• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODOLOGI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3 METODOLOGI PENELITIAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

19

3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Bahan dan Alat

Bahan baku lintah laut (Discodoris sp.) yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari perairan Pantai Pulau Belitung, Bangka Belitung. Bahan-bahan tambahan untuk formulasi meliputi kelopak bunga rosella, jahe dan asam sitrat. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis proksimat adalah akuades, alkohol, NaOH 40%, H3BO3 2%, HCl 0,1 N, dan Indikator Brom Cresol

Green-Metyl Red; analisis aktivitas antioksidan adalah DPPH, dan metanol p.a; analisis mikrobiologi adalah PCA, PDA, dan asam tartarat 10%; analisis asam tertitrasi adalah NaOH 0,1%, dan indikator fenolftalein.

Alat-alat yang digunakan untuk analisis adalah, inkubator, otoklaf, hand refractometer, spektrofotometer model UV-VIS RIS UV 2500, neraca analitik, pH meter Orion Benchinp model 410 A, tanur, seperangkat alat Soxhlet, labu Kjeldahl, alat-alat gelas, dan alat-alat uji organoleptik.

3.2 Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap pengambilan dan preparasi sampel, tahap formulasi minuman fungsional, dan tahap pengujian stabilitas terhadap masa simpan. Tahap formulasi diawali dengan percobaan trial and error untuk mengetahui batas penerimaan dari segi organoleptik. Pada tahap ini juga dilakukan pengujian pendahuluan terhadap aktivitas antioksidan dari masing-masing bahan serta pencampuran antar dua bahan dan keseluruhan bahan baku untuk melihat efek sinergis/antagonis dari antioksidan.

3.2.1 Tahap pengambilan dan preparasi sampel

Contoh lintah laut (Discodoris sp.) diambil di perairan P. Belitung dalam keadaan hidup kemudian dimatikan. Contoh dicuci sampai bersih dengan air tawar kemudian dikeluarkan jeroannya dan dijemur hingga kering, lalu, dikemas dalam kemasan plastik. Sampel disimpan dalam lemari pendingin pada suhu freezer hingga digunakan.

Contoh jahe segar dicuci dengan air dan dikupas kulitnya, selanjutnya diiris tipis-tipis dan dikeringkan dalam oven bersuhu 50 oC selama satu hari

(2)

kemudian digiling hingga halus. Bubuk jahe kering disimpan dalam wadah terutup dan disimpan dalam freezer hingga digunakan. Rosella kering digiling sampai halus, diayak, dan disimpan dalam freezer hingga digunakan. Pemberi rasa asam, berupa asam sitrat digunakan sebagai pengganti rosela.

Analisis yang dilakukan pada tahap ini yaitu: (1) analisis proksimat terhadap masing-masing bahan kering meliputi uji kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan kadar protein (AOAC 1995), serta (2) analisis aktivitas antioksidan terhadap masing-masing bahan kering menggunakan metode DPPH (Diphenyl picrylhidrazyl) (Blois 1959 diacu dalam Molyneux 2004).

3.2.2 Tahap formulasi minuman fungsional

Pada tahap ini dilakukan formulasi minuman. Formulasi didasarkan pada hasil percobaan trial and error terhadap karakteristik mutu organoleptik dari minuman fungsional ini. Berdasarkan percobaan, maka penyajian minuman adalah berbentuk minuman teh celup yang dikemas dalam kantong teh celup.

Komposisi dari bahan-bahan utama, serta teknik pembuatan yang mencakup suhu air celupan, volume air, dan lama celupan merupakan perlakuan dalam penelitian ini. Formulasi awal yang dilakukan sebanyak enam jenis (perlakuan) seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Formulasi awal produk dalam satu kantong teh celup

Formula Bahan Utama (%) Bahan-Bahan Pembantu (%)

Bubuk Discodoris sp Bubuk jahe Bubuk rosella

1 7,0 23 32 2 7,5 23 32 3 8,0 23 33 4 8,5 23 32 5 9,0 23 32 6 10,0 23 32

Semua produk dari perlakuan formulasi kemudian disterilisasi di bawah UV selama 1x24 jam. Analisis yang dilakukan meliputi: (1) analisis aktivitas antioksidan terhadap air celupan dari masing-masing bahan, (2) analisis organoleptik menggunakan pengujian hedonik, dan (3) analisis aktivitas antioksidan terhadap formula minuman yang masuk dalam batas penerimaan berdasarkan uji organoleptik. Pengujian aktivitas antioksidan formula langsung

(3)

diambil dari air celupan masing-masing formula. Selain itu dilakukan pula pengujian antar dua bahan untuk melihat bahan-bahan campuran manakah yang lebih baik pengaruh sinergis/antagonis antioksidannya. Aktivitas antioksidan air celupan diamati pada suhu air, volume air, serta lama celup yang berbeda.

Berdasarkan hasil pengujian terhadap sifat sinergis antioksidan pada air celupan formula awal yang menunjukkan hasil negatif, maka dilakukan reformulasi seperti terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Reformulasi produk berdasarkan hasil uji sinergis antioksidan dan organoleptik

Formula Bahan Utama (g) Bahan-Bahan Pembantu (g)

Bubuk Discodoris sp. Bubuk jahe Asam sitrat

1 0,19 0,25 0,02 2 0.21 0,25 0,02 3 0,24 0,25 0,02 4 0,26 0,25 0,02 5 0,27 0,25 0,02 6 0,28 0,25 0,02

3.2.3 Tahap pengujian stabilitas terhadap masa simpan produk

Pada tahap ini, produk yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi di antara perlakuan yang diterima secara organoleptik, dilanjutkan pengujiannya untuk melihat stabilitas produk terhadap waktu. Pengujian masa simpan dilakukan dengan percepatan waktu atau model akselerasi menggunakan metode Arrhenius. Selama masa penyimpanan, produk disimpan pada tiga kondisi suhu yang berbeda, yaitu suhu ruang, suhu 35 oC, dan suhu 45 oC. Pengamatan dilakukan pada lima titik waktu dengan periode yang berbeda pada setiap suhu. Frekwensi pengamatan pada suhu ruang setiap 7 hari, pada suhu 35 oC setiap 5 hari, dan pada suhu 45 oC setiap 3 hari sekali.

Uji stabilitas yang dilakukan pada setiap pengamatan meliputi: (1) uji aktivitas antioksidan dari formula terpilih, (2) uji total mikroba/kapang, (3) Nilai pH, (4) total asam tertitrasi, dan (5) indeks bias. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

(4)

Gambar 3 Bagan alir penelitian. Analisis organoleptik.

Analisis aktivitas antioksidan pada air celupan

Analisis organoleptik.

Analisis aktivitas antioksidan pada air celupan

Lintah laut (Discodoris sp) Jahe segar Pemisahan daging dan jeroan) Pencucian daging/mantel Pencucian Pengeringan Penggilingan Bubuk kering TAHAP KEDUA Formulasi minuman fungsional

Formulasi minuman fungsional

TAHAP PERTAMA Preparasi bahan baku

1.Analisis proksimat : kadar air, abu, protein, lemak 2.Analisis antioksidan metode DPPH Perlakuan 6 formula Pengayakan Reformulasi-mengganti rosella dgn as.sitrat Formula terbaik Rosela kering Pengemasan TAHAP KETIGA Pengujian stabilitas produk

Formulasi minuman fungsional Penyimpanan pada suhu

ruang, 45oC, dan 55oC (model akselerasi)

Formulasi minuman fungsional Pengujian stabilitas: asam tertitrasi, indeks bias, pH, TPC/ Kapang, dan aktivitas antioksidan.

Formula dengan masa simpan terbaik

Produk minuman fungsional

(5)

3.3 Analisis

Analisis-analisis dalam penelitian ini dilakukan untuk mengamati karakteristik kimia yang meliputi analisis proksimat dan uji stabilitas produk, uji mikrobiologi, mutu organoleptik, dan aktivitas antioksidan dari bahan baku dan produk jadi.

3.3.1 Analisis proksimat (a) Kadar air (AOAC 1995)

Sebanyak 1 gram sampel (A) ditempatkan dalam cawan porselin dan dimasukkan dalam oven pada suhu 105 oC hingga beratnya konstan, lalu ditimbang (B). Kadar air dihitung dengan rumus :

Bobot sampel akhir (B)

Kadar air = x 100

Bobot sampel awal (A)

(b) Kadar abu (AOAC 1995)

Sebanyak 1 gram sampel kering ditempatkan dalam wadah porselin dan dibakar sampai tidak berasap. Kemudian diabukan dalam tanur bersuhu 600 °C lalu ditimbang. Kadar abu dihitung dengan rumus :

Bobot abu

Kadar abu = x 100

Bobot sampel kering

(c) Kadar lemak kasar (AOAC 1995)

Sebanyak 2 gram sampel kering disebar di atas kapas yang beralas kertas saring dan digulung membentuk thimble, lalu dimasukkan ke dalam labu soxhlet. Selanjutnya dilakukan ekstraksi selama 6 jam menguunakan pelarut lemak berupa heksana sebanyak 150 ml. lemak yang terekstrak kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100oC selama 1 jam. Kadar lemak dihitung dengan rumus :

Bobot lemak terekstrak

Kadar lemak = x 100

Bobot sampel kering

(d) Kadar protein kasar (AOAC 1995)

Sebanyak 5 gram sampel kering ditempatkan dalam labu Kjeldahl 100 ml dan ditambahkan 0,25 gram selenium dan 3 ml H2SO4 pekat. Selanjutnya

(6)

larutan jernih. Setelah dingin ditambahkan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40% lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml H3BO3 2% dan 2 tetes indicator Brom Cresol Green-Methyl Red

berwarna merah muda. Setelah volume hasil tampungan (destilat) menjadi 10 ml dan berwarna hijau kebiruan, destilasi dihentikan dan destilasi dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai berwarna merah muda. Perlakuan yang sama dilakukan juga terhadap blanko. Dengan metode ini diperoleh kadar Nitrogen total yang dihitung dengan rumus :

(S-B) x N HCl x 14

% N = x 100

W x 1000 x FP

Keterangan : S = volume titran sampel (ml); B= volume titran blanko (ml); w = bobot sampel kering (mg). Kadar protein diperoleh dengan mengalikan kadar Nitrogen dengan Faktor Perkalian (untuk berbagai bahan pangan berkisar 5,18-6,38).

3.3.2 Analisis aktivitas antioksidan (DPPH) (Blois 1959 diacu dalam Molyneux 2004)

Aktivitas antioksidan yang diukur pada bubuk kering Discodoris sp., jahe, dan rosela dilakukan dengan menimbang bahan-bahan kering tersebut masing-masing sebanyak 0,25 gram kemudian dilarutkan dalam 50 ml metanol. Dari larutan yang terbentuk diencerkan lagi untuk mendapatkan konsentrasi 100, 200, 400, 1000, 2000, dan 4000 ppm. Larutan pereaksi DPPH yang digunakan, dibuat dengan melarutkan DPPH seberat 0,0197 gram dalam 50 ml metanol p.a untuk memperoleh konsentrasi 1 mM. Larutan dibuat segar dan dijaga pada suhu rendah serta terlindung dari cahaya. Sebanyak 4 ml larutan uji direaksikan dengan 1 ml larutan DPPH dalam tabung reaksi. Campuran tersebut diinkubasi pada suhu 37

o

C selama 30 menit. Kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm. Larutan standard dibuat dengan mencampur 4 ml metanol p.a dengan 1 ml DPPH. Aktivitas antioksidan masing-masing sampel dinyatakan dengan persentase penghambatan radikal bebas yang dihitung dengan rumus :

(7)

absorbansi blanko - absorbansi sampel

% inhibisi DPPH = x 100%

absorbansi blanko

3.3.3 Uji Organoleptik (SNI 1996)

Uji organoleptik merupakan uji dengan menggunakan indera manusia sebagai instrumennya. Uji ini sering digunakan untuk menilai mutu komoditas hasil pertanian dan makanan (Soekarto 1990). Ada beberapa cara pengujian organoleptik seperti uji pembedaan dan uji pemilihan/penerimaan. Dalam penelitian ini akan dilakukan uji penerimaan dimana setiap panelis diharuskan mengemukakan tanggapan pribadinya terhadap produk yang disajikan. Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui apakah produk minuman dari campuran lintah laut, jahe dan rosella ini disukai atau tidak. Uji penerimaan yang dilakukan adalah uji hedonik dengan menggunakan 30 orang panelis yang semi terlatih. Lembar penilaian uji hedonik dapat dilihat pada Lampiran 1.

Uji hedonik disebut juga uji kesukaan dan dilakukan pada 6 formula minuman. Pada uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya terhadap warna, rasa dan aroma minuman. Tanggapan tersebut dapat berupa kesan suka atau ketidaksukaan dan panelis juga dapat mengemukakan tingkat kesukaannya (skala hedonik). Skala ini dapat direntang atau diciutkan menurut skala yang dikehendaki. Pada uji hedonik produk minuman ini, skala hedonik yang digunakan adalah 1- 7 dimana angka 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka, dan 7 = sangat suka. Data yang diperoleh ditabulasikan dan dianalisis dengan metode nonparametrik Kruskal-Wallis dan uji lanjut BNT.

3.3.4 Uji stabilitas (a) Nilai pH

Setiap formula minuman yang masuk dalam batas penerimaan secara organoleptik diukur nilai pH. Sebelum pengukuran, pH-meter distandarisasi menggunakan buffer standar pH 4 dan pH 7.

(b) Indeks bias

Sebanyak 2 tetes sampel diteteskan pada hand refractometre. Indeks bias dinyatakan dalam o Brix.

(8)

(c) Total Asam Tertitrasi (Apriyantono et al. 1989)

Pengujian total asam pada formula terpilih dilakukan dengan cara menempatkan 10 g sampel dalam 250 ml labu takar, kemudian sebanyak 75 ml akuades ditambakan. Larutan kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N yang sudah distandarisasi dengan asam oksalat hingga indicator fenolftalein 0,1% menunjukkan titik akhir titrasi yaitu berwarna merah muda/pink. Hasilnya dinyatakan sebagai ml NaOH 0,1 N per kg bahan.

V1 x N x P

T A = x 100

Volume sampel (ml)

Keterangan :

TA = total asam (ml N NaOH / 100 ml sampel) V1 = jumlah larutan NaOH yang digunakan (ml)

N = normalitas NaOH hasil standarisasi dengan asam oksalat P = faktor pengenceran

(d) Pengujian Mikrobiologi (Maturin dan Peeler 2001) Uji Jumlah Total Bakteri (Total Plate Count)

Sebanyak 1 ml sampel diambil dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan pengencer. Selanjutnya dilakukan pengocokan hingga homogen dengan vortex. Pengenceran dan pemupukan dilakukan hingga tingkat pengenceran 10-2. Dari tiap-tiap pengenceran, dipipet secara aseptis 1 ml untuk dimasukkan ke dalam cawan petri steril (pemupukan) secara duplo dan ditambahkan media PCA (Plate Count Agar) steril sebanyak 15-20 ml.

Segera setelah penuangan, cawan petri digerakkan di atas meja secara hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata, yaitu dengan gerakan melingkar atau angka delapan. Setelah medium membeku cawan petri diinkubasikan dengan posisi terbalik pada incubator suhu 37 oC selama 2 hari (48 jam). Perhitungan jumlah total mikroba dilakukan dengan Standard Plate Count (SPC) metode Harrigan.

Uji Kapang/Khamir

Sebanyak 1 ml sampel diambil dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan pengencer. Selanjutnya dilakukan pengocokan hingga homogen dengan vortex. Pengenceran dan pemupukan dilakukan hingga tingkat pengenceran 10-2. Dari

(9)

tiap-tiap pengenceran, dipipet secara aseptis 1 ml untuk dimasukkan ke dalam cawan petri steril (pemupukan) secara duplo dan ditambahkan media PDA (Potato Dextrose Agar) cair yang telah ditambah asam tartarat steril 10% sebanyak 15-20 ml.

Segera setelah penuangan, cawan petri digerakkan di atas meja secara hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata, yaitu dengan gerakan melingkar atau angka delapan. Setelah medium membeku cawan petri diinkubasikan dengan posisi terbalik pada incubator suhu 30 oC selama 2 hari (48 jam). Perhitungan jumlah kapang dan khamir dilakukan dengan metode Harrigan.

3.4 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Untuk melihat pengaruh komposisi bahan baku dan teknik pembuatan minuman formulasi terhadap aktivitas antiosidan menggunakan Rancangan Percobaan Faktorial dengan 3 faktor serta 3 ulangan. Pemilihan model Faktorial ini berdasarkan pada efektifitas dan efisiensi waktu pengujian, serta ketelitian pengamatan terhadap pengaruh-pengaruh faktor perlakuan dalam percobaan. Pada percobaan faktorial dapat diketahui pengaruh bersama (interaksi) terhadap data hasil percobaan sehingga pengujian terhadap pengaruh interaksi ini dapat menjadi dasar dalam membuat rekomendasi atau saran tentang apakah faktor-faktor utama harus diterapkan bersama atau tidak untuk mendapatkan hasil yang lebih baik (Steel dan Torie 1980). Persamaan untuk Rancangan Faktorial digambarkan sebagai berikut:

Yijkℓ =µ + Ai + Bj + ABij + Ck + ACik + BCjk + ABCijk + €ℓ (ijk) Keterangan:

Y = aktivitas antioksidan

A,B,C = berturut-turut adalah faktor suhu air, volume air, dan lama celup i = taraf suhu

j = taraf volume k = taraf lama celup ℓ = ulangan

Model perlakuan untuk pengamatan aktivitas antioksidan dapat dilihat pada Tabel 4.

(10)

Tabel 4 Model perlakuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan

suhu air celup (A) volume air (B) lama celup (C)

C1 C2 C3

A1 B1 A1B1C1 A1B1C2 A1B1C3

B2 B3 A2 B1 A2B1C1 B2 B3 A2B3C3 A3 B1 A3B1C1 B2 B3 A3B3C3

Analisis lanjutan menggunakan metode Uji Beda Nyata Jujur (BNJ). Uji ini untuk mengetahui beda pengaruh masing-masing faktor perlakuan maupun interaksinya terhadap aktivitas antioksidan.

Pengujian nilai organoleptik yang mencakup penerimaan terhadap kenampakan, rasa, dan aroma setiap formula dari panelis, menggunakan uji non parametrik Kruskal-Wallis. Uji nonparametrik ini merupakan alternatif bagi uji F untuk pengujian kesamaan beberapa nilai tengah dalam analisis ragam untuk menghindar dari asumsi bahwa contoh diambil dari populasi normal (Walpole

1995). Uji Kruskal-Wallis memiliki formula:

k = banyaknya contoh

n = jumlah panelis tiap contoh R = rata-rata penilaian

Untuk melihat apakah perbedaan konsentrasi lintah laut memiliki pengaruh yang sama atau tidak terhadap nilai organoleptik, dibandingkan dengan tabel chi- square. Uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) dilakukan untuk melihat sejauh mana perbedaan antar perlakuan.

Semua data pengamatan aktivitas antioksidan dan nilai organoleptik ditabulasikan dan diolah secara statistik menggunakan perangkat lunak SPSS 16.0.

(11)

Data pengamatan dari uji stabilitas dianalisis menggunakan teknik regresi linier, dan dibantu dengan metode Arrhenius untuk menduga umur simpan produk (Arpah 2001). Model Arrhenius adalah:

k = konstanta penurunan mutu

ko = konstanta (tidak bergantung pada suhu)

E = energi aktivasi

Gambar

Tabel  3  Reformulasi  produk  berdasarkan  hasil  uji  sinergis  antioksidan  dan  organoleptik
Gambar 3  Bagan alir penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Apabila telah ada terjadi aksi lanjutan oleh palang terhadap terdeteksinya kepadatan, semua kendaraan, baik yang berada di lajur kemacetan maupun di luar

Maka penulis meneliti lebih lanjut dan membuat ke dalam bentuk karya ilmiah dengan judul “Analisis Tekstual dan Musikal Nangen Nandorbin Pada Masyarakat Pakpak

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah metode kualitatif dan hasil yang didapat penulis adalah sebuah nyanyian, teks serta liturgi peribadatan di gereja Holy

Rehabilitasi Sosial dilaksanakan dalam bentuk bimbingan sosial, bimbingan fisik, bimbingan mental dan bimbingan ketrampilan (ketrampilan inti : Montir Motor,

Berdasarkan simpulan diatas, maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut. Dewi Meubel Dalam penjualan lemari khususnya pesanan khusus, perusahaan pernah mengalami

Rhizophora apiculata dan Bruguiera gymnorrhiza merupakan jenis tumbuhan mangrove di Yenanas yang dapat ditemukan disemua tingkatan baik sebagai semai, belta dan pohon bahkan kedua

BPR yang terdapat di desa sebagai pengganti Bank Desa, kedudukannya ditingkatkan ke kecamatan dan diadakan penggabungan Bank desa yang ada dan kegiatannya

berseberangan dengan apa yang disampaikan guru. 7) Tidak bertanya kepada teman; tertawa terbahak-bahak saat guru menjelaskan pelajaran. 8) Tidak menoleh ke kanan-kiri