Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
PEMBANGKIT LISTRIK SISTEM BINER UNTUK
LAPANGAN PANAS BUMI SKALA KECIL:
STUDI KASUS LAPANGAN DIENG
Didi Sukaryadi
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi
Baru,Terbarukan dan Konservasi energi
dd_p3tek@yahoo.co.id dan didis@p3tkebt.esdm.go.id
S A R I
Pembangkit Listrik sistem biner (binary cycle) yang sedang dikembangkan oleh Badan Litbang
ESDM memanfaatkan brine dari lapangan panas bumi Dieng sebagai sumber energinya dan
sebagai fluida kerjanya digunakan fluida n-pentana untuk memutar turbin yang selanjutnya memutar generator untuk menghasilkan daya listrik sebesar ± 50 kW.
Kata kunci : air separasi, fluida kerja, sistem biner
1. PENDAHULUAN
Teknologi pembangkit listrik sistem biner atau siklus biner merupakan teknologi pembangkit listrik yang mengunakan brine sebagai sumber panas dan fluida bertemperatur didih rendah sebagai fluida kerjanya.
Brine merupakan fase air fluida sumur panas bumi yang terpisah di separator dari faea uapnya
akibat adanya penurunan tekanan. Brine
merupakan energi buangan (waste energy) dari sistim fluida panas bumi karena temperaturnya sudah relatif rendah.
Fluida kerja adalah fluida yang berfungsi menggerakkan turbin. Ada beberapa fluida kerja yang sering pada sistim siklus biner, antara lain; isobutana (C4H10), normal pentana (C5H12), campuran air dan amoniak dll.
Secara geologi, negara Indonesia terletak di sepanjang jalur vulkanik (volcanic arc), sehingga potensi energi panas bumi banyak dijumpai di
Indonesia. Potensi energi panas bumi Indone-sia kurang lebih sebesar 29 GW (Status Desember 2012) tetapi saat ini baru digunakan untuk membangkitkan listrik sebesar 1.341 MW atau baru sekitar 5% dari total potensi yang ada. Sedangkan pemanfaatan energi panas bumi temperatur rendah masih sangat terbatas untuk
pemanfaatan secara langsung (direct uses)
seperti pemandian kesehatan (spa), pengeringan hasil pertanian dan belum bersifat komersial.
Gambar 1 menunjukkan potensi energi panas bumi di Indonesia pada status Tahun 2012. 1.1. Latar Belakang
Prototipe pembangkit listrik sistim biner yang dibangun pada Tahun Anggaran 2012 direncanakan akan dipasang dan diuji di lapangan panas bumi (PLTP) Dieng.
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Lapangan panas bumi Dieng terletak di Dieng Plateau, yang berjarak kurang lebih 80 km Barat Laut atau dapat ditempuh dalam waktu 3 s/d 4 jam dengan mobil dari kota Yogyakarta, Jawa Tengah (Gambar 2). Lapangan panas bumi Dieng saat ini dikelola oleh PT. Geo Dipa Energy yang merupakan Badan Usaha Milik Negara.
Sumur-sumur lapangan panas bumi Dieng memproduksi fluida 2 fase dengan temperatur kepala sumur berkisar 180 - 200oC, yang
banyak mengandung unsur kimia seperti Ca, K, SiO2 , Mg, dan lain-lain di mana pada kondisi tertentu dapat mengendap sehingga dapat mengganggu kinerja pembangkit.
Fase uap dan fase air dari fluida panas bumi ini dipisahkan di separator pada tekanan di atas 9 bar dan temperatur di atas 170oC hal dilakukan
untuk menghindari terjadinya endapan.
Fase uap dialirkan untuk menggerakkan turbin kapasitas 60 MW sedangkan brine dialirkan ke
Gambar 1. Peta Sebaran Lokasi Panas Bumi Indonesia (Dijtjen EBTKE, 2013)
kolam penampungan sebelum diinjeksikan kembali ke dalam reservoir dan untuk mencegah terjadinya endapan pada fasilitas permukaan, ke dalam pipa yang mengalirkan brine dinjeksikan asam sulfat (H2SO4)
Brine di PLTP Dieng sampai saat ini belum dimanfaatkan, hanya ditampung di kolam untuk mengendapkan silika akibat turunnya temperatur. Kemudian brine ini diinjeksikan kembali ke dalam reservoir.
Berdasarkan data teknis, brine ini masih memiliki temperatur sekitar 169 - 180oC dan tekanan
keluar separator berkisar 9 - 10,8 bar dengan asumsi dryness : 30 - 40% maka fluida yang keluar sekitar 11,25 ton/jam air. Fluida reservoir dipisahkan fase uapnya di kepala sumur biasanya pada temperatur antara 160° and 250°C tergantung pada tekanan kepala sumur.
1.2. Tujuan
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Gambar 2. Peta Lokasi Lapangan Panas Bumi Dieng pemanfaatan energi panas bumi temperatur
rendah-menengah dari brine/air buangan PLTP Dieng.
2. METODOLOGI
Prinsip dasar teknologi pembangkit listrik sistem biner adalah perpindahan panas dari brine ke fluida kerja n-pentana dan dari fluida kerja ke air pendingin.
Perubahan tekanan dan temperatur fluida n-pentana akibat adanya perpindahan panas dari
brine ke fluida n-pentana di preheater,
evaporator, dan condenser menyebabkan
terjadinya perubahan fase fluida n-pentana baik dari cairan menjadi uap atau sebaliknya sehingga seluruh uap n-pentana bertekanan ini kemudian memutar turbin dan turbin memutar generator sehingga menghasilkan listrik.
Setelah menggerakan turbin, uap n-pentana didinginkan di condenser sehingga berubah menjadi cairan untuk kemudian disirkulasikan kembali. Sedangkan brine setelah memanaskan fluida n-pentana disalurkan ke silencer (tabung yang terbuka di bagian atasnya sehingga mempunyai tekanan atmosfirik) untuk kemudian diinjeksikan ke dalam reservoir kembali. Gambar 3 menunjukkan kesetimbangan energi sistem siklus biner kapasitas 50 kW.
The Dieng geothermal power plant
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
2.1. Teori Dasar
a. Alat Pemindah Panas (Heat Exchanger)
Untuk mendapatkan efisiensi yang tinggi, alat pemindah panas (Heat Exchanger) harus dirancang dengan perhitungan kinerjanya. Dasar-dasar persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut (Engineering and Consulting Firms Association, Japan, Tohoku Electric Power Co., Inc, 2006);
Gambar 3. Analisis kesetimbangan energi sistem siklus Bineri 50 kW (Didi, S., 2012)
Q = F U A ∆ Tlm ... (1) Q = M C (T1 – T2) ... (2) Q = m c (t2 – t1) ... (3) Faktor efisiensi, F, merupakan perbandingan antara true mean-temperature-difference driving force, ∆ Tmtd , pada Pemindah
Panas dengan logarithmic temperature
difference, ∆ T , sebagai berikut;
) 4 ( ... ... ... ... lm mtd T T F
Parameter tidak berdimensi lainnya adalah: perbandingan perbedaan temperatur sisi shell
terhadap tube-side fluid (R), efektifitas panas (P), dan jumlah unit pemindahan (NTU), pa-rameter-parameter ini dihitung dengan persamaan berikut; ) 5 ( ... ... ) ( ) ( 1 2 2 1 C M mc t t T T R ) 6 ( ... ... ... ) ( ) ( 1 1 1 2 t T t t P
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
) 7 ...( ... ... ... mc UA NTU True mean-temperature-difference telah di pecahkan secara analitik untuk beberapa konfigurasi pemindah panas. Untuk
mengurangi trial - and - error saat
mengevaluasi performa pemindah panas, digunakan solusi analitik hubungan faktor efisiensi (F), sebagai fungsi P untuk harga R dan NTU konstan.
Dengan menentukan dua parameter dari empat parameter, dua lainnya dapat dibaca dari grafik selanjutnya perhitungan rancangan menentukan harga R dan P, untuk mendapatkan harga F dan NTU dan kemudian menghitung luas area (A) permukaan pemindah panas. Perhitungan kinerja, di sisi lain, mencakup penentuan R dan NTU, untuk mendapatkan F dan P, dan menghitung temperatur keluaran T2 dan t2.
b. Menara Pendingin
Secara kuantitatif, persamaan kesetimba-ngan massa pada menara pendingin (cooling tower) system basah disusun oleh beberapa variabel operasional dari laju alir air
(makeup water, M), laju alir air penguapan (E), laju alir air yang hilang karena angin (windage loss of water, W), laju alir air yang dibuang (draw-off/blowdown water, D) dan siklus konsentrasi(Beychok, M.R.,1967).
Skema proses pendinginan pada menara pendingin (Gambar 4) dimana air dingin yang dipompa dari bak penampung air menyerap panas dari fluida n-pentana dan panas yang terserap menaikkan temperatur air pendingin (C). Air pendingin (C) ini kembali ke bagian atas menara pendingin kemudian turun melewati fill di bagian dalam menara. Ketika menetes, air bersentuhan dengan udara
ambient yang mengalir ke atas secara forced draft dengan menggunakan kipas (fan). Persentuhan ini menyebabkan air akan hilang dalam jumlah kecil karena angin (W) dan sebagian lainnya air (E) menguap.
Panas yang diperlukan untuk menguapkan air diperoleh dari air itu sendiri, mendinginkan ke temperatur air awal di bak penampungan dan kemudian siap disirkulasikan kembali. Air evaporasi meninggalkan padatan di air yang tidak diuapkan, yang kemudian menaikan konsentrasi padatan dalam air sirkulasi pendingin.
Untuk mencegah konsentrasi padatan menjadi terlalu tinggi, sebagian air dikurangi (drawn off, D) untuk dibuang kemudian air segar tambahan (M) ditambahkan ke bak penampungan untuk menggantikan air yang hilang.
Kesetimbangan air pada keseluruhan sistem di menara pendingin adalah sebagai berikut:
M = E + D + W ... (8)
Gambar 4. Skema proses pendinginan pada menara pendingin(Beychok, M.R.,1967)
Karena uap air (E) tidak mengandung garam, kesetimbangan chloride disekitar sistem adalah:
M(XM) = D(XC) + W (XC) = XC (D+W) ... (9) XC/XM = M ÷ (D+W) = M ÷ (M-E)
= 1 + [E ÷ (D+W)] ... (10) dan
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Dari persamaan sederhana kesetimbangan panas di sekeliling menara pendingin maka
E = C . ÄT . cp ÷ Hv ... (11)
Hv = entalpi penguapan air = 2260 kJ/kg T = perbedaan temperatur air dari puncak
ke dasar menara, oC
cp = panas spesifik air = 4,184 kJ/kgoC 2.2.Preheater
Preheater merupakan alat yang berfungsi untuk memindahkan panas dari brine ke fluida n-pentana pada tahap awal. Jumlah brine yang digunakan untuk memanaskan n-pentana adalah 6,75 kg/s dengan temperatur 165oC dan
tekanan 7 bar.
∆
di mana :
Gambar 5. Komponen preheater tipe shell and tube (Didi, S., 2012)
Pada tahap pemanasan awal ini temperatur fluida n-pentana naik dari 42,78oC menjadi
142oC. Di preheater ini terjadi penyerapan panas
dari brine oleh fluida n-pentana sebesar 397 kW panas. Gambar 5 merupakan komponen
preheater.
2.3.Evaporator
Evaporator merupakan alat pemindah panas yang berfungsi untuk memindahkan panas dari
brine ke fluida n-pentana tahap lanjut setelah keluar dari preheater.
Debit massa brine yang digunakan untuk
memanaskan fluida n-pentana adalah berjumlah 7,65 kg/s dengan temperatur 165oC dan tekanan
7 bar.
Akibat pemanasan di evaporator ini temperatur fluida kerja naik dari 142oC menjadi 154oC
dengan tekanan 15,41 bar dimana uap n-pentana ini kemudian dialirkan ke turbin untuk kemudian memutar generator. Gambar 6 berikut menunjukkan alat pemindah panas evaporator.
Gambar 6. Komponen evaprator tipe shell and tube (Didi, S., 2012)
Untuk mencegah agar fluida n-pentana tidak
terlalu panas (over heated) yang dapat
menyebabkan kegagalan, sistem siklus biner ini dilengkapi dengan sistem kontrol yang akan mengendalikan aliran brine ke evaporator
sehingga temperatur fluda n-pentana yang keluar dari preheater dan evaporator selalu berada pada kondisi di bawah temperatur saturasi maksimum atau temperatur kritisnya, yaitu di bawah 194oC
(Tmax< 194oC) dan tekanan maksimum 32,50 bar. 2.4.Condenser
Condenser mempunyai fungsi untuk
mendinginkan fluida kerja n-pentana yang keluar dari turbin sehingga kembali ke fase cairnya.
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Fluida n-pentana ini didinginkan dengan memompakan 15,3 kg/s air bertemperatur 24oC
sehingga temperatur fluida n-pentana turun dari 95,55 oC menjadi 41oC. Disini terjadi pelepasan
panas dari fluida n-pentana sebesar 650 kW. Pemindah panas untuk pendinginan (condenser) dapat dilihat seperti pada Gambar 7 berikut.
Gambar 7. Komponen kondenser tipe
shell and tube (Didi, S., 2012)
2.5. Menara Pendingin (Cooling Tower)
Menara pendingin berfungsi untuk mendinginkan air pendingin setelah menyerap panas dari fluida kerja di condenser. Menara pendingin yang digunakan adalah forced (mechanical) draft
menggunakan kipas untuk mendinginkan air pendingin. Jumlah air pendingin yang digunakan adalah sebesar 17 kg/detik dengan temperatur
34oC. Gambar 8 menunjukkan menara
pendingin (cooling tower) yang digunakan pada sistem biner.
2.6. Turbin
Turbin yang digunakan adalah tipe radial inflow
dengan diameter sudu gerak 448 mm, jumlah sudu gerak 110 buah, panjang nozzle 35 mm, diameter nozzle 20 x 6 mm, bahan Nozzle AISI 304, jumlah nozzle 6 buah, dengan double mechanical seal dari bahan stainless steel,
tungsten dan carbon dan ukuran rasio gear box adalah 4 : 1 (Gambar 9).
Gambar 8. Komponen cooling tower tipe
mechanical draft (Didi, S., 2012)
Gambar 9. Komponen turbin pada siklus Biner (Didi, S., 2012)
Turbin didesain bekerja pada tekanan 15 bar dengan putaran 6000 rpm yang kemudian diturunkan putaran menjadi 1500 rpm.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Keseluruhan komponen elektrikal dan mekanikal siklus biner kapasitas 50 kW pada TA 2012 telah selesai dibangun dan direncanakan akan dipasang dan diuji di lokasi Pad sumur HCE-7 lapangan panas bumi (PLTP) Dieng di Tahun 2013 dengan memanfaatkan brine dari separa-tor sumur 7B. Gambar 10 menunjukkan instalasi sistem biner kapasitas 50 kW.
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Gambar 10. Integrasi komponen PLTP siklus biner (Didi, S., 2012)
Untuk mengetahui kekuatan preheater,
evaporator dan kondensor terhadap tekanan telah dilakukan pengujian statik pneumatic dan
hydrostatic. Pengujian ini dilakukan dengan memberikan tekanan dengan besaran tertentu selama 3 - 4 jam (sesuai standar yang berlaku). Hasil pengujian seperti pada Gambar 11. Hasil uji ini menunjukkan bahwa proses pemberian tekanan digambarkan sebagai garis warna biru yang lurus dan konstan pada besaran tekanan 20 bar dan 1,8 bar, hal ini mengindikasikan tidak adanya kebocoran pada pipa-pipa (tubes) baik di dalam preheater, evaporator maupun kondensor.
Gambar 11. Chart hasil uji hidrostatik dan pneumatik (Didi, S., 2012)
Direncanakan sistem siklus biner akan dihubungkan ke jaringan PLN, dan untuk mencegah terjadinya kegagalan, siklus biner akan dilengkapi dengan sistem kontrol dan proteksi yang akan mengontrol laju alir brine dan fluida kerja sehingga temperatur fluida kerja tetap di bawah tekanan kritisnya dan melindungi sistem jika terjadi beban listrik yang berlebih.
Siklus biner ini terdiri dari komponen sisi panas dan sisi dingin. Komponen sisi panas meliputi
preheater dan evaporator. Di dalam komponen sisi panas ini terjadi perpindahan panas dari brine
ke fluida kerja (n-pentana).
Untuk mendapatkan perpindahan panas yang maksimal komponen preheater dan evaporator
pada siklus biner ini didesain terdiri dari 300 hingga 400 tube stainless steel. Panas yang diserap ini merubah fase cairan n-pentana menjadi uap untuk menggerakkan turbin dan putaran turbin kemudian memutar generator. Di dalam turbin, uap n-pentana mengalami ekspansi dan tekanan turun dari 15 bar menjadi 1,4 bar. Uap n-pentana yang keluar dari turbin kemudian didinginkan di kondenser yang merupakan komponen sisi dingin dari sistem siklus biner ini. Panas dari fluida n-pentana diserap oleh air sebagai media pendingin yang kemudian dilepas di cooling tower. Begitu seterusnya, fluida n-pentana dingin disirkulasikan kembali ke preheater dan evaporator yang merupakan siklus tertutup.
4. KESIMPULAN
a. Siklus biner ini didesain dengan menggunakan alat pemindah panas tipe shell and tube dengan jumlah stainless steel tube
adalah 300 hingga 400 buah.
b. Temperatur dan tekanan uap n-pentana dijaga tetap berada di bawah titik kritisnya (<194 oC,
<32,5 bar) dengan menjaga total laju alir massa brine konstan pada 14-15 kg/detik. c. Untuk mendinginkan fluida n-pentana setelah
keluar turbin diperlukan 15,3 kg/s air bertemperatur 24oC.
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
Topik Utama
d. Pad sumur HCE-7 mempunyai brine yang cukup untuk digunakan sebagai sumber energi siklus biner.
DAFTAR PUSTAKA
Beychok, M.R.,1967, Aqueous Wastes from
Petroleum and Petrochemical Plants (1st Edition ed.)
Chandrasekharam, D., and Bundschuh, J., 2008, Low-Enthalpy Geothermal Resources for Power Generation, CRC Press/Balkema, Netherlands, pp 15.
Chemical Engineering, McGraw-Hill Pub. Co, 1221 Avenue of the Americas, New York 10020, pp 3-8.
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral, 2013, Bahan
Paparan, Yogyakarta 23-24 April 2013.
Engineering and Consulting Firms Association, Japan, Tohoku Electric Power Co., Inc, 2006, Preventions and Solutions for the Scale Problem at the Geothermal Power Planty and CDM Study in Indonesia, Study Report,
S-1, February 2006.
Samdani, G.S., 1996, Quick Design And
Evaluation: Heat Exchangers, Heat Transfer Technology and Practices for Effective Energy Management.
Sukaryadi,D., 2012, Laporan Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketanagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, hal 50.