara-negara Asia lainnya.

(4)

4

Tabel 1.1

Peta Publikasi Penelitian Ter-Indeks Scopus

Dari yang disajikan dalam tabel 1.1 dapat dilihat, jumlah penelitian Indonesia masih jauh tertinggal dengan negara tetangga. Meskipun demikian, jumlah publikasi yang dihasilkan tiap tahunnya terus mengalami peningkatan.

Tidak hanya itu, data Forlap Dikti yang berhasil dihimpun menunjukkan bahwa hingga tahun 2015, hanya terdapat 5.097 orang Guru Besar dimana 4.034 orang adalah Guru Besar di PTN dan hanya sebanyak 1.063 Guru Besar di PTS. Jumlah Doktor yang ada di Indonesia hingga tahun 2017 mencapai 75.000 orang. Jika jumlah Doktor dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia maka dari setiap 1 juta penduduk di Indonesia hanya terdapat 143 Doktor. Tahun 2017, China telah memiliki 500.000 Doktor. Pun demikian dengan negara tetangga yang berada di Asia, seperti Malaysia, rasionya adalah 509 doktor untuk setiap satu juta penduduknya. Di India, terdapat sebanyak 1.410 doktor dalam setiap satu juta penduduknya. Di Jepang terdapat 6.438 doktor untuk tiap satu juta penduduknya. Jika dibandingkan dengan Negara lainnya, Indonesia masih jauh tertinggal. Secara

(5)

5

kuantitatif, perilaku berbagi-pengetahuan menjadi pekerjaan besar bagi insan intelektual.

Fenomena lain, dari hasil survai Ernst & Young (1997) menunjukkan bahwa berbagi-pengetahuan tidak mudah dilakukan dikarenakan sulitnya merubah perilaku individu. Ada indikasi bahwa regenerasi pengembangan keilmuan menjadi sesuatu hal yang tabu, interaksi dosen senior dan yunior kurang harmonis dan produktif. Akibatnya, regenerasi pengembangan keilmuan antar dosen sangat rendah. Fenomena-fenomena inilah yang menjadi daftar panjang potret buram hingga berbagi-pengetahuan menjadi hal yang sulit untuk dilakukan.

Beralih ke fenomena teoritis, berbagi-pengetahuan menjadi bagian utama dalam manajemen pengetahuan (Orr & Persson 2003, Yuen 2007, Singh & Kant 2008, Xue, Liang et al. 2012, Di Gangi, Wasko, & Tang 2012, Boughzala & Briggs 2012, Yesil 2013, Shanshan 2014). Terdapat beberapa alasan yang mendasari. Pertama, berbagi akan merangsang individu dalam organisasi untuk dapat berpikir kritis dan kreatif (Aulawi et al. 2009) yang memungkinkan individu menghasilkan pengetahuan-pengetahuan baru bagi organisasi. Kedua, karena berbagi-pengetahuan memiliki pengaruh terhadap perkembangan organisasi yang memungkinkan terjadinya pemecahan masalah. Ketiga, berbagi-pengetahuan merupakan sebuah kekuatan (Jayalakshmi 2006) serta menjadi tulang punggung bagi proses penciptaan empat pengetahuan, yaitu, sosialisasi (socialization), eksternalisasi (externalization), kombinasi (combination), dan internalisasi (internalization) (Model SECI) (Nonaka & Takeuchi 2004), dapat meningkatkan kreativitas individu (Choi & Lee 2002) dan daya serap (absorptive capacity)

(6)

6

(Liao et al. 2007) yang pada akhirnya dapat meningkatkan kapabilitas inovasi individu (Rebernick & Sirec 2007, Aulawi et al. 2009). Keempat, melalui berbagi-pengetahuan, pengetahuan dapat disebarkan, diimplementasikan, dan dikembangkan (Orr & Persson 2003). Kelima, individu dapat memperoleh pengetahuan yang diperlukan dari individu lain melalui berbagi-pengetahuan, dan memungkinkan penciptaan pengetahuan baru melalui kombinasi pengetahuan (Reychav et al. 2012). Keenam, berbagi-pengetahuan merupakan pendekatan yang paling efektif untuk membantu individu dan organisasi meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan kompetensi (Shanshan 2014). Ketujuh, agar perusahaan dalam memaksimalkan keunggulan kompetitif yang timbul dari pengetahuan, maka berbagi-pengetahuan memungkinkan pengetahuan dialihpindahkan secara efektif dalam organisasi (Clinton, Merritt & Murray 2009). Berbagai alasan tersebut kemudian mendorong para peneliti terdahulu untuk melakukan penelitian mengenai perilaku berbagi-pengetahuan sehingga studi mengenai berbagi-pengetahuan bukanlah suatu hal yang baru.

Luaran perilaku berbagi-pengetahuan pada studi-studi terdahulu seringkali dikaitkan dengan berbagai manfaat seperti pengurangan biaya produksi, penyelesaian proyek-proyek baru yang lebih cepat, pengembangan produk, kinerja tim, kemampuan inovasi perusahaan, dan kinerja perusahaan termasuk pertumbuhan penjualan dan pendapatan dari produk dan jasa (misalnya: Arthur & Huntley 2005, Collins & Smith 2006, Cummings 2004, Hansen 2002, Lin 2007, Mesmer-Magnus & DeChurch 2009). Perilaku berbagi-pengetahuan juga dapat meningkatkan kualitas pekerjaan organisasi, keterampilan pengambilan

(7)

7

keputusan, efisiensi pemecahan masalah, dan kompetensi (Yang 2007). Diidentifikasikan pula bahwa perilaku berbagi-pengetahuan dapat meningkatkan perilaku inovasi individu (Aulawi et al. 2009), team (Maccurtain et al 2008, Weber et al. 2011) dan organisasi (Lin 2007, Wangpipatwong 2009, Kamaşak & Bulutlar 2010, Mehrabani & Mohamad 2011). Konstruk-konstruk luaran perilaku berbagi-pengetahuan tersebut telah banyak dikaji oleh peneliti-peneliti terdahulu.

Hasil kajian penelitian terdahulu yang telah dilakukan dalam studi ini, diperoleh beberapa temuan menarik. Pertama, model yang dikembangkan dan diuji pada studi-studi terdahulu tersebut masih berhenti pada peubah perilaku berbagi-pengetahuan seperti pada studi Cheng, Ho & Lau (2009), Kwakye & Nor (2011), Masrek & Edang (2012), Alhalhouli, Hassan & Abualkishik (2013), Ayalew, Bekele, & Straub (2013), Omar et al. (2013), Othman & Skeik (2014), Shanshan (2014), Chen, Fan & Tsai (2014), Kumari & Takahashi (2014), dan Osman, Sauid, & Azizan (2015). Kedua, studi-studi yang telah ada masih sebatas menguraikan mengenai peubah-peubah luaran perilaku berbagi-pengetahuan (Aulawi et al. 2009, Mesmer-Magnus & DeChurch 2009, Shanshan 2014, Weber et al. 2011, Mehrabani & Mohamad 2011, Reychav et al. 2012), sedangkan yang mengujinya secara empiris masih sangat terbatas (Ismail & Yusof 2010, Liu & Philips 2011, Iqbal et al. 2011, Reychav et al. 2012, Isfahani, Nilipour, Aghababapour 2013).

Hasil kajian studi terdahulu tersebut kemudian mengantarkan pada suatu simpulan mengenai terbatasnya studi empiris mengenai luaran perilaku pengetahuan serta belum mengkategorikan secara tegas luaran perilaku

(8)

berbagi-8

pengetahuan pada aras individual, interaksional, dan keorganisasian. Oleh karena itu, mengkonseptualisasikan luaran perilaku berbagi-pengetahuan serta mengkategorikannya pada tataran individual, interaksional, dan keorganisasian dalam sebuah model menjadi sebuah tantangan tersendiri dalam studi ini.

Pengembangan konstruk luaran pada aras individual berpijak pada teori Hirarki Kebutuhan Maslow dan Teori Moral Ethics. Teori Hirarki Kebutuhan menyebutkan bahwa kebutuhan tertinggi manusia adalah aktualisasi diri sedangkan Teori Moral Ethics menyatakan bahwa tujuan kehidupan adalah kebahagiaan dimana kebahagiaan identik dengan kebaikan. Merujuk pada kedua teori tersebut maka studi ini mengembangkan konstruk luaran yang dapat menggambarkan manfaat aktualisasi diri dan kebahagiaan yang akan diperoleh melalui perilaku berbagi-pengetahuan, yaitu pemerekan diri.

Berbagi-pengetahuan memungkinkan individu untuk memfasihkan pengetahuan yang telah dikuasai sebelumnya dan berbagi-pengetahuan melalui publikasi menjadi ajang pembuktian diri sebagai seorang dosen dan menjadi bukti akan eksistensi dirinya dan pengetahuannya. Perilaku-perilaku tersebut yang dilakukan secara berkelanjutan akan secara tidak langsung membangun pemerekan diri seseorang.

Pengembangan konstruk luaran pada aras yang lebih tinggi, yaitu pada aras interaksional didasarkan pada argumentasi bahwa perilaku berbagi-pengetahuan merupakan perilaku kolektif (Bock et al. 2005) dan terjadi karena adanya dorongan interaksi sosial (Nonaka 2004 dan Yang & Farn 2006). Artinya, ada hal yang dipertukarkan oleh pihak yang berbagi. Ketika individu memiliki

(9)

9

pengetahuan tentang sesuatu terbatas, namun pada saat yang sama individu tersebut bersama-sama dengan yang lain, maka pengetahuannya akan bertambah. Bertemunya pengetahuan antara dua orang atau lebih yang saling berbagi-pengetahuan akan mengayakan kemampuan kognitif. Logika berpikir inilah yang kemudian mendasari pengembangan konstruk luaran perilaku berbagi-pengetahuan pada aras interaksional tentang pengayaan kognitif bersama.

Pada aras keorganisasian, juga terdapat konstruk luaran yang dapat dijelaskan oleh perilaku berbagi-pengetahuan. Pengembangan konstruk luaran perilaku berbagi-pengetahuan ini didasarkan pemikiran bahwa elemen-elemen pengelolaan pengetahuan yang mencakup penciptaan pengetahuan (knowledge creation), pengalihan pengetahuan (knowledge transfer), dan penyebaran pengetahuan (knowledge dissemination) harus dapat dilakukan oleh Perguruan Tinggi (PT) (Oosterlinck et al. 2000). Elemen-elemen tersebut memiliki peran dalam membentuk daya saing PT. Selain itu, memungkinkan PT meningkatkan cara-cara di mana perusahaan-perusahaan menghadapi lingkungan dengan turbulensi tinggi dapat memobilisasi basis pengetahuan (atau mendaya-ungkit aset pengetahuan) dalam rangka memastikan inovasi yang berlanjut (Beijerse 2000). Artinya, organisasi yang cerdas perlu menyimpan dan menciptakan pengetahuan sebagai kunci untuk meningkatkan dan memperkaya pengetahuan. Organisasi yang cerdas berarti telah menyadari bahwa sifat penciptaan pengetahuan keorganisasian terletak pada kemampuan organisasi untuk mengintegrasikan pengetahuan yang menetap pada berbagai aras organisasi.

(10)

10

Mengacu pada apa yang telah diuraikan di atas, mengkonseptualisasikan peubah luaran perilaku berbagi-pengetahuan pada aras individual, interaksional dan keorganisasian yang dipersepsikan oleh individu sekaligus menguji secara empiris menjadi sebuah tantangan yang melatarbelakangi dilakukannya studi ini.

1.2 Celah Penelitian

Studi ini telah menelusur hasil-hasil penelitian terdahulu mengenai perilaku berbagi-pengetahuan yang telah dilakukan pada periode 2000-2016. Berikut uraian penelusuran penelitian terdahulu yang telah dilakukan dalam penelitian ini:

1.2.1 Peubah Luaran Perilaku Berbagi-Pengetahuan

Studi yang dilakukan oleh Omar et al. (2013) menggunakan peubah

perilaku berbagi-pengetahuan sebagai peubah gayut. Demikian pula

dengan model penelitian yang dikembangkan dalam studi Cheng, Ho & Lau (2009), Kwakye & Nor (2011), Masrek & Edang (2012), Alhalhouli, Hassan & Abualkishik (2013), Ayalew, Bekele, & Straub (2013), Yaakub et al (2013), Chen, Fan & Tsai (2014), Kumari & Takahashi (2014), Othman & Skeik (2014), Shanshan (2014), Mallasi & Ainin (2015), dan Osman, Sauid, & Azizan (2015) juga masih berhenti pada peubah perilaku

berbagi-pengetahuan sebagai peubah gayut.

Temuan pada penelitian Welschen, Todorova & Mills (2012) menunjukkan bahwa model yang diuji hanya sampai pada niat

berbagi-pengetahuan. Demikian pula dengan penelitian Bock et al. (2005), Cho, Li

(11)

11

Ramayah (2014) juga hanya menggunakan peubah niat

berbagi-pengetahuan sebagai peubah gayut dalam model penelitian yang diuji.

Temuan lainnya menunjukkan bahwa perilaku berbagi-pengetahuan dapat menjelaskan terjadinya peubah lainnya. Hanya saja, peubah luaran perilaku berbagi-pengetahuan yang disebutkan dalam penelitian-penelitian terdahulu tersebut masih sebatas sebagai sebuah penjelasan. Luaran berbagi-pengetahuan dapat meningkatkan perilaku inovasi individu (Jackson et al. 2006, Rebernick dan Sirec 2007, Aulawi et al. 2009), merangsang individu berpikir kritis dan kreatif (Choi & Lee 2002, Aulawi et al. 2009), meningkatkan kapasitas daya serap (absorptive capacity) (Liao, Fei & Chen 2007), meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan kompetensi (Shanshan 2014). Selain itu, perilaku berbagi-pengetahuan efektif untuk mencapai kinerja tim (Arthur & Huntley 2005, Collins & Smith 2006, Cummings 2004, Hansen 2002, Lin 2007, Mesmer-Magnus & DeChurch 2009), meningkatkan perilaku inovasi team (Maccurtain et al. 2008, Weber et al. 2011), memungkinkan individu memperoleh pengetahuan yang diperlukan dari individu lain (Reychav et al. 2012), pengetahuan dapat disebarkan, diimplementasikan, dan dikembangkan (Orr & Persson 2003) serta memungkinkan penciptaan pengetahuan baru melalui kombinasi pengetahuan (Reychav et al. 2012). Penelitian lainnya juga menyatakan bahwa perilaku berbagi-pengetahuan dapat dikaitkan dengan pengurangan biaya produksi, penyelesaian proyek-proyek baru yang lebih cepat, pengembangan produk, kemampuan inovasi perusahaan, dan kinerja

(12)

12

perusahaan termasuk pertumbuhan penjualan dan pendapatan dari produk dan jasa (Cummings 2004, Hansen 2002, Arthur & Huntley 2005, Collins & Smith 2006, Lin 2007, Mesmer-Magnus & DeChurch 2009). Berbagi-pengetahuan juga dapat meningkatkan kualitas pekerjaan, keterampilan pengambilan keputusan, efisiensi pemecahan masalah, dan kompetensi organisasi (Yang 2007). Pun demikian dengan perilaku inovasi organisasi (Lin 2007, Wangpipatwong 2009, Kamaşak & Bulutlar 2010, Mehrabani & Mohamad 2011), peningkatan pengetahuan, kemampuan, dan kompetensi organisasi (Shanshan 2014), sarana untuk pengetahuan dapat dialihpindahkan secara efektif dalam organisasi sehingga perusahaan dapat memaksimalkan keunggulan kompetitif yang timbul dari pengetahuan (Clinton, Merritt & Murray 2009) dapat ditingkatkan melalui berbagai-pengetahuan.

Studi ini juga menemukan bahwa penelitian terdahulu yang menguji secara empiris pengaruh perilaku berbagi-pengetahuan terhadap peubah-peubah luaran perilaku berbagi-pengetahuan masih sangat terbatas. Studi yang telah dilakukan oleh Yesil & Hirlak (2013) menguji peubah perilaku

inovasi sebagai peubah gayut yang dijelaskan oleh perilaku

berbagi-pengetahuan. Penelitian Liu & Philips (2011) menggunakan inovasi team sebagai peubah gayutnya. Masih tentang inovasi, penelitian yang dilakukan oleh Iqbal et al. (2011) juga menggunakan kemampuan inovasi

(13)

13

Studi yang dilakukan oleh Wasko & Faraj (2005) memberikan warna yang lain dalam penelitian berbagi-pengetahuan dengan mengangkat peubah

kontribusi pengetahuan sebagai peubah gayut. Studi Ismail & Yusof

(2010) mengangkat peubah kualitas berbagi-pengetahuan sebagai peubah gayutnya, kapasitas daya serap (absorptive capacity) (Andrawina et al. 2008 dan Liao, Fei & Chen 2007) dan kapasitas inovasi (innovation

capacity) (Liao, Fei & Chen 2007 dan Reychav et al. 2012) telah diteliti

sebagai peubah yang dijelaskan oleh perilaku berbagi-pengetahuan.

Kepuasan, kepercayaan, dan komitmen juga telah diuji sebagai

konstruk luaran perilaku berbagi-pengetahuan, artinya bahwa dengan melakukan berbagi-pengetahuan akan menyebabkan tumbuhnya kepuasan, kepercayaan, dan komitmen (Kohengkul, Wongwanich & Wiratchai 2006). Selain itu, studi mengenai pengaruh perilaku berbagi-pengetahuan terhadap

kebahagiaan juga telah dilakukan (Isfahani, Nilipour, Aghababapour

(14)

14

Tabel 1.2

Hasil Kajian Penelitian Terdahulu pada Peubah Luaran Berbagi-Pengetahuan yang Telah Diuji Secara Empiris

Peneliti Peubah Gayut

Wasko & Faraj (2005) Kontribusi Pengetahuan

Kohengkul, Wongwanich & Wiratchai (2006) Kepuasan, Kepercayan, Komitmen, Kebahagiaan

Liao, Fei & Chen (2007), Andrawina et al.

(2008) Kapasitas daya serap (absorptive capacity) Ismail & Yusof (2010) Kualitas Berbagi-Pengetahuan

Liao, Fei & Chen (2007), Reychav et al.

(2012) Kapasitas inovasi (innovation capacity)

Liu & Philips (2011), Iqbal et al (2011), Yesil

& Hirlak (2013) Perilaku Inovasi

Sumber: Disarikan dari Berbagai Jurnal untuk Penelitian ini, 2017

Kajian hasil-hasil penelitian terdahulu yang telah dilakukan pada studi ini menegaskan bahwa penelitian-penelitian terdahulu yang mengkaji peubah luaran perilaku berbagi-pengetahuan dan dikategorikan pada aras individu, interaksional dan keorganisasian serta mengujinya secara empiris masih sangat terbatas. Temuan ini menjadi peluang atau celah penelitian untuk dapat memetakan peubah luaran perilaku berbagi-pengetahuan terpilih pada aras individu, interaksional dan keorganisasian yang dipersepsikan individu.

1.2.2 Peubah Bebas Perilaku Berbagi-Pengetahuan

Capaian luaran perilaku berbagi-pengetahuan bukanlah hal mudah karena perilaku berbagi-pengetahuan sendiri sulit untuk dilakukan (Cohen & Levinthal 1990). Berbagai alasan ditemukan mulai dari alasan individual,

(15)

15

interaksional dan keorganisasian (Huang & Davison 2008, Shahid & Alamgir 2011, Khalil & Shea 2012, Shanshan 2014).

Penelitian-penelitian terdahulu telah banyak menguji faktor-faktor pada aras individu yang dapat menjelaskan kesediaan berbagi-pengetahuan. Penelitian Ardichvili, Page & Wentling (2003), Bock et al (2005), Wasko & Faraj (2005), Sohail & Daud (2009) menyatakan bahwa keberadaan motivasi/dorongan mendasari aktivitas berbagi pengetahuan, perasaan memiliki dan penguasaan atas suatu pengetahuan tertentu ditemukan dalam penelitian Constant et al. (1994), Jarvenpaa & Staples (2001); alasan kepercayaan (Jarvenpaa et al. 2004, Nicolaou & McKnight 2006); kekhawatiran akan penyalahgunaan pengetahuan dan pengambilan keuntungan atas pengetahuan yang diperoleh (Husted & Michailowa 2002; Kirsch 2006); kepercayaan terhadap lembaga secara keseluruhan atau antara anggota lembaga (Davenport dan Prusak 1998, Goh 2002, Mason dan Pauleen 2003, McNeish dan Mann, 2010); royalti atas penggunaan pengetahuan (Skyme 2002); alasan interaksi masa lalu dan kemungkinan interaksi di masa yang akan datang (Ensigh & Hebert 2010); alasan kesibukan pribadi ditemukan pada penelitian Andriessen (2006), Kirsch (2006), persepsi atau anggapan mengenai penelitian secara individu (self study) sebagai jalur yang dianggap paling efisien oleh para akademisi untuk mencapai tujuan publikasi, penguasaan pengetahuan (knowledge mastery), dan mencapai promosi ditemukan dalam penelitian Tian et al (2009). Emosi oleh Bures (2003), Skyrme (2002), Ardichvili et al. (2006) dikatakan dapat

(16)

16

memengaruhi kesediaan individu melakukan berbagi-pengetahuan, dan tidak mudah untuk memaksa dua individu untuk melakukan berbagi-pengetahuan dalam hubungan yang tidak harmonis.

Selain faktor individu, penelitian Cho et al (2007), Di Gangi et al (2012), Kankanhalli, Tan, & Wei (2005), Kang, Kim, & Bock (2010), Zhang Chen, & Vogel (2009) menjelaskan bahwa faktor interaksional juga mendasari individu melakukan berbagi-pengetahuan. Konsep hubungan timbal balik menurut Cho, Li & Su (2007), Lin (2007), Chen & Hung (2010), Di Gangi, Wasko & Tang (2012) diperlukan dalam memahami alasan individu melakukan berbagi-pengetahuan. Penelitian Wu et al. (2006) juga menyatakan bahwa diperlukan sebuah penelitian lanjutan guna memahami konsep hubungan timbal balik yang mendasari atau menjadi alasan individu melakukan berbagi-pengetahuan. Selain itu, masih terdapat faktor kepercayaan yang memengaruhi perilaku berbagi-pengetahuan (Chen, Chen, Lin & Chen 2010, Holste & Fields 2010, Pezeshkirad, Alizadeh & Miandashti 2010, Lee, Gillespie, Mann & Wearing 2010, Wang & Noe 2010, Lee, Lee, & Seo 2011, Kwakye & Nor 2011, Seba, Rowley & Lambert 2012, Howell & Annansingh 2013, Kukko 2013, Dokhtesmati & Bousari 2013, Hau, Kim, Lee & Kim 2013, Chen & Chang 2013, Kukko 2013, Chen & Hew 2015). Namun, tidak demikian dengan studi Chiu, Hsu & Wang (2006) dan Wang & Wei (2011) dimana kepercayaan tidak memengaruhi perilaku berbagi-pengetahuan. Pada studi Lin et al. (2009) dan Chen & Hung (2010), rasa kecocokan merupakan peubah yang dapat

(17)

17

menjelaskan perilaku berbagi-pengetahuan. Namun, tidak demikian pada studi Hung & Cheng (2013).

Tidak hanya pada aras individual dan interaksional, faktor-faktor pada aras keorganisasian juga menentukan perilaku berbagi-pengetahuan. Studi McDermott & O’Dell (2001), Skyme (2002), Bures (2003), Mason & Pauleen (2003), Brazelton & Gorry (2003), Kirsch (2006), Rivera-Vasquez et al. (2009), Ribiere & Tuggle (2007), Sohail & Daud (2009), Jennex & Olfman (2005), Azudin et al. (2009) menyatakan bahwa perilaku berbagi-pengetahuan terkait dengan budaya organisasi. Studi Lin (2008), Lee & Yu (2011) mengidentifikasi struktur, budaya dan interaksi sebagai tiga faktor utama organisasi yang memfasilitasi aktivitas berbagi-pengetahuan. Namun, pada studi Cheng, Ho & Lau (2009), budaya organisasi bukanlah penjelas dari perilaku berbagi-pengetahuan. Studi Mooradian et al. (2006) dan Tsai, Chen & Chien (2012) berpendapat bahwa organisasi dan faktor manajerial dapat memengaruhi minat individu melakukan berbagi-pengetahuan. Temuan lainnya terkait dengan sistem penghargaan dimana semakin tinggi penghargaan maka akan meningkatkan perilaku berbagi-pengetahuan (Zarraga & Bonache 2003, Van Der Bij, Song & Weggeman 2003, Kankanhalli, Tan & Wei 2005, Wasko & Faraj 2005, Kankanhalli, Tan & Wei 2005, Saad & Haron 2013). Namun, pada studi Wasko & Faraj (2000), Bock & Kim (2002), Bock et al. (2005), Watson & Hewett (2006), Bock & Kim (2002), Bock et al. (2005) pengaruh sistem penghargaan dan perilaku berbagi-pengetahuan justru berbanding terbalik. Bahkan pada studi Kwok &

(18)

18

Gao (2005), Lin (2007), Chang, Yeh & Yeh (2007) tidak dapat menemukan adanya keterpengaruhan sistem penghargaan terhadap perilaku berbagi-pengetahuan. Selain itu, masih terdapat peubah-peubah lainnya yang dapat menjelaskan perilaku berbagi-pengetahuan pada aras keorganisasian, yaitu dukungan manajemen puncak (Connelly & Kelloway 2003, MacNeil 2004, Lin & Lee 2006, King dan Marks 2008), gaya kepemimpinan (Lin & Lee 2008, Lee, Gillespie, Mann & Wearing 2010, Jahani, Ramayah, & Effendi 2011, Lee, Lee & Seo 2011, Yun 2011, Seba, Rowley, Lambert 2012, Ismail, Welch, & Xu 2013, Carmeli 2013, Howell & Annansingh 2013, Alhalhouli, Hassan & Abualkishik 2013).

Hasil kajian pada penelitian-penelitian terdahulu tersebut menunjukkan bahwa banyak sekali peubah yang telah dikaji dan diuji perannya dalam menjelaskan perilaku berbagi-pengetahuan meskipun belum dipisahkan atau dikategorikan berdasarkan aras individual, interaksional, dan keorganisasian pada berbagai model penelitian dengan hasil yang masih belum konklusif. Artinya, belum ada peubah bebas dari kesediaan dan perilaku berbagi-pengetahuan yang mapan sehingga masih terbuka peluang untuk mengembangkan model berbagi-pengetahuan (Ismail & Yusof 2010). Penelitian terdahulu terkait perilaku berbagi-pengetahuan tidaklah sedikit. Apa yang telah diuraikan merupakan sebagian dari penelitian terdahulu yang berhasil dikaji dalam studi ini. Tentu saja hal ini menunjukkan bahwa studi perilaku berbagi-pengetahuan bukanlah hal baru. Meskipun demikian, penelusuran yang telah dilakukan mendapati dua temuan yang mendasari bahwa

(19)

19

studi mengenai berbagi-pengetahuan masih menarik, layak dan perlu untuk diteliti kembali terutama pada konteks perguruan tinggi, yaitu:

1. Temuan pertama terkait dengan peubah luaran perilaku

berbagi-pengetahuan

Studi perilaku berbagi-pengetahuan yang dilakukan secara kuantitatif sebagian besar masih berhenti pada peubah perilaku berbagi-pengetahuan. Temuan ini menjadi celah penelitian yang memumpun studi ini untuk mengkonseptualisasikan peubah luaran perilaku berbagi-pengetahuan terpilih pada aras individual, interaksional dan keorganisasian yang dipersepsikan oleh dosen. Peubah tersebut adalah pemerekan diri, pengayaan kognitif bersama dan organisasi cerdas.

2. Temuan kedua terkait dengan peubah bebas perilaku

berbagi-pengetahuan

Celah penelitian yang ditemukan adalah terdapat berbagai peubah yang telah diteliti secara empiris untuk menjelaskan kesediaan berbagi-pengetahuan, hasil pengujian peubah bebas terhadap kesediaan dan perilaku berbagi-pengetahuan belum konklusif, serta peubah bebas belum dikategorikan pada aras individu, interaksional dan keorganisasian. Memperhatikan celah penelitian tersebut dan dengan mempertimbangkan prinsi parsimoni, menjadi dasar pembenaran studi ini untuk mengembangkan peubah bebas terpilih yang dikategorikan atau dikelompokkan pada aras individual, yaitu kebergairahan pembelajar (passionate learner); aras interaksional, yaitu kerekatan sosial emosional dan aras keorganisasian, yaitu

(20)

20

iklim pembelajar yang diduga akan lebih dapat menjelaskan pengaruhnya terhadap kesediaan berbagi-pengetahuan dan perilaku berbagi-pengetahuan.

3. Temuan ketiga terkait obyek penelitian

Penelitian terdahulu terkait perilaku berbagi-pengetahuan yang telah dikaji dalam studi ini tidaklah sedikit. Namun, penelitian yang dilakukan pada konteks perguruan tinggi tidaklah banyak. Padahal, jika merujuk pada karakteristiknya maka perguruan tinggi sebagai tempat terjadinya proses empat penciptaan pengetahuan, yaitu sosialisasi (socialization), eksternalisasi (externalization), kombinasi (combination) dan internalisasi (internalization) tentunya menjadi tempat yang tepat untuk dilakukan penelitian mengenai perilaku berbagi-pengetahuan.

1.3 Masalah Penelitian

Berbagi-pengetahuan bukanlah sebuah konsep yang baru untuk diteliti. Celah penelitian yang ditemukan dari hasil kajian penelitian terdahulu serta masih belum jelasnya peubah kunci, hubungan, implikasi, dan pengujian dari peubah-peubah tersebut terhadap perilaku berbagi-pengetahuan (Foss, Husted, & Michailova 2008) menjadi daya tarik tersendiri untuk meneliti kembali mengenai konsep berbagi-pengetahuan. Lebih lanjut dikemukakan oleh Foss, Husted, & Michailova (2008) bahwa penelitian tentang berbagi-pengetahuan perlu mengembangkan pendekatan yang komprehensif dan sistematis untuk mengidentifikasi luaran berbagi-pengetahuan serta kontribusi relatif peubah bebas. Temuan dan pernyataan Foss, Husted, & Michailova (2008) tersebut

(21)

21

menjadi pembenaran untuk merumuskan masalah penelitian, bahwa model penelitian yang telah dikembangkan pada penelitian-penelitian terdahulu hanya berhenti pada perilaku berbagi-pengetahuan, pengujian secara empiris peubah luaran berbagi-pengetahuan dalam model penelitian masih terbatas. Jadi, masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah bahwa “belum terkonseptualisasikannya luaran pada aras individu, interaksional dan keorganisasian dari perilaku berbagi-pengetahuan”.

1.4 Persoalan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah penelitian yang ada maka lima persoalan penelitian berikut ini:

1. Apakah peubah-peubah pada aras individu, interaksional, dan keorganisasian terpilih, yaitu pemerekan diri, pengayaan kognitif bersama, dan organisasi cerdas dapat diprediksi oleh perilaku berbagi-pengetahuan?

2. Apakah perilaku berbagi-pengetahuan dapat diprediksi oleh kesediaan berbagi pengetahuan?

3. Apakah prediksi kesediaan terhadap perilaku berbagi-pengetahuan termoderasi oleh peubah bebas pada aras keorganisasian terpilih, yaitu iklim pembelajar?

4. Apakah perilaku berbagi-pengetahuan dapat diprediksi oleh peubah-peubah bebas pada aras individu dan interaksional terpilih, yaitu kebergairahan pembelajar dan kerekatan sosial-emosional?

(22)

22

5. Apakah kesediaan berbagi-pengetahuan dapat diprediksi oleh peubah bebas pada aras individu dan interaksional terpilih yaitu kebergairahan pembelajar dan kerekatan sosial-emosional?

1.5 Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah penelitian serta persoalan penelitian dalam penelitian ini maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Peubah pada aras individu, interaksional, dan keorganisasian terpilih, yaitu pemerekan diri, pengayaan kognitif bersama, dan organisasi cerdas diprediksi oleh perilaku berbagi-pengetahuan

2. Perilaku berbagi-pengetahuan diprediksi oleh kesediaan berbagi pengetahuan 3. Perilaku berbagi-pengetahuan yang diprediksi oleh kesediaan berbagi

pengetahuan termoderasi oleh peubah bebas pada aras keorganisasian terpilih, yaitu iklim pembelajar

4. Apakah perilaku berbagi-pengetahuan dapat diprediksi oleh peubah-peubah bebas pada aras individu dan interaksional terpilih, yaitu kebergairahan pembelajar dan kerekatan sosial-emosional?

5. Apakah kesediaan berbagi-pengetahuan dapat diprediksi oleh peubah bebas pada aras individu dan interaksional terpilih yaitu kebergairahan pembelajar dan kerekatan sosial-emosional?

(23)

23

1.6 Arti Penting Penelitian

Titik kritis dari sebuah penelitian adalah kontribusi hasil penelitian terhadap rumpun ilmu yang diteliti (body of knowledge). Terdapat dua kontribusi dari hasil penelitian ini. Kontribusi pertama adalah terkonseptualisasikannya peubah-peubah luaran perilaku berbagi-pengetahuan terpilih pada aras individual, yaitu pemerekan diri, pada aras interaksional, yaitu kerekatan sosial-emosional dan pada aras keorganisasian, yaitu organisasi cerdas. Kontribusi kedua adalah terkonseptualisasikannya peubah iklim pembelajar sebagai peubah pemoderasi yang menguatkan (melemahkan) perilaku berbagi-pengetahuan yang dijelaskan oleh kesediaan berbagi-pengetahuan.

Referensi

Dokumen terkait

Pernyataan diatas menunjukkan bahwa pembagian tugas secara internal kelembagaan mereka sudah baik, sehingga akan berdampak pada pola komunikasi ditingkat internal mau- pun

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompensasi secara langsung mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk Witel Kediri.Hal

Proses komunikasi keluarga dalam menanamkan nilai-nilai keislama pada remaja adalah proses penyampaian pesan tentang nilai keislaman dari orang tua sebagai komunikator

Data terhitung merupakan data yang didapat dari pengolahan data-data terukur yang diperoleh dari lapangan yaitu pada bangunan distribusi yang terdapat pada

regulasi yang dibahas dalam artikel ini merupakan bentuk konkret manajemen pemerintah dalam mengatur masalah keagamaan, dan bukan dimaksudkan untuk membatasi

Peran guru sangat penting untuk meningkatkan dan menyesuaikan daya serap peserta didik dengan ketersediaan kegiatan yang ada pada buku ini.. Penyesuaian ini antara lain dengan membuka

Tujuan studi tindak lanjut dapat digolongkan dalam beberapa kategori, yaitu: (1) Perbaikan kurikulum, (2) Perbaikan dan pengembangan program bimbingan dan konseling, (3)

Dilanjutkan dengan perencanaan pengamatan yang akan dilaksanakan yaitu dengan mempersiapkan lembar observasi yang sesuai dengan tujuan penelitian yaitu meningkatkan keaktifan