• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA DI SMA NEGERI 1 KUPANG TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU BULLYING PADA SISWA DI SMA NEGERI 1 KUPANG TIMUR"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN KECENDERUNGAN

PERILAKU BULLYING PADA SISWA DI SMA NEGERI 1

KUPANG TIMUR

OLEH

AGUSTYANA MURNIARY PANIE 802011027

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN KECENDERUNGAN

PERILAKU BULLYING PADA SISWA DI SMA NEGERI 1

KUPANG TIMUR

Agustyana Murniary Panie Heru Astikasari S. Murti

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(8)

i

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan antara empati dengan kecenderungan perilaku bullying pada siswa di SMA Negeri Kupang Timur. Responden dalam penelitian ini berjumlah 258 orang. Variabel bullying diukur dengan bullying subscale dari Olweus Bullying Questionnaire yang dibuat oleh Olweus. Skala ini terdiri dari 15 item. Variabel empati diukur dengan Empathy scale oleh Mark Davis yang terdiri dari 28 item. Data dianalisis dengan menggunakan teknik analisis rank spearman’s rho. Koefisien korelasi yang diperoleh sebesar –0,010 dengan nilai signifikansi 0,436 (p>0,05) sehingga kesimpulan yang diambil dari penelitian adalah tidak ada hubungan antara empati dengan kecenderungan perilaku bullying pada siswa di SMAN 1 Kupang Timur.

(9)

ii ABSTRACT

This study aims to determine how the correlation between empathy with the tendency of bullying behavior in students at SMAN 1 East Kupang. Respondents in this study amounted to 258 people. Variables measured by bullying is bullying subscale of the Olweus Bullying Questionnaire created by Olweus. This scale consists of 15 items. Empathy variables measured by Empathy Scale by Mark Davis consisting of 28 items. Data were analyzed using analysis techniques Spearman's rho rank. The correlation coefficient obtained at -0.010 with a significance value of 0.436. This suggests that there was no a correlation between empathy and tendencies of bullying behavioral on students at SMAN 1 East Kupang.

(10)

1

PENDAHULUAN

Undang–undang nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat (1) menegaskan bahwa, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Siswati dan Widayanti (2009) menyebutkan untuk mencapai tujuan ini maka diperlukan kondisi belajar yang kondusif dan jauh dari kekerasan namun fakta yang terjadi dalam lapangan menggambarkan keadaan dimana adanya berbagai perilaku agresif entah dari guru ataupun diantara siswa itu sendiri. Salah satu bentuk perilaku agresif yang terjadi di sekolah adalah perilaku bullying. Karakteristik dari bullying, sering diulang, dan bahwa bully atau pengganggu memiliki akses lebih besar ke kekuasaan daripada korban mereka (Olweus,1993)

Juwita (dalam Surat kabar harian, 2008) memaparkan hasil penelitiannya mengenai gambaran bullying di sekolah bahwa Yogyakarta memiliki kasus bullying tertinggi untuk tingkat SMP dan SMA dengan persentase 70,65 persen dibandingkan dengan kota–kota besar seperti Jakarta dan Surabaya. Menurut Haryana (Surat kabar harian, 2008) Bullying tidak hanya dapat berakibat langsung pada anak, namun berakibat jangka panjang terhadap psikologis anak.

Ditch The label, salah satu organisasi anti-bullying di Inggris yang melakukan survey kepada lebih dari 3.600 orang dengan usia 13-18 tahun melaporkan bahwa 45% dari orang-orang muda mengalami intimidasi sebelum usia 18 tahun. 26% dari mereka terintimidasi telah mengalami intimidasi setiap hari. 30% telah menyakiti diri akibat bullying. 10% telah berusaha untuk bunuh diri sebagai akibat dari bullying. 83%

(11)

2

mengatakan intimidasi memiliki dampak negatif pada harga diri mereka. 56% mengatakan intimidasi mempengaruhi studi mereka. Secara keseluruhan disampaikan bahwa 45% partisipan telah mengalami bullying (dalam The Annual Bullying Survey. 2014)

Prosentase ini perlu diperhatikan sebab bullying memberi dampak negatif bagi korbannya tetapi juga kepada mereka yang melakukan bullying dan melihat perilaku tersebut. Seperti yang diuraikan Priyatna (2010) dampak bagi mereka yang melakukan bullying diantaranya sering terlibat dalam perkelahian, resiko mengalami cedera akibat perkelahian, dan lain-lain. Dampak bagi mereka yang menjadi korban adalah mereka dapat mengalami kecemasan, merasa kesepian, rendah diri, tingkat kompetensi sosial yang rendah, depresi, simtom psikosomatik, penarikan sosial, keluhan pada kesehatan fisik, minggat dari rumah, penggunaan alkohol dan obat-obat terlarang, penurunan performansi akademik dan bunuh diri sedangkan bagi mereka yang biasa menyaksikan bullying pada kawan–kawannya menjadi penakut dan rapuh, sering mengalami kecemasan, dan memiliki rasa keamanan diri yang rendah.

Garrett (2003), menyebutkan 4 faktor yang dapat mempengaruhi bullying yaitu faktor keluarga, sekolah, komunitas dan kepribadian. Dalam faktor kepribadian ini salah satu yang mempengaruhi kecenderungan seseorang untuk melakukan perilaku bullying adalah kurangnya empati terhadap orang lain. salah satu karakteristik yang paling lazim dari mereka yang membully (bullies) adalah mereka cenderung untuk memiliki sedikit empati untuk masalah orang lain (Sanders & Phye, 2004). Empati sendiri merupakan upaya seseorang untuk memahami pengalaman positif atau negatif orang lain yang didalamnya terdiri atas dua komponen yaitu afektif dan kognitif (Taufik, 2012).

(12)

3

Penelitian yang dilakukan oleh Jolliffe dan Farrington (2006) terhadap remaja berusia 15 tahun, mengenai hubungan antara rendahnya empati dengan bullying, menunjukkan adanya keterkaitan antara rendahnya empati dengan frekuensi yang sering terhadap perilaku bullying yang berarti bahwa partisipan yang memiliki empati yang rendah merupakan orang yang sering melakukan perilaku bullying. Penelitian yang dilakukan Munoz (2010) terhadap anak–anak berusia 11-12 tahun juga menunjukkan bahwa anak-anak dengan perasaan emosional yang tinggi memiliki empati afektif terendah dan tertinggi untuk melakukan bullying secara langsung.

Hasil penelitian Caravita dan Blasio (2008), menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dimana empati afektif dan kognitif memiliki beberapa efek utama yang signifikan terhadap keterlibatan dalam bullying. Mengacu pada empati kognitif sebagai perbedaan antara mengetahui 'bagaimana' dan 'mengapa' dari perasaan orang lain, komponen afektif adalah ikut merasakan 'perasaan' emosi orang lain. Penelitian terhadap anak berusia 13 tahun yang dilakukan oleh Gini, dkk (2007) mengungkapkan bahwa pelaku bullying mungkin dapat berkurang, oleh karena seseorang memiliki keterampilan empatik atau, dengan kata lain, memiliki kemampuan untuk menghargai konsekuensi dari emosional perilaku mereka pada perasaan orang lain atau berempati dengan perasaan orang lain (Arsenio and Lemerise, 2001; Eisenberg and Fabes, 1998). Rendahnya tingkat respon empatik dikaitkan dengan adanya keterlibatan siswa dalam intimidasi orang lain. Sebaliknya, empati positif dikaitkan dengan aktif membantu teman sekolah yang menjadi korban.

Komponen yang berbeda dari empati memiliki derajat yang berbeda dari pengaruh dalam bentuk langsung dan tidak langsung dari perilaku kekerasan seperti yang diungkapkan dalam penelitian yang dilakukan Arta, dkk (2013). Mereka

(13)

4

memaparkan bahwa empati memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pengurangan berbagai bentuk kekerasan. Sebagian besar penelitian menunjukkan pentingnya komponen afektif dari empati dibandingkan dengan komponen kognitif.

Fenomena bullying yang terjadi di sekolah menengah kota Kupang merupakan fenomena yang dianggap sebagai perilaku yang “biasa” atau “tradisi” oleh guru maupun siswa yang terbawa saat masa orientasi siswa. Wakil Kepala Sekolah mengungkapkan bahwa penanganan terhadap siswa yang melakukan bullying hanya diberikan kepada mereka yang menjadi penganggu. Korban tidak dijamin untuk “bebas” dari penganggu namun besar kemungkinan untuk diganggu lagi entah dari penganggu sebelumnya atau yang baru. Hal ini juga diakui oleh beberapa siswa bahwa perilaku bullying dianggap biasa dan sering dilakukan saat guru berada di kelas maupun tidak. (Wawancara pribadi, Agustus 2014).

Penelitian ini berbeda dengan penelitian–penelitian sebelumnya karena, lebih fokus pada sekolah menengah yang pelajarnya berusia 16–8 tahun dan adanya perbedaan budaya dengan penelitian sebelumnya dimana penelitian-penelitian sebelumnya dilakukan dalam budaya barat. Perlu diketahui bahwa SMA 1 Kupang Timur merupakan salah satu sekolah di Kabupaten Kupang dengan kehidupan nilai dan budaya timur yang kuat. Kedisiplinan yang diajarkan berdampingan dengan kekerasan dianggap biasa, mereka lebih ekpresif untuk mengungkapkan perasaan namun memiliki gengsi yang tinggi apalagi ketika merasa harga diri mereka dijatuhkan. SMA ini berada di jalan jurusan Oekabiti yang merupakan salah satu daerah bekas pengungsian (perang Timor Leste) yang dapat menjadi pengaruh bagaimana pelajar di tempat ini dalam proses berempati seperti yang diungkapkan oleh Davis dalam Taufik (2012). Salah satu hasil untuk setidaknya beberapa anak-anak yang membully adalah bahwa mereka tidak

(14)

5

memiliki empati terhadap orang lain, mungkin karena mereka harus belajar untuk menjauhkan diri dari perasaan sensitif sakit dan terluka bertahan secara emosional dalam keluarga mereka (Sanders & Phye, 2004).

Memperhatikan fenomena bullying yang terus berkembang di tempat ini maka peneliti merasa perlu melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara empati dengan kecenderungan perilaku bullying pada siswa di SMAN 1 Kupang Timur?

TINJAUAN PUSTAKA

Bullying didefinisikan sebagai penggunaan kekuatan atau status oleh sesorang untuk melukai, mengancam, atau mempermalukan orang lain. Bullying dapat bersifat fisik, verbal, atau sosial. Tidak dikatakan bullying apabila dua siswa/i berdebat atau bertengkar dengan kekuatan yang sama (Olweus and Limber’s work. 2000). Menurut Olweus & Solberg (2003) tiga elemen utama dari definisi bullying adalah niat untuk menyakiti korban, sifat berulang, dan ketidakseimbangan kekuasaan antara korban dan pelaku.

Bullying di defenisikan dalam berbagai literatur sebagai perilaku berulang (termasuk perilaku verbal dan fisik) yang terjadi dari waktu ke waktu dalam hubungan yang ditandai dengan ketidakseimbangan kekuatan dan kekuasaan. Sebagian bullying telah dilihat sebagai agresi proaktif karena mengganggu dengan mencari target mereka, dengan sedikit provokasi dan dilakukan untuk waktu yang lama (Espelage dan Holt, 2007).

Solberg & Olweus (2003) menyatakan bahwa perilaku bullying terbagi atas : a. Verbal Bullying, Perilaku ini ditunjukkan dengan mengatakan sesuatu untuk

(15)

6

dengan menyebutkan atau menyapa dengan nama yang menyakiti hati seseorang, menceritakan kebohongan atau menyebarkan rumor yang keliru tentang seseorang.

b. Indirect, Perilaku ini ditunjukkan dengan adanya penolakan terhadap seseorang atau dengan mengeluarkan seseorang dari kelompok pertemanan atau meninggalkannya dari berbagai hal secara sengaja atau mengirim catatan dan mencoba membuat siswa yang lain tidak menyukai orang tersebut.

c. Physical, perilaku ini ditunjukkan dengan menendang , memukul, mendorong, mempermainkan, atau meneror dan melakukan hal-hal yang bertujuan menyakiti.

Garrett (2003) menyebutkan faktor–faktor yang dapat mempengaruhi munculnya perilaku bullying adalah faktor keluarga, faktor sekolah, faktor komunitas

atau lingkungan masyarakat dan faktor kepribadian yang didalamnya termasuk kurangnya empati. Empati sendiri merupakan respon afektif dan kognitif yang kompleks pada distress emosional orang lain. Empati termasuk dalam kemampuan untuk merasakan keadaan emosional orang lain, merasa simpati dan mencoba menyelesaikan masalah serta, mengambil perspektif orang lain (Davis dalam Andreansyah, 2012)

Para teoritikus kontemporer (dalam Taufik 2012) menyatakan bahwa empati terdiri atas dua komponen, kognitif dan afektif. Komponen kognitif sebagai perbedaan antara mengetahui 'bagaimana' dan 'mengapa' dari perasaan orang lain. Komponen emosional empati ditandai dengan respon emosi yang sama atau serupa dalam kaitannya dengan pengalaman emosional yang lain. Secara khusus, komponen ini mencerminkan

(16)

7

keselarasan perasaan individu dengan perasaan orang lain atau dengan kata lain empati afektif adalah 'perasaan' dari emosi orang lain (dalam Munož dkk, 2010).

Davis (dalam Nashori, 2008) menjelaskan empat aspek empati antara lain, yaitu: a. Perspective taking, yaitu kecenderungan seseorang untuk mengambil sudut

pandang orang lain secara spontan.

b. Fantasy, yaitu kemampuan seseorang untuk mengubah diri mereka secara imajinatif dalam mengalami perasaan dan tindakan dari karakter khayal dalam buku, film, dan sandiwara yang dibaca atau ditonton.

c. Empathic concern, yaitu perasaan simpati yang berorientasi kepada orang lain dan perhatian terhadap kemalangan yang dialami orang lain.

d. Personal distress, yaitu kecemasan pribadi yang berorientasi pada diri sendiri serta kegelisahan dalam menghadapi setting interpersonal tidak menyenangkan. Personal distress bisa disebut empati negatif (negative empathic).

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU BULLYING

Pada tahapannya proses empati menunjukkan jika seseorang mampu merasakan bagaimana ia berada dalam posisi sebagai korban, akan menghambat atau menahan dirinya untuk membully orang lain seperti yang dijelaskan Jolliffe dan Farrington (2006) berempati memberikan atau menjadikan individu yang berbagi atau memahami reaksi emosional negatif orang lain (yang terjadi akibat bullying mereka sendiri) dapat dihambat dan kurang cenderung untuk melanjutkan perilaku ini atau menjadi pengganggu di masa depan. Pandangan ini didukung oleh sejumlah peneliti seperti Olweus (1993), yang menyatakan bahwa mereka yang melakukan bullying memiliki empati yang rendah (dalam Jolliffe dan Farrington, 2006 dan Munoz, 2010) sebab

(17)

8

individu yang memiliki respon empatik akan menghambat perilaku agresif karena ia mampu berbagi dalam emosi dan penderitaan korban. Dengan kata lain, semakin kita masuk ke dalam keadaan emosional orang lain, keinginan untuk menyakiti orang lain akan berkurang

Sama halnya dengan yang di ungkapkan Feshbach (dalam Jolliffe dan Farrington, 2006) bahwa kurangnya empati dapat menjadi penyebab perilaku agresif. salah satunya adalah perilaku bullying. Hubungan yang diusulkan antara empati yang rendah dan bullying, didasarkan pada kesamaan kerangka teori seperti hubungan antara rendahnya empati dan perilaku antisosial, artinya mereka yang menggertak orang lain memiliki empati yang kurang dari mereka yang tidak. Hal ini karena individu yang berbagi dan/atau memahami reaksi emosional yang negatif, yang terjadi sebagai akibat bullying sendiri, dapat menghambat individu tersebut untuk melakukan bullying di masa mendatang.

Berdasarkan pendapat dan penelitian diatas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini ialah ada hubungan negatif yang signifikan antara empati dengan kecenderungan perilaku bullying pada siswa di SMA Negeri 1 Kupang Timur.

METODE PENELITIAN Variabel Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan variabel dependent/terikat adalah kecenderungan perilaku bullying sedangkan variabel Independent/bebas adalah empati.

Adapun definisi operasional dari kecenderungan perilaku bullying adalah frekuensi terhadap penggunaan kekuatan atau status oleh sesorang untuk melukai,

(18)

9

mengancam, atau mempermalukan orang lain secara verbal, indirect dan physical yang diakukan secara berulang.

Empati adalah skor terhadap kemampuan untuk merasakan keadaan emosional orang lain, merasa simpati dan mencoba menyelesaikan masalah serta, mengambil perspektif orang lain tanpa kehilangan kontrol dirinya.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah Siswa-siswi kelas X, XI XII SMAN 1 Kupang Timur yang berjumlah 1005 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara stratified sampling propotional (Azwar, 2010) berdasarkan penentuan jumlah sampel menurut Isaac dan Michael dengan tingkat kesalahan 5% (Sugiyono, 2012) maka sampel yang diambil dari populasi masing–masing tingkat kelas adalah sebagai berikut Kelas X : 327 / 1005 x 258 = 83,9 = 84

Kelas XI : 338 / 1005 x 258 = 86,8 = 87 Kelas XII : 339 / 1005 x 258 = 87,03 = 87

Berdasarkan ketentuan tersebut maka total sampel dalam penelitian ini berjumlah 258 responden.

Pengukuran

Tipe kuesioner yang digunakan adalah Self-Administrated Questionnaire, yaitu kuesioner yang diisi sendiri oleh responden. Alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan data subjek penelitian adalah :

1. Perilaku bullying diukur dengan menggunakan bullying subsscale Olweus Bullying Questionnaire yang telah direvisi (Livesey, dkk). Skala ini terdiri atas bentuk-bentuk perilaku bullying yaitu Verbal Bullying, Indirect dan Physical yang terdiri dari 15 item dengan nilai reliabilitasnya = 0,87.

(19)

10

Pengujian skala bullying dilakukan satu kali dengan perolehan niai alpha adalah = 0,847, tanpa item gugur (α>0,25 ). Nilai korelasi bergerak dari 0,271-0,589

2. Empati diukur dengan Empathy Questionnaire yang terdiri dari 28 item dengan 9 item unfavorable dan 19 item favorable. Skala ini terdiri atas aspek–aspek empati yaitu perspective taking, fantasy, empathic concern, dan personal distress (dengan reliabilitas masing-masing aspek, > 0,70) Pengujian skala empati dilakukan tiga kali pengujian. Pada pengujian pertama = 0,827 dengan 5 item α<0,25 yaitu item nomor 3,12,15,19 dan 22. Nilai korelasi bergerak dari -0,046 - 0,554. Pengujian kedua = 0,850, item nomor 13 gugur (a<0,25). Nilai korelasi bergerak dari 0,222-0,568. Perhitungan ketiga α=0,851, tanpa item gugur. Nilai korelasi bergerak dari 0,257–0,576.

HASIL

Uji Normalitas

Hasil uji normalitas dapat ditentukan dengan melihat nilai Asymp. Sig (2-tailed) yaitu p>0,05. Berdasarkan ketentuan tersebut hasil uji normalitas menunjukkan bahwa variabel empati memiliki nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,103 ( > 0,05). Variabel Bullying memiliki nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,000 ( < 0,05). Hal ini menggambarkan bahwa distribusi atau sebaran data variabel empati normal sedangkan variabel bullying tidak normal.

(20)

11

Uji Lineritas

Hasil uji lineritas dapat ditentukan dengan melihat nilai Asymp. Sig (2-tailed) yaitu p>0,05. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai signifikansi 0,015 (p<0,05) maka dapat dinyatakan bahwa data yang diperoleh tidak memiliki hubungan linear.

ANALISIS DESKRIPTIF Perilaku Bullying

Skor alternatif jawaban pada Skala perilaku bullying adalah 1-5, maka dengan 15 item skala ini mendapatkan nilai maksimum sebesar 75, minimum 15, mean 26,12 dan standar deviasi sebesar 9,911.

Tabel 1. Kategori Skor Perilaku Bullying

No Interval Kategori F % M SD 1. 63 < x ≤ 75 Sangat Tinggi 1 0,4 26,12 9,911 2. 51 < x ≤ 63 Tinggi 8 3,1 3. 39 < x ≤ 51 Sedang 12 4,7 4. 27 < x ≤ 39 Rendah 64 24,8 5. 15 ≤ x ≤ 27 Sangat Rendah 173 67,1 Total 258 100

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa kategori sangat tinggi memiliki persentase 0,4%, tinggi 3,1%, sedang 4,7%, rendah 24,8% dan sangat rendah sebesar 67,1%. Nilai Mean sebesar 26,12 menunjukkan rata-rata siswa memiliki kecenderungan perilaku bullying yang sangat rendah.

Empati

Skor alternatif jawaban pada Skala empati yang bersifat favorable adalah 0-4, sedangkan unfavorable 4-0, maka dengan 22 item skala ini mendapatkan nilai maksimum sebesar 88, minimum 0, mean 51,32 dan standar deviasi sebesar 13,7.

(21)

12

Tabel 2. Kategori skor empati

No Interval Kategori F % M SD 1. 70,4 < x ≤88 Sangat Tinggi 14 5,4 51,32 13,7 2. 52,8 < x ≤ 70,4 Tinggi 118 47,7 3. 35,2 < x ≤ 52,8 Sedang 94 36 4. 17,6 < x ≤ 35,2 Rendah 29 11,2 5. 0 ≤ x ≤ 17,6 Sangat Rendah 3 1,2 Total 258 100

Tabel 2 menunjukkan bahwa kategori sangat tinggi memiliki prosentase sebesar 5,4%, tinggi 47,7%, sedang 36,4%, rendah 11.2% dan sangat rendah sebesar 1,2%. Prosentase tertinggi yaitu 46,1% adalah pada kategori tinggi. Nilai mean sebesar 51,32 sehingga dapat dikatakan bahwa rata-rata siswa di SMA Negeri 1 Kupang Timur memiliki tingkat empati dengan kategori sedang.

Hasil Analisis Data

Perhitungan data analisi dilakukan dengan memperhatikan hasil dari uji asumsi. Hasil yang ditunjukkan pada uji asumsi adalah data tidak berdistribusi normal dan tidak linear. Oleh sebab itu digunakan Rank Spearman rho untuk uji korelasi. Perhitungan dalam analisis ini dilakukan dengan SPSS seri 16 for windows. Hasil korelasi antara perilaku bullying dengan empati pada siswa adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Hasil Uji Korelasi

Correlations

Bullying empati Spearman's rho bullying Correlation Coefficient 1.000 -.010

Sig. (1-tailed) . .436

N 258 258

empati Correlation Coefficient -.010 1.000

Sig. (1-tailed) .436 .

(22)

13

Hasil uji korelasi dapat ditentukan dengan melihat nilai Asymp. Sig (2-tailed) yaitu p<0,05. Tabel diatas menunjukkan bahwa koefisien korelasi antara perilaku bullying dengan empati pada siswa adalah -0,010 dengan nilai signifikan 0,436 (p>0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara kecenderungan perilaku bullying dengan empati pada siswa.

Pembahasan

Hasil pengujian korelasi Rank spearman rho antara variabel perilaku bullying dengan empati menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar –0,010 dengan taraf signifikan 0,436 (α>0,05) yang berarti bahwa, tidak ada hubungan antara empati dengan kecenderungan perilaku bullying pada siswa di SMA Negeri 1 Kupang Timur.

Tidak adanya hubungan antara empati dan perilaku bullying di SMA Negeri 1 Kupang Timur dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti yang pertama, karena adanya prediktor yang lebih kuat seperti faktor keluarga. Menurut Susan (dalam Rahmawan, 2012) orang tua, saudara dan pengasuhan dalam keluarga memberikan contoh pada anak bagaimana mengontrol emosi, berhadapan dengan konflik, mengatasi masalah dan mengembangkan keterampilan hidup lainnya. Begitu pula kehidupan di daerah ini dimana keluarga memberikan contoh mengungkapkan emosi atau menyelesaikan masalah dengan kekerasan. Mereka percaya bahwa “anak-anak kalau tidak dipukul, tidak akan mendengarkan orang tua” sehingga kekerasan ataupun perilaku bullying menjadi hal yang sangat biasa. Anggapan biasa ini membawa siswa untuk secara sadar atau tidak sadar melakukan bullying walaupun mereka memiliki empati yang baik. Garret (2003) juga mengungapkan bahwa keluarga dapat menjadi pengaruh bagi seseorang untuk melakukan perilaku bullying karena adanya penerimaan

(23)

14

dan pemodelan perilaku agresif atau intimidasi yang dilakukan oleh orang tua atau saudara yang lebih tua.

Kedua, faktor sekolah, dimana rata–rata kelompok target sesungguhnya mengetahui situasi sekolah tentang bullying namun mereka tidak mengetahui cara bertindak untuk menanggulangi karena sudah menganggap bullying sebagai tradisi di SMA (Astuti, 2008) begitu pula yang terjadi di SMA ini, tradisi senior-junior “mewajibkan” senior untuk melakukan bullying sebagai pelatihan mental terhadap juniornya, bagi mereka yang tidak mengetahui cara bertindak untuk menanggulangi akan melakukannya, jika terpancing dengan teman sebaya atau kondisi yang ada karena pada saat remaja tekanan untuk mengikuti teman-teman sebaya menjadi lebih kuat. Faktor sekolah juga dapat menjadi pendorong perilaku ini sebab menurut Garrett (2003) intervensi yang kurang dari guru dapat menjadi penguat perilaku bullying. Sayangnya di sekolah ini guru juga memandang bullying sebagai hal yang biasa sehingga intervensi yang diberikanpun kurang.

Beberapa hal diatas setidaknya dapat memberikan gambaran mengenai tidak adanya hubungan antara empati dengan kecenderungan untuk melakukan perilaku bullying.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut : 1. Tidak ada hubungan antara empati dengan kecenderungan perilaku bullying pada

siswa di SMA Negeri 1 Kupang Timur

(24)

15

3. Empati pada siswa tergolong dalam kategori sedang. Saran

Saran yang dapat diberikan peneliti berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah :

1. Bagi Sekolah

Sekolah perlu memanfaatkan empati yang dimiliki siswa dengan menyediakan program ataupun kegiatan yang memberikan rasa berani dan percaya diri kepada siswa untuk mengekspresikan diri dengan lebih baik.

2. Bagi Siswa

Siswa sebaiknya dapat mengolah empati mereka dengan baik, sehingga siswa tidak hanya memiliki rasa empati dan akhirnya melarikan diri atau menghindar dari keadaan tetapi dengan adanya tingkat empati yang tinggi tersebut siswa mampu untuk memperhatikan atau peduli terhadap sesama.

3. Bagi penelitian selanjutnya

Penelitian selanjutnya dapat dikembangkan dengan metode selain kuantitatif dan memperhatikan fenomena yang ada dan faktor–faktor bullying seperti faktor keluarga, komunitas dan sekolah.

(25)

16

DAFTAR PUSTAKA

Andreansyah. (2012). Tingkat Empati pada siswa berprestasi. Artikel (Online). Retrieved January, 2015.

Arta, Kristina., Marijana. & Maja. (2013). The Effect Of Empathy On Involving In Bullying Behavior. Pedijatrija Danas Pediatrics Today. Vol.9 Issue 1, p91-101. Astuti, P.R. (2008) Meredam Bullying. Grafindo. Jakarta

Azwar, S. (2010). Metode Penelitian. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

________. (2000). Asumsi-asumsi dalam Inferensi Statistika. Artikel(online). Yogyakarta

Caravita, S. C. S., Blasio, D. P. (2008). Unique and Interactive Effects of Empathy and Social Status on Involvement in Bullying. Vol.18 Issue 1, p140-163. Blackwell Publishing, Oxford. USA.

Chaplin, P,J. (2008). Kamus Lengkap Psikologi. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Davis, M. (2007). A Multidimensional Approach to Individual Differences in Empathy. JSAS Catalog of Selected Documents in Psychology.

Division of Violence Prevention. (2011). Measuring Bullying Victimization, Perpetration, and Bystander Experiences: A Compendium of Assessment Tool. National Center for Injury Prevention and Control. Atlanta, Georgia.

Espelage, D. & Holt, M. (2007). Perceived Social Support among Bullies, Victims, and Bully-Victims. J Youth Adolescence. Springer Science Business Media.University of Illinois at Urbana-Champaign,

Garrett G, A. (2003). Bullying In American Schools. McFarland & Company, Inc., Publishers. America.

Gini, et,al. (2007). Does Empathy Predict Adolescents’ Bullying and Defending Behavior?. Jurnal Aggressive Behavior. Vol.33, 467–476.

Jolliffe, D., Farrington, P.D. (2006). Examining the Relationship Between Low Empathy and Bullying. Jurnal Aggressive Behavior. Vol.32, 540–550. Institute of Criminology, University of Cambridge. London.

(26)

17

Kekerasan Di Sekolah Yogya Paling Tinggi. (2008, 17 Mei). Kompas. Diambil dari http://nasional.kompas.com/

Livesey, G. dkk. (2007). The Nature and Extent of Bullying in Schools in the North of Ireland. No. 46. Northern Ireland.

Munoz , C. L., Qualter, P. & Padgett, G. (2010). Empathy and Bullying: Exploring the Influence of Callous-Unemotional Traits. Artikel Child Psychiatry & Human Development. Vol.42 Issue 2, p183-196. Springer Science Business Media. UK. Rahmawan, A.I. (2012). Hubungan Antara Pola Asuh Permisif Dengan Intensi Bullying

Pada Siswa-Siswi Kelas Vlll SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta. Skripsi. Sanders, E. C., Phye, D. G. (2004). Bullying Implications for the Classroom. Elsevier

Academic Press Publication.

Seniati, L., Yulianto, A. & Setiadi, B. (2011). Psikologi Eksperimen. PT. indeks. Jakarta.

Siswati., Widayanti G.C. (2009). Fenomena Bullying Di Sekolah Dasar Negeri Di Semarang, Sebuah Studi Deskriptif. Jurnal Psikologi Undip. Vol.5, no.2.

Solberg, M. & Olweus, D. (2003). Prevalence Estimation of School Bullying With the

Olweus Bully/Victim Questionnaire. Vol.29, 239–268.

Sudibyo. (2013, 13 Desember). 3 Cerita di Balik Kematian Fikri Mahasiswa Baru ITN Saat 'Ospek'. Detik News.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Alfabeta. Bandung.

Taufik, (2012). Empati; Pendekatan Psikologi Sosial. Raja Grafindo. Depok. The Annual Bullying Survey (2014). U.K Bullying Statistics. America.

Widhiaro, W. (2011). Beberapa Penyebab Mengapa Hasil Uji Statistik tidak Signifikan. Bahan perkuliahan psikologi UGM. Yogyakarta

Gambar

Tabel 1. Kategori Skor Perilaku Bullying
Tabel 2 menunjukkan bahwa kategori sangat tinggi memiliki prosentase sebesar  5,4%,  tinggi  47,7%,  sedang  36,4%,  rendah  11.2%  dan  sangat  rendah  sebesar  1,2%

Referensi

Dokumen terkait

Mungkin pengamatan yang paling sering dikutip dari karya Ibnu Khaldun adalah gagasan bahwa ketika masyarakat menjadi sebuah peradaban yang besar (dan,

Simpulan Penelitian: Tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik skor/kejadian depresi antara guru SMA berjenis kelamin pria yang bekerja dengan tugas tambahan

Penggunaan kohesi leksikal dan kohesi gramatikal yang banyak ditemukan pemakaiannya dalam lirik lagu, alasan lain yang membuat peneliti tertarik untuk mengkaji

Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/ PUU/ -XI/ 2013 Tentang Akta Kelahiran Dikaitkan Dengan Hak Konstitusional Warga Negara (Studi Kasus Tentang Pengurusan

Pandangan ekstrim yang lain mengatakan bahwa deficit itu sendiri sama sekali bukan masalah, dan satu-satunya ancaman yang ditimbulkannya atas penduduk berasal dari efek

rapat komite audit, kualitas audit, dan proporsi komisaris independen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap konservatisme akuntansi1. Kata kunci : konservatisme

Maka Pokja ULP Setjen KESDM memutuskan bahwa Pelelangan Pengadaan Pembangunan PLTS On Grid di Gedung Setjen KESDM (Lelang Ulang) dinyatakan GAGAL karena tidak ada penawaran

[r]