• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 1"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 1 I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gambut merupakan material organik yang terbentuk secara alami dari sisa-sisa tumbuhan yang sebagian telah terdekomposisi dan terakumulasi pada rawa dan genangan air (Peraturan Pemerintah, 2016). Indikator ekosistem lahan gambut yang ada di Indonesia umumnya terdapat di antara dua sungai besar dan tergenang air dalam periode yang lama (minimal 30 hari berturut-turut) dengan curah hujan tahunan di daerah tersebut sebesar 2.000 mm/tahun. Lahan gambut merupakan areal yang tanahnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Tanah gambut merupakan salah satu tanah terbanyak di dunia yang berasal dari pelapukan atau pembusukan sisa-sisa tanaman yang setengah busuk dan prosesnya membutuhkan waktu yang sangat lama.

Lahan gambut di Indonesia memiliki keragaman dan juga sifat kimia yang besar, hal ini terlihat baik secara spasial maupun secara vertikal. Lahan gambut memiliki kandungan nutrisi yang sangat melimpah yang dapat digunakan sebagai media tanam yang subur dengan kandungan air dan sistem perakaran yang khas. Karakteristik tersebut seharusnya dijadikan sebagai acuan untuk arah pemanfaatan lahan gambut guna mencapai produktivitas yang tinggi dan berkelanjutan. Namun, kenyataannya adalah dalam kurun waktu tahun 2011 – 2014 menunjukkan bahwa lahan gambut di Pulau Sumatera mengalami penurunan sebesar 10.7% (Wahyunto, 2015). Laporan resmi akibat kebakaran hutan yang terjadi di Riau tahun 2014 mencapai Rp. 10 triliun; Cagar biosfir yang terbakar 2.398 Ha; Lahan gambut terbakar 21.914 Ha (Setiadi, 2015). Hal ini dikarenakan meningkatnya aktifitas masyarakat/swasta untuk melakukan ekspansi terhadap lahan hutan untuk dijadikan sebagai areal pertanian. Konversi hutan tersebut berdampak pada perubahan pola penggunaan lahan yang memberikan implikasi luas terhadap perubahan tata lingkungan dan pola sosial ekonomi

(2)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 2 masyarakat yang ada di sekitar kawasan ekosistem gambut tersebut (Sufardi, 2015).

Selain itu, eksploitasi ekosistem gambut yang tidak bersahabat dengan lingkungan akan menimbulkan dampak negatif seperti rentan terjadi kebakaran ketika musim kemarau dengan tingkat kesulitan yang cukup tinggi dalam pemadamannya, bahaya bencana banjir saat musim penghujan, serta terganggunya keseimbangan ekosistem karena ekosistem gambut merupakan habitat bagi makhluk hidup yang sangat kompleks. Lahan gambut memiliki peranan yang sangat penting karena disamping memiliki fungsi ekologis juga memiliki fungsi ekonomi dan sosial budaya (Rizali A dan Buchori D, 2015). Fungsi ekologis lahan gambut diantaranya untuk menjaga keanekaragaman hayati, sebagai penyimpan karbon, penghasil oksigen dan pengelolaan air bagi makhluk hidup. Sedangkan untuk fungsi ekonomi dan sosial budaya yaitu sebagai penghasil kayu dan sumber penghidupan bagi masyarakat, ekowisata serta tempat pendidikan dan penelitian.

Rehabilitasi Hutan dan Lahan menurut Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999, dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktifitas dan peranannya dalam mendukung sistem kehidupan tetap terjaga. Untuk melakukan restorasi kawasan gambut, tidak hanya cukup dengan melakukan pembangunan sekat kanal dan juga sumur bor di kawasan tersebut, tetapi juga harus dengan memberdayakan masyarakat sekitar rawa gambut untuk berkebun tanaman ramah gambut dan mulai meninggalkan kelapa sawit guna menjaga keseimbangan ekosistem. Dalam melakukan restorasi dan rehabilitasi lahan gambut perlu mempertimbangkan faktor lingkungan dan jenis tanaman yang digunakan. Selain itu, budidaya lebah madu sangat berpotensi untuk menjadi sumber ekonomi baru bagi masyarakat Siak.

Perlebahan di Indonesia memiliki peluang untuk dikembangkan menjadi industri perlebahan. Hal ini disebabkan karena potensi alam Indonesia berupa kekayaan jenis dan sumber pakan lebah tersedia di dalam negeri. Namun yang

(3)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 3 menjadi problem saat ini adalah petani lebah di Indonesia masih tertinggal jauh dengan petani lebah di negara Eropa dan Amerika dalam hal diversifikasi produk lebah. Sampai saat ini, produk yang dihasilkan oleh petani lebah di Indonesia sebagian besar masih terfokus pada produksi madu, padahal produk lebah tidak hanya madu melainkan juga propolis, bee polen, royal jelly dan lilin lebah. Produk-produk lebah seperti bee pollen, lilin, royal jelly, bee venom dan propolis sampai saat ini belum dieksplore. Beberapa jenis lebah lokal selain A. dorsata juga belum dikelola dengan baik bahkan untuk jenis Trigona yang oleh masyarakat Riau dikenal dengan sebutan “galo-galo” sampai saat ini masih dipandang sebelah mata dan dibiarkan hidup liar di alam. Proposal ini ditulis untuk memberikan gambaran kepada berbagai pihak, khususnya petani lebah madu di Riau bahwa lebah T. itama merupakan jenis lebah lokal Riau yang memiliki potensi penghasil propolis, mudah dalam budidaya dan berpeluang besar untuk diternakkan pada skala usaha rumah tangga.

Hutan rawa gambut merupakan habitat alami bagi flora dan fauna yang memiliki kekhasan dibanding ekosistem lain. Salah satu fauna yang dapat ditemukan pada hutan rawa gambut primer (belum terganggu) adalah lebah hutan (Apis dorsata). Lebah hutan tinggal di atas cabang pohon sialang (pohon yang dihuni lebah) biasanya yang sering ditemui dari jenis meranti, keruing, dan vegetasi lain pembentuk hutan rawa gambut primer. Seiring perubahan tutupan lahan hutan karena aktivitas pembukaan lahan, kebakaran hutan, dan pembalakan liar (ilegal logging) telah menyebabkan rusaknya ekosistem hutan rawa gambut. Kondisi inilah yang mendorong perlu dilakukannya moratorium pemanfaatan lahan gambut dan restorasi gambut supaya ekosistem gambut tidak semakin rusak dan bahkan bisa hilang. Salah satu langkah yang coba dilakukan adalah budidaya lebah penghasil madu di lahan gambut. Kegiatan budidaya ini juga disertai perbaikan ekosistem gambut dan pembentukan kelembagaan petani lebah madu. Diharapkan dengan adanya kegiatan budidaya lebah madu dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar dan mengurangi tekanan masyarakat terhadap lahan gambut. Madu dan propolis yang dihasilkan oleh

(4)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 4 lebah Trigona sangat ditentukan oleh keberadaan tanaman sebagai sumber pakan di sekitar sarangnya. Kelimpahan sumber pakan yang tinggi akan meningkatkan produksi madu dan propolis lebah Trigona. Tanaman pakan yang sering dikunjungi lebah madu diantaranya adalah Impatiens balsamina, Carica papaya, Ageratum houstonianum, Psidium guajava, Helianthus sp, Acacia sp, Caliandra brevipes, Mimosa pudica, Capsicum sp dan Cocos nucifera (Ramalho et al. 1990). Tanaman-tanaman ini menyediakan sumber pakan yang berupa polen dan nektar. B. Tujuan

Tujuan dari Pilot Project pengembangan ini adalah penguatan ekonomi masyarakat sekitar ekosistem gambut melalui kegiatan budidaya lebah madu dengan pemberdayaan kelompok tani.

C. Luaran

Luaran dari kegiatan Pilot Project pengembangan ini adalah:

1. Terbentuknya Kelompok Tani Budidaya Lebah Madu di sekitar lahan gambut 2. Tersedianya daya dukung pakan lebah yang mencukupi

3. Terbentuknya demplot budidaya lebah madu di sekitar ekosistem gambut 4. Meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang budidaya lebah madu di

sekitar ekosistem gambut 5. FGD dan Pameran

D. Dampak Kegiatan

Dampak yang diharapkan dengan kegiatan Pilot Project pengembangan ini adalah dengan penguatan ekonomi masyarakat melalui budidaya lebah madu dapat mengurangi eksploitasi lahan gambut.

(5)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ekosistem Gambut

Lahan gambut merupakan suatu ekosistem yang unik, lapisan lahan gambut tersusun atas timbunan bahan organik mati yang terawetkan sejak ribuan tahun yang lalu. Pada permukaan lahan gambut tumbuh struktur vegetasi unik dan fauna khas yang tidak ditemukan di lahan lain. Berdasar data Wetlands International tahun 2004, luas lahan gambut di pulau sumatra mencapai 6.436.649 ha. Provinsi dengan lahan gambut paling luas di sumatra adalah provinsi Riau dengan luas lahan gambut mencapai 3.867.414 ha atau 60% dari luas total lahan gambut di pulau sumatra (Cifor, 2011). Lahan gambut terhampar di dataran rendah mulai dari tepi sungai sampai dengan tepi laut. Ekosistem hutan rawa gambut ditandai dengan adanya kubah gambut di bagian tengah dengan bagian tepinya mendatar/rata serta digenangi air berwarna coklat kehitaman (seperti warna teh dan kopi). Kubah gambut (peat dome) diawali oleh pembentukan gambut topogen di lapisan bawah lalu diikuti oleh pembentukan gambut ombrogen di bagian atasnya. Dalam pembentukan gambut ombrogen, vegetasi bergantian tumbuh mulai dari pionir, sekunder, klimaks, mati, dan tertimbun di situ sehingga lama kelamaan timbunan bahan organik gambut semakin tebal. Kondisi tersebut mengarahkan keadaan lingkungan ekosistem gambut semakin ekstrim asam, miskin hara, dan anaerob.

B. Sumber Pakan Lebah di Ekosistem Gambut

Gelam yang dalam bahasa latinnya disebut Melaleuca leucadendron merupakan jenis pohon yang tumbuh sangat subur di lahan rawa masam dan dapat dijadikan salah satu tumbuhan indikator tanah berpirit atau tanah sulfat masam. Jenis pohon ini termasuk jenis pohon berkayu dan adaptif dengan kondisi masam pH 3-4 bahkan dikenal sangat dominan di lahan rawa. Jenis pohon ini menyenangi kondisi berair macak-macak, tetapi juga dapat tumbuh dengan

(6)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 6 kondisi kering. Bagi masyarakat rawa, gelam mempunyai arti sangat penting sebagai sumber kayu bakar, bahan bangunan rumah, dan juga tiang pancang atau patok untuk bangunan gedung. Di Vietnam, pohon gelam dibudidayakan untuk komersial, sementara di negara kita tumbuh secara alami dan diambil secara bebas bagi masyarakat setempat untuk keperluan rumah tangga ataupun diperdagangkan sebagai sumber pendapatan keluarga. Harga 1 batang (balok) galam ukuran 3-4 m antara Rp. 5.000-10.000, tergantung ukuran diameter dan panjang. Kayu gelam yang berukuran kecil untuk pagar dijual Rp. 2.000-5.000, sedangkan yang digunakan untuk tiang bangunan dijual seharga Rp. 7.500-10.000/batang. Lahan rawa yang ditumbuhi pohon galam ini umumnya lahan yang ditinggalkan atau tidak ditanami lagi dan sebagian lahan yang belum dibuka. Lahan rawa yang ditempati gelam ini sangat luas sehingga seperti tidak pernah habis untuk ditebang dan diambil. Hal ini merupakan berkah lahan rawa yang patut disyukuri. Selain pemanfaatan di atas, sekarang kayu galam sedang digagas menjadi bahan meubel seperti kursi tamu dan lainnya. Hal ini merupakan peluang sebagai barang kerajinan tangan (indigenous arts) khas rawa yang cantik dan unik sehingga dijadikan sebagai cindera mata. Peluang ini barangkali memerlukan dorongan, rangsangan, dan dukungan wirausahawan atau pebisnis dan pemerintah sebagai peluang kerja bagi masyarakat rawa.

Xanthostemon chrysanthus, biasanya disebut Golden Penda atau Penda Emas, adalah tumbuhan berbunga dalam keluarga Myrtaceae. Merupakan spesies endemic di Utara Queensland, ia merupakan salah satu pohon pilihan di kebun bunga kawasan perumahan karena bunganya yang banyak dan berwarna kuning segar. Tumbuhan berbunga ini boleh tumbuh diantara 10-15 m (35–50 kaki) tinggi dan 5–8 m (15–25 kaki) dan mudah hidup melata secara liar, namun ianya selalu ditanam di kawasan perumahan. Kulit pokok berstruktur kasar dan dedaun yang rimbun, daunnya berwarna hijau elliptik berukuran 7–22 cm panjang pada 2–9.5 cm lebar. Pucuknya disusun secara berpusar. Kepala bunga atau putik bunga, tumbuh secara awal dalam kedudukan terminal atau axillary yang boleh berkembang hingga 15 cm (6 inci) dalam diameter. Putik bunga boleh menjadikan

(7)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 7 satu-satu bunga kuning keemasannya menjadi lebih kecil sehingga (1–2 cm diameter). Pembungaan bermula dari kapsul kayu kecil berwarna hijau atau coklat berukuran (1-1,5 cm) yang mengembang antara bulan Agustus dan February setiap tahun. Tetapi menariknya bunganya dapat bertahan bila-bila masa dalam setahun dalam erti kata lain boleh tahan sehingga setahun sebelum gugur.

C. Budidaya Lebah Madu

Kegiatan budidaya lebah Trigona spp. di Indonesia sebenarnya telah dimulai tahun 90an hanya saja pada waktu itu belum dikembangkan secara komersial. Produksi madu 1 koloni Trigona hanya 6,5 kg/tahun, hal ini jauh di bawah produksi madu Apis cerana yang mencapai 24 kg/tahun. Akan tetapi sejak 5 tahun terakhir popularitas madu dan propolis Trigona spp meningkat pesat. Propolis yang dihasilkan Trigona spp mempunyai khasiat sebagai obat ampuh untuk melawan berbagai macam penyakit. Pemanenan raw propolis lebah trigona dapat dilakukan 4 kali dalam setahun dengan hasil rata-rata 0,5 kg per panen. Lebah Trigona mampu memproduksi propolis sebanyak 3 kg/tahun. Sama seperti propolis madu Trigona dapat dipanen 4 kali dalam setahun dengan hasil rata-rata 300 ml per panen. Dari segi ekonomi, produk Trigona seperti madu dan propolis mempunyai harga jual yang cukup tinggi. Di pasaran saat ini harga madu Trigona rata-rata Rp 250.000/liter, sedangkan harga raw propolis sekitar Rp 400.000/kg. Nilai ekonomi produk lebah Trigona spp ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat melalui budidaya Trigona dan mengurangi tekanan masyarakat terhadap Hutan Gambut.

Budidaya lebah Trigona spp dapat dikatakan lebih mudah dibandingkan lebah madu jenis Apis. Keunggulan budidaya Trigona spp antara lain dapat dilakukan secara menetap, variasi sumber pakan beragam, tidak perlu pemeliharaan secara intensif, tidak memerlukan peralatan khusus, tidak menyengat, tahan hama penyakit, dan tidak ada masa paceklik. Kegiatan budidaya Trigona yang telah dilakukan di Indonesia ada 2 macam cara yaitu sistem topping

(8)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 8 dan sistem kotak pemeliharaan. Sistem topping dilakukan dengan meletakkan kotak di atas log/kayu yang terdapat koloni Trigona. Tujuan dari kotak topping adalah fokus pada produksi madu dan propolis. Cara yang kedua yaitu kotak pemeliharaan, dilakukan dengan cara memindahkan koloni di dalam kayu atau di alam ke dalam kotak. Tujuan dari kotak pemeliharaan adalah untuk penangkaran dan dapat juga untuk produksi madu/propolis. Berikut ini desain kotak pemeliharaan Trigona itama :

Gambar 1. Tipe Kotak Pemeliharaan Trigona itama

Ukuran kotak pemeliharaan Trigona itama adalah 40 x 25 x 15 cm. Penggunaan kotak adalah untuk kotak penangkaran sekaligus kotak produksi.

D. Budidaya Lebah Apis cerana

Apis cerana atau sering disebut juga lebah sayak oleh masyarakat lokal merupakan salah satu species lebah madu asli dari Indonesia yang umum dibudidayakan oleh masyarakat pedesaan. Apis cerana atau dikenal sebagai eastern honeybee (Butler, 1954), merupakan saudara dari jenis lebah madu Apis mellifera. Apis cerana merupakan species asli dari lebah yang berada pada hutan hujan tropis. Mereka ditemukan bersarang sampai pada ketinggian 2000 s.d. 3000 m dpl.

Apis cerana membangun sarang dengan sisiran berlapis secara horisontal berisi 5 – 9 sisiran sarang. Lebah ini biasa membuat sarang di rongga pohon yang terlindung dan kayu-kayu lapuk, pada beberapa kondisi ditemukan juga di atap rumah, lemari, dan gudang-gudang tua. Karena kesukaannya terhadap kayu

(9)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 9 berongga maka perangkap yang digunakan untuk menangkap lebah ini terbuat dari batang kelapa dan batang randu yang dilubangi. Berikut ini adalah koloni Apis cerana di dalam batang kelapa (glodog) :

Gambar 2. Sisiran sarang Apis cerana pada Glodog

Budidaya Apis cerana yang telah dilakukan oleh masyarakat pada saat ini menggunakan 2 cara yaitu melalui glodog dan kotak lebah (stup). Budidaya lebah menggunakan glodog masih dilakukan oleh masyarakat pedesaan karena lebih murah dan tersedia cukup bahan baku glodog namun susah untuk dikelola koloninya. Pada perkembangannya glodog hanya digunakan sebagai sarana untuk menangkap bibit lebah dan dipindahkan ke kotak penangkaran. Budidaya lebah yang sudah lebih modern menggunakan kotak penangkaran yang mempunyai keunggulan lebih mudah dalam memeriksa koloni, lebih mudah dalam pemanenan, dan dapat dikelola dengan baik. Sebagian besar peternak lebah menggunakan kotak lebah untuk budidaya lebah jenis ini. Berikut ini adalah gambar kotak pemeliharaan lebah :

(10)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 1 0 Gambar 3. Bagian-bagian kotak lebah (stup)

Tutup Luar (cover)

Tutup Dalam (Inner Cover)

Kotak eram

42 cm

32 cm

(11)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 1 1 Bingkai (Frame)

Alas Dasar

Kotak pemeliharaan Apis cerana mempunyai ukuran (p x l x t) 42 x 32 x 18 cm. Kotak pemeliharaan (stup) terdiri dari tutup atas (cover), kotak eram, bingkai sarang (frame), dan alas dasar.

Kelangsungan hidup koloni lebah Apis cerana sangat bergantung pada sumber makanan. Apabila sumber makanan di sekitar kotak tidak mencukupi dapat menyebabkan koloni hijrah. Selain masalah makanan, koloni lebah ini juga dapat kabur dari kotak penangkaran jika terdapat dua ratu dalam satu koloni. Jika terbentuk ratu baru dalam satu koloni maka setengah dari koloni akan kabur mengikuti ratu baru. Karena seringnya kasus hijrah pada koloni lebah Apis cerana

(12)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 1 2 maka pemeriksaan koloni menjadi hal yang cukup penting untuk mencegah terjadinya hijrah/kabur. Pemeriksaan koloni dilakukan secara teratur 10 hari sekali untuk mencari telur, larva, pupa, sel ratu dan ratu. Dari pemeriksaan koloni ini selanjutnya akan dilakukan langkah terhadap koloni apakah itu pemecahan, penggabungan koloni ataupun penggantian ratu. Untuk mencegah lebah hijrah dapat juga dilakukan dengan pemberian pakan tambahan (suplemen) atau penggembalaan di tempat yang tersedia pakan lebah.

E. Kelembagaan Budidaya Lebah Madu

Keanekaragaman hayati di lahan gambut, disamping memiliki peranan ekologis juga memiliki peranan ekonomi dan sosial budaya bagi masyarakat. Ketergantungan masyarakat terhadap lahan gambut dapat mencapai 80% yaitu lebih tinggi dibandingkan ketergantungannya terhadap usaha pertanian. Hal tersebut karena lahan gambut memiliki keanekaragaman hayati dengan nilai ekonomi tinggi seperti tumbuhan penghasil produk kayu dan non-kayu, penghasil ikan, jamur dan tanaman obat-obatan serta lebah hutan penghasil madu untuk kebutuhan pangan masyarakat. Upaya restorasi ekosistem gambut terkait aspek sosial ekonomi masyarakat sekitar ekosistem gambut perlu memperhatikan karakteristik budaya masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat kesejahteraan masyarakat dan tingkat kemiskinan penduduk setempat. Pemberdayakan masyarakat sekitar ekosistem gambut dapat dilakukan dengan memberi lapangan kerja ataupun upaya meningkatkan pendapatan masyarakat. Masyarakat sekitar kawasan hutan rata-rata tingkat kesejahteraannya lebih rendah dibandingkan masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan atau daerah lainnya. Sehingga, dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar, kebutuhan akan pembukaan lahan baru dapat ditekan atau dikurangi dengan mencarikan alternatif sumber pendapatan lainnya salah satunya seperti budi daya lebah madu.

(13)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 1 3

III. METODE PELAKSANAAN

A. Lokasi Kegiatan

Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu di Ekosistem Gambut dilaksanakan di 2 (dua) desa yaitu Desa Rawa Mekar Jaya dan Desa Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Propinsi Riau. Adapun lokasi tersebut masuk dalam Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) dan kondisi lahan hutan rawa gambut yang tergenang, terdapat sekat kanal, dan terbuka.

B. Aspek Teknis

Aspek teknis ini berkaitan dengan teknik-teknik budidaya lebah Trigona spp. Budidaya lebah Trigona spp akan dilakukan secara menetap dengan menggunakan kotak pemeliharaan/stup. Pemeliharaan dan pengamatan dilakukan secara rutin untuk melihat kemungkinan serangan hama. Selain kotak pemeliharaan akan dilakukan juga penangkaran/perbanyakan koloni lebah melalui pembagian koloni dan pembuatan kotak penangkaran. Dari bibit yang ada diharapkan nantinya para petani lebah madu dapat mengembangkan koloni lebahnya sehingga hasil yang diperoleh pun akan meningkat.

C. Aspek Sosial

Aspek sosial berhubungan dengan upaya pelibatan masyarakat dalam pengembangan ini. Pelibatan masyarakat dilakukan melalui pembentukan kelembagaan kelompok tani lebah madu yang bertanggung jawab mengelola koloni lebah. Peningkatan kapasitas SDM Petani melalui kegiatan alih teknologi/pelatihan budidaya lebah madu dan pendampingan diharapkan dapat membentuk kelompok tani yang mandiri dan mampu mengelola asetnya dengan

(14)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 1 4 baik sehingga dapat mendukung keberhasilan budidaya lebah madu serta memberikan manfaat bagi para anggotanya.

D. Aspek Ekonomis

Aspek ekonomis berhubungan dengan dampak usaha budidaya lebah terhadap peningkatan ekonomi masyarakat. Dengan adanya usaha budidaya lebah diharapkan masyarakat dapat memperoleh tambahan pendapatan sehingga dapat meningkatkan ekonomi masyarakat. Dengan meningkatnya ekonomi/kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan ekosistem gambut maka tekanan/kebutuhan akan lahan gambut untuk motif ekonomi dapat berkurang dan lingkungan ekosistem gambut terjaga. Selain itu, peningkatan ekonomi masyarakat sekitar hutan melalui budidaya lebah madu dapat menjadi jawaban atas resolusi konflik tenurial yang banyak terjadi di kawasan hutan di provinsi Riau.

E. Aspek Lingkungan

Aspek lingkungan sendiri secara otomatis terangkat dengan adanya penanaman tanaman pakan dan tanaman kehutanan. Penanaman tanaman sumber pakan lebah memperbaiki ekosistem gambut dan iklim mikro di lokasi budidaya. Dengan adanya peningkatan ekonomi melalui budidaya lebah madu, diharapkan mampu mengubah mindset masyarakat sekitar kawasan hutan yang tadinya bergantung pada hutan untuk diubah menjadi kebun kelapa sawit dengan cara membakar lahan berubah ke budidaya lebah madu. Dengan adanya budidaya lebah madu diharapkan mampu mengurangi terjadinya bencana kebakaran hutan dan lahan. F. Aspek Kelembagaan/Kebijakan

Budidaya lebah sebagai model pemberdayaan masyarakat diharapkan dapat mendorong terbentuknya kelompok tani lebah madu yang mampu menjawab segala problematika yang terjadi di masyarakat dalam melakukan budidaya lebah madu, mulai dari rencana membudidayakan hingga proses pemasaran produk

(15)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 1 5 hasil budidaya bahkan bila memungkinkan dapat menghasilkan produk-produk turunan dari budidaya lebah madu tersebut. Iniasiasi kelompok ini diharapkan dapat menciptakan kegiatan-kegiatan yang produktif.

G. Prosedur Kerja

1. Pembentukan Kelompok Tani Budidaya Lebah Madu

Kegiatan Pilot Project dari aspek kelembagaan ini menggunakan metode PRA (Participatory Rural Appraisal). PRA adalah suatu metode pendekatan untuk mempelajari kondisi dan kehidupan pedesaan dari, dengan, dan oleh masyarakat desa. Atau dengan kata lain dapat disebut sebagai kelompok metode pendekatan yang memungkinkan masyarakat desa untuk saling berbagi, meningkatkan, dan menganalisis pengetahuan mereka tentang kondisi dan kehidupan desa, membuat rencana dan bertindak (Chambers, 1996). PRA dilakukan dengan lebih banyak melibatkan “orang dalam” yang terdiri dari semua stakeholders dengan difasilitasi oleh orang-luar yang lebih berfungsi sebagai narasumber atau fasilitator dibanding sebagai instruktur atau guru yang menggurui. Metode ini digunakan untuk mengetahui kondisi sosial, ekonomi dan ketergantungan masyarakat terhadap ekosistem gambut.

Tahapan kegiatan yang dilakukan adalah:

1. Pemetaan wilayah, survey dan anjangsana (kuisioner bila diperlukan) Penggunaan kuisioner dilakukan sebanyak tahap, tahap pertama dilakukan untuk mengetahui data awal masyarakat dari aspek sosial ekonomi sebelum dilakukannya kegiatan pilot project, dan tahap kedua dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi setelah dilakukan kegiatan pilot project.

2. Analisis keadaan, berupa:

a. Keadaan masa lalu, sekarang, dan kemungkinannya di masa depan.

(16)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 1 6 alasan atau penyebabnya.

c. Identifikasi (akar) masalah dan alternatif-alternatif pemecahan masalah.

d. Kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman atau analisis strength, weakness, opportunity, and treat (SWOT) terhadap semua alternatif pemecahan masalah.

3. Pemilihan alternatif pemecahan masalah yang paling layak atau dapat diandalkan (dapat dilaksanakan, efisien, dan diterima oleh sistem sosialnya).

Setelah tahap survey soisal masyarakat kemudian di bentuk kelompok tani lebah madu untuk kegiatan budidaya lebah madu. Kelompok tani inilah yang akan mengelola demplot budidaya lebah madu 160 koloni lebah Trigona itama dan 4O koloni Apis cerana.

Pengembangan dan pembinaan kelompok tani bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi berbagai permasalahan dan kebutuhannya. Kelompok tani yang terbentuk timbul dari motivasi masyarakat sendiri sehingga ketika kegiatan di tahun pertama telah selesai, kelompokpun dapat bertahan dengan kegiatan-kegiatan yang telah diberikan sebelumnya.

Pengembangan kelompok tani dilakukan untuk menguatkan kelompok tani menjadi lembaga yang kuat dan mandiri dengan meningkatkan kemampuan anggota kelompok tani dalam mengelola usaha tani secara komersial, berkelanjutan dan bersahabat dengan lingkungan.

Tahun 2017, kelompok tani diberikan pengetahuan dan pendampingan mengenai budidaya lebah madu tingkat dasar. Sedangkan untuk tahun 2018, kelompok tani akan diberikan pengetahuan dan pendampingan budidaya lebah madu tingkat lanjutan seperti pengolahan pasca panen dan pengembangan produk-produk turunan.

Dalam prosesnya, peran kelompok tani dari waktu ke waktu diarahkan semakin besar, sedangkan peran pendamping/lembaga sedapat mungkin

(17)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 1 7 lebih dikurangi. Berdasarkan kebutuhan kelompok tani, peran pendamping sebagai penasehat bisa berjalan terus.

2. Pembuatan Daya Dukung Pakan Lebah yang Ideal di Ekosistem Gambut

Kegiatan Pembuatan daya dukung pakan lebah di ekosistem gambut dibagi menjadi 4 tahapan, yaitu:

1. Melakukan desk study tentang jenis jenis flora di ekosistem gambut lokasi pilot project.

Kegiatan ini dilakukan dengan melakukan studi literatur/studi pustaka terkait jenis-jenis tanaman penghasil pakan lebah di lahan ekosistem gambut.

2. Melakukan eksplorasi dan identifikasi jenis-jenis tumbuhan di ekosistem gambut yang potensial sebagai pakan lebah. Kegiatan ini dilaksanakan dengan melaksanakan survey lapangan ke lokasi pilot project dan lokasi lain yang memiliki karakteristik ideal (memiliki kelimpahan pakan lebah).

3. Melakukan pembuatan bibit tanaman pakan lebah yang cocok untuk ekosistem gambut.

- Pembuatan bibit tanaman pakan lebah dari jenis tanaman gelam sebanyak 3.500 bibit, kaliandra merah sebanyak 3.500 bibit, dan bibit santestemon sebanyak 200 bibit.

4. Melakukan pengayaan tanaman pakan lebah di ekosistem gambut - Pembangunan demplot pakan lebah di ekosistem gambut yang

terganggu (2 lokasi/desa @ 2 Ha).

- Jenis tanaman kaliandra merah dengan jarak tanam 5 x 5 m. - Jenis tanaman gelam ditanam dengan jarak tanam 5 x 5 m.

- Tanaman santestemon ditanam sebanyak 1 bibit tanaman disekitar stup dengan jarak tanam 2 meter dari stup koloni lebah

(18)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 1 8

3. Pembangunan Demplot Budidaya Lebah Madu di Ekosistem Gambut.

Pembangunan demplot lebah madu dengan komoditi lebah trigona itama sebanyak 160 koloni dan lebah apis cerana sebanyak 40 koloni pada areal seluas + 4 ha. Model stup budidaya Trigona itama yang digunakan adalah type horizontal dengan spesifikasi ukuran kotak adalah 40 x 25 x 15 cm. Penggunaan kotak adalah untuk kotak penangkaran sekaligus kotak produksi. Sementara untuk budidaya Apis cerana kotak pemeliharaannya mempunyai ukuran (p x l x t) 42 x 32 x 18 cm. Kotak pemeliharaan (stup) terdiri dari tutup atas (cover), kotak eram, bingkai sarang (frame), dan alas dasar.

Teknis penempatan koloni lebah madu di lapangan akan mempertimbangkan kondisi fisik di lapangan dan keberadaan ancaman hama setempat.

Pengelolaan budidaya lebah madu dilaksanakan oleh kelompok tani yang dibentuk. Instruktur akan melakukan pendampingan dan mengambil data produksi madu setiap bulannya. Data produksi madu akan digunakan sebagai data untuk menganalisa nilai ekonomi budidaya lebah madu. 4. Alih Teknologi Pelatihan Budidaya Lebah Madu

Kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas/skil petani dalam budidaya lebah madu sebagai inti dari Pilot Project ini. Kegiatan alih teknologi budidaya diselenggarakan dengan jumlah kelompok tani sebanyak 2 kelompok tani dan beberapa stakeholder yang berkaitan dengan budidaya lebah madu. Kegiatan tersebut melibatkan pihak Balai Diklat Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BDLHK) Pekanbaru dengan materi umum, dan tim peneliti dari Balai Litbang Teknologi Serat Tanaman Hutan (BP2TSTH) dengan materi dasar budidaya lebah madu, kurikulum dan silabus kegiatan sebagaimana terlampir. Sedangkan rincian pengajar/instruktur adalah sebagai berikut:

(19)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 1 9 1. Balai Penelitian dan PengembanganTeknologi Serat Tanaman Hutan

(BP2TSTH) Kuok, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2. Balai Diklat Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BDLHK) Pekanbaru Peserta direncanakan sebanyak 15-25 orang per kelompok tani, terdapat 2 kelompok tani. Setiap kelompok tani medapatkan 100 koloni lebah yang terdiri dari 80 koloni Trigona itama dan 20 koloni Apis cerana. Peserta berasal dari desa sekitar hutan dengan karakteristik bergambut. Koloni lebah yang dibagikan dikelola secara swadaya oleh kelompok tani dan diletakkan dalam suatu lokasi yang dapat dikontrol secara bersama oleh anggota kelompok. Petani lebah madu mencatat data hasil produksi dan data penjualan dari lebah madu yang dikelolanya, dan pada akhir kegiatan data tersebut akan dipergunakan untuk evaluasi kelayakan program. Pada bulan pertama, Tim instruksur melakukan pendampingan kepada petani lebah madu untuk memberikan pengarahan dan menjawab permasalahan petani dalam hal membudidayakan lebah madu. Dikarenakan kegiatan budidaya lebah madu mengalami fase krusial pada 1 bulan pertama setelah peletakan stup lebah, kemudian pada fase panen perdana, dan fase pemisahan koloni/ penggantian ratu (tahun pertama), apabila pada fase krusial tersebut petani tidak mendapatkan pendampingan yang cukup dikhawatirkan lebah akan kabur dari sarangnya.

Silabus alih teknologi pelatihan Budidaya lebah madu sebagaimana terlampir.

5. FGD dan Pameran

Pilot Project pengembangan ekonomi masyarakat melalui Budidaya lebah madu akan di sampaikan ke publik dalam bentuk FGD dan pameran yang direncanakan pada bulan Oktober dan Nopember 2017. Kegiatan FGD ditujukan untuk mendiseminasikan dan sharring informasi kegiatan

(20)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 2 0 Pengembangan Pilot Project tersebut kepada praktisi dan lembaga terkait. Kegiatan Pameran direncanakan dilaksanakan pada event Riau Expo yang rutin dilaksanakan Pemprov Riau setiap tahun. Bahan Pameran antara lain poster, info teknis/leaflet, dan produk lebah madu.

(21)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 2 1

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembentukan Kelompok Tani Budidaya Lebah Madu di sekitar lahan gambut

Upaya restorasi ekosistem gambut terkait aspek sosial ekonomi masyarakat sekitar ekosistem gambut perlu memperhatikan karakteristik budaya masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat kesejahteraan masyarakat dan tingkat kemiskinan penduduk setempat. Pemberdayakan masyarakat sekitar ekosistem gambut dapat dilakukan dengan memberi lapangan kerja ataupun upaya meningkatkan pendapatan masyarakat. Masyarakat sekitar kawasan hutan rata-rata tingkat kesejahteraannya lebih rendah dibandingkan masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan atau daerah lainnya. Sehingga, dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar, kebutuhan akan pembukaan lahan baru dapat ditekan atau dikurangi dengan mencarikan alternatif sumber pendapatan lainnya salah satunya seperti budi daya lebah madu.

1. Lokasi Kegiatan

A. Kampung Sungai Rawa

Kampung Sungai Rawa terletak di dalam wilayah Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Propinsi Riau, dengan batas wilayah yaitu:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Mengkapan  Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Panjang  Sebelah Selatan berbatasan dengan Rawa Mekar Jaya  Sebelah Barat berbatasan dengan Dosan Kec. Pusako

Luas wilayah Kampung Sungai Rawa adalah seluas 241.743 Ha, dengan geografi berupa daratan yang bertopografi datar, dan 150 Ha daratan dimanfaatkan sebagai lahan pertanian yang dimanfaatkan untuk penyesuaian iklim Kampung Sungai Rawa, sebagaimana kampung-kampung lainnya di wilayah Indonesia mempunyai iklim kemarau dan penghujan. Hal tersebut pengaruh

(22)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 2 2 langsung terhadap pola tanam pada lahan pertanian yang ada di Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak.

B. Kampung Rawa Mekar Jaya

Kampung Rawa Mekar Jaya terletak di dalam wilayah Kecamatan Sungai Apit Kabupaten siak Propinsi Riau yang berbatasan dengan :

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kampung Sungai Rawa  Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Panjang

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kampung Penyengat  Sebelah Barat berbatasan dengan Kampung Dayun

Luas wilayah Kampung Rawa Mekar Jaya adalah seluas 15.900 Ha dengan geografi berupa daratan bertopografi datar, dan 150 Ha daratan dimanfaatkan sebagai lahan pertanian yang dimanfaatkan untuk penyesuaian iklim Kampung Rawa Mekar Jaya, sebagaimana Kampung-Kampung lain di wilayah Indonesia mempunyai iklim Kemarau dan Penghujan. Hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola tanam pada lahan pertanian yang ada di Kampung Rawa Mekar Jaya, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak.

Secara garis besar, kedua lokasi tersebut dapat dijangkau ±4 jam perjalanan darat dari Kota Pekanbaru melalui.

2. Koordinasi dan Konsultasi

Kegiatan koordinasi dan konsultasi dilakukan dengan mengunjungi beberapa stakeholder seperti KPHP Model Tasik Besar Serkap, pihak Kecamatan Sungai Apit dan pihak Kampung Sungai Rawa dan Kampung Rawa Mekar Jaya.

Koordinasi dan konsultasi ke KPHP Model Tasik Besar Serkap bertujuan untuk mengetahui keberadaan Kampung Sungai Rawa dan Rawa Mekar Jaya, diperoleh informasi bahwa kedua Kampung tersebut berada di luar/berbatasan dengan kawasan kelola KPHP Model Tasik Besar Serkap, namun beberapa kelompok tani yang berada di kedua Kampung tersebut berada di bawah binaan KPHP Model Tasik Besar Serkap. KPHP Model Tasik Besar Serkap juga memiliki berbagai kegiatan yang melibatkan masyarakat terutama masyarakat di kedua

(23)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 2 3 Kampung penerima pilot project. Koordinasi dan konsultasi ini juga bertujuan agar tidak terjadi tumpang tindih kegiatan antar instansi pelaksana. Secara umum, pihak KPHP Model Tasik Besar Serkap mendukung kegiatan pilot project ini dengan tujuan untuk menjaga kelestarian hutan sekaligus menghindari terjadinya kebakaran hutan dan lahan akibat tingginya interaksi dan kebutuhan masyarakat terhadap hutan.

Koordinasi dan konsultasi ke pihak Kecamatan Sungai Apit bertujuan untuk mengetahui ketersediaan penyuluh kehutanan yang ada di Kampung Sungai Rawa dan Rawa Mekar Jaya, diperoleh informasi bahwa sudah ada petugas penyuluh kehutanan yang mendampingi kedua Kampung tersebut dan bersedia untuk mendukung pilot project yang akan dilaksanakan. Secara umum, pihak Kecamatan Sungai Apit mendukung kegiatan pilot project ini dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kampung.

Koordinasi dan konsultasi ke pihak Kampung lokasi pilot project bertujuan untuk memperoleh data-data penunjang yang diperlukan seperti data biografi dan geografi desa. Perangkat dan pengurus dari kedua desa tersebut menyambut baik dan mendukung penuh kegiatan yang akan dilakukan di wilayahnya. Mereka bersedia menyediakan lokasi tanah kas desa untuk dimanfaatkan dalam kegiatan ini, nantinya akan disusun kesepakatan bersama terkait dengan penggunaan lokasi tersebut untuk menghindari terjadinya sesuatu hal yang tidak diinginkan. Setidaknya lokasi tersebut tidak diganggu oleh kepentingan maupun pembangunan fisik dalam kurun waktu tertentu dikarenakan akan dilakukan pengkayaan tanaman kayu di lokasi tersebut.

Status lahan pembangunan demplot budidaya lebah madu merupakan lahan kas desa dengan luasan masing-masing yaitu, Desa Sungai Rawa seluas 3 ha dan Desa Rawa Mekar Jaya seluas 1 ha.

(24)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 2 4

3. Pengumpulan Data Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

Pengumpulan data kondisi sosial ekonomi masyarakat dilakukan dengan menggunakan metode kuisioner dan wawancara mendalam terhadap masyarakat, dan juga menggunakan data sekunder yang diperoleh dari pihak Desa/Kampung.

Penduduk Kampung berasal dari berbagai daerah yang berbeda-beda, dimana mayoritas penduduknya yang paling dominan berasal dari Suku Melayu. Sehingga, tradisi musyawarah untuk mufakat, gotong royong dan kearifan lokal yang lain sudah dilakukan oleh masyarakat. Hal tersebut secara efektif dapat menghindarkan adanya benturan-benturan antar kelompok masyarakat. Kampung Sungai Rawa mempunyai jumlah

Berikut ini merupakan data sosial ekonomi masyarakat Kampung Sungai Rawa dan Kampung Rawa Mekar Jaya, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Riau :

Tabel 1. Jumlah penduduk JUMLAH

PENDUDUK

DESA LAKI-LAKI PEREMPUAN TOTAL

SUNGAI RAWA 582 473 1055

RAWA MEKAR JAYA 520 490 1010

Tabel 2. Tingkat pendidikan masyarakat TINGKAT

PENDIDIKAN

DESA PRA SEKOLAH SD SMP SMA SARJANA

SUNGAI RAWA 258 95 100 150 30

(25)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 2 5 Tabel 3. Jenis pekerjaan/mata pencaharian masyarakat

PEKERJAAN

DESA PETANI NELAYAN PEDAGANG BURUH PNS SWASTA

SUNGAI RAWA 70 51 15 141 10 10 RAWA MEKAR JAYA 20 10 19 - 5 15

Berdasarkan hasil kuisioner dan wawancara yang dilakukan terhadap sampling, diperoleh data bahwa tingkat pendapatan masyarakat di kedua desa tersebut masih tergolong rendah, yaitu sekitar Rp. 1.000.000/bulan. Sebagian besar masyarakat berprofesi sebagai petani dengan dengan komoditi berupa nenas dan sawit seluas ± 1 ha.

4. Pembentukan Kelompok Tani

Pembentukan kelompok tani dilakukan dengan menggunakan metode PRA (Participatory Rural Appraisal). Metode ini dipilih karena pendekatannya lebih menekankan pada keterlibatan masyarakat dalam keseluruhan kegiatan. Metode ini bertujuan menjadikan masyarakat sebagai peneliti, perencana sekaligus pelaksana program pembangunan, bukan sekedar obyek pembangunan.

PRA adalah suatu metode pendekatan untuk mempelajari kondisi dan kehidupan pedesaan dari, dengan, dan oleh masyarakat desa. Atau dengan kata lain dapat disebut sebagai kelompok metode pendekatan yang memungkinkan masyarakat desa untuk saling berbagi, meningkatkan, dan menganalisis pengetahuan mereka tentang kondisi dan kehidupan desa, membuat rencana dan bertindak (Chambers, 1996).

Dalam pembentukan kelompok tani, perlu dilakukan analisis keadaan seperti : 1) Keadaan masa lalu, sekarang dan kecenderungannya di masa depan, 2) Identifikasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi dan alasan-alasan atau penyebabnya, 3) Identifikasi (akar) masalah dan alternatif-alternatif pemecahan

(26)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 2 6 masalah, 4) Kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman atau analisis Strenghts, Weakness, Opportunity and Threats (SWOT) terhadap semua alternatif pemecahan masalah.

a) Keadaan masa lalu, sekarang dan kecenderungannya di masa depan.

Dulunya, sebagian besar masyarakat yang bermukim di lokasi pilot project memiliki mata pencaharian sebagai pencari madu dari lebah alam (sialang). Seiring berjalannya waktu, dengan tingkat eksploitasi terhadap sumber daya hutan yang cukup besar, masyarakat mulai mengalami kesulitan untuk mencari madu alam tersebut. Lebah-lebah sudah mulai sulit untuk ditemui dikarenakan sumber pakan yang tidak tersedia akibat alih fungsi lahan dari kawasan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit. Kemungkinan yang akan terjadi adalah hilangnya kearifan lokal masyarakat sebagai pencari madu sialang dikarenakan tidak adanya pohon sialang sebagai tempat bersarangnya lebah dan juga sebagai sumber pakan lebah akibat terjadinya alih fungsi lahan.

b) Identifikasi tentang perubahan yang terjadi dan alasan atau penyebabnya Dahulu, kawasan sekitar lokasi pilot project merupakan hutan belantara yang kaya akan sumber pakan lebah. Seiring berjalannya waktu, terjadi alih fungsi lahan secara besar-besaran dari kawasan hutan menjadi kawasan perkebunan. Perubahan alih fungsi kawasan ini terjadi karena komoditi sawit dinilai paling mampu meningkatkan perekonomian masyarakat. Pembukaan lahan secara besar-besaran untuk di alih fungsikan menjadi perkebunan tidak bisa lepas dari sistem pembukaan lahan dengan cara membakar yang sejauh ini dinilai lebih efektif dan efisien, namun tidak memperhitungkan resiko bahaya kebakaran hutan dan lahan yang mungkin terjadi terutama di kawasan ekosistem gambut.

Untuk mengantisipasi kerusakan ekosistem gambut, perlu dilakukan pemberdayaan masyarakat dengan tujuan masyarakat memperoleh kesejahteraan dengan hidup berdampingan dengan kawasan hutan tanpa perlu merusaknya, sekaligus menjaga kearifan lokal masyarakat yang sudah ada sejak dahulu.

(27)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 2 7 c) Analisis SWOT

Analisis ini dilakukan untuk merencanakan strategi yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman dalam kegiatan pilot project.

STRENGHTS WEAKNESS

1. Sebagian besar masyarakat pernah dan masih ada yang menekuni profesi sebagai pencari madu alam (sialang)

2. Mayoritas masyarakat desa memiliki kesadaran akan pentingnya kelestarian lingkungan

3. Desa memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan untuk berbagai macam peruntukan seperti obyek wisata dengan didukung oleh pengelolaan yang baik

1. Pengetahuan masyarakat terkait dengan budidaya lebah madu masih sangat minim

2. Sering kali mendapat bantuan namun tidak disertai dengan adanya pendampingan terhadap masyarakat dalam bertani

3. Masyarakat kesulitan dalam pemasaran hasil tani

OPPORTUNITY THREAT

1. Riau sudah terkenal akan daerah penghasil madu

2. Permintaan pasar terkait madu dari tahun ke tahun semakin mengalami peningkatan, namun ketersediaan bahan masih sangat kurang

3. Hasil turunan dari lebah tidak hanya madu, tetapi ada juga propolis, lilin, dll

1. Alih fungsi kawasan hutan masih terus mengancam

2. Interaksi dan kebutuhan masyarakat dengan kawasan hutan masih tinggi 3. Serangan hama dan penyakit yang

(28)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 2 8 d) Identifikasi (akar) masalah dan alternatif-alternatif pemecahan masalah

Faktor Internal Faktor Eksternal STRENGHTS WEAKNESS OPPORTUNITIES 1. Melakukan penataan kawasan desa (grand desain)

1. Melakukan peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM dengan memberikan wadah bagi masyarakat berupa pembentukan kelompok tani yang disertai dengan pelatihan dan pendampingan

THREATS

1. Penyediaan pakan ternak dengan melakukan penghijauan dan pengkayaan jenis-jenis tanaman

2. Menjaga kelestarian alam dan lingkungan

1. Membuat sebuah demplot budidaya lebah madu dalam 1 (satu) lokasi yang dekat dengan pemukiman (untuk mempermudah dalam pengawasan) dan kesesuaian kondisi lingkungan sekitar

Pembentukan kelompok tani dilakukan dengan tujuan untuk memperkuat kerjasama antar petani di dalam lingkungan organisasi kelompok tani. Dengan kerjasama yang dibentuk, diharapkan kelompok tani dapat lebih efisien serta lebih mampu menghadapi tantangan, hambatan, gangguan ataupun ancaman dalam usaha tani. Sekaligus dapat sebagai wadah belajar bagi para petani guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap baik pengurus maupun anggotanya. Demi keberhasilan pilot project ini, diperlukan dukungan dari

(29)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 2 9 berbagai pihak dan masyarakat yang benar-benar tertarik serta berminat terhadap berbudidaya lebah madu.

Berdasarkan hasil diskusi yang telah dilakukan bersama dengan masyarakat. Berhasil disaring nama-nama yang akan terlibat dalam pembentukan kelompok tani hutan yang khusus menangani lebah madu dengan berbagai latar belakang dan beberapa di antaranya merupakan masyarakat yang pernah menekuni profesi sebagai pencari madu alam/sialang.

DAFTAR NAMA ANGGOTA KTH PESISIR JAYA KAMPUNG SUNGAI RAWA, KEC. SUNGAI APIT, KAB. SIAK

No. Nama No. Nama

1. Yahya (Ketua) 14. Daniel

2. Yanto (Sekretaris) 15. Hendri Yanto 3. Fauzi (Bendahara) 16. Idris

4. Rusli 17. Afrizal

5. Azwar 18. Ahmad

6. Zulkifli 19. Tarula 7. Azid Fadilah 20. Edi Hamsar 8. Yusnizar 21. Ibrahim 9. Azmi Hanafi 22. Rosaidie

10. Suramin 23. Auzar

11. Miswadi 24. Ade Hidayat 12. Hendri 25. Bukhari 13. A Murad

(30)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 3 0 DAFTAR NAMA ANGGOTA KTH SIALANG RAWA

KAMPUNG RAWA MEKAR JAYA, KEC. SUNGAI APIT, KAB. SIAK

No. Nama No. Nama

1. Junaidi (Ketua) 14. Misri 2. Nasution (Bendahara) 15. Haryanto 3. Hamdan (Sekretaris) 16. Jefri

4. Naswar 17. Salman

5. Nuri Rusadi 18. Deki Joviardy 6. Nazarudin 19. Wardius 7. T Amirudin 20. Jhon Hendri

8. Rizuan 21. Alpian

9. Josrizal 22. Igo Hidayat 10. Suherman 23. Pardi

11. Andre Efendi 24. Ali Amsar

12. M. Yani 25. Sari

13. Rantau

B. Daya dukung pakan lebah

Berdasarkan hasil survei di lapangan, jenis-jenis tumbuhan rawa gambut yang sering dikunjungi oleh lebah Trigona sp untuk mengambil nektar dan pollen diantaranya jenis tumbuhan pulai rawa (Alstonia sp), Gelam (Melaleuca sp), Mahang (Macaranga sp), Akasia (Acacia sp), Terentang, Gerunggang, Putri malu (Mimosa sp) dan Senduduk (Melastoma sp). Lebah Trigona sp selain mengumpulkan polen dan nektar dari organ bunga dan ketiak daun jenis-jenis tumbuhan yang ada disekitar sarang koloninya, juga mengumpulkan

(31)

getah-Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 3 1 getahan sebagai bahan dasar pembuatan sarangnya. Tumbuhan rawa gambut yang cukup banyak menghasilkan getah-getahan adalah jenis tumbuhan Gerunggang. Jenis-jenis tumbuhan rawa gambut yang potensial sebagai jenis pakan lebah khususnya jenis lebah Trigona sp seperti pada Gambar 4.

Gambar 4. Jenis-jenis tumbuhan rawa gambut yang sering dikunjungi oleh lebah Trigona sp (a) Gelam, (b) Pulai rawa, (c) Terentang, (d) Akasia, (e) Senduduk dan (f) Putri malu.

Demplot budidaya lebah madu di ekosistem rawa gambut yang berada di Desa Sungai Rawa dan Desa Rawa Mekar Jaya, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak – Riau masing-masing seluas ± 3 Ha dan ± 1 Ha dengan jumlah koloni lebah Trigona sp sebanyak 150 buah dan Apis cerana sebanyak 50 buah telah terbangun pada pertengahan bulan November 2017. Untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya koloni lebah yang telah dibangun, dilakukan juga pengkayaan tanaman pakan pada areal tersebut. Jenis-jenis tumbuhan yang sudah ada dilokasi demplot yaitu akasia dan senduduk dirasakan kurang mencukupi untuk keberlangsungan koloni lebah yang telah dipasang, sehingga perlu dilakukan penanaman tanaman pakan lebah yaitu jenis gelam, kaliandra merah dan xantos temon.

(32)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 3 2 Tanaman gelam (Melaleuca sp) merupakan jenis tanaman rawa gambut yang bunganya potensial sebagai penghasil nectar dan pollen. Pada lokasi demplot lebah madu di desa Sungai Rawa dan Rawa Mekar Jaya keberadaan tanaman ini sangat minim sehingga perlu dilakukan penanaman pengayaan tanaman pakan dengan jarak tanam 5 m x 5 m, sehingga jumlah tanaman dalam 1 Ha sekitar 400 bibit. Kebutuhan bibit tanaman gelam untuk pengkayaan tanaman pakan demplot yang berada di Siak seluas 4 Ha sebanyak 1.600 bibit, namun ketersediaan bibit yang siap tanam hanya sebanyak 1.200 bibit. Selain pengayaan jenis tanaman gelam, juga dilakukan pengkayaan dengan jenis tanaman kaliandra merah sebanyak 2.000 bibit dengan jarak tanam 5 m x 5 m sama dengan tanaman gelam. Untuk pakan lebah jangka pendek dilakukan juga penanaman jenis tanaman xantos temon dengan jumlah 200 batang yang di tanam berdekatan dengan letak koloni lebah ditempatkan. Penanaman tanaman pakan lebah jenis gelam, kaliandra merah dan xantos temon yang dilakukan di desa Sungai Rawa dan Rawa Mekar Jaya seperti pada Gambar 5.

Gambar 5. Penanaman tanaman pakan lebah di lokasi demplot Sungai Rawa dan Rawa Mekar Jaya dengan jenis tanaman gelam, kaliandra merah dan xantos temon.

(33)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 3 3 Pembangunan demplot lebah madu dengan komoditi lebah trigona itama sebanyak 160 koloni dan lebah apis cerana sebanyak 40 koloni pada areal seluas + 4 ha di 2 (dua) lokasi yaitu di Desa Sungai Rawa seluas +3 ha dan Desa Rawa Mekar Jaya seluas +1 ha.

Teknis penempatan koloni lebah madu di lapangan dengan mempertimbangkan kondisi fisik dan keberadaan ancaman hama setempat. Selain itu dekat dengan pemukiman penduduk dalam hal ini kelompok tani dengan pertimbangan agar mudah dalam pengontrolan stup lebah. Pengelolaan budidaya lebah madu dilaksanakan oleh kelompok tani yang telah dibentuk sebelumnya. Lokasi yang dijadikan demplot pengembangan pilot project budidaya lebah madu di 2 (dua) desa yaitu Desa Rawa Mekar Jaya dan Desa Sungai Rawa merupakan tanah kas desa.

Pendistribusian stup dan koloni lebah pada masing-masing desa adalah sebagai berikut:

a. Demplot Desa Rawa Mekar Jaya sebanyak 100 koloni (25 koloni lebah Apis cerana, 25 koloni lebah Trigona itama dalam kotak, dan 50 koloni lebah Trigona itama dalam log/topping)

b. Demplot Kampung Sungai Rawa sebanyak 100 koloni (25 koloni lebah Apis cerana, 25 koloni lebah Trigona itama dalam kotak, dan 50 koloni lebah Trigona itama dalam log/topping)

Sebelum dilaksanakan penempatan stup dan koloni lebah terlebih dahulu diadakan pembersihan jalur untuk memudahkan dalam penempatan stup dan koloni. Penyaluran stup lebah dilaksanakan pada malam hari setelah kelompok koloni dalam 1 (satu) stup telah masuk kedalam stup atau dengan kata lain lebah masuk kedalam stup kurang lebih pada jam 19.00, selain itu untuk mengurangi tingkat stres pada lebah yang berada dalam stup di kondisi wilayah yang baru dalam mencari pakan. Kegiatan budidaya lebah madu mengalami fase krusial pada 1 bulan pertama setelah peletakan stup lebah, kemudian pada fase panen perdana, dan fase pemisahan koloni/ penggantian ratu (tahun pertama), pada fase krusial tersebut petani tidak mendapatkan pendampingan yang cukup

(34)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 3 4 dikhawatirkan lebah akan kabur dari sarangnya. Adapun pembersihan, penyaluran dan penempatan stup dan koloni di lokasi demplot dapat dilihat pada gambar 6 dibawah ini.

(35)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 3 5

Gambar 6. pembersihan, penyaluran dan penempatan stup dan koloni di lokasi demplot

D. Peningkatan pengetahuan masyarakat tentang budidaya lebah madu di sekitar ekosistem gambut

Dalam meningkatkan kapasitas/skil petani dalam budidaya lebah madu sebagai inti dari Pilot Project ini. Kegiatan alih teknologi budidaya diselenggarakan dengan jumlah kelompok tani sebanyak 2 kelompok tani yang telah dibentuk dan beberapa stakeholder yang berkaitan dengan budidaya lebah madu. Alih teknologi dilaksanakan 2 lokasi yaitu Desa Rawa Mekar Jaya dan Desa

(36)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 3 6 Sungai Rawa kecamatan sungai Apit Kabupaten Siak masing- masing selama 4 (empat) hari tanggal 13 s.d 16 Nopember 2017 dan tanggal 17 s.d 20 Nopember 2017. Kegiatan tersebut melibatkan pihak Balai Diklat Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BDLHK) Pekanbaru dengan materi umum, dan tim peneliti dari Balai Litbang Teknologi Serat Tanaman Hutan (BP2TSTH) dengan materi dasar budidaya lebah madu. Peserta alih teknologi diikuti sebanyak 25 orang per kelompok tani, terdapat 2 kelompok tani. Setiap kelompok tani medapatkan 100 koloni lebah yang terdiri dari 80 koloni Trigona itama dan 20 koloni Apis cerana dan kelengkapan dalam pemanenan madu.

Metode pembelajaran yang dilakukan adalah Pemaparan Teori dan praktek lapangan. Secara garis besar materi yang disampaikan dalam Alih Teknologi Budidaya lebah penghasil madu antara lain :

1. Materi Pengenalan Terhadap Lebah Madu Secara Umum 2. Materi Biologi Lebah yang meliputi :

- Melihat Sel calon Lebah Ratu / Lebah Ratu di dalam Koloni - Melihat Sel calon Lebah Jantan / Lebah Jantan di dalam Koloni - Melihat Sel calon Lebah Pekerja / Lebah Pekerja di dalam Koloni

- Membedakan telur, larva, pupa, imago sel madu, sel pollen maupun brood 3. Materi Peralatan Budidaya Lebah Madu

4. Materi Tanaman Pakan Lebah

5. Materi Cara mendapatkan koloni / Bibit meliputi kegiatan : - Cara membuat perangkap (Glodog) Lebah

- Cara memindahkan koloni dari glodog ke stup yang telah dibuat - Cara menempatkan Stup / Koloni telah dipindahkan di lapangan. 6. Materi Hama dan Penyakit Lebah

7. Materi Pemeriksaan Koloni yang meliputi kegiatan : - Tahapan pemeriksaan Koloni

(37)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 3 7 - Mencatat hasil pemeriksaan ke dalam blanko pengamatan yang telah

disediakan yang meliputi ( Pengeraman, sel calon lebah ratu, sel calon lebah jantan, sel calon lebah pekerja, makanan, hama dan penyakit yang menyerang).

- Menarik kesimpulan tindakan apa yang mesti dilakukan setalah dilakukan pengamatan dan pemeliharaan koloni

- Melakukan pembersihan stup/ koloni 8. Materi Manajemen Koloni

9. Materi Panen dan Penanganan Pasca Panen Lebah 10. Materi Produk-produk yag dihasilkan dari Lebah 11. Potensi Pasar dan Pemasaran Produk Perlebahan 12. Pengelolaan Lebah Apis dorsata

13. Teknik Budidaya Trigona spp

a) Alih Teknologi di Desa Rawa Mekar Jaya

Kegiatan alih teknologi budidaya lebah penghasil madu dilaksanakan di Aula Kantor Desa rawa mekar jaya Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak selama 4 hari mulai dari hari senin tanggal 13 Nopember s.d kamis tanggal 16 Nopember 2017. Yang diikuti oleh Kelompok Tani Hutan Sialang Rawa yang diketuai oleh Junaidi dan 24 orang anggota sebagai peserta.

Alih Teknologi dibuka oleh kepala Balai Litbang Teknologi Serat Tanaman Hutan yang didampingi oleh Kepala Desa Rawa Mekar Jaya yang diwakili oleh Sekretaris Desa Yosrizal serta Widyaiswara Balai Diklat LHK Pekanbaru Novri Sisfanto. Peserta yang mengikuti alih teknologi menyambut baik kegiatan alih teknologi budidaya lebah penghasil madu sehingga harapannya bisa menjadi tambahan penghasilan bagi masyarakat khususnya Desa Rawa Mekar Jaya. Pembukaan alih teknologi, pemberian materi di kelas dan praktek langsung dilapangan dapat dilihat pada gambar 7 dibawah ini.

(38)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 3 8 Gambar 7. Pembukaan, pemberian materi dan praktek lapangan pada

kegiatan alih teknologi b) Alih Teknologi di Desa Sungai Rawa

Kegiatan alih teknologi budidaya lebah penghasil madu dilaksanakan di Aula Kantor Desa Sungai Rawa Kecamatan Sungai Apit Kabupaten Siak selama 4 hari mulai dari hari jum’at tanggal 17 Nopember s.d senin tanggal 20 Nopember 2017. Yang diikuti oleh Kelompok Tani Hutan Pesisir Jaya yang diketuai oleh Yahya dan 24 orang anggota sebagai peserta.

Pembukaan dibuka oleh Sekretaris Badan Litbang dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang didampingi oleh Kepala Bidang Perencanaan dan Kerjasama Badan Litbang dan Inovasi, Kepala Balai Litbang

(39)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 3 9 Teknologi Serat Tanaman Hutan Kuok dan Kepala Desa Sungai Rawa yang diwakili oleh Sekretaris Desa.

Dalam sambutannya Sekretaris Badan Litbang dan Inovasi menyampaikan bahwa kita semua diberi amanah dari Allah SWT sehingga diberi kesempatan mendapatkan ilmu pengetahuan terkait budidaya lebah penghasil madu, sehingga kesempatan ini harus dimanfaatkan dengan baik dan serius sehingga apa yang dicita-citakan khususnya Badan Restorasi Gambut tercapai dan memberikan manfaat berupa peningkatan pendapatan bagi masyarakat kampung sungai rawa.

Masyarakat Desa sungai rawa menyambut positif kegiatan ini karena Desa Sungai Rawa merupakan salah satu desa yang mendapatkan perhatian yang serius dari Badan Restorasi Gambut karena masuk dalam kategori yang ditetapkan. Pembukaan alih teknologi, pemberian materi di kelas dan praktek langsung dilapangan dapat dilihat pada gambar 8 dibawah ini.

Gambar 8. Pembukaan, pemberian materi dan praktek lapangan pada kegiatan alih teknologi

(40)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 4 0

E. FGD dan Pameran

1) Pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD)

Focus Group Discussion (FGD) adalah salah satu sarana untuk mendapatkan masukan dan saran untuk memantapkan kegiatan kerjasama yang dilaksanakan oleh BP2TSTH bekerjasama dengan Badan Restorasi Gambut (BRG). Tujuan FGD ini adalah untuk menyampaikan rencana kegiatan Budidaya Lebah Penghasil Madu di Ekosistem Gambut dan sekaligus menghimpun masukan dan saran dari pihak-pihak terkait dalam rangka memperkuat rencana kegiatan kerjasama yang telah dibuat.

FGD telah dilaksanakan selama 1 (satu) hari pada tanggal 25 Oktober 2017, bertempat di The Premiere Hotel Pekanbaru. Kegiatan ini dihadiri oleh Satker Lingkup Badan Litbang dan Inovasi yang melaksanakan kerjasama dengan BRG, Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Prov. Riau, KPH di Provinsi Riau dan Unit Pelaksana Teknis Kementerian LHK di Provinsi Riau, dihadiri oleh tamu undangan sebanyak ± 50 orang peserta.

Kegiatan FGD dilakukan secara panel dengan 4 (empat) orang Narasumber, yaitu 1 (satu) orang berasal dari BRG, 1 (satu) orang berasal Universitas Riau dan 2 (dua) orang narasumber berasal dari BP2TSTH Kuok.

Adapun materi FGD adalah sebagai berikut :

a. Pengelolaan keuangan kerjasama BLI−BRG oleh Antoni Siregar, SH (Badan Restorasi Gambut)

b. Karakteristik Hutan Rawa Gambut di Riau oleh Dr. Nurul Qomar, S.Hut, M.Si (Universitas Riau)

c. Rencana Kegiatan Pilot Project Budidaya Lebah Madu Penghasil Madu di Ekosistem Gambut oleh Agus Wahyudi, S.Hut, M.Si (BP2TSTH Kuok)

d. Budidaya Lebah Madu di Ekosistem Gambut oleh Drs. Purnomo (BP2TSTH Kuok)

(41)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 4 1

No Jam Kegiatan Keterangan

1. 08.00 - 08.30 Registrasi Peserta Panitia

2. 08.30 - 09.00 Sambutan Kepala BP2TSTH Kuok Kepala BP2TSTH Arahan dan Pembukaan Kepala Badan

Litbang dan Inovasi KLHK

Inovasi 3. 09.00 - 09.15 Rehat kopi

4. 09.15 - 09.45 Pengelolaan keuangan kerjasama BLI –BRG Antoni Siregar (BRG) 5. 09.45 - 10.15 Diskusi Moderator

6. 10.15 - 10.30 Karakteristik Hutan Rawa Gambut di Riau Dr. Nurul Qomar, S.Hut,

M.Si (Universitas Riau)

7. 10.30 - 10.45 Potensi dan Peluang Usaha Perlebahan di

Riau Drs. Purnomo (Tim Peneliti BP2TSTH) 8. 10.45 - 11.00 Paparan rencana kegiatan Pilot Project :

Budidaya Lebah Penghasil Madu di Ekosistem Gambut

Agus Wahyudi, S.Hut., M.Si. (Tim Peneliti BP2TSTH) 9. 11.00 - 12.00 Diskusi Moderator

10. 12.00 - 12.15 Kesimpulan dan Penutup Sekretaris BLI KLHK 11. 12.15 - selesai ISHOMA

Gambar 9. Pelaksanaan FGD Kerjasama BP2TSTH Kuok (Badan Litbang dan Inovasi) dengan Badan Restorasi Gambut

(42)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 4 2 Gambar 10. Narasumber FGD Kerjasama BP2TSTH Kuok (Badan Litbang dan

Inovasi) dengan Badan Restorasi Gambut

Gambar 11. Kampanye “Ayo Minum Madu” pada saat pelaksanaan FGD Kegiatan FGD ini mendapatkan hasil berupa resume sebagai berikut:

1. Lahan gambut merupakan suatu ekosistem yang unik, lapisan lahan gambut tersusun atas timbunan bahan organik yang terawetkan sejak ribuan tahun yang lalu.

(43)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 4 3 2. Provinsi Riau memiliki luas lahan gambut mencapai 3.867.414 ha yang

berpotensi untuk pengembangan budidaya lebah madu dan restorasi lahan gambut dengan tanaman sumber pakan lebah.

3. Hutan rawa gambut di Riau semakin berkurang luasannya karena perubahan fungsi kawasan dan kebakaran hutan meskipun luasan lahan gambut relatif tetap.

4. Karakteristik lahan gambut yaitu mempunyai kemampuan menahan air sehingga berperan dalam proses hidrologi hutan, mudah terbakar sebab tersedia bahan bakar yang melimpah (stok karbon), daya dukung tanah rendah (bulk density rendah), dan apabila mengering tidak dapat lagi kembali juga penurunan permukaan tanah (subsiden).

5. Vegetasi hutan rawa gambut mempunyai ciri khas membentuk akar-akar khusus (akar napas) untuk membantu tanaman mendapatkan oksigen di kondisi anaerob.

6. Upaya revegetasi hutan rawa gambut dapat dilakukan dengan suksesi alami dan revegetasi tanaman asli gambut serta tanaman budidaya yang mampu tumbuh di lahan gambut.

7. Budidaya Lebah madu memiliki potensi pendukung yaitu ketersediaan tanaman pakan lebah (nektar, pollen, dan resin), ketersediaan jenis lebah (Apis dorsata, Apis cerana, dan Trigona spp), dan Habitat lebah (kawasan hutan gambut dan mangrove)

8. Kegiatan perlebahan yang telah dilakukan oleh masyarakat di Riau yaitu pemungutan madu hutan (Apis dorsata), budidaya Apis cerana secara menetap, dan budidaya Trigona spp secara menetap.

9. Potensi hasil perlebahan yang masih banyak belum tereksplorasi dan mempunyai nilai ekonomi tinggi.

10. Diversivikasi produk lebah dan produk turunannya perlu dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

11. Pilot project “Budidaya Lebah Penghasil Madu di Ekosistem Gambut” memiliki 4 luaran yaitu terbentuknya kelompok tani usaha budidaya lebah

(44)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 4 4 madu, meningkatnya pengetahuan kelompok tani tentang teknologi budidaya lebah madu, demplot budidaya lebah madu di sekitar ekosistem gambut, dan tersedianya daya dukung pakan lebah yang mencukupi sekitar ekosistem gambut.

2) PAMERAN

Keberhasilan kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu di Ekosistem Gambut tidak terlepas dari tersampaikannya informasi hasil penelitian ke pengguna penelitian atau masyarakat luas dengan melalui berbagai media komunikasi. Salah satu media komunikasi yang bisa dipakai ialah dengan pameran. Pengunjung pameran terdiri dari intansi lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pemerinta daerah, pelajar, akademisi hingga masyarakat umum. Oleh karena itu, produk /bahan pameran yang digunakan harus menarik pengunjung. Bahan pameran yang digunakan antara lain produk-produk madu hasil budidaya lebah madu dan leaflet.

Pelaksanaan pameran Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu di Ekosistem Gambut dilaksanakan sebanyak 2 (dua) kali yaitu :

a. Pojok display Focus Group Discussion

Pojok display Focus Group Discussion (FGD) dilaksanakan selama 1 (satu) hari yaitu pada tanggal 25 Oktober 2017 di The Premiere Hotel Pekanbaru, Jl. Jenderal Sudirman No. 389 Pekanbaru. Pameran ini dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan Focus Group Discussion kerjasama penelitian antara Badan Litbang dan Inovasi dengan Badan Restorasi Gambut dengan topik “Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Ekosistem Gambut Melalui Budidaya Lebah Penghasil Madu”. Peserta FGD berasal dari Satker Lingkup Badan Litbang dan Inovasi yang melaksanakan kerjasama dengan BRG, Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Prov. Riau, KPH di Provinsi Riau dan Unit Pelaksana Teknis Kementerian LHK di Provinsi Riau. Respon para peserta sangat baik terhadap pelaksanaan pameran ini. Pada kesempatan tersebut,

(45)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 4 5 Kepala Badan Litbang dan Inovasi jugamencanangkan “Gerakan Ayo Minum Madu”. Melalui “Gerakan Ayo Minum Madu” diharapkan mampu meningkatkan kesadaran, minat dan daya dukung masyarakat sehingga mampu menopang perekonomian masyarakat/petani lebah madu di sekitar kawasan hutan.

b. Pekan Olah Raga Provinsi Riau (Porprov Riau) Tahun 2017

Pekan Olah Raga Provinsi Riau (Porprov Riau) Tahun 2017 dilaksanakan selama 12 (dua belas) hari mulai tanggal 28 Oktober sampai dengan 8 November 2017 di Bangkinang. Dalam pameran tersebut dipamerkan produk-produk madu hasil budidaya lebah madu dan leaflet terkait budidaya lebah madu di ekosistem gambut. Partisipasi pameran dalam Porprov Riau Tahun 2017 ini dilatarbelakangi dengan adanya kesempatan untuk mempromosikan produk hasil budidaya lebah madu di ekosistem gambut kepada masyarakat secara umum.

(46)

Laporan Hasil Kegiatan Pilot Project Pengembangan Budidaya Lebah Penghasil Madu 4 6

Gambar

Gambar 2. Sisiran sarang Apis cerana pada Glodog
Tabel 2. Tingkat pendidikan masyarakat         TINGKAT
Gambar 4.  Jenis-jenis tumbuhan rawa gambut yang sering dikunjungi oleh  lebah Trigona sp (a) Gelam, (b) Pulai rawa, (c) Terentang, (d)  Akasia, (e) Senduduk dan (f) Putri malu
Gambar 5.  Penanaman tanaman pakan lebah di lokasi demplot Sungai   Rawa  dan  Rawa  Mekar  Jaya  dengan  jenis  tanaman  gelam,  kaliandra merah dan xantos temon
+5

Referensi

Dokumen terkait