KEMENTERIAN
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
REPUBLIK INDONESIA
BUKU
SAKU
BAGI
KEPALA
DESA
STOP
PERDAGANGAN
ORANG
DEPUTI BIDANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN
JALAN MERDEKA BARAT No. 15
TELP. 3805563‐3842638 FAX.3805562‐3805559
MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
PENANGGUNG JAWAB:
DEPUTI BIDANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN
TIM PENYUSUN :
1 Dra. Luly Altruiswaty, M.Sc
2 Dra. Endang Susilowati
3 Drs. Agam Bekti Nugraha
4 Mujiono, S.Sos
5 Frangky Tilung, ST
6 Deddy Djufriadi
7 Atwirlany Ritonga, S.Psi
8 Tessalina Dwiayuni Saraswati, SE
iii Daftar Isi... Kata Pengantar... v BAB 1 PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 4
B. Peraturan yang Terkait TPPO...
7
BAB 2 PERDAGANGAN ORANG...
A. Pengertian... 7
9
B. Unsur – Unsur TPPO...
C. Modus Operandi... 10
11
D. Bentuk – Bentuk Eksploitasi...
E. Pelaku TPPO... 12
F. Korban TPPO... 12
14
G. Penyebab Terjadinya TPPO...
H. Dampak TPPO... 15
I. Hak – hak Korban... 17
17
J. Sanksi Bagi Pelaku...
A. Upaya Pencegahan TPPO... 20
B. Unit Pelayanan Perempuan dan Anak
(UPPA) dan Ruang Pelayanan Khusus
(RPK)... 23
C. Pusat Pelayanan Terpadu... 27
D. Rekapitulasi Data Penanganan TPPO
Tahun 2005 – 2010... 33
E. Pelaporan... 37
F. Hal – hal yang Harus Dipersiapkan Dalam
Mendampingi Korban
TPPO... 38
G. Struktur Gugus Tugas Pencegahan dan
Penanganan TPPO... 39
Lampiran... 40
Alamat Pusat Layanan
• Daftar Alamat Rumah Sakit Bhayangkara
• Daftar Unit Pelayanan Perempuan dan
Anak di Indonesia iv
Assalamu’alaikum Wr. Wb
v
Pertama – tama saya memanjatkan puji syukur
kehadirat Allah SWT, Tuhan YME, karena atas
berkat petunjuk, dan bimbingan‐ NYA Buku Saku
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang (TPPO) bagi Aparat Kepala
Desa ini dapat disusun. Hal ini sangat penting
mengingat TPPO yang mayoritas korbannya
adalah perempuan dan anak merupakan
kejahatan berat terhadap hak azasi manusia dan
sangat bertentangan dengan norma – norma
kehidupan yang dilandasi penghormatan terhadap
hak azasi manusia. Kasus TPPO dari tahun ke
tahun meningkat meskipun belum ada angka –
angka yang tepat, karena jumlah kasus ini
merupakan fenomena gunung es yang berarti
gambaran yang sebenarnya jauh lebih besar dari
apa yang dilaporkan. Saat ini telah meluas, baik
dalam bentuk jaringan kejahatan yang terorganisir
maupun tidak terorganisir, terjadi di dalam negeri
dan luar negeri, dan TPPO sudah menjadi ancaman
TPPO, peraturan yang terkait. TPPO, pelaku, saksi
dan atau korban TPPO, serta upaya pencegahan
dan penanganan TPPO. Buku Saku ini juga disusun
sedemikian rupa, sehingga mudah untuk dijadikan
panduan dan rujukan bagi para Kepala Desa/Lurah
dan aparatnya sehingga mempunyai pemahaman
dan sikap yang sama dalam mencegah dan
menangani kasus TPPO.
Pada kesempatan ini, kami atas nama
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Republik Indonesia
mengucapkan terima kasih dan penghargaan
setinggi – tingginya kepada semua pihak yang
telah berkontribusi sehingga tersusunnya Buku
Saku ini. Kritik dan Saran sangat kami harapkan
guna penyempurnaannya dan untuk itu kami
mengucapkan terima kasih.
Semoga segala upaya yang kita lakukan
bermanfaat bagi upaya pencegahan dan
pemberantasan TPPO....Amin....
Jakarta, 20 September 2010
Deputi Bidang Perlindungan Perempuan
Drs. Safruddin Setia Budi, M.Hum
STOP PERDAGANGAN ORANG
BAB
1
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Perdagangan orang merupakan kejahatan
dan pelanggaran berat Hak Azasi Manusia.
Kasus perdagangan orang cenderung
meningkat dari tahun ke tahun. Selama
kurun waktu Maret 2005 – Maret 2010, di
Indonesia terdapat sebanyak 3.735 korban
tindak pidana perdagangan orang
(International Organization for Migration,
Maret 2010). Data tersebut belum
menggambarkan kenyataan yang
sesungguhnya, karena tindak pidana
perdagangan orang merupakan fenomena
gunung es. Faktanya, jumlah kasus tindak
pidana perdagangan orang jauh lebih besar
dari data yang dilaporkan.
Perdagangan orang merupakan kejahatan
terhadap kemanusiaan dan merupakan
STOP PERDAGANGAN ORANG
tragedi terhadap nilai kemanusiaan itu
sendiri. Dari praktek perdagangan orang
umumnya mereka yang menjadi korban
adalah perempuan dan anak. Mereka
merupakan kelompok rentan yang sering kali
dijadikan sasaran empuk para traffickers.
Perdagangan orang tidak lagi mengenal batas
wilayah, baik antar kota, propinsi di Indonesia
maupun antar Negara. Jaringan mereka
begitu luas dan rapi sehingga diperlukan
sinergitas semua pihak agar praktek
perdagangan orang ini dapat tuntas
diberantas.
Sebagai kejahatan luar biasa, perdagangan
orang berdampak negatif baik terhadap
individu, keluarga, masyarakat, bahkan
terhadap kehormatan bangsa. Untuk
menyikapi hal tersebut, maka pemerintah
menetapkan Undang‐Undang RI Nomor 21
Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) untuk
memberi sanksi kepada pelaku sebagai efek
STOP PERDAGANGAN ORANG
jera dan memberikan perlindungan terhadap
korban. Dalam rangka sinergitas kerja untuk
pencegahan, pelayanan, dan pemulihan
korban TPPO, maka pemerintah membentuk
Gugus Tugas TPPO yang diketuai oleh
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat
dan sebagai ketua harian adalah Menteri
Negara Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak, serta melibatkan
sejumlah Menteri terkait. Hal ini menunjukkan
keseriusan dan komitmen pemerintah untuk
memberantas pelaku kejahatan perdagangan
orang.
Meskipun sudah jelas melanggar hukum
negara dan agama, perdagangan orang terus
berlangsung karena menjanjikan keuntungan
besar bagi pelaku sindikatnya setelah
penjualan senjata dan narkoba. Berbagai cara
telah ditempuh oleh pelaku walaupun harus
dengan memalsukan dokumen dan identitas.
Salah satu dokumen/identitas penting yang
sering dipalsukan adalah KTP. Oleh karena
STOP PERDAGANGAN ORANG
dikeluarkannya KTP atas usulan Kepala
Desa/Lurah, maka kehati‐hatian dan
selektivitas Kepala Desa/Lurah dalam
mengusulkan pembuatan KTP merupakan
salah satu faktor penting dalam pencegahan
TPPO.
Sebagai upaya peningkatan wawasan aparat
kelurahan tentang perdagangan orang, maka
dipandang perlu untuk disusunnya Buku Saku
tentang Pencegahan dan Penanganan Tindak
Pidana Perdagangan Orang bagi Kepala
Desa/Lurah dan Aparatnya.
B.
PERATURAN
YANG
TERKAIT
TPPO
1. Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah.
2. Undang ‐ Undang Nomor 21 Tahun 2007
Tentang Pemberantasan TPPO
3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
2007 tentang Pembagian Urusan
STOP PERDAGANGAN ORANG
Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota.
4. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 2008
Tentang Tata Cara dan Mekanisme
Pelayanan Terpadu Bagi Saksi dan/atau
Korban Tindak Pidana Perdagangan
Orang.
5. Peraturan Presiden No. 69 Tahun 2008
tentang Pembentukan Gugus Tugas
Pencegahan dan Penanganan TPPO.
6. Peraturan Menteri Koordinator
Kesejahteraan Rakyat No. 25 Tahun 2009
Tentang Rencana Aksi Nasional TPPO.
7. Peraturan Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan No. 08 Tahun
2008 Tentang Pembentukan Sub‐Gugus
Tugas Pencegahan dan Penanganan
TPPO.
8. Peraturan Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan No. 01 Tahun
2009 Tentang SPM Pelayanan Terpadu
STOP PERDAGANGAN ORANG
Bagi Saksi dan/atau Korban TPPO di
Kabupaten/Kota.
9. Peraturan Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak No. 01 Tahun 2010
Tentang SPM Bidang Pelayanan Terpadu
Bagi Perempuan dan Anak Korban
Kekerasan.
10. Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 10
Tahun 2007 Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Unit Pelayanan Perempuan dan
Anak (Unit PPA) di lingkungan Kepolisian
Negara RI.
11. Peraturan Kepala Kepolisian RI No. 3
Tahun 2008 Tentang Mekanisme dan
Tata Cara Pemeriksaan Saksi dan/atau
Korban TPPO pada Unit Perempuan dan
Anak.
STOP PERDAGANGAN ORANG
BAB
2
PERDAGANGAN
ORANG
A.
PENGERTIAN
Sesuai dengan pasal 1 ayat (1) Undang‐
undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang bahwa “Perdagangan Orang adalah
tindakan perekrutan, pengangkutan,
penampungan, pengiriman, pemindahan,
atau penerimaan seseorang dengan ancaman
kekerasan, penggunaan kekerasan,
penculikan, penyekapan, pemalsuan,
penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau
posisi rentan, penjeratan utang atau memberi
bayaran atau manfaat sehingga memperoleh
persetujuan dari orang yang memegang
kendali atas orang lain tersebut, baik yang
dilakukan di dalam Negara maupun antar
Negara, untuk tujuan eksploitasi atau
mengakibatkan orang tereksploitasi”.
STOP PERDAGANGAN ORANG
B.
UNSUR
–UNSUR
TPPO
Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)
terdiri dari 3 (tiga) unsur yaitu :
1. Proses:
Pelaku memindahkan korban jauh dari
komunitasnya dengan merekrut,
mengangkut, mengirim, memindahkan
atau menerima mereka (calon korban).
2. Cara:
Pelaku menggunakan ancaman
kekerasan, penculikan, penyekapan,
pemalsuan,penyalahgunaan kekuasaan/
posisi rentan atau jeratan hutang untuk
mendapat kendali atas diri korban
sehingga dapat memaksa mereka.
3. Tujuan:
Pelaku mengeksploitasi atau
menyebabkan korban tereksploitasi untuk
keuntungan finansial pelaku kejahatan,
STOP PERDAGANGAN ORANG
eksploitasi disini bisa berupa perlakuan
apapun yang tidak sesuai dengan
kehendak korban dan korban menderita
karena perlakuan tersebut seperti bekerja
sebagai pelacur, kerja paksa/perbudakan
termasuk juga pengambilan organ tubuh.
C.
MODUS
OPERANDI
Berbagai cara yang dilakukan oleh para
pelaku tindak pidana perdagangan orang,
yaitu:
1. Pengiriman tenaga kerja
2. Duta Seni Budaya
3. Perkawinan Pesanan
4. Pengangkatan Anak
5. Pemalsuan dokumen seperti kartu
keluarga, kartu tanda penduduk, atau
surat‐surat lain
6. Menggunakan perusahaan Non
Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja
Indonesia Swasta (PPTKIS)
STOP PERDAGANGAN ORANG
7. Menggunakan Visa Pelajar ke Negara
tertentu
8. Melaksanakan pelatihan di tempat kerja
9. Memindahkan dari satu daerah/negara
ke daerah/negara lainnya secara ilegal.
10. Penjeratan Hutang
11. Kerja paksa
12. Penculikan
D.
BENTUK
‐
BENTUK
EKSPLOITASI
Adapun bentuk – bentuk eksploitasi yang
dilakukan oleh pelaku tindak pidana
perdagangan orang adalah:
1. Dilacurkan
2. Pengedar narkotika dan obat – obatan
terlarang
3. Bekerja tidak sesuai pekerjaan yang
dijanjikan
4. Bekerja tanpa batas waktu
5. Gaji tidak pernah dibayar
6. Penyelundupan bayi
STOP PERDAGANGAN ORANG
7. Adopsi ilegal
8. Penjualan bayi/anak
9. Pelajar dijadikan ABK kapal ikan atau di
jermal
10. Transplantasi organ tubuh
E.
PELAKU
TPPO
Siapapun bisa jadi pelaku tindak pidana
perdagangan orang, bisa terdiri dari :
1. Germo/mucikari/”mami”/”papi”
2. Orang terdekat seperti orangtua, paman,
bibi, tante, tetangga / kenalan di
kampung
3. Sponsor/Calo
4. Pegawai atau pemilik perusahaan
5. Oknum aparat pemerintah
6. Oknum guru
7. Sindikat perdagangan orang
STOP PERDAGANGAN ORANG
F.
KORBAN
TPPO
Siapa saja bisa menjadi korban, tidak
mengenal umur maupun jenis kelamin,
namun pada umumnya yang sering menjadi
korban adalah perempuan dan anak karena
posisinya yang rentan (rawan terhadap
tindakan eksploitasi). Korban perdagangan
orang bisa saja seorang ibu, kakak/adik, anak
perempuan, keponakan ataupun anak
tetangga kita.
Adapun individu yang rentan menjadi korban
tindak pidana perdagangan orang adalah :
1. Orang miskin
2. Orang dengan pola hidup konsumtif
3. Orang yang tidak mempunyai
keterampilan
4. Orang yang berpendidikan rendah
5. Orang yang buta aksara
STOP PERDAGANGAN ORANG
6. Orang yang memimpikan gaji tinggi
dengan bekerja di luar daerah/negeri
tanpa informasi yang jelas
7. Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT)
8. Orang yang kehilangan anggota keluarga
9. Korban konflik
10. Korban bencana
11. Pengangguran
G.
PENYEBAB
TERJADINYA
TPPO
1. Kemiskinan
2. Tingkat pendidikan masyarakat yang
rendah
3. Buta aksara
4. Terbatasnya lapangan pekerjaan
5. Tingkat pengangguran yang tinggi
6. Tidak memiliki keterampilan
7. Konflik atau bencana alam
8. Kurangnya informasi tentang kota atau
negara tujuan
STOP PERDAGANGAN ORANG
9. Terlalu percaya kepada agen/perekrut/
calo
10. Ketimpangan relasi kuasa antara laki –
laki dan perempuan
H.
DAMPAK
TPPO
Tidak sedikit dampak yang ditimbulkan dari
tindak pidana perdagangan orang ini, disatu
sisi dampak psikologis, namun disisi lain
adalah mencari keuntungan sosial ekonomi
bagi para korban tersebut: Pertama, akibat
sering kali anak gadis dan perempuan
ditempatkan dalam lingkungan domestik
karena banyaknya permintaan akan pekerja
domestik yang mampu dikerjakan oleh para
kaum hawa dan kurang berpendidikan.
Karena sebagian besar kerja dilakukan di
dalam rumah, maka pekerjaan itu kurang atau
tidak dapat diawasi. Kedua, adalah
keuntungan sosial
ekonomi, sekalipun tindakan itu adalah
pekerjaan yang kotor, namun bila dikaitkan
STOP PERDAGANGAN ORANG
dengan keuntungan dari sisi ekonomi, maka
tidak hanya para korban yang merasa
memperoleh keuntungan material dari
pekerjaan tersebut, tetapi juga majikannya.
Maka dari itu, dampak yang ditimbulkan dari
tindak pidana perdagangan orang ini ditinjau
dari:
1. Individu, yaitu :
• Terkucil
• Depresi (gangguan jiwa berat)
• Bila mengalami penyiksaan akan terjadi
cacat fisik
• Putus asa dan hilang harapan
• Terganggunya fungsi reproduksi
• Kehamilan yang tidak diinginkan
• Bila dilacurkan akan terinfeksi
IMS/HIV/AIDS • Kematian 15
STOP PERDAGANGAN ORANG
2. Keluarga, yaitu :
• Beban psikososial (malu, rendah diri)
• Keluarga gagal
3. Sosial, yaitu :
• Timbulnya pandangan negatif oleh
masyarakat (Stigma)
I.
HAK
HAK
KORBAN
Korban tindak pidana perdagangan orang
mempunyai hak untuk mendapat layanan
sebagaimana yang tercantum dalam Standar
Pelayanan Minimal Pelayanan Terpadu bagi
Saksi dan /atau Korban Tindak Pidana
Perdagangan Orang di Kabupaten/Kota yang
meliputi:
1. Layanan pengaduan
2. Layanan Rehabilitasi kesehatan
3. Layanan Rehabilitasi Sosial
4. Layanan Bantuan Hukum
5. Pemulangan
STOP PERDAGANGAN ORANG
6. Reintegrasi Sosial
J.
SANKSI
BAGI
PELAKU
Pasal 2 Undang‐undang Nomor 21 Tahun 2007
tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang menyebutkan bahwa:
“Setiap orang yang melakukan perekrutan ,
pengangkutan, penampungan, pengiriman,
pemin dahan, atau penerimaan seseorang
dengan ancaman kekerasan, penggunaaan
kekerasan, penculikan, penyekapan,
pemalsuan, penipuan, penyalahgunaaan
kekeuasaan atau posis rentan, penjeratan
hutang atau memberi bayaran atau manfaat
walaupun memperoleh persetujuan dari
orang yang memegang kendali atas lain untuk
tujuan mengeksploitasi orang tersebut di
wilayah Negara Republik Indonesia, dipidana
dengan pidana paling singkat 3 (tiga) tahun
dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan
denda paling sedikit Rp. 120.000.000 (seratus
dua puluh juta rupiah) dan paling banyak
STOP PERDAGANGAN ORANG
Rp.600.000.000 (enam ratus juta rupiah)”.
Apabila terjadi pemalsuan dokumen oleh
aparat yang berwenang (Ketua
RT/RW/Lurah/Kepala Desa/Camat), maka
Ketua RT/RW/Lurah/Kepala Desa/Camat
tersebut termasuk dalam kategori pelaku dan
bisa dituntut dengan Undang – Undang
Nomor 21 Tahun 2007 tentang PTPPO (Pasal
8) yang berbunyi :
(1) Setiap penyelenggara negara yang
menyalahgunakan kekuasaan yang
mengakibatkan terjadinya Tindak Pidana
Perdagangan Orang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4,
Pasal 5, dan Pasal 6 maka pidananya
ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman
pidana dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4,
Pasal 5, dan Pasal 6.
(2) Selain sanksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) pelaku dapat dikenakan
pidana tambahan berupa
STOP PERDAGANGAN ORANG
pemberhentian secara tidak hormat dari
jabatannya. 19
STOP PERDAGANGAN ORANG
BAB
3
UPAYA
‐
UPAYA
A.
UPAYA
PENCEGAHAN
TPPO
Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO)
merupakan trans‐national organize crime,
merupakan bentuk tindak kejahatan berat
terhadap hak asasi manusia, sangat kompleks
dan bersifat multidimensi yang memerlukan
upaya pencegahan dan penanganan
menyeluruh, terpadu dan berkelanjutan serta
terkoordinasi dengan baik antara pemerintah
pusat, daerah, organisasi keagamaan, LSM,
perguruan tinggi, media massa, dan seluruh
komponen masyarakat meliputi upaya‐upaya
pencegahan dan partisipasi anak, rehabilitasi
kesehatan, sosial, pemulangan dan
reintegrasi, pengembangan norma hukum,
penegakan hukum, koordinasi dan kerjasama.
Keberhasilnannya sangat tergantung dari
besarnya komitmen berbagai pihak baik
STOP PERDAGANGAN ORANG
nasional maupun internasional. Untuk itu
komitmen Pemerintah sangat tinggi terhadap
permasalahan ini. Segala perangkat yang
dibutuhkan untuk merealisasikan komitmen
tersebut terus menerus diupayakan,
dilengkapi dan disempurnakan, baik dari sisi
peraturan perundangannya sampai kepada
penganggaran yang dituangkan dalam
Rencana Aksi Nasional PTPPO dan ESA 2009 ‐
2014.
Dengan adanya Rencana Aksi Nasional PTPPO
dan ESA, maka secara teknis dapat segera
diimplementasikan oleh Gugus Tugas dan
Sub‐Gugus Tugas pokok dan fungsi masing‐
masing. 21
STOP PERDAGANGAN ORANG
Terkait penanganan TPPO tersebut,
diharapkan masyarakat berperan dalam :
1) Peningkatan kewaspadaan terhadap
rayuan dan bujuk rayu para calo tenaga
kerja
2) Mengajukan permohonan pembuatan
akte/KK maupun KTP dengan identitas
asli dan sesuai prosedur yang berlaku
3) Apabila mengetahui dugaan TPPO segera
menghubungi kepolosian terdekat
4) Tidak mudah tergiur janji manis para
calo/sponsor
5) Mengikut prosedur yang benar dan
melengkapi persyaratan menjadi calon
TKI. 22
STOP PERDAGANGAN ORANG
B.
UNIT
PELAYANAN
PEREMPUAN
DAN
ANAK
(UPPA)
DAN
RUANG
PELAYANAN
KHUSUS
(RPK)
Sesuai dengan Pasal 45 UU Nomor 21 Tahun
2007 menyebutkan bahwa untuk melindungi
saksi korban di setiap propinsi dan
kabupaten/kota wajib dibentuk Ruang
Pelayanan Khusus yang saat ini disebut Unit
Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) pada
Kantor Kepolisian setempat. Selanjutnya
pembentukan UPPA dan tata cara
pemeriksaan saksi dan/atau korban diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor
10 Tahun 2007.
UPPA merupakan unit yang bertugas
memberikan pelayanan dalam bentuk
perlindungan terhadap perempuan dan anak
yang menjadi korban kejahatan dan
penegakan hukum terhadap pelakunya.
STOP PERDAGANGAN ORANG
Fungsi UPPA yaitu :
1. Menyelenggarakan pelayanan dan
perlindungan hukum
2. Menyelenggarakan penyelidikan dan
penyidikan tindak pidana
3. Menyelenggarakan kerjasama dan
koordinasi dengan instansi terkait
Ruang lingkup tugas UPPA meliputi tindak
pidana terhadap perempuan dan anak :
1. Perdagangan orang (human trafficking)
2. Penyelundupan manusia (people
smuggling)
3. Kekerasan (secara umum maupun dalam
rumah tangga)
4. Susila (perkosaan, pelecehan,
pencabulan)
5. Vice (perjudian dan prostitusi)
6. Adopsi (pengangkatan anak) secara
ilegal
7. Pornografi dan pornoaksi
8. Money Laundrying 24
STOP PERDAGANGAN ORANG
9. Perlindungan anak (sebagai korban/
tersangka)
10. Perlindungan korban, saksi, keluarga,
dan teman serta kasus lainnya di mana
pelakunya adalah perempuan dan anak
Jenis layanan dan perlindungan khusus yang
harus disediakan di UPPA bagi saksi – korban
TPPO yaitu :
1. Menerima laporan/pengaduan tentang
tindak pidana
2. Membuat laporan polisi
3. Memberikan konseling
4. Mengirimkan korban ke PPT atau Rumah
Sakit terdekat
5. Melakukan penyidikan perkara
6. Meminta visum
7. Memberikan penjelasan kepada pelapor
tentang posisi kasus, hak – hak dan
kewajibannya
STOP PERDAGANGAN ORANG
8. Menjamin kerahasiaan informasi yang
diperoleh
9. Menjamin keamanan dan keselamatan
korban
10. Menyalurkan korban ke LBH atau rumah
aman/shelter
11. Mengadakan koordinasi dan kerjasama
dengan lintas sektoral
12. Memberitahu perkembangan
penanganan kasus kepada pelapor
13. Membuat laporan kegiatan sesuai
prosedur
Tempat Kedudukan UPPA berada di :
1. Mabes Polri 2. Polda 3. Polwil/Tabes 4. Polres/Polresta
26
STOP PERDAGANGAN ORANG
C.
PUSAT
PELAYANAN
TERPADU
Sesuai dengan Pasal 46 UU Nomor 21 Tahun
2007 menyebutkan bahwa untuk melindungi
saksi korban di kabupaten/kota dibentuk
Pusat Pelayanan Terpadu bagi saksi – korban
TPPO. Untuk ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cata dan mekanisme pelayanan terpadu
diatur dengan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Tahun 2008.
PPT adalah suatu unit kerja fungsional yang
menyelenggarakan pelayanan terpadu untuk
saksi – korban TPPO. PPT dapat berbentuk
pelayanan satu atap atau pelayanan
berjejaring antar berbagai penyedia layanan.
Tujuan pembentukan PPT adalah untuk
memberikan perlindungan dan pemenuhan
hak‐hak saksi‐korban atas pelayanan yang
diperlukan.
Yang berhak mendapatkan pelayanan di PPT
adalah semua saksi – korban perdagangan
STOP PERDAGANGAN ORANG
orang dan saksi yang bukan korban tidak
memperoleh pelayanan di PPT. Namun
pelayanan di PPT sepanjang diatur dalam
peraturan daerah dapat diakses oleh korban
kekerasan lain selain korban TPPO.
Jenis layanan dari PPT adalah :
1. Pengaduan dan identifikasi
2. Pemulihan kesehatan
3. Pemulihan psikososial
4. Layanan bantuan/pendampingan
hukum
5. Bantuan pemulangan ke daerah asal
atau tempat lain yang dipilihnya
6. Bantuan reintegrasi sosial
Berdasarkan Pasal 11 PP No. 09 Tahun 2008
disebutkan bahwa PPT wajib menyediakan
petugas pelaksana/fungsional dalam
memberikan layanannya yang meliputi :
STOP PERDAGANGAN ORANG
1. Tenaga kesehatan
2. Psikolog
3. Psikiater
4. Pekerja sosial
5. Tenaga bantuan hukum (advokat/
pengacara/ paralegal)
6. Penerjemah (sesuai kebutuhan
korban)
7. Pendamping (sesuai kebutuhan
korban)
Prinsip – prinsip pelayanan yang harus
dilaksanakan oleh PPT :
1. Cepat dan tanpa biaya
2. Mudah, nyaman, dan aman
3. Rahasia
4. Kepastian hukum
Sesuai dengan Pasal 12 PP No. 09 Tahun 2008
disebutkan bahwa penyediaan anggaran
untuk mendukung PPT tersebut merupakan
tanggung jawab pemerintah daerah dan
STOP PERDAGANGAN ORANG
sesuai dengan Pasal 6 (2) PP No. 09 Tahun
2008 disebutkan bahwa pemerintah daerah
membentuk PPT berdasarkan Peraturan
Daerah dan sumber – sumber pembiayaan
lain juga dapat diperoleh dari kerjasama
dengan lembaga lain.
Tata cara dan mekanisme layanan di PPT :
1. Dalam waktu paling lama 24 jam sejak
menerima saksi dan/atau korban yang
sedang dirawat atau dipulihkan,
pimpinan atau petugas PPT wajib
melaporkan kepada petugas
kepolisian dan diproses sesuai hukum
acara pidana.
2. Untuk saksi – korban yang melapor,
petugas kepolisian wajib
menempatkan saksi dan/atau korban
UPPA yang tersedia.
3. Jika terbukti mengalami penderitaan,
petugas kepolisian wajib membawa
saksi – korban ke PPT.
STOP PERDAGANGAN ORANG
4. Rumah Perlindungan Sosial dan Pusat
Trauma Pemerintah Daerah dapat
difungsikan untuk mendukung
pelayanan PPT.
5. Pemerintah daerah juga dapat
mendayagunakan Rumah
Perlindungan Sosial atau Pusat
Trauma milik masyarakat ataupun
lembaga‐lembaga lainnya.
6. Tatacara dan mekanisme
penyelenggaraan layanan di daerah
diatur dalam peraturan daerah
kabupaten/kota.
7. Untuk saksi – korban yang berada di
luar negeri, wakil Pemerintah
Indonesia di luar negeri wajib
melindungi saksi – korban,
memulangkannya dengan biaya
negara dan melaporkannya kepada
Menteri Luar Negeri.
8. Untuk saksi – korban yang berada di
luar negeri, Menteri Luar Negeri harus
melakukan koordinasi dengan isntansi
STOP PERDAGANGAN ORANG
terkait dan pemerintah daerah yang
berkewajiban untuk memulangkan
saksi – korban ke daerahnya.
9. Untuk saksi – korban yang berada di
luar daerah asalnya, kepala daerah
setempat harus melakukan koordinasi
dengan kepala daerah asal saksi
korban untuk menentukan langkah –
langkah perlindungan dan
pemulangan.
10. Jika diperlukan PPT juga dapat
membangun jaringan dengan
lembaga perlindungan saksi korban.
32
STOP PERDAGANGAN ORANG
D.
REKAPITULASI
DATA
PENANGANAN
TPPO
TAHUN
2005
–
2010
INFORMASI UMUM MENGENAI KORBAN TPPO
JUMLAH KORBAN TPPO BERDASARKAN JENIS
KELAMIN/USIA
KORBAN TPPO BERDASARKAN UMUR
STOP PERDAGANGAN ORANG
JUMLAH KORBAN TPPO BERDASARKAN ASAL
PROPINSI
Sumber : IOM Maret 2005‐Maret 2010
STOP PERDAGANGAN ORANG
35
TAHUN JUMLAH P21 PELAKU K O R B A N
KASUS DEWASA ANAK
2004 76 35 83 103 -2005 71 27 83 125 18 2
DATA KORBAN PERDAGANGAN ORANG 006 84 59 155 496 129 2 123 50 139 210 71 2 53 38 11 8 22 Sum : Bareskrim 2009 007 008 2 09 0 142 67 163 208 67 ber
STOP PERDAGANGAN ORANG 0 100 200 300 400 500 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Jumlah Kasus P21 Pelaku Korban Dewasa Korban Anak
Sumber : Bareskrim Polri, 2009 36
STOP PERDAGANGAN ORANG
E.
PELAPORAN
1. Korban didampingi petugas/
pendamping dapat laporkan kasusnya
secara langsung kepada Polri baik di
tempat korban berada maupun di
TKP.
2. Korban juga dapat memberikan
kuasa kepada keluarga/orang lain
(pekerja sosial) untuk melaporkan
kasus yang dialaminya.
3. Apabila korban adalah anak, laporan
dapat dilakukan oleh ortu/wali/
pengasuh atau anak yang
bersangkutan yang dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang‐undangan yang berlaku.
37
STOP PERDAGANGAN ORANG
F.
HAL–HAL
YANG
HARUS
DIPERSIAPKAN
DALAM
MENDAMPINGI
KORBAN
TPPO
1. Membawa surat tugas mendampingi
korban
2. Membawa identitas diri petugas
3. Memahami permasalahan korban
sebelumnya
4. Menyiapkan kondisi korban dalam
keadaan sehat jasmani dan rohani
5. Memfotocopy identitas korban seperti
KTP, Paspor apabila TKW, Surat
Keterangan lainnya
6. Copy kontrak kerja apabila ada
7. Tiket pesawat dan Boarding Pass
8. Kuitansi pembayaran terkait korban
9. Surat kuasa dari korban untuk menunjuk
petugas yang mendampingi korban
10. Slip pengiriman gaji melalui transaksi
elektronik
STOP PERDAGANGAN ORANG
G.
STRUKTUR
GUGUS
TUGAS
PENCEGAHAN
DAN
PENANGANAN
TPPO
Kecamatan/ Desa/Kelurahan
Satuan Tugas/ Komite Pendidikan Masyarkat Desa Struktur Organisasi Ket: Garis Koordinasi Garis Pengarahan Garis Komando Garis Pelayanan GUGUS TUGAS PRESIDEN Ketua : Menko Kesra Ketua Harian : Meneg PP A. Sub Gugus Tugas Pencegahan Dan Partisipasi Anak B. Sub Gugus Tugas Rehabilitasi Kesehatan C. Sub Gugus Tugas Rehabilitasi Sosial, Pemulangan Reintegrasi D. Sub Gugus Tugas Pengembang an Norma Hukum E. Sub Gugus Tugas Penegakan Hukum F. Sub Gugus Tugas Koordinasi dan Kerjasama Sekretariat Anggota Gubernur Gugus Tugas Prov Bupati/Walikota Gugus Tugas Kab/Kota 39
STOP PERDAGANGAN ORANG
LAMPIRAN
ALAMAT PUSAT LAYANAN
40
STOP PERDAGANGAN ORANG
DAFTAR ALAMAT
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA
NO KESATUAN ALAMAT NO TLP / FAX
1. RS Bhayangkara TK IV NAD
Jl. Tjut Nyak Dien No. 1 Lamteman Banda Aceh 0651‐41470 2. RS Bhayangkara TK II Medan Sumut Jl. K.H. Wahid Hasyim No. 1 Medan Sumut 061‐8220812 3. RS Bhayangkara TK II Tebing Tinggi Sumut Jl. Pahlawan No. 17 Tebing Tinggi Sumut
0621‐21103
4. RS Bhayangkara TK IV Padang Sumbar
Jl. Jati No. 1 Padang Sumbar
0751‐22270
5. RS Bhayangkara TK IV Pekan Baru‐ Riau
Jl. Kartini No. 14 Pekanbaru Riau
0761‐47691 0761‐839300
STOP PERDAGANGAN ORANG
NO KESATUAN ALAMAT NO TLP / FAX
6. RS Bhayangkara TK IV Dumai‐ Riau
Jl. Hang Tuah No. 1 Dumai Bengkalis Riau 0765‐36942 7. RS Bhayangkara TK IV Jambi Jl. R. Mataher No. 3 Jambi 0741‐23246 0741‐34409 8. RS Bhayangkara TK IV Bengkulu Jl. Veteran No. 2 Bengkulu 0736‐349050 0736‐341086 9. RS Bhayangkara TK IV Lampung Jl. Pramuka No. 88 Rajabasa Bandar Lampung 0721‐706402 10. RS Bhayangkara TK III Palembang Sumsel Jl. Jend. Sudirman Km. 4,5 Palembang 0711‐410023 11. RS Bhayangkara TK II Sartika Asih Bandung‐ Jabar
Jl. Moh. Toha No. 369 Bandung Jabar
022‐5229545
STOP PERDAGANGAN ORANG
NO KESATUAN ALAMAT NO TLP / FAX
12. RS Bhayangkara TK IV Bogor‐ Jabar
Jl. Kapten Muslihat No. 18 Bogor‐ Jabar
0251‐312886 0251‐3480987 13. RS Bhayangkara TK IV Indramayu‐Jabar Jl. Raya Pantura Km. 73‐75 Losarang Indramayu‐ Jabar 0234‐507877 14. RS Bhayangkara TK III Semarang‐ Jateng Jl. Majapahit No. 140 Semarang Jawa Tengah 024‐6716280 024‐6716281 024‐6716282 15. RS Bhayangkara TK IV Daerah Istimewa Yogyakarta Jl. Solo Km. 14,5 Kalasan, Sleman Yogyakarta 0274‐498278 16. RS Bhayangkara TK II Mertoyoso‐Jatim Jl. A. Yani No. 116 Surabaya‐ Jatim 031‐8296602 17. RS Bhayangkara TK III Kediri‐Jatim
Jl. KBP Duryat No. 17 Kediri Jatim 64112
0354‐671199 0354‐683830
STOP PERDAGANGAN ORANG
NO KESATUAN ALAMAT NO TLP / FAX
18. RS Bhayangkara TK IV Nganjuk‐Jatim
Jl. AR. Saleh No. 58 Nganjuk Jatim 64415 0358‐328872 19. RS Bhayangkara TK IV Tulung Agung‐ Jatim Jl. I Gusti Ngurah Rai No. 57 Tulung Agung Jatim
0355‐321203
20. RS Bhayangkara TK IV Lumajang‐Jatim
Jl. Kyai Ilyas No. 7 Lumajang, Jatim 0334‐881646 0334‐893771 21. RS Bhayangkara TK IV Bojonegoro‐ Jatim Jl. P. Sudirman No. 168‐169 Bojonegoro‐ Jatim 62113 0353‐888780 22. RS Bhayangkara TK IV Moh. Dahlan Surabaya‐Jatim Jl. Sriti No. 2 Surabaya Jatim 031‐3591043 031‐3551033 23. RS Bhayangkara TK IV Bondowoso‐ Jatim Jl. Jenderal S. Yudhodiharjo No. 12 Bondowoso 68212 0332‐421729 44
STOP PERDAGANGAN ORANG
NO KESATUAN ALAMAT NO TLP / FAX
24. RS Bhayangkara TK III Trijata Denpasar‐ Bali Jl. Trijata No. 32 Denpasar Bali 0361‐334670 25. RS Bhayangkara TK IV Pontianak‐Kalbar Jl. KS. Tubun No. 4 Pontianak Kalbar 0561‐736610 0561‐737010 26. RS Bhayangkara TK IV Banjarmasin‐ Kalsel Jl. A. Yani Km. 3,5 Banjarmasin Kalsel 70234 0511‐267255 27. RS Bhayangkara TK IV Palangkaraya‐ Kalteng Jl. A. Yani No. 42 Palangkaraya Kalteng 0536‐21520 0536‐30967 28. RS Bhayangkara TK IV Balikpapan‐ Kaltim Jl. Jend. Sudirman No. 14 Balikapapan Kaltim 0542‐421261 29. RS Bhayangkara TK II Mappaodang Makassar‐Sulsel Jl. Letjen Andi Mappaodang No. 63 Makassar Sulsel 0411‐872649 45
STOP PERDAGANGAN ORANG
NO KESATUAN ALAMAT NO TLP / FAX
30. RS Bhayangkara TK IV Kendari‐Sultra Jl. I. Wajong No. 7 Kendari Sultra 0401‐322255 31. RS Bhayangkara TK IV Palu‐Sulteng
Jl. AR. Hakim No. 7 Palu Sulteng 0451‐429714 32. RS Bhayangkara TK IV Manado‐Sulut Jl. Sam Ratulangi No. 326 Manado Sulut 95116 0431‐822952 33. RS Bhayangkara TK IV Mataram‐NTB Jl. Langko No. 64 Mataram NTB 0370‐629149 34. RS Bhayangkara TK IV Kupang‐NTT Jl. Nangka No. 84 Kupang 0380‐821273 35. RS Bhayangkara TK IV Ambon Jl. Sultan Hasanudin, Tantui Ambon 0911‐349450 36. RS Bhayangkara TK IV Papua‐Jayapura
Jl. Jeruk Nipis Furia, Kota Raja Jayapura
0967‐587787
STOP PERDAGANGAN ORANG
NO KESATUAN ALAMAT NO TLP / FAX
37. RS Bhayangkara TK IV Ternate‐Maluku Utara Jl. Benteng Gamalama Ternate Maluku Utara 38. RS Bhayangkara TK III Secapa Polri
Jl. Aminta Azmali No. 59 A Sukabumi 0266‐229207 39. RS Bhayangkara TK IV Akpol Semarang Jl. Sultan Agung Candi Baru Semarang‐ Jatim 024‐8502765 024‐8502766 40. RS Bhayangkara TK IV Selapa Polri
Jl. Ciputat Raya No. 40 Jakarta Selatan 021‐766087 41. RS hayangkara TK IV Brimob Kelapa Dua Cimanggis‐ Depok. Jl. Akses UI Kelapa Dua Cimanggis Depok 16951 021‐8710089 021‐8715159 021‐8710676 42. RS Bhayangkara TK IV Pusdik Gasum Sidoarjo‐Jatim.
Jl. Raya Porong No. Sidoarjo Jatim
0343‐852104 0343‐854258
STOP PERDAGANGAN ORANG
DAFTAR UNIT PELAYANAN PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA
NO MABES POLRI/WILAYAH UNIT PPA
1 Mabes Polri 1 2 NAD 8 3 SUMUT 10 4 SUMSEL 8 5 SUMBAR 5 6 LAMPUNG 10 7 BABEL 1 8 JAMBI 9 9 BENGKULU 6 10 RIAU 7 11 KEPRI 3 12 METRO JAYA 10 13 JABAR 18 48
STOP PERDAGANGAN ORANG 14 JATENG 41 15 JATIM 42 16 DIY 6 17 BANTEN 4 18 KALTIM 6 19 KALSEL 11 20 KALBAR 5 21 KALTENG 7 22 BALI 10 23 NTB 10 24 NTT 11 25 SULTENG 5 26 SULSEL 22 27 SULTRA 6 28 SULUT 7 29 MALUKU 2 49
STOP PERDAGANGAN ORANG 50 30 MALUT ‐ 31 GORONTALO 3 32 PAPUA 11