• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Debu

Menurut Suma’mur (1998), debu adalah partikel-partikel zat yang disebabkan oleh pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan, dan lain-lain dari bahan-bahan organic maupun anorganik. Misalnya batu, kayu, bijih logam, arang batu, butir-butir zat padat dan sebagainya.

Partikel adalah pencemaran udara yang bersama-sama dengan bahan atau bentuk pencemar lainnya. Partikel dapat diartikan secara murni atau sempit sebagai bahan pencemar yang berbentuk padatan (Mulia, 2005).

Partikel debu yang berdiameter lebih besar dari 10 mikron dihasilkan dari proses-proses mekanis seperti erosi angin, penghancuran dan penyemprotan dan pelindasan benda-benda oleh kendaraan atau pejalan kaki. Partikel yang berdiameter antara 1-10 mikron biasanya termasuk tanah dan produk-produk pembakaran dari industri lokal. Partikel yang mempunyai diameter 0,1-1 mikron terutama merupakan produk pembakaran dan aerosol fotokimia (Fardiaz, 1992)

(2)

commit to user

Polutan partikel masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui sistem pernafasan, oleh karena itu pengaruh yang merugikan terutama terjadi pada sistem pernafasan. Faktor lain yang paling berpengaruh terhadap sistem pernafasan terutama adalah ukuran partikel. Karena ukuran partikel yang menentukan seberapa jauh penetrasi partikel ke dalam pernafasan. Debu-debu yang berukuran 5-10 mikron akan ditahan oleh jalan pernafasan bagian atas, sedangkan yang berukuran 3-5 mikron ditahan oleh bagian tengah jalan pernafasan (Yunus, 1997).

2. Sifat Karakteristik Debu

a. Menurut Departemen Kesehatan RI yang dikutip oleh Sitepu (2002), partikel debu di udara mempunyai sifat sebagai berikut: 1) Sifat pengendapan, adalah sifat debu yang cenderung selalu

mengendap proporsi partikel yang lebih daripada yang ada di udara.

2) Sifat permukaan basah, permukaan debu akan cenderung selalu basah, dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis, sifat ini penting dalam pengendalian debu di dalam tempat kerja.

3) Sifat penggumpalan, oleh karena permukaan debu yang selalu basah maka dapat menempel antara debu satu dengan yang lainnya sehingga menjadi gumpalan turbuelensi udara membantu meningkatkan pembentukan gumpalan.

(3)

commit to user

4) Sifat listrik statis, sifat listrik statis yang dimiliki partikel debu dapat menarik partikel lain yang berlawanan sehingga mempercepat proses terjadinya penggumpalan.

5) Sifat optis, partikel debu yang basah/lembab dapat memancarkan sinar sehingga dapat terlihat didalam kamar yang gelap.

3. Pengaruh Debu terhadap Kesehatan Manusia

Partikel debu akan berada diudara dalam kurun waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara kemudian masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan. Selain dapat membahayakan terhadap kesehatan juga dapat daya tembus pandang mata dan dapat mengadakan berbagai reaksi kimia sehingga komposisi debu di udara menjadi pertikel yang sangat rumit karena merupakan campuran dari berbagai bahan dengan ukuran dan bentuk yang relatif berbeda-beda (Pujiastuti, 2002).

Partikel paru kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh partikel, uap, gas atau kabut yang berbahaya yang menyebabkan kerusakan paru bila terinhalasi selama bekerja. Saluran nafas dari lubang hidung sampai alveoli menampung 14.000 liter udara ditempat kerja selama 40 jam kerja satu minggu (Aditama, 2006).

Paparan debu di udara selain mengganggu jalan pernafasan dapat pula memberikan dampak negatif lain apabila ditinjau dari

(4)

commit to user

aspek biologisnya. Menurut Riyadina (1996), efek biologis paparan debu di udara terhadap kesehatan manusia atau pekerja terdiri dari: a. Efek fibrogenik, debu fibrogenik sebagai debu Respirabel dari

Kristal silika (asbestosis), debu batubara, debu berrylium, debu talk, dan debu dari tumbuhan. Konsentrasi massa dari sisa debu yang respirabel sebagai faktor tunggal yang paling penting pada perkembangan/kemajuan keparahan pneumoconiosis pada pekerja. b. Efek iritan, pengaruh iritan dari debu yang berbeda tidak spesifik,

sehingga keadaan ini tidak dapat secara langsung dihubungkan dengan pengaruh dari debu. Tetapi secara klinis atau dengan tes fungsional ataupun pemeriksaan secara morfologi dapat diperlihatkan kasus dimana efek yang timbul berasal dari debu. c. Efek alergi, debu dari tumbuhan, hewan mempunyai sifat dapat

meningkatkan reaksi alergi. Beberapa reaksi kekebalan biasanya membentuk respon secara psikologi berupa iritasi. Secara patologi dapat ditentukan melalui tes alergi sebagai penyakit akibat kerja pada saluran pernafasan yuang umumnya berupa asma bronchial. Debu organik yang menyebabkan alergi meliputi tepung, pollen (serbuk sari), rambut hewan, jamur, dan lain-lain.

d. Efek karsinogenik, penyebab yang berperan penting dalam pertumbuhan kanker pada manusia adalah debu asbestosis, arsenic,

(5)

commit to user

2000 substansi kimia diketahui sebagai penyebab timbulnya kanker.

e. Efek Sistemik Toksik, banyak substansi yang berbahaya yang menyebabkan efek sistemik toksik sebagai hasil dari debu yang masuk melalui sistem saluran pernafasan. Paparan debu untuk beberapa tahun pada kadar yang rendah tetapi di atas batas limit paparan, menunjukan efek sistemik toksik yang jelas.

f. Efek pada kulit, partikel-partikel debu yang berasal dari material yang berbentuk pita dan tebal seperti fiberglass, dan material tahan api sering sebagai penyebab dermatitis.

Beberapa faktor berpengaruh dalam timbulnya penyakit atau gangguan akibat paparan debu bagi pekerja di ruang kerja. Menurut Yunus (1997) dan Suma’mur (1996), dapat dismpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi timbulnya gangguan atau penyakit akibat pekerja yang bekerja di ruangan akibat paparan debu adalah:

a. Faktor Fisik, meliputi: jenis bahan, ukuran partikel, bentuk partikel, daya penetrasi, konsentrasi, daya larut, luas permukaan

(Higroskopisitas), lama waktu paparan dan Turbulensi udara.

b. Faktor kimia, meliputi: Tingkat keasaman dan kebasahan

(Alkalinitas), kecenderungan untuk bereaksi dengan bahan dalam

paru-paru dan jenis persenyawaan.

c. Faktor Individual pekerja, meliputi: umur, jenis kelamin, Anatomi dan Fisiologi, daya tahan tubuh (Immunologis), genetik, dan emosi

(6)

commit to user

(psikologis), keadaan gizi, kepekaan tubuh, motivasi kerja dan

pengaruh lingkungan (Habituasi).

4. Dampak Industri Semen terhadap Lingkungan

Menurut Kurnia dan Fatimah (2008), gambar 2.1 menunjukkan contoh emisi partikulat yang tidak dikendalikan pada pabrik semen. Berdasarkan bahan baku dan bahan bakar yang digunakan serta proses produksi, industri semen menyebabkan dampak lingkungan sebagai berikut :

a. Lahan, penurunan kualitas kesuburan tanah akibat penambangan bahan baku, perubahan tata-guna lahan akibat penebangan dan penyerapan lahan serta pembangunan fasilitas lainnya.

b. Air, kualitas air menurun akibat limbah cair dari pabrik dalam bentuk minyak dan sisa air dari kegiatan penambangan. Menimbulkan lahan kritis yang mudah terkena erosi dan pendangkalan dasar sungai, yang pada akhirnya akan menimbulkan banjir.

c. Udara, debu yang dihasilkan pada waktu pengadaan bahan baku dan selama proses pembakaran, serta yang dihasilkan selama pengangkutan bahan baku ke pabrik dan bahan jadi ke luar pabrik, termasuk pengantongannya. Debu yang secara visual terlihat di kawasan pabrik menimbulkan pencemaran udara serius. Gas yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar minyak bumi dan

(7)

commit to user

batubara, berupa gas CO, CO2, SO2, NOx dan gas lainnya yang mengandung hidrokarbon dan belerang.

Gambar 2.1 Pencemaran udara oleh limbah gas pada proses produksi semen yang tidak dikendalikan (Sumber: EQS) 5. Limbah yang Dihasilkan dari Proses Produksi Semen

Proses produksi semen menghasilkan limbah berupa debu dengan intensitas paling tinggi terdapat dalam proses penggilingan akhir dan penggilingan awal serta proses pencampuran dan pembakaran. Debu-debu ini diatasi dengan menggunakan alat penangkap debu yaitu Bag Filter dan Electrostatic Precipitator (EP). Alat-alat ini mempunyai efisiensi dedusting yang cukup tinggi, sehingga dapat mengurangi sekaligus menggunakan kembali debu yang akan terbuang. Gas yang keluar dari alat tersebut diharapkan dapat memenuhi baku mutu yang berlaku di lokasi pabrik semen tersebut. Kondisi alat ini selalu dikontrol agar efisiensinya tetap tinggi, sehingga gas keluarannya hanya mengandung sedikit debu (Firdaus, 2007).

(8)

commit to user

Limbah gas buang dihasilkan dari gas buang stack, hasil pembakaran batubara dan gas penguraian bahan baku di kiln. Limbah gas dari kiln biasanya terbentuk apabila proses pembakaran terjadi kekurangan atau kelebihan oksigen. Bila terdapat oksigen berlebih maka akan terbentuk oksida-oksida dari unsur-unsur yang terkandung dari bahan baku. Sedangkan apabila proses pembakaran kekurangan oksigen, maka akan terbentuk gas CO. Kadar CO yang tinggi dapat mengganggu jalannya proses dan merusak alat EP. Sebagai pencegahan dilakukan pengaturan bahan bakar dan oksigen yang masuk kedalam proses, yaitu dengan menggunakan conditioning tower atau melakukan pemanasan lebih lama yaitu dengan mengalirkan gas buang ke suspension preheater (Firdaus, 2007).

6. Teknologi Pengolahan Partikulat Debu

Pengendalian pencemaran akan membawa dampak positif bagi lingkungan karena hal tersebut akan menyebabkan kesehatan masyarakat yang lebih baik, kenyamanan hidup disekitarnya yang lebih tinggi, resiko yang lebih rendah, kerusakan materi yang rendah dan kerusakan lingkungan yang rendah. Faktor utama yang harus diperhatikan dalam pengendalian pencemaran adalah karakteristik dari pencemar dan hal tersebut bergantung pada jenis dan konsentrasi senyawa yang dibebaskan ke lingkungan, kondisi geografis sumber pencemar, dan kondisi meteorologis lingkungan (Hutagalung, 2008).

(9)

commit to user

Pengendalian pada sumber pencemar merupakan metode yang lebih efektif karena hal tersebut dapat mengurangi keseluruhan limbah gas yang akan diproses dan yang pada akhirnya dibuang ke lingkungan. Di dalam sebuah pabrik, pengendalian pencemaran udara terdiri dua bagian yaitu penanggulangan emisi debu dan penanggulangan emisi senyawa pencemar dalam bentuk gas (Hutagalung, 2008).

Untuk mengatasi pencemaran udara yang diakibatkan oleh partikulat yang keluar pada proses produksi semen, perlu menggunakan alat penangkap partikulat. Alat-alat penangkap partikulat bertujuan untuk memisahkan partikulat dari aliran gas buang. Partikulat dapat ditemui dalam berbagai ukuran, bentuk, komposisi kimia, densitas, daya kohesi, dan sifat higroskopik yang berbeda. Maka dari itu, pemilihan alat penangkap partikulat yang tepat berkaitan dengan tujuan akhir pengolahan dan juga aspek ekonomis. Secara umum, alat panangkap partikulat yang umum digunakan oleh pabrik semen adalah Electrostatic Precipitator (EP) dan Bag Filter. 7. Electrostatic Precipitator (EP)

EP (Gambar 2.2) merupakan alat penangkap debu dengan menggunakan sistem elektrik yang terdiri dari plat-plat baja yang merupakan elektroda positif (collecting electrode) dan elektroda negatif (discharge electrode) dengan perbedaan tegangan yang sangat tinggi.

(10)

commit to user

Prinsip kerjanya menggunakan prinsip listrik, yaitu partikel bermuatan listrik dilewatkan dalam medan electrostatic sehingga terjadi discharge electrode yang berfungsi untuk menghasilkan elektron-elektron bebas yang digunakan untuk memberikan muatan pada partikel-partikel debu sehingga terbentuk ion debu negatif. Karena pengaruh medan listrik yang kuat, ion negatif akan berpindah ke elektroda positif sehingga pada elektroda positif akan terkumpul debu-debu yang terbawa oleh ion negatif tersebut.

Selanjutnya ion negatif tadi dinetralkan oleh muatan positif pada elektroda pengumpul sehingga debu yang terkumpul menjadi bermuatan netral. Debu yang netral ini akan semakin banyak dan tebal sehingga lapisan itu akan menurunkan gaya tarik dan keelektrostatikannya, sehingga debu yang terkumpul pada elektroda ini akan mudah terjatuh ketika plat elektroda terpukul hammer (Pratama, 2013).

Gambar 2.2 Dry electrostatic precipitator schematic (Sumber: Corbitt, 2004)

(11)

commit to user

Untuk mengalihkan material yang terakumulasi pada pelat, secara periodik elektroda akan digetarkan oleh pukulan impact

hammer dengan waktu interval (dapat diatur pada unit rapping gear

pada collecting dan discharging system) sehingga secara periodik material rontok dan tertampung pada bottom hopper. Material akan terkumpul dan siap diangkut sebagai produk atau diangkut ke dust bin oleh screw conveyor. Dari dust bin debu yang tertinggal bersama gas akan keluar bersama-sama melalui cerobong (Pratama, 2013).

Tabel 2.1 kelebihan dan kekurangan dalam penggunaan

Electrostatic Precipitator (EP).

Kelebihan EP Kekurangan EP

Efisiensi penyisihan partikel sangat tinggi

Mampu menyisihkan partikel berukuran kecil

Dapat menangani debit aliran gas besar dengan kehilangan tekanan yang rendah

Dapat digunakan untuk pengumpul sistem kering bagi materi yang bernilai

Dapat didesain aliran gas dengan temperatur cukup tinggi

Biaya operasional rendah, kecuali untuk efisiensi yang sangat tinggi

Capital cost yang tinggi

Hanya menyisihkan partikulat dan tidak dapat menyisihkan pencemar dalam bentuk gas

Tidak terlalu fleksibel Memerlukan lahan yang luas Hanya dapat digunakan untuk

partikel yang memiliki resistivitas elektrik (108-1010 ohm.cm)

Ozon dihasilkan dari pemberian muatan negatif terhadap elektroda pada saat ozonisasi gas

Dibutuhkan personel yang memiliki keahlian khusus dalam pemeliharaan EP

(Sumber: EQS Departemen, 2011)

Proses penangkapan debu pada EP terdiri dari lima tahapan, yaitu: 1. Pendistribusian gas

Udara kotor yang masuk ke dalam EP terlebih dahulu diatur alirannya agar terdistribusi secara merata pada luas penampang

(12)

commit to user

EP. Peralatan pada EP yang berfungsi meratakan aliran udara inlet tersebut disebut gas distribution walls.

2. Pemberian muatan pada partikel debu atau pelepasan muatan corona

Partikel debu yang terkandung di dalam udara yang melewati EP akan diberi muatan negatif oleh corona yang timbul pada discharge electrode. Corona adalah suatu gangguan muatan listrik pada udara yang berada di dekat permukaan elektroda akibat medan listrik kuat yang timbul di antara elektroda pelepas muatan dengan plat pengumpul.

3. Migrasi partikel ke elektroda pengumpul

Corona menghasilkan ion-ion udara dalam jumlah besar.

Ion-ion negatif akan bergerak menuju plat pengumpul. Pergerakan tersebut disebut dengan migrasi partikel.

Kumpulan ion-ion negatif yang bermigrasi ke plat pengumpul ini akan membentuk suatu ruang bermuatan di daerah plat pengumpul. Peningkatan nilai tegangan akan menambah kuat medan hingga timbul spark over. Spark over adalah percikan bunga api yang terjadi secara tiba-tiba antara elektroda pelepas muatan dengan pengumpul yang terjadi akibat letak discharge

(13)

commit to user

4. Penumpukan debu di elektroda pengumpul

Setelah menempel pada bidang pengumpul maka akan terjadi discharging muatan hingga kolektor ternetralisir oleh jumlah partikulat bermuatan yang menempel. Diperkirakan tebal penempelan efektif mencapai 0,08-1,52 cm. Jika penempelan terlalu tebal maka akan mengganggu efisiensi kinerja EP.

5. Pemindahan partikel debu

Lapisan debu yang menempel pada plat pengumpul dibersihkan secara berkala dengan sistem rapping. Sistem

rapping ini terdiri dari alat pemukul seperti palu (hammer) yang

akan memukul plat pengumpul sehingga debu terlepas.

Periode rapping diatur agar tidak terlalu lambat dan tidak terlalu cepat karena dapat mengurangi usia EP. Masing-masing

chamber dalam EP memiliki alat pemukul sendiri-sendiri.

Pengaturan pemukulannya disesuaikan dengan ketebalan partikel pada plat pengumpul.

Partikel akan jatuh secara gravitasi menuju bagian bawah presipitator, yang berakhir pada bagian bawah hopper. Debu tersebut kemudian dikeluarkan dengan menggunakan konveyor mekanis dan dibawa kembali ke dalam proses produksi.

8. Deskripsi Electrostatic Precipitator (EP)

EP terdiri dari elektroda pengumpul berbentuk tubular atau pelat yang dipasang paralel. Di tengah-tengah antara dua buah pelat

(14)

commit to user

dipasang kawat bervoltase tinggi. Gambar 2.3 menunjukkan bagian-bagian dari EP. Sedangkan, komponen utama EP meliputi :

a. Elektroda pemberi muatan (discharge electrode) berfungsi sebagai pemberi muatan berbentuk kawat.

Gambar 2.3 Discharge electrode

(Sumber :Technical Dept. PT. Holcim Indonesia, Tbk Pabrik Cilacap, 2014)

b. Elektroda pengumpul (collection electrode), berfungsi sebagai area pengumpul berbentuk tabung atau pelat.

Gambar 2.4 Desain skematik EP tipe Plate-wire Precipitator (Sumber :Technical Dept. PT. Holcim Indonesia, Tbk Pabrik

(15)

commit to user

c. Rapper (Gambar 2.5), berfungsi untuk menjatuhkan partikel yang sudah terakumulasi ke bagian hopper sebagai penampung hasil penyisihan partikulat.

Gambar 2.5 Rapper (Sumber: Wanudyajati, 2013)

Gambar 2.6 Bagian-bagian EP

(Sumber :Technical Dept. PT. Holcim Indonesia, Tbk Pabrik Cilacap, 2014)

(16)

commit to user 9. Bag Filter

Bag filter adalah alat untuk memisahkan partikel kering dari gas (udara) pembawanya. Di dalam bag filter, aliran gas yang kotor akan partikel masuk ke dalam beberapa longsongan filter (disebut juga kantong atau cloth bag) yang berjajar secara paralel, dan meninggalkan debu pada filter tersebut. Aliran debu dan gas dalam bag filter dapat melewati kain (fabric) ke segala arah. Partikel debu tertahan di sisi kotor kain, sedangkan gas bersih akan melewati sisi bersih kain. Konsentrasi partikel inlet bag filter adalah antara 100 μg/ m3 – 1 kg/m3. Debu secara periodik disisihkan dari kantong dengan goncangan atau menggunakan aliran udara terbalik, sehingga dapat dikatakan bahwa bag filter adalah alat yang menerima gas yang mengandung debu, menyaringnya, mengumpulkan debunya, dan mengeluarkan gas yang bersih ke atmosfer (Agus, 2009).

Bag Filter merupakan unit pengendali pencemaran udara yang disisihkan melalui mekanisme impaksi, intersepsi dan difusi. Bag

Filter menggunakan bahan filter tertentu seperti nilon atau wol untuk

menyisihkan partikel dari aliran gas (EQS Departemen, 2011).

Deretan filter atau filter bag akan dapat menghilangkan debu hingga 0,1 µm. Susunan filter ini dapat digunakan untuk gas buang yang mengandung minyak atau debu higroskopik (Hutagalung, 2008).

Filter udara yang dipasang harus selalu dikontrol, karena filter tersebut dapat jenuh dan harus segera diganti dengan yang baru. Jenis

(17)

commit to user

filter udara yang digunakan tergantung pada sifat gas buang yang keluar pada proses industri (Fitrian, 2012).

Tabel 2.2 Kelebihan dan Kekurangan Bag Filter

Kelebihan Bag Filter Kekurangan Bag

Filter

Efisiensi penyisihan partikulat yang sangat tinggi baik partikel kasar maupun halus, bahkan sangat halus Relatif tidak sensitif

terhadap perubahan aliran gas; efisiensi dan kehilangan tekanan relatif tidak dipengaruhi oleh jumlah muatan partikel pada inlet

Bahan yang terkumpul dapat direcovery untuk digunakan kembali pada proses atau dibuang

Tidak dihasilkan air buangan

Partikulat tertentu memerlukan pengolahan

khusus untuk

mengurangi terjadinya rembesan partikel pada filter

Konsentrasi partikel pada kolektor (~50 g/m3) dapat memicu terjadinya kebakaran atau bahaya ledakan jika terdapat percikan api secara tidak sengaja; kain saring dapat terbakar jika digunakan untuk mengkoleksi debu yang mudah teroksidasi Relatif memerlukan

biaya pemeliharaan

yang tinggi

(penggantian kantong penyaring, dan lain-lain) Umur kain saring dapat menjadi pendek akibat temperatur tinggi dan adanya partikulat atau gas yang bersifat alkali

Personel yang

melakukan penggantian kantong penyaring harus terlindungi sistem pernafasannya

(18)

commit to user Gambar 2.7 Bag Filter (Sumber: Corbitt, 2004)

Alat penangkap debu ini menggunakan prinsip pulse jet. Debu disedot oleh fan lalu menempel pada bagian luar bag. Udara yang tersaring oleh bag filter akan keluar melalui outlet. Dalam tempo yang telah diatur, akan ada udara tekan yang keluar dari plaster, sehingga bag akan terkejut dan merontokkan debu-debu yang menempel pada bag. Debu tersebut jatuh kedalam hopper dan dikembalikan lagi ke dalam proses. Bag filter terdapat pada unit coal mill dan finish mill.

(19)

commit to user

Gambar 2.8 Bag Filter

(Sumber : Pengamatan Lapangan, 2014) 10. Deskripsi Bag Filter

Bag Filter adalah alat pemisah debu terdiri dari bag yang berisi kantong kantong filter. Udara kotor yang masuk ke dalam bag kemudian di filter udara bersih keluar dan debu menempel pada filter. Secara umum, Bag filter memiliki komponen-komponen antara lain sebagai berikut:

a. Kantong (bags), kain penyaring (fabric) dan penyangga komponen bag

Kantong (bag) (Gambar 2.9) ini merupakan alat untuk meletakan media penyaring (fabric), dimana fabric akan menyaring udara yang dilewatkan padanya, kebanyakan baghouse biasanya kantong (bag) ini berbentuk silindris atau tube, ada juga bentuk envelope bag dan cartridge bag, tetapi yang banyak dipakai adalah bag berbentuk tube, media kain penyaring diletakkan dengan bantuan kerangka (cage), dan cincin logam sebagai penahan.

Gambar 2.9 Kantong (Bag) dan Pendukungnya (Sumber: Lee & Lin,2007)

(20)

commit to user b. Kerangka Baghouse (Housing/Shell)

Kerangka bag filter dapat didesain sebagai unit tunggal maupun kompartemen. Unit tunggal digunakan dalam proses kecil yang operasinya tidak kontinyu. Kompartemen dapat terdiri dari satu atau beberapa kompartemen, digunakan dalam skala besar pada operasi yang kontinyu. Kompartemen dapat dioperasikan secara offline dan online pada saat pembersihan dan perawatan, tergantung pada perusahaan pembuatnya.

c. Hopper pengumpul

Hopper (Gambar 2.10) pengumpul dipakai untuk

mengumpulkan debu sebelum dibuang ke pembuangan debu atau dikembalikan untuk digunakan kembali dalam proses. Debu harus dipindahkan sesering mungkin. Peralatan ini terdiri dari strike

plate, pope hole, vibrators, dan rapper. Strike plate adalah

lempengan baja datar yang dibuat atau dilas pada bagian tengah dinding hopper. Rapper dipakai untuk membebaskan material debu yang lengket didalam hopper dengan ketukan palu (hammer) beberapa kali pada strike plate. Hopper juga didesain dengan akses pintu atau poke hole untuk memudahkan pembersihan, perawatan, dan pemantauan hopper. Vibrator kadang harus digunakan untuk menimbulkan getaran pada hopper

(21)

commit to user

sehingga dapat membantu memindahkan debu dari dinding

hopper.

Gambar 2.10 Inlet–Outlet & Hopper pada Bag Filter (Sumber: Lee & Lin, 2007)

d. Pembuangan debu (Discharge Device)

Perangkat pelepasan debu berfungsi untuk mengosongkan

hopper. Peralatan ini dapat dioperasikan secara manual atau

otomatis. Manual biasa digunakan untuk pada bag filter yang beroperasi secara periode, sedangkan otomatis dapat digunakan pada bag filter yang beroperasi secara kontinyu.

(22)

commit to user

Rotary airlock

Gambar 2.11 Trickle valve discharge device (atas) dan Rotary

airlock discharge device (bawah)

(Sumber: Lee & Lin, 2007) e. Perangkat pembersih filter

Merupakan perangkat yang dipakai untuk mengosongkan gumpalan debu (dust cake) yang terdapat dalam fabric. Jenis peralatan yang dipakai bergantung pada jenis pembersihan bag, bila tipenya merupakan shaker maka alat yang dipasang adalah

motor untuk menggoyangkan bag akan berbeda dengan tipe reverse pulse jet yang memasang nozzle dari kompresor jet.

Gambar 2.12 menunjukkan beberapa cara membersihkan bag

filter dengan sistem shaking, sedangkan Gambar 2.13

menunjukkan sistem pembersihan dengan udara.

Gambar 2.12 Bag Filter Cleaning Shaking System (Sumber: Lee & Lin, 2007)

(23)

commit to user

(Sumber: Lee & Lin, 2007)

f. Fan

Fan dipakai untuk menarik ataupun mendorong aliran gas

kotor yang akan disaring dari proses sebelumnya agar masuk ke

fabric filter. Besarnya tekanan yang dipakai pada fan serta

penempatan fan biasanya ditetapkan oleh pihak pembuat fabric

(24)

commit to user B. KerangkaBerpikir TempatKerja Proses Produksi SistemPengeringandanPenggiling anBahanBaku

TepungBaku (raw mill)

PemanasanTepungBaku Proses Pembakaran Proses Packing KinerjaPengendaliEmisiPartik ulatDebu PenangkapanDebu Proses danPeralatanTeknologidanPen gendalianEmisiPartikulatDebu Bag filter EP Dikembalikank eProses Produksi Pengeluaran Debutidakter kendali Dikendalikan AMAN

Gambar

Gambar 2.1 Pencemaran udara oleh limbah gas pada proses  produksi semen yang tidak dikendalikan (Sumber: EQS)  5
Gambar 2.2 Dry electrostatic precipitator schematic  (Sumber: Corbitt, 2004)
Tabel 2.1 kelebihan dan kekurangan dalam penggunaan  Electrostatic Precipitator (EP).
Gambar 2.3 Discharge electrode
+6

Referensi

Dokumen terkait

Melalui perbandingan arah umum pergerakan sesar, kekar dan pergerakan tanah, dapat diketahui bahwa pergerakan tanah yang terjadi mempunyai arah umum yang relatif

Proses pengendapan bentonit secara kimiawi dapat terjadi sebagai endapan sedimen dalam suasana basa (alkali), dan terbentuk pada cekungan sedimen yang bersifat basa, dimana

Pentingnya penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana wajib pajak patuh dalam membayar pajaknya; untuk menguji kesadaran wajib pajak, pengetahuan dan pemahaman tentang

Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui kondisi faktor internal (Kekuatan dan Kelemahan) dan faktor eksternal (Peluang dan Ancaman) dalam Balai Benih Ikan

Alhamdulillah Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Kualitas

Prinsip-prinsip dasar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim diimplementasikan dalam 10 (sepuluh) aturan perilaku sebagai berikut: 1). Bersikap Mandiri; 5)

Saran yang diberikan (1) kepala sekolah: hendaknya lebih memperhatikan layanan bimbingan dan konseling yang ada di sekolah, sehingga dapat membuat kebijakan-kebijakan yang

Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah: 1 guru SD, sebaiknya dapat mengembangkan media gambar seri dalam pembelajaran mengarang, sehingga memudahkan siswa dalam