• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREVALENSI SINDROM METABOLIK SEBAGAI FAKTOR RISIKO PENYAKIT DEGENERATIF DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA GURU SMA NEGERI PADANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PREVALENSI SINDROM METABOLIK SEBAGAI FAKTOR RISIKO PENYAKIT DEGENERATIF DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA GURU SMA NEGERI PADANG"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PREVALENSI SINDROM METABOLIK SEBAGAI FAKTOR RISIKO PENYAKIT DEGENERATIF DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

PADA GURU SMA NEGERI PADANG

Arlen Defitri Nazar M.Biomed, Novelasari M.Kes, Amalia Sari (Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang)

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi kejadian Sindrom Metabolik dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan jumlah sampel 55 orang. Data yang dikumpulkan meliputi data sindrom metabolik yaitu glukosa darah, trigliserida dan HDL kolesterol darah, tekanan darah, dan lingkar pinggang dengan metode antropometri, asupan energi, karbohidrat, lemak dan serat dengan wawancara megunakan FFQ semi kuantitatif, aktifitas fisik dengan kuesioner Baecke. Data dianalisis dengan komputerisasi dan dianalisis dengan uji Chi Square. Hasil penelitian menunjukkan 27,3% responden mengalami kejadian sindrom metabolik, 9,1% responden memiliki tingkat asupan energi yang tinggi, 10,9% responden dengan asupan lemak yang tinggi, 3,6% responden dengan tingkat asupan karbohidrat yang tinggi, 70,9% dengan asupan serat yang rendah. Terdapat hubungan yang bermakna antara asupan energi yang tinggi dengan kejadian sindrom metabolik. Sedangkan tingkat asupan lemak dan karbohidrat yang tinggi dan asupan serat yang rendah serta aktifitas fisik yang kurang tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian sindrom metabolik. Bagi staf dan pengajar yang mengalami sindrom metabolik perlu diberikan konsultasi gizi untuk menghindari terjadinya komplikasi yang membahayakan. Perlu diadakan kegiatan pekan olah raga untuk meningkatkan aktifitas fisik mengingat staf dan pengajar lebih banyak duduk dan jarang olah raga. Selanjutnya perlu dilakukan pemeriksaan lanjut bagi staf dan pengajar yang mengalami sindrom metabolik.

Kata Kunci :Penyakit degeneratif, faktor yang mempengaruhi PENDAHULUAN

Sindrom metabolik (SM) adalah suatu kumpulan penyakit subklinik akibat pola hidup yang tidak sehat. Pada tahun 1988, Word Health Organization (WHO) memperkenalkan istilah sindrom metabolik yang merupakan suatu faktor risiko multiple untuk penyakit kardiovaskuler, sindrom ini berkembang melalui unsur yang saling terkait antara obesitas dan kerentanan metabolik (WHO, 2003).

Survei Kesehatan Nasional 2007 menemukan 1,5% kasus DM yang sudah

diketahui, 4,2% DM yang baru terdiagnosis sehingga terdapat total kasus DM 5,7%. Sedangkan toleransi gula terganggu atau intoleransi glukosa adalah 10,2%. Mengingat sindrom metabolik merupakan resistensi insulin yang menyebabkan intoleransi glukosa, maka insiden sindrom metabolik di Indonesia bisa dianggap sekitar 10,2% dari total populasi penduduk (Hartono, 2012). Kriteria sindrom metabolik berdasarkan ATP III adalah lingkar pinggang pada laki-laki >102 cm, lingkar pinggang pada

(2)

wanita >88 cm, diikuti dengan peningkatan glukosa darah puasa ≥110 mg/dL, tekanan darah ≥130/85 mmHg, trigliserida ≥150 mg/dL dan kolesterol HDL <40 mg/dL pada pria dan <50 mg/dL pada wanita. Diagnosis sindrom metabolik ditegakkan jika ditemukan ≥3 kriteria di atas.

Sindrom metabolik dapat menyebabkan meningkatnya risiko dari penyakit jantung koroner. Penelitian Farmingham, sindrom metabolik sendiri dapat menyebabkan 25% dari gejala penyakit jantung koroner (sindrom metabolik sebagai pencetus penyakit jantung koroner). Hampir 50% populasi yang mempunyai risiko untuk penyakit diabetes mempunyai gejala sindrom metabolik (sindrom metabolik sebagai pencetus diabetes) (Tjokroprawiro, 2007).

Meskipun banyak faktor diyakini terlibat, penyebab dari sindrom metabolik belum sepenuhnya terkuak. Faktor-faktor yang terbukti berpengaruh pada resistensi insulin ini, meliputi faktor genetik, penggunaan karbohidrat dan gula secara berlebihan, penggunaan asam lemak jenuh yang berlebihan, sementara asam lemak esensial terlalu sedikit, ketidakseimbangan antara kalsium dan magnesium, penggunaan stimulan dan obat tertentu serta stress (Arisman, 2008).

Penelitian Sargowo dkk tentang Pengaruh Komposisi Asupan Makan terhadap Komponen Sindrom Metabolik pada Remaja , hasil analisisnya ternyata

faktor komposisi asupan berpengaruh terhadap sindrom metabolik. Data peneliti menunjukkan semakin banyak asupan makan maka kejadian sindrom metabolik semakin meningkat (Kasiman, 2011).

Penelitian membuktikan bahwa orang yang menderita obesitas memiliki tingkat aktivitas fisik dan tingkat kesegaran jasmani yang rendah. Aktivitas fisik yang tidak adekuat menyebabkan semakin besarnya lemak tubuh yang ditimbun pada jaringan, sedangkan kesegaran jasmani yang rendah dapat mempengaruhi kesehatan fisik pada penderita obesitas. (Enas et al, 2003).

Pekerjaan kantoran dan guru termasuk dalam lima aktivitas terendah yang dikutip dari Medlndia (detikHealth, 2012). Setelah dilakukannya survei di beberapa SMA di kota Padang, SMA Negeri 2 Padang yang terletak di Kecamatan Padang Barat merupakan SMA yang memiliki jumlah pegawai yaitu berjumlah 101 orang. Dari studi pendahuluan yang telah dilakukan pada 30 orang guru SMA 2 Padang didapat data prevalensi overweight dan obesitas sebesar 56,67%. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Prevalensi Sindrom Metabolik sebagai Faktor Risiko Penyakit Degeneratif dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya Pada Guru SMA Negeri 2 Padang.

(3)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat analitik yaitu dengan desain cross sectional study yaitu melihat hubungan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian sindrom metabolik pada staf dan guru di SMAN 2 Padang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Oktober 2013. Populasi adalah Seluruh staf dan guru SMA Negeri 2 Padang tahun 2013 yang berjumlah 101 orang. Seluruh populasi dijadikan sampel dalam penelitian .Data sindrom metabolik ditentukan dengan mengukur lingkar perut yang diperoleh dengan cara melakukan pengukuran dengan menggunakan pita pengukur. Pengambilan data ini dibantu oleh alumni gizi dan perawat untuk mengukur tekanan darah, mengukur Kadar Glukosa darah puasa, Trigliserida, Kolesterol dengan mengukur kadar dalam darah dengan analisis darah di laboratorium, dan tekanan darah dengan mengukur dengan darah.

Data tentang asupan energi, lemak, dan serat dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner FFQ

semi kuantitatif. Data aktivitas fisik dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner aktivitas fisik Baecke. Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi dengan menggunakan program SPSS. Pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahap yaitu editing, entry, coding dan processing.

Data yang diperoleh akan dianalisa secara analitik dengan sistem komputerisasi menggunakan program SPSS dan akan dianalisa secara univariat yaitu variabel kejadian sindrom metabolik, asupan energi, asupan lemak, asupan serat, dan aktivitas fisik responden. Hasilnya akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.dan bivariat yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Analisa Bivariat dilakukan dengan menghubungkan dua variabel kategori dengan uji Chi-square dengan derajat kemaknaan 95%. Analisa ini bertujuan untuk melihat hubungan antara asupan dan aktivitas fisik dengan kejadian

sindrom metabolik.

HASIL PENELITIAN

Tabel 1: Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan di SMAN 2 Padang Tahun 2013

Jenis Kelamin N % Pria 14 25,5 Wanita 41 74,5 Total 55 100,0 Pendidikan N % Sarjana (S1) 28 69,1 Magister (S2) 17 30,9 Total 55 100,0

(4)

1

Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa

hampir semua responden berjenis kelamin wanita yaitu, berjumlah 41 orang (25,5%)

dan berpendidikan S1 yaitu, berjumlah 28 orang (69,1%). Kejadian Sindrom Metabolik pada responden di SMAN 2 Padang dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2: Distribusi Responden berdasarkan Kejadian Sindrom Metabolik di SMAN 2

Padang Tahun 2013

Kejadian Sindrom Metabolik n %

Sindrom Metabolik 15 27,3

Tidak Sindrom Metabolik 40 72,7

Total 55 100,0

Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa hampir sepertiga dari responden mengalami Sindrom Metabolik, yaitu 15 orang (27,3%). Hasil penelitian menunjukkan indikator sindrom metabolik yang paling bermasalah adalah rendahnya HDL responden yaitu sebanyak 36 orang (65,5%), responden yang mengalami

hipertensi sebanyak 19 orang (34,5%), responden yang memiliki lingkar perut diatas normal sebanyak 16 orang (29 %), responden yang memiliki kadar Glukosa Darah Puasa diatas normal 10 orang (18 %) dan responden yang mengalami hipertrigliseridemia sebanyak 7 orang (13 %).

Tabel 3: Distribusi Responden berdasarkan Asupan Energi di SMAN 2 Padang Tahun 2013

Asupan Energi Karbohidrat Lemak

N % N % N %

Lebih 5 9 2 4 6 11

Baik 50 91 53 96 49 89

Total 55 100 55 100 55 100

Berdasarkan table 3 dapat dilihat bahwa 9,1% responden memiliki tingkat asupan energi yang lebih, 4 % memiliki asupan karbohidrat lebih dan 11% dengan

asupan lemak lebih. Tingkat asupan serat pada responden di SMAN 2 Padang yang didapatkan dari hasil wawancara dengan menggunakan FFQ dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4: Distribusi Responden berdasarkan Asupan Serat di SMAN 2 Padang Tahun 2013

Asupan Serat f %

Kurang 39 70,9

Baik 16 29,1

Total 55 100,0

Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa lebih dari setengah responden memiliki tingkat asupan serat yang kurang yaitu 39 orang (70,9%). Tingkat aktivitas fisik pada

responden di SMAN 2 Padang yang didapatkan dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner aktivitas fisik Baeckedapat dilihat pada tabel berikut.

(5)

Tabel 5: Distribusi Responden berdasarkan Aktivitas Fisik di SMAN 2 Padang Tahun 2013 Aktivitas Fisik f % Ringan 35 63,6 Sedang 20 36,4 Total 55 100,0

Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa lebih dari setengah responden memiliki tingkat aktivitas fisik yang ringan,

yaitu 35 orang (63,6%).Hubungan asupan energi dengan kejadian sindrom metabolik pada responden dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6: Hubungan antara Asupan Energi dengan Kejadian Sindrom Metabolik pada Responden di SMAN 2 Padang Tahun 2013

Asupan Energi

Kejadian Sindrom Metabolik Total

p Sindrom Tidak Sindrom

f % f % f %

Lebih 4 80 1 20 5 100,0

0,017

Baik 11 22 39 78 50 100,0

Total 15 27,3 40 72,7 55 100,0

Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa kejadian sindrom metabolik ternyata presentasinya lebih banyak terjadi pada responden yang memliki asupan energi lebih (80%), dibandingkan dengan responden yang memiliki asupan energi baik (22%). Hasil uji statistik chi square

diperoleh nilai p=0,017 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara asupan energi dengan kejadian sindrom metabolik pada staf dan pengajar di SMAN 2 Padang. Hubungan asupan lemak dengan kejadian Sindrom Metabolik pada responden dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 7; Hubungan antara Asupan Lemak dengan Kejadian Sindrom Metabolik pada Responden di SMAN 2 Padang Tahun 2013

Asupan Lemak

Kejadian Sindrom Metabolik Total

p Ya Tidak f % f % f % Lebih 3 50 3 50 6 100,0 0,329 Baik 12 24,5 37 75,5 49 100,0 Total 15 27,3 40 72,7 55 100,0

Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa kejadian Sindrom Metabolik dan tidak Sindrom Metabolik sama-sama terjadi pada responden yang memiliki asupan lemak lebih (50%), dibandingkan dengan responden yang memiliki asupan

lemak baik (24,5%). Hasil uji statistik chi squarediperoleh nilai p=0,329 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan lemak dengan kejadian sindrom metabolik pada staf dan pengajar di SMAN 2 Padang.

(6)

Hubungan asupan energi dengan kejadian sindrom metabolik pada

responden dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 8: Hubungan antara Asupan Karbohidrat dengan Kejadian Sindrom Metabolik pada Responden di SMAN 2 Padang Tahun 2013

Asupan Karbohidrat

Kejadian Sindrom Metabolik Total

p Sindrom Tidak Sindrom

N % n % n %

Lebih 2 100 0 0 2 100,0

0,071

Baik 13 24,5 40 75,5 53 100,0

Total 15 27,3 40 72,7 55 100,0

Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa kejadian sindrom metabolik ternyata semuanya terjadi pada responden yang memliki asupan karbohidrat lebih (100%), Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,071 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan antara asupan karbohidrat dengan kejadian sindrom metabolik pada staf dan pengajar di SMAN 2 Padang.

Hubungan asupan serat dengan kejadian Sinrdom Metabolik pada responden dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 9: Hubungan antara Asupan Serat dengan Kejadian Sindrom Metabolik pada Responden di SMAN 2 Padang Tahun 2013

Asupan Serat

Kejadian Sindrom Metabolik Total

p Ya Tidak f % f % f % Kurang 12 30,8 27 69,2 39 100,0 0,510 Baik 3 18,8 13 81,2 16 100,0 Total 15 27,3 40 72,7 55 100,0

Berdasarkan tabel 9 dapat dilihat bahwa kejadian Sindrom Metabolik ternyata presentasinya lebih banyak terjadi pada responden yang memliki asupan serat kurang (30,8%), dibandingkan dengan responden yang memiliki asupan serat baik (18,8%). Hasil

uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,510 maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan serat dengan kejadian Sindrom Metabolik pada staf dan pengajar di SMAN 2 Padang. Hubungan aktivitas fisik dengan kejadian sindrom metabolik pada responden dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 10: Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Kejadian Obesitas Sentral

pada Responden di SMAN 2 Padang tahun 2013

Aktivitas Fisik

Kejadian Sindrom Metabolik Total

p Ya Tidak f % f % f % Ringan 11 31,4 24 68,6 35 100,0 0,548 Sedang 4 20 16 80 20 100,0 Total 15 27,3 40 72,7 55 100,0

(7)

Berdasarkan tabel 10 dapat dilihat bahwa kejadian sindrom metabolik ternyata presentasinya lebih banyak terjadi pada responden yang memliki aktivitas fisik ringan (31,4%), dibandingkan dengan responden yang memiliki aktivitas fisik

sedang (20%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai p=0,548 maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan aktivitas fisik dengan kejadian sindrom metabolik pada staf dan pengajar di SMAN 2 Padang.

PEMBAHASAN

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa hampir sepertiga dari staf dan pengajar di SMAN 2 Padang mengalami sindrom metabolik, yaitu berjumlah 15 orang (27,3%). Masalah terbesar berdasarkan indikator sindrom metabolik adalah rendahnya kadar HDL responden yaitu kadar HDL < 50 mg/dl pada perempuan dan <40 mg/dl pada laki-laki, responden dengan kadar HDL yang rendah mencapai 65,5%.

Salah satu indikator sindrom metabolik adalah obesitas sentral. Responden yang memiliki lingkar pinggang diatas normal mencapai 29%. Menurut WHO (2000), obesitas sentral atau visceral adalah kondisi kelebihan lemak perut atau lemak pusat. Obesitas sentral ditentukan berdasarkan batas lingkar perut ≥90 cm pada pria dan ≥80 cm pada wanita (WHO, 2000). Sindrom metabolik dapat terjadi karena adanya perubahan gaya hidup sepert, tingginya konsumsi makanan berlemak, rendahnya konsumsi sayuran dan buah, dan kurangnya aktivitas fisik.

Melalui wawancara lebih lanjut dapat disimpulkan kejadian sindrom metabolik dikarenakan aktivitas fisik yang

dilakukan oleh staf dan pengajar di SMAN 2 Padang tidak seimbang dengan asupan energi yang masuk secara berlebihan ke dalam tubuh. Berdasarkan hasil dapat dilihat bahwa sebanyak 9,1% responden memiliki tingkat asupan energi yang lebih dari >100% AKG.

Salah satu indikator sindrom metabolik adalah obesitas sentral. Determinan utama obesitas dipengaruhi oleh asupan kalori dan keluaran kalori yang tidak seimbang (energy expenditure). Peningkatan jumlah asupan energi di atas angka kecukupan gizi yang dianjurkan mempengaruhi perkembangan obesitas, tetapi hal ini dipengaruhi juga oleh faktor lain seperti jenis makanan yang dicerna oleh tubuh.

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan 6 orang (10,9%) staf dan pengajar SMAN 2 Padang memiliki tingkat asupan lemak yang lebih dari 30% dari total kalori menurut AKG. Lemak merupakan penyumbang energi terbesar dibandingkan zat gizi yang lain. Persentase asupan lemak tinggi merupakan faktor penyebab terjadinya obesitas (Hardiansyah & Tambunan, 2004). Konsumsi makanan berlemak yang tinggi dapat meningkatkan kadar

(8)

lemak darah, lingkar perut dan berat badan. Hal ini disebabkan karena makanan yang berlemak dapat menghasilkan energi yang tinggi (Sugianti, 2009).

Melalui wawancara lebih lanjut dapat diketahui bahwa 10,9% staf dan pengajar yang menyukai makanan cemilan seperti goreng-gorengan dan kerupuk yang mengandung minyak dan menyebabkan asupan lemaknya menjadi berlebih.

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan 2 orang (3,6%) staf dan pengajar SMAN 2 Padang memiliki tingkat asupan karbohidrat yang lebih dari 70% dari total kalori menurut AKG. Melalui wawancara lebih lanjut dapat diketahui bahwa 3,6% staf dan pengajar yang mengkosumsi makanan tinggi karbohidrat. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan 39 orang (70,9%) staf dan pengajar SMAN 2 Padang memiliki tingkat asupan serat yang kurang dari jumlah yang dianjurkan yaitu ≥ 25 gram.

Konsumsi serat berpengaruh terhadap kejadian sindrom metabolic. Menurut Koh-Banerjee et al yang dikutip oleh Sugianti (2009) menyatakan bahwa asupan serat 12/gram/hari dapat menurunkan 0,63 cm lingkar perut dalam waktu 9 tahun. Tetapi dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sugianti (2009) dan Pujiati (2010) tidak mendapatkan hasil yang bermakna antara hubungan konsumsi serat dengan kejadian obesitas sentral. Melalui wawancara lebih lanjut dapat diketahui bahwa staf dan pengajar

SMAN 2 Padang hanya mengkonsumsi sedikit sayuran dan buah perharinya. Padahal, sayur dan buah sangat yang mengandung mineral dan serat sangat penting bagi tubuh untuk memperlancar pencernaan dan mencegah terjadinya konstipasi.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 35 (63,6%) staf dan pengajar yang berada pada tingkat aktivitas ringan dimana hasil dari indikator yang telah dihitung <7,5. Aktivitas fisik rendah merupakan faktor risiko kegemukan. Aktivitas fisik yang dilakukan secara rutin sehari-hari terkadang tidaklah cukup untuk membakar timbunan kalori tubuh yang berasal dari makanan. Olahraga selama 30 menit yang direkomendasikan oleh American Foundation dan WHO tidak cukup untuk peningkatan berat badan dan obesitas. Setiap individu dianjurkan untuk berolahraga selama 45 menit sampai satu jam perhari.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan kuesioner aktivitas fisik Baecke et al, dapat disimpulkan hal ini dipengaruhi oleh kegiatan yang banyak dilakukan oleh staf dan pengajar di SMAN 2 Padang sewaktu bekerja adalah duduk jika dibandingkan dengan kegiatan berdiri dan berjalan di lingkungan kerja. Selain itu, hanya sebagian staf dan pengajar saja yang melakukan olahraga pada saat waktu senggang.

Hasil analisa hubungan tingkat asupan energi dengan kejadian sindrom metabolik diperoleh bahwa 4 orang (80%)

(9)

responden memiliki tingkat asupan energi yang lebih dan mengalami sindrom metabolik.

Hasil yang didapat menunjukkan adanya hubungan yang sangat bermakna (p<0,05) antara tingkat asupan energi dengan kejadian sindrom metabolik dan hasil ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Mustamin (2010), Hasil analisa hubungan tingkat asupan lemak dengan kejadian Sindrom Metabolik diperoleh bahwa orang (50%) responden memiliki tingkat asupan lemak yang tinggi dan mengalami sindrom metabolik.

Menurut Drewnowski (2007), mengenai kontribusi makanan manis dan berlemak terhadap obesitas memperlihatkan bahwa mekanisme fisiologi yang menjelaskan mengapa konsumsi lemak berperan dalam peningkatan lemak tubuh adalah karena densitas energi yang tinggi, efek rasa lezat makanan berlemak, tingginya efisiensi metabolik, lemahnya kekuatan rasa kenyang, lemahnya regulasi fisiologi asupan lemak terhadap asupan karbohidrat.

Hasil yang didapat menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat asupan lemak dengan kejadian sindrom metabolik dan hasil ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Trisna dan Hamid (2008) di Lubuk Sikaping terhadap penderita obesitas yang menemukan bahwa responden yang asupan lemaknya tinggi mengalami obesitas sentral. Pada

penelitian ini secara keseluruhan responden yang mempunyai tingkat asupan lemak lebih rendah.

Hasil analisa hubungan tingkat asupan serat dengan kejadian sindrom metabolik diperoleh bahwa 12 orang (30,8%) responden memiliki tingkat asupan serat yang kurang dan mengalami sindrom metabolik. Hasil yang didapat menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara tingkat asupan serat dengan kejadian sindrom metabolik.

Hasil yang menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna ini kemungkinan disebabkan karena faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan sindrom metabolik seperti tingkat asupan energi dan lemak, peningkatan umur, perbedaan jenis kelamin, tingkat aktivitas fisik, status merokok, dan status sosial ekonomi (Pujiati, 2010; Trisna, 2008; Sugianti 2009) lebih mempengaruhi kejadian sindrom metabolic dibandingkan dengan tingkat asupan serat staf dan pengajar di SMAN 2 Padang.

Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat aktivitas fisik dengan kejadian sindrom metabolik Pada penelitian ini secara keseluruhan responden yang mempunyai tingkat aktivitas yang ringan rata-rata mengalami kejadian obesitas sentral, tetapi ada beberapa orang responden yang memiliki tingkat aktivitas fisik yang ringan tetapi tidak mengalami kejadian sindrom metabolik.

(10)

1

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan secara langsung kepada masyarakat khususnya staf dan pengajar di SMAN 2 Padang dapat disimpulkan 27,3% responden mengalami kejadian sindrom metabolik, 9,1% responden memiliki tingkat asupan energi yang tinggi, 10,9% responden memiliki tingkat asupan lemak yang tinggi, 3,6% responden

memiliki tingkat asupan karbohidrat yang tinggi, 70,9% responden memiliki tingkat asupan serat yang kurang, 63,6% responden memiliki tingkat aktivitas fisik ringan, Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat asupan energi dengan kejadian sindrom metabolic dan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat asupan lemak, serat dan karbohidrat serta aktifitas fisik dengan kejadian sindrom metaboliK DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

David, J. 2000.Wellnes Concepts and Applications. United States of America: Hoffman Press.

Hardiansyah & Tambunan, 2004.Angka Kecukupan Energi, Protein Lemak dan Serat Makanan. dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi.

Hill, et al. 2006.Obesity: Etiology. dalam Shils ME. Modern Nutrition in Health and Disease. USA: Lippincott Williams and Wilkins.

Hidayah, Ainun. 2011.Kesalahan-Kesalahan Pola Makan Pemicu Seabrek Penyakit Mematikan. Jogjakarta: Buku Biru.

Insel, PM. 2000.Core Concepts in Health. Standford University : Mayfield Publihshing Company.

Koski, Lathfi. 2002.Association of body mass Index and Obesity with Physical.

Activity, Food Choices, Alcohol Intake, and Smoking in the 1982-1997 Finrisk Studies. American journal of Clinical Nutrition. Mohsen, Razein and Ziant, Salem. 2007.Prevalence of Obesity and Abdominal Obesity in a Sample of Urban Adult Population within South East of Iran. Journal of Medical Science.

Pujiati, Suci. 2010.Prevalensi dan Faktor Risiko Obesitas Sentral pada Penduduk Dewasa Kota dan Kabupaten Indonesia Tahun 2007. Depok : FKM UI.

Riskesdas. 2007.Pedoman Pengukuran dan Pemeriksaan. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI.

Riskesdas Nasional. 2007.Laporan prevalensi obesitas sentral pada Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas menurut Provinsitahun 2007.

(11)

Seitz, HK. Suter, PM. 2001.Ethanol Toxicity and Nutritional Status. dalam Present Knowledge Nutrition. USA: International Life Sciences Institute.

Sherina, 2009.The Prevalences And Factors Associated With Obesity Among Adult Women In Selangor, Malaysia. Asia Pacific Family Medicine.

Soegih, Rahman. 2004.BMI and Waist Circumference Cut Off For The Risk of Comorbidities of Obesity In Populations in Indonesia. Departement of Nutrition Faculty of Medicine UI.

Martini, Sri. 2004.Hubungan Faktor Sosiodeografi, Aktivitas Fisik dan Perilaku Merokok dengan Kejadian Obesitas pada Orang Dewasa di Indonesia tahun 2004 (Analisa Data Susenas). Depok: FKM UI. Nurzakiah. 2008.Analisa Faktor Risiko Obesitas pada Orang dewasa di Kota Depok Tahun 2008 (Analisa Data Sekunder Riset Unggulan UI). Depok: FKM UI.

Sugianti, Elya. 2009.Faktor Risiko Obesitas Sentral pada Orang Dewasa di DKI Jakarta : Analisis Lanjut Data RI SKESDAS 2007. Tahun 2009.

Sutter, PM. 2001.Effect of Alcohol on Energy Metabolism and Body Weight Regulation. dalam Present Knowledge Nutrition. USA: International Life Sciences Institute.

Trisna I, Hamid S. 2008Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Obesitas Sentral pada Wanita Dewasa (30-50 Tahun) di Kecamatan Lubuk Sikaping. Tahun 2008. WHO. 2000. Obesity : Preventing and Managing the Global Epidemic. Report of a WHO consultation.Geneva, Switzerland : WHO, 2000.

Gambar

Tabel 1: Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan  di SMAN 2 Padang Tahun 2013
Tabel 2: Distribusi Responden berdasarkan Kejadian Sindrom Metabolik di SMAN 2  Padang Tahun 2013
Tabel 9:  Hubungan antara Asupan Serat dengan Kejadian Sindrom Metabolik pada Responden di SMAN 2 Padang Tahun 2013

Referensi

Dokumen terkait

Judul : Implementasi Pendekatan Multiple Intelligences dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di LP3I Course Center (LCC) Cendekia Ngaliyan Tahun 2013.. Nama :

Perbandingan antara selai yang ditambah pektin kulit jeruk 0.5% dengan pektin kulit jeruk 1% menunjukkan bahwa penambahan pektin dan sukrosa berpengaruh nyata

Faktor pendukung dan penghambat dalam pembentukan karakter kewirausahaan peserta didik melalui Kegiatan Ekstrakurikuler kepramukaan di gugusdepan 09-04-051/09-04-052

Perbuatan LGBT ini yang mengancam kemanusiaan ini adalah perbuatan kriminal, namun hukum positif Indonesia belum mengatur secara sepesifik KUHP tidak menganggap pelaku

(Studi Kasus Kota Makassar). Pokok masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Persepsi Masyarakat Kota Makassar Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PPU-XIV/2016

Dan Nilai Sig Sebesar 0,000 &lt; 0,05 Maka Sesuai Dasar Pengambilan Keputusan Dalam Uji Paired Sample T-Test, Dapat Disimpulkan Ho Ditolak Dan Ha Diterima, Yang Artinya Ada

Menurut Strauus dan Corbin (1997), yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai

diukur yaitu: umur dewasa kelamin puyuh betina, daya fertilitas telur, daya tetas telur, daya hidup puyuh yang ditetaskan, jumlah folikel telur dan bobot folikel.. Data