• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statement). Penyusunan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statement). Penyusunan"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1. Latar Belakang Masalah

Akuntansi menghasilkan informasi keuangan tentang sebuah entitas. Informasi keuangan yang dihasilkan oleh proses akuntansi disebut laporan keuangan. Laporan keuangan dapat digunakan untuk tujuan umum dan khusus. Laporan keuangan yang disusun berdasarkan standar merupakan bentuk laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statement). Penyusunan laporan keuangan untuk tujuan umum dan ditujukan kepada pihak eksternal, merupakan bagian dari akuntansi keuangan. (Dwi Martani, dkk, 2012:8)

Akuntansi keuangan pemerintah yaitu laporan keuangan pemerintah dalam penyajiannya diatur oleh SAP (Standar Akuntansi Pemerintah). Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005. SAP dinyatakan dalam bentuk Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP), dilengkapi dengan Pengantar Standar Akuntansi Pemerintahan dan disusun mengacu kepada Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan. SAP harus digunakan sebagai acuan dalam menyusun laporan keuangan pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.

(2)

Menurut Mardiasmo (2005) dalam Dyah Setyaningrum (2012) terdapat tiga aspek utama yang mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance) yaitu pengawasan, pengendalian dan pemeriksaan. Pemeriksaan (audit) merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak yang memiliki independensi dan kompetensi professional untuk memeriksa apakah hasil kinerja pemerintah telah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Tata kelola penyelenggaraan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah, diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintahan pusat dan daerah, kedua undang-undang tersebut merupakan era baru dalam hubungan antara pemerintahan pusat dan daerah di Indonesia dalam rangka mewujudkan pelaksanaan desentralisasi dalam bentuk otonomi daerah. Untuk menjamin lancar dan berjalan dengan baiknya pelaksanaan desentralisasi tersebut, maka perlu diadakan suatu pengawasan. Pengawasan bersifat membantu agar sasaran yang ditetapkan organisasi dapat tercapai, dan secara dini menghindari terjadinya penyimpangan pelaksanaan, penyalahgunaan wewenang, pemborosan dan kebocoran anggaran (Sukriah dkk, 2009 dalam Dies Pra Ayura, 2013).

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2005, pengawasan terhadap pemerintah di daerah dilakukan oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) sesuai dengan fungsi dan wewenangnya. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah terdiri dari Inspektorat Jenderal Departemen, Unit

(3)

Pengawasan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Inspektorat Provinsi dan Inspektorat Kabupaten/Kota. Inspektorat Provinsi Jawa Tengah merupakan inspektorat yang berada di lingkup pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Kedudukan inspektorat ini sejajar dengan badan atau dinas yang lainnya, yang mana sebagai unsur penunjang Pemerintah Daerah dibidang pengawasan yang dipimpin seorang Inspektur, berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur dan secara teknis admistrasi mendapat pembinaan dari Sekda.

Inspektorat mempunyai tugas pokok melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan daerah, pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten/Kota dan pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah Kabupaten/Kota. Untuk menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Inspektorat mempunyai fungsi yaitu: perencanaan program pengawasan; perumusan kebijakan dan fasilitasi pengawasan di bidang pembangunan, pemerintahan, dan kemasyarakatan; pemeriksaan, pengusutan, pengujian, dan penilaian tugas pengawasan; evaluasi dan pelaporan di bidang pengawasan; pelaksanaan kesekretariatan Inspektorat; pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Gubernur sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, staf inspektorat melakukan pemeriksaan rutin terhadap Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkup pemerintahan Provinsi Jawa Tengah. Hasil audit berupa Laporan Hasil

(4)

Pemeriksaan (LHP) yang berisi tentang temuan kecurangan dan penyimpangan serta saran kepada Kepala Daerah Provinsi Jawa Tengah.

Hasil audit BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2012 di wilayah Provinsi Jawa Tengah menunjukkan, terdapat 11 pemda yang sudah memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan sebanyak 25 Pemda memperoleh opini Wajar dengan Pengecualian (WDP). Opini atas LKPD Tahun Anggaran 2012, relatif menunjukkan kemajuan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Sebelas LKPD tahun 2012 yang meraih predikat WTP adalah Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Semarang, Kabupaten Jepara, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Kudus, Kota Semarang dan Kota Surakarta. Sedangkan Pemda yang mengalami penurunan dari WTP menjadi WDP yaitu Kota Tegal. Meskipun terjadi peningkatan, namun persentase jumlah LKPD Tahun Anggaran 2012 yang memperoleh opini WTP dibandingkan dengan seluruh LKPD yang diaudit BPK RI masih relatif kecil yaitu sebesar 30,56%, masih dibawah target nasional sebesar 60% di tahun 2014.

Secara umum pengertian auditing dalam Mulyadi (2013) adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang sudah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Definisi auditing secara umum tersebut memiliki

(5)

unsur-unsur penting antara lain (1) Suatu proses sistematik, yaitu berupa suatu rangkaian langkah atau prosedur yang logis, bererangka dan teroganisasi; (2) Untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif, yaitu ditujukan untuk memperoleh bukti yang mendasari pernyataan yang dibuat oleh individu atau badan usaha serta untuk mengevaluasi tanpa memihak atau berprasangka terhadap bukti-bukti tersebut; (3) Pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi atau hasil proses akuntansi; (4) Menetapkan tingkat kesesuaian dalam pengumpulan bukti mengenai pernyataan dan evaluasi terhadap hasil pengumpulan bukti tersebut; (5) Kriteria yang telah ditetapkan, yakni kriteria atau standar yang dipakai sebagai dasar untuk menilai pernyataan; (6) Penyampaian hasil (atestasi); dan (7) Pemakai yang berkepentingan.

Profesi akuntan merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari profesi akuntan, masyarakat mengharap penilaian yang bebas dan tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen. Profesi akuntan bertanggungjawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan, sehingga masyarakat memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar pengambilan keputusan. Guna menunjang profesionalismenya sebagai akuntan maka auditor dalam melaksanakan tugas auditnya harus berpedoman pada standar audit yang diterapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yakni standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Dimana standar umum merupakan cerminan kualitas pribadi yang harus dimiliki oleh seorang auditor yang mengharuskan auditor memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup dalam melaksanakan prosedur audit. Sedangkan standar pekerjaan lapangan dan

(6)

standar pelaporan mengaturan auditor dalam hal pengumpulan data dan kegiatan lainnya yang dilaksanakan selama melakukan audit serta mewajibkan auditor untuk menyusun suatu laporan atas keuangan yang diauditnya secara keseluruhan. (Ricca Rosalina Sari, 2012)

Kemampuan auditor dalam mendeteksi kesalahan pada laporan keuangan dan melaporkannya pada pengguna laporan keuangan adalah definisi kualitas audit oleh De Angelo (1981a) dalam Dyah Setyaningrum (2012). Peluang mendeteksi kesalahan tergantung pada kompetensi auditor, sedangkan keberanian auditor melaporkan adanya kesalahan pada laporan keuangan tergantung pada independensi auditor. Kompetensi diukur dari kemampuan auditor, misalnya tingkat pengalaman, spesialisasi auditor, jam audit, dan lain-lain; sedangkan independensi diukur dari sejauh mana auditor dapat bersikap independen dalam melakukan proses audit dan memberikan opini.

De Angelo (1981) menyatakan kualitas audit merupakan probabilitas bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran pada sistem akuntansi klien. Sedangkan probabilitas untuk menemukan pelanggaran tergantung pada kemampuan teknis auditor, dan probabilitas melaporkan pelanggaran tergantung pada independensi auditor (Deis dan Giroux, 1992 dalam Batubara, 2008). Sementara itu AAA Financial Accounting Commite (2000) dalam Christiawan (2003:82) menyatakan bahwa kualitas audit ditentukan oleh 2 hal yaitu kompetensi dan independensi. Kedua hal tersebut berpengaruh langsung terhadap kualitas audit (Elfarini, 2007 dalam Tjun Tjun, 2012).

(7)

Penelitian Dyah Setyaningrum (2012) tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit BPK-RI dengan sampel 132 LKPD (Laporan Keuangan Pemerintah Daerah) tahun 2009 yang memenuhi kriteria, menunjukkan hasil bahwa karakteristik auditor dan karakteristik auditee secara bersama-sama mempengaruhi kualitas audit. Namun pengujian secara parsial menunjukkan bahwa karakteristik auditor yang terdiri dari latar belakang, kecakapan profesional dan pendidikan profesional berkelanjutan tidak mempengaruhi kualitas audit. Sedangkan untuk karateristik auditee hanya ukuran pemerintah daerah saja yang terbukti berpengaruh negatif terhadap kualitas audit namun kompleksitas pemerintah daerah tidak terbukti berpengaruh terhadap kualitas audit.

Ricca Rosalina Sari (2012) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa kompetensi dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Penelitian ini dilakukan dengan penyebaran kuesioner ke KAP di Semarang dan 42 kuesioner yang dapat diolah dengan metode analisis regresi berganda. Hal senada juga diketahui dari hasil penelitian I Gede Arya Satya Prattama, Ni Kadek Sinarwati, Anantawikrama Tungga Atmaja (2014) menyimpulkan bahwa; Pertama, akuntabilitas, tingkat pendidikan, pendidikan, berkelanjutan dan independensi pemeriksa secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan di Inspektorat Kabupaten Buleleng. Kedua, secara parsial, akuntabilitas dan independensi pemeriksa berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Sedangkan tingkat pendidikan dan pendidikan berkelanjutan tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Ketiga, independensi pemeriksa adalah variabel berpengaruh paling dominan.

(8)

Begitu juga penelitian Endang Sri Utami (2015) menunjukkan bahwa kompetensi, independensi, profesionalisme berpengaruh terhadap kualitas audit.

Dalam penelitian Achmad Badjuri (2012) yang membuktikan bahwa integritas dan kompetensi auditor sektor publik berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi integritas dan kompetensi yang dimiliki oleh auditor sektor publik pada saat melaksanakan penugasan profesional auditnya akan mendorong meningkatnya kualitas hasil pemeriksaan yang dihasilkan. Auditor sektor publik diharapkan selalu menjaga integritas dan meningkatkan kompetensinya dalam bertugas sebagai wujud pertanggungjawaban kepada masyarakat yang menjadi salah satu pihak pengguna hasil audit sektor publik. Penelitian ini juga membuktikan bahwa pengalaman kerja audit, independensi dan obyektifitas auditor sektor publik tidak berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Serta penelitian Lauw Tjun Tjun, Elizabet Indrawati Marpaung, dan Santi Setiawan (2012) juga menyimpulkan bahwa independensi tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.

Kecakapan profesional, pendidikan berkelanjutan dan independensi pemeriksa secara parsial berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Untuk latar belakang pendidikan secara parsial tidak berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan bersumber dari penelitian Batubara (2008). Kemudian penelitian Endang Sri Utami (2015) menunjukkan bahwa kompetensi, independensi, profesionalisme auditor berpengaruh terhadap kualitas audit.

(9)

Referensi yang digunakan dalam penelitian ini Dyah Setyaningrum (2012), I Gede Arya Satya Prattama, Ni Kadek Sinarwati, Anantawikrama Tungga Atmaja (2014), Achmad Badjuri (2012), Lauw Tjun Tjun, Elyzabet Indrawati Marpaung, Santy Setiawan (2012), Endang Sri Utami (2015). Penelitian ini mencoba membahas faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit melalui latar belakang pendidikan, kecakapan profesional, pendidikan berkelanjutan dan independensi auditor pada Inspektorat Provinsi Jawa Tengah.

Tabel 1.1

RESEARCH GAP TERHADAP KUALITAS AUDIT

Peneliti X1 X2 X3 X4

Dyah Setyaningrum (2012) Tidak Signifikan

Tidak Signifikan

Tidak

Signifikan - I Gede Arya Satya Prattama,

Ni Kadek Sinarwati, Anantawikrama Tungga Atmaja (2014) Tidak Signifikan - Tidak Signifikan Signifikan

Achmad Badjuri (2012) - - - Tidak

Signifikan Lauw Tjun Tjun, Elyzabet

Indrawati Marpaung, Santy Setiawan (2012)

- - - Tidak

Signifikan

Endang Sri Utami (2015) - - - Signifikan

Sumber: disarikan dari berbagai jurnal

Keterangan:

X1 : Latar Belakang Pendidikan X2 : Kecakapan Profesional

(10)

X3 : Pendidikan Berkelanjutan X4 : Independensi

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan mendorong untuk diadakannya penelitian lanjutan guna mengkaji kembali variabel-variabel yang mempengaruhi kualitas audit serta menyempurnakan penelitian terdahulu. Penelitian ini mengacu pada penelitian Dyah Setyaningrum (2012) yang meneliti tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit BPK-RI. Namun pada penelitian ini, peneliti mengambil obyek penelitian pada Inspektorat Provinsi Jawa Tengah dengan sampel auditor menggunakan data primer berupa kuesioner serta menambahkan model moderasi pada variabel kecakapan profesional.

Didasari uraian tersebut diatas maka penelitian ini mengambil judul “Pengaruh Karakteristik Auditor Terhadap Kualitas Audit Dengan Independensi Sebagai Variabel Moderasi (Studi Kasus Pada Inspektorat Provinsi Jawa Tengah)”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang ada yaitu persentase jumlah LKPD Tahun Anggaran 2012 yang memperoleh opini WTP dibandingkan dengan seluruh LKPD yang diaudit BPK RI masih relatif kecil yaitu sebesar 30,56%, masih dibawah target nasional sebesar 60% di tahun 2014 serta adanya perbedaan penelitian sebelumnya pada variabel independensi yang dilakukan I Gede Arya Satya Prattama, Ni Kadek Sinarwati, Anantawikrama Tungga Atmaja (2014), Achmad Badjuri (2012), Lauw Tjun Tjun, Elyzabet Indrawati Marpaung, Santy

(11)

Setiawan (2012) dan Endang Sri Utami (2015) maka masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah latar belakang pendidikan auditor berpengaruh terhadap kualitas audit pada Inspektorat Provinsi Jawa Tengah?

2. Apakah kecakapan auditor berpengaruh terhadap kualitas audit pada Inspektorat Provinsi Jawa Tengah?

3. Apakah pendidikan berkelanjutan auditor berpengaruh terhadap kualitas audit pada Inspektorat Provinsi Jawa Tengah?

4. Apakah independensi auditor berpengaruh terhadap kualitas audit pada Inspektorat Provinsi Jawa Tengah?

5. Apakah kecakapan auditor berpengaruh terhadap kualitas audit dengan independensi sebagai variabel moderasi pada Inspektorat Provinsi Jawa Tengah?

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan pada rumusan masalah yaitu untuk mengetahui adakah pengaruh karakteristik auditor terhadap kualitas audit yang meliputi latar belakang pendidikan, kecakapan auditor, pendidikan berkelanjutan dan independensi (studi kasus pada Inspektorat Provinsi Jawa Tengah).

(12)

1.3.2. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang dikemukan di atas, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak antara lain :

1. Kegunaan Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan, pengalaman, pemahaman dan wawasan intelektual tentang pengaruh karakteristik auditor terhadap kualitas audit di Inspektorat Provinsi Jawa Tengah, serta dapat memberikan deskripsi tentang pengaruh karakteristik auditor terhadap kualitas audit (Studi kasus pada Inspektorat Provinsi Jawa Tengah) sehingga dapat dijadikan tambahan wawasan dalam penelitian berikutnya serta diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi maupun acuan bagi mahasiswa maupun pembaca untuk melakukan penelitian di waktu yang akan datang

2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat membantu mengidentifikasi hal-hal yang mempengaruhi kualitas audit dan memberikan masukan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit sehingga kedepannya dapat dijadikan referensi guna mengoptimalkan kinerjanya bagi pemeriksa Inspektorat Provinsi Jawa Tengah.

(13)

40

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Dalam bab ini membahas variabel penelitian dan definisi operasional. Penelitian ini merupakan penelitian kausalitas dimana terdapat hubungan antara dua variabel atau lebih. Hubungan dalam penelitian ini merupakan hubungan kausal yaitu sebab akibat, dimana ada variabel eksogen (bebas) yaitu variabel yang mempengaruhi variabel endogen (terikat) yaitu variabel yang dipengaruhi. 3.1.1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga memperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010).

a. Variabel Endogen (Variabel Terikat)

Variabel-variabel yang akan dijelaskan sebuah model merupakan variabel endogen atau lebih dikenal dengan variabel dependen. Variabel penelitian endogen dalam penelitian ini adalah Kualitas audit.

b. Variabel Eksogen (Variabel Bebas)

Variabel-variabel yang nilainya ditentukan diluar model merupakan variabel eksogen atau variabel independen. Dalam penelitian ini variabel eksogennya

(14)

meliputi latar belakang pendidikan, kecakapan profesional, pendidikan berkelanjutan dan independensi.

c. Varibel Moderasi

Variabel moderasi merupakan variabel yang mempunyai peranan untuk dapat memperkuat atau memperlemah pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen. Variabel moderasi dari penelitian ini adalah independensi auditor.

3.1.2.Definisi Operasional

Definisi operasional adalah penjelasan definisi dari variabel yang telah dipilih oleh peneliti. Definisi operasional dapat didasarkan pada satu atau lebih sumber atau referensi, dengan disertai alasan yang mendasari penggunaan definisi dimaksud. Setelah didefinisikan, variabel penelitian harus dapat diukur menurut kaidah atau ukuran yang lazim diterima secara akademis.

Penelitian ini menggunakan empat variabel eksogen dan satu variabel endogen serta satu variabel moderasi yang diukur dengan menggunakan skala likert. Skala likert merupakan metode untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Ghozali dan Ikhsan, 2006 dalam Batubara, 2008). Dalam skala likert, variabel yang diukur dijabarkan menjadi indikator variabel.

a. Latar Belakang Pendidikan

Latar belakang pendidikan mengacu pada tingkat pendidikan auditor yang diukur dengan jenjang atau strata pendidikan dan jurusan (program studi) yang

(15)

dimiliki oleh auditor. Tingkat pendidikan dimulai dari SLTA sampai dengan Pascasarjana. Indikator lainnya yaitu jurusan lain yang dimiliki yang ada pada auditor. Pengukurannya menggunakan skala Likert.

b. Kecakapan Profesional

Kecakapan profesional mengacu pada auditor yang telah mengikuti training akuntansi, training audit dan pengalaman dalam melakukan pemeriksaan.

c. Pendidikan Berkelanjutan

Pendidikan berkelanjutan dalam penelitian ini adalah auditor yang telah mengikuti program pendidikan singkat untuk dalam dan luar negeri, materi pelatihan yang diikuti tersebut harus mengikuti perkembangan teknologi yang tebaru, jenis pelatihan yang diikuti oleh auditor harus berhubungan dengan obyek pemeriksaan yang ada, dan frekuensi pelatihan seorang pemeriksa setiap dua tahun minimal 80 jam mengikuti pelatihan.

d. Independensi

Independensi adalah auditor tidak memiliki hubungan kerjasama dengan entitas atau program yang diperiksa, auditor dalam melakukan pemeriksaan tidak mempunyai batasan waktu yang tidak wajar, organisasi pemeriksa harus bebas dari hambatan independensi dan tidak ada campur tangan pihak ekstern mengenai penugasan, penunjukan dan promosi pemeriksa.

e. Kualitas Audit

Kualitas audit adalah pelaporan tentang kelemahan pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan, tanggapan dari pejabat yang bertanggungjawab,

(16)

merahasiakan pengungkapan informasi yang dilarang, pendistribusian laporan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut dari rekomendasi auditor sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Batubara, 2008). Yang menjadi indikator dalam kualitas audit yaitu kelemahan pengendalian intern, penyimpangan dari peraturan perundang-undangan, kerahasiaan informasi, pendistribusian laporan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut dari rekomendasi.

Berdasarkan definisi operasional variabel diatas maka dapat disajikan secara ringkas pada tabel berikut ini:

Tabel 3.1

Definisi Operasional Variabel

No Nama

Variabel Definisi Variabel Indikator Sumber

1 Kualitas audit Pelaporan tentang kelemahan pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan, tanggapan dari pejabat yang bertanggungjawab, merahasiakan

pengungkapan informasi yang dilarang, pendistribusian laporan hasil pemeriksaan dan tindak lanjut dari rekomendasi auditor sesuai dengan peraturan perundang-undangan -kelemahan pengendalian intern -tanggapan dari auditee -kerahasiaan informasi -pendistribusian LHP

-tindak lanjut dari rekomendasi

Batubara, 2008

2 Latar belakang pendidikan

Jenjang pendidikan dan program studi yang dimiliki auditor -tingkat pendidikan -program studi Batubara , 2008 3 Kecakapan profesional

Training dalam bidang akuntansi, audit, dan pengalaman kerja dalam melakukan pemeriksaan -training akuntansi -training audit -pengalaman audit Batubara , 2008

(17)

4 Pendidikan berkelanjutan

Pendidikan berkelanjutan di bidang audit, perkembangan teknologi audit, relevansi dengan objek pemeriksaan dan masa pendidikan

-pelatihan audit di dalam dan luar negeri -perkembangan auditee -materi perkembangan teknologi informasi akuntansi dan audit yang terbaru

-frekuensi pelatihan

Batubara , 2008

5 Independensi -pemeriksa tidak

memiliki kerjasama dengan yang diperiksa

-tidak ada pembatasan waktu yang tidak wajar dalam pemeriksaan -organisasi

pemeriksa bebeas dari hambatan independensi

-tidak ada campur tangan pihak ekstern dalam pemeriksaan

Batubara , 2008

Sumber: Batubara, 2008

3.2.Objek Penelitian, Unit Sampel, Populasi, dan Sampel 3.2.1.Objek Penelitian dan Unit Sampel

Objek dalam penelitian ini adalah Inspektorat Provinsi Jawa Tengah. Unit sampel adalah sasaran berupa data kuantitatif maupun pendapat / opini yang diperlukan dalam pengolahan data di objek penelitian yang sudah dipilih sesuai dengan topik penelitian. Unit sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah auditor Inspektorat Provinsi Jawa Tengah.

(18)

3.2.2.Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja pada Inspektorat Provinsi Jawa Tengah.

Sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah maupun karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2010). Adapun teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah sampling jenuh yaitu teknik penentuan sampel apabila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2012:96). Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang, atau penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Istilah lain sampel jenuh adalah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel. Sampel penelitian ini yaitu auditor yang bekerja pada Inspektorat Provinsi Jawa Tengah.

3.3. Jenis dan Sumber Data 3.3.1.Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara) yang secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian. Data primer yang digunakan

(19)

dalam penelitian ini yaitu berupa jawaban atas pertanyaan yang diajukan kepada responden.

Data primer yang digunakan ialah kuesioner. Kuesioner adalah satu set pertanyaan yang tersusun secara sistematis dan standar sehingga pertanyaan yang sama dapat diajukan kepada setiap responden. Kuesioner ialah alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2012:142). 3.3.2.Sumber Data

Adapun sumber data dari penelitian ini berasal dari jawaban atas kuesioner yang dibagikan kepada responden yaitu auditor Inspektorat Provinsi Jawa Tengah. 3.4.Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data melalui metode kuesioner (angket) dengan menyebarkan daftar pernyataan (kuesioner) yang akan diisi atau dijawab oleh responden auditor yang bekerja di Inspektorat Provinsi Jawa Tengah. Dalam proses penyebaran dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku di Inspektorat Provinsi Jawa Tengah. Pengukuran variabel-variabel menggunakan instrument berbentuk pernyataan tertutup, serta diukur menggunakan skala Likert dari 1 (satu) sampai dengan 5 (lima). Responden diminta memberikan pendapat setiap butir pernyataan mulai dari sangat tidak setuju sampai sangat setuju dengan memberikan tanda V pada jawaban yang akan dipilih oleh responden pada lembar kuesioner.

(20)

Sangat tidak setuju Sangat setuju

1 2 3 4 5

Dalam penelitian ini, untuk memudahkan responden dalam menjawab kuesioner, maka skala penilainnya sebagai berikut:

Skala 1 : Sangat Tidak Setuju (STS) Skala 2 : Tidak Setuju (TS) Skala 3 : Netral (N) Skala 4 : Setuju (S) Skala 5 : Sangat Setuju (SS) 3.5.Metode Analisis

Berdasarkan rumusan masalah dan hipotesis penelitian terlihat adanya hubungan kausalitas melibatkan variabel endogen dan variabel eksogen. Untuk mengetahui kompleksitas hubungan suatu konstrak dan konstrak yang lain, serta hubungan suatu konstrak dan indikator-indikatornya, maka analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode analisis statistik program PLS (Partial Least Square). PLS merupakan metode alternatif dari Structural Equation Modelling (SEM) yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan hubungan diantara variabel yang kompleks namun ukuran sampel datanya kecil (30 sampai 100) mengingat SEM memiliki ukuran sampel data minimal 100 (Hair et.al., 2010).

(21)

Penelitian ini menggunakan teknik analisis, yaitu inner model dan outer model; inner model menentukan spesifikasi hubungan antara konstrak dan konstrak yang lain, sedangkan outer model menentukan spesifikasi hubungan antara konstrak dan indikator-indikatornya, dimana bertujuan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel eksogen terhadap satu variabel endogen. Pengujian dengan menggunakan PLS ini pada dasarnya terdiri dari dua macam pengujian yakni model pengukuran (outer model) dan struktural model (inner model).

3.6.Pengujian Validitas dan Reliabilitas 3.6.1. Validitas

Pengujian validitas dilakukan guna menunjukkan seberapa nyata suatu pengujian mengukur apa yang seharusnya di ukur.

3.6.1.1. Validitas Konvergen

Berhubungan dengan prinsip bahwa pengukur-pengukur (manifest variable) dari suatu konstrak seharusnya berkorelasi tinggi. Uji validitas konvergen indikator reflektif dengan program WarpPLS 2.0 dapat dilihat dari nilai loading faktor untuk tiap indikator konstrak (Latan dan Ghozali, 2012).

3.6.1.2. Validitas Diskriminan

Berhubungan dengan prinsip bahwa pengukur-pengukur konstrak yang berbeda seharusnya tidak berkorelasi tinggi. Cara mengukur validitas diskriminan dengan indikator refleksi yaitu dengan melihat nilai cross loading untuk setiap variabel, cara lain yang dapat digunakan untuk mengujinya yaitu dengan

(22)

membandingkan akar kuadrat dari average variance extracted (AVE) untuk setiap konstrak dengan nilai korelasi antar konstrak dalam model (Ghozali, 2012).

3.6.2. Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk membuktikan akurasi, konsistensi dan ketepatan instrumen dalam mengukur konstrak. Dalam PLS-SEM dengan menggunakan program WarpPLS 2.0, untuk mengukur reliabilitas suatu konstrak dengan indikator refleksif dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan

Cronbach’s Alpha dan Composite Reliability sering disebut Dillon-Goldstein’s

(Ghozali, 2012).

3.7.Model Pengukuran (Outer Model)

Validitas konvergen dari model pengukuran dengan refleksi indikator yang dinilai berdasarkan korelasi antar intern skor dengan konstrak skor yang dihitung dengan menggunakan PLS. Rule of thumb yang biasanya digunakan untuk menilai validitas konvergen yaitu nilai loading factor harus lebih dari 0.7 untuk penelitian yang bersifat confirmatory dan nilai loading factor antara 0.6 - 0.7 untuk penelitian yang bersifat exploratory masih dapat diterima serta nilai

average variance extracted (AVE) harus lebih besar dari 0.5. Namun demikian untuk penelitian tahap awal dari pengembangan skala pengukuran nilai loading

factor 0.5 – 0.6 masih dianggap cukup (Latan dan Ghozali, 2012).

Validitas diskriminan dari model pengukuran dengan refleksi indikator dinilai berdasarkan cross loading untuk setiap variabel harus >0.70. Cara lain yang dapat digunakan untuk menguji validitas diskriminan yaitu dengan

(23)

membandingkan akar kuadrat dari AVE untuk setiap konstrak dengan nilai korelasi antar konstrak dalam model. Validitas diskriminan yang baik ditunjukkan dari akar kuadrat AVE untuk tiap konstrak lebih besar dari korelasi antar konstak dalam model (Fornell dan Larcker, 1981 dalam Ghozali, 2012).

3.8.Model Struktural (Inner Model)

Penilaian model struktural dengan PLS dapat dilihat dari nilai R-Squares untuk setiap variabel laten endogen sebagai kekuatan prediksi dari model struktural. Interpretasinya sama dengan interpretasi pada regresi. Perubahan nilai R-squares dapat digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel laten eksogen tertentu terhadap variabel endogen apakah mempunyai pengaruh yang substantif.

3.9.Model Spesifikasi Dengan PLS (Partial Least Square)

Model analisis jalur semua variabel laten dalam metode Partial Least Square (PLS) terdiri dari tiga hubungan, antara lain ;

1. Inner Model

Inner model yang menggambarkan hubungan antar variabel berdasarkan pada substantive theory . model persamaannya dapat ditulis

η= β0 + βη+Γξ +ς

Keterangan:

η = vektor konstruk endogen ξ = vektor konstruk eksogen ς = vektor variabel residual

(24)

Karena pada dasarnya PLS didesain untuk model recursive, maka hubungan antara variabel laten eksogen terhadap setiap variabel laten endogen sering disebut dengan causal chain system.

2. Outer Model

Outer Model didefinisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan variabel latennya. Blok dengan indikator reflektif dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut

x = Λ x ξ + εx

y = Λ y η + εy

Di mana x dan y adalah indikator untuk variabel laten eksogen (ξ) dan endogen (η). Sedangkan Λx dan Λy merupakan matriks loading yang menggambarkan seperti koefisien regresi sederhana yang menghubungkan variabel laten dengan indikatornya. Residual yang diukur dengan δ dan ε dapat diinterpretasikan sebagai kesalahan pengukuran atau noise.

3. Weight Relation

Inner model dan outer model memberikan spesifikasi yang diikuti dalam estimasi alogaritma PLS, makam diperlukan definisi weight relation. Nilai kasus untuk variabel laten diestimasi dalam PLS sebagai berikut :

ξb = ΣkbWkbXkb

ηi = ΣkiWkiYki

Dimana wkb dan wki adalah k weight yang digunakan untuk membentuk estimasi variabel laten ξb dan ηi. Estimasi variabel laten adalah linear agregat

(25)

dari indikator yang nilai weight-nya didapat dengan prosedur estimasi PLS seperti dispesifikasi oleh inner dan outer model η adalah vektor variabel laten endogen (dependen) dan ξ adalah vektor variabel eksogen (independen), ς adalah vektor variabel residual dan β serta Γ adalah matrik koefisien jalur (path coeficient).

3.10. Evaluasi Model

PLS tidak mengasumsilan adanya distribusi tertentu untuk diestimasi parameter, maka cara parametrik untuk menguji signifikansi parameter tidak diperlukan (Chin, 1998) yang dikutip (Latan dan Ghozali, 2012). Evalusai model pengukutan atau outer model dilakukan untuk menilai validitas dan reliabilitas model. Indikator refleksif dievaluasi melalui validitas konvergen dan diskriminan dari indikator pembentuk konstruk laten dan composite reliability serta cronbach alpha untuk blok indikatornya, sedangkan indikator formatif dievaluasi melalui substantive content-nya yaitu dengan membandingkan besarnya relative weight dan melihat signifikasi dari indikator konstruk tersebut. (Chin, 1998) yang dikutip (Latan dan Ghozali, 2012).

Evaluasi model strukturan atau inner model bertujuan untuk memprediksi hubungan antar variabel laten. Inner model dievaluasi dengan melihat besarnya presentase variance yang dijelaskan yaitu dengan melihat nilai R-Square untuk konstruk laten endogen, Stone (1975) dan Geisser (1974) menyatakan bahwa test untuk menguji predictive relevance dan average variance extracted (Fornell dan Larcker, 1981) dalam (Latan dan Ghozali, 2012) untuk predictivenness dengan

(26)

menggunakan prosedur resampling seperti jackniffing dan bootstrapping untuk memperoleh stabilitas dari estimasi.

Referensi

Dokumen terkait

Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka Tahun 2016 merupakan gambaran pencapaian pembangunan bidang kesehatan dalam rangka pencapaian visi dan misi Dinas Kesehatan

Hopkins(Sutama 2010 : 15) PTK adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substantive, suatu tindakan yang dilakukan dalam disiplin inkuiri

Semasa pemain daripada pasukan lawan yang dibenarkan berada dalam kawasan itu membuat hantaran percuma, bola tidak boleh dibaling melebihi kawasan gelanggang

Peningkatan kompetensi peserta PEDAMBA: Kelas Pemanfaatan Software Tracker dalam pelajaran Fisika Tahap ke-I” dapat dilihat dari hasil evaluasi pelaksanaan

Salah satu asas penting yang wajib diperhatikan adalah bahwa hakim wajib mengadili semua bagian tuntutan dan dilarang menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut

Oleh sebab itu, lingkungan pendidikan yang pertama bagi anak adalah keluarga, sedangkan Sekolah Dasar merupakan lingkungan pendidikan ke dua bagi anak, sehingga perilaku anak

TIIM ME E S SC CH HE ED DU UL LE E G GL L NUSA ALAM PERSA NUSA ALAM PERSA Jambi Jambi TAHAP KEGIATAN TAHAP KEGIATAN PEMASARAN PEMASARAN PEMBELIAN TANAH PEMBELIAN TANAH

diperlukan, penjelasan dan tujuan dari sistem yang diperoleh melalui konsultasi dengan pengguna sistem dan kebutuhan user (pengguna) dalam hal ini user adalah