• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. melakukan grooming. Pola perilaku autogrooming tidak terbentuk. dikarenakan infant tidak terlihat melakukan autogrooming.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. melakukan grooming. Pola perilaku autogrooming tidak terbentuk. dikarenakan infant tidak terlihat melakukan autogrooming."

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Jumlah Waktu dan Frekuensi Grooming Monyet Ekor Panjang

Pelaku pada perilaku grooming monyet ekor panjang adalah Jantan Dewasa (JD), Betina Dewasa (BD), Juvenil (J), dan Infant (I). Banyaknya frekuensi merupakan banyaknya individu yang terlihat melakukan grooming. Pola perilaku autogrooming tidak terbentuk dikarenakan infant tidak terlihat melakukan autogrooming.

a. Perilaku Autogrooming pada Jantan Dewasa dan Betina Dewasa Tabel 1. Perilaku Autogrooming pada Jantan Dewasa dan Betina

Dewasa

Jenis Kelamin Frekuensi Rentang waktu (menit)

Jantan Dewasa 1 1-5

Betina Dewasa 3 1-4

Berikut merupakan persentase frekuensi autogrooming pada jantan dewasa dan betina dewasa

Gambar 10. Persentase Frekuensi Autogrooming pada Jantan Dewasa dan Betina Dewasa

(2)

Berikut merupakan pola perilaku autogrooming pada jantan dewasa dan betina dewasa

Gambar 11. Pola Perilaku Autogrooming pada Jantan Dewasa dan Betina Dewasa

b. Perilaku Allogrooming pada Monyet Ekor Panjang Dewasa

Tabel 2. Perilaku Allogrooming pada Monyet Ekor Panjang Dewasa Pelaku

Frekuensi Rentang Waktu (menit) Groomer Groomee

BD JD 3 1-15

JD BD 2 1-4

BD BD 5 1-5

Berikut adalah frekuensi monyet ekor panjang dewasa

(3)

Berikut adalah Pola Perilaku Allogrooming Monyet Ekor Panjang Dewasa

Gambar 13. Pola Perilaku Allogrooming Monyet Ekor Panjang Dewasa

c. Perilaku Autogrooming pada Juvenil Tabel 3. Perilaku Autogrooming Juvenil

Pelaku Frekuensi Rentang Waktu (menit)

Juvenil 2 1-15

Berikut adalah pola perilaku autogrooming Juvenil

(4)

d. Perilaku Allogrooming pada Juvenil

Tabel 4. Perilaku Allogrooming pada Juvenil

Pelaku

Frekuensi Rentang Waktu (menit) Groomer Groomee

BD J 7 1-15

J BD 1 2-3

Dibawah ini merupakan frekuensi allogrooming pada juvenil

(5)

Gambar 16. Pola Perilaku Allogrooming pada Juvenil e. Perilaku Allogrooming pada Infant

Tabel 5. Perilaku Allogrooming Infant Pelaku

Frekuensi Rentang Waktu (menit) Groomer Groomee

BD I 2 1-5

Berikut adalah Pola Perilaku Allogrooming Monyet Ekor Panjang Infant

Gambar 17. Pola Perilaku Allogrooming Monyet Ekor Panjang Infant

(6)

Berikut adalah pola perilaku allogrooming monyet ekor panjang

Gambar 18. Pola Perilaku Allogrooming Monyet Ekor Panjang

2. Perbandingan Waktu Grooming pada Pagi, Siang, Sore Hari

Perbandingan waktu grooming pada pagi, siang, sore hari tidak dibedakan antara monyet ekor panjang jantan dewasa, betina dewasa, juvenil serta infant karena data yang diperoleh terlalu sedikit untuk dibentuk pola perilaku.

Tabel 6. Persentase Autogrooming dan Allogrooming pada Pagi, Siang, dan Sore Hari

Waktu Persentase (%) Autogrooming Allogrooming Pagi 17 45 Siang 17 10 Sore 67 45 Total 100 100

Berikut adalah persentase autogrooming dan allogrooming pada pagi, siang, dan sore hari

(7)

Gambar 19. Persentase Autogrooming dan Allogrooming pada Pagi, Siang, dan Sore Hari

3. Perbandingan Perilaku Autogrooming dan Allogrooming

Perbandingan perilaku autogrooming dan allogrooming tidak dibedakan antara monyet ekor panjang jantan dewasa, betina dewasa, juvenil dan infant karena data yang diperoleh terlalu sedikit untuk dibentuk pola perilaku. Persentase Autogrooming dan Allogrooming merupakan persentase total dari perilaku tersebut.

Tabel 7. Perbandingan Frekuensi, Waktu Autogrooming dan Allogrooming

Jenis Selisik Frekuensi % Waktu Total (menit)

Autogrooming 6 14 12

Allogrooming 36 86 119

(8)

Berikut adalah tabel perbandingan perilaku autogrooming dan allogrooming

(9)

B. Pembahasan

1. Jumlah Waktu dan Frekuensi Grooming Monyet Ekor Panjang

Grooming merupakan salah satu perilaku sosial dalam bentuk sentuhan yang umum dilakukan dalam kelompok primata. Grooming sendiri dibagi menjadi dua yaitu autogrooming dan allogrooming. Autogrooming adalah perilaku menelisik yang dilakukan sendiri atau tanpa adanya partner grooming. Allogrooming adalah perilaku menelisik secara berpasangan atau dilakukan dengan individu lain. Menurut Entang dan Randall (2016: 31), tingkah laku menelisik memiliki manfaat yang sangat penting: 1) membersihkan rambut dari kotoran, kutu, atau parasit di tubuh individu yang ditelisik, 2) memperkuat ikatan antara individu, khususnya pelaku grooming, 3) menurunkan ketegangan, kegelisahan dan stres, serta 4) berperan dalam rekonsiliasi setelah terjadinya perkelahian antara individu.

a. Perilaku Autogrooming pada Jantan Dewasa dan Betina Dewasa

Data yang diperoleh bahwa jantan dewasa melakukan autogrooming sebanyak 1 kali dengan rentang waktu 1-5 menit. Betina dewasa melakukan autogrooming sebanyak 3 kali dengan rentang waktu 1-4 menit. Data tersebut terlihat bahwa jantan dewasa lebih sedikit melakukan autogrooming dibandingkan dengan dengan betina dewasa. Hal ini disebabkan karena banyaknya perilaku yang dilakukan betina dewasa seperti bergerak, makan, berpindah tempat, mengasuh anak dan koalisi lebih tinggi dibandingkan dengan jantan dewasa. Akibat dari banyaknya perilaku yang dilakukan betina dewasa

(10)

dibandingkan dengan jantan dewasa, maka banyaknya kotoran pada tubuhnya juga lebih banyak dibandingkan jantan dewasa. Matheson dan Berstein (Khrisna, 2006: 4) mengatakan “Macaca arctoides betina frekuensi autogrooming sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan jantan”. Perilaku autogrooming juga dilakukan di sela-sela istirahat. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Erie dkk. (2011: 193) bahwa sambil istirahat monyet ekor panjang menggerak-gerakan tubuhnya, mengutui dirinya sendiri dan sambil membersihkan badannya. Semua perilaku autogrooming dilakukan dengan posisi duduk. Posisi ini digunakan karena hampir seluruh anggota tubuh dapat terjangkau untuk di selisik. Berikut adalah gambar monyet ekor panjang melakukan autogrooming

Gambar 21. Monyet Ekor Panjang Betina Dewasa Melakukan Autogrooming di Pohon Flamboyan (Delonix regia) (Dokumentasi: Fandy, 2016)

(11)

Gambar 22. Monyet Ekor Panjang Jantan Dewasa Melakukan Autogrooming (Dokumentasi: Fandy, 2016)

b. Perilaku Allogrooming pada Monyet Ekor Panjang Dewasa

Data yang di peroleh bahwa pelaku groomer BD berpasangan dengan groomee JD melakukan sebanyak 3 kali dengan rentang waktu 1-15 menit. Pada pelaku groomer JD berpasangan dengan groomee BD melakukan sebanyak 2 kali dengan rentang waktu 1-4 menit. Lalu pada pelaku groomer BD berpasangan dengan groomee BD melakukan sebanyak 5 kali dengan rentang waktu 1-5 menit. Tingkah laku menelisik individu lain dilakukan oleh satu individu terhadap individu lain dengan tahapan menyentuh, memeriksa dan membersihkan bagian tubuhnya (Entang dan Randall, 2016: 31). Data tersebut terlihat bahwa jantan dewasa lebih sedikit melakukan perilaku allogrooming dibandingkan dengan betina dewasa. Hal tersebut juga dikemukakan

(12)

oleh Entang dan Randall (2016: 31) bahwa tingkah laku grooming sangat jarang ditemukan pada jantan dewasa. Betina dewasa terlihat lebih banyak melakukan grooming dengan juvenil atau infant dibandingkan dengan betina dewasa atau jantan dewasa. Hubungan kekerabatan antaran induk dan anak menyebabkan frekuensi allogrooming di antara mereka lebih tinggi. Hal tersebut sesuai dengan yang dikatakan oleh Shumaker dan Beck (2003: 78), bahwa individu yang sering terlibat dalam tingkah laku menelisik adalah induk dan anak yang masih kecil atau antara juvenil dan dewasa. Santi dkk. (2013: 4) mengatakan “Ikatan sosial yang kuat pada betina meningkatkan frekuensi grooming mereka”. Hal tersebut terjadi karena umumnya betina tidak bermigrasi meninggalkan kelompok kecuali terdapat konflik besar dalam kelompok dan sumber makanan yang menipis (Cooper dan Bernstein, 2000: 76). Ikatan sosial yang kuat tersebut artinya terjadi pada betina karena sejak lahir hingga mati tinggal pada satu kelompok. Berbeda dengan jantan dimana menurut Van Hooff (1990: 100) monyet-monyet jantan yang telah dewasa sering meninggalkan kelompok untuk bergabung dengan kelompok lain atau untuk mencari betina dewasa lain yang akhirnya dapat membentuk kelompok baru. Perilaku allogrooming yang melibatkan jantan dewasa dengan betina dewasa diduga dilakukan sebagai bagian daripada perilaku pendekatan sebelum melakukan perkawinan dengan tujuan untuk saling membersihkan diri seperti yang juga pernah diungkapkan

(13)

oleh Charles dan Dominique (Santi, dkk., 2013: 2). Hal itu sesuai dengan yang dikatakan Santi, dkk (2013: 2) bahwa seringkali terlihat setelah grooming jantan dan betina melakukan perkawinan. Dari lampiran tabel data pengamatan terdapat perilaku allogrooming yang dilakukan dengan interval waktu yang lebih lama daripada yang lainnya yaitu 15 menit. Hal tersebut diduga karena perilaku allogrooming terjadi setelah adanya kopulasi. Menurut Erie, dkk. (2011: 193) bahwa lamanya grooming paling lama terjadi apabila jantan dewasa sehabis kopulasi dengan betina dewasa. Apabila berhasil kopulasi betina dewasa akan membersihkan badan jantan dewasa baru kemudian badannya sendiri dibersihkan. Namun peneliti tidak melihat perilaku autogrooming dari betina yang telah kopulasi tersebut dikarenakan betina tersebut langsung pindah dari tempat asal kopulasi sehingga peneliti tidak dapat mengamatinya. Terlebih jantan dewasa tersebut memiliki bentuk tubuh yang lebih besar dan lebih dominan dari jantan dewasa lainnya. Jantan dewasa tersebut diduga merupakan alfa dari kelompok tersebut. Jantan dominan menjadi pemimpin kelompok (Karimullah, 2011: 26). Menurut Azhari, dkk. (2012: 39-47) bahwa aktivitas grooming teramati beberapa kali dilakukan juga oleh jantan dominan beberapa saat sebelum maupun setelah melakukan kopulasi dengan betina. Perilaku allogrooming tersebut dimulai dengan posisi jantan dewasa yang memunggungi betina dewasa kemudian jantan dewasa tersebut merubah posisinya menjadi berhadapan dengan betina

(14)

dewasa tersebut dan perilaku tersebut dilakukan di ranting pohon. Jantan alfa memiliki dominansi yang signifikan dalam perilaku agresi, perilaku seksual, menggoyangkan pohon, pergerakan, menerima selisik, agonistik dan perlindungan terhadap kelompok dibandingkan pejantan lainnya (Adimas, 2014: 1). Berikut adalah perilaku allogrooming betina dewasa terhadap jantan dewasa

Gambar 23. Perilaku Allogrooming Monyet Ekor Panjang Betina Dewasa terhadap Jantan Dewasa pada Pohon Flamboyan (Delonix regia) (Dokumentasi: Fandy, 2016)

(15)

Gambar 24. Contoh Allogrooming Monyet Ekor Panjang Betina Dewasa terhadap Jantan Dewasa (Sumber: alamy.com) b. Perilaku Autogrooming pada Juvenil

Data yang diperoleh bahwa juvenil melakukan autogrooming sebanyak 2 kali dengan rentang waktu 1-15 menit. Data tersebut terlihat bahwa juvenil lebih sedikit melakukan autogrooming. Hal tersebut dikarenakan juvenil lebih sering menggunakannya untuk bermain. Ini sesuai dengan Mori (1975: 50) yang mengatakan bahwa Macaca fuscata dewasa lebih aktif melakukan perilaku grooming sedangkan juvenil lebih aktif bermain. Juvenil terlihat melakukan autogrooming ketika selesai bermain.

(16)

c. Perilaku Allogrooming pada Juvenil

Data yang diperoleh bahwa pelaku groomer BD berpasangan dengan groomee J melakukan sebanyak 7 kali dengan rentang waktu 1-15 menit. Pelaku groomer J berpasangan dengan groomee BD melakukan sebanyak 1 kali dengan rentang waktu 2-3 menit. Data tersebut terlihat bahwa perilaku allogrooming pada monyet dewasa lebih tinggi dengan interval waktu yang lebih lama. Ini dikarenakan perilaku tersebut terjadi antara ikatan yang kuat sesama betina. Berdasarkan lampiran tabel data pengamatan terlihat bahwa individu yang melibatkan perilaku antara monyet dewasa dalam hal ini betina dewasa dengan juvenil, maka frekuensi betina dewasa sebagai groomer lebih banyak dibandingkan frekuensi betina dewasa sebagai groomee. Juvenil lebih banyak berperan sebagai groomee. Monyet dewasa lebih sering menjadi pelaku selisik sedangkan juvenil dan bayi lebih sering menjadi penerima selisik (Nakamichi dan Shizawa, 2003: 76). Sebagian besar kegiatan autogrooming maupun allogrooming juvenil dilakukan disela-sela waktu bermain. Santi, dkk (2013: 4) grooming yang melibatkan individu betina juvenil, jantan juvenil ataupun infat lebih sering terlihat dilakukan disela-sela waktu bermain. Pada beberapa perilaku allogrooming terlihat lebih dari dua individu, dimana dua individu menelisik satu individu. Tingkah laku menelisik umumnya dilakukan oleh dua ekor satwa, tetapi kadang ditemui tingkah laku

(17)

menelisik melibatkan tiga ekor satwa (Entang dan Randall, 2016: 31). Berikut adalah perilaku allogrooming monyet ekor panjang betina dewasa terhadap juvenil

Gambar 25. Monyet ekor panjang betina dewasa melakukan allogrooming terhadap juvenil (Dokumentasi: fandy, 2016)

(18)

Gambar 26. Contoh Monyet Ekor Panjang Betina Dewasa melakukan Allogrooming terhadap Juvenil (Sumber: arkive.org) d. Perilaku Allogrooming pada Infant

Data yang diperoleh bahwa pelaku groomer BD berpasangan dengan groomee I melakukan sebanyak 2 kali dengan rentang waktu 1-5 menit Sedangkan pada infant tidak ada perilaku autogrooming. Tingkah laku yang dihasilkan dari proses belajar adalah tingkah laku yang terbentuk dengan cara mempelajarinya dari induk, individu lain, maupun dari pengalaman yang terjadi seiring berkembangnya umur satwa tersebut (Entang dan Randall, 2016: 22). Tingkah laku grooming

(19)

merupakan tingkah laku yang dihasilkan dari proses belajar. Ini terjadi karena tingkah laku grooming perlu melihat individu yang lebih dewasa bagaimana cara menelisik dengan tahapan-tahapan serta fungsinya. Perilaku allogrooming terihat bahwa infant hanya berperan sebagai groomee saja. Hal ini sesuai dengan Nakamichi dan Shizawa (2003: 77) monyet dewasa lebih sering menjadi pelaku selisik sedangkan juvenil dan bayi lebih sering menjadi penerima selisik. Santi, dkk (2013: 4) mengatakan bahwa grooming yang melibatkan individu betina juvenil, jantan juvenil ataupun infat lebih sering terlihat dilakukan disela-sela waktu bermain. Beberapa infant yang sudah mulai melakukan perilaku bermain walaupun frekuensinya lebih sedikit dibandingkan juvenil, disela-sela waktu tersebut monyet dewasa dalam hal ini induk betina melakukan grooming terhadap infantnya. Berikut adalah perilaku monyet ekor panjang betina dewasa terhadap juvenil

(20)

Gambar 27. Monyet Ekor Panjang Betina Dewasa Melakukan Allogrooming terhadap Infant (Dokumentasi: Fandy, 2016)

Pola Perilaku pada monyet ekor panjang terjadi pada allogrooming monyet dewasa saja karena pada juvenil tidak terdapat pengulangan perilaku serta pada infant tidak terdapat aktivitas. Pola perilaku autogrooming terjadi pada monyet ekor panjang dewasa dan juvenil. Pada monyet ekor panjang dewasa yaitu pada jantan dewasa terlihat 1 kali pada pukul 15.45. pada betina dewasa terlihat 1 kali pada pukul 16.00 dan 2 kali pada pukul 15.45. Pada juvenil terlihat hanya 1 kali yaitu pukul 08.45. Tidak terlihat pola perilaku pada infant karena grooming merupakan perilaku yang dihasilkan dari proses belajar. Pola perilaku allogrooming terlihat bahwa monyet ekor panjang terlihat pada waktu tertentu serta frekuensi yang berbeda-beda. Pada monyet ekor panjang dewasa terlihat

(21)

pada pukul 09.30; 10.00; 10.45; 11.30; 16.15 masing-masing sebanyak 1 kali, pada pukul 10.15 sebanyak 2 kali, pada pukul 16.00 sebanyak 3 kali. Pada monyet ekor panjang juvenil terlihat pada pukul 09.00; 09.15; 10.00; 10.45 masing masing sebanyak 1 kali, pada pukul 16.00 sebanyak 4 kali. Pada monyet ekor panjang infant pukul 11.15 dan 16.00 masing-masing sebanyak 1 kali. Terlihat pola bahwa tidak semua waktu terdapat aktivitas grooming, hanya pada waktu-waktu tertentu terdapat aktivitas grooming. Perilaku grooming terjadi di sela-sela istirahat pada dewasa dan juga disela-sela waktu bermain pada juvenil dan infant.

2. Perbandingan Waktu Grooming pada Pagi, Siang, Sore Hari

Autogrooming dan allogrooming dicatat dalam tiga pembagian waktu yaitu pagi hari (pukul 06.00 – 11.00), siang hari (pukul 11.01 – 15.00) dan sore hari (pukul 15.01 – 17.00) semua waktu tersebut dalam waktu indonesia barat. Data yang diperoleh yaitu pada pagi hari perilaku autogrooming yaitu 17% dan allogrooming yaitu 45%. Pada siang hari perilaku autogrooming yaitu 17% dan allogrooming yaitu 10%. Pada sore hari perilaku autogrooming yaitu 67% dan allogrooming yaitu 45%. Tingkah laku grooming hampir dilakukan sehari penuh yaitu sejak pagi hari hingga sore hari, biasanya dilakukan sambil istirahat (Erie, dkk., 2011: 193). Banyak perilaku grooming yang terlihat di sela-sela istirahat dan waktu bermain. Perilaku autogrooming tertinggi yaitu pada sore hari sementara perilaku allogrooming tertinggi pada pagi dan sore hari. Berdasarkan data tersebut menurut Cooper dan Bernstein (2000: 78)

(22)

mengemukakan frekuensi selisik tertinggi Macaca assamensis terjadi pada pagi hari. Pada siang hari terlihat sedikitnya perilaku grooming. Ini karena pada siang hari cuaca sangat panas serta monyet ekor panjang yang masuk ke dalam hutan sehingga sulit dijangkau oleh peneliti. Menurut Khrisna (2006: 4) pada penelitiannya mengemukakan bahwa autogrooming paling banyak dilakukan pada sore hari sementara allogrooming paling banyak dilakukan pada pagi hari. Ini diduga karena pada sore hari dengan banyaknya kegiatan sehari penuh menyebabkan masing-masing individu sibuk dengan membersihkan dirinya sendiri dibanding untuk membantu individu lain untuk melakukan allogrooming sedangkan pada pagi hari terlihat lebih banyak melakukan allogrooming dikarenakan pada pagi hari terlihat banyak juvenil menjadi partnernya, ini sebagai bentuk kekerabatan dan kasih sayang antara induk dan anaknya. Kedua waktu tersebut digunakan sebagai sarana membersihkan diri dari kotoran yang menempel.

3. Perbandingan Perilaku Autogrooming dan Allogrooming

Data tersebut terlihat yaitu terlihat perilaku autogrooming sebanyak 6 kali dengan waktu total 12 menit. Sedangkan perilaku allogrooming terlihat 36 kali dengan waktu total 119 menit. Data tersebut terlihat perbedaan antara autogrooming dengan allogrooming. Kegiatan allogrooming terlihat lebih banyak yaitu antara induk dengan anaknya. Hal ini sesuai dengan Shumaker dan Beck (2003: 78), individu yang sering terlibat dalam tingkah laku menelisik adalah induk dan anak yang masih kecil atau antara juvenil dan dewasa. Zamma (2002: 45)

(23)

mengemukakan Macaca fuscata mempunyai persentase autogrooming kecil dari seluruh perilaku. Hal tersebut sesuai dengan data yang diperoleh yaitu perilaku allogrooming lebih banyak dan lebih lama dibandingkan perilaku autogrooming.

Perilaku grooming dilakukan secara tertentu dan tidak acak. Ini dimaksudkan bahwa perilaku grooming dilakukan pada bagian tertentu tubuhnya. Menurut Koichiro Zamma (2002: 48) bahwa Macaca fuscata melakukan grooming tidak secara acak, melainkan berdasarkan banyaknya kotoran dan parasit berada. Bagian luar tubuh merupakan yang paling banyak dibandingkan bagian dalam tubuh dikarenakan bagian tersebut sering terpapar oleh kegiatan perilaku. Banyaknya telor kutu yaitu pada lengan bagian luar serta bagian punggung atas lebih sering dikenai allogrooming. Bagian luar kaki lebih sering dikenai autogrooming.

Peneliti tidak menemukan adanya agresi, baik agresi dari jantan dewasa maupun betina dewasa. Adanya agresi dapat mempengaruhi perilaku grooming. Grooming dapat menurunkan tingkat agresi. Grooming dapat ditukar dengan toleransi, dimana adanya agresi pada suatu partner (Henzi dan Barret, 1999: 89).

Gambar

Gambar  10.  Persentase  Frekuensi  Autogrooming  pada  Jantan  Dewasa dan Betina Dewasa
Gambar  11.  Pola  Perilaku  Autogrooming  pada  Jantan  Dewasa  dan  Betina Dewasa
Gambar  13.  Pola  Perilaku  Allogrooming  Monyet  Ekor  Panjang  Dewasa
Tabel 4. Perilaku Allogrooming pada Juvenil  Pelaku
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian yang dilakukan ini adalah untuk merancang sistem pengelolaan material yang berbasis database pada suatu proyek konstruksi, sehingga dapat

Ada 10 kebutuhan yang paling dibutuhkan pada pasien IGD yang merupakan bagian dari proses perilaku caring perawat, diantaranya yaitu : pelayanan yang cepat dan

Adanya hubungan erat antara perlindungan HKI dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi domestik suatu Negara sudah tidak dapat disangkal lagi. Amerika serikat,

1) Kurikulum program studi disusun dengan berpedoman kepada ketentuan dan peraturan akademik yang terkait serta dengan memperhatikan visi, misi, tujuan, sasaran, dan

Kompor gasifikasi dengan diameter 10 cm membutuhkan waktu startup lebih lama yaitu mencapai 4.36 menit jika dibandingkan dengan kompor berdiameter 12 cm yang

Klasifikasi nyeri secara umum di bagi menjadi dua, yakni nyeri akut dan kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, yang

Peningkatan aktivitas belajar siswa ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain model pembelajaran Discovery Learning yang menuntut siswa untuk lebih aktif

pendukung kehidupan bayi anda (plasenta, rahim, membrane, cairan dan pasokan darah ibu) bertumbuh selama kehamilan, berkembang sesuai yang dibutuhkan untuk memenuhi