• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Kualitas Air untuk Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) di Perairan Teluk Kolono Kabupaten Konawe Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Studi Kualitas Air untuk Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) di Perairan Teluk Kolono Kabupaten Konawe Selatan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Studi Kualitas Air untuk Budidaya Rumput Laut (

Kappaphycus alvarezii)

di Perairan

Teluk Kolono Kabupaten Konawe Selatan

Water Quality Assesment for Seaweed Culture (Kappaphycus alvarezii) in Kolono Bay South Konawe Neksidin*), Utama. K Pangerang**), dan Emiyarti***)

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK Universitas Halu Oleo Kampus Bumi Tridharma Anduonohu Kendari 93232

E-mail*neksidin56@yahoo.com** utamakurniapangerang@ymail.com @yahoo.com***emiyarti@ymail.com

Abstrak

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - April 2012 di Perairan Teluk Kolono Kabupaten Konawe Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas perairan dalam budidaya rumput laut. Hasil pengukuran parameter fisik-kimia perairan pada masing-masing stasiun pengamatan yang diperoleh adalah Suhu Stasiun I. 30-31.33oC, Stasiun II. 30.30-31.36oC, Stasiun III. 30-31oC, kecepatan arus Stasiun I. 0.099, Stasiun II. 0.036,

Stasiun III. 0.042, kedalaman Stasiun I.3.55m, Stasiun II. 5.30m, Stasiun III. 4.30, kecerahan Stasiun I. 3.55m, Stasiun II. 5.10, Stasiun III. 3.14, gelombang Stasiun I. 1.78, Stasiun II. 3.57, Stasiun III. 1.65, salinitas Stasiun I. 22.03 ppt, Stasiun II. 23.81ppt, Stasiun III. 22.40ppt, pH Stasiun I, II, dan III memperoleh hasil yang sama yakni 8, nitrat Stasiun I. 0.0034ppm, Stasiun II. 0.0045ppm, Stasiun III. 0.0042, fosfat Stasiun I. 0.0085, Stasiun II. 0.0751, Stasiun III. 0.0108 dan nilai TSS Stasiun. 0.9877, Stasiun II. 1.0447, Stasiun III 0.8939. kemudian dari hasil yang diperoleh dimasukan dalam skoring penilaian kesesuaian budidaya rumput laut. Stasiun I dan III nilai total skor yang diperoleh adalah 30, menunjukan kurang sesuai untuk budidaya rumput laut sedangkan stasiun II total skor yang diperoleh adalah 36, yang berarti nilai tersebut masih dalam kategori baik atau sesuai untuk budidaya rumput laut. Dari ke tiga stasiun pengamatan nilai yang sesuai untuk budidaya rumput laut adalah stasiun II yang memperoleh nilai diatas rata-rata skor diperuntukan untuk budidaya rumput laut.

Kata Kunci: Kualitas air, budidaya rumput laut, Teluk Kolono

Abstract

This study was conducted from March to April 2012 in Kolono Bay, Southern Konawe Regency. It aimed to observed water quality for seaweed aquaculture. Measurement of physical-chemical parameters each station showed that temperature at Station I , II, and III ranged 30-31.33oC, 30.30-31.36oC, 30-31oC ; current velocity

0.099 ms-1, 0.036 ms-1, 0.042 ms-1 ; deepwater 3.55 m, 5.30 m, 4.30 m, brightness 3.55 m, 5.10 m, 3.14 m, wave height 1.78 m, 3.57 m, 1.65 m ; salinity 22.03 ppt, 23.81 ppt, 22.40 ppt ; pH 8 for all station ; nitrate 0.0034 ppm, 0.0045 ppm, 0.0042 ppm, phosphate 0.0085, 0.0751, 0.0108 ; TSS 0.9877, 1.0447, 0.8939 respectively. Based on suitable matrix analyses, station I and III was not suitable while in station II was at suitable category and be a recommendation area for seaweed aquaculture.

Key words : Water quality, seaweed culutre, Kolono Bay

Pendahuluan

Sulawesi Tenggara yang memiliki luas perairan ±110.000 km2 dengan panjang garis pantai 1.740 km (BLH, 2000) menyimpan potensi kekayaan sumberdaya alam laut yang cukup besar baik yang diketahui maupun yang belum diketahui keberadaannya. Rumput laut merupakan sumberdaya alam yang sudah di ketahui keberadaanya dan telah diupayakan untuk budidaya.

Kegiatan budidaya rumput laut merupakan sumber pendapatan bagi masyarakat, selain itu rumput laut mempunyai banyak manfaat yang dapat dikembangkan untuk berbagai produk, seperti bahan baku

pembuatan kertas, agar-agar, dodol rumput laut dan lain-lain. Kualitas air merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting terhadap keberhasilan suatu usaha budidaya, oleh sebab itu dalam penentuan lokasi budidaya rumput laut, persyaratan teknis yang harus diperhatikan adalah kualitas air. Selain itu, teknologi dan sosial ekonomi masyarakat merupakan salah satu faktor penentu dari budidaya rumput laut.

Salah satu kegiatan budidaya yang berkembang di Perairan Teluk Kolono adalah budidaya rumput laut. Menurut hasil survei yang telah kami lakukan umumnya masyarakat setempat sudah melakukan budidaya skala besar, tetapi kendala yang sering dihadapi

(2)

adalah adanya penyakit yang menyebabkan hasil panen menjadi berkurang bahkan tidak ada sama sekali. Oleh karena itu perlu adanya penelitian mengenai kondisi kualitas air yang ada di Teluk Kolono, sehingga dapat ditentukan persyaratan kualitas air yang baik untuk pengembangan sentra budidaya rumput laut.

Usaha budidaya rumput laut telah lama dilakukan di Perairan Teluk Kolono namun produksi rumput laut dari tahun ke tahun tidak mengalami peningkatan, adanya kegiatan lain seperti kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan pestisida, pertanian dan pertambakan serta makin meningkatnya pembangunan pemukiman masyarakat disekitar Teluk Kolono diduga menjadi faktor utama terhadap penurunan kualitas air yang pada akhirnya turut mempengaruhi efektifitas pengembangan kegiatan budidaya rumput laut. Berdasarkan uraian diatas, diperlukan kajian untuk menjawab permasalahan tersebut. Salah satu faktor penting yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah Kesesuaian Kualitas Perairan yang ada di Teluk Kolono.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi kualitas air di Teluk Kolono Kabupaten Konawe Selatan dalam kaitannya dengan kesesuaian untuk kegiatan budidaya rumput laut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat dan pemerintah setempat dalam upaya mengembangkan kegiatan budidaya rumput laut di Perairan Teluk Kolono dan dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya. Bahan dan metode

Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret-April 2012 dan bertempat di Perairan Teluk Kolono Kecamatan Kolono Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara.

Penentuan stasiun pengamatan ditentukan berdasarkan hasil survei yang menitik beratkan pada karasteristik atau kondisi lingkungan disekitar areal budidaya dan ditetapkan sebanyak 3 stasiun pengamatan. Stasiun pengamatan yang dipilih adalah lokasi tempat petani melakukan budidaya rumput laut yang kemudian koordinat dari titik tersebut ditentukan dengan mengunakan GPS.

Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari parameter fisik dan kimia perairan, sedangkan data sekunder terdiri dari data administrasi yang diambil dari kantor desa setempat dan wawancara langsung dengan nelayan serta berbagai informasi yang berkaitan dengan perairan Teluk Kolono Kecamatan Kolono Kabupaten Konawe Selatan.

Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel air dilakukan sebanyak lima kali dengan rentang waktu 7 hari selama satu siklus pembudidayaan rumput laut yaitu dalam waktu 1 bulan 15 hari. Hal ini didukung dengan pendapat Hayashi et al. (2007) bahwa kondisi kualitas rumput laut terbaik dapat dicapai bila rumput laut dibudidayakan selama 45 hari. Pengukuran parameter fisik dan kimia dilakukan dengan mengambil sampel air permukaan pada setiap stasiun pengamatan. Untuk beberapa parameter fisik kimia pengukuran dilakukan secara langsung di lapangan, sedangkan nitrat, fosfat, dianalisis di laboratorium FPIK Unhalu.

Pengambilan data perubahan aspek 148riter ekonomi masyarakat khususnya yang terlibat dalam kegiatan budidaya rumput laut, dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan masyarakat dan aparat desa pada saat penelitian berlangsung.

Analisis Kesesuaian Lahan

Klasifikasi tingkat kesesuaian lahan dilakukan dengan menyusun matriks kesesuaian untuk menilai kelayakan atas dasar pemberian skor pada parameter pembatas kegiatan budidaya rumput laut. Dalam penelitian ini setiap parameter dibagi dalam tiga kelas yaitu kelas sesuai, kurang sesuai, dan tidak sesuai. Kelas sesuai diberi skor 3 (tiga), kelas kurang sesuai diberi 2 (dua), dan kelas tidak sesuai diberi skor 1 (satu). Parameter yang dapat memberikan pengaruh lebih kuat diberi bobot lebih tinggi dari pada parameter yang lebih lemah pengaruhnya. Adapun kriteria kesesuaian lahan budidaya rumput laut dapat dilihat pada Tabel 1.

Total skor dari hasil perkalian nilai parameter dengan bobotnya tersebut selanjutnya dipakai untuk menentukan kelas

(3)

kesesuaian lahan budidaya rumput laut berdasarkan karakteristik kualitas perairan. Nilai maksimum kesesuaian lahan budidaya rumput laut sebesar 45, nilai tersebut diperoleh dari skor maksimum dikali bobot. Sedangkan nilai minimum sebesar 23, nilai tersebut diperoleh dari skor minimum dikali bobot.

Untuk menentukan interval kelas dan nilai kesesuaian lahan dapat digunakan rumus sebagai berikut:

𝐼 =𝑁 𝑚𝑎𝑘𝑠 − 𝑁 𝑚𝑖𝑛 𝑘 dimana :

I = Interval kelas;

K = Jumlah kelas kesesuaian lahan yang Diinginkan;

N maks = Nilai akhir Maksimum; N min = Nilai akhir Minimum;

Berdasarkan rumus dan perhitungan diatas diperoleh interval kelas dan nilai kesesuaian lahan pada Tabel .

Tabel 1. Kriteria kesesuaian lahan untuk budidaya rumput laut

No Kriteria Kelas Skor Bobot

1 Tinggi gelombang (m) 0- 25 26-50 >50 3 2 1 2

2 Kecepatan arus ( cm/dt ) 10-19 atau 31 - 40 20-30 <10 atau >40 3 2 1 2 3 Kedalaman 1 – 4 atau 11-15 5 – 10 <1 atau >15 3 2 1 2 4 Kecerahanair ( m) 1,5 - 4 >5 <1.5 3 2 1 2 5 Suhu (oC ) 27-30 20 - 26 atau 31 - 36 <20 atau >36 3 2 1 1 6 pH 5- 6.4 atau 8,6-9 65 – 8.5 <5 atau >9 3 2 1 1 7 Salinitas 18-27 atau 35-37 28-34 <18 atau >37 3 2 1 1 9 Nitrat ( mg.I-1 ) 0,1-0,7 0,01-<0,1 <0,01 3 2 1 2 10 Fosfat ( mg.I-1 ) 0,1-0,2 0,02-1.4 atau 2.6 – 3.5 <0,02 atau >3.5 3 2 1 1 11 TSS 25 – 400 < 25 > 400 3 2 1 1

Sumber: Kepmen No. 51/MENKLH/2004 Tabel 2. Kriteria kesesuaian lahan (hasil analisis)

Nilai (Skor) Kriteria Kode

34 – 45 23 – 32 <23 Sesuai Kurang sesuai Tidak sesuai S KS TS

(4)

Hasil

Penelitian ini dilakukan pada perairan Teluk Kolono Kecamatan Kolono Kabupaten Konawe Selatan yang merupakan salah satu pemekaran dari kabupaten Konawe yang berada diwilayah Provinsi Sulawesi Tenggara. Sebagian besar masyarakat Kecamatan Kolono bekerja sebagai nelayan, baik nelayan

budidaya maupun nelayan tangkap. Kecamatan Kolono memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Moramo, Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Laonti, Sebelah Selatan berbatasan dengan Buton Utara, Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Lainea.

1. Kualitas air

Tabel 3. Hasil pengukuran kualitas air pada masing-masing stasiun

No Parameter Stasiun I II III 1 Gelombang 1.78 1.57 1.65 2 Kecepatan arus 0.099 0.096 0.042 3 Kedalaman 3.55 5.3 4.3 4 Kecerahan 3.55 5.1 3.14 5 Suhu 30.8 30.87 30.6 6 pH 88 8 8 7 Salinitas 22 30 22 8 Nitrat 0.0036 0.0045 0.0042 9 Fosfat 0.0095 0.0751 0.018 10 TSS 0.957 1.0447 0.8939

Dari tabel di atas dapat dilihat rata-rata suhu yang diperoleh pada semua stasiun pengamatan berkisar antara 30,60-30,87, dan nilai rata-rata kecepatan arus pada semua stasiun pengamatan berkisar antara 0,036-0,099, sedangkan nilai rata-rata kedalaman perairan pada semua stasiun pengamatan berkisar antara 3,55-5,30. Selanjutnya kecerahan perairan yang diperoleh berkisar antara 3,14-5,10, dan tinggi gelombang yang diperoleh berkisar antara 0,0157-0,0178, pada

parameter salinitas nilai yang diperoleh berkisar antara 22,03-23,81. dan nilai pH yang diperoleh pada semua stasiun pengamatan berkisar 8. Sedangkan nilai rata-rata nitrat yang diperoleh pada semua stasiun pengamatan berkisar antara 0,0034-0,0045. Selanjutnya nilai fosfat yang diperoleh berkisar antara 0,0085-0,0751, dan TSS yang diperoleh pada semua stasiun pengamatan berkisar antara 0,8939-1,0447.

Tabel 4. Hasil analisis kesesuaian lokasi budidaya rumput laut pada stasiun I

No Parameter Satuan Hasil pengamatan Bobot Skor Nilai

1 Tinggi gelombang (m) cm 1.780 3 2 6 2 Kecepatan arus m/dtk 0.099 1 2 2 3 Kedalaman (m) m 3.55 2 2 4 4 Kecerahan (m) m 3.55 2 2 4 5 Suhu oC 30.80 3 1 3 6 pH 8 3 1 3 7 Salinitas ppt 22 2 1 2 8 Nitrat mg/l 0.0036 1 2 2 9 Fosfat mg/l 0.0095 1 1 1 10 TSS mg/l 0.957 3 1 3 Total 30

(5)

Tabel 5. Hasil analisis kesesuaian lokasi budidaya rumput laut pada stasiun II

No Parameter Satuan Hasil pengamatan Bobot Skor Nilai

1 Tinggi gelombang (m) cm 1.570 3 2 6 2 Kecepatan arus m/dtk 0.096 1 2 2 3 Kedalaman (m) m 5.30 3 2 6 4 Kecerahan (m) m 5.10 3 2 6 5 Suhu oC 30.87 3 1 3 6 pH 8 3 1 3 7 Salinitas ppt 23,81 2 1 2 8 Nitrat mg/l 0.0045 1 2 2 9 Fosfat mg/l 0.0751 2 1 2 10 TSS mg/l 1.0447 3 1 3 Total 35

Tabel 6. Hasil analisis kesesuaian lokasi budidaya rumput laut pada stasiun III

No Parameter Satuan Hasil pengamatan Skor Bobot Nilai

1 Tinggi gelombang cm 1.650 3 2 6 2 Kecepatan arus m/dtk 0.042 1 2 2 3 Kedalaman m 4.30 2 2 4 4 Kecerahan m 3.14 2 2 4 5 Suhu oC 30.60 3 1 3 6 pH 8 3 1 3 7 Salinitas ppt 22 2 1 2 8 Nitrat mg/l 0.0042 1 2 2 9 Fosfat mg/l 0.0180 1 1 1 10 TSS mg/l 0.8939 3 1 3 Total 30

Dari Tabel 3 menunjukkan bahwa parameter yang sesuai dan menunjang terhadap keberhasilan budidaya rumput laut adalah tinggi gelombang, suhu, pH, dan TSS. Sedangangkan parameter yang kurang sesuai meliputi kedalaman, kecerahan dan salinitas. Selanjutnya parameter yang tidak sesuai adalah kecepatan arus, nitrat, dan fosfat. Kriteria kesesuaian untuk lokasi budidaya rumput laut menunjukan bahwa pada Tabel 5 nilai parameter yang sesuai atau memiliki bobot 3 adalah tinggi gelombang, kedalaman, kecerahan, suhu, pH, dan TSS. Sedangkan nilai yang kurang sesuai dari Table 5 meliputi salinitas dan fosfat, adapun parameter yang tidak sesuai yakni kecepatan arus dan nitrat, dimana bobot yang diperoleh dari parameter

tersebut adalah 1 atau tidak sesuai. Hasil analisis kesesuaian lokasi budidaya rumput laut pada Table 6 parameter yang sesuai untu budidaya rumput laut adalah tinggi gelombang, suhu pH, dan TSS. Sedangkan parameter yang kurang sesuai terhadap keberhasilan budidaya rumput laut meliputi kedalaman, kecerahan,, dan salinitas, dimana nilai bobot yang di peroleh adalah 2 yang berarti kurang sesuai. Selanjutnya parameter yang tidak sesuai adalah kecepatan arus, nitrat, dan fosfat

2. Pertumbuhan Rumput Laut

Grafik pertumbuhan rumput laut pada masing-masing stasiun pengamatan di Perairan Teluk Kolono disajikan pada Gambar 1, 2 dan 3 :

(6)

Gambar 1. Pertumbuhan rumput laut pada stasiun I.

Gambar 2. Grafik pertumbuhan rumput laut pada stasiun II.

Gambar 3. Grafik pertumbuhan rumput laut pada stasiun III. Dari Gambar 1 menunjukkan bahwa

dari minggu pertama sampai minggu kedua berat rumput laut yang dibudidayakan yaitu 1.2 kg, sedangkan pada minggu III berat rumput laut cenderung menurun, sama halnya dengan minggu ke IV yakni 1.05 kg, sedangkan pada minggu ke V rumput laut yang dubudidayakan mengalami peningkatan berat tetapi tidak terlalu besar yakni 1.11 kg.

Dari Gambar 2 menunjukkan bahwa pertumbuhan rumput laut pada stasiun II dari minggu pertama sampai minggu III mengalami penurunan yaitu dari 1.35-1.30 kg, sedangkan pada minggu ke IV rumput laut yang dibudidayakan mengalami penurunan yaitu 1.00 kg, pada minggu ke V rumput laut mengalami peningkatan berat yakni sebesar 1.70 kg.

Dari Gambar 3 menunjukkan bahwa pada stasiun III berat rumput laut dari minggu pertama sampai minggu kelima mengalami penurunan berat yakni dari 1.2 kg menjadi 0.8 gr, yang pada akhirnya menunjukan bahwa budidaya rumput laut pada stasiun III kurang sesuai.

Pembahasan

Penentuan lokasi budidaya rumput laut berdasarkan Tabel 2, yaitu skoring penilaian lokasi budidaya rumput laut, yang kemudian dianalisis untuk mendapatkan skor yang sesuai dengan hasil yang diperoleh. Hasil analisis kesesuaian lokasi budidaya rumput laut dapat dilihat pada Tabel 4, 5 dan 6.

Dari hasil analisis kesesuaian lokasi budidaya rumput laut, pada stasiun satu menunjukan nilai yang kurang sesuai (KS) 0.951 1.051.1 1.151.2 1.25 I II III IV V B er at ( g) Minggu 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 I II III IV V B er at ( g) Minggu

(7)

untuk budidaya rumput laut, yakni 30, sedangkan untuk memenuhi standar sesuai dalam kriteria kesesuaian lahan adalah 34-45. Lain halnya dengan stasiun II yang menunjukan nilai yang sesuai (S) untuk kegiatan budidaya rumput laut. yaitu total nilai skoring yang diperoleh adalah 36. Sedangkan pada stasiun III nilai akhir yang diperoleh dari hasil analisis skoring yaitu 30, yang berarti kurang sesuai (KS) untuk kegiatan budidaya rumput laut.

a. Pertumbuhan Rumput Laut pada Stasiun I

Dari Gambar 1 menunjukan bahwa pada stasiun I rumput laut yang dibudidayakan dari minggu pertama sampai minggu ke dua tidak mengalami perubahan pertumbuhan yakni dibuktikan dengan hasil penimbangan rumput laut dimana dari hasil tersebut diperoleh nilai berat yang sama antara minggu I sampai minggu II yaitu 1.2 kg, sedangkan pada minggu III berat rumput laut cenderung menurun, sama halnya dengan minggu ke IV yakni 1.05 kg, sedangkan pada minggu ke V rumput laut yang dubudidayakan mengalami peningkatan berat tetapi tidak terlalu besar yakni 1.11 kg, hal ini karena adanya factor yang menyebabkan pertumbuhan rumput laut mengalami hambatan seperti adanya penyakit serta adanya organisme penganggu yang memangsa rumput laut. Menurut hasil wawancara oleh beberapa nelayan pembudidaya yang ada disekitar stasiun I, kegiatan budidaya yang mereka lakukan pada musim-musim tertentu cenderung mengalami penurunan kualitas budidaya yang ditandai dengan kurangnya hasil panen, ini disebabkan karena adanya organisme penganggu yang menempel pada rumput laut. Oleh karena itu perlu adanya solusi untuk menghindari ancaman tersebut seperti pola penanaman yang serentak adalah salah satu upaya untuk menanggulangi hama seperti ikan baronang (Parenrengi dkk, 2010). Selain itu pertumbuhan juga merupakan salah satu aspek biologi yang harus diperhatikan. Ukuran bibit rumput laut yang ditanam sangat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan dan bibit thallus yang berasal dari bagian ujung akan memberikan laju pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan bibit thallus dari bagian pangkal. Percabangan ke berbagai arah dengan batang-batang utama keluar saling berdekatan di daerah basal serta

bersifat berseling (alternatus), tidak teratur, serta dapat bersifat percabangan dua atau percabangan tiga-tiga (Parenrengi dan Sulaeman, 2007).

b. Pertumbuhan Rumput Laut pada Stasiun II

Dari Gambar 2 menunjukan bahwa pertumbuhan rumput laut pada stasiun II dari minggu pertama sampai minggu III cenderung mengalami penurunan meskipun tidak terlalu besar yaitu dari 1.35-1.30 kg, sedangkan pada minggu ke IV rumput laut yang dibudidayakan mengalami penurunan yang cukup besar yaitu 1.00 kg, pada minggu ke V rumput laut mengalami peningkatan berat yakni sebesar 1.70 kg, sehingga dari gambar 15 menunjukan tingkat kesesuaian pemanfaatan rumput laut pada stasiun II.

c. Pertumbuhan Rumput Laut pada Stasiun III

Dari Gambar 3 menunjukan bahwa pada stasiun III berat rumput laut dari minggu pertama sampai minggu kelima cenderung mengalami penurunan yang cukup besar, ini dibuktikan dari hasil penimbangan berat rumput laut yakni dari 1.2 kg menjadi 0.8 gr, yang pada akhirnya menunjukan bahwa budidaya rumput laut pada stasiun III kurang sesuai, dilihat dari hasil scoring penilaian budidaya rumput laut yang menunjukan nilai dibawa rata-rata atau kurang sesuai.

Dari ketiga grafik pertumbuhan rumput laut menunjukan bahwa pada stasiun I dan III berat rumput laut cenderung menurun, dengan kata lain pertumbuhan rumput laut tidak mengalami peningkatan berat. Sedangkan pada stasiun II rumput laut yang dibudidayakan mengalami peningkatan sehingga hasil dari analisis scoring menunjukan bahwa pada stasiun II sesuai untuk budidaya rumput laut, dan stasiun I dan III dikategorikan kurang sesuai untuk budidaya rumput laut.

Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Hasil analisis skoring pada Stasiun II diperoleh nilai 36 yang berarti sesuai untuk budidaya rumput laut sementara pada Stasiun I dan III, diperoleh

(8)

nilai 30 yang berarti kurang sesuai. Beberapa parameter kualitas air yang mendukung untuk kegiatan budidaya rumput laut meliputi tinggi gelombang, kedalaman, kecerahan, suhu, pH, salinitas, dan TSS. Sementara parameter yang kurang mendukung adalah Kecepatan arus, nitrat, dan fosfat. Faktor penyakit sangat mempengaruhi pertumbuhan rumput laut dilokasi pemeliharaan.

Persantunan

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Konawe Selatan yang telah memberikan dana penelitian melalui program minapolitan. Daftar pustaka

Akmal dan Raharjo, S., 2008. Teknologi Budidaya Rumput Laut. Direktorat Jendral Budidaya. Takalar. 103. Ambas., 2006. Penelitian Budidaya Rumput

Laut. Yayasan Mattirotasi. Makasar. Aslan, L.M., 1998. Budidaya Rumput Laut.

Kanisius. Yogyakarta. 113.

Badan Lingkungan Hidup (BLH)., 2000. Kumpulan Data Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Tenggara. BAPPEDA., 2011, Master Plan Minapolitan

Kabupaten Konawe Selatan

Bindu, M.S. 2011. Empowerment of Constal Communities in Cultivation and Processing of Kappaphycus alvarezii-a Case Study at Vizhinjam Village, Kerala, India. J Appl Phycol, 23: 157-163.

Dawes, C.J Lluis, A.O., Trono, G.C., 1994. Laboratory and Field Growth Studies of Commercial Stains of Eucheuma denticulatus and Kappaphycus alvarezii in the Philippines. J. Appl. Phycol. 6(20):21–24.

Doty, M.S. 1988. Podromus Ad Systematica Eucheuma toideorum: A Tribe of Commercial Seaweeds Related to Eucheuma (Solieriaceae, Gigartinales). In: Taxonomy of Economic Seaweeds with Reference to Some Pacific And Caribbean Species. (Abbott, I.A. Eds) La Jolla: California Sea Grant College Program. 2(3):159-207

Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta. 258hal.

Hayashi, L., Paula, E.J.D., Chow, F. 2007. Growth rate and carrageenan analyses in four strains of Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) farmed in the subtropical waters of Sao Paulo State Brazil. Applied Phycology. 19(10):505-511.

Hurtado A.Q., Agbayani R.F., Sanares R., and Mallare T.R.D.C., 2001. The seasonality and economic feasibility of cultivating Kappaphycus alvarezii in Panagatan, Caluya, Antique, Philipines. Aquaculture. 199(6) : 295-310.

Hutabarat dan Evans. 2001.,Pengantar Oseonografi. Universitas Indonesia. Jakarta. 145.

Juneidi, A.W., 2004. Rumput Laut dan Jenis Morfologinya. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta. 150. Kurniawan, R., Habibie, M.N., Suratno. 2011.

Meteorologi dan Geofisika, 2 (3): 221-232.

Mukhtasor,2007: Pencemaran Pesisir dan Laut. Pradnya Paramita, Jakarta. 322. Mendoza W.G., Ganzon-Fortes. E.T.,

Villanueva R.D., Romero. J.B., Montano M.N.E.,2006. Tissue age as factors affecting carrageenan quantity in farmed Kappaphycus striatum. Bot Mar. 49(4):57-64. Neish I., C. 2005. The Eucheuma Seaplant

Handbook. Agronomi, Biology and Culture System. Seaplantnet Technical Monograph. 1(2):27-36pp. Nontji, A., 1993. Laut Nusantara. Djambatan.

Jakarta.

Onho M., Nang H.Q., Hirase S., 1996. Mariculture Of Kappaphycus alvarezii Color Strains In Tropical Waters Of Yucatan, Mexico. Journal of Applied Phicology. 8(2):431-437. Pantjara, B dan Sahib, M. 2008. Aplikasi

pupuk berimbang terhadap pertumbuhan rumput laut di tambak tanah sulfat asam. 225hal

Paula, E.J Pereira, R.T.L. 2003. Factors Affecting Growth Rates of Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty Ex P. Silva (Rhodophyta

(9)

Solieriaceae) In Subtropical Waters Of Sao Paulo State, Brazil. Proceedings of The XVII International Seaweed Symposium. Oxford University Press. New York. 388p.

Patadjai, R.S., 2007: Pertumbuhan, Produksi dan Kualitas Rumput Laut Kappapphycusalvarezii (Doty) Doty Pada Berbagai Habitat Budidaya Yang Berbeda. Program Pasca Sarjana Universitas Hasanudin, Makassar. 307hal.

Parenrengi, A., Rachmansya., Suryati, E. 2010. Budi Daya Rumput Laut. 53 hal. Parenrengi, A., dan Sulaeman. 2007. Mengenal

rumput laut, Kappaphycus alvarezii. Media Akuakultur 2 (2):142-146. Pong-Masak, P.R., Indra Jaya, A., Hasnawati.,

Pirzan, A.M., Lanuru, M. 2010. Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Gunung Batu Pulau Badi Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan. Jurnal Riset Akuakultur, 5 (2): 299-136.

Puja.,Tiensongrusmee.,Afrianto.,Liviawaty, 2001. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004. Tentang Baku Mutu Air Untuk Budidaya Perairan.

Quyen, L., 2011. Poverty reduction from seaweed Kappaphycus alvarezii cultivation Vietfish International 8(41):21-32.

Romimohtarto, K., 2003. Kualitas Air dalam Budidaya Laut. Jakarta. 62hal. Ratnawati.R., Mustafa.A., dan Daud.R., 2010.

Faktor Pengelolaan yang

Mempengaruhi Tingkat

Produktifitas Rumput Laut Kappaphicus alvarezii Di Perairan Pantai Selatan Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Riset Akuakultur 5(3): 491-504.

Sastrawijaya, A. T., 2000. Pencemaran Lingkungan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. 276hal.

Sudradjat, A., 2009: Budi Daya Komuditas Laut Menguntungkan. Penebar Swadaya, Jakarta.300hal.

Tarigan, M.S., Edward., 2003. Kandungan Total ZatPadatanTersuspensi(Total

Suspended Solid) di Perairan Raha. Sulawesi Tenggara. 141hal.

Winanto., 2004. Memproduksi Benih Tiram Mutiara. Penebar Swadaya, Jakarta. 110hal.

Widodo dan Suadi. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Yogyakarta. 300hal

Yusuf, M.I., 2004. Produksi, Pertumbuhan dan

Kandungan Rumput Laut

Kappapphycusalvarezii (Doty, 1988) yang Dibudidayakan dengan Sistim Air Media dan Tallus Benih yang berbeda. (disertasi). Program Pasca Sarjana Universitas Hasanudin, Makassar. 116hal.

Gambar

Tabel 2. Kriteria kesesuaian lahan (hasil analisis)
Tabel 4. Hasil analisis kesesuaian lokasi budidaya rumput laut pada stasiun I
Tabel 5. Hasil analisis kesesuaian lokasi budidaya rumput laut pada stasiun II
Gambar 3. Grafik pertumbuhan rumput laut pada stasiun III.

Referensi

Dokumen terkait

(İstendiği takdirde tezler, araştırma raporları, çalışma belgeleri, vb. gibi diğer tür yayınlar ve araştırma çıktıları da bu maddeye eklenebilir.). c) Ulusal ve

Muiden puolueiden ja erityisesti kommunistien muodostaman vastavoiman lisäksi kokoomuksen turhautumista vallitsevaan järjestelmään lisäsivät puolueen sisäiset kiistat

Yaitu inti vegetatif (inti saluran serbuk sari) dan inti generatif. 4) Inti generatif membelah secara mitosis sehingga membentuk dua inti sperma yang

Hasil percobaan yang dapat dilihat pada Tabel 7, menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana dari kulit batang sesoot (Garcinia picrorrhiza Miq.), dapat menghambat terjadinya mutasi balik

Maka, bersama kawan-kawannya, dia sering nongkrong bareng di kedai kopi milik Agung Kurniawan (36), yang juga menjadi pendiri Santrendelik, untuk berdiskusi

Belajar sesuai perkembangan yang ada sekarang ini lebih mengutamakan keaktifan peserta didik dalam mencari apa yang dia belum mengerti, sementara guru adalah

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada siswa siswa kelas XI jurusan TITL 1 yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler SMKN 5 Pekanbaru untuk

Jenis fiber yang sering digunakan di bidang kedokteran gigi adalah fiber polyethylene, karena dapat meningkatkan kekuatan dan modulus elastistas material komposit,