• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN KEMITRAAN LEMBAGA KURSUS DAN PELATIHAN (LKP) DENGAN DUNIA USAHA DAN DUNIA INDUSTRI (DUDI) UNTUK PENJAMINAN MUTU LKP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN KEMITRAAN LEMBAGA KURSUS DAN PELATIHAN (LKP) DENGAN DUNIA USAHA DAN DUNIA INDUSTRI (DUDI) UNTUK PENJAMINAN MUTU LKP"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN KEMITRAAN LEMBAGA KURSUS DAN

PELATIHAN (LKP) DENGAN DUNIA USAHA DAN DUNIA

INDUSTRI (DUDI) UNTUK PENJAMINAN MUTU LKP

ALEX SUJANTO

AMIK Jakarta Teknologi Cipta alex_sujanto@yahoo.com

Abstrak

Di tengah-tengah persaingan yang semakin kompetitif pada era pasar bebas Asian atau

Asean Economi Community (AEC) 2015, dan mulai berlakunya CAFTA (China – ASEAN Free Trade Area) atau adanya kerjasama pasar bebas antara China dan negara–negara Asean, memacu perkembangan perindustrian di kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Peran lembaga kursus dan pelatihan (LKP) sangat diperlukan dalam memenuhi animo masyarakat untuk mendapatkan keterampilan yang kompeten. LKP harus mampu mempertahankan eksistensinya melalui penjaminan mutu dan mengembangkan strategi kemitraan yang digunakan untuk mampu menembus pasar tenaga kerja dalam program jangka panjang. Pemerintah mengimplementasikan berbagai kebijakan agar mutu lembaga kursus dan pelatihan terjamin, diantaranya: LKP harus mempunyai (1) Nilek Online, (2) Ter-Akreditasi, (3) Mempunyai Kinerja Lembaga dan pada Penjaminan mutu proses, lembaga kursus dan pelatihan harus menerapkan standar kurikulum dengan memakai: standar kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), Standar Kompetensi Lulusan (SKL), dan kurikulum berbasis Kompetensi (KBK) dan dijabarkan menjadi Bahan Ajar. Pengem-bangan strategi kemitraan yang digunakan untuk mampu menembus pasar tenaga kerja, dalam kerja sama dunia usaha dan industri (DUDI), antara lain Kerja sama dalam menyusun kurikulum kursus, pengajaran peserta didik, on the job training dan penempatan lulusan LKP ke dunia usaha dunia industri (DUDI).

Kata Kunci: Lembaga Kursus dan Pelatihan, Penjaminan mutu, Kemitraan dan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI)

Abstract

In the midst of growing competition that increasingly competitive in era of free market Asian or Asean Economic Community (AEC) in 2015, and the implementation of CAFTA (China - ASEAN Free Trade Area) or co-operation of the free market between China and ASEAN countries, stimulate the development of industry in the Southeast Asia region, including Indonesia. The role of the courses and training institution (CTI) is necessary to meet the public interest to acquire the competence of skills. CTI should be able to maintain its existence through quality assurance and develop a partnership strategy used to be able to penetrate the labor market in the long-term program. Government implements various policies for the quality of courses and training institutions is assured, including : CTI must have (1) Online Nilek, (2) accredited, (3) Having the Performance Institute and quality assurance of processes, CTI courses and training institutions should implement curriculum standards, by using: Indonesia's National Work Competence Standards (INWCS), Graduate Competency Standards (GCS), and competency based curriculum (CBC) and translated into Teaching Material. Developing a partnership strategy used to be able to penetrate the labor market, cooperation world of business and industry (WBI), including, cooperation in developing the course curriculum, in teaching learners, on the job training and placement of graduates into world of business and industry (WBI).

Keywords: Courses and training Institution, quality assurance, Partnership and World of Business and Industrial (WBI)

(2)

1.

Pendahuluan

1.1Latar Belakang

Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) adalah satuan pendidikan nonformal yang diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, (permendiknas nomor 81 tahun 2013 pasal:1 ayat 4). Adapun Program pendidikan nonformal adalah layanan pendidikan yang diselenggarakan untuk memberdayakan masyarakat melalui pendidikan kecakapan hidup, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

Program Pendidikan Kecakapan Hidup adalah program pendidikan nonformal yang memberikan kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan intelektual dan kecakapan vokasional untuk bekerja atau usaha mandiri. Dalam menyiapkan peserta didik untuk bekerja atau usaha mandiri, maka lembaga kursus dan pelatihan harus melakukan kemitraan dengan Dunia usaha dan Dunia Industri, agar peserta didik mempunyai bekal ketrampilan untuk memasuki dunia kerja sesuai dengan kompetensi/keahliannya pada DUDI. Di tengah-tengah persaingan yang semakin kompetitif antara LKP dengan sekolah menengah kejuruan (SMK) dalam menghadapi pasar bebas Asian atau Asean Economi Community (AEC) 2015, dan Mulai berlakunya CAFTA (China – ASEAN Free Trade Area) atau kerjasama pasar bebas antara China dan negara–negara Asean memacu perkembangan perindustrian di kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia untuk saling berlomba-lomba. peran LKP sangat diperlukan dalam memenuhi animo masyarakat untuk mendapatkan keterampilan/keahlian yang kompeten untuk memenuhi tuntutan tersebut, sehingga di dalam program jangka panjang sebuah LKP harus mampu mempertahankan eksistensinya dan menjaga keberlangsungannya melalui kemitraan yang digunakan untuk mampu menembus pasar tenaga kerja. Tetapi kenyataan di lapangan, sesuai data yang disampaikan oleh direktur kursus dan pelatihan, Banyak pengelola lembaga kursus dan pelatihan yang ingin sukses, tetapi pengelolaannya tidak mendukung tercapainya kesuksesan, apa alasannya? Malas bersusah-susah 19 %, Tidak tahu caranya 36 %, tahu tetapi tidak melaksanakan 23 %, Sudah berupaya tetapi gagal akhirnya pasrah asal jalan 22 %. (Dr. Wartanto, Tahun 2014)

Dari data tersebut maka sudah seharusnya para pengelola kursus berubah pikiran untuk menjadikan LKP yang di kelolanya perlu di tingkatkan kualitas penjaminan mutu, baik mutu lembaga, proses penjenjangan dan mutu lulusan. Pengembangan dalam strategi membangun kemitraan LKP untuk meningkatkan kesiapan lulusan LKP ke dunia usaha dan dunia industri sangat dibutuhkan dan memegang peranan yang sangat penting. Hal ini merupakan faktor utama dalam menyelenggarakan proses penyelenggaraan kegiatan maupun program kursus yang diselenggarakan oleh sebuah lembaga kursus dan pelatihan (LKP). Karena Tenaga Kerja itu diciptakan bukan dilahirkan. Istilah tersebut merupakan ungkapan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan dunia kerja, yang menuntut adanya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Sedangkan untuk menciptakan SDM yang berkualitas diperlukan lembaga pendidikan dan pelatihan yang baik dan bermutu. Fakta menunjukan bahwa sumber daya manusia (SDM) yang menjadi angkatan kerja saat ini baik yang melalui pendidikan/pelatihan dirasa kurang siap menghadapi kompetisi pasar kerja yang sangat ketat. Hal ini bukan saja karena terbatasnya kesempatan atau lapangan kerja yang ada, tetapi juga sangat besar pengaruhnya dari diri peserta didik itu sendiri. Paling tidak hal ini ditunjukan dengan masih rendahnya 3 (tiga) faktor penting yang dibutuhkan SDM agar siap dan sukses kerja, baik kerja di DUDI (Dunia Usaha Dunia Industri) maupun kerja mandiri (berwirausaha) yaitu: (1) Skill (keterampilan /kemampuan/ kemahiran), (2) Knowledge

(pengetahuan/wawasan/pengalaman), (3) Attitude (sikap/ mental/karakter).

Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) adalah salah satu lembaga yang saat ini sedang digalakkan sebagai media penyeimbang dan pendukung dari jalur formal dalam rangka penyiapan SDM yang berkualitas. Namun pada faktanya sistem pembelajaran di lembaga kursus masih banyak berorientasi pada skill (keahliannya) saja. Sehingga yang terjadi masih banyak lulusan lembaga kursus yang belum siap memasuki dunia kerja, baik untuk bekerja di DUDI apalagi untuk kerja mandiri/berwirausaha. Lebih ironis lagi bahwa pada kenyataannya masih banyak lembaga kursus yang tidak melibatkan unsur DUDI dalam implementasi sistem pembelajaranya. Padahal unsur DUDI sangat penting baik sebagai pihak pengguna tenaga kerja maupun sebagai mitra strategis

(3)

dalam rangka turut serta dalam membekali peserta didik yang belajar di LKP agar siap kerja pada DUDI. Proses pembelajaran yang dilakukan di LKP lebih baik berbasis pengalaman (Experiential Learning) dengan melakukan on the job training pada DUDI. Dalam arti bagaimana memaknakan sebuah pengalaman sehingga bisa menjadi pembelajaran. Experiential learning adalah proses belajar, proses perubahan yang menggunakan pengalaman sebagai media belajar atau pembelajaran”. Melalui experiential learning budaya industri atau dunia usaha akan mewarnai aspek hard skill dan soft skill. Aspek hard skill terkait dengan kompetensi teknis dan aspek soft skill

akan terkait dengan sistem nilai dan sikap. Yuriani, at all (2012: 49). 1.2Rumusan masalah

Dari uraian latar belakang diatas, dapat kami rumuskan masalah yang akan di kaji dalam artikel ini sebagai berikut:

a. Bagaimana strategi LKP agar dapat menjaga penjaminan mutu lembaga kursus dan pelatihan, sehingga bisa dipercaya oleh masyarakat pengguna lulusan di dunia usaha dan dunia industri? b. Bagaimana strategi membangun kemitraan dengan DUDI agar LKP tetap eksis bisa

memberikan pelayanan pada masyarakat yang lebih luas?

2.

Pembahasan

2.1 Penjaminan Mutu LKP

Depdiknas telah melakukan penjaminan dan kontrol mutu lembaga kursus. Upaya ini dilakukan agar lembaga kursus mampu menelurkan lulusan yang kompeten dalam bidang keterampilan kerja. Dari 13 ribu lembaga kursus yang ada saat ini tercatat sekitar 1,4 juta peserta didik. “Jika saja 80 persen lulusan kursus bisa langsung ke dunia kerja itu berarti jumlah pengangguran di Indonesia akan berkurang satu juta orang per tahun,”. Dalam Upaya meningkatkan mutu dan kualitas lulusan lembaga kursus, maka Depdiknas melalui direktorat pembinaan kursus dan pelatihan telah melakukan uji kompetensi bekerja sama dengan lembaga sertifikasi kompetensi (LSK) dari berbagai jenis keterampilan kerja. Peserta yang lulus uji kompetensi ini akan mendapatkan sertifikat keterampilan kerja. (Hamid Muhammad, Dirjen PNFI Depdiknas dalam, Kedaulatan Rakyat, 15/05/2009).

Ada beberapa cara yang dilakukan oleh pemerintah agar lembaga kursus dan pelatihan yang di kelola oleh masyarakat terjamin mutu atau kualitasnya, adapun kebijakan yang dilakukan atau di terapkan oleh pemerintah kepada lembaga kursus dan Pelatihan (LKP) dengan cara: lembaga kursus dan pelatihan harus mempunyai (1) Nilek Online, (2) Akreditasi, (3) Kinerja Lembaga. Dan Penjaminan mutu proses penjenjangan, lembaga kursus harus menerapkan standar kurikulum dengan memakai: standar kompetensi Kerja Nasional Indonesia(SKKNI), Standar Kompetensi Lulusan (SKL), dan kurikulum berbasis Kompetensi (KBK) yang dijabarkan dalam materi Bahan Ajar yang akan di berikan kepada peserta didik oleh instruktur atau para pendidik, dan penjaminan mutu Lulusan kursus, pemerintah mengharapkan, seluruh peserta didik mengikuti sertifikasi kompetensi yang di selenggarakan oleh lembaga sertifikasi Kompetensi (LSK). dan di keluarkan bukti kelulusannya.

(1). Kewajiban LKP mempunyai Nilek

Untuk memenuhi amanat Undang-undang No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional dibutuhkan data kelembagaan yang tepat, cepat, dan akurat, berkaitan dengan hal tersebut, Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Depdiknas melalui Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan memfasilitasi pendataan lembaga/satuan pendidikan yang menyelenggarakan kursus dan pelatihan, dengan memberikan Nomor Induk Lembaga Kursus (NILEK) Online Sesuai dengan Salinan Surat Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal, Nomor 195/E/KK/2009 Tentang Nomor Induk Lembaga Kursus (NILEK) maka. Secara bertahap setiap lembaga/satuan pendidikan nonformal dan informal yang menyelenggarakan kursus dan pelatihan wajib memiliki Nomor Induk Lembaga Kursus (NILEK) Online. dan mulai tahun 2010, hanya lembaga/satuan pendidikan penyelenggara kursus dan pelatihan yang sudah memiliki NILEK saja yang diperbolehkan untuk:1) mengakses dana blockgrant Kursus Para Profesi (KPP), Kursus Wirausaha Kota (KWK), Kursus Wirausaha Desa (KWD), Bantuan Operasional Penyelenggaraan Lembaga Kursus dan Pelatihan (BOP-LKP) untuk membeli fasilitas kursus, dan bantuan-bantuan lain; 2) memperoleh kesempatan untuk mengikuti berbagai orientasi teknis dan pelatihan; 3) diikutsertakan dalam berbagai kegiatan dan lomba tingkat nasional dan

(4)

internasional; 4) diusulkan untuk diakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal (BAN-PNF); 5) diusulkan untuk dilakukan penilaian kinerja LKP. Bagi Lembaga/satuan PNFI yang sudah memiliki NILEK, sudah berakreditasi lembaganya dari BAN-PNF, maka lembaga tersebut diperbolehkan untuk melakukan uji kompetensi dan menerbitkan sertifikasi kompetensi sendiri dan apabila dinilai kinerjanya bagus oleh Tim direktorat pembinaan Kursus dan Kelembagaan (Dit. Binsuskel), akan diprioritaskan untuk MoU penyelenggaraan program-program Binsuskel. Sehubungan dengan hal tersebut setiap Lembaga/Satuan PNFI yang menyelenggarakan kursus dan pelatihan, yang belum memiliki izin untuk segera mengurus ijin operasionalnya sesuai peraturan yang berlaku di Kabupaten/Kota dan mengusulkannya kepada Dinas Pendidikan Propinsi untuk memperoleh NILEK online. Selanjutnya, untuk mengetahui LKP sudah masuk dan memiliki NILEK atau belum, dapat diakses di www.infokursus.net.

(2). LKP harus Terakreditasi.

Akreditasi adalah kegiatan penilaian terhadap kelayakan program dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang bersifat terbuka (UU RI No. 20/2003). Berdasarkan UU No.20 Th.2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP No.19 Th.2005 tentang Standar Pendidikan Nasional, akreditasi dilakukan oleh pemerintah dan lembaga mandiri yang diberi kewenangan oleh Pemerintah untuk melakukan akreditasi. Lembaga pelaksanaan akreditasi Pendidikan Non Formal yang dilakukan pemerintah dilaksanakan oleh BAN PNF (PP No.19 Th.2005 pasal 87 ayat 1c). Dan sesuai perubahan Permendikbud, no. 52 Tahun 2015, BAN PNF berubah menjadi BAN PAUD dan PNF. Kegiatan akreditasi bersifat independen, kegiatan akreditasi PNF bertujuan untuk memberikan asesmen/penilaian secara obyektif, transparan, dan berkelanjutan terhadap kelayakan suatu program dan satuan PNF berdasarkan atas kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Berdasarkan PP No. 32 tahun 2013 tentang standar nasional pendidikan, di sebutkan bahwa sertifikat kompetensi bisa di diterbitkan oleh lembaga yang terakreditasi. terdapat pada pasal 89 ayat 1 dan ayat 5:(1) Pencapaian Kompetensi akhir Peserta Didik dinyatakan dalam dokumen ijazah dan/atau sertifikat Kompetensi. (5) Sertifikat Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau oleh lembaga sertifikasi mandiri yang dibentuk oleh organisasi profesi yang diakui Pemerintah sebagai tanda bahwa Peserta Didik yang bersangkutan telah lulus uji Kompetensi. Berdasarkan payung hukum tersebut, sudah seharusnya semua lembaga kursus dan Pelatihan (LKP), untuk mengikuti akreditasi baik program atau satuan kursus, sehingga legalitas sertifikat atau tanda selesai belajar peserta didiknya bisa di pertanggung jawabkan baik secara langsung kepada para pengguna lulusan (DUDI) atau secara payung hukum ada legalitas administrasi secara syah.

Sumber: Kebijakan Pembinaan Direktorat kursus dan Pelatihan

(5)

(3). Penilaian Kinerja Lembaga Kursus.

Penilaian kinerja bertujuan untuk memperoleh data dan informasi yang akurat tentang kinerja lembaga, sehingga dapat terindentifikasi LPK berdasarkan kinerja yang dicapainya di lapangan. Dan dapat diklasifikasi dalam kategori A,B,C dan D, sehingga Melalui Ditbinsus dapat menetapkan program pembinaan manajemen kursus, lembaga yang memiliki kinerja, khususnya C dan D diharapkan dapat memperbaiki sistem manajemen mutu oprasional LKP yang lebih baik. Adapun Aspek penilaian kinerja lembaga kursus dan Pelatihan dapat dilihat pada Gambar 1.

Dalam gambar kegiatan penilaian kinerja LKP dari direktorat pembinaan kursus dan Pelatihan tersebut diatas, maka penilaian kinerja lembaga (LKP) itu akan di lihat dari 4 perspektif penilaian yaitu pada bidang (1) pemasaran, (2) sumber daya manusia (3) operasional dan (4) Keuangan. Dalam perspektif pemasaran seorang pengelola kursus harus menyiapkan bukti fisik pada isian borang pada peserta didik, MOU kerja sama/kemitraan data alumni, beberapa penghargaan yang di peroleh dan penggunaan komunikasi pemasaran yang di lakukan oleh lembaga. Dalam perspektif sumber daya manusia akan pengelola harus menyiapkan data diri dan kompetensi yang di miliki oleh Pendidik dan tenaga kependidikan. Dalam perspektif operasional, lembaga kursus dan Pelatihan harus menyiapkan bukti kegiatan nyata yang dilakukan di LKP yang meliputi, strategi pengelolaan lembaga, kultur pembudayaan visi dan misi lembaga, bagaimana bentuk rencana strageis dan rencana operasional lembaga, program kursus dan pelatihan, kegiatan pembelajaran, sarana dan prasarana dan pelaporan lembaga baik ke dinas terkait, maupun laporan kepada pemilik lembaga (owner). Adapun pada prespektif keuangan, lembaga pendidikan harus bisa menunjukkan rencana anggaran pendapatan dan biaya operasional lembaga(RAPB-LKP) dan laporan keuangan pada para pemangku kepentingan.

(4). Penjaminan Mutu Proses Penjenjangan dan Lulusan.

Lembaga kursus dan pelatihan dalam menjaga mutu proses, dapat berpedoman dalam pelaksaan proses belajar mengajar dengan mengacu pada Standar Kualifikasi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), Standar Kompetensi Lulusan (SKL), dan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dari standar tersebut dapat di break down dan di uraikan menjadi bahan ajar yang sesuai dengan program pembelajaran atau kursus pada LKP masing-masing yang akan diajarkan kepada para peserta didik. Adapun Untuk memudahkan masyarakat dan para pengelola kursus,dalam menyiapkan mutu proses pembelajaran, maka direktorat kursus dan pelatihan telah memfasilitasi dengan membuat SKKNI, SKL dan KBK, untuk jenis keterampilan yang sudah di tetapkan dan di syahkan dengan mengunduh pada web: www.infokursus.net pada menu “program belajar” adapun penjaminan mutu lulusan para pengelola kursus harus mengikutkan peserta didiknya dalam standarisasi uji kompetensi pada bidang tertentu yang ada di lembaga sertifikasi Kompetensi (LSK), untuk memudahkan dan mendaftarkan peserta didiknya maka lembaga kursus dan pelatihan harus menghubungi tempat Uji Kompetensi (TUK) di wilayah LKP berada.

2.2

STRATEGI MEMBANGUN KEMITRAAN DENGAN DUDI

Kemitraan merupakan hubungan kerjasama yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan/tujuan bersama dengan prinsip saling membutuhkan yang dituangkan dalam bentuk nota kesepahaman atau dokumen Memorandum of Understanding

(MoU). Menjalin kerjasama dengan DUDI sangat penting bagi kelangsungan hidup LKP. Tanpa membangun kemitraan, LKP akan sulit berkembang mengingat semakin ketat dan beratnya persaingan. Kesimpulannya, bahwa kemitraan sektor swasta (DUDI) dalam pendidikan menjadi alat demi tercapainya pembangunan di suatu negara khusunya bidang pendidikan untuk menyiapkan dan pengembangan keterampilan dalam meningkatkan sumber daya manusia melalui pelatihan kerja.Bambang Ixtiarto, at all (2016:59) Okoye, K R E; Chijioke, Okwelle P, 2013. Tentang ”Private Public Partnership And Technical Vocation Education And Training (TVET) In A Develoving Economy”; menjelaskan bahwa pendidikan kejuruan secara luas diakui sebagai sistem pendidikan yang diharapkan dapat menghasilkan tenaga kerja yang kompeten mampu bersaing dan unggul di lingkungan cepat berubah dan meningkatkan ekonomi suatu negara. Adapun kerja sama kemitraan yang perlu dilakukan LKP agar lembaga kursus dan pelatihan tetap eksis, maka kerja sama kemitraan yang perlu dilakukan antara lain:

(6)

a. Kerja Sama Dalam Menyusun Kurikulum Kursus

Kurikulum pada lembaga kursus dan pelatihan di sesuaikan dengan mitra dunia usaha dan dunia industri (DUDI) atau user sebagai pengguna lulusan, agar peserta didik di lembaga kursus dan pelatihan setelah lulus bisa di terima oleh User, maka para pengelola kursus hendaknya dalam membuat kurikulum berbasis DUDI melibatkan langsung kepada para mengguna lulusan dengan cara duduk bersama dalam farum group discustion (FGD).

b. Kerja Sama Dalam Pengajaran Peserta Didik

Dalam kegiatan pengajaran peserta didik, lembaga kursus dan pelatihan (LKP), lebih baik melibatkan dunia usaha dan dunia industri atau User untuk terlibat secara langsung melakukan pengajaran kepada peserta didik di LKP, utamanya pada bagian personalia atau team rekrutment karyawan pada perusahaan tersebut, sehingga dengan tranfer knowledge dari user, user akan lebih mudah untuk memilih calon karyawan yang baik pada peserta didik di LKP, sehingga apabila ada seleksi di perusahaan pengguna, maka peserta didik itu bisa di rekomendasikan untuk ikut seleksi pada pengajar tadi.

c. Kerja Sama Dalam On The Job Training

Untuk memberikan bekal pengetahuan dan ketrampilan peserta didik yang diperoleh di lembaga kursus dan pelatihan maka pihak pengelola kursus harus melakukan kerja sama mitra dengan dunia usaha dan dunia industri melalui metode on the job training/program magang kerja. Menurut Saks and Haccoun (2008), on the Job Training Method (OJT) dibedakan atas 6 (enam) jenis, yaitu: (1) Job instruction training: pendekatan OJT yang bersifat sistemik, terstruktur dan formal, (2) Performance aids : pendekatan OJT yang membantu karyawan menunjukkan kinerja baik dalam pekerjaannya, (3) Job Rotation: pendekatan OJT dimana karyawan dilatih terlibat dalam banyak fungsi dalam lingkup organisasi agar mampu beradaptasi dan mengembangkan potensi untuk kepentingan Organisasi, (4) Apprenticeship

program: pendekatan OJT yang mengkombinasikan OJT dengan menggunakan model instruksi di kelas (in class room instruction), (5) Coaching : pendekatan OJT dimana karyawan yang sudah berpengalaman mengarahkan karyawan lainnya untuk mengembangkan pemahaman, motivasi, keterampilan, dan memberikan dukungan melalui umpan balik, (6) Mentoring: pendekatan OJT dimana karyawan senior dalam sebuah organisasi membimbing orang-orang yang berbakat dalam pengembangan karir karyawan junior. Dari enam metode tersebut, metode on the job training yang bisa dilakukan oleh lembaga kursus dan pelatihan terhadap peserta didiknya adalah Apprenticeship program: pendekatan OJT yang mengkombinasikan OJT dengan menggunakan model instruksi di kelas (in class room instruction), dan Coaching : pendekatan OJT dimana karyawan yang sudah berpengalaman mengarahkan karyawan lainnya untuk mengembangkan pemahaman, motivasi, keterampilan, dan memberikan dukungan melalui umpan balik.

d. Kerja Sama Dalam Penempatan Lulusan LKP Ke DUDI

Kerja sama yang perlu dilakukan oleh Lembaga kursus dan pelatihan, agar peserta didiknya bisa di terima di dunia usaha dan dunia industri (DUDI), yaitu dilakukan dengan Berpartisipasi aktif dalam organisasi profesi dan Komunitas Pengusaha, hal ini akan memberikan kemudahan penempatan lulusan LKP ke DUDI, sebab dengan komunitas tersebut, akan mudah dalam melakukan komunikasi dengan owner dalam pengambilan keputusan penerimaan karyawan.

3.

KESIMPULAN

Di tengah-tengah persaingan yang semakin kompetitif dalam menghadapi pasar bebas Asian atau

Asean Economi Community (AEC) 2015, Sebuah lembaga kursus dan pelatihan harus berbenah diri untuk menghadapinya, strategi yang di lakukan dengan menggunakan menjaminan mutu LKP dan meningkatkan jumlah mitra kerja dengan DUDI. melalui penjaminan mutu dan mengembangkan strategi kemitraan yang digunakan untuk mampu menembus pasar tenaga kerja. Startegi yang dilakukan oleh pemerintah kepada lembaga kursus dan Pelatihan agar terjamin mutu (LKP) dengan cara: LKP harus mempunyai (1) Nilek Online, (2) Ter-Akreditasi, (3) Mempunyai Kinerja Lembaga. dan Penjaminan mutu proses, lembaga kursus harus menerapkan standar

(7)

kurikulum dengan memakai: standar kompetensi Kerja Nasional Indonesia(SKKNI), Standar Kompetensi Lulusan (SKL), dan kurikulum berbasis Kompetensi (KBK) dan dijabarkan menjadi Bahan Ajar. mengembangkan strategi kemitraan yang digunakan untuk mampu menembus pasar tenaga kerja, kerja sama DUDI, antara lain Kerja sama dalam menyusun kurikulum kursus, dalam pengajaran peserta didik, on the job training dan penempatan lulusan LKP ke dunia usaha dunia industri (DUDI)

DAFTAR PUSTAKA

Bambang Ixtiarto, at. All, 2016 “Kemitraan Sekolah Menengah Kejuruan Dengan Dunia Usaha Dan Dunia Industri (Kajian Aspek Pengelolaan Pada Smk Muhammadiyah 2 Wuryantoro Kabupaten Wonogiri Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol 26, No.1, Juni 2016, ISSN: 1412-3835 (57-69)

Hamid Muhammad, Dirjen PNFI Depdiknas, Kedaulatan Rakyat, 15/05/2009

Okoye, K R E; Chijioke, Okwelle P,2013.” Private Public Partnership And Technical Vocation Education And Training (TVET) In A Develo[ing Economy” Arabian Journal of Business and Management. Volume:2. hal 51-61.

Permendikas no. 52 Tahun 2015, perubahan BAN PNF menjadi BAN PAUD dan PNF PP No.19 Th. 2005tentang “Standar Pendidikan Nasional”

PP No. 32 tahun 2013 tentang “Standar Nasional Pendidikan”

Saks,M.A. & Haccoun, R.R. (2008), Managing performance through training and development, Fourth Edition, USA: Nelson Education Ltd.

Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Wartanto, “penyampaian kebijakan Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan” Tahun 2014. Yuriani, at. all, 2012.“Pengembangan Model Pembelajaran Kursus Kewirausahaan Melalui Kerja

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dilakukan di Dusun Magug, Desa Kotah, Kecamatan Jrengik, Kabupaten Sampang dengan pertimbangan, di dusun tersebut terdapat masyarakat yang membuat kerajinan batik,

Bila hasil dari pengaduan yang telah ditindak lanjuti terdapat temuan maka temuan tersebut ditindaklanjuti pada sasaran ini, adapun Target dari sasaran ini adalah

 Peserta didik melakukan identifikasi terhadap masalah yang terjadi pada gambar  –  gambar tersebut  Guru mempersilahkan siswa secara berkelompok.. melakukan

Berdasarkan teori di atas dan hasil evaluasi keperawatan pada kasus nyata didapatkan tidak adanya kesenjagan antara teori dan kasus, dimana masalah

PROFIL MODEL MENTAL SISWA SMA BESERTA FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA MENGGUNAKAN TES DIAGNOSTIK METODE PREDICT – OBSERVE – EXPLAIN (POE) PADA MATERI LARUTAN

Kesungguhan, yaitu sikap pegawai yang bersungguh-sungguh dalam melaksanakan tugas untuk mencapai hasil kerja yang diinginkan Untuk mengukur kesungguhan pada Kecamatan Siau

Tidak adanya perbedaan pertumbuhan dan hasil pada tianah mineral bergambut tipe luapan B dengan perlakuan disebabkan karena tanah mineral bergambut pada penelitian

Smart card dengan chip, dan dengan pengaman smart card (sensor) digunakan pada saat sepeda motor akan dinyalakan, dan apabila smart card benar, maka sepeda motor sudah siap