• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KARAKTERISTIK CURAH HUJAN PEMICU GERAKAN TANAH DI DAERAH CIBEBER, CIANJUR SELATAN JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI KARAKTERISTIK CURAH HUJAN PEMICU GERAKAN TANAH DI DAERAH CIBEBER, CIANJUR SELATAN JAWA BARAT"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

STUDI KARAKTERISTIK CURAH HUJAN PEMICU GERAKAN TANAH

DI DAERAH CIBEBER, CIANJUR SELATAN JAWA BARAT

Dwi Sarah dan Eko Soebowo Pusat Penelitian Geoteknologi – LIPI Jl. Sangkuriang, Kompleks LIPI, Bandung.40135

Sari

Pengetahuan tentang karakter curah hujan pemicu gerakan tanah sangat diperlukan dalam pengembangan sistem mitigasi bencana gerakan tanah. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakter curah hujan pemicu gerakan tanah di daerah Cibeber, Cianjur Selatan. Investigasi geoteknik, serta pemetaan geologi dan topografi dilakukan pada lokasi gerakan tanah. Hasil investigasi geoteknik menunjukkan bahwa gerakan tanah tipe luncuran terjadi pada bidang gelincir tufa lanauan pada kedalaman dangkal antara 2,5- 4,5 m. Analisis kestabilan lereng menerus menunjukkan bahwa curah hujan sebesar 291 mm diperlukan untuk menghasilkan kenaikan tekanan air pori pemicu ketidakstabilan lereng. Analisis data curah hujan menunjukkan bahwa gerakan tanah pada lereng disebabkan oleh total curah hujan menerus selama 22 hari. Dengan demikian, total curah hujan menerus merupakan faktor penyebab terjadinya longsoran lereng.

Kata kunci: mitigasi gerakan tanah, curah hujan, tekanan air pori.

Abstract

Knowledge of the characteristic of landslide triggering rainfall is required to develop landslide mitigation system. The aim of this research is to determine the characteristic of landslide triggering rainfall in Cibeber area, South Cianjur. Geotechnical investigation, geological and topographical mapping were conducted in the landslide locations. Geotechnical investigation indicated that sliding surface occurred at silty tuff stratum at shallow depth of 2.5 – 4.5 m. Infinite slope stability analysis showed that rainfall of 291mm is needed to increase critical pore water pressure which triggered landslide. Rainfall datum analysis points that landslide occurred due to cumulative 22 days continuous rainfall. Therefore, cumulative continuous rainfall was the cause of landslide in this area.

Keywords: landslide mitigation, rainfall, pore water pressure.

PENDAHULUAN

Wilayah Jawa Barat adalah salah satu kawasan di Indonesia yang rentan terhadap bencana gerakan tanah. Kerentanan ini disebabkan oleh faktor kondisi batuan yang lemah akibat pelapukan, adanya jalur patahan, kondisi morfologi perbukitan dengan lereng-lereng yang relatif curam (kemiringan lebih dari 25o), penggunaan lahan yang di luar kontrol dan curah hujan yang tinggi pada bulan-bulan basah (mencapai 100mm/hari) (Tohari drr., 2004). Kerawanan bahaya gerakan tanah di daerah ini semakin meningkat beberapa tahun belakangan ini seiring dengan pertumbuhan penduduk yang semakin pesat, pembangunan sarana pemukiman, transportasi, dan sarana-sarana lainnya di daerah-daerah perbukitan rawan longsor.

Penelitian-penelitian sebelumnya mengenai gerakan tanah di Indonesia memfokuskan pada pemahaman mekanisme proses gerakan tanah (Anwar drr., 2003; Soebowo drr., 2003) dan pemetaan daerah rawan gerakan tanah (Sampurno,

1976; Suranta dan Djaja, 2002). Karakter curah hujan sebagai salah satu faktor pemicu gerakan tanah belum dikaji secara komprehensif. Penentuan karakter curah hujan pemicu gerakan tanah ini penting sebagai masukan pengembangan sistem peringatan dini bahaya gerakan tanah dalam upaya mitigasi bencana gerakan tanah. Penelitian- penelitian terdahulu di negara subtropis menunjukkan bahwa penentuan karakter hujan pemicu gerakan tanah memerlukan pengetahuan terpadu mengenai kondisi geologi, iklim, topografi, hidrologi, sifat tanah, dan ketebalan tanah (Wieczorek, 1987; Keefer drr., 1987; Reneau dan Dietrich, 1987, Sammori drr., 1996). Karakter curah hujan pemicu gerakan tanah juga sangat spesifik untuk setiap lokasi, bergantung kepada respon hidrologi lereng (Johnson dan Sitar, 1990; Tohari, 2002), dan kondisi tekanan air pori serta kadar air tanah sebelum hujan dengan intensitas lebat terjadi (Tsaparas drr., 2000; Tohari, 2002).

Daerah Cianjur Selatan adalah salah satu daerah di Jawa Barat yang sering mengalami

(2)

2

bencana gerakan tanah dan memiliki tingkat kerentanan gerakan tanah menengah sampai tinggi (Sampurno, 1976; Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana, 2006). Tulisan ini menyajikan penelitian gerakan tanah yang terjadi di ruas jalan raya Cianjur – Sindangbarang, Km 18 dan 21, Dusun Selagedang dan Dusun Cicadas, Cibeber, Cianjur Selatan. Gerakan tanah ini terjadi pada bulan Desember 2004 yang menyebabkan terputusnya jalur transportasi jalan Cianjur – Sindangbarang selama 3 hari. Penelitian bertujuan untuk menentukan karakter curah hujan pemicu gerakan tanah di daerah Cianjur Selatan sebagai basis data dalam pengembangan sistem peringatan dini bahaya gerakan tanah di Jawa Barat. Kejadian gerakan tanah pada tanggal 22 Desember 2004 diambil sebagai tipikal kejadian gerakan tanah di daerah studi. Pemetaan geologi lokal, investigasi geoteknik, analisis tekanan air pori kritikal dan analisis infiltrasi air hujan dilakukan untuk menentukan karakter curah hujan pemicu gerakan tanah di daerah penelitian.

GEOLOGI DAN HIDROLOGI

Geologi Daerah Cibeber

Tataan fisiografi daerah Cibeber, Cianjur Selatan dan sekitarnya merupakan daerah transisi Zona Bogor dan Pegunungan Selatan (van Bemmelen, 1949, Sampurno, 1976). Zona ini mempunyai ciri geologi dengan seri mulai batuan endapan marin Tersier, endapan produk vulkanik,

hingga endapan aluvium. Daerah ini sebagian besar telah mengalami perlipatan agak kuat dengan kemiringan sudut perlapisan mencapai lebih > 250, dan di beberapa tempat terpotong oleh patahan mendatar, naik, dan normal/turun.

Stratigrafi daerah Cibeber, Cianjur Selatan, dimulai dari Formasi Citarum yang terdiri atas batupasir, tufa pasiran, napal, breksi, dan di beberapa tempat dijumpai perulangan batupasir, batulempung dan napal. Di atasnya diendapkan secara tidak selaras batugamping dari Formasi Rajamandala. Pada daerah ini di beberapa lokasi dijumpai intrusi andesit yang menerobos batuan sedimen dan adanya aliran lava. Selanjutnya sedimen Kuarter menindih tidak selaras endapan permukaan atau aluvium yang terdiri atas lempung, lanau, pasir, kerikil, dan kerakal yang dijumpai pada lembah-lembah sungai (Sudjatmiko, 1992 dan Koesmono drr., 1996, Gambar 1). Daerah endapan vulkanik muda ini mempunyai sifat koheren, berpori, dan lulus air.

Kondisi Hidrologi Daerah Cibeber

Berdasarkan data pengamatan curah hujan di stasiun Bendungan Cipadang selama 16 tahun (1989- 2004), jumlah rata-rata curah hujan tahunan adalah sebesar 1937 mm.

Curah hujan tinggi cenderung terjadi selama bulan Oktober hingga April (Gambar 2). Intensitas hujan bulanan berkisar antara 135 – 236 mm/bulan dengan rata- rata hujan 12 - 15 mm/hari.

(3)

3 0 100 200 300 400 500 600 700 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan T ot al H u jan (m m ) 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2001 2002 2003 2004 Gambar 2. Curah hujan bulanan selama periode 1989-2004 berdasarkan data stasiun Bendungan Cipadang, Cibeber.

METODOLOGI

Investigasi geoteknik dilakukan untuk memperoleh data karakteristik fisik dan keteknikan tanah bawah permukaan yang diperlukan dalam analisis kestabilan lereng dan infiltrasi. Investigasi geoteknik terdiri atas pemetaan geologi lokal, pemboran teknik, uji sondir, uji infiltrasi, dan pengujian laboratorium percontoh - percontoh tanah. Investigasi dilakukan di dua lokasi longsoran, yaitu KM18, Dusun Selagedang dan KM 21, Dusun Cicadas. Dari pemetaan geologi dan topografi lokal, pemboran teknik, dan uji sondir didapatkan profil penampang geoteknik gerakan tanah. Uji infiltrasi lapangan dilakukan menggunakan alat double ring infiltrometer untuk mengestimasi nilai konduktivitas hidrolik tanah dekat permukaan. Nilai konduktivitas hidrolik lapangan (Kfs)

dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 2 i i fs

r

Q

K

(1)

Qi adalah laju infiltrasi pada keadaan tetap

(m/detik) dan ri adalah adalah jari- jari cincin

dalam infiltrometer (m).

Pengujian laboratorium bertujuan untuk mendapatkan data tentang jenis, sifat fisik dan keteknikan tanah yang didapat dari percontoh tanah terganggu dan tak terganggu. Untuk mengetahui karakteristik hujan pemicu gerakan tanah, dilakukan analisis sebagai berikut:

1. Analisis Tekanan Air Pori Kritikal

Analisis ini dilakukan dengan pendekatan analisis kestabilan lereng menerus untuk menentukan nilai tekanan air pori kritikal (uwc) yang dibutuhkan

untuk menyebabkan ketidakstabilan lereng berdasarkan rumus sebagai berikut (Keefer drr., 1987):

' ' ' tan sin tan cos cos

  c Z uwc (2) c’ adalah kohesi efektif (kPa),

adalah kemiringan lereng (o),

’ adalah sudut geser dalam efektif (o), Z adalah ketebalan tanah (m), dan

adalah berat isi asli (kN/m3)

2. Analisis Volume Air Hujan Kritikal

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui volume air kritikal, Qc, yang dapat disimpan dalam tanah

sehingga mencapai kejenuhan total sebelum tekanan air pori tanah naik ke uwc. Volume air

kritikal, Qc, dihitung dengan menggunakan rumus

sebagai berikut (Keefer drr., 1987):

Qc = (Uwc x neff ) / γw (3)

dimana neff adalah porositas efektif dan γw adalah

berat isi air (kN/m3). Porositas efektif merupakan perbedaan antara porositas total n dan kapasitas lapangan volumetrik

max sebagai berikut:

max

n

(4)

4

3. Analisis Hubungan Intensitas dan Durasi Hujan Pemicu Gerakan Tanah

Untuk mengetahui intensitas dan durasi hujan pemicu gerakan tanah maka dilakukan pula analisis menggunakan pula metode Pradel dan Raad (1993) yang didasarkan pada model infiltrasi Green-Ampt (1911). Metode ini mensyaratkan bahwa penjenuhan lereng tanah hingga kedalaman kritikal (Z) dipenuhi oleh hujan dengan intensitas yang lebih besar dari laju infiltrasi tanah (vi) dan

durasi yang lama. Berdasarkan metode ini, durasi hujan yang diperlukan untuk menjenuhkan tanah (Tw) dan laju infiltrasi air hujan (vi) dapat dihitung

dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:                      S Z S S Z K n T fs eff w ln (5)       Z Z S K vi fs (6) S adalah tekanan air pori negatif tanah (soil suction)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Gerakan Tanah

Pengamatan geologi menunjukkan bahwa gerakan tanah terjadi pada lapisan tufa lanauan yang di bagian dasarnya berupa breksi vulkanik tufaan dari Formasi Citarum (Gambar 3). Batuan breksi vulkanik ini berwarna coklat kekuningan, butiran terdiri atas fragmen batuan beku, pasir, kuarsa sedikit, tertanam dalam massa dasar/matrik pasir tufaan, berukuran mulai 2 mm hingga > 5 mm, bentuk butiran menyudut tanggung hingga menyudut, terpilah sedang dan agak kompak hingga lepas-lepas atau kurang kompak.

Pada bagian lereng zona gerakan tanah ini tampak rekahan-rekahan yang akan meluncur mengikuti kemiringan lereng membentuk tapal kuda dan di beberapa tempat muncul rembesan air. Hasil penyelidikan terhadap muka air tanah dan rembesan air menunjukkan bahwa sebaran air tanah dijumpai pada kedalaman bervariasi mulai dari kedalaman 0,8 - 2 m, juga ditemukan jejak rembesan air, terutama di bagian tebing hingga badan jalan yang melewati rekahan-rekahan. Gerakan tanah ini mempunyai luas kurang lebih 0,5 hingga 1 ha, yang menunjukkan jenis luncuran. Gerakan tanah memotong badan jalan hingga ke lembah sungai. Pola aliran sungai yang ada pada lembah gerakan tanah ini memperlihatkan orde ke-3 dari induknya Sungai Cisokan dan Citarum.

Faktor hidrologi lereng mempunyai peranan dalam mengontrol jumlah air hujan yang meresap ke dalam tanah dan kenaikan tekanan air pori di dalam lereng. Pada daerah-daerah lereng yang terbentuk dari materi lulus air, curah hujan dengan intensitas yang tinggi diperlukan untuk menaikkan tekanan air pori tanah, sedangkan pada lereng tanah kurang lulus air, diperlukan curah hujan dengan durasi yang cukup lama untuk meningkatkan tekanan air pori tanah.

Profil Gerakan Tanah di KM 18 Dusun Selagedang

Pola topografi gerakan tanah di lokasi ini pada bagian bagian puncak dan mahkota longsoran di sisi bagian timur kemiringan lereng mencapai kurang lebih 40o menerus hingga memotong badan jalan hingga lembah sungai. Arah luncuran zona gerakan tanah U 285o – 290o T dengan kemiringan lereng antara 25o – 40o. Dimensi zona gerakan tanah ini dicirikan dengan lebar kurang lebih 40 m, panjang 80 m dan tinggi mencapai kurang lebih 30 m (Gambar 4).

Zona gelinciran gerakan tanah berada pada zona transisi lapisan tufa pasiran dan tufa lanauan yang bagian dasarnya berupa breksi vulkanik. Zona gelinciran berada pada kedalaman mulai – 2,6 hingga – 4,5 m dengan kemiringan lereng sekitar 38o (Gambar 5).

Profil Gerakan Tanah di KM 21 Dusun Cicadas

Morfologi daerah gerakan tanah ini berupa perbukitan tinggi yang memperlihatkan bentuk lereng agak curam di bagian puncak hingga bagian kaki lereng. Lokasi gerakan tanah berada pada ketinggian antara 880 hingga 920 m dari permukaan laut. Pola topografi gerakan tanah di bagian puncak sisi timur jalan mempunyai kemiringan lereng antara 30o – 35o. Arah zona longsoran berkisar U 240o – 245o T dengan kemiringan lereng mulai 30o – 40o. Dimensi zona longsoran dicirikan dengan lebar ± 40 m, panjang ± 80 m, dan tinggi ± 30 m (Gambar 6).

Zona gelinciran gerakan tanah di daerah ini pada zona transisi lempung, lanau pasiran yang bagian dasarnya berupa breksi vulkanik. Zona gelinciran berada pada kedalaman mulai – 2,5 hingga – 4,5 m dengan kemiringan lereng sekitar 24o (Gambar 7).

Hasil Pengujian Infiltrasi Lapangan

Grafik hasil uji infiltrasi pada dua titik di lokasi Dusun Selagedang dan Dusun Cicadas disajikan pada Gambar 8 dan 9.

Nilai konduktivitas hidrolik lapangan tanah dekat permukaan pada lokasi gerakan tanah dapat dilihat pada Tabel 1.

(5)

Gambar 3. Lapukan batuan breksi vulkanik pada longsoran di Dusun Selagedang, Cibeber

Gambar 4. Peta Topografi lokal daerah gerakan tanah km 18 Dusun Selagedang. Tabel 1.Konduktivitas hidrolik lapangan

No. Lokasi Konduktivitas hidrolik lapangan (cm/detik)

1. Dusun Selagedang 1,8x10-4

(6)

6

Gambar 5. Penampang geologi gerakan tanah KM 18 Dusun Selagedang berdasarkan data bor tangan dan uji sondir.

(7)

7 Gambar 7. Penampang geologi gerakan tanah Km.21 Dusun Cicadas berdasarkan data bor dan uji sondir.

0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 0.006 0.007 0.008 0.009 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 Waktu (detik) L a ju I n fi lt ra s i (c m /d e ti k )

Gambar 8. Laju infiltrasi tanah pada lokasi sumur uji Selagedang 0 0.0001 0.0002 0.0003 0.0004 0.0005 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 Waktu (detik) L a ju i n fi ltr a s i (c m /d e ti k )

Gambar 9. Laju infiltrasi tanah pada lokasi sumur uji Cicadas

Nilai-nilai konduktivitas hidrolik lapangan di Tabel 1 menunjukkan bahwa lapisan tanah di Dusun Selagedang lebih lulus air dari pada lapisan tanah di Dusun Cicadas. Hal tersebut di atas mengindikasikan bahwa lapisan tanah di Selagedang cenderung lebih mudah longsor.

Hasil Pengujian Laboratorium

Pengujian laboratorium dilakukan pada beberapa percontoh tanah dari pemboran teknik dan percontoh tabung pada lokasi gerakan tanah untuk menentukan karakteristik sifat keteknikan tanah tersebut. Uji laboratorium meliputi pengujian kadar air, batas- batas Atterberg, gradasi partikel tanah, dan kuat geser triaksial terkonsolidasi tak teralirkan.

Hasil pengujian laboratorium dapat dilihat pada Tabel 2. Kadar air tanah asli di dekat permukaan (kedalaman 1- 3 m) pada semua lokasi bor memperlihatkan kisaran harga antara 32% hingga 65%. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat sumber-sumber soil moisture pada kedalaman lapisan tanah tersebut. Analisis besar butir dan batas-batas Atterberg memperlihatkan bahwa distribusi fraksi lempung-lanau adalah 11 --35 %, dan batas cair berkisar antara 40 –110 %.

(8)

8

Tabel 2. Hasil pengujian laboratorium percontoh – percontoh tanah daerah Cibeber Cianjur Selatan

Sumber : Laboratorium Mekanika Tanah dan Batuan Geoteknologi LIPI

T it ik B or K ed al am an ( m ) K ad ar A ir ( %) B er at Je n is

Ukuran Butir (%) Batas-Batas Atterberg (%)

B at as S u su t (%) B er at I si T ot al , t , (k g/ m 3) B er at I si K er in g t , (k g/ m 3) P or os it as ( n ) ,( % ) D er aj at K ej en u h an Sr ( %) K ad ar ai r V ol u m et rik K oh es i E fe k tif c', ( k g/ cm 2) S u d u t G es er D al am E fe k tif (  ' o ) K er ik il P as ir L an au L em p u n g B at as C ai r (%) B at as P la st is (%) In d ek s P la st is it as (%) Selagedang CBR 01-01 0-40 46,83 2,85 22 28 39 11 63,770 42,015 21,685 29,659 1,147 0,771 72,810 51,831 0,373 CBR 01-01 80-120 65,76 2,83 2 28 54 16 106,10 55,210 50,895 34,648 - CBR 01-01 200-240 40,21 2,65 16 34 42 8 CBR 01-02 0-40 50,33 2,6575 - - - - 79,022 41,14 37,88 20,503 CBR 01-02 80-120 54,61 2,616 2 30 54 14 68,100 39,973 28,125 27,404 1,439 0,921 66,822 77,577 0,528 CBR 01-02 240-280 47,73 2,6078 3 48 38 11 56,780 44,874 11,906 37,552 0,0386 43,042 CBR 01-02 400-440 57,02 2,8777 - - - - 67,950 44,170 23,780 30,590 CBR 01-03 0-40 36,22 2,8421 - - - - 53,970 35,790 18,175 33,619 1,518 0,999 64,390 80,643 0,514 CBR 01-03 120-160 35,7 2,9089 - - - - 51,550 33,326 18,224 25,983 0,1425 30 CBR 01-03 320-360 24,71 2,8526 44 26 24 6 43,800 22,095 21,705 23,918 Cicadas CCD 02-01 0-40 48,08 2,8786 39 17 35 9 60,960 48,268 12,674 29,754 1,520 0,983 65,613 81,794 0,537 CCD 02-01 40-80 40,89 2,6795 21 31 40 8 62,500 40,866 21,634 29,304 CCD 02-01 80-120 31,91 2,7521 - - - - CCD 02-01 200-240 42,26 2,2564 - - - - 63,350 42,877 20,473 33,932 0,049 45,92 CCD 02-01 240-280 40,39 2,7868 6 23 52 9 47,980 39,830 8,150 34,683 CCD 02-02 0-40 61,39 2,7803 - - - - 77,900 51,671 26,299 28,119 1,228 0,862 68,928 58,391 0,402 CCD 02-02 80-120 61,88 2,7977 - - - - 67,750 43,382 24,384 34,827 0,0291 24,77 CCD 02-02 280-320 36,77 2,6756 - - - - 53,980 39,831 14,149 30,782 CCD 02-02 320-360 40,8 2,7737 - - - - 73,150 39,640 33,510 21,146 CCD 02-02 360-400 37,97 2,6266 16 15 74 11 71,200 39,967 31,233 35,634 CCD 02-03 0-40 63,53 2,7303 - - - - 112,1 59,549 52,555 30,307 1,236 0,765 72,223 65,157 0,470 CCD 02-03 120-160 56,06 2,7675 - - - - 94,3 57,387 36,913 53,441

(9)

9 Dengan demikian, satuan lempung-lanau dapat

dikelompokkan sebagai lempung dengan plastisitas tinggi. Sementara hasil pengujian kuat geser triaksial pada percontoh tanah - tanah lapukan menunjukkan bahwa tanah tufa lanauan memiliki nilai kohesi efektif (c’) tanah yang kecil dan sudut geser efektif (φ’) yang cukup besar.

Analisis Curah Hujan Pemicu Gerakan Tanah

Analisis curah hujan pemicu gerakan tanah dilakukan menggunakan metode Pradel dan Raad (1993) untuk mendapatkan:

1. tekanan air pori kritikal, uwc dengan

menggunakan rumus (2)

2. volume air kritikal, Qc dengan menggunakan

rumus (3).

3. nilai laju infiltrasi air hujan, vi dan durasi

hujan yang diperlukan untuk menjenuhkan tanah Tw dengan menggunakan rumus (6).

Pada analisis ini diasumsikan bahwa lapisan tanah tufa pasiran atau tufa lanauan homogen dan isotropik, dan lapisan tanah tufa lanauan teguh bertindak sebagai lapisan tidak lulus air. Untuk keperluan analisis ini, digunakan data geoteknik untuk setiap penampang lereng sebagaimana disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Data untuk Analisis Hujan Pemicu Gerakan Tanah di lokasi Penelitian.

Parameter Lereng Selagedang Lereng Cicadas Z (m) 3,80 2,50 Kf (m/jam) 6,48 x 10-2 7,49 x 10-3 S(kPa) 20 20 c’ (kPa) 4,22 2,91

’ (o ) 30 30

(kPa) 15,18 15,20

(o) 38 24

s 0,38 0,40

o 0,35 0,38 neff 0,15 0,25

Tabel 4 menyajikan hasil analisis untuk setiap penampang lereng. Analisis empirik tekanan air pori kritis menunjukkan bahwa tekanan air pori sebesar 11,52 kPa menyebabkan keruntuhan tanah setebal 3,8 m untuk penampang lereng Selagedang dan tekanan air pori 7,42 kPa menyebabkan keruntuhan tanah setebal 2,5 m pada penampang lereng Cicadas.

Analisis hujan pemicu gerakan tanah menunjukkan bahwa laju infiltrasi air hujan yang dapat menjenuhkan lereng Selagedang adalah 40,59 mm/jam dengan durasi 7,43 jam, dan untuk lereng Cicadas 6,74 mm/jam dengan durasi 48,18 jam. Untuk dapat memicu gerakan tanah, intensitas curah hujan harus lebih besar atau sama dengan laju infiltrasi air hujan (vi), dan curah

hujan harus berdurasi lebih atau sama dengan nilai Tw. Tanah lapukan pada lereng Selagedang lebih lulus air dibandingkan lereng Cicadas, sehingga intensitas hujan yang tinggi dengan durasi lebih singkat dapat memicu gerakan tanah. Sementara diperlukan durasi hujan yang lebih lama dengan intensitas lebih kecil untuk memicu gerakan tanah di Dusun Cicadas yang kurang lulus air.

Perbandingan antara data curah hujan harian yang menyebabkan gerakan tanah pada lereng – lereng tanah di Cibeber (Gambar 11) dengan hasil analisis (Tabel 4) menunjukkan bahwa hasil analisis memberikan nilai intensitas hujan yang lebih besar dari intensitas harian di lokasi penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa gerakan tanah pada lereng tidak terasosiasi oleh curah hujan tunggal pada kejadian longsoran tanggal 22 Desember 2004, tetapi lebih cenderung disebabkan oleh total air hujan selama 22 hari (1 Desember 2004-22 Desember 2004) yang mencapai 291 mm (Gambar 10).

Tabel 4. Hasil Analisis Hujan Pemicu Gerakan Tanah pada Lereng di Lokasi Penelitian

Penampang lereng

uwc (kPa) Qc (mm) Tw (jam) vi (mm/jam)

Selagedang 11,52 176,43 7,43 40,59

(10)

10

Gambar 10. Curah hujan harian pada bulan Desember 2004 sebagai pemicu gerakan tanah di daerah Cibeber (Stasiun Bendungan Cipadang, Cibeber).

Selain itu, karakteristik curah hujan pemicu gerakan tanah di lokasi penelitian dicirikan oleh hujan dengan intensitas ringan hingga sedang yang turun selama beberapa hari dan kemudian diikuti oleh hujan dengan intensitas lebat. Curah hujan dengan intensitas ringan ini berkontribusi terhadap kenaikan tekanan air pori saat hujan turun dengan intensitas lebat.

Hasil penelitian tentang curah hujan pemicu gerakan tanah oleh Tohari drr., (2005) pada kejadian gerakan tanah di Cikijing, Majalengka pada tanggal 3 Januari 2004 pada lereng tanah lapukan breksi vulkanik menunjukkan bahwa hujan pemicu gerakan tanah di lokasi penelitian memiliki nilai kritikal minimum intensitas sebesar 22 mm/jam dengan durasi minimum sebesar 22 jam, yang dicirikan oleh total hujan sebesar 428,56 mm yang dapat dihasilkan oleh hujan selama 23 hari. Sementara pada kejadian gerakan tanah pada tanggal 20 Januari 2004 pada lereng tufa pasiran dan lapukan breksi di Cikadu, Purwakarta, hasil penelitian Soebowo drr., (2005) menunjukkan bahwa kejadian tersebut dicirikan oleh nilai kritikal minimum intensitas hujan sebesar 125,69 mm/jam dengan durasi 3 jam 18 menit. Nilai- nilai kritikal hujan pemicu gerakan tanah yang berbeda di berbagai tempat menunjukkan bahwa

karakteristik hujan pemicu gerakan tanah sangat variatif dan spesifik untuk masing- masing lokasi. Geometri lereng, geologi daerah setempat, sifat fisik dan mekanik tanah, serta respons hidrologis tanah sangat mempengaruhi karakter curah hujan pemicu gerakan tanah.

KESIMPULAN

Gerakan tanah di daerah Cibeber ini terjadi pada lapisan tufa lanauan yang bagian dasarnya ditempati oleh breksi vulkanik. Sering nampak zona rekahan-rekahan disertai rembesan air. Gerakan tanah merupakan tipe luncuran dengan zona gelinciran yang dangkal < 4,5 m yang terletak pada zona transisi tufa lanau dengan lapukan breksi vulkanik. Curah hujan pemicu gerakan tanah di lokasi penelitian dicirikan oleh total hujan sebesar 291 mm yang dapat dihasilkan oleh hujan selama 22 hari. Hasil analisis menunjukkan bahwa hujan pemicu gerakan tanah di lokasi penelitian memiliki nilai kritikal minimum intensitas sebesar 40,59 mm/jam dengan durasi minimum sebesar 7,43 jam untuk lokasi Selagedang dan intensitas 6,74 mm/jam selama 48,18 jam untuk daerah Cicadas.

(11)

Ucapan Terima Kasih : ditujukan kepada Kepala Pusat Sumber Daya Geologi yang telah memberi kesempatan kepada kami dari LIPI untuk mengisi BGTL pada edisi ini.

ACUAN

---, 2006. Prakiraan Potensi Longsor di Jawa Barat, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi,

(www.portal.vsi.esdm.go.id).

Anwar, H.Z., Sutanto, E.S., Praptisih dan Rukmana, I. 2003. Model mitigasi Bencana Gerakan Tanah di Daerah Tropis: studi kasus di daerah Sambeng, Kebumen. (Laporan Penelitian) Pusat Penelitian Geoteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Green, W.H., Ampt, G.A., 1911. Studies on soil physics: 1. The flow of air and water through soils. Journal of Agricultural Sciences 4 (1), 1– 24.

Johnson, K.A.dan Sitar, N., 1990. Hydrologic Condition Leading to Debris-Flow Inititation, Canadian Geotechnical Journal 27 : 789-801

Keefer, D. K., Wilson, R.C., Mark,R.K, Brabb,E.E., Brown,W.M.III, Ellen,S.D., Harp,E.L., Wieczorek,G.F., Alger,C.S., and Zatkin,R.S., 1987. Real-Time Landslide Warning During Heavy Rainfall, Science 238: 921-925.

Koesmono,M, Kusnama, Suwarna, N, 1996. Peta geologi lembar Sindangbarang dan Bandarwaru, Jawa Barat, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Departemen Pertambangan dan Energi, Bandung.

Pradel, D. and Raad, G., 1993. Effect of Permeability on Surficial Stability of Homogenous Slopes, Journal of Geotechnical Engineering, 119 ( 2): 315-332.

Reneau, S.L., and Dietrich, W.E., 1987. The Importance of Hollows in Debris Flow Studies: Examples from Marin County, California, Debris Flows/ Avalanches: Process, Recognition, and Mitigation,

Review in Engineering Geology VII: 165-180.

Sammori, T., Okura, Y., Ochiai, H., and Kitahara, H., 1996. Seepage Process in Sloping Sand Layers and Mechanism of Landslide-Effects of soil thickness on landslide initiation by laboratory and numerical. Proc. 7th Intern. Symp. On Landslides, Balkema, Rotterdam, The Netherlands, 1351-1356.

Sampurno, 1976. Geologi Daerah Longsor Jawa Barat, Geologi Indonesia 3(1): 45-52 Suranta dan Djaja, 2002. Analisis Kerentanan

Gerakan Tanah dengan Menggunakan Remote Sensing dan Geographic Information System Daerah Ampelgading Kabupaten Malang, Jawa Timur. Prosiding Seminar Nasional SLOPE 2002, Bandung, 27 April 2002, 49-57. Sudjatmiko, 1992. Peta geologi lembar Cianjur,

Jawa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Departemen Pertambangan dan Energi, Bandung. Soebowo, E., Anwar, H.Z., Siswandi, U dan

Rukmana, I. 2003. Model mitigasi Bencana Gerakan Tanah di Daerah Tropis: studi kasus di daerah Kedungrong, Kulon Progo. (Laporan Penelitian) Pusat Penelitian Geoteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Soebowo, E., Wibowo,S., Sutanto, E.S., Sukaca danWidodo. 2005. Mitigasi Bahaya Gerakan Tanah di Daerah Tropis: Analisis Empirik Karakter Hujan Pemicu Longsoran di Daerah Cikadu, Sukatani, Purwakarta. (Laporan Penelitian) Pusat Penelitian Geoteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Tohari, A., 2002. Shear strength behaviour and hydrologic response of residual soil slope to rainfall. (Doctorate Dissertation). Faculty of Civil Engineering, Okayama University.

Tohari, A., Wibowo, S. dan Sudaryanto. 2004. Model Mitigasi Gerakan Tanah di Daerah Tropis: Penentuan Empirik Karakter Curah Hujan Pemicu Gerakan Tanah di Daerah Malangbong,

(12)

12

Kabupaten Garut. (Laporan Penelitian) Pusat Penelitian Geoteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Tohari, A.,Sarah, D. dan Sumarnadi, E.T. 2005. Mitigasi Bahaya Gerakan Tanah di Daerah Tropis: Penelitian Karakter Curah Hujan Pemicu Gerakan Tanah di Daerah Cikijing, Kabupaten Majalengka. . (Laporan Penelitian) Pusat Penelitian Geoteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Tsaparas, I,. Toll, D.G., dan Rahardjo, H., 2000. Influence of rainfall sequences on the seepage conditions within a slope: A

parametric study. Proceedings The Asian Conference on Unsaturated Soils, UNSAT-ASIA 2000. Singapore, 18-19 May 2000.

Wiezoreck, G.F., 1987. Effect of Rainfall Intensity and Duration on Debris Flows in Central Santa Cruz Mountains, California, Debris Flows/ Avalanches: Process, Recognition, and Mitigation, Review in Engineering Geology VII: 93-104

Van Bemmelen, 1949. The Geology of Indonesia, Vol.1A, Second Edition, Martinus Nijhoff, The Hague, Netherlands, page 545-658.

Gambar

Gambar 2. Curah hujan bulanan selama periode 1989-2004 berdasarkan data stasiun Bendungan  Cipadang, Cibeber
Grafik  hasil  uji  infiltrasi  pada  dua  titik  di  lokasi  Dusun  Selagedang  dan  Dusun  Cicadas  disajikan pada Gambar 8 dan 9
Gambar 3. Lapukan batuan breksi vulkanik pada longsoran di Dusun Selagedang, Cibeber
Gambar 6. Peta Topografi lokasi daerah gerakan tanah km. 21 Dusun Cicadas.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 3, yang menjelaskan hubungan antara biodegradasi dan derajat dikarboksilasi, menunjukkan bahwa biodegradabilitas asam alginat dan tapioka yang telah

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah Organizational Citizenship Behavior (OCB), Disiplin kerja dan Kompensasi, sementara yang menjadi variabel

Segala hormat, puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan penyertaan yang telah diberikan kepada kami, sehingga skripsi kami yang

Sumberdaya peternakan di kabupaten Tasikmalaya untuk komoditas ternak ruminansia pada jenis ternak sapi potong dan kerbau populasinya menyebar di wilayah selatan sebagai

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis pada keempat model pada table 8.3 diatas, terlihat GCG (Good Corporate Governance), profitabilitas perusahaan, dan ukuran

Hasil uji F pada penelitian ini menunjukkan bahwa variabel ROA, ROE dan BOPO secara simultan berpengaruh signifikan terhadap tingkat bagi hasil deposito

Faktor yang diteliti berkaitan dengan faktor anak, yaitu peneliti meneliti tentang perkembangan kreativitas anak usia 5-6 tahun yang meliputi aspek pribadi, proses, produk, dan

Terkait Turnover Intention , saran yang dapat diberikan yaitu pemimpin menumbuhkan rasa ke- pemilikan bersama dalam diri karyawan dan memberi reward dan