• Tidak ada hasil yang ditemukan

*) Teknik Geologi Universitas Hasanuddin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "*) Teknik Geologi Universitas Hasanuddin"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

Vol. 10 No. 02 2014 - 50

Gambar 1. Lokasi Penelitian

LINGKUNGAN PENGENDAPAN PURBA SATUAN NAPAL

FORMASI TONASA BERDASARKAN KANDUNGAN FORAMINIFERA

BENTONIK, STUDI KASUS : SUNGAI CAMMING DAN SUNGAI PALAKKA

KABUPATEN BARRU

PROVINSI SULAWESI SELATAN

Meutia Farida*, Al Imran*, Fauzi Arifin*

*) Teknik Geologi Universitas Hasanuddin

Abstract: The study area is included in Palakka area Barru District of South Sulawesi province. The purpose of this study is to conduct Measuring Section in order to find out information about the small benthic foraminifera and Paleobathymetry of depositional environment of Marl Tonasa Formation in Palakka area. Based on the results of research on both of the Measuring Section, which is supported by microscopic observation, and the obtained depositional environments of each of the layers in Camming River section is Middle Neritic zone – Outer Neritic with a depth is 30,48 to 182.88 m and Palakka River section is Middle Neritic zone - Outer Neritic at a depth is 30,48-182, 88 M. The cycle of Paleoenvironment marl unit in Camming River that occured three cycles : Outer Neritic – Middle Neritic, Middle Neritic – Outer Neritic and Outer Neritic – Middle Neritic. Palakka River that is occurred in six cycles, they are Middle Neritic – Outher Neritic, Outer Neritic – Middle Neritic, Middle Neritic – Outer Neritic, Outer Neritic – Middle Neritic, Middle Neritic - Outer Neritic, Outer Neritic – Middle Neritic.

Based on analysis of planktonic foraminifera are found in the study area, could determine the age of the lithology in Camming River is Upper part of the Lower Eocene to Middle part of Middle Eocene. While the age of the Palakka River is Upper part of the Lower Eocene to Lower part of the Upper Eocene.

Keywords: Measuring Section, Foraminifera, Paleobathymetry, Neritic, Eocene.

1. PENDAHULUAN

Daerah penelitian termasuk dalam wilayah Desa Palakka Kecamatan Barru Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan (Gambar 1.1). Daerah ini disusun oleh Formasi Tonasa dengan dominasi napal dan perselingan tipis batugamping (Sukamto, 1982). Penelitian geologi mengenai Formasi Tonasa telah banyak dilakukan baik peneliti dari dalam maupun dari luar negeri. Namun untuk studi khusus foraminifera bentonik masih dalam tahap studi lapangan mahasiswa, dengan demikian maka perlu dilakukan penelitian detail foraminifera bentonik untuk menentukan lingkungan pengendapan purba (paleoenvironment).

(2)

Metode Penelitian

Pengumpulan data lapangan dengan Metode Penampang Terukur (Measuring Section) pada dua lintasan yaitu lintasan pertama di Sungai Camming dan lintasan kedua di Sungai Barru yang terletak di Desa Palakka. Pengukuran detail setiap lapisan, pencatatan/deskripsi litologi, sketsa/foto, dan pengambilan sampel pada setiap lintasan penampang terukur.

Sampel tersebut kemudian dipreparasi untuk fosil mikro (foraminifera) dan sayatan tipis. Setelah itu sampel yang telah dipreparasi siap untuk diamati dibawah mikroskop binokuler (untuk identifikasi dan determinasi foraminifera), dan pengamatan sayatan tipis untuk penamaan batuan secara petrografi Hasil dan Pembahasan

Adapun hasil dari masing-masing lintasan pengukuran adalah sebagai berikut :

Lintasan Sungai Camming

Daerah pengukuran pertama dilakukan di Sungai Camming yang terletak di Desa Palakka ± 7 km ke arah timur dari kota Barru (Gambar 2). Daerah pengukuran kedua dilakukan di daerah Sungai Barru sekitar 7,5 km ± ke arah timur Kota Barru, panjang lintasan 125 meter dan memperlihatkan adanya perlapisan batuan dengan keduduka N 3250E/440 (Gambar 3).

Gambar 2. Lokasi Pengukuran Measuring Section di Sungai Camming.

Gambar 3. Lokasi pengukuran Measuring Section di Sungai Palakka.

Keterdapatan Spesies Foraminifera Bentonik Lintasan pengukuran pada daerah penelitian umumnya didominasi oleh litologi napal dengan sisipan batugamping, maka berdasarkan hasil analisis mikropaleontologi disetiap lintasan dijumpai kandungan fosil foraminifera bentonik.

Keterdapatan foraminifera bentonik yang ada pada daerah penelitian terdiri atas beberapa spesies, dimana setiap spesies yang dijumpai pada setiap lintasan pengukuran mengacu pada publikasi dan dokumentasi foraminifera kecil bentonik yang terdapat dalam An Illustrated Key to the Genera of the Foraminifera (Cushman, 1983).

Lintasan Sungai Camming

Lintasan Sungai Camming tersusun oleh litologi napal dan sisipan batugamping. Napal berwarna lapuk cokelat kehitaman, dan segar berwarna abu-abu, ukuran butir lempung, karbonatan, tekstur klastik, struktur berlapis. Sisipan Batugamping berwarna lapuk cokelat kehitaman, dan segar berwarna putih keabu-abuan, tekstur bioklastik, ukuran butir pasir sedang, karbonatan, komposisi material berupa mineral kalsit, dan foram besar, struktur berlapis dengan kedudukan N 230/310 E.

Berdasarkan conto batuan yang diperoleh dari hasil pengukuran stratigrafi Measuring Section, ditemukan beberapa fosil foraminifera kecil bentonik.

Berdasarkan hasil analisis mikropaleontologi dijumpai beberapa spesies foraminifera kecil bentonik pada lapisan bagian bawah yaitu : (a).

(3)

Vol. 10 No. 02 2014 - 52

Bermudez, (c). Dentalina mucronata

Neugeboren, (d). Dentalina quadrulata

Cushman and Laiming, (e). Dentalina semilaevis Hantken, (f). Discorbis sp. (g).

Ellipsoglandulina exponens (H. B. Brady), (h).

Lagena asperiodes Galloway and Morrey, (i).

Nodogerina soluta (Reuss), (j). Nodosarella decurta (Bermudez), (k). Nodosarella hologlypta Bermudez, (l). Nodosarella salmojraghii Martinotti, (m). Nodosarella Subnodosa (Guppy), (n). Nodosarella tuckerae

(Hadley), (o). Nodosaria pyrula d'Orbigny, (p).

Nodosaria raphanistrum (Linne), (q).

Nodosaria soluta (Reuss), (r). Siphogerina taberana Bermudez, (s). Siphonodosaria paucistriata (Galloway and Morrey),(Gambar 4).

Gambar 4. Foraminifera bentonik pada lapisan bagian bawah Sungai Camming. Analisis tingkat kelimpahan foraminifer kecil bentonik yang terkandung dalam lapisan bagian bawah (Gambar 5).

Gambar 5. Diagram distribusi foraminifera bentonik lapisan bagian bawah Sungai Camming.

Foraminifera kecil spesies bentonik yang dijumpai pada lapisan bagian atas berdasarkan hasil analisis mikropaleontologi yaitu : (a).

Cibicides pseudongerianus (Cushman) (b).

Nodogerina challengeriana Thalmann, (c).

Nodogerina. heterosculpata Bermudez, (d).

Nodosarella decurta (Bermudez), (e)

Nodosarella sp. (f). Nodosarella tuckerae

(Hadley), (g). Nodosaria soluta (Reuss), (h).

Nodosaria sp. (i). Nonion grateloupis

(d'Orbigny), (j). Pleurostumella schuberti

Cushman, (k). Siphonodosaria sp. (l).

Siphotextularia catenata (Cushman), (Gambar 6).

Gambar 6. Foraminifera bentonik yang dijumpai pada lapisan bagian atas Sungai Camming.

Analisis tingkat kelimpahan foraminifera kecil bentonik yang terkandung dalam lapisan bagian atas dapat dilihat pada distribusi foraminifera bentonik (Gambar 7).

Gambar 7. Diagram distribusi foraminifera bentonik pada lipisan bagian atas Sungai Camming. 0 1 2 3 4 5 6 0,5 2 1 1,5 1,5 0,5 3,5 2 3 1 3 2 1 5 3 0,5 5,5 2 0,5 2 Nama Spesies Jumlah Fosil (%) 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3 2 0,5 1 0,5 0,5 0,5 0,5 1,5 1 1,5 1,5 Nama Spesies Jumlah Fosil (%)

(4)

Lintasan Sungai Palakka

Lintasan Sungai Palakka tersusun oleh litologi napal dan sisipan batugamping. Napal berwarna lapuk cokelat kehitaman, dan segar berwarna abu-abu, ukuran butir lempung, karbonatan, tekstur klastik, struktur berlapis (N 3200/400 E). Batugamping warna lapuk

cokelat kehitaman, dan segar berwarna putih keabu-abuan, tekstur bioklastik, ukuran butir pasir sedang, karbonatan, komposisi material berupa mineral kalsit, dan foram besar, struktur berlapis dengan kedudukan N 3250/440 E. Berdasarkan conto batuan yang

diperoleh dari hasil pengukuran stratigrafi terukur, ditemukan beberapa fosil foraminifera kecil bentonik.

Foraminifera kecil bentonik yang dijumpai pada lapisan 2 berdasarkan hasil analisis mikropaleontologi yaitu : (a). Ammobaculites

sp. (b). Bulimina sp. (c). Cibicides sp. (d).

Elphidium sp. (e). Lagena acuticosta Reuss, (f).

Lagena sp. (g). Nodogerina sp. (h). Nodosarella decurta (Bermudez), (i). Nodosaerlla hologlypta

BERMUDEZ, (j). Nodosarella salmojraghii

Martinotti, (k). Nodosarella sigmoidea (Coryell and rivero), (l). Nodosarella subnodosa (Guppy), (m). Nodosarella tuckerae (Hadley), (n).

Nodosaria sp. (o). Nodosarella sp. (p).Nonion sp. (q). Robulus sp. (r). Textularia sp. (s).

Siphonodosaria sp., (Gambar 8).

Gambar 8. Foraminifera bentonik pada lapisan bagian bawah (lapisan 2) Sungai Palakka.

Analisis tingkat kelimpahan foraminifera kecil bentonik yang terkandung dalam lapisan bagian bawah dapat dilihat pada distribusi foraminifera bentonik berikut:

Gambar 9. Diagram distribusi foraminifera bentonik pada lapisan bagian bawah Sungai Palakka.

Foraminifera kecil bentonik yang dijumpai pada lapisan 11 berdasarkan hasil analisis mikropaleontologi yaitu : (a). Dentalina mucronata Neugeboren, (b). Dentalina sp. (c).

Ellipsoglandulina exponens (H.B.Brady), (d).

Nodogerina challengeriana Thalmann, (e).

Nodogerina laevigana Bermudez, (f).

Nodogerina sp. (g). Nodosarella decurta

(Bermudez), (h). Nodosarella salmojraghii

Martinotti, (i). Nodosarella subnodosa (Guppy), (j). Nodosarella tuckerae (Hadley). (k).

Nodasaria mexicana Cushman, (l). Nodosaria soluta (Reuss), (m). Nodosaria sp. (n).

Nodosarella sp. (o). Nodosaria raphanistrum

(Linne), (p). Robulus meivilli Cushman and Renz, (q). Textularia sp. (r). Siphonodosaria nuttalli (Cushman & Jarvis), (s).

Siphonodosaria paucistriata (Galloway and Morrey), (Gambar 10).

Analisis tingkat kelimpahan foraminifera kecil bentonik yang terkandung dalam lapisan bagian tengah (lapisan 11) lintasan Sungai Palakka dapat dilihat pada distribusi foraminifera bentonik di bawah:

0 1 2 3 4 5 6 1,5 1 2 5 2 2 6 1 2 3 2 1 3 2 4 2 3 5 2,5 Nama Spesies Jumlah Fosil (%)

(5)

Vol. 10 No. 02 2014 - 54

Gambar 10. Foraminifera bentonik yang

dijumpai pada lapisan bagian tengah Sungai Palakka.

Gambar 11. Diagram distribusi foraminifera bentonik pada lapisan bagian tengah Sungai Palakka.

Foraminifera kecil spesies bentonik yang dijumpai pada lapisan 14 berdasarkan hasil analisis mikropaleontologi yaitu : (a). Bulimina

sp, (b). Dentalina coocperensis Cushman, (c).

Dentalina mucronata Neugeboren, (d).

Ellipsoglandulina exponens (H.B.Brady), (e).

Lagena acuticosta Reuss, (f). Nodogerina heterosculpta Bermudez, (g). Nodogerina sp. (h). Nodosarella decurta (Bermudez), (i).

Nodosarella hologypta BERMUDEZ, (j).

Nodosarella salmojraghii Martinotti, (k).

Nodosarella subnodosa (Guppy), (l).

Nodosarella tuckerae (Hadley), (m). Nodosaria hipsida d'Orbigny, (n). Nodosaria soluta

(Reuss), (o). Nodosaria sp. (p). Nodosarella sp. (q). Siphogenerina sp. (r). Sihpnonodasaria

paucistriata (Galloway and Morrey), (s).

Siphonodosaria sp., (Gambar 12).

Gambar 12. Foraminifera bentonik yang dijumpai pada lapisan bagian Atas Sungai Palakka.

Analisis tingkat kelimpahan foraminifera kecil bentonik pada lapisan bagian atas dapat dilihat pada distribusi foraminifera bentonik (Gambar 13).

Gambar 13. Diagram distribusi foraminifera bentonik pada lapisan bagian Atas Sungai Palakka.

Interpretasi Lingkungan Pengendapan Purba

Penentuan lingkungan pengendapan satuan napal daerah penelitian didasarkan pada kandungan foraminifera kecil bentonik yang dijumpai pada setiap lapisan litologi.

Parameter penentuan lingkungan pengendapan pada daerah penelitian menggunakan klasifikasi lingkungan pengendapan menurut Bandy (1967), sebagai berikut : 0 1 2 3 4 5 6 3 6 1,5 2 1 3,5 1 2 3 5 3 0,5 2,5 1,5 1 1 1 1 2 Nama Spesies Jumlah Fosil (%) 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 0,5 1,5 4,5 1 1 1 2 1,5 2,5 3 2 3 1 1,5 1,5 1 1,5 1,5 2,5 Nama Spesies Jumlah Fosil (%)

(6)

Lintasan Sungai Camming

Pada lintasan Sungai Camming tersusun atas litologi napal dengan sisipan batugamping, dengan komposisi batuan yang bersifat karbonatan dan dijumpai struktur sedimen berupa laminasi. Pembahasan secara terperinci adalah sebagai berikut:

Jenis spesies bentonik melimpah yang digunakan untuk menentukan lingkungan pengendapan lapisan bagian bawah yaitu

Ellipsoglandulina exponens (H. B. Brady),

Nodogerina laevigata Bermudez, Nodosarella decurta (Bermudez), Nodosarella Subnodosa

(Guppy), Nodosarella tuckerae (Hadley),

Nodosaria raphanistrum (Linne), (Tabel 1). Tabel 1 : Penentuan lingkungan pengendapan

berdasarkan foraminifera kecil bentonik pada lapisan bagian bawah ( Bandy, 1967).

Dari keterdapatan fosil bentonik dengan menggunakan klasifikasi lingkungan pengendapan menurut Bandy 1967, maka dapat disimpulkan bahwa lapisan bagian bawah terendapkan pada zona Nertik Tengah – Neritik Luar yaitu pada kedalaman (30,48-91,44 m) – ((30,48-91,44-182,88 m).

Hasil analisis foraminifera bentonik pada lapisan bagian atas menunjukkan lingkungan pengendapan dari lapisan tersebut, maka dijumpai jenis spesies bentonik berikut:

Cibicides pseudongerianus (Cushman),

Nodogerina challengeriana Thalmann,

Nodosarella decurta (Bermudez), Nonion grateloupis (d'Orbigny), Siphonodosaria sp. (l).

Siphotextularia catenata (Cushman), (Tabel 2).

Tabel 2 : Penentuan lingkungan pengendapan berdasarkan foraminifera kecil bentonik pada lapisan bagian atas, ( Bandy, 1967).

Berdasarkan keterdapatan fosil bentonik dengan menggunakan klasifikasi lingkungan pengendapan menurut Bandy 1967, maka dapat disimpulkan bahwa lapisan bagian atas terendapkan pada zona Neritik Tengah – Neritik Luar yaitu pada kedalaman (30,48-91,44 m) – ((30,48-91,44-182,88 m).

Lintasan Sungai Palakka

Pada lintasan Sungai Palakka tersusun atas litologi napal dengan sisipan batugamping, dengan komposisi batuan yang bersifat karbonatan dan dijumpai struktur sedimen berupa bioturbasi. Secara terperinci akan dijelaskan mulai dari lapisan tertua hingga lapisan termuda.

Lapisan bagian bawah tersusun oleh litologi napal. Penentuan lingkungan pengendapan pada lapisan ini didasarkan pada analisis kandungan fosil mikro bentonik. Berdasarkan hasil analisis tersebut, diperoleh: Bulimina sp.

Elphidium sp. Nodogerina sp. Nodosarella salmojraghii Martinotti, Nodosarella tuckerae

(Hadley), Nodosarella sp. Robulus sp.

(7)

Vol. 10 No. 02 2014 - 56

Tabel 3 : Penentuan lingkungan pengendapan

berdasarkan foraminifera kecil bentonik pada lapisan 2, (Bandy, 1967).

Berdasarkan keterdapatan fosil bentonik dengan menggunakan klasifikasi lingkungan pengendapan menurut Bandy 1967, maka dapat disimpulkan bahwa lapisan bagian tengah terendapkan pada zona Neritik Tengah – Neritik Luar yaitu pada kedalaman (30,48-91,44 m) – ((30,48-91,44-182,88 m).

Sesuai dengan analisis tersebut maka dijumpai jenis spesies bentonik melimpah yang digunakan untuk menentukan lingkungan pengendapan lapisan bagian tengah yaitu

Dentalina mucronata Neugeboren, Dentalina

sp. Nodogerina sp. Nodosarella subnodosa

(Guppy), Nodosarella tuckerae (Hadley).

Nodasaria mexicana Cushman, Nodosaria sp.

Nodosarella sp., (Tabel 4).

Tabel 4 : Penentuan lingkungan pengendapan berdasarkan foraminifera kecil spesies bentonik pada lapisan bagian tengah, (Bandy, 1967).

Berdasarkan keterdapatan fosil bentonik, maka dengan menggunakan klasifikasi lingkungan pengendapan menurut Bandy 1967, dapat disimpulkan bahwa lapisan tengah terendapkan pada zona Neritik Tengah – Neritik Luar yaitu pada kedalaman (30,48-91,44 m) – ((30,48-91,44-182,88 m).

Hasil analisis tersebut spesies bentonikyang jumlahnya melimpah digunakan untuk menentukan lingkungan pengendapan lapisan bagian atas yaitu Dentalina coocperensis

Cushman, Nodogerina sp. Nodosarella hologypta BERMUDEZ, Nodosarella salmojraghii Martinotti, Nodosarella subnodosa (Guppy), Nodosarella tuckerae

(Hadley), Siphonodosaria sp., (Tabel 5). Tabel 5: Penentuan lingkungan pengendapan

berdasarkan foraminifera kecil bentonik pada lapisan bagian atas (Bandy, 1967).

Dengan demikian makan lapisan bagian atas terendapkan pada zona Neritik Tengah – Neritik Luar yaitu pada kedalaman (30,48-91,44 m) – ((30,48-91,44 -182,88 m).

(8)

Umur Relatif

Umur lapisan sedimen ditentukan berdasarkan hasil determinasi umur foraminifera kecil planktonik yang terkandung dalam litologi tersebut. Penentuan umur relatif ini dimaksudkan untuk mengetahui urut – urutan proses pengendapan material sedimen hingga terbentuknya suatu batuan sedimen.

Parameter penentuan umur relatif tiap lapisan pengamatan pada daerah penelitian didasarkan pada kandungan foraminifa kecil planktonik berdasarkan Zonasi Blow, 1969 (POSTUMA, 1971).

Berdasarkan analisis fosil planktonik yang terdapat pada daerah penelitian maka umur batuan yang menyusun daerah penelitian yaitu pada lintasan Sungai Camming berumur Eosen Bawah bagian Atas - Eosen Tengah bagian Tengah. Sedangkan umur dari lintasan Sungai Palakka yaitu Eosen Bawah bagian Atas - Eoses Atas bagian Bawah.

Kesimpulan

Berdasarkan data – data yang diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan dan analisis laboratorium dari tiap – tiap lapisan batuan pada daerah penelitian maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Lingkungan pengendapan purba satuan napal pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan pemunculan dan kelimpahan dari foraminifera bentonik yang dijumpai pada setiap lapisan litologi, dimana Lintasan Sungai Camming dan Lintasan Sungai Palakka terendapkan pada zona Neritik Tengah - Neritik Luar yaitu pada kedalaman 30,48 m - 182,88 m.

2. Siklus perubahan lingkungan pengendapan satuan napal pada daerah penelitian yaitu pada lintasan Sungai Camming terjadi tiga siklus yaitu Neritik Tengah – Neritik Luar, Neritik Luar – Neritik Tengah dan Neritik Tengah – Neritik Luar dan pada Lintasan Sungai Palakka yaitu terjadi enam siklus yaitu dari zona Neritik Tengah – Neritik Luar, Neritik Luar – Neritik Tengah, Neritik Tengah – Neritik Luar, Neritik Luar – Neritik Tengah, Nertik Tengah – Neritik Luar, dan Neritik Luar – Neritik Tengah. 3. Berdasarkan analisis fosil planktonik yang

terdapat pada daerah penelitian maka kita dapat mengetahui umur dari daerah penelititan yaitu pada lintasan Sungai Camming berumur Eosen Bawah bagian

Atas - Eosen Tengah bagian Tengah. Sedangkan umur dari lintasan Sungai Palakka yaitu Eosen Bawah bagian Atas - Eoses Atas bagian Bawah.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar. Secara khusus penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada LP2M Unhas atas terselenggaranya penelitian ini dari bantuan dana BOPTN, dan muspida setempat yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di daerah ini.

Daftar Pustaka.

Bandy,O.L., 1967, Foraminifera Indices In Paleocology, Esso Production Research Company, Houston, Texas.

Cushman, J. A., 1983, An Illustrated Key to the Genera of the Foraminifera, Sharon, Massachusetts, U.S.A.

Postuma, J. A., 1971, Manual of Planktonic Foraminifera, Elsevier Publishing Company, Amsterdam, Netherlands. Sukamto Rab, 1982, Geologi Regional Lembar

Pangkep, dan Watampone Bagian Barat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung

(9)

Vol. 10 No. 02 2014 - 58

LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUAN KARBONAT FORMASI TONASA

PADA DAERAH KARAMA KECAMATAN BANGKALA KABUPATEN

JENEPONTO PROVINSI SULAWESI SELATAN

Nurhikmah Supardia, A. M. Imranb, Meutia Faridab,

a) Mahasiswa Teknik Geologi Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan b) Dosen Teknik Geologi Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan

Sari: Daerah penelitian termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan merupakan Anggota Formasi Tonasa yang berumur Eosen Tengah bagian Bawah sampai Eosen Tengah bagian Tengah. Maksud dari penelitian ini yaitu untuk menentukan litologi, struktur sedimen dan kandungan fosil batuan karbonat pada daerah penelitian dengan metode

measuring section dengan tujuan mengetahui lingkungan pengendapan batuan karbonat pada daerah penelitian. Berdasarkan pengamatan lapangan dan pengamatan secara mikroskopik, maka lingkungan pengendapan terbagi menjasi 2 siklus, yaitu: siklus I, struktur sedimen berupa lamination. Litologi berupa mudstone, packstone dan grainstone. Siklus ini terendapkan pada lingkungan Inner shelf sampai Middle shelf. Berdasarkan pada kandungan fosil Textularia sp. dan Cibicides sp., litologi ini terendapkan pada lingkungan normal marine lagoons and carbonate platforms. Siklus II, struktur sedimen berupa bioturbasi. Litologi berupa mudstone, wackstone, packstone dan grainstone. Siklus ini terendapkan pada lingkungan Middle shelf sampai Inner shelf. Berdasarkan pada kandungan fosil

Textularia sp., Quinqueloculina sp. dan Cibicides sp., Litologi ini terendapkan pada lingkungan normal marine lagoons and carbonate platforms.

Kata kunci: Daerah Karama, measuring section, normal marine lagoons, carbonate platforms.

Abstract: The study area located in Karama, Bangkala district, Jeneponto Regency, South Sulawesi Province is Member of Limestone of Tonasa Formation which is Early Middle Eocene to Mid Middle Eocene in age. This research is aimedto determine geological condition which lithology, structural of sediment and contents of fossil on limestone with the research method using by measuring section. The objective of this research to study depositional environment on the limestone. Based on field observation and microscopic, thus depositional environment consists of 2 cycle, are: 1, structural of sediment which is lamination. Lithology of the studied consists of mudstone, packestone, and grainstone. The cycle was deposited in the Inner shelf of environment to Middle shelf. Based on fossil contents Textularia sp., and Cibicides sp., this lithology was deposited in the normally environment of marine lagoons and carbonate platforms. 2, structural of sediment which is biotubation. Lithology of the studied consists of mudstone, wackestone, packestone and grainstone.The cycle was deposited in the Middle shelf to Inner shelf. Based on fossil contents Textularia sp., and Quinqueloculina sp., and Cibicides Sp., this lithology was deposited in the normally environment of marine lagoons and carbonate platforms.

Keywords: Karama area, measuring section, normal marine lagoons, carbonate platforms.

1. PENDAHULUAN

Permukaan muka bumi terdiri dari bermacam – macam batuan. Batuan yang terbanyak dijumpai adalah batuan sedimen. Batuan tersebut terbentuk secara proses fisika, kimia, dan biologi yang terendapkan secara alamiah di berbagai lingkungan pengendapan dan terus berjalan hingga saat ini. Batuan sedimen

sangat besar kontribusinya terhadap penentuan dan pembelajaran batuan sedimen purba dalam skala waktu geologi. Banyak batuan sedimen purba yang diperkirakan sistem dan lingkungan pengendapannya

(10)

dianalogikan dengan proses-proses sedimentasi yang terjadi pada saat ini contohnya batuan karbonat.

Penelitian batuan karbonat di Sulawesi Selatan telah banyak dilakukan oleh para ahli baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri, salah satunya adalah Wilson (1996) yang meneliti mengenai batugamping Formasi Tonasa di Sulawesi Selatan.

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui litologi, struktur sedimen dan kandungan fosil batuan karbonat pada daerah penelitian. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui lingkungan pengendapan batuan karbonat pada daerah penelitian.

Secara administratif daerah penelitian termasuk dalam Daerah Karama Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. Secara geografis daerah penelitian terletak pada koordinat 119º32'00" -119º33'30" BT dan 05o33'30" - 05o35'00" LS.

Daerah penelitian dapat ditempuh dari Makassar ke Karama sekitar 2 jam dengan jarak ± 72 km.

2. METODE PENELITIAN

Metode penelitian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu pengambilan data lapangan, analisis laboratorium dan interpretasi data.

Metode pengambilan data lapangan adalah

measuring section yaitu membuat penampang terukur dengan mengadakan pengukuran ketebalan unit lapisan dan pendeskripsian batuan secara detail setiap lapisan pada suatu lintasan. Analisis laboratorium meliputi analisis petrografi dan analisis mikropaleontologi. Analisis petrografi untuk mengetahui komposisi material, ukuran butir, kandungan fosil foraminifera yang terdapat pada sayatan tipis dan nama batuan secara petrografis. Klasifikasi penamaan batuan yang digunakan adalah klasifikasi Dunham, 1962). Analisis mikropaleontologi menentukan nama spesies bentonik yang ada pada setiap litologi didasarkan pada An Illustrated Key To The Genera Of The Foraminifera (Cushman, 1983) sedangkan untuk penentuan spesies planktonik digunakan Manual of Planktonic Foraminifera (Postuma, 1971). Data-data hasil analisis kemudian diolah berdasarkan Interpretasi lingkungan pengendapan Bandy

(1967), Paul Enos (1983) dan Howard A.Armstong & Martin D. Brasier (2005).

3. GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

Sukamto (1982) membagi geologi regional daerah penelitian termasuk dalam wilayah lembar Ujungpandang, Benteng dan Sinjai. Stratigrafi regional Karama tersusun oleh batugamping Formasi Tonasa, dan endapan Aluvium.

Formasi Tonasa ; batugamping, sebagian berlapis dan sebagian pejal; koral, bioklastika, dan kalkarenit, dengan sisipan napal globigerina, batugamping kaya foram besar, batugamping pasiran, setempat dengan moluska; kebanyakan putih dan kelabu muda, sebagian kelabu tua dan coklat. Pelapisan baik setebal antara 10 cm dan 30 cm, terlipat lemah dengan kemiringan lapisan rata-rata kurang dari 25o; di daerah Jeneponto batugamping

berlapis berselingan dengan napal globigerina (Sukamto dan Supriatna, 1982).

Menurut Wilson (1995), material sedimen karbonat tepi pantai Sulawesi berkisar Eosen Tengah bagian Bawah atau Eosen Tengah bagian Atas yaitu Barru Area yang berasal dari arah utara (Wilson,1995). Batugamping Tonasa

grainstone dan packstone yang mengandung foraminifera bentonik yang tersebar luas (melimpah) yang terbentuk pada energi tinggi

Gambar 1.1 Peta Regional daerah

Karama (

(Sukamto & Supriatna (1982)

(11)

Vol. 10 No. 02 2014 - 60

sedangkan packstone dan wackstone terbentuk

pada energi yang lemah.

Material sedimen tertua terjadi pada daerah Jeneponto bagian selatan dengan perlapisan yang bagus berupa litologi packstone. Diinterpretasikan terendapkan dari Middle-Outer ramp dengan pengaruh laut terbuka. Namun belum diketahui secara pasti terendapkan pada laut dangkal atau marginal marine. Batugamping tidak tersingkap pada Jeneponto bagian selatan, melainkan napal tertua yang tersingkap pada daerah ini yang berumur Eosen Tengah sampai Eosen Atas.

Formasi Gunungapi Baturape Cindako terdiri atas basal porfiri dengan fenokris piroksin berukuran besar sekitar 1 cm, berwarna abu-abu kehijauan hingga hitam, lava sebagian kekar maniang dan sebagian berkekar lapis. Pada umumnya breksi berkomponen kasar, adanya berukuran 15 cm hingga 60 cm, banyak mengandung pecahan piroksin. Tebal dari satuan ini tidak kurang dari 1250 m. Satuan batuan berumur Pliosen Akhir

Endapan Aluvium, Danau dan Pantai berupa lempung, lanau, lumpur, pasir dan kerikil di sepanjang sungai besar dan pantai. Endapan pantai setempat mengandung sisa kerang dan batugamping koral.

Menurut Sukamto (1982), struktur geologi di daerah pegunungan Lompobattang dan sekitarnya berupa struktur lipatan dan struktur sesar.

Struktur lipatan mempunyai arah jurus dan kemiringan perlapisan batuan yang tidak teratur,sehingga sulit untuk menentukan jenisnya. Adanya pelipatan dicirikan oleh kemiringan lapisan batuan,baik batuan Tersier maupun batuan Kwarter (Plistosen), telah mengalami perlipatan, sehingga umur lipatan ini ditafsirkan setelah Plistosen. Struktur sesar ini mempunyai arah yang bervariasi,seperti pada daerah Lompobattang ditemukan sesar dengan arah Utara-Selatan, Timur-Barat, Baratdaya-Timurlaut, sedangkan pada baian Utara mengarah Baratdaya-Timurlaut dan Baratlaut-Tenggara, dimana jenis sesar ini sulit untuk ditentukan. 4. STRATIGRAFI KARAMA

Hasil analisis mikropaleontologi yang dilakukan pada daerah penelitian mengandung

fosil spesies plantonik berupa: Globigerina senni (BECKMANN) (a), Globigerina boweri

BOLLI (b), Globigerina ouachitaensis HOWE and WALLACE (c), Globigerapsis index

(FINLAY) (d), Globorotalia bolivariana

(PETTERS) (e). Globigerapsis kugleri BOLLI, LEOBLICH and TAPPAN (f). Globorotalia increbescens (BANDY) (g). Globigerina trilocullinoides PLUMMER (h). Globigerina soldadoensis BRONNIMAN (i) Globigerina yeguaensis WEINZIERL and APPLIN (j).

Globigerina ouachitaensis HOWE and WALLACE, (k). Globigerina ampliapertura

BOLLI.

Penentuan umur daerah penelitian ini didasarkan pada keterdapatan fosil plantonik dengan menggunakan zona puncak yaitu ditandai oleh fosil Globigerina Boweri BOLLI yang mengalami perkembangan maksimum sehingga umur daerah penelitian yaitu Eosen Tengah bagian Bawah sampai Eosen Tengah bagian Tengah (P10-P11) menurut Postuma, 1971.

Pada daerah penelitian dijumpai struktur sedimen berupa lamination dan bioturbasi. Selain itu dijumpai fosil foraminifera plantonik dan bentonik. Berdasarkan hal tersebut lingkungan pengendapan daerah penelitian terbagi menjadi 2 siklus yang akan dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

4.1. Stratigrafi siklus I

Siklus pertama dimulai dari lapisan 1 sampai lapisan 12. Hal ini ditandai dari karakteristik tiap lapisan yaitu ketebalan lapisan batugamping yang semakin ke atas semakin tebal. Kenampakan lapangan berwarna terang sampai abu-abu gelap. Struktur sedimen berupa lamination. Litologi pada siklus ini berupa mudstone, packstone dan grainstone. Berdasarkan karakteristik tersebut, jika disebandingkan dengan klasifikasi Enos (1983), siklus I terendapkan pada lingkungan

Inner shelf sampai Middle shelf.

Berdasarkan keterdapatan fosil bentonik yang disebandingkan dengan klasifikasi lingkungan pengendapan menurut Bandy 1967 maka dapat disimpulkan bahwa lapisan ini terendapkan pada zona Middle Neritik dengan kedalaman 30 – 90 meter.

Siklus 1 dijumpai Textulariina sebanyak 13 fosil yang terdiri dari Textularia aglutinans d' Orbigny, Siphotextularia plana (Cushman),

(12)

Textularia sp. Tidak dijumpai Rotaliina dan

Milioliina. Cibicides dijumpai sebanyak 40 fosil yang terdiri dari Cibicides americanus

(Cushman), Cibicides barnetti (Bermudez),

Cibicides hispaniolae (Bermudez), Cibicides hunteri Bermudez, Cibicides io Cushman,

Cibicides micrus Bermudez, Cibicides pseudongerianus (Cushman), Cibicides sp. Jika disebandingkan dengan klasifikasi Armstrong & Brasier (2005) yang didasarkan pada kandungan fosil Textularia dan Cibicides., Litologi ini terendapkan pada lingkungan

normal marine lagoons and carbonate platforms.

a.Textularia aglutinans d' Orbigny

b.Siphotextularia plana (Cushman)

c.Textularia sp.

d.Cibicides americanus (Cushman)

e.Cibicides barnetti (Bermudez)

f.Cibicides hispaniolae (Bermudez)

g.Cibicides hunteri Bermudez

h.Cibicides io Cushman

i.Cibicides micrus Bermudez

j.Cibicides pseudongerianus (Cushman)

k.Cibicides sp.

4.2 Stratigrafi siklus II

Siklus kedua dimulai dari lapisan 13 sampai lapisan 21. Hal ini ditandai dari karakteristik tiap lapisan yaitu ketebalan lapisan batugamping yang semakin ke atas semakin tipis. Kenampakan lapangan berwarna terang sampai abu-abu gelap. Struktur sedimen

bioturbasi. Litologi pada siklus ini berupa

mudstone, wackstone, packstone, dan

grainstone. Berdasarkan karakteristik tersebut, jika disebandingkan dengan klasifikasi Enos (1983), siklus II terendapkan pada lingkungan Middle shelf sampai Inner shelf. Berdasarkan keterdapatan fosil bentonik yang disebandingkan dengan klasifikasi lingkungan pengendapan menurut Bandy 1967 maka dapat disimpulkan bahwa lapisan ini terendapkan pada zona Middle Neritik dengan kedalaman 30 – 90 meter.

Siklus 2 dijumpai Textulariina sebanyak 29 fosil yang terdiri dari Textularia barnetti

Bermudez, Textularia cubencis Lalicker and Bermudez, Textularia sp. Milioliina sebanyak 5 fosil yaitu Quinqueloculina subarenaria

Cushman. Tidak dijumpai Rotaliina. Cibicides dijumpai sebanyak 10 fosil yang terdiri dari

Cibicides io Cushman, Cibicides lobatus (d' Orbigny), Cibicides sp. Jika disebandingkan dengan klasifikasi Armstrong (2005) yang didasarkan pada kandungan fosil Textularia, Quinqueloculina dan Cibicides. Litologi ini terendapkan pada lingkungan normal marine lagoons and carbonate platforms.

a.Textularia barnetti Bermudez

b.Textularia cubencis Lalicker and Bermudez

c.Textularia sp.

d.Quinqueloculina subarenaria Cushman

e.Cibicides io Cushman

f.Cibicides lobatus (d' Orbigny)

g.Cibicides sp.

5. MEKANISME PENGENDAPAN

Pada kala Eosen Tengah bagian Bawah (P10) daerah penelitian merupakan lingkungan laut dangkal (Inner shelf) yang ditandai dengan terendapkannya material lempung dan fosil

Cibicides sp., Textularia sp., Gambar 1.2 Fosil bentonik pada Siklus

(13)

Vol. 10 No. 02 2014 - 62

Quinqueloculina sp., dan Globigerina sp. membentuk batulempung karbonat. Pada kala ini terjadi proses kenaikan muka air laut sehingga terendapkan material berukuran pasir halus dan mineral karbonat membentuk litologi batugamping. Pada proses selanjutnya terjadi pengendapan material karbonat berukuran pasir sedang membentuk batuan karbonat grainstone. Seiring dengan penurunan muka air laut yang berangsur-angsur mengakibatkan litologi batulempung karbonatan semakin tipis sedangkan litologi batugamping semakin tebal sehingga lingkungan pengendapan berubah menjadi

Middle shelf. Pada kala yang sama sedimentasi terus berlanjut kemudian terjadi penurunan muka air laut. Bersamaan dengan proses tersebut terendapkan material karbonat seperti fosil, alga yang bercampur dengan material lempung sehingga terbentuk struktur sedimen bioturbasi. Struktur sedimen bioturbasi mencirikan bahwa daerah penelitian adalah lingkungan stagnan yaitu Inner shelf. Pengendapan terus berlangsung sampai pada kala Eosen Tengah bagian Tengah (P11). Setelah terjadi proses pengendapan terjadi proses pengangkatan dasar cekungan sehingga lapisan batuan ini tersingkap di permukaan. Sampai sekarang masih terjadi proses geologi berupa proses pelapukan dan erosi yang membentuk bentang alam.

6. KESIMPULAN

Hasil penelitian lingkungan pengendapan batuan karbonat pada daerah penelitian diketahui ketebalan singkapan 17,98 meter yang terdiri dari 21 lapisan. Berdasarkan struktur sedimen, karakteristik litologi tiap lapisan serta keterdapatan fosil plantonik dan bentonik dapat disimpulkan bahwa pada daerah penelitian terjadi 2 siklus pengendapan, yaitu: Siklus I yang dimulai dari lapisan 1 sampai lapisan 12. Ketebalan lapisan batugamping yang semakin ke atas semakin tebal. Kenampakan lapangan berwarna terang sampai abu-abu gelap. Struktur sedimen berupa lamination. Litologi pada siklus ini berupa mudstone, packstone dan grainstone. Siklus ini terendapkan pada lingkungan Inner shelf sampai Middle shelf. Berdasarkan kandungan fosil pada daerah penelitian yaitu fosil Textularia dan Cibicides, daerah penelitian terendapkan pada lingkungan

normal marine lagoons and carbonate platforms. Siklus II yang dimulai dari lapisan 13 sampai lapisan 21. Ketebalan lapisan

batugamping yang semakin ke atas semakin tipis. Kenampakan lapangan berwarna terang sampai abu-abu gelap. Struktur sedimen berupabioturbasi.

7. UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing tugas akhir Prof. Dr.rer.nat. Ir. A. M. Imran dan Dr. Eng. Meutia Farida, ST, MT yang telah banyak mendidik, memberikan masukan dan saran sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Kepada teman-teman SCL yang selalu membantu baik dalam pengambilan data lapangan maupun dalam pengerjaan laporan.

8. DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, H. & Brasier, M., 2005, Microfossils, Blackwell, USA.

Bakosurtanal, 1991. Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Jeneponto nomor lembar 2010 – 33, Cibinong, Bogor.

Chusman, J.A., 1983, “an Illustrated Key to the Genera of the Foraminifera”, Sharon, Massachusetts, U.S.A.

Enos, P., 1983. Shelf Environment. Dalam Schole, P. A., D. G. Bebout, & C. H. Moore, 1983. Carbonate Depositional Environmets. Oklahoma: AAPG Memoir 33.

Postuma, J.A., 1971, Manual of Planktonic Foraminifera, Elsevier Publishing Company, Amsterdam, Netherlands.

Sukamto, R, dan Supriatna, 1982, Peta Geologi Lembar Ujungpandang, Benteng dan Sinjai, Sulawesi. Departemen Pertambangan dan Energi Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral, Bandung, Indonesia Tucker, M.E. and Wright V.P, 1990, Carbonate sedimentology, Oxford Blackwell Scientific Publications, London, Edinburgh, Boston, Melbourne, Berlin, Paris, Vienna.

Wilson, M.E.J. & Bosence W.J, 1995, The Tonasa Limestone Formation Sulawesi, Indonesia : Development of a Tertiary Carbonat Platform, Unpublished, PhD Thesis, University of London.

(14)
(15)

Vol. 10 No. 02 2014 - 64

LAMPIRAN 2

(16)
(17)

Vol. 10 No. 02 2014 - 66

LAMPIRAN 4

(18)
(19)

Vol. 10 No. 02 2014 - 68

PERANCANGAN SEQUENCE PENAMBANGAN BATUBARA

UNTUK MEMENUHI TARGET PRODUKSI BULANAN

(Studi Kasus: Bara 14

Seam

C PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur)

Dadang Aryanda*, Muhammad Ramli*, H. Djamaluddin*

*) Teknik Pertambangan Universitas Hasanuddin

Abstrak: Sequence penambangan merupakan bentuk-bentuk penambangan yang menunjukkan bagaimana suatu pit akan ditambang dari tahap awal hingga tahap akhir rancangan tambang (pit limit). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang sequence penambangan untuk memenuhi target produksi bulanan pada lokasi Bara 14 Seam C. Rencana target produksi pada lokasi ini adalah 40.000 ton batubara tiap bulan dan nilai nisbah pengupasan (stripping ratio) maksimal adalah 15:1. Analisis data dan rancangan sequence pada penelitian menggunakan software Minescape 4.118. Jumlah cadangan batubara berdasarkan pit limit yang dirancang adalah 162.370 ton dan material tanah penutup (overburden) sebesar 2.425.450 bcm.Sequence pertama memiliki luas bukaan tambang sebesar 4,97 ha dengan jumlah batubara 40.000 ton dan tanah penutup 599.990 bcm. Nilai nisbah pengupasan pada sequence ini adalah 15:1. Sequence kedua memiliki luas bukaan tambang 8,44 ha dengan jumlah batubara 40.000 ton dan tanah penutup599.900 bcm. Nilai nisbah pengupasan pada

sequence ini adalah 15:1. Sequence ketiga memiliki luas bukaan tambang 11,67 ha dengan jumlah batubara 40.000 ton dan tanah penutup599.520 bcm. Nilai nisbah pengupasan pada sequence ini adalah 15:1. Sequence keempat memiliki luas bukaan tambang 11,67 ha dengan jumlah batubara 40.000 ton dan tanah penutup599.330 bcm. Nilai nisbah pengupasan pada sequence ini adalah 15:1.Sequence kelima memiliki luas bukaan tambang 11,67 ha dengan jumlah batubara 2.370 ton dan tanah penutup26.710 bcm. Nilai nisbah pengupasan pada sequence ini adalah 11:1.

Kata kunci: perancangan, pit limit, sequence, nisbah pengupasan, target produksi

Abstract: Sequenceisminingformsthat showhowthepitwill beminedfromthe first stagetothe final stages

ofminedesign

(pit limit). The purposeofthis studyistodesign sequencesminingtomonthlyproduction

targetatBara 14 Seam C. Plan production targets at this location is 40,000 tons of coal per month and a maximum stripping ratio is 15:1. Analysis data andresearchdesign sequence usingsoftwareMinescape4.118. The coal reserveswhich designedbased onpitlimitis162,370tonsand2,425,450bcmofoverburdenmaterial.The firstsequencehas an areaof4.97hamineopeningswiththe amount of40,000tonsof coalandoverburden599,990bcm. Stripping ratio in this sequence is 15:1. The second sequence has a wide opening 8.44 ha mines the number of 40,000 tons of coal and overburden 599,900 bcm. Strippingratiointhissequenceis15:1. The thirdsequencehas an area of11.67hamineopeningswiththe amount of40,000tonsof coalandoverburden599,520bcm. Strippingratiointhissequenceis15:1. The fourth sequence has extensive mine openings 11.67 ha with the amount of 40,000 tons of coal and overburden 599,330 bcm. Stripping ratio in this sequence is 15:1. The fifth sequence has extensive mine openings 11.67 ha with the amount of 2,370 tons of coal and overburden 26,710 bcm. Stripping ratio in this sequence is 11:1.

Keywords: design, pitlimit, sequence, strippingratio, production target

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tambang terbuka (surface mining)

membutuhkan perencanaan rinci mulai dari

tahapan awal sampai penutupan tambang

(mine closure). Bentuk dari perecanaan tambang salah satunya adalah rancangan bentuk penambangan. Rancangan atau design berperan sebagai penentu persyaratan, spesifikasi, dan kriteria teknik untuk mencapai

(20)

sasaran serta urutan teknis pengerjaannya. Salah satu hasil rancangan pada perencanaan tambang adalah batas akhir penambangan (pit limit).Pit limit yang dirancang selanjutnya akan dibagi kedalam unit-unit yang lebih kecil

(sequence).

Sequence penambangan merupakan bentuk-bentuk penambangan yang menunjukkan bagaimana suatu pit akan ditambang dari tahap awal hingga tahap akhir rancangan tambang (pit limit). Tujuan dari pembuatan

sequence yaitu untuk membagi seluruh volume yang ada dalam pit limit ke dalam unit-unit perencanaan yang lebih kecil sehingga lebih mudah ditangani.

Bara 14 Seam C merupakan daerah pada PT. Fajar Bumi Sakti yang direncanakan akan ditambang, akan tetapi daerah ini belum dimodelkan. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis melakukan pemodelan sequence penambangan untuk memenuhi rencana target produksi bulanan pada daerah ini. Hasil penelitian diharapkan dapat menghasilkan suatu model sequence penambangan yang sesuai dengan kondisi aktual pada PT. Fajar Bumi Sakti.

1.2. Rumusan Masalah

Masalah utama yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah perancangan sequence

penambangan pada lokasi Bara 14 Seam C untuk memenuhi target produksi bulanan.

Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini meliputi:

a. Rancangan pit limit dan sequence

penambangan berdasarkan geometri penambangan batubara menggunakan

softwareMinescape 4.118.

b. Jumlahcadanganbatubara berdasarkan

pit limit penambangan.

c. Rancangan blok berdasarkan pit limit

penambangan.

d. Estimasi jumlah batubara dan tanah penutup (overburden) berdasarkan

sequence penambangan.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Membuat rancangan pit limit dan

sequence penambangan batubara pada lokasi Bara 14 Seam C.

b. Menghitung besar cadangan batubara berdasarkan pit limit penambangan yang dirancang.

c. Membuat blok berdasarkan pit limit

penambangan yang dirancang.

d. Mengestimasi jumlah batubara dan tanah penutup (overburden) berdasarkan

sequence penambangan.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah menghasilkan rancangan sequence penambangan batubara untuk memenuhi target produksi bulananpada lokasi Bara 14 Seam C PT. Fajar Bumi Sakti.

2. METODOLOGI PENELITIAN

Perancangan sequence penambangan untuk memenuhi target produksi membutuhkan data-data yang rinci mengenai kondisi lokasi yang akan dimodelkan. Setiap kegiatan yang dilaksanakan haruslah efektif dan efisien sehingga hasil yang diperoleh maksimal.

2.1. Pengambilan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Data pemboran Bara 14 Seam C

Data pemboran berisi informasi mengenai keberadaan batubara dan keadaan seam di bawah permukaan berdasarkan titik survei pemboran. b. Peta topografi detail

Peta topografi detail merupakan peta kontur digital yang menunjukkan kondisi daerah penelitian dengan interval kontur satu meter. Peta topografi detail bersumber dari data pemetaan yang dilakukan oleh pihak perusahaan.

c. Parameter geoteknik

Parameter geoteknik pada perancangan tambang adalah:

i. Tinggi jenjang: 10 m

ii. Lebar jenjang minimum: 4 m iii. Lebar jalan tambang (ramp): 15 m

iv. Sudut kemiringan (single slope): 60o

d. Target produksi bulanan

Target produksi bulanan merupakan rencana jumlah ton batubara yang ditambang pada lokasi Bara 14 Seam C tiap bulan. Target produksi yang direncanakan pada lokasi ini adalah 40.000 ton tiap bulan, dengan nilai nisbah pengupasan maksimal adalah 15:1.

(21)

Vol. 10 No. 02 2014 - 70

2.2.

Analisis Data

Penelitian ini menggunakan software Minescape 4.118untuk mengolah data litologi, topografi, dan rancangan tambang.

Tahapan analisis data pada penelitian ini adalah:

a. Estimasi sumberdaya

Estimasi sumberdaya pada lokasi Bara 14 Seam C menggunakan data pemboran dan topografi. Estimasi sumberdaya dilakukan dengan menggunakan

software Minescape 4.118 dengan aplikasi Stratmodel. Massa jenis batubara adalah 1,3 ton/m3.

b. Perancangan pit limit penambangan Parameter rancangan pit limit

penambangan mengacu pada parameter geoteknik yang ditetapkan oleh perusahaan. Perancangan desain tambang berdasarkan prinsip uji coba

(trial and error).

c. Estimasi cadangan batubara

Pada tahapan ini mulai diterapkan batasan-batasan teknis maupun ekonomis yang dapat menjadi pembatas dari model sumberdaya batubara yang telah dimodelkan sebelumnya. Perhitungan cadangan batubara mengacu pada rancangan pit

limitpenambangan dan peta topografi daerah penelitian.

d. Pembuatan blok penambangan

Pembuatan blok penambangan mengacu pada batas akhir penambangan

(boundary pit limit) yang dirancang. Pit limit yang telah dirancang kemudian dibagi menjadi blok-blok penambangan dengan ukuran 50 x 50 meter.

e. Perancangan sequence

Rancangan sequence penambangan menentukan lokasi awal penambangan hingga batas akhir dari kegiatan penambangan. Perancangan sequence

atau tahap-tahap penambangan ini membagi pit limit menjadi unit-unit perencanaan yang lebih kecil dan lebih mudah dikelola.

3. HASIL PENELITIAN

3.1. Pit Limit Penambangan

Pit limit merupakan batasan akhir dari suatu kegiatan penambangan. Perancangan pit limit penambangan menggunakan data sumberdaya terukur dan parameter-parameter geoteknik yang ditetapkan oleh perusahaan. Perancangan

pit limit juga harus memperhatikan nilai nisbah pengupasan yang ditetapkan, yaitu 15:1.

(22)

Berdasarkan model pit limit penambangan yang dirancang, diperoleh cadangan batubara sebesar 162.370 ton dan material tanah penutup sebesar 2.425.450 bcm. Nilai nisbah pengupasan dari pemodelan pit limit ini adalah 15:1 dan luas daerah pit limit adalah 11,67 ha.

3.2 Sequence penambangan

Rancangan sequence penambangan mengacu pada model pit limit yang telah dirancang. Dasar pembagian sequence penambangan adalah rencana target produksi dan nilai nisbah

pengupasan. Target produksi yang direncanakan untuk lokasi ini adalah 40.000 ton batubara tiap bulandan nilai nisbah pengupasan maksimal adalah 15:1. Berdasarkan rencana target produksi dan nilai nisbah pengupasan tersebut,

sequence penambangan batubara dibagi menjadi lima sequence penambangan di mana sequence

kelima merupakan pit limit penambangan. Jumlah material pada rancangan pit limit

diperoleh batubara sebesar 162.370 ton dan material tanah penutup sebesar 2.425.450 bcm.

Gambar 2. Rancangan sequencepanambangan Bara 14 Seam C Semua rancangan sequence akan mengikuti

rancangan sequence-sequence sebelumnya.

Sequence pertama mengikuti garis cropline

kemudian menerus ke arah barat. Sequence

selanjutnya akan mengikuti rancangan sequence

sebelumnya dan akan dibatasi oleh rancangan

pit limit.Titik tertinggi pada kontur struktur batubara adalah 49,5 mdpl dan titik terendah kontur struktur adalah -30,7 mdpl.

Sequence 1 Sequence 3 Sequence 5 Sequence 2 Sequence 4 RancanganSemua Sequence

(23)

Vol. 10 No. 02 2014 - 72

Tabel 1. Jumlah batubara dan tanah penutup tiap sequence

Sequence Tanah Penutup

(Bcm) Batubara (Ton) Nisbah Pengupasan Luas Bukaan Tambang (Ha) Pertama 599.990,00 40.000,00 15:1 4,97 Kedua 599.900,00 40.000,00 15:1 8,44 Ketiga 599.520,00 40.000,00 15:1 11,67 Keempat 599.330,00 40.000,00 15:1 11,67 Kelima 26.710,00 2.370,00 11:1 11,67 Total 2.425.450,00 162.370,00 15:1 11,67

4. KESIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

a. Luas rancangan pit limit penambangan adalah 11,67 ha. Pit limit yang dirancang dibagi menjadi lima sequence, di mana

sequence kelima merupakan pit limit

penambangan. Sequence pertama memiliki luas bukaan tambang sebesar 4,97 ha. Sequence kedua memiliki luas bukaan tambang sebesar 8,44 ha.

Sequence ketiga, keempat, dan kelima mengikuti luas bukaan tambang pada rancangan pit limit, yaitu 11,67 ha. b. Jumlah cadangan batubara berdasarkan

rancangan pit limit adalah 162.370 ton dan material tanah penutup sebesar 2.425.450 bcm. Nilai nisbah pengupasan pada rancangan pit limit adalah 15:1.

c. Blok penambangan pada lokasi Bara 14

Seam C adalah 55 blok, dengan ukuran rata-rata blok penambangan adalah 50 x 50 m.

d. Sequence pertama memiliki batubara sebesar 40.000 ton dan tanah penutup 599.990 bcm. Nilai nisbah pengupasan

pada sequence pertama adalah 15:1.

Sequence kedua memiliki batubara sebesar 40.000 ton dan tanah penutup599.900 bcm. Nilai nisbah pengupasan pada sequence kedua adalah 15:1.Sequence ketiga memiliki batubara sebesar 40.000 ton dan tanah penutup599.520 bcm. Nilai nisbah pengupasan pada sequence ketiga adalah 15:1.Sequence keempat memiliki batubara sebesar 40.000 ton dan tanah penutup599.330 bcm. Nilai nisbah pengupasan pada sequence keempat adalah 15:1.Sequence kelima merupakan batas akhir (pit limit) dari rancangan penambangan. Sequence kelima memiliki batubara sebesar 2.370 ton dan tanah penutup26.710 bcm. Nilai nisbah pengupasan pada sequence ini adalah 11:1.

5. UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih yangsebesar-besarnya kepada PT. Fajar Bumi Saktidan semua pihak yang telah banyak membantu selama pengerjaan penelitian ini.

6. DAFTAR PUSTAKA

Akbari, A.D., Osanloo, M., and Shirazi, M.A., 2008, Determination of Ultimate Pit Limit in Open Mines Using Real Option Approach, International Journal of Engineering Science, 19, 23-38.

Badan Standarisasi Nasional, 1998, Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan Batubara, SNI 5014:1998. Badan Standarisasi Nasional, 2011, Pedoman Pelaporan, Sumberdaya, dan Cadangan Batubara, SNI

5015:2011.

Dagdelen, K., 2001, Open Pit Optimization-Strategies for Improving Economics of Mining Project Through Mine Planning, Mining Engineering Department, Colorado School Of Mines, Colorado USA, 3-4.

(24)

Ehonola, O.A., Oluwajaya, A., and Adekoy, A., 2012, Geophysical Investigation and Reserve Estimation of Coal Seam in Ute Area Southwestern Nigeria, Journal Petroleum and Coal, 54, 252-259. Hustrulid, W., and Kuthta, M., 1992, Open Pit Mine Planning and Design, Vol. 1, Balkema Publishers,

New York.

Lee, T.D., 1984, Planning and Mine Feasibility Study-an Owners Perpective, Proceedings of The 1984 NWMA, Short Course ‘Mine Feasibility-Concept to Completion’, Spokane, WA.

Mitra, R., and Saydam, S., 2012, Surface Coal Mining Methods in Australia, The University of New South Wales, Sydney, Australia.

Muchjidin, 2006, Pengendalian Mutu Dalam Industri Batubara, ITB, Bandung. Stefanko, R., 1983, Coal Mining Technology, Society of Mining Engineers, New York.

Steffen, O.K.H., 1997, Planning of Open Pit Mines on A Risk Basis, The Journal of the South African Institute Of Mining and Metallurgy, 47-57.

Sukandarrumidi, 2005, Batubara dan Pemanfaatannya, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Tati, B., 2011, Multi Seam Coal Mining, The Journal of The South African Institute of Mining and

Metallurgy, 111, 231-234.

Terbrungge, P.J., Wesseloo, J., Venter, J., and Steffen, A Risk Consequence Approach to Open Pit Slope Design, The Journal of The South African Institute of Mining and Metallurgy, 106, 503-505. Thompson, R.J., 2005, Surface Trip Coal Mining Handbook, South African Colliery Managers

Association.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009, Pertambangan Mineral dan Batubara,

(25)

Vol. 10 No. 02 2014 - 74

LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUAN KARBONAT FORMASI TONASA

DAERAH SALO MAPELLA KECAMATAN BARRU

KABUPATEN BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

Wahdaniah Mukhtar*, A. M. Imran*, Meutia Farida*

*) Teknik Geologi Universitas Hasanuddin

SARI. Salo Mapella merupakan salah satu anak sungai yang terletak pada Dusun Kalompi Desa Tompo Kecamatan Barru Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian pada daerah tersebut dilakukan dengan metode measuring section, pengamatan mikropaleontologi dengan menggunakan mikroskop binokuler dan pengamatan petrografi dilakukan degan menggunakan mikroskop polarisasi. Litologi yang menyusun Salo Mapella tersebut berupa perselingan antara batulempung karbonatan dengan batugamping, dengan struktur sedimen berupa bioturbasi, laminasi dan reverse grading. Pengendapan yang terjadi pada daerah Salo Mapella terdiri dari 4 siklus. Siklus I diinterpretasi terendapkan pada lingkungan Inner shelf - Middle shelf, siklus II pada lingkungan

Middle shelf - Inner shelf, siklus III pada lingkungan Inner shelf - Middle shelf, dan siklus IV diinterpretasi terendapkan pada lingkungan Middle shelf - Inner shelf - Middle shelf. Berdasarkan keterdapatan fosil foraminifera bentonik, siklus I, II, III, dan IV terendapkan pada middle neritic. Berdasarkan keterdapatan fosil foraminifera bentonik berupa Cibicides sp., maka siklus I, II, dan III terendapkan pada lingkungan Normal marine laggons and carbonate platforms, sedangkan siklus IV terendapkan pada lingkungan Hipersaline lagoons sampai Normal marine laggons and carbonate platforms yang didasarkan pada keterdapatan fosil Cibicides sp. dan Discorbis sp.

Kata kunci: Salo Mapella, measuring section, Hipersaline lagoons, Normal marine lagoons and carbonate platforms

1. PENDAHULUAN

Batuan karbonat merupakan batuan yang dapat berfungsi sebagai reservoir hidrokarbon yang melingkupi lebih dari sepertiga cadangan hidrokarbon dunia. Selain itu, batuan karbonat dapat juga digunakan sebagai bahan untuk material konstruksi.

Penelitian mengenai batuan karbonat di Sulawesi Selatan telah banyak dilakukan oleh para ahli baik dari luar maupun dari dalam negeri, seperti Sukamto (1982), Wilson (1996) dan Farida dkk (2013) yang meneliti mengenai batugamping Formasi Tonasa di Sulawesi Selatan. Penelitian-penelitian tersebut masih bersifat regional, sehingga data yang bersifat detail yang mencakup daerah dalam lingkup yang lebih kecil masih sangat jarang dilakukan sehingga belum cukup memadai untuk dapat

menunjukkan kondisi daerah dalam skala yang lebih lokal. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis terdorong untuk melakukan penelitian pada Daerah Salo Mapella Kecamatan Barru Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan, mengingat bahwa studi mengenai fasies batuan karbonat sangat penting dipelajari untuk memudahkan dalam pemanfaatannya, baik untuk material konstruksi maupun prospek sebagai reservoir hidrokarbon.

Maksud dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui sifat fisik dan kandungan fosil Foraminifera pada batugamping Formasi Tonasa di daerah penelitian dengan tujuan untuk mengetahui lingkungan pengendapan batuan tiap perlapisan pada Daerah Salo Mapella Kecamatan Barru Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan.

(26)

2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Metode Pengambilan Data a. Pengambilan data sekunder

Data sekunder ini diambil melalui hasil penelitian sebelumnya yang dijadikan sebagai referensi dalam menganalisis data primer serta dalam penyusunan laporan. b. Pengambilan data primer

Pengambilan data primer ini dilakukan secara langsung di lapangan dengan menggunakan metode measuring section

atau penampang terukur. 2.2. Metode Analisis Laboratorium a. Analisis Mikropaleontologi.

Pada analisis ini dilakukan preparasi fosil, observasi, determinasi meliputi penamaan setiap spesies foramiifera planktonik yang dijumpai pada setiap lapisan dalam lintasan pengukuran mengacu pada publikasi dan dokumentasi foraminifera kecil planktonik yang terdapat pada Manual of Planktonik Foraminifera (Postuma, 1971). Sedangkan untuk foramiifera bentonik mengacu pada publikasi dan dokumentasi foraminifera kecil bentonik yang terdapat dalam An Illustrated Key to the Genera of the Foraminifera (Cushman, 1983), pembuatan penampang stratigrafi terukur, serta penentuan lingkungan pengendapan dengan menggunakan Klasifikasi lingkungan pengendapan (Bandy, 1967), (Enos, 1983) dan (Armstrong & Brasier, 2005).

b. Analisis petrografi .

Pada analisis petrografi ini dilakukan untuk mengetahui nama batuan dan kandungan fosil foraminifera yang terdapat pada sayatan tipis. Klasifikasi yang digunakan dalam analisis petrografi terdiri dari Klasifikasi Dunham (1962) dan Klasifikasi Selley (2001).

2.3. Metode Analisis dan Interpretasi Lingkungan Pengendapan

Data yang sudah didapatkan dari hasil analisis laboratorium beserta data yang didapatkan di lapangan kemudian diinterpretasi, dimana pada akhirnya akan diketahui lingkungan pengendapan suatu lapisan batuan berdasarkan kandungan foraminifera bentonik serta karakteristik struktur sedimen pada tiap lapisan.

3. GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi daerah penelitian termasuk dalam geologi daerah Tompo yang telah diteliti oleh Fridolin (2013).

Secara geomorfologi, daerah penelitian termasuk dalam satuan bentangalam perbukitan tersayat tajam dengan litologi penyusun satuan bentangalam ini berupa tufa, batulempung karbonatan dan batugamping yang secara stratigrafi termasuk dalam satuan batulempung karbonatan yang disusun oleh litologi batulempung karbonatan berselingan dengan batugamping.

Dari data hasil pengukuran dapat disimpulkan bahwa satuan batulempung karbonatan mengalami perlipatan dengan jenis lipatan antiklin dan sinklin. Selain dari hasil pengukuran tersebut, juga dijumpai sumbu lipatan yang tersingkap pada Salo Mapela berupa lipatan antiklin dan sinklin.

Kekar yang dijumpai pada daerah penelitian berupa kekar tak sistematik. Kekar tak sistematik ini dicirikan oleh tidak teraturnya arah dan bentuk. Penentuan jenis kekar pada daerah penelitian berdasarkan bentuk/geometri fisiknya di lapangan sedangkan penentuan jenis kekar pada daerah penelitian berdasarkan genetiknya ditentukan berdasarkan jenis gaya pembentuknya berupa gaya kompresi, maka struktur kekar yang dijumpai pada daerah penelitian diklasifikasikan sebagai kekar gerus (shear joint). Struktur sesar yang bekerja pada daerah penelitian berupa sesar geser yaitu sesar geser Mapella.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Singkapan

Secara umum singkapan terdiri dari batulempung karbonatan berseling batugamping yang terbagi menjadi dua puluh empat lapisan. Singkapan batuan karbonat ini sangat pejal dan secara umum berwarna abu-abu gelap dengan struktur sedimen terdiri dari laminasi, reverse grading dan bioturbasi serta dilalui oleh struktur sesar minor berupa struktur sesar geser.

4.2. Stratigrafi Section Salo Mapella

Penentuan umur daerah penelitian ini menggunakan zonasi puncak yang didasarkan pada kelimpahan fosil plantonik yang dijumpai berupa fosil Globigerina boweri BOLLI yang

(27)

Vol. 10 No. 02 2014 - 76

menunjukkan umur Eosen Tengah bagian Bawah sampai Eosen Tengah bagian Tengah (P10-P11) menurut Postuma (1971).

Berdasarkan sifat fisik berupa ketebalan setiap lapisan, jenis litologi, kandungan fosil serta struktur sedimennya, maka proses pengendapan pada daerah penelitian dibedakan menjadi 4 siklus, yaitu :

4.2.1.

Stratigrafi Siklus I

Siklus pertama dimulai dari lapisan 1 sampai lapisan 4 yang disusun oleh litologi Calcareous claystone, Grainstone dan Packstone dengan kenampakan lapangan berwarna terang sampai abu-abu gelap, dengan struktur sedimen berupa bioturbasi dan laminasi, yang diawali dengan litologi batulempung karbonatan kemudian litologi batugamping dengan ketebalan yang semakin keatas lapisan batugamping semakin tebal yang mengidentifikasikan lingkungan pengendapan laut dangkal. Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka lapisan-lapisan pada siklus ini diinterpretasi diendapkan pada lingkungan pengendapan shelf yakni pada inner shelf

sampai middle shelf yang disebandingkan dengan lingkungan pengendapan menurut Enos (1983).

Fosil foraminifera bentonik yang dijumpai pada lapisan 3 dan lapisan 4 yaitu Robulus sp.,

Cassidulina tricamerata Gallewai and Heminway, Cibicides sp., dan Lagena trinitatensis Nuttal.

Berdasarkan keterdapatan fosil foraminifera bentonik yang disebandingkan dengan klasifikasi lingkungan pengendapan menurut Bandy (1967), maka dapat disimpulkan bahwa siklus I terendapkan pada lingkungan Middle Neritik yaitu pada kedalaman 30 sampai 91 meter.

Berdasarkan keterdapatan fosil foraminifera bentonik yaitu Cibicides sp. dengan jumlah sebanyak 6, maka siklus ini diinterpretasi terendapkan pada lingkungan Normal marine laggons and carbonate platforms yang disebandingkan dengan lingkungan pengendapan menurut Armstrong & Brasier (2005).

4.2.2.

Stratigrafi Siklus II

Siklus kedua dimulai dari lapisan 5 sampai lapisan 6 yang disusun oleh litologi Calcareous claystone dan Wackstone dengan kenampakan lapangan berwarna abu-abu kekuningan, dengan struktur sedimen berupa bioturbasi dan reverse grading yang diawali dengan litologi batulempung karbonatan kemudian disusul batugamping dengan ketebalan yang semakin keatas lapisan batugamping semakin tebal dengan butiran semakin kasar yang mengidentifikasikan lingkungan pengendapan kearah dangkal. Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka lapisan-lapisan pada siklus ini diinterpretasi diendapkan pada lingkungan pengendapan shelf yakni pada middle shelf

sampai inner shelf yang disebandingkan dengan lingkungan menurut Enos (1983). Kandungan fosil foraminifera bentonik yang dijumpai pada lapisan 5 dan lapisan 6 yaitu

Robulus sp., Cibicides sp., Ellipsoidina abbreviata Seguenza, dan Lagena trinitatensis

Nuttal.

Berdasarkan keterdapatan fosil foraminifera bentonik yang disebandingkan dengan klasifikasi lingkungan pengendapan menurut Bandy (1967), maka dapat disimpulkan bahwa siklus II terendapkan pada lingkungan Middle Neritik yaitu pada kedalaman 30 sampai 91 meter.

Gambar 1 : Keterdapatan fosil Foraminifera

bentonik pada siklus I; Cassidulina tricamerata

Gallewai and Heminway (1), Lagena trinitatensis

(28)

Berdasarkan keterdapatan fosil foraminifera bentonik yaitu Cibicides sp. dengan jumlah sebanyak 7, maka siklus ini diinterpretasi terendapkan pada lingkungan Normal marine laggons and carbonate platforms yang disebandingkan dengan lingkungan pengendapan menurut Armstrong & Brasier (2005).

4.2.3.

Stratigrafi Siklus III

Siklus ketiga dimulai dari lapisan 7 sampai lapisan 14 yang disusun oleh litologi Calcareous claystone, Wackstone dan Grainstone dengan kenampakan lapangan berwarna abu-abu kekuningan, dengan struktur sedimen berupa bioturbasi dan laminasi yang diawali dengan litologi batulempung karbonatan kemudian disusul batugamping dengan ketebalan yang semakin keatas lapisan batugamping semakin tebal yang mengidentifikasikan lingkungan pengendapan kearah dangkal. Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka lapisan-lapisan pada siklus ini diinterpretasi diendapkan pada lingkungan pengendapan shelf yakni pada

inner shelf sampai middle shelf yang disebandingkan dengan lingkungan menurut Enos (1983).

Kandungan fosil foraminifera bentonik yang dijumpai pada lapisan 9,lapisan 11, lapisan 12, lapisan 13 dan lapisan 14, yaitu

Ellipsoglandulina labiata (Schwager), Lagena

sp., Robulus.sp, Nodosaria obligua (Linne), dan

Nodosaria.sp. Cibisides sp. Cassidulina tricamerata Galleway and Haminway.

Berdasarkan keterdapatan fosil foraminifera bentonik yang disebandingkan dengan klasifikasi lingkungan pengendapan menurut Bandy (1967), maka dapat disimpulkan bahwa siklus III terendapkan pada lingkungan Middle Neritik yaitu pada kedalaman 30 sampai 91 meter.

4.2.4.

Stratigrafi Siklus IV

Siklus keempat dimulai dari lapisan 15 sampai lapisan 24 yang disusun oleh litologi Calcareous claystone, Grainstone dan Wackstone dengan kenampakan lapangan berwarna abu-abu kekuningan, dengan struktur sedimen berupa bioturbasi dan laminasi yang diawali dengan litologi batulempung karbonatan kemudian disusul batugamping dengan ketebalan yang semakin keatas lapisan batugamping semakin

Gambar 2 : Keterdapatan fosil Foraminifera

bentonik pada siklus I; Ellipsoidina abbreviata

Seguenza (1), Lagena trinitatensis Nuttal (2),

Robulus sp.(3), Cibicides sp.(4).

Gambar 3 : Keterdapatan fosil Foraminifera

bentonik pada siklus I; Ellipsoglandulina labiata

(Schwager) (1), Lagena sp.(2), Cibicides sp. (3),

Nodosaria obligua (Linne) (4), Cassidulina tricamerata Galleway and Haminway (5), Nodosaria sp. (6) Robulus sp.(7).

(29)

Vol. 10 No. 02 2014 - 78

tebal yang mengidentifikasikan lingkungan pengendapan kearah dangkal. Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka lapisan-lapisan pada siklus ini diinterpretasi diendapkan pada lingkungan pengendapan shelf yakni pada

middle shelf ke inner shelf dan kembali ke

middle shelf yang disebandingkan dengan lingkungan menurut Enos (1983).

Kandungan fosil foraminifera bentonik yang dijumpai pada lapisan 15, lapisan 17, lapisan 19, lapisan 13, lapisan 14 dan lapisan 23, yaitu

Nodosaria sp., Discorbis sp., Lagena trinitatensis Nuttal, Cassidulina sp., Lagena asperoides Galloway & Morrey, Cassidulina tricamerata Galleway and Haminway serta

Nodosarella sp, Ellipsoglandulina labiata (Schwager) dan Ellipsoidina abbrevieta

Suguenza, Robulus sp., dan Cibicides sp..

Berdasarkan keterdapatan fosil foraminifera bentonik yang disebandingkan dengan klasifikasi lingkungan pengendapan menurut Bandy (1967), maka dapat disimpulkan bahwa siklus IV terendapkan pada lingkungan Middle Neritik yaitu pada kedalaman 30 sampai 91 meter.

Berdasarkan keterdapatan fosil foraminifera bentonik yaitu Discorbis sp., dengan jumlah sebanyak 11 dan Cibicides sp. dengan jumlah sebanyak 8, maka siklus ini diinterpretasi terendapkan pada lingkungan Hipersaline lagoons sampai Normal marine laggons and carbonate platforms yang disebandingkan dengan lingkungan pengendapan menurut Armstrong & Brasier (2005).

5. KESIMPULAN

Berdasarkan ciri-ciri fisik berupa ketebalan setiap lapisan, jenis litologi dan struktur sedimennya, maka proses pengendapan pada daerah penelitian dibedakan menjadi 4 siklus. Ditinjau dari jenis litologi dan struktur sedimennya, lapisan-lapisan pada siklus I diinterpretasi terendapkan pada lingkungan

Inner shelf - Middle shelf, siklus II pada lingkungan Middle shelf - Inner shelf, siklus III pada lingkungan Inner shelf - Middle shelf, dan siklus IV diinterpretasi terendapkan pada lingkungan Middle shelf - Inner shelf - Middle shelf .

Berdasarkan keterdapatan fosil foraminifera bentonik, maka dapat disimpulkan bahwa siklus IV terendapkan pada lingkungan Middle Neritik yaitu pada kedalaman 30 sampai 91 meter.

Ditinjau dari keterdapatan fosil foraminifera bentonik berupa Cibicides sp. pada siklus I, siklus II, dan siklus III, maka lapisan-lapisan pada siklus tersebut diinterpretasi terendapkan pada lingkungan Normal marine laggons and carbonate platforms, sedangkan pada siklus IV dijumpai fosil foraminifera bentonik berupa Discorbis sp. dan Cibicides sp., sehingga diinterpretasi bahwa lapisan-lapisan pada siklus IV terendapkan pada lingkungan

Hipersaline lagoons hingga Normal marine laggons and carbonate platforms.

Gambar 4 : Keterdapatan fosil Foraminifera bentonik pada siklus I; Nodosaria sp.(1), Discorbis

sp. (2), Lagena trinitatensis Nuttal (3), Cassidulina

sp. (4), Lagena asperoides Galloway & Morrey (5), Cassidulina tricamerata Galleway and Haminway (6) Nodosarella sp. (7), Ellipsoglandulina labiata (Schwager) (8), Ellipsoidina abbrevieta Suguenza (9), Robulus sp. (10) Cibicides sp. (11).

Gambar

Gambar    6.  Foraminifera  bentonik  yang  dijumpai  pada  lapisan  bagian  atas   Sungai Camming
Gambar  9.  Diagram  distribusi  foraminifera  bentonik  pada  lapisan  bagian  bawah   Sungai Palakka
Gambar  13.  Diagram  distribusi  foraminifera  bentonik  pada  lapisan  bagian  Atas   Sungai Palakka
Tabel 2 : Penentuan lingkungan pengendapan  berdasarkan  foraminifera  kecil  bentonik pada lapisan bagian atas,   (  Bandy, 1967)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil data lapangan didapatkan suatu model lingkungan pengendapan dan pembentukan setiap Satuan yang berada didaerah telitian, pada awal miosen awal terendapkan satuan batulempung

klasifikasi yang telah dijelaskan sebelumnya, tetapi untuk penentuannya menggunakan data litologi yang diperoleh di lapangan dengan memperhatikan tekstur batuan

Formasi Bulu memiliki rasio planktonik – bentonik 30 - 40 %, diendapkan pada lingkungan batimetri Neritik Tengah dengan kedalaman 50 – 100 meter, didasarkan pada fosil

Penentuan umur satuan basal porfiri ini ditentukan berdasarkan data-data yang dijumpai dilapangan serta kesebandingan terhadap stratigrafi regional daerah penelitian

Puji syukur penulis persembahkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, perlindungan dan karunia-Nya sehingga Laporan Tugas Akhir dengan judul “Analisis Lingkungan

Formasi Halang yang tersingkap di daerah penelitain oleh Djuhaeni dan Martodjojo (1989) disebut Formasi Bantarujeg yang diendapkan pada lingkungan laut dalam zona

Akan tetapi, pemanfaatan batubara yang berkualitas rendah (Treatment) masih belum maksimal apabila melihat jumlah batubara berkualitas rendah jauh lebih banyak dari

Lingkungan Pengendapan Sampel A02 [5] KESIMPULAN Hasil pemetaan di daerah Kecamatan Ujungpangkah dan sekitarnya, Kabupaten Gresik, Jawa Timur didapatkan pembagian satuan geomorfologi