• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata Kunci : Pengelasan SMAW, perlakuan panas, Kekuatan tarik, kekerasan, stuktur mikro. Jurnal Tugas Akhir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata Kunci : Pengelasan SMAW, perlakuan panas, Kekuatan tarik, kekerasan, stuktur mikro. Jurnal Tugas Akhir"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

STUDI KEKUATAN MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO HASIL PENGELASAN SMAW DENGAN VARIASI PREHEAT DAN POSTHEAT MENGGUNAKAN METODE

PENDINGINAN CEPAT DAN PENDINGINAN LAMBAT Dhanur Rananggono(1), Yeyes Mulyadi(2), Gatot Dwi winarno (3)

(1) Mahasiswa teknik kelautan, (2) Staf pengajar Teknik Kelautan ITS,(3) Staf pengajar Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya

Dalam tugas akhir ini akan dilihat bagaimanakah pengaruh dari perlakuan panas terhadap

perubahan struktur mikro dan kekuatan mekanik dari hasil pengelasan dengan

menggunakan metode SMAW pada pelat dengan spesifikasi ASTM A36. Pengelasan

dilakukan dengan metode 1G dengan memvariasikan perlakuan panas berupa preheating,

postheating dengan quenching, postheating dengan annealing serta kombinasi antara

preheating dan postheating. Melalui pengujian tarik dan hardness, diketahui bahwa hasil

pengelasan dengan perlakuan panas berupa postheating dan quenching serta

kombinasinya dengan preheating memberikan kenaikan tertinggi pada kekuatan tarik

rata-rata dan indeks kekerasan rata-ratanya berturut-turut sebesar 11,61 % serta 9,47 %.

Sedangkan perlakuan panas berupa postheating dengan annealing serta kombinasinya

dengan preheating memberikan penurunan terbesar pada kekuatan tarik rata-rata dan

indeks kekerasan rata-rata berturut turut sebesar 13,02 % dan 19,35 %. Pada pengelasan

yang dikenai quenching butirannya berukuran halus sehingga kekuatan tarik dan

kekerasannya meningkat. Pada hasil las ini struktur mikronya didominasi oleh perlit

sehingga hasil las menjadi getas. Pada hasil las dengan perlakuan annealing, Butirannya

berukuran relatif besar sehingga kekuatan tarik dan kekerasannya menurun. Pada hasil las

ini, struktur mikronya didominasi oleh ferrit sehingga hasil lasnya mengalami

peningkatan keuletan. Dari analisa tersebut, disimpulkan bahwa variasi pengelasan yang

memberi hasil terbaik adalah pengelasan tanpa perlakuan panas. Sedangkan perlakuan

panas annealing dapat dilakukan apabila diinginkan hasil akhir yang lebih ulet serta tidak

terlalu membutuhkan kekerasan tinggi.

Kata Kunci : Pengelasan SMAW, perlakuan panas, Kekuatan tarik, kekerasan, stuktur

mikro

1. PENDAHULUAN

Proses pengelasan adalah hal yang umum digunakan pada industri maritim. Pada struktur bangunan laut (offshore structures), baik struktur terpancang (fixed structure) maupun struktur terapung (floating structure) dan struktur kapal (ship structures) dalam setiap tahap pengerjaannya selalu terdapat proses pengelasan. Pengelasan merupakan proses penyambungan antara dua bagian logam atau lebih dengan menggunakan energi panas. Karena proses ini maka didaerah sekitar lasan mengalami siklus termal cepat yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan metalurgi yang rumit, deformasi dan tegangan-tegangan termal. Pada umumnya struktur mikro dari baja tergantung pada kecepatan pendinginannya dari suhu daerah austenite sampai ke suhu kamar. Akibat

terjadinya perubahan struktur maka sifat mekanik yang dimilikinya akan berubah juga.

Siklus termal adalah proses pemanasan dan pendinginan di daerah lasan. Lamanya pendinginan dalam suatu daerah temperatur tertentu dari suatu siklus termal las sangat mempengaruhi kualitas sambungan. Karena itu banyak sekali usaha-usaha pendekatan untuk menentukan lamanya waktu pendinginan tersebut. Salah satu cara untuk mengendalikan laju pendinginan tersebut adalah dengan perlakuan panas. Dalam tugas akhir ini akan dilihat bagaimanakah pengaruh dari perlakuan panas terhadap perubahan struktur mikro dan kekuatan mekanik dari hasil pengelasan dengan menggunakan metode SMAW sertya variasi manakah yang memberikan hasil terbaik.

(2)

2

2. DASAR TEORI 2.1 Pengelasan SMAW

Las SMAW merupakan cara pengelasan yang banyak digunakan pada masa kini. Dalam pengelasan ini digunakan kawat elektroda logam yang dibungkus fluks. Dalam gambar 1 dapat dilihat bahwa busur listrik terbentuk diantara logam induk dengan ujung elektrode. Akibat panas dari busur, maka logam induk dan ujung elektrode meleleh dan membeku bersama. Proses pemindahan logam elektrode terjadi pada saat ujung elektrode mencair dan membentuk butiran yang terbawa oleh arus busur. Bila arus listrik yang digunakan tinggi, maka butiran yang terbawa menjadi halus, sebaliknya apabila arus kecil maka butirannya menjadi besar.

Secara umum dapat dikatakan bahwa logam mempunyai sifat mampu las tinggi apabila pemindahan terjadi dengan butiran yang halus. Sedangkan pola pemindahan cairan dipengaruhi oleh besar kecilnya arus dan oleh komposisi dari fluks yang digunakan. Selama proses pengelasan, bahan fluks akan mencair dan membentuk terak yang menutupi logam cair di tempat sambungan dan berfungsi sebagai penghalang oksidasi. Dalam beberapa fluks bahannya tidak dapat terbakar tetapi berubah menjadi gas yang berfungsi untuk melindungi logam cair dari oksidasi dan memantapkan busur.

.

Gambar 2.1 Pengelasan SMAW

(sumber: teknologi pengelasan logam)

2.2 Parameter Pengelasan

Bentuk sambungan (joint) merupakan merupakan pertemuan dari beberapa komponen atau sisi dari suatu komponen yang disatukan. Terdapat lima jenis sambungan las dasar yaitu :

1. Butt joint 2. Corner joint

3. Fillet joint atau T-joint

4. Lap joint 5. Edge joint

Serta menurut ASME section IX terdapat 6 posisi pengelasan yaitu 1G, 2G, 3G, 4G, 5G dan 6G.

Sifat mekanik merupakan salah satu sifat terpenting karena menyatakan sifat suatu bahan untuk menerima beban atau gaya. Berapa sifat mekanik yang penting adalah

1. Kekuatan (strength) yaitu kemampuan suatu bahan untuk menerima tegangan tanpa menjadi patah.

2. Kekerasan (hardness) yaitu kemampuan suatu bahan untuk tahan terhadap penggoresan, pengikisan maupun penetrasi. 3. Ketangguhan (thoughness) yaitu

kemampuan suatu bahan untuk menyerap energi tanpa menyebabkan kerusakan. Atau dapat juga dikatakan sebagai besar energi yang dibutuhkan untuk memetahkan suatu bahan.

4. Kelelahan (fatigue) yaitu kecenderungan suatu bahan untuk patah setelah menerima pembebanan secara berulang ulang yang besarnya masih dibawah kekuatan elastisnya.

5. Kekenyalan (elasticity) yaitu kemampuan suatu bahan untuk kembali ke bentuk semula setelah menerima tegangan yang menyebabkan deformasi pada bahan.

2.3 Siklus Termal Daerah Las

Daerah lasan terdiri dari tiga bagian yaitu logam lasan, daerah pengaruh panas atau daerah HAZ dan logam induk yang tidak terpengaruh proses las. Logam las adalah bagian dari logam yang pada waktu pengelasan mencair dan kemudian membeku. Daerah HAZ adalah logam dasar yang bersebelahan dengan logam las yang selama proses pengelasan mengalami siklus termal pemanasan dan pendinginan cepat. Logam induk adalah bagian logam dasar di mana panas dan suhu pengelasan tidak menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan struktur dan sifat. Kemudian ada lagi satu daerah khusus dari daerah lasan yaitu daerah batas las yang membatasi antara logam las dengan daerah HAZ atau disebut fusion line.

(3)

3

Siklus termal adalah proses pemanasan

dan pendinginan di daerah lasan.

Lamanya pendinginan dalam suatu

daerah temperatur tertentu dari suatu

siklus termal las sangat mempengaruhi

kualitas sambungan. Karena itu banyak

sekali usaha-usaha pendekatan untuk

menentukan lamanya waktu pendinginan

tersebut. Contoh siklus termal pada

daerah las dapat dilihat pada gambar

dibawah ini.

Gambar 2.3 Siklus termal daerah las (sumber: Teknologi pengelasan logam) Dari grafik diatas dapat dilihat

1. Temperatur puncak semakin turun dengan bertambahnya jarak pengukuran dari pusat lasan

2. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai temperatur puncak semakin lama dengan semakin jauhnya jarak dari pusat lasan 3. Laju pemanasan dan pendinginan

semakin lambat dengan

bertambahnya jarak dari pusat lasan Siklus termal dipengaruhi oleh input panas karena menunjukkan temperatur puncak laju pendinginan dan waktu pendinginan.Selain itu siklus termal juga dipengaruhi oleh jenis material, tebal ,dan jenis elektrode.

2.4 Karbon ekuivalen

Konsep karbon ekuivalen digunakan pada bahan besi, biasanya baja dan besi cor untuk menentukan berbagai sifat-sifat paduan ketika bukan hanya karbon yang digunakan sebagai

alloy. Prinsip dari karbon ekuivalen adalah untuk

mengubah persentase elemen paduan selain karbon ke karbon yang ekuivalen dengan persentase, karena fase besi-karbida lebih dipahami daripada fase paduan lain. Konsep ini paling umum digunakan dalam pengelasan, tetapi

juga digunakan saat perlakuan panas dan pengecoran besi tuang.

Dalam pengelasan, karbon ekuivalen (CE) digunakan untuk memahami bagaimana unsur-unsur paduan yang berbeda mempengaruhi kekerasan baja yang dilas. Hal ini berhubungan dengan hydrogen embritlement, yang merupakan cacat las yang paling umum untuk baja, dengan demikian hal ini paling sering digunakan untuk menentukan weldability. Semakin tinggi konsentrasi karbon dan elemen paduan lain seperti mangan, kromium, silikon, molibdenum, vanadium, tembaga, dan nikel semakin cenderung untuk meningkatkan kekerasan dan menurunkan weldability. Setiap bahan-bahan tersebut cenderung mempengaruhi kekerasan dan baja weldability dengan besaran yang berbeda. Ada dua rumus yang digunakan secara umum untuk menghitung kandungan karbon ekuivalen. Salah satunya adalah dari American Welding Society (AWS) dan direkomendasikan untuk baja struktural

Tabel 2.3 Karbon ekuivalen

CE weldability <0.35 excellent 0.36-0.40 very good 0.41-0.45 good 0.46-0.50 fair >0.50 poor

Untuk karbon dengan CE kurang dari 0,35, Perlakuan panas tidak perlu dilakukan.

2.5 Struktur mikro logam

Stuktur, kekerasan dan berlangsungnya transformasi dapat dibaca dengan segera pada diagram transformasi pendinginan berlanjut atau diagram CCT. Diagram semacam ini dapat digunakan untuk membahas pengaruh struktur terhadap retak las, keuletan dan sebagainya, yang kemudian dapat dipakai untuk menentukan prosedur dan cara pengelasan.

(4)

4

Gambar 2.4 Diagram CCT baja karbon rendah (sumber: Teknologi pengelasan logam) Dari grafik diatas dapat diramalkan struktur seperti berikut

1.Pada suhu 730°C - 1000°C akan terbentuk ferit, austenit dan karbida. 2.Pada suhu 1000°C - 1300°C akan

terbentuk ferrit dan karbida.

3.Pada suhu di atas 1400°C logam akan memasuki fase austenit secara keseluruhan.

Biasanya diagram transformasi pendinginan berlanjut menunjukkan juga kekerasan yang akan dimiliki oleh baja setelah mendingin mengikuti suatu siklus tertentu. Karena itu, dengan mengukur waktu pendinginan dan menggabungkan dengan diagram CCT dari baja yang sama, maka struktur dan kekerasan baja Hasil pengelasan sudah dapat ditentukan

.

2.5 Uji Radiografi

Uji radiografi merupakan salah satu jenis uji NDT (non destructive test). Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui cacat yang terjadi di dalam lasan di dalam lasan. Uji ini pada dasarnya adalah penyinaran benda uji dg sinar berenergi tinggi ( sinar X atau sinar gamma) yang dapat menembus logam.

Peraturan dalam uji radiografi :

1. Sambungan las yang diuji radiografi harus diuji pada seluruh panjang sambungannya, kecuali bila ditentukan lain.

2. bila ditentukan lain, maka lokasi yang diperiksa harus jelas tertulis dalam rencana pemeriksaan

2.6 Uji Tarik

Kekuatan tarik merupakan sifat mekanik logam yang penting. Terutama untuk perencanaan konstruksi maupun pengerjaan logam tersebut. Kekuatan tarik suatu bahan dapat diketahui

dengan menguji tarik pada bahan yang bersangkutan. Dari hasil pengujian tarik tersebut dapat diketahui pula sifat-sifat yang lain seperti : kekuatan mulur, reduksi penampang, modulus elastisitas dan sebagainya.

2.7 Uji Kekerasan

Kekerasan merupakan salah satu sifat mekanik yang penting. pengujian kekerasan dapat digunakan untuk mengetahui kualitas suatu produk seperti homogenitas akibat suatu proses pembentukan dingin, pemaduan, perlakuan panas dan lain lain.

Pada pengukuran kekerasan menurut vickers suatu benda penekan berbentuk piramida lurus dengan alas bujur sangkar dan sudut puncak 136 derajat ditekan dengan gaya tertentu selama kurun waktu tertentu. Setelah penekan diangkat diagonal bekas penekanan tetap diukur. Kekerasan Vickers dapat diperoleh dengan membagi gaya pada luas bekas tekanan berbentuk piramida. Angka kekerasan Vickers adalah beban dibagi luas indentansi, yaitu

Hv=P/A (1) Dimana, A = d2 / 2 cos 22 ° = d2 / 1,8544 (2) Jadi, Hv = 1,8544 P / d2 (3) Keterangan : Hv : Indeks kekerasan (Hv) P : Beban uji (Kgf)

D : Nilai rata panjang diagonal

2.8 Uji metalografi

Pengamatan metalografi didasarkan pada perbedaan intensitas pantul permukaan logam yang masuk ke dalam mikroskop. Agar permukaan logam dapat diamati maka harus dilakukan persiapan berupa pemotongan specimen, grinding, polishing dan pengetsaan Pengamatan metalografi bertujuan untuk a. Membedakan struktur mikro logam b. Mengamati bentuk butiran

c. Mengamati ukuran butiran d. Melihat adanya cacat mikro e. Melihat adanya impurtias

(5)

5 e d c b a bottom centre top 2 mm 2 mm 6 mm 9 1 3. METODOLOGI

3.1 Pengujian logam induk (base metal) Pengujian ini dilakukan untuk memastikan besarnya kekuatan tarik dari base metal. Bentuk serta ukuran didasarkan pada standard ASTM A307 tahun 2002 ( gambar serta ukuran spesimen dapat dilihat pada gambar 6 ). Pengujian dilaksanakan di laboratorium Konstruksi dan kekuatan,Jurusan teknik perkapalan ITS.

3.2 Pengelasan

Seluruh proses pengelasan dilakukan di laboratorium produksi Teknik Perkapalan ITS. Pengelasan dilakukan pada pelat baja ASTM A36 dengan ukuran 250mm X 125mm X 10mm dengan bevel berbentuk single V groove dengan sudut 30° dengan root face setebal 1 mm. Untuk pengelasan yang diberikan perlakuan berupa

preheat, sebelum dilakukan pengelasan pelat

dipanaskan dengan suhu 100°C, 150°C dan 250°C dengan lama pemanasan (holding time) 20 menit. Untuk perlakuan postheat setelah pengelasan dilakukan pemanasan dengan menggunakan oven hingga suhu 800° celcius dengan lama pemanasan 250 menit. Untuk pendinginan cepat, setelah dilakukan perlakuan

postheat didinginkan dengan cara mencelupkan

ke air dalam suhu kamar dan untuk pendinginan lambat, didinginkan secara perlahan –lahan dengan cara menurunkan temperatur oven hingga mencapai suhu kamar.

3.3 Uji radiografi

Pengujian Dilaksanakan di PT. yudha satria dengan standart AWS D1.1

3.4 pelaksanaan pengujian hasil las

Pengujian tarik dilaksanakan di laboratorium konstruksi dan kekuatan jurusan teknik perkapalan ITS. Pengujian tarik dilakukan seperti halnya proses pengujian tarik untuk logam induk. Standar yang digunakan adalah ASME sec.IX. Pengujian tarik dilakukan untuk mendapatkan niali tegangan luluh (yield stress) dan tegangan ultimat (ultimate stress).

Pengujian metalografi dilaksanakan di laboratorium metalurgi jurusan teknik mesin ITS. Pengujian foto mikro dilakukan dengan kamera mikroskop dengan perbesaran 100X dan 500X. Untuk pengambilan foto makro dilakukan dengan kamera canon SLR

dengan perbesaran 3X. Titik-titik yang damati dalam pengujian metalografi adalah sebagai berikut.

Gambar 3.1 Titik titik pengambilan foto mikro Pengujian kekerasan vickers dilaksanakan di laboratorium metalurgi jurusan teknik mesin ITS. Pengujian dilakukan dengan metode hardness vickers dengan pembebanan indentasi sebesar 2 kg. Dari pembebanan tersebut akan didapatkan nilai indeks kekerasan untuk masing masing titik yang diuji.

Gambar 3.2 Titik titik pengujian kekerasan

4. ANALISA DATA

4.1 Analisa pengujian tarik logam induk Tabel 4.1 Hasil uji tarik base material

Kode Tegangan leleh( Fy min) Kekuatan tarik (Fu) Mpa Mpa T1 307,28 439,08 T2 316,01 453,76 T3 313,01 446,04 Nilai rata 312,10 446,29

Dari hasil pengujian didapatkan nilai rata rata untuk tegangan leleh sebesar 312,10 Mpa dan kekuatan tarik sebesar 446,29 Mpa. Nilai tersebut sesuai dengan yang disyaratkan oleh ASTM untuk pelat dengan spesifikasi A36 yaitu kekuatan tarik antara 400-550 Mpa dan tegangan leleh minimum sebesar 250 Mpa

4.2 Analisa proses pengelasan

Berikut ini merupakan rekaman dari parameter las dan proses – proses yang terjadi selama pengelasan.

(6)

6

Tabel 4.2 Rekaman set perameter pengelasan

Sebelum dilakukan pengelasan, variasi las nomor 2, 7, dan 10 dilakukan pemanasan menggunakan oven hingga suhu 100°C. Pada variasi nomor 3, 8 dan 11 dilakukan pemanasan hingga suhu 150°C. Pada variasi nomor 4, 9, dan 12 dilakukan pemanasan hingga suhu 200°C. Dalam proses pengelasan dilakukan pengelasan sebanyak 6 layer dengan rincian 1 layer pada root, 3 layer filler, 1 layer topweld, serta 1 layer backweld. Dalam seluruh proses pengelasan ini tidak ditemukan hambatan apapun. Setelah dilakukan pengelasan untuk variasi nomor 5, 7, 8, dan 9 pelat dipanaskan menggunakan oven bersuhu 800°C selama 250 menit dan didinginkan dengan menggunakan media air tawar dengan suhu kamar. Untuk variasi nomor 6, 10, 11,12 setelah dipanaskan pada suhu 800°C dselama 250 menit didinginkan dengan cara menurunkan suhu oven secara perlahan lahan hingga mencapai suhu kamar.

Pada kenampakan visual hasil pengelasan tampak terlihat bahwa hasil pengelasan mempunyai bentuk rigi-rigi yang cembung serta teratur besarnya serta terdapat sedikit sparter (percikan) di beberapa bagian, namun dapat dibersihkan menggunakan sikat kawat dan palu

chipping.

4.3 Analisa hasil uji radiografi

Pada uji radiografi ini semua hasil pengelasan dinyatakan lolos sesuai dengan standar yang dipakai yaitu AWS D1.1. Dari hasil uji radiografi, pada spesimen 1 dan 12 ditemukan

sparter pada permukaannya. Hal ini terjadi

akibat proses pembersihan sparter yang kurang teliti sehingga terdapat sisa sisa sparter yang terlewat. Sedangkan pada spesimen 5 dan 9 terdapat cacat porositas dengan diameter 2 mm dan 0,5 mm. Pada spesimen 7 terdapat cacat

undercut. Cacat ini terjadi akibat alur tepi atas

dari kampuh las (groove) meleleh akibat laju elektroda yang tidak teratur. Hal ini kemungkinan terjadi akibat welder terlalu lelah sehingga kemampuan untuk mengontrol laju elektroda sedikit terganggu. Untuk Hasil pengujian radiografi selengkapnya dapat dilihat pada bagian lampiran.

4.4 Analisa hasil pe ngujian tarik

Pada hasil pengelasan yang tidak dikenai perlakuan panas serta pada hasil pengelasan yang dikenai perlakuan panas berupa preheat, Seluruh spesimen mengalami patah di base metal. Pada hasil pengelasan yang dikenai perlakuan panas berupa preheat terjadi penurunan kekuatan tarik namun tidak signifikan (< 5%). Hal ini dikarenakan pada proses preheating pada suhu 100 °C sampai dengan suhu 200 °C material belum mengalami perubahan pada struktur mikro yang dapat mempengaruhi kekuatan tariknya. Hasil pengujian pada spesimen las yang tidak dikenai perlakuan panas serta yang dikenai preheat ini dinyatakan lolos menurut ASME IX. Pada hasil pengelasan yang dikenai perlakuan panas berupa postheat dengan pendinginan cepat (quenching) serta pada hasil pengelasan yang dikenai perlakuan panas berupa kombinasi

preheat dan postheat dengan quenching, hampir

seluruh spesimen mengalami patah pada bagian lasan. Walaupun mengalami patah pada logam las, hasil pengujian pada spesimen las ini dinyatakan lolos uji menurut ASME IX. Hal ini dikarenakan kekuatan tarik pada weld metal yang lebih tinggi daripada kekuatan tarik dari base

metalnya yaitu sebesar 439,08 Mpa.

Pada hasil pengelasan yang dikenai perlakuan panas berupa postheat dengan pendinginan lambat (annealing) serta pada hasil pengelasan yang dikenai perlakuan panas berupa kombinasi

preheat dan postheat dengan pendinginan

lambat, hampir seluruh spesimen patah pada base

metal. Kekuatan tarik dari seluruh variasi ini

mengalami penurunan kekuatan tarik apabila dibandingkan dengan hasil pengelasan yang tidak dikenai variasi apapun. Hasil pengujian pada spesimen las ini dinyatakan lolos uji menurut ASME IX.

Dari hasil pembacaan grafik stress-strain yang didapatkan dari pengujian tarik, didapatkan besar regangan dari spesimen hasil pengelasan. Dari hasil pembacaan grafik terlihat bahwa regangan hasil pengelasan yang dikenai preheat tidak menunjukkan perubahan yang signifikan. Hal ini disebabkan pada suhu preheating yang digunakan belum mengakibatkan perubahan struktur mikronya. Pada hasil las yang dikenai perlakuan quenching material mengalami

Temperatur awal 27°C - 200°C Layer diameter Arus Voltas e polar ita s travel of speed elektrod a (mm) ( ampere) (volt) (mm/s ) Layer1 2,6 60-80 22-24 DCEP 50-70 Layer 2 3,2 90-100 23-25 DCEP 50-80 layer 3 3,2 100-110 23-25 DCEP 50-70 layer 4 3,2 105-120 24-26 DCEP 50-70 layer 5 3,2 105-120 24-26 DCEP 40-60 back weld 2,6 75-90 22-24 DCEP 70-100

(7)

7

penurunan regangan atau menjadi semakin getas. Hal ini diakibatkan sebagian besar struktur mikro dari hasil pengelasan didominasi oleh perlit yang bersifat keras-getas. Pada hasil las yang dikenai perlakuan annealing material mengalami peningkatan regangan atau material menjadi semakin ulet. Hal ini dikarenakan struktur mikro material hasil las tersebut didominasi oleh ferrit yang bersifat ulet.

4.5 Analisa hasil uji kekerasan

Pengujian kekerasan dilakukan dengan menggunakan metode vickers dengan beban indentansi sebesar 2 Kg. Dari pengujian tersebut akan didapatkan nilai indeks kekerasan dari setiap titik yang diuji. Berikut ini merupakan grafik distribusi dari nilai indeks kekerasan yang didapatkan dari pengujian hardness dengan metode vickers.

Berikut ini merupakan grafik dari hasil pengujian kekerasan.

Gambar 4.1 Nilai kekerasan rata-rata tiap titik pengujian

Gambar 4.2 Indeks kekerasasan rata-rata tiap variasi pengelasan

Dari tabel diatas terlihat bahwa hasil pengelasan dengan perlakuan panas berupa postheat dan quenching memiliki indeks kekerasan tertinggi dengan indeks kekerasan rata-rata sebesar 195 Hv serta hasil pengelasan dengan postheat dan

annealing memiliki indeks kekersan terendah dengan indeks kekersan rata-rata 144.

4.6 Hubungan antara kekuatan tarik, indeks kekerasan serta keuletan hasil pengelasan Pada hasil pengujian spesimen yang dikenai perlakuan panas berupa postheat dan pendinginan cepat serta kombinasinya dengan

preheat, kekuatan tariknya mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan kekuatan tarik hasil pengelasan yang tidak dikenai perlakuan panas begitu pula dengan indeks kekerasannya. Namun, hasil pengelasan dengan variasi perlakuan panas ini lebih getas apabila dibandingkan dengan hasil pengelasan tanpa perlakuan panas sehingga mengalami penurunan keuletan. Pada spesimen yang dikenai postheat dan pendinginan lambat serta kombinasinya dengan preheat, nilai kekuatan tarik dan indeks kekerasannya mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan hasil pengelasan tanpa perlakuan panas serta keuletannya meningkat.

Dari hasil diatas dapat ditarik suatu hubungan antara kekuatan tarik, indeks kekerasan serta keuletan hasil pengelasan yaitu, peningkatan kekuatan tarik akan berbanding lurus dengan peningkatan indeks kekerasan suatu hasil pengelasan. Sedangkan semakin keras suatu hasil pengelasan, maka keuletannya (ductility) akan mengalami penurunan atau material akan menjadi lebih getas.

4.7 Analisa hasil foto mikro

Untuk keperluan pengamatan struktur mikro masing-masing spesimen diambil sampel foto struktur mikro dengan pembesaran yang tetap (100 X) di lima titik. Kelima titik tersebut adalah

topweld, centerweld, rootweld, HAZ dan base metal. Pada kelima titik pengamatan tersebut

sama sekali tidak dapatkan fase martensit. Hal itu dikarenakan material elektrode yang digunakan rendah karbon dan material pelat ASTM A36 yang hanya mengandung karbon kurang dari 0,29% C, maka terbentuknya

martensit suatu hal yang sangat susah terjadi.

Begitu pula dengan daerah HAZ, karena material ASTM A36 sendiri hanya mempunyai kadar Karbon kurang dari 0,29% C sehingga dengan kadar karbon yang sangat rendah tersebut sangat sulit sekali untuk membentuk martensit.

Dari grafik diatas hasil pengelasan yang memiliki ukuran butiran terbesar rata-rata adalah hasil pengelasan dengan preheat 200°C dengan postheat dan pendinginan lambat sebesar 8.802

(8)

8

serta hasil pengelasan yang memiliki ukuran butiran terkecil rata-rata adalah hasil pengelasan dengan preheat 200°C dengan postheat dan pendinginan cepat sebesar 10,059.

Dari pembahasan diatas dapat diketahui bahwa presentase dari perlit maupun ferrit pada hasil pengelasan tanpa variasi perlakuan panas serta pada perlakuan preheat tidak menunjukkan perubahan yang signifikan. Hal ini dikarenakan pada perlakuan preheat material belum mengalami perubahan struktur mikro sehingga presentase kandungan perlit-ferrit maupun ukuran butirannya relatif tidak berubah apabila dibandingkan dengan hasil pengelasan tanpa perlakuan panas.

Pada hasil pengelasan yang diberi perlakuan berupa postheat dan pendinginan cepat, terlihat bahwa spesimen memiliki ukuran butiran yang halus dan rapat (dengan ukuran butir rata-rata 10,016 ). Hal ini terjadi karena pada proses

quenching, material akan mengalami laju

pendinginan yang cepat sehingga butirannya tidak sempat tumbuh secara sempurna. Pada material yang memiliki ukuran butiran yang semakin halus, maka kekuatan yang diperlukan untuk merusaknya juga semakin besar. Hal inilah yang menyebabkan naiknya kekuatan tarik dan indeks kekerasan dari hasil pengelasan tersebut. Akibat struktur mikronya didominasi oleh perlit (dengan rata-rata 51,86%) yang bersifat keras namun rapuh, maka hasil pengelasan dengan variasi perlakuan panas ini menjadi getas (brittle).

Pada hasil pengelasan yang dikenai perlakuan panas berupa postheat dan pendinginan lambat, spesimen mempunyai ukuran butiran yang relatif besar (dengan ukuran butir rata-rata 8,791). Hal ini terjadi karena dalam perlakuan annealing material mengalami laju pendinginan secara perlahan-lahan sehingga butirannya dapat tumbuh dengan sempurna. Pada material yang memiliki ukuran butiran yang relatif besar, maka kekuatan yang diperlukan untuk merusaknya juga tidak terlalu tinggi sehingga hasil pengelasan ini mengalami penurunan kekuatan tarik dan indeks kekerasan. Karena struktur mikronya sebagian besar terdiri dari ferrit (dengan presentase rata-rata 53,23% ), maka hasil pengelasan dengan variasi perlakuan panas ini memiliki keuletan yang tinggi.

5. Kesimpulan dan saran 5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisa pengujian tarik dapat Dari analisa hasil pengelasan SMAW pada material ASTM A36 dengan variasi perlakuan panas yang

telah dilakukan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan :

1. Dari hasil analisa kekuatan mekanik hasil pengelasan Pada material A36 dengan variasi perlakuan panas didapatkan

• Pada hasil pengelasan dengan perlakuan panas berupa preheating, material hasil las menunjukkan penurunan kekuatan tarik dan indeks kekerasan namun tidak secara signifikan. • Pada hasil pengelasan dengan perlakuan panas berupa quenching, material hasil las menunjukkan peningkatan kekuatan tarik dan indeks kekerasan serta material hasil las menjadi lebih getas.

• Pada hasil pengelasan dengan perlakuan panas berupa annealing, material hasil las menunjukkan penurunan kekuatan tarik dan indeks kekerasan serta material menjadi lebih ulet.

2. Dari hasil analisa struktur mikro hasil pengelasan SMAW pada material A36 dengan variasi perlakuan panas didapatkan

• Pada hasil pengelasan yang diberi perlakuan panas berupa preheating, material hasil las tidak mengalami perubahan struktur mikro yang signifikan.

• Pada hasil pengelasan dengan perlakuan panas berupa quenching, material hasil las memiliki ukuran butir yang halus serta struktur mikro yang didominasi oleh perlit. Hal ini menyebabkan kekuatan tarik dan indeks kekerasan material hasil las meningkat namun material menjadi lebih getas (brittle).

• Pada hasil pengelasan dengan perlakuan panas berupa annealing, material hasil las memiliki ukuran butir yang relatif besar serta struktur mikro yang didominasi oleh ferrit. Hal ini menyebabkan kekuatan tarik dan indeks kekerasan material hasil las menurun namun material menjadi lebih ulet (ductile).

3. Dari hasil analisa kekuatan mekanik dan struktur mikro hasil pengelasan pada material A36 dengan variasi perlakuan panas didapatkan besar perubahan kekuatan mekanik dan presentase ferrit-perlit serta ukuran butir hasil pengelasan dibandingkan dengan hasil pengelasan tanpa perlakuan panas.

• Pada hasil pengelasan dengan perlakuan panas berupa preheating, material hasil las mengalami penurunan kekuatan tarik dan kekerasan berturut-turut sebesar 1.33% dan 3%. Dengan presentase ferrit-perlit berturut-turut 53.42% dan 46.57% dan ukuran butir 9.030.

(9)

9

• Pada hasil pengelasan dengan perlakuan panas berupa quenching, material hasil las menunjukkan peningkatan kekuatan tarik dan indeks kekerasan.sebesar 11,61% dan 19%. Dengan presentase ferrit-perlit berturut-turut 48.30% dan 51.86% dan ukuran butir 10.016. • Pada hasil pengelasan dengan perlakuan panas berupa annealing, material hasil las menunjukkan penurunan kekuatan tarik rata-rata dan indeks kekerasan rata-rata berturut-turut sebesar 13.02% dan 13%. Dengan presentase ferrit-perlit berturut-turut 53.22% dan 46.77% dan ukuran butir 8.790.

4. Metode pengelasan SMAW yang paling tepat untuk material ASTM A36 adalah pengelasan tanpa perlakuan panas.

5.2 Saran

Berikut ini adalah beberapa saran yang diajukan penulis untuk penelitian tentang pengaruh perlakuan panas pada hasil las yang selanjutnya. 1. Perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh perlakuan panas pada pengelasan logam yang lain.

2. Tegangan-tegangan yang yang terjadi selama proses pengelasan dan perlakuan panas dapat dianalisa untuk penelitian yang selanjutnya.

3. Pada material A36 tidak perlu dilakukan perlakuan panas.

4. Apabila diinginkan hasil akhir las yang memiliki keuletan tinggi, Maka disarankan setelah proses pengelasan dilakukan perlakuan annealing.

Gambar

Gambar 2.1 Pengelasan SMAW  (sumber: teknologi pengelasan logam)  2.2 Parameter Pengelasan
Gambar 2.3 Siklus termal daerah las  ( sumber: Teknologi pengelasan logam )  Dari grafik diatas dapat dilihat
Gambar 3.1 Titik titik pengambilan foto mikro  Pengujian  kekerasan  vickers  dilaksanakan  di  laboratorium metalurgi jurusan teknik mesin ITS
Gambar 4.1 Nilai kekerasan rata-rata tiap titik  pengujian

Referensi

Dokumen terkait

Treatment) pada spesimen las terhadap struktur mikro, kekerasan, dan kekuatan tarik baja tahan karat austenitik. Bagaimana pengaruh kekuatan pada kapuh V

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hasil kekuatan tarik benda kerja serta mempelajari perbedaan kekuatan tarik terhadap kedua metode pengelasan yang umum digunakan dalam

Untuk kekuatan tariknya spesimen dengan variasi arus kekuatan tarik lebih besar dari raw material ST 37 dengan kekerasan tertinggi pada spesimen variasi arus dimiliki

Untuk memperoleh hasil tentang analisis besarnya kekuatan tarik dan struktur mikro baja karbon rendah yang telah mengalami pengelasan SMAW dengan variasi kuat arus, data

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan variasi kuat arus pengelasan memberikan pengaruh terhadap kekuatan tarik sambungan las pada baja

Pada setiap spesimen dilakukan pengujian yang bertujuan untuk mengetahui Kekerasan, kekuatan tarik dan dilakukan juga pengamatan struktur mikro atau morfologi dari baja

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kekuatan tarik, harga keuletan impak dan laju korosi baja karbon yang diberi perlakuan panas quenching

Untuk memperoleh hasil tentang analisis besarnya kekuatan tarik dan struktur mikro baja karbon rendah yang telah mengalami pengelasan SMAW dengan variasi kuat arus, data