• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. PEMANFAATAN DAN PERUNTUKAN KAWASAN TERUMBU KARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "V. PEMANFAATAN DAN PERUNTUKAN KAWASAN TERUMBU KARANG"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Pengelolaan kawasan terumbu karang merupakan kebutuhan yang mendesak dalam setiap pembangunan wilayah pesisir dan laut di Indonesia, tidak terkecuali di Selat Lembeh. Pengelolaan pada hakikatnya adalah mengatur perilaku para pengguna sumberdaya alam, dalam studi ini sumberdaya alam yang dimaksud adalah kawasan terumbu karang, sebagai contoh perwujudannya adalah analisis pemanfaatan dan arahan peruntukan kawasan terumbu karang.

5.1. Analisis Pemanfaatan Perairan Selat Lembeh

Selat Lembeh merupakan salah satu wilayah yang memiliki nilai cukup strategis dalam pembangunan ekonomi Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara, dimana didalamnya terdapat ekosistem pesisir, yaitu terumbu karang, padang lamun dan mangrove (Gambar 16). Hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa Selat Lembeh memiliki berbagai pemanfaatan (multiple use) baik nilai ekologis (konservasi) maupun ekonomi. Dalam pemanfaatan sebagai fungsi ekologis, diantaranya adalah : fungsi biodiversity, fungsi tempat pemijahan ikan (spawning ground) dan fungsi cagar alam (kawasan Tangkoko). Sedangkan untuk fungsi ekonomi diidentifikasi berbagai kegiatan yang dilakukan, diantaranya adalah fungsi pariwisata bahari, fungsi daerah penangkapan ikan, fungsi transportasi/pelabuhan/galangan kapal, dan fungsi kawasan industri.

Untuk pemanfaatan ekonomi sebagai fungsi transportasi/pelabuhan/ galangan kapal, di Selat Lembah terdapat pelabuhan transportasi utama yang menghubungkan beberapa pulau kecil di kawasan Sulawesi Utara dengan mainland-nya. Pelabuhan ini juga berfungsi untuk mengangkut bahan-bahan kebutuhan bagi kawasan pulau-pulau kecil lainnya di Sulawesi Utara. Kegiatan ini cukup memberikan sumbangan bagi perkembangan ekonomi regional daerah. Selat Lembeh diketahui menyimpan potensi perikanan yang cukup tinggi. Profesi nelayan di kawasan ini dilakukan oleh 20% dari total penduduknya. Alat tangkap yang populer digunakan adalah soma pajeko. Menurut DPK Kota Bitung (2005), jumlah unit alat tangkap ikan di Kota Bitung adalah 3.138 unit. Dari jumlah alat tangkap tersebut, nilai CPUE (catch per unit effort) tertinggi dicapai oleh jenis

(2)

penangkapan dengan soma pajeko (purse seine). Selain menangkap ikan konsumsi, nelayan di daerah ini juga banyak menangkap ikan hias langka yang seharusnya dilindungi yang bernilai ekonomi cukup tinggi. Kontribusi ekonomi wilayah juga disumbangkan dari pemanfaatan kawasan industri yang berlokasi di sepanjang pesisir Selat Lembeh. Industri di kawasan ini antara lain adalah galangan kapal, perusahan pengolahan perikanan, dll. Sementara itu kegiatan pariwisata di wilayah ini berkembang dengan cukup baik, dan juga memberikan kontribusi bagi pendapatan pemerintah daerah dan juga masyarakat sekitarnya. Di kawasan ini terdapat sekitar 38 lokasi tujuan wisata (Gambar 16). Sebagai fungsi konservasi, Selat Lembeh yang merupakan tempat pembuangan berbagai hasil produk dari pesisir Bitung yang padat, juga membawa massa air dari laut Maluku dan Sulawesi, dikenal memiliki tingkat kesuburan yang tinggi, yang dapat mendukung kehidupan berbagai organisme di dalamnya. Hal ini membuat Selat Lembeh dikenal sebagai salah satu kawasan yang memiliki tingkat biodiversity yang tinggi (Tackett dan Tackett, 1996 dalam Pratasik et al, 2001).

5.2. Analisis Peruntukan Kawasan Terumbu Karang

Analisis tersebut diarahkan pada peruntukan kawasan terumbu karang, meliputi potensi kawasan konservasi terumbu karang, dan potensi pengembangan pariwisata bahari (Gambar 17 dan Gambar 18).

5.2.1. Potensi Kawasan Konservasi Terumbu Karang

Penentuan kawasan konservasi terumbu karang didasarkan pada analisis kondisi terumbu karang dan karakteristik lingkungan perairan. Indikator karakteristik lingkungan perairan yang dianalisis adalah persyaratan optimum pertumbuhan karang, hal ini akan memberikan gambaran bahwa lokasi tersebut potensial untuk dijadikan kawasan konservasi terumbu karang. Pembentukan kawasan konservasi terumbu karang adalah untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas sumberdaya terumbu karang.

Tujuan kawasan konservasi terumbu karang adalah (1) memelihara fungsi ekologis dengan melindungi habitat tempat hidup, bertelur, dan memijah biota-biota laut, dan (2) memelihara fungsi ekonomis kawasan pesisir bagi masyarakat Selat Lembeh dan sekitarnya, sehingga terjadi keberlanjutan dan produksi perikanan yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan, baik dari produksi

(3)

perikanan maupun dari sektor pariwisata bahari. Pengembangan kawasan konservasi terumbu karang yang akan ditetapkan pada analisis ini adalah sebagai kawasan inti, dimana zona tersebut dimaksudkan untuk melindungi sumberdaya terumbu karang yang kemudian akan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Westmacott et al. (2000), kawasan konservasi terumbu karang memegang peranan penting bagi pelestarian dan pengelolaan terumbu karang, dengan cara: (a) melindungi daerah terumbu karang yang tidak rusak dan dapat menjadi sumber larva serta sebagai alat untuk membantu pemulihan, (b) melindungi daerah yang bebas dari dampak manusia dan cocok sebagai substrat bagi penempelan karang dan pertumbuhan kembali, dan (c) memastikan bahwa terumbu karang tetap menopang kelangsungan kebutuhan masyarakat sekitar yang bergantung padanya. Input-input yang dianalisis untuk penentuan kawasan konservasi terumbu karang dalam penelitian ini adalah berdasarkan faktor-faktor pembatas pertumbuhan karang, yaitu suhu, salinitas, kecerahan, kedalaman, kecepatan arus, substrat perairan, dan persentase penutupan karang. Hasil analisis menunjukkan bahwa lokasi Tandurusa, Aertembaga, Manembo-Nembo, Mawali, Papusungan, dan Batulubang termasuk kategori tidak sesuai dengan skor rata-rata berkisar 16,5. (Tabel 11). Hasil perhitungan pada Tabel 12 berikut, diketahui bahwa lokasi Tandurusa termasuk kategori sesuai bersyarat dengan skor 54, sedangkan Lirang, Nusu, dan Paudean termasuk kategori sesuai dengan skor rata-rata berkisar 72, untuk lokasi Kasawari, Makawidey, Tanjung Merah, Kareko, Binuang, Pintu Kota, Batuwoka, dan Pasir Panjang masing-masing memperoleh skor secara rata-rata berkisar 88 sehingga lokasi tersebut termasuk kategori sangat sesuai. Terdapat bukti yang kuat dan meyakinkan bahwa melindungi kawasan dari penangkapan ikan membuat bertambahnya jumlah, besarnya ukuran, dan biomasa dari jenis organisme yang dieksploitasi. Kawasan penyimpanan dan perlindungan laut sering dikatakan hanya berlaku untuk lingkungan terumbu karang, kenyataannya metode ini sudah berhasil diterapkan pada berbagai habitat dalam lingkungan kondisi tropis maupun sub-tropis. Penyimpanan dan perlindungan laut adalah suatu alat yang bersifat global (Roberts C.M. & J. P. Hawkins 2000).

(4)

Hasil penelitian Parwinia di Selat Lembeh Tahun 2006, menemukan bahwa pada kondisi tidak ditetapkan Kawasan Konservasi Laut (KKL), nilai produksi optimal sebesar 21.85 ribu ton, effort optimal 2809.29 trip dan rente optimalnya sebesar Rp. 74.28 milyar ternyata lebih rendah dibandingkan pada kondisi sebagai KKL dengan berbagai luasan. Hal tersebut sejalan dengan laporan White (1996) yang menyatakan bahwa potensi keuntungan bersih per tahun per km2 dari terumbu karang dalam kondisi baik di Asia Tenggara, yaitu perikanan secara letari (konsumsi lokal) kisaran produksi 10 – 30 ton dengan potensi keuntungan bersih per tahun sekitar US$ 12.000 - US$ 36.000 , ekspor ikan hidup kisaran produksi 0.5 – 1 ton dengan potensi keuntungan bersih per tahun sekitar

US$ 2.500 - US$ 5.000.

Hal serupa juga dilaporkan oleh (Alcala, 1988; White, 1989; Alcala dan Russ, 1990; serta Roberts, 1995) yang menyatakan bahwa pembangunan KKL dalam luasan kecil pada suatu wilayah menunjukkan peningkatan yang cukup berarti pada produktivitas perikanan di wilayah sekitarnya (non KKL). Sebagai contoh Alcala (1988) menganalisis pada tiga pulau di Philipina, diperoleh bahwa produksi perikanan bervariasi dari 10.94 – 24 metrik ton (mt)/km2/tahun pada tahun-tahun dimana belum dibangun KKL. Pada salah satu pulau, yaitu Sumilon, menurut White (1989), bahwa hasil produksi sebesar 14-24 mt/ km2/tahun pada saat sebelum KKL dibangun. Setelah dibangun KKL, hasil tangkapan meningkat menjadi 36 mt/ km2/tahun. Produksi KKL kembali menurun menjadi 20 mt/ km2/tahun ketika pengelolaan KKL terganggu atau mengalami masalah. Lebih lanjut White (1989), menyatakan bahwa KKL merupakan area recruitment bagi ikan-ikan karang yang bergerak pada kawasan terumbu karang yang bergerak di dalam dan diluar KKL. Lebih lanjut berdasarkan hasil penelitian Hutomo dan Suharti (1998), dilaporkan bahwa terumbu karang dapat memberikan manfaat langsung berupa hasil laut sebanyak 25 ton/ha/tahun. Berdasarkan hal tersebut, bahwa ternyata KKL dapat meningkatkan produksi hasil tangkapan yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan nelayan sekitar ekosistem terumbu karang. Bila diasumsikan jumlah tersebut konstan per tahun dengan harga rata-rata ikan di daerah studi sebesar Rp.5.000/kg, maka dapat diperoleh manfaat terumbu karang bagi perikanan sebesar Rp. 125.000.000/ha/tahun.

(5)

Tabel 11. Kesesuaian lahan untuk pembentukan kawasan konservasi terumbu karang, Selat Lembeh

Parameter Lokasi

Suhu Sal. Cerah Dalam Arus Subst Pkr Skor

Arahan Zonasi

Kasawari 28.4 32.3 10 12 0.15 8 0.76 88 Sangat sesuai Makawidey 28.1 32.4 10 12 0.17 8 0.75 88 Sangat sesuai Tandurusa 27.8 32.2 6 10 0.17 8 0.50 54 Sesuai

bersyarat Aertembaga 27.9 32.0 8 11 0.13 4 0.00 16,5 Tidak sesuai Manembo 27.8 32.1 8 12 0.13 4 0.30 16,5 Tidak sesuai Tj.Merah 28.2 32.5 10 12 0.17 8 0.75 88 Sangat sesuai Lirang 28.1 32.4 11 14 0.15 8 0.75 70 Sesuai Nusu 27.9 32.2 12 13 0.15 8 0.76 70 Sesuai Kareko 28.4 32.4 10 12 0.17 8 1.0 88 Sangat sesuai Binuang 28.4 32.0 11 14 0.17 8 0.76 88 Sangat sesuai Pintu Kota 27.9 32.4 10 15 0.14 6 0.75 86 Sangat sesuai Batuwoka 28.3 32.4 12 14 0.13 8 0.85 100 Sangat sesuai Mawali 27.9 32.5 10 13 0.15 4 0.51 16,5 Tidak sesuai Papusungan 27.5 32.4 7 11 0.16 4 0.50 16,5 Tidak sesuai Batulubang 28.0 32.6 9 13 0.16 4 0.50 16,5 Tidak sesuai Paudean 28.1 32.6 10 12 0.17 6 0.50 76 Sesuai Pasir panjang 28.2 32.6 9 11 0.16 8 0.76 88 Sangat sesuai

Keterangan:

Sal : Salinitas Cerah : Kecerahan Dalam : Kedalaman Subst : Substrat Pkr : Penutupan karang

Keuntungan yang nyata telah dibuktikan di beberapa tempat dimana terumbu karang sudah dilindungi dengan baik, termasuk pada beberapa lokasi sebagai berikut: Netherlands Antilles (Taman Nasional Laut Bonaire), dimana pariwisata selam meningkat; the Seychelles (Taman Nasional Laut Ste. Anne), dimana taman nasional digunakan baik oleh turis maupun penduduk setempat untuk berenang, berlayar, snorkeling, selam, dan perjalanan perahu beralas kaca; Fiji (Tai Island), dimana hasil tangkapan nelayan kecil meningkat, kegiatan pariwisata berkembang pesat, dan pemegang hak penangkapan tradisional (eksklusif) dilibatkan dalam pengelolaan resort dan penyewaan perahu; Cozumel Island (Mexican Caribbean) dimana terjadi peningkatan jumlah wisatawan lokal dan manca negara yang datang untuk menyaksikan melimpahnya ikan-ikan karang; dan Kenya (Taman Nasional dan Cagar Alam Malindi/Watamu), dimana pariwisata menghasilkan pendapatan melalui tiket masuk, biaya pemandu dan

(6)

biaya kemping, penyewaan perahu dan peralatannya, serta hotel. Pada sisi lain, juga terjadi keuntungan tidak langsung dengan adanya permintaan terhadap lapangan pekerjaan di hotel-hotel, sebagai pemandu dan pengemudi perahu (McNeely et al., 1994).

5.2.2. Potensi Pengembangan Pariwisata Bahari

Pariwisata bahari adalah kegiatan rekreasi yang dilakukan disekitar pantai, seperti berenang, berselancar, berjemur, menyelam, berdayung, snorkling, berjalan-jalan atau berlari di sepanjang pantai, dan menikmati keindahan suasana pesisir (Dahuri, 1993). Pembobotan kesesuaian perairan untuk pariwisata bahari (diving dan snorkling) dilakukan dengan mempertimbangkan faktor pembatas yang terdiri dari kecerahan perairan, kecepatan arus, kedalaman perairan, dan penutupan karang hidup.

Parameter pembatas ini diberi pembobotan dan skor. Untuk pemberian bobot pada semua parameter didasarkan pada tingkat kepentingan untuk kegiatan selam/diving. Parameter kecerahan perairan dan kecepatan arus memiliki bobot tertinggi karena faktor kecerahan dan kecepatan arus sangat menentukan bagi kegiatan wisata, maupun untuk ekologi terumbu karang, sedangkan penutupan karang hidup merupakan daya tarik wisatawan untuk menikmati keindahan bawah laut. Perairan yang jernih mengundang rasa ingin tahu untuk melihat keindahan bawah laut, dan kecepatan arus merupakan faktor yang berhubungan dengan keselamatan penyelam. Kedalaman dasar laut, menempati bobot yang lebih kecil daripada lainnya, karena parameter kedalaman dapat teratasi oleh parameter lainnya. Kedalaman dasar laut meskipun merupakan faktor pembatas kehidupan karang, tetapi pada perairan yang jernih dan kondisi lingkungannya memungkinkan, terumbu karang dapat tumbuh sampai kedalaman 50 meter. Menurut Nybakken (1988), terumbu karang tidak dapat berkembang di perairan yang lebih dalam dari 50-70 m. Kebanyakan terumbu karang di Indonesia tumbuh pada kedalaman 15 m.

Berdasarkan pengamatan pada 17 lokasi di kawasan Selat Lembeh, diperoleh hasil seperti pada Tabel 12 berikut. Dengan memperhatikan kondisi dan penilaian untuk masing-masing parameter yang menentukan wisata selam/diving

(7)

serta hasil skoring dan pembobotan, dihasilkan pengelompokan kesesuaian lahan untuk pariwisata bahari sebagai berikut:

a. Sangat Sesuai (S1)

Wilayah yang termasuk kategori ini dicirikan dengan tidak adanya faktor pembatas yang menghambat perlakuan yang diberikan. Berdasarkan hasil analisis, lokasi yang termasuk sangat sesuai adalah Tanjung Merah, Paudean dan pasir Panjang, dengan skor rata-rata sekitar 750. Seluruh parameter yang ada membuat wilayah ini sangat sesuai untuk pengembangan pariwisata bahari. Penilaian diberikan atas parameter-parameter yang mendukung seperti: kecerahan yang tinggi, penutupan karang hidup, dan arus yang tidak kuat. Parameter-parameter penilaian kelayakan pariwisata bahari yang ada, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) pengaruh manusia, dan (2) tidak dipengaruhi oleh manusia. Parameter yang bisa dipengaruhi oleh manusia, meliputi kecerahan perairan, dan persentase penutupan karang, sedangkan yang tidak dapat/sulit dipengaruhi oleh manusia seperti kedalaman perairan dan kecepatan arus.

b. Sesuai (S2)

Wilayah yang termasuk dalam kategori ini mempunyai faktor pembatas yang agak serius untuk dijadikan kawasan pariwisata bahari khususnya kegiatan menyelam (diving). Hasil perhitungan pada Tabel 13, diketahui bahwa lokasi Kasawari, Makawidey, Tandurusa, Lirang, Nusu, Kareko, Binuang, Pintu Kota, Batuwoka, dan Mawali memperoleh rata-rata skor berkisar 560 sehingga semua lokasi tersebut termasuk kategori sesuai (S2). Parameter yang paling mendukung daerah ini sangat sesuai adalah terumbu karang yang indah yakni berkisar antara 30 – 100% (Tabel 12), serta kecepatan arus rata-rata berkisar 0,154 m/det. Parameter lainnya yang mendukung adalah kedalaman perairan, yaitu rata-rata berkisar 13,25 m. Hal ini sejalan dengan laporan Kepel (2004), bahwa kedalaman rata-rata perairan sekitar pantai Selat Lembeh adalah 15 – 20 m. Nilai-nilai tersebut berdasarkan matriks kesesuaian untuk kegiatan wisata selam termasuk sangat sesuai.

(8)

c. Sesuai Bersyarat (S3)

Daerah yang termasuk dalam kategori sesuai bersyarat mempunyai pembatas serius untuk pengembangan wisata selam. Faktor pembatasnya antara lain penutupan karang dan kedalaman perairan tidak memenuhi kriteria untuk pariwisata bahari. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 13, diperoleh bahwa tidak ditemukan lokasi yang termasuk dalam kategori sesuai bersyarat (S3).

d. Tidak Sesuai (N)

Wilayah yang termasuk dalam kategori ini mempunyai pembatas permanen, semua parameter yang ada memiliki keterbatasan untuk dikembangkan menjadi kawasan pariwisata bahari (selam). Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 12, diperoleh bahwa lokasi Aertembaga, Manembo-Nembo, Papusungan dan batulubang termasuk kategori ”N”. Dari data yang ada dan pengamatan lapangan menunjukkan bahwa pada umumnya semua lokasi termasuk kategori sesuai dan sangat sesuai, artinya bahwa lokasi tersebut merupakan wilayah potensial untuk dikembangkan sebagai pariwisata bahari. Namun demikian untuk menjamin keberlanjutan kegiatan pariwisata bahari tersebut diperlukan proteksi terhadap terumbu karang dan membentuk suatu blok perlindungan.

Tabel 12. Kelas kesesuaian parameter untuk pengembangan pariwisata bahari pada masing-masing lokasi di Selat Lembeh

Kecerahan (m) Kec.arus (m/det.) Kedalaman (m) Penutupan karang (%)

No. Lokasi

Kondisi Kelas Kondisi Kelas Kondisi Kelas Kondisi Kelas

1. Kasawari 10 S2 0.15 S1 12 S1 0.76 S2 2. Makawidey 10 S2 0.17 S1 12 S1 0.75 S2 3. Tandurusa 6 S3 0.17 S1 10 S1 0.50 S2 4. Aertembaga 8 S3 0.13 S1 11 S1 0.00 N 5. Manembo 8 S3 0.13 S1 12 S1 0.30 N 6. Tj.Merah 10 S2 0.17 S1 12 S1 0.75 S1 7. Lirang 11 S2 0.15 S1 14 S1 0.75 S2 8. Nusu 12 S2 0.15 S1 13 S1 0.76 S2 9. Kareko 10 S2 0.17 S1 12 S1 1.0 S2 10. Binuang 11 S2 0.17 S1 14 S1 0.76 S2 11. Pintu Kota 10 S2 0.14 S1 15 S1 0.75 S2 12. Batuwoka 12 S2 0.13 S1 14 S1 0.85 S2 13. Mawali 10 S2 0.15 S1 13 S1 0.51 S2 14. Papusungan 7 S3 0.16 S1 11 S1 0.50 N 15. Batulubang 9 S3 0.16 S1 13 S1 0.50 N 16. Paudean 10 S2 0.17 S1 12 S1 0.50 S2 17. Psr.Panjang 9 S3 0.16 S1 11 S1 0.76 S1

(9)

Tabel 13. Pemberian skor pada masing-masing parameter untuk pengembangan pariwisata bahari Kecerahan (m) Arus (m/det.) Kedalaman (m) Penutupan karang (%) No. Lokasi

Kelas Skor Kelas Skor Kelas Skor Kelas Skor Total skor Arahan Zonasi 1. Kasawari S2 12 S1 18 S1 18 S1 20 560 Sesuai 2. Makawidey S2 12 S1 18 S1 18 S1 20 560 Sesuai 3. Tandurusa S3 8 S1 18 S1 18 S2 16 560 Sesuai 4. Aertembaga S3 8 S1 18 S1 18 S3 12 235 Tdk sesuai 5. Manembo S3 8 S1 18 S1 18 S3 12 235 Tdk sesuai 6. Tj.Merah S2 12 S1 18 S1 18 S1 20 750 Sgt sesuai 7. Lirang S2 12 S1 18 S1 18 S1 20 560 Sesuai 8. Nusu S2 12 S1 18 S1 18 S1 20 560 Sesuai 9. Kareko S2 12 S1 18 S1 18 S1 20 560 Sesuai 10. Binuang S2 12 S1 18 S1 18 S1 20 560 Sesuai

11. Pintu Kota S2 12 S1 18 S1 18 S1 20 560 Sesuai

12. Batuwoka S2 12 S1 18 S1 18 S1 20 560 Sesuai 13. Mawali S2 12 S1 18 S1 18 S2 16 560 Sesuai 14. Papusungan S3 8 S1 18 S1 18 S2 16 235 Tdk sesuai 15. Batulubang S3 8 S1 18 S1 18 S2 16 235 Tdk sesuai 16. Paudean S2 12 S1 18 S1 18 S2 16 750 Sgt sesuai 17. Ps.panjang S3 8 S1 18 S1 18 S1 20 750 Sgt sesuai

Hasil analisis kesesuaian lahan untuk pengembangan pariwisata bahari dapat dilihat pada Gambar 17. Selain parameter tersebut di atas, beberapa faktor penunjang/kekhasan dan faktor pembatas yang dapat dijadikan dasar pengembangan pariwisata bahari di setiap lokasi adalah seperti tercantum pada Tabel 14 berikut:

(10)

Tabel 14. Faktor Penunjang/Kekhasan dan Faktor Pembatas Pengembangan Pariwisata Bahari di Selat Lembeh

No. Lokasi Faktor Penunjang/kekhasan Faktor Pembatas

1. Kasawari

• Lokasi penyelaman di Tanjung lampu dan sekitar pemukiman penduduk

• Pemandangan laut yang sangat bagus • Banyak terdapat ikan cakalang,

khususnya dibagian utara

• Disepanjang pantai sering terlihat penyu

• Berbatasan langsung dengan Cagar Alam Tangkoko

• Terdapat anoa dan tarsius • Terdapat lokasi budidaya kerang

mutiara

Air bersih

2. Makawidey

• Terdapat penyu dan lumba-lumba • Lokasi penyelaman di depan

dermaga dan depan tokambahu • Di hutan banyak terdapat kera dan

tarsius

• Memiliki pantai berpasir di Tokambahu

Transportasi darat

3. Tandurusa • Lokasi penyelaman di P. Serena • Terdapat Dive operator Penyelaman (Kungkungan bay resort)

Berdekatan dengan galangan kapal dan industri pengolahan ikan, sehingga rentan terhadap pencemaran laut

4. Aertembaga - Lokasi Pelabuhan

5.

Manembo-Nembo Bawah

Terdapat lokasi pemancingan Lokasi industri

6. Tj.Merah

• Wisatawan biasanya datang di Pantai RCTI, dan jalan-jalan sepanjang pantai, ada yang menyelam

• Terdapat ikan karang dan ikan hias • Saat cuaca bagus, ikan paus,

maming, lumba-lumba dan duyung sering muncul

• Penyu sering bertelur dipasir putih samping pantai RCTI (biasanya penyu sisir, dan penyu udang)

• Terdapat tempat penangkaran penyu (di Pusat Penyelamatan Satwa) • Terdapat cottage (Tumbuna Cottage)

Cuaca yang buruk pada saat angin selatan

(11)

No. Lokasi Faktor Penunjang/kekhasan Faktor Pembatas

7. Lirang

• Terdapat Pulau Batu Kapal (terdapat lampu suar),

• Pemandangan menarik saat memasuki wilayah Lirang terutama melalui laut nampak beberapa pulau kecil memiliki bentuk yang bermacam – macam,

• Pulau Batu Kapal dan Napo skoci untuk lokasi selam

• Lokasi diving di batu kapal

• Ikan paus, duyung, hiu, penyu, dan lumba-lumba sering terlihat

• Air bersih

• Pada musim barat ombak cukup besar

8. Nusu

• Lokasi penyelaman terletak di P. Putus dan Tanjung Lobor serta pemandangan yang bagus di bukit Tanjung Keker

• Terdapat penyu, hiu dan lumba-lumba

• Kesenian khas Sangihe Talaud (masamper dan tulude), • Kerajinan (cindera mata)

Transportasi darat (dalam P.Lembeh) dan laut belum lancar

9. Kareko

• Terdapat mata air (air bajo, kareko batu, sumur)

• Lokasi penyelaman di Pantai Parigi • Terdapat penyu, hiu dan

lumba-lumba

Saat angin utara (November-Januari) ombak agak besar

10. Binuang

• Lokasi penyelaman di Pulau burung dan batu laholo (angel window) • Terdapat ikan hiu, paus dan

lumba-lumba

• Pada bulan purnama sering muncul penyu balak dan sisir

Saat bertiup angin utara dan selatan, ombak agak besar

11. Pintu Kota

• Lokasi penyelaman terdapat di Napo Rarandam

• Terdapat buaya, tarsius dan maleo • Dalam mangrove terdapat ular,

paniki, soa-soa, elang, bangau, udang raja dan kura-kura

Terbatasnya alat transportasi (perahu)

12. Batuwoka

• Lokasi penyelaman di pantai Perigi, Pintu Kelada, dan Baturiri

• Terdapat Pulau sangat kecil yaitu P. Serena (lokasi penyelaman)

• Terdapat mata air Gunung Woka

• Jika terjadi angin utara (Agustus-Oktober) terdapat banyak sampah

• Pada musim hujan (Januari- Februari) sering terjadi banjir

(12)

No. Lokasi Faktor Penunjang/kekhasan Faktor Pembatas 13. Mawali Terdapat ikan paus, penyu dan

lumba-lumba Belum ada penginapan

14. Papusungan Banyak ditemukan ikan hias

Berdekatan dengan galangan kapal dan pelabuhan, sehingga rentan terhadap pencemaran laut

15. Batulubang Terdapat keramba ikan hias

• Banyak sampah diperairan • Berhadapan dengan pelabuhan Bitung, sehingga rentan terhadap pencemaran perairan 16. Paudean

• Lokasi penyelaman terletak di Di bagian Utara pemukiman dan Teluk Walenekoko

• Terdapat cottege dan Dive center

Rusaknya prasarana transportasi darat 17. Pasir panjang • Terdapat tarsius • Terdapat DPL

• Pantai indah di waleneperet

• Transportasi (darat maupun laut) belum memadai

• Pada musim barat cuaca kurang baik sehingga

menyulitkan transportasi laut

Gambar

Tabel 11.  Kesesuaian lahan untuk pembentukan kawasan konservasi terumbu  karang, Selat Lembeh
Tabel 12. Kelas kesesuaian parameter untuk pengembangan pariwisata bahari  pada masing-masing lokasi di Selat Lembeh
Tabel 13.   Pemberian skor pada masing-masing parameter untuk pengembangan  pariwisata bahari  Kecerahan  (m) Arus  (m/det.) Kedalaman (m) Penutupan karang (%) No
Tabel 14.   Faktor  Penunjang/Kekhasan dan Faktor Pembatas Pengembangan  Pariwisata Bahari di Selat Lembeh

Referensi

Dokumen terkait

Dapat dilihat dari ada beberapa tahapan proses perencanaan pembangunan yang belum melibatkan unsur masyarakat secara menyeluruh, sebenarnya masyarakat paling tau apa yang

Rumah adalah suatu bangunan yang dihuni oleh manusia dan di dalamnya mereka dapat melakukan aktifitas untuk memenuhi kebutuhan hidup. Rumah merupakan sebuah

MAHASISWA DALAM PENGISIAN KRS HARUS MENGISI KELAS SUPAYA NAMANYA TERCANTUM DALAM DAFTAR ABSEN KULIAH MAUPUN DAFTAR ABSEN

Tata kerja kelompok ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari aturan besar kelompok SHK Lestari Muara Tiga sebagai acuan atau landasan pelaksanaan kerja kelompok dalam

Dilihat dari Antropologi Hukum, baru-baru ini marak terjadi suatu kasus penggusuran pedagang kaki lima yang terjadi di Stasiun Kreta Api Bekasi, dengan kasus ini seluruh pedagang

Hasil penelitian menunjukan bahwa tepung tempe dan virgin coconut oil (VCO) memberi pengaruh berbeda nyata (signifikan) terhadap kadar lemak, protein, volume

Rekonsiliasi fiskal dilakukan untuk penyesuaian atas laba komersil yang berbeda dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan neto/laba yang sesuai dengan

Pelatihan dilaksanakan di tempat tersebut dengan pertimbangan, yaitu: (1) kedua kelompok mitra belum memiliki alat dan lokasi finishing, (2) lokasi adalah milik