• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kriteria Imkan Rukyat Kesepakatan Perlu Diubah Disesuaikan dengan Kriteria Astronomis. Posted on 24 Mei 2012 by tdjamaluddin.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kriteria Imkan Rukyat Kesepakatan Perlu Diubah Disesuaikan dengan Kriteria Astronomis. Posted on 24 Mei 2012 by tdjamaluddin."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

******************** Dokumentasi T. Djamaluddin

********************

========================================================

_____ Berbagi ilmu untuk pencerahan dan inspirasi

_____

Kriteria Imkan Rukyat Kesepakatan “2-3-8″ Perlu Diubah

Disesuaikan dengan Kriteria Astronomis

Posted on 24 Mei 2012 by tdjamaluddin

i 2 Votes

T. Djamaluddin

Profesor Riset Astronomi-Astrofisika, LAPAN Anggota Badan Hisab Rukyat, Kementeria Agama RI

(2)

/2012/05/bulan-awal-rajab-14331.png)

Dalam penentuan awal bulan qamariyah, kriteria imkan rukyat (kemungkinan rukyat) atau visibilitas hilal merupakan titik temu antara pengikut rukyat dan pengikut hisab.Dengan kriteria itu, maka hasil hisab diupayakan sama dengan hasil rukyat. Hal itu bisa terlaksana kalau kriteria imkan rukyat didasarkan pada data astronomi kesaksian hilal. Itulah sebabnya astronomi bisa memberikan solusi penyatuan ummat (http://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/08/19/astronomi-memberi-solusi-penyatuan-ummat/)dengan tawaran kriteria visibilitas hilalnya.

Namun saat ini, kriteria yang kita gunakan hanya berdasarkan kesepakatan

(http://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/09/26/lokakarya-kriteria-awal-bulan-perwakilan-ormas-islam-bersepakat/) yang belum sepenuhnya mengikuti kriteria astronomi. Akibatnya, hasil rukyat bisa saja berbeda dengan hasil hisab, walau pun ketinggiannya sudah lebih dari 2 derajat. Contohnya, rukyat Rajab 1433 seperti dilaporkan situs resmi NU

(http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,38057-lang,id-c,nasional-t,Hilal+Tak+Terlihat++1+Rajab+Jatuh+pada+Rabu-.phpx) berikut ini: Hilal Tak Terlihat, 1 Rajab Jatuh pada Rabu

Selasa, 22/05/2012 08:01 Jakarta, NU Online

Rukyatul hilal atau observasi bulan sabit untuk menentukan awal bulan Rajab 1433 H yang dilakukan pada Senin (21/5) petang, bertepatan dengan 29 Jumadal Tsaniyah 1433 H, tidak berhasil melihat hilal. Dari 90 titik rukyat di Indonesia tak satu pun melaporkan hilal. Ini terjadi karena aktifitas rukyat terkendala cuaca. Sebagian daerah mendung bahkan hujan pada saat dilakukan rukyat.

Selain itu, meski telah memenuhi kriteria imkanur rukyat atau visibilitas pengamatan 2 derajat, posisi hilal pada saat dilakukannya rukyat baru pada ketinggian minimal 3,27 derajat.

“Atas dasar istikmal maka tanggal 1 Rajab 1433 jatuh pada hari Rabu, 23 Mei 2012,” kata Ketua Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU), KH A. Ghazalie Masroeri kepada NU Online di Jakarta, Senin (21/1) malam.

Data hisab dalam almanak PBNU yang diterbitkan oleh LFNU menunjukkan, ijtima’ atau konjungsi telah terjadi pada hari ini, pukul 06.42 WIB. Untuk markaz Jakarta, hilal pada saat matahari terbenam nanti sudah berada di ketinggian 3,27 derajat dengan posisi miring ke utara, dan akan berada di ufuk selama 18 menit 20 detik.

Dengan pertimbangan waktu ijtima’ dan posisi hilal tersebut diperkirakan hilal sudah dapat terlihat pada saat matahari tenggelam Senin, namun kemungkinannya sangat kecil.

Karena hilal tak terlihat pada saat dilakukannya rukyat maka sesuai ketentuan syariat harus dilakukan istikmal atau penyempurnaan bilangan bulan Jumadal Tsaniyah 1433 menjadi 30 hari. Dan umat Islam yang menjalankan puasa sunnah Rajab, baru bisa mulai puasa pada Rabu besok.

Mengapa tidak terlihat, walau ketinggiannya sudah lebih dari 2 derajat? Ya, karena ketampakan hilal dipengaruhi oleh kontras antara cahaya hilal yang redup dengan cahaya senja (syafak) yang masih cukup terang. Kontras itu bukan hanya dipengaruhi oleh ketinggian dari ufuk, tetapi juga jaraknya dari matahari. Oleh karenanya saya mengusulkan Kriteria Hisab Rukyat Indonesia (http://tdjamaluddin.wordpress.com /2010/08/02/analisis-visibilitas-hilal-untuk-usulan-kriteria-tunggal-di-indonesia/) sebagai berikut:

(3)

Jarak sudut bulan-matahari > 6,4o. 1.

Beda tinggi bulan-matahari > 4o. 2.

Nah, pada saat maghrib 21 Mei 2012 bulan sudah cukup tinggi, lebih dari 3 derajat dan beda tinggi bulan-matahari lebih dari 4 derajat, jadi memenuhi syarat ke-2. Tetapi jarak bulan-bulan-matahari masih terlalu dekat (lihat gambar posisi bulan-matahari di awal tulisan ini), hanya sekitar 4,5 derajat. Artinya, syarat pertama tidak terpenuhi. Mengapa bisa tidak terlihat? Karena jarak bulan yang terlalu dekat dengan matahari, menyebabkan cahaya hilal kalah oleh cahaya syafak yang cukup kuat di sekitar matahari.

Lebih jelas lagi kalau kita bandingkan secara grafis dengan kriteria visibilitas hilal Odeh untuk Rajab 1433 (http://www.icoproject.org/icop/shw33.html). Terlihat bahwa di wilayah Indonesia hilal tidak mungkin bisa dirukyat pada 21 Mei 2012, baik dengan alat optik, apalagi dengan mata telanjang (Indonesia berada di wilayah dengan warna putih, yang berarti tidak mungkin bisa rukyat hilal).

Kasus ini menunjukkan, bahwa kriteria “2-3-8″ (tinggi hilal lebih dari 2 derajat, jarak bulan-matahari lebih dari 3 derajat, dan umur hilal lebih dari 8 jam) perlu disempurnakan lagi, disesuaikan dengan kriteria visibilitas hilal. Dengan kriteria imkan rukyat yang berbasis astronomi, maka hilal yang terlalu rendah akan

(4)

ditolak, sementara bila hilal telah cukup tinggi dan jarak bulan-matahari cukup jauh yang memenuhi kriteria imkan rukyat maka awal bulan dapat ditetapkan, baik terlihat atau pun tidak karena sudah didasarkan pada rukyat jangka panjang.

Filed under: 1. Astronomi & Antariksa, 2. Hisab-Rukyat

« Konsep Geosentrik yang Usang Menginspirasi Wujudul Hilal Jangan Ada Dikotomi Antara Sains dan Islam »

17 Tanggapan

Drs. H. Abd. Salam, S.H. M.H. Wakil Ketua Pengadilan Agama Watansoppeng, on 27 Mei 2012 at 15:27 said:

Assalamu’alaikum.

Prof, permasalahan utama sulitnya mempersatukan pergantian bulan/menentukan tanggal 1 qomariyah, adalah karena ummat Islam beranggapan bahwa menentukan tanggal 1 Ramadlan dan tanggal 1 Syawal adalah ibadah. Menurut saya tidak, menetukan 1 Ramadlan dan 1 Syawal itu tidak ubahnya dengan menentukan tanggal 1 Muharram, 1 Safar, 1 Rabiulawal dan seterusnya itu adalah domain ilmu

pengetahuan yang tidak memerlukan dalil agama (Al-Qur-an dan hadits). Karenanya itu tugas ilmuwan bukan tugas ahli-tafsir dan ahli hadits.

Hadits Nabi “shuumuu liru’yatih….” sebagai reaksi basyariyah atas pertanyaan sahabat yang melihat hilal, kalau dibahasakan ” oh,, kalau begitu kita sudah masuk tanggal 1 bulan Ramadlan karenanya mari kita berpuasa !. Hal tersebut karena saat itu belum ada ilmu hisab, maka kebiasaan mereka menandai pergantian bulan itu dengan adanya hilal baru.

Saat ini telah ada ilmu hisab dan dari ilmu hisab tersebut para ahli dapat menghitung ijtima’. Fenomena ijtima’ terjadi sebulan sekali, saatnya singkat, mengapa bukan ijtima’ itu saja yang kita pedomani sebagai batas “awal dan akhir bulan”.

Jika itu sepakat, maka kita tinggal aplikasi, karena kesepakan kita pergantian hari qomariyah itu dimulai saat ghurubus syamsyi, maka daerah-daerah yang ghurubnya bersamaan dengan ijtima’ adalah daerah kritis (perbatasan bulan), Belahan timur perbetasan akhir-awal bulan sebagai daerah yang masih bulan lama sedangkan belahan baratnya adalah masuk bulan baru. Selama kita ummat Islam masih bersikukuh imkanur-ru’yah 4 derajat, 3,5 derajat, 3 derajat, 2 derajat atas dasar alasan hadits Nabi, selamanya kita tidak menemukan kesamaan. Ijtima’ sebagai batas awal dan akhir bulan adalah alasan yang cukup ilmiyah dan sedikit resistensi perbedaannya.

Kesimpulan saya, Profesor tidak perlu haits dalam menentukan tanggal 1 Ramadlan atau 1 Syawal, sama halnya ketika anda membuat kalender standar apa yang anda buat dalam menentukan tanggal 1

Muharram, tanggal 1 Safar dst. Wassalam

Balas

immx, on 25 Juli 2012 at 14:51 said:

Trus apa dasarnya kalau awal bulan itu terjadi setelah adanya ijtima’, walaupun belum terlihat hilalnya. Kenapa tanggung begitu, ditetapkan aja misal 10 derajad sebelum ijtima’, toh sama2 gak ada dasarnya. Biar sekalian bedanya gitu lhoh.

Balas

immx, on 25 Juli 2012 at 14:54 said: 1.

(5)

Trus apa dasarnya kalau awal bulan itu terjadi setelah adanya ijtima’, walaupun belum terlihat hilalnya. Kenapa tanggung begitu, ditetapkan aja misa 10 derajad sebelum ijtima’, toh sama2 gak ada dasarnya. Biar sekalian beda gitu lhoh.

Balas

umar, on 2 September 2012 at 22:27 said:

tanggung gimana broo… sudah pas pergantian hari batas dasarnya ijtima’ karena sa’at itulah titik nolnya broo…setelah ijtima’/konjungsi/sejajar kemudian berselisih lagi.. selisih itulah mulainya perhitungan pergantian waktu/hari yg baru walaupun mungkin belum bisa dilihat dengan mata, tapi dengan ilmu bisa diketahui… bukankan dalam akhir ayat al qur’an banyak disebutkan… Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu… berfikir… menggunakan akalnya…. apa ada yang menyebutkan…. Allah akan meninggikan derajat orang yang melihat dengan matanya (meninggikan derajat ini mungkin di dunia ataupun di akhirat).

Adi Damanhuri, on 27 Agustus 2012 at 13:20 said: Like,,,,

Balas

abd.salam, on 17 Juli 2012 at 13:24 said:

Professor sudah benar, Hadits Nabi perintah qoth’i tak boleh dibuang, yang berbuat selain itu adalah Bid’ah…

Balas

coni, on 2 September 2012 at 22:45 said:

bid’ah itu kalau tanpa dasar al qur’an ato hadist rasulullah ato sahabat nabi, kalau dah paham tentang bid’ah semoga semua yang bid’ah-bid’ah bisa dihindari…. diakui dikatakan kalo itu sesat tanpa dasar syari’at Islam.

Balas

abd.salam, on 6 September 2012 at 10:48 said:

Mana hadits kalo Rasul memulai Ramadhan/Syawal hanya dengan Hisab…….????

Terus hadits sahih. qoth’i yang memerintahkan RUKYAH mau diapakan ….??? dibuang….??? inikah yang disebut inkar sunnah..??

ivan, on 6 September 2012 at 12:36 said:

Terus Hadist yang menyatakan bahwa Rasululloh saw sendiri mengatakan umat Islam waktu itu adalah Umat Ummi yang tidak menulis dan tidak menghitung bulan, mau dikemanakan ?… Apa pernyataan anda di atas itu harus dibilang “Wow” gituh ?…

2.

w.sakti, on 20 Juli 2012 at 04:07 said:

Maaf, saya orang awam. Penafsiran dalil tentang jatuhnya bulan puasa serta perhitungan para ahli sangat 3.

(6)

jauh untuk bisa dipahami orang awam seperti saya. Sehingga orang awam cenderung untuk mengikuti orang yang dipercayainya atau yang bisa diterima dalam suatu kelompok. Gesekan di tingkat grass root yang terjadi seringkali berawal dari statement dan perilaku patron umat (ahli, ulama, maupun tokoh masyarakat).

Saya sependapat dengan bapak abd. salam. Kalau Profesor menginginkan adanya keseragaman dalam penentuan hilal, apakah tidak sebaiknya ditentukan garis bulan secara sains dulu prof, sehingga kita bisa membedakan awal bulan dan akhir bulan. Kalau garis bulan sudah ditentukan, kok menurut saya

semuanya akan mudah. Jadi penentuan hilal ramadhan tidak perlu lagi menjadi polemik yang

berkepanjangan yang mana masing2 pendapat saling mengunggulkan metodenya sendiri2. Hemat saya metode hisab (penentuan bulan dengan menggunakan perhitungan) adalah cara untuk menjembatani metode rukyat yang tidak selalu berhasil.

Secara tidak langsung ulasan prof menunjukkan ada yg salah dalam metodologi hisab terutama bagi kalangan astronom sendiri, yaitu TIDAK ADANYA TEOREMA atau KESAMAAN PERSEPSI TENTANG GARIS/BATAS BULAN.

Balas

SJAIFUL BAHRI, on 28 Juli 2012 at 13:54 said:

Saya pernah baca buku AL KISAH No. 21/8-21 Okt 2007 Hal. 143-144 tentang Kisah Ulama “ K.H. Turaichan Adjuri “ Lahir di Kudus Tahun 1916, beliau pernah menentukan waktu I’dul Fitri Tahun 1990 yang berbeda dengan Pemerintah. Dan juga menentang Maklumat Pemerintah yang menyeru agar masyarakat bersembunyi di rumah-rumah ketika gerhana matahari, dan beliau juga menganjurkan umat melihat gerhana dan mendirikan sholat gerhana. KH. Turaichan adalah kisah kecil dari “ pembangkangan kaum” astronom dalam menghitung waktu, sebagaimana kisah besarnya adalah GALILEO yang

terpenjara di Kota Arcetri ITALIA pada tahun 1632, karena menebar Mahdzhab HELIOSENTRISME – Bahwa Matahari adalah pusat semesta alam – seperti ditulisnya dalam Scrip Dialogue. .. GALILEO subversib terhadap doktrin Gereja di bawah otoritas PAUS URBANUS yang GEOSENTRISME. Adapun GALILEO adalah pendukung COPERNICUS, tetapi K.H. Turaichan adalah penyokong Kitab AL

MATHLA’US SA’ID dari Mesir yang banyak mempengaruhi pemikiran beliau. Ilmu Falak adalah ilmu waktu. Dunia Bisnis mengenal waktu adalah uang Orang Jawa menyebutnya Pakuwon (Ilmu), sedang dalam islam waktu adalah Ibadah. Pak Prof. Djamaludin saya sempat lihat artikel 23 tahun dalam agenda Sidang Isbat Tahun 1991 M/1441 H, http://rukyatulhilal.org/artikel/23-tahun-isbat-indonesia.html bahwa Ijtimak’/Konjungsi ( Posisi Bulan Segaris dengan Matahari dan Bumi / Tusuk Sate ) Tgl. 15-04-1991 terjadi pukul 02.40 wib dan hasil Ru’yat tanggal Tgl. 15-04-1991 adalah tinggi hilal 3° 35′ dan hasil sidang isbat Klaim rukyat Pelabuhan Ratu, Cakung, Klender diterima, “ Apakah Pak Prof. Waktu itu sudah menjadi Anggota Badan Hisab Rukyat, Kementerian Agama RI …….?

Balas

tdjamaluddin, on 28 Juli 2012 at 22:41 said:

Tahun 1991 saya masih di Kyoto, tetapi mengikuti semua perkembangan hisab rukyat di Indonesia. Dulu banyak kesaksian hilal yang kontroversial secara astronomi, tetapi diterima karena belum adanya kesepakatan kriteria imkan rukyat.

Balas

ivan, on 29 Juli 2012 at 11:13 said:

Jika memang semua sudah sepakat dengan kriteria imkan rukyat,

Tidak perlu lagi ada pengiriman tim rukyat ke lapangan sebagai bagian dari Metoda Penetapan Awal bulan Hijriyah…

KECUALI kalau Keakuratan Hitungan Astronomi yang sudah canggih sekarang ini MASIH 4.

(7)

DIRAGUKAN KEAKURATAN HITUNGANNYA… Kalau Keakuratannya sudah tidak usah diragukan,

saya berharap Pak Thomas untuk menganjurkan / mengajak secara intens kepada Kubu Penganut Rukyat, agar bisa menggunakan METODA Penetapan Awal Bulan Hijriyah TIDAK PERLU

MENUNGGU LAPORAN HILAL… Sehingga Sidang Isbat tidak perlu dilakukan setiap tahun… tapi bisa 10 atau 100 tahun sekali, langsung kalender hijriyah untuk 10 atau 100 tahun ke depan bisa sekaligus diumumkan…

Balas

Subroto, on 2 Agustus 2012 at 08:33 said: Prof ….

Ada satu studi kasus: penetapan awal bulan di Oslo + daerah2 sekitar kutub utara & Selatan. Metoda Rukyat (hakiki maupun Imkan) gagal total.

Referensi: http://ekonomiorangwarasdaninvestasi.blogspot.com/2012/07/oslo-tanpa-ramadhan-musim-panas.html

Bagaimana tanggapan anda? Balas

tdjamaluddin, on 2 Agustus 2012 at 09:02 said:

Kondisi tidak normal seperti itu juga terjadi pada penentuan waktu shalat. Secara fikih itu biasa, solusi fikihnya gunakan daerah normal didekatnya (untuk kasus penentuan awal bulan) atau waktu normal sebelumnya (untuk waktu shalat).

Balas 5.

Subroto, on 2 Agustus 2012 at 10:03 said: Prof …

Apakah tidak lebih baik seandainya usulan kriteria Visibilitas yg baru ini disosialisasikan dgn membuat softwarenya yg dapat diunduh secara gratis seperti software ICOP metoda Odeh.

Balas

tdjamaluddin, on 2 Agustus 2012 at 12:06 said:

Kalau kriterianya kita sepakati, software mudah dibuat. Saya sudah membuat aplikasi sendiri, tetapi perlu disempurnakan.

Balas 6.

Blog pada WordPress.com. Tema: Digg 3 Column oleh WP Designer. Ikuti

(8)

========================================================

_____ Berbagi ilmu untuk pencerahan dan inspirasi _____”

Referensi

Dokumen terkait

• Selain gigi, mereka memiliki baris yang fleksibel, piring berserat bernama Balin yang menggantung dari rahang atas.. • Balin terbuat

Pertautan yang erat serta hubungan yang timbal-balik antara jenis-jenis kesenian dengan upacara adan aktivitas agama Hindu, maka kesenian Bali pada dasarnya adalah

Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini ditujukan: (1) untuk menganalisis kelayakan usaha dan penyerapan tenaga kerja pada usahatani tembakau virginia yang

Dan juga penelitian dari Rihab Grassa (2012) dalam jurnalnya yang berjudul "Islamic banks' income structure and risk: evidence from GCC countries” mengungkapkan

Ringkas atau pemilihan dilakukan dengan menentukan barang-barang yang diperlukan dan yang tidak diperlukan pada gudang. Langkah ini bertujuan untuk memberi

Supaya bisnis online yang dilakukan dapat berjalan dengan lancar, maka sekiranya ada hal-hal yang dapat dilakukan dalam pendampingan penjualan produk berbasis online kepara

Berdasarkan hasil desain tubuh embung sesuai dengan data penunjang yang didapat, maka didapatkan bahwa tubuh embung Guworejo aman terhadap bahaya yang mungkin

Sedangkan mengenai persyaratan dasar kewilayahan dalam Pembentukan Daerah menurut Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah