• Tidak ada hasil yang ditemukan

Basah Jurnal Akukultur. Volume 1. Nomor PENGANGKUTAN BENIH IKAN NILA (Tilapia nilotica) SISTEM TERTUTUP DENGAN KEPADATAN YANG BERBEDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Basah Jurnal Akukultur. Volume 1. Nomor PENGANGKUTAN BENIH IKAN NILA (Tilapia nilotica) SISTEM TERTUTUP DENGAN KEPADATAN YANG BERBEDA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

49

PENGANGKUTAN BENIH IKAN NILA (

Tilapia nilotica

) SISTEM

TERTUTUP DENGAN KEPADATAN YANG BERBEDA

Sugi Yannoor1), Agussyarif Hanafie2), Akhmad Murjani3)

1)yannoor_sugi@yahoo.com2)chevm1964@gmail.com3)murjani.tectona@ymail.com 1,2,3)Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Lambung Mangkurat

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan pengangkutan benih ikan nila dengan tingkat kepadatan yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, selama 2 jam masa pengangkutan dan 24 jam masa pemeliharaan dengan jumlah benih yang diangkut sebanyak 1.125 ekor hanya 3 ekor benih ikan yang mati. Pada perlakuan B tidak ada benih ikan yang mati, sedangkan pada pelakuan A terdapat benih ikan yang mati sebanyak 1 ekor, dan pada perlakuan C sebanyak 2 ekor. Rendahnya jumlah benih ikan yang mati selama masa pengangkutan dan pemeliharaan, karena luas ruang angkut dan jumlah oksigen yang diberikan masih mencukupi untuk hidup benih ikan nila. Hal ini ditunjukkan dari hasil pengukuran dan analisa kualitas air yang masih memenuhi

syarat hidup ikan yang diangkut, yakni suhu berkisar antara 29-30oC, pH antara

6,39-6,62, DO antara 5,4-6,1 mg/L, dan amoniak antara 0,01-2,1 mg/L.Hasil uji statistik menunjukkan tidak berbeda nyata terhadap ketiga perlakuan yang diberikan, sehingga

dari hipotesis yang dibuat terima Ho dan tolak H1. Rekomendasi untuk keperluan

pengangkutan benih ikan nila ukuran antara 1-5 cm, sebaiknya dilakukan dengan padat angkut 150 ekor/2 liter air dengan perbandingan oksigen 1:1 selama 2 jam.

Kata kunci: nila, pengangkutan, kepadatan, dan kualitas air.

ABSTRACT

The purpose of this research was to find out the success rate of tilapia fry transport with different density levels. The result of the research showed that upon the two hours in time transport and 24 hours in nurture period with 1.125 fry that were transported, only 3 fry were died. There was no dead fry on the B treatment, whereas one died on the A treatment, and two died on the C treatment. The low number of dead fry in time transport and nurture period because the space transport and the number of oxygen that were given still sufficed for tilapia fry’s life. These were indicated from the measurement result and water quality analysis which still qualified as the life requirement for fish transport, that was the temperature ranged between 29-30oC, pH between 6,39-6,62, DO between 5,4-6,1 mg/L, and ammonia between 0,01-2,1 mg/L. Statistical test results showed there was no real difference to the treatments. Accordingly, the null hypothesis was accepted and the alternative hypothesis was rejected. The result of the research suggested that the size requirement for tilapia fry transport is 1-5 cm, and it should be conducted with the density for fry is 150/2 liter for the water with comparison of the oxygen 1:1 for 2 hours.

1.

PENDAHULUAN

Kegiatan budidaya ikan nila (Tilapia nilotica) semakin diminati oleh pembudidaya ikan air tawar sehingga

memberikan kontribusi produksi

komoditas utama perikanan budidaya air

tawar terbanyak. PPL-LIPI (2013) menyebutkan bahwa kontribusi produksi nila di Indonesia pada tahun 2012 sebesar 37% atau mencapai 684.400 ton. Jumlah kontribusi produksi ikan nila lebih banyak dibandingkan komoditas

(2)

50

utama lainnya seperti lele (Clarias sp.)

sebesar 22% (407.700 ton), ikan mas (Cyprinus carpio) 20% (375.200 ton),

patin (Pangasius sp.) sebesar 16%

(300.300 ton), dan gurame

(Osphronemus gouramy) 3,78% (69.500 ton). Hal inilah yang menjadi salah satu

penyebab semakin meningkatnya

permintaan benih nila sehingga

penyediaan benih ikan harus dilakukan secara terus menerus.

Salah satu tahapan dalam pe-nyediaan benih adalah kegiatan trans-portasi benih, terutama jika lokasi budidaya berjauhan dengan panti benih. Kegiatan transportasi benih umumnya dilakukan dengan kepadatan yang tinggi untuk menghemat biaya. Namun dalam aplikasinya, kepadatan ikan yang tinggi mengakibatkan benih ikan menjadi stres dan lebih rentan mengalami kematian. Hal tersebut dikarenakan kepadatan yang tinggi menyebabkan aktivitas

metabolisme ikan meningkat dan

konsumsi oksigen menjadi tinggi

sehingga oksigen terlarut menurun. Penanganan transportasi benih ikan menjadi sangat penting terhadap keberhasilan pembesaran. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan transportasi berkaitan dengan kualitas air terutama terhadap parameter oksigen terlarut (DO), suhu, amoniak, dan pH. Selain itu faktor luar seperti guncangan dan lama transportasi. Dengan demikian perlu dipelajari mengenai metode penanganan selama pengangkutan benih ikan nila.

Salah satu faktor penentu keber-hasilan pengangkutan benih ikan nila (Tilapia nilotica) adalah padat angkut,

karena terkait dengan ruang dan

konsumsi oksigen terlarut selama

pengangkutan.Belum ada informasi

mengenai tingkat kepadatan optimal untuk pengangkutan benih ikan nila ukuran tersebut untuk lama pengangkut-an sekitar 2 jam.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan

pengangkutan benih ikan nila (Tilapia

nilotica) dengan tingkat kepadatan yang berbeda. Manfaat hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

tingkat kepadatan optimal dalam

pengangkutan benih ikan nila yang akan ditebar dan dibesarkan dalam tempat pemeliharaan.

2.

METODE PENELITIAN

Rancangan percobaan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah

Rancangan Acak Lengkap (RAL)

dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Adapun perlakuan penelitian sebagai berikut:

Perlakuan A = 100 ekor benih ikan nila per kantong.

Perlakuan B = 125 ekor benih ikan nila per kantong.

Perlakuan C = 150 ekor benih ikan nila per kantong.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H0:Padat pengangkutan benih ikan nila

berpengaruh nyata terhadap mortalitas.

H1:Padat pengangkutan benih ikan nila

tidak berpengaruh nyata terhadap

mortalitas.

Selanjutnya dilakukan analisis sidik ragam untuk menguji hipotesis

tersebut. Jika hasil pengujian

menunjukkan berpengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut Duncan untuk mengetahui perlakuan yang mana yang memberikan pengaruh nyata terhadap mortalitas.

Persiapan wadah pada penelitian ini berupa wadah pengangkutan berupa kantong plastik dan wadah pemeliharaan yang berupa akuarium sebagai media pemeliharaan benih ikan nila setelah

pengangkutan. Persiapan wadah

penelitian dilakukan berupa

pembersihan akuarium, pengisian air setinggi 20 cm serta pemberian aerasi pada setiap akuarium yang bertujuan untuk meningkatkan kadar oksigen pada

wadah pemeliharaan.Pemberokan

dilakukan didalam baskom selama 24 jam bertujuan untuk mengurangi tingkat stres pada saat pengangkutan benih ikan nila tersebut.

Packing benih ikan nila

menggunakan kantong plastik dengan volume 2 liter air kemudian benih ikan

(3)

51

plastik dengan jumlah sesuai perlakuan, setelah itu pemberian oksigen kedalam kantong plastik sebanyak 2/3 bagian dari volume kantong plastik.Setelah itu

diikatdengan menggunakan karet

gelang.Pengangkutan dilakukan selama 2 jam menggunakan transportasi darat (mobil).

Setelah benih ikan nila tiba di tempat, selanjutnya benih ditebar di wadah pemeliharaan. Sebelum benih

ikan nila ditebar terlebih dahulu

dilakukan aklimatisasi.Pengamatan

dilakukan sebelum dan setelah proses pengangkutan, dan selama 24 jam masa pemeliharaan. Parameter yang diamati meliputi: mortalitas dan survival rate, kandungan oksigen terlarut, kandungan amoniak, pH, dan suhu.

Dalam penelitian ini mortalitas dihitung sejak masa pengangkutan dan saat penebaran benih ikan nila sampai akhir pemeliharaan. Rumus mortalitas adalah sebagai berikut (Effendie 1997): Keterangan :

No=Jumlah ikan pada awal pemeli- haraan.

Nt=Jumlah ikan pada akhir pemeli- Haraan.

3.

HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Mortalitas

Data mutlak hasil pengamatan mortalitas benih ikan nila selama pengangkutan dan pemeliharaan untuk penyesuaian/aklimatisasi menunjukkan bahwa hanya ada 3 ekor benih ikan nila

yang mati, yakni 2 ekor saat

pengangkutan dan 1 ekor saat

pemeliharaan 24 jam. Selengkapnya data jumlah benih ikan nila selama masa penelitian disajikan padaTabel 1.

Tabel 1. Jumlah Benih Ikan Nila Sebelum dan Setelah

Pengangkutan serta Setelah Pemeliharaan

P e r . Jumlah Sebelum Pengangkutan (ekor) Jumlah Setelah Pengangkutan (ekor) Jumlah Benih Ikan pada Saat Pengangkutan dan Setelah Pemeliharaan (ekor) 06.30 WITA 08.30 WITA 08.30-14.30 WITA 14.30-20.30 WITA 20.30-02.30 WITA 02.30-08.30 WITA A 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 A 2 1 0 0 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 A 3 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 B 1 1 2 5 1 2 5 1 2 5 1 2 5 1 2 5 1 2 5 B 2 1 2 5 1 2 5 1 2 5 1 2 5 1 2 5 1 2 5 B 3 1 2 5 1 2 5 1 2 5 1 2 5 1 2 5 1 2 5 C 1 1 5 0 1 5 0 1 5 0 1 5 0 1 4 9 1 4 9 C 2 1 5 0 1 5 0 1 5 0 1 5 0 1 5 0 1 5 0 C 3 1 5 0 1 4 9 1 4 9 1 4 9 1 4 9 1 4 9

Pada perlakuan B (padat angkut 125 ekor/2 liter air) tidak ditemukan benih ikan nila yang mati (mortalitas 0%), baik selama maupun sesudah pengangkutan dan selalah aklimatisasi. Sedangkan pada perlakuan A dengan padat angkut 100 ekor/2 liter air) terdapat 1 ekor benih ikan nila yang mati, yakni setelah pengangkutan pada perlakuan A2 (mortalitas 1%) dan pada perlakuan C3 (padat angkut 150 ekor/2 liter air) selama pengangkutan ditemu-kan benih iditemu-kan nila yang mati sebanyak 1 ekor dan selama aklimatisasi pada

perlakuan C1 sebanyak 1 ekor,

sehinggamortalitasnya adalah 1,6 %. Tingginya tingkat mortalitas yang dihasilkan pada perlakuan C dibanding-kan dengan perlakuan lainnya diduga berhubungan dengan padat angkut yang lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan A dan B, sehingga konsumsi oksigen menjadi lebih banyak pula. Hal terbukti dari hasil analisa oksigen terlarut (DO) pada akhir masa penelitian yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Proses pengangkutan memberikan pengaruh terhadap mor-talitas benih ikan nila pada perlakuan A2 dan C3. Hasil pengamatan pada masa pemeliharaan juga menunjukkan bahwa dalam waktu 18 jam pemeliharaan terjadi kematian sebanyak 1 ekor pada perlakuan C1.

Menurut Gomez et al. (2003)

yang membuktikan bahwa kepadatan

benih ikan bawal (Collosoma

macropo-mum) sebesar 78 kg/m3 atau setara

dengan 156 gram dalam 2 liter tidak menyebabkan kematian pada benih karena tekanan lingkungan yang sangat rendah.

Kepadatan yang tinggi menyebab-kan kematian yang tinggi lebih utama disebabkan oleh konsumsi oksigen. Semakin tinggi padat angkut membuat konsumsi oksigen yang semakin besar sehingga ketersediaan oksigen dalam sistem tertutup semakin rendah (Gomes et al. 2003). Hal senada jugadinyatakan

(4)

52

oleh Basham et al. (1982) bahwa

penyebab utama kematian berhubungan dengan perlakuan setelah transportasi. 3.2 Kualitas Air

3.2.1. Oksigen Terlarut

Parameter oksigen terlarut

(Dissolved oxygen) diamati pada saat sebelum proses pengangkutan, setelah proses pengangkutan, dan setelah 24 jam pemeliharaan (lihat Tabel 2).

Tabel 2. Konsentrasi Oksigen Terlarut Hasil Pengamatan

Perlakuan Sebelum pengangkutan Setelah pengangkutan Setelah pemeliharaan

A

6 , 1 6

,

1 5

,

9

B

6 , 1 6

,

1 5

,

8

C

6 , 1 6

,

1 5

,

4

Kandungan oksigen terlarut

sebelum dan setelah pengangkutan menunjukkan hasil yang sama yaitu sebesar 6,1 mg/l. Hal ini membuktikan

bahwa transportasi dengan sistem

tertutup dengan kepadatan 100 – 150

ekor dalam dua liter tidak

mempengaruhi kandungan oksigen

selama kurun waktu 2 jam karena dalam jangka waktu tersebut proses difusi dan

turbulensi oksigen masih dapat

berlangsung dalam sistem tertutup. Kandungan oksigen dipengaruhi oleh suhu, turbulensi, aktivitas fotosintesis, dan respirasi (Effendi 2003). Sementara itu kandungan oksigen terlarut menurun setelah 24 jam masa pemeliharaan dengan kandungan tertinggi hingga terendah berturut-turut yaitu perlakuan A (5,9 mg/l), perlakuan B (5,8 mg/l), dan perlakuan C (5,4 mg/l). Effendie (2003) menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut dalam air berfluktuasi

secara harian dengan kandungan

terendah terjadi pada pagi hari. Proses aerasi dalam penelitian ini menyebabkan kandungan oksigen masih berkisar >5 mg/l sehingga masih dapat ditoleransi oleh benih. Hal ini sejalan dengan

pernyataan Effendi (2003) bahwa

kandungan oksigen terlarut yang masih dapat diroleransi oleh biota perairan adalah >5 mg/l

3.2.2. Konsentrasi Amoniak (NH3)

Parameter amoniak (NH3)

diamati pada saat sebelum proses

pengangkutan, setelah proses

pengangkutan, dan setelah 24 jam pemeliharaan (Gambar 1).

Gambar 1. Grafik kandungan amoniak

pada perlakuan A ( ), B

( ) dan C ( )

Kandungan amoniak secara

keseluruhan mengalami fluktuatif pada setiap perlakuan. Kandungan amoniak perlakuan A mengalami penurunan pada saat setelah pengangkutan (<0,01 mg/l) dan mengalami peningkatan setelah 24

masa pemeliharaan (0,96 mg/l).

Kandungan amoniak perlakuan B

mengalami peningkatan saat setelah pengangkutan (1,9 mg/l) dan mengalami

penurunan setelah 24 jam masa

pemeliharaan (1,24 mg/l). Kandungan amoniak pada perlakuan C mengalami peningkatan saat setelah pengangkutan (2,1 mg/l) dan mengalami penurunan yang sangat signifikan setelah 24 jam

masa pemeliharaan (<0,01

mg/l).Amoniak dalam sistem tertutup ini bersumber dari feses biota akuatik yang

merupakan hasil dari proses

metabolisme. Amoniak berasal dari pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dari feses. Amoniak yang terukur dalam penelitian ini merupakan

amoniak bebas yang tidak dapat

terionisasi. Pada pH kurang dari 7, amoniak akan terionisasi. Namun, jika pH lebih dari 7 maka akan semakin banyak amoniak yang tidak terionisasi. Amoniak yang tidak terionisasi ini bersifat toksik terhadap biota perairan (Effendi 2003). pH dan suhu air

0,18 0,01 0,96 0,18 1,9 1,24 0,18 2,1 0,01 0 0,5 1 1,5 2 2,5 Sebelum pengangkutan Setelah pengangkutan Setelah pemeliharaan K an dun ga n a m o n ia k (m g/l )

(5)

53

berpengaruh terhadap toksisitas amoniak (Boyd, 1982).

3.2.3.Kadar pH

Parameter pH diamati pada saat sebelum proses pengangkutan, setelah proses pengangkutan, dan setelah 24 jam pemeliharaan (lihat Tabel 3).

Tabel 3. Kadar pH Hasil Pengamatan

Perlakua n Sebelum pengangkutan Setelah pengangkutan Setelah pemeliharaan

A 6 , 6 2 6 , 4 0 6 , 4 4

B 6 , 6 2 6 , 3 9 6 , 4 0

C 6 , 6 2 6 , 4 2 6 , 5 0

Kadar pH pada setiap perlakuan

setelah pengangkutan mengalami

penurunan. Hal ini dapat disebabkan oleh peningkatan kandungan karbon-dioksida dalam air. Kadar pH air di-pengaruhi oleh kandungan karbondiok-sida. Jika karbondioksida masuk ke dalam air maka akan membentuk asam

karbonat (H2CO3). Selanjutnya asam

karbonat dalam air terurai menjadi ion

H+ dan ion bikarbonat (HCO

3-) sehingga

pH dalam air menurun (Effendi 2003). Sementara itu, pH air mengalami sedikit peningkatanmeskipun tidak signifikan setelah 24 jam masa pemeliharaan.

3.2.4. Suhu

Parameter suhu diamati pada saat sebelum proses pengangkutan, setelah proses pengangkutan, dan setelah 24 jam pemeliharaan (lihat Tabel 4). Tabel 4. Suhu Hasil Pengamatan

Perlakuan Sebelum pengangkutan Setelah pengangkutan Setelah pemeliharaan

A 2 9 3 0 2 9

B 2 9 3 0 2 9

C 2 9 3 0 2 9

Hasil pengamatan suhu menun-jukkan bahwa kenaikan suhu terjadi

setelah proses pengangkutan dan

kembali mengalami penurunan setelah 24 jam masa pemeliharaan.Kenaikan suhu dalam sistem transportasi tertutup sangat sering terjadi. Peningkatan suhu dapat meningkatkan laju metabolisme organisme perairan. Kenaikan suhu

sebesar 1°C dapat meningkatkan

konsumsi oksigen sebesar 10% (Effendi 2003).

4.

KESIMPULAN

Selama masa pengangkutan dan pemeliharaan benih ikan nila, hanya 3 ekor yang mati. Pada perlakuan B tidak ada benih ikan yang mati (mortalitas 0%), sedangkan pada pelakuan A terdapat benih ikan yang mati sebanyak 1 ekor (1%), dan pada perlakuan C sebanyak 2 ekor (1,6%).

Rendahnya jumlah benih ikan yang mati selama masa pengangkutan dan pemeliharaan, karena luas ruang angkut dan jumlah oksigen yang diberikan masih mencukupi untuk hidup benih ikan nila. Hal ini ditunjukkan dari hasil pengukuran dan analisa kualitas air yang masih memenuhi syarat hidup ikan yang diangkut, yakni suhu berkisar

antara 29-30oC, pH antara 6,39-6,62,

DO antara 5,4-6,1 mg/L, dan amoniak antara 0,01-2,1 mg/L.

Hasil uji statistik menunjukkan tidak berbeda nyata terhadap ketiga perlakuan yang diberikan, sehingga dari

hipotesis yang dibuat terima Ho dan

tolak H1.

Untuk keperluan transportasi

benih ikan nila sebaiknya digunakan padat angkut sebanyak 150 ekor benih dengan ukuran 1-5 cm sistem tertutup.

5.

REFERENSI

Afrianto E, Liviawaty E. 1994.

Peng-endalian Hama dan Penyakit

Ikan.Yogyakarta (ID):Kanisius.89

p.

Anonim. 1977. Prospek Pengembangan

Sumber-sumber Perikanan dan Arah Pengaturannya. Jakarta (ID): Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perikanan. 8 p.

Anonim. 1980. Pedoman Pembenihan

Udang Peneid. Jepara (ID): Balai Budidaya Air Payau. 139 p.

Anonim. 2008. Ikan Betok. [diunduh 2016 Nov 2]. Tersedia pada: http//wiki.verkata.com/id/wiki/beto k.

Basham LR, Delarm MR, Athearn JB,

Pettit SW. 1982. Fish

(6)

54

Annual Report-FY 1981 Transport Operations on The Snake and Columbia Rivers. Maryland (US): NOAA. 58 p.

Boyd CE. 1982. Water quality

management for pond fish culture. Amsterdam (NL): Elsevier Science Publishers.

Cholik, Fuad, Artati dan Arifudin

Rahmat. 1986. Pengelolaan

Kualitas Air Kolam Ikan. Jakarta

(ID): Pusat Penelitian dan

Pengembangan Perikanan.

Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air.

Jakarta (ID): Kanisius.

Effendie M I. 1997. Biologi Ikan.

Jakarta (ID): Yayasan Pustaka Nusantara. 164 p.

Gomes LC, Araujo-Lima CARM,

Roubach R, Chippari-Gomes AR, Lopes NP, Urbinati EC. 2003. Effect of fish density during

transportation on stress and

mortality of benih tambaqui

Colossoma macropomum. Journal

of World Aquaculture Society. 34(1):76-84.

Gomez, KA. and Gomez AA. 1983. Statistical Procedure For Agriculture Research.Manila (P): An International Rice Research Intsute Los Banos. 680 p.

HanafiahKA. 1993. Rancangan

Percobaan Teori dan Aplikasi.

Palembang (ID): Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. 238 p.

Hartono R. 1978. Teknologi Hasil

Perikanan. Bogor (ID):

Departemen Pertanian Badan

Pendidikan Latihan dan Penyuluhan Petanian SUPM Negeri Budaya. 137 p.

IriadentaE. 2002. Ekologi Rawa.

Banjarbaru (ID): Universitas

Lambung Mangkurat. 70 p.

[LIPI] Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia. 2013. Statistik Menakar

Target Ikan Air Tawar Tahun 2013. Jakarta (ID): LIPI.

Saanin H. 1986. Taksonomi dan Kunci

Identifikasi Ikan. Bogor (ID): Bina Cipta. 520 p.

Soesono. 1981. Dasar-dasar Perikanan

Umum. Jakarta (ID): Yasaguna. 155

p.

Trewavas E. 1983. Tilapiine fishes of the

genera Sarotherodon, Oreochromis and Danakilia. London (UK). 583 p.

Wardoyo STH. 1975. Pengelolaan

Kualitas Air. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Zonneveid NH, Husman EA, Boon JH.

1991. Prinsip Budidaya Ikan.

Jakarta (ID): GramediaPustaka Utama. 38 p.

Referensi

Dokumen terkait

Mengkaji penggunaan kurikulum, sistem peperiksaan, kemudahan pengajaran, pengajaran, dan pembelajaran program akademik diploma kejuruteraan elektrik politeknik yang ditawarkan

Santri Story adalah game petualangan yang menarik dan menyenangkan serta cocok untuk pembelajaran pengenalan huruf hijaiyah dibuktikan dengan hasil survei kepada responden yang

Di dalam analisis stabilitas menara ini dihadapi kesulitan dalam mencoba-coba lebar fondasi sampai memenuhi kriteria desain. Rongga-rongga yang terdapat di dalam menara

Gambar di atas menjelaskan bahwa pada kondisi normal tubuh kita memiliki jumlah sel darah merah yang cukup, namun jika sel darah merah tersebut berkurang (rendah) maka

- Dulara bulan April 1967 Ketua II dan Sekretaris Djendral telah me- ngadakan pertemuan dengan Pimpinan Rumah Sakit Prolong Merah Indo­ nesia Bogor, .Taj as:.n Pembina Rumah

Berdasarkan hasil dari penelitian, maka penulis mengambil kesimpulan tentang pengaruh lingkungan kerja terhadap tingkat produktivitas kerja karyawan pada PT

Perkawinan sejenis secara jelas bertentangan dengan tujuan syari‟ yang ke empat, yaitu menjaga keturunan (ḥifẓ al-nasab), maka perilaku seksualitas dengan sesama jenis

Pada tahapannya proses empati menunjukkan jika seseorang mampu merasakan bagaimana ia berada dalam posisi sebagai korban, akan menghambat atau menahan dirinya untuk