1
Studi Perbandingan Metode Penentuan Intensitas Curah Hujan Berdasarkan Karakteristik Curah Hujan Kalimantan Barat
Asih Astarini*, Muliadi, Riza Adriat Prodi Geofisika, FMIPA Universitas Tanjungpura
*Email : [email protected]
(Diterima 1 Maret 2022; Disetujui 1 April 2022; Dipublikasi 30 April 2022) Abstrak
Intensitas curah hujan yang tinggi dapat mengakibatkan bencana hidrometeorologi seperti banjir.
Intensitas hujan tinggi umumnya berlangsung dalam durasi yang singkat. Kejadian banjir yang sering terjadi di Kalimantan Barat akan memberikan dampak yang buruk terhadap kehidupan masyarakat sekitar sehingga diperlukan adanya perbaikan Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk mitigasi dini bencana. Tujuan dilakukannya penelitian yaitu mendapatkan metode yang dapat diterapkan untuk menentukan intensitas hujan yang sesuai dengan karakteristik hujan di Kalimantan Barat. Penentuan intensitas curah hujan memerlukan data curah hujan harian maksimum. Metode perhitungan intensitas jangka pendek menggunakan metode Mononobe karena metode ini hanya memerlukan data curah hujan harian maksimum. Perhitungan pendekatan intensitas hujan menggunakan metode Talbot, Sherman dan Ishiguro dengan tujuan menentukan metode intensitas hujan yang paling sesuai. Metode terpilih didasarkan pada nilai perbandingan minimum dengan uji peak-weighted root mean square error dan nilai korelasi maksimum yang ditentukan dengan membandingkan nilai intensitas metode Talbot, Sherman dan Ishiguro dengan metode Mononobe. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurva IDF (Intensitas, Durasi dan Frekuensi) metode intensitas hujan yang paling sesuai dengan karakteristik curah hujan Kalimantan Barat adalah metode Sherman untuk kala ulang 2, 5, 10, 25, 50 dan 100 tahunan dengan nilai error 0,00 dan nilai korelasi 1,00 untuk delapan stasiun pengamat curah hujan yang ada di Kalimantan Barat.
Kata Kunci: Intensitas curah hujan, Mononobe, Talbot, Sherman, Ishiguro, Kurva IDF, uji peak-weighted root mean square error.
1. Latar Belakang
Provinsi Kalimantan Barat memiliki karakteristik curah hujan ekuatorial dan monsunal. Pola curah hujan ekuatorial ini dicirikan dengan pola hujan bimodal yang memiliki dua puncak musim penghujan yang biasanya terjadi pada bulan Maret dan September.
Pola curah hujan monsunal dicirikan dengan pola hujan unimodal yang memiliki satu puncak musim penghujan yang terjadi pada bulan Desember, Januari, dan Februari (DJF) [1].
Hujan adalah suatu proses jatuhnya air dari udara ke bumi. Air yang jatuh dapat berbentuk cair maupun padat. Hujan terjadi karena menguapnya air sebagai akibat pemanasan sinar matahari [2]. Permasalahan umum yang dialami terkait daerah aliran sungai meliputi hujan lebat dengan intensitas tinggi sehingga terjadi genangan dan melampaui kapasitas daya tampung saluran [3]. Banjir yang terjadi adalah salah satu bencana hidrologi yang dapat disebabkan oleh kegagalan pengelolaan daerah aliran sungai [4].
Penelitian tentang metode penentuan intensitas hujan telah dilakukan di daerah lain yaitu sekitar Kecamatan Karawang Timur [5], stasiun Pekanbaru [6], perbedaan hasil dari tiap
penelitian ini menunjukkan bahwa adanya kemungkinan setiap daerah memiliki perbedaan hasil yang dipengaruhi oleh karakteristik curah hujan di masing-masing lokasi penelitian.
Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu mendapatkan metode yang dapat diterapkan untuk menentukan intensitas hujan yang sesuai dengan karakteristik hujan di Kalimantan Barat.
Penelitian ini memiliki luaran kurva Intensitas, Durasi dan Frekuensi (IDF) yang dapat dimanfaatkan untuk menghitung debit banjir rencana yang digunakan dalam perencanaan bangunan pengendali banjir, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat berupa informasi terkait intensitas curah hujan ekstrem yang terjadi di Kalimantan Barat dan dapat digunakan oleh pemerintah daerah sebagai dasar dalam mitigasi dini bencana hidrometeorologi yang terjadi.
2. Metodologi A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang digunakan adalah lokasi stasiun penakar curah hujan BMKG yang terletak di wilayah Kalimantan Barat. Peta lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.
2 Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan harian maksimum dari tahun 1991 hingga 2020. Data ini diperoleh dari stasiun Klimatologi Mempawah, stasiun Meteorologi Maritim Pontianak, stasiun Meteorologi Sambas, stasiun Meteorologi Kapuas Hulu, stasiun Meteorologi Ketapang, stasiun Meteorologi Supadio, dan stasiun Meteorologi Sintang.
B. Tahapan Penelitian
Langkah yang dilakukan untuk memperoleh tujuan dari penelitian yaitu [7]:
1. Melakukan pengumpulan data curah hujan harian dari masing-masing stasiun lokasi penelitian
2. Menentukan hujan harian maksimun di setiap stasiun penelitian untuk masing-masing tahun data
3. Melakukan perhitungan analisis frekuensi curah hujan harian maksimum menggunakan parameter statistik untuk memperoleh hujan rancangan di setiap stasiun
4. Uji normalitas data menggunakan metode Smirnov-Kolmogorov
5. Melakukan perhitungan analisis intensitas curah hujan dari hujan rancangan dengan menggunakan pendekatan empirik rumus Mononobe
6. Melakukan perhitungan metode Talbot, Sherman dan Ishiguro pada masing-masing stasiun penelitian untuk berbagai periode ulang
7. Melakukan analisis nilai error dan korelasi pada setiap stasiun di berbagai periode ulang 8. Melakukan penggambaran kurva IDF
berdasarkan hasil perhitungan intensitas curah hujan.
C. Analisis Frekuensi Curah Hujan
Analisis frekuensi digunakan untuk menentukan curah hujan rancangan dalam berbagai periode ulang berdasarkan distribusi yang paling sesuai antara distribusi secara teori dengan distribusi hujan secara empirik [7]. Pada penelitian ini digunakan rancangan dengan kala ulang 2, 5, 10, 25, 50 dan 100 tahunan.
Langkah-langkah pengolahan analisis frekuensi sebagai berikut:
1. Menentukan hujan harian maksimum di setiap stasiun penelitian
2. Mengurutkan data hujan harian maksimum dari yang terbesar ke yang terkecil
3. Menentukan parameter statistik data yaitu rata-rata, standar deviasi, koefisien variasi, Koefisien skewness dan koefisien kurtosis [8].
a. Rata-rata 𝑥̅ = 1
𝑛∑𝑛𝑖=1𝑥𝑖 (1)
b. Standar Deviasi 𝑠 = √𝛴(𝑥𝑖−𝑥̅)²
𝑛−1 (2)
Gambar 1 Lokasi Penelitian
3 𝐶𝑣 = 𝑆
𝑥̅ (3)
d. Koefisien Skewness 𝐶𝑠= 𝑛 ∑(𝑥−𝑥̅)³
(𝑛−1)(𝑛−2).𝑆³ (4)
e. Koefisien Kurtosis 𝐶𝑘 = 𝑛2 ∑(𝑥−𝑥̅)⁴
(𝑛−1)(𝑛−2)(𝑛−3) 𝑆4 (5)
4. Menentukan jenis distribusi probabilitas yang sesuai dengan parameter statistik. Jenis distribusi probabilitas disajikan dalam Tabel 1 dan persamaan garis teoritik untuk probabilitas disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 1. Parameter statistik untuk menentukan jenis distribusi probabilitas
Distribusi Syarat
Normal Cs ≈0
Ck ≈3 Log Normal Cs = Cv³ + 3Cv
Ck = Cv⁸+6Cv⁶+15Cv⁴+16Cv²+3
Gumbel Cs = 1,14
Ck = 5,4 Log Pearson III Selain nilai diatas
Tabel 2. Persamaan garis teoritik untuk setiap jenis distribusi probabilitas
keterangan:
𝑋𝑇 : hujan rancangan dengan periode ulang T tahun (mm)
𝐾𝑇 : variabel reduksi 𝑠 : standar deviasi
𝑌 : variabel reduksi untuk distribusi Gumbel 𝑌𝑛 : rerata variabel reduksi distribusi Gumbel 𝜎𝑛 : standar deviasi dari variabel reduksi
5. Melakukan uji kesesuaian distribusi menggunakan uji Smirnov-Kolmogorov. Pada uji ini dihitung perbedaan maksimum antara fungsi probabilitas kumulatif dan fungsi kumulatif sampel. Nilai ini selanjutnya dibandingkan dengan nilai pada tabel Smirnov-Kolmogorov. Distribusi probabilitas diterima apabila nilai hitung lebih kecil dari nilai kritis atau tabel.
Intensitas hujan merupakan ketinggian hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu dimana air tersebut terkonsentrasi. Hubungan intensitas hujan dan durasi kejadian hujan dapat dicari dengan menggunakan beberapa rumus pendekatan empiris seperti rumus Mononobe [7].
a. Rumus Mononobe [8]
𝐼 =
𝑅2424
[
24𝑡
]
2
3 (6)
keterangan:
I : intensitas curah hujan (mm/jam)
𝑅24 : curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm) t : lamanya curah hujan (jam)
b. Metode Talbot
Rumus Talbot dikemukakan oleh Profesor Talbot pada tahun 1881. Tetapan-tetapan nilai pada rumus Talbot dinyatakan pada persamaan berikut [9]
𝐼 =
𝑎𝑡+𝑏 (7)
𝑎 = ∑ 𝐼.𝑡.∑ 𝐼²− ∑(𝐼2.𝑡).∑ 𝐼
𝑁 ∑ 𝐼²−(∑ 𝐼)²
(8)
𝑏 = ∑ 𝐼 ∑ 𝐼.𝑡− 𝑁 ∑(𝐼2.𝑡)
𝑁 ∑ 𝐼²−(∑ 𝐼)² (9)
keterangan:
I : intensitas hujan (mm/jam) t : lamanya hujan (jam) a dan b : konstanta
N : jumlah data c. Metode Sherman
Rumus Sherman dikemukakan oleh seorang Profesor bernama Sherman pada tahun 1905.
Penggunaan rumus ini lebih cocok untuk data curah hujan dengan lamanya curah hujan lebih dari 2 jam [9].
𝐼 =
𝑎𝑡𝑛 (10)
log 𝑎 = ∑ 𝑙𝑜𝑔𝐼 ∑(𝐿𝑜𝑔 𝑡)²− ∑(log 𝑡.log 𝐼).∑ log 𝑡
𝑁 ∑ (log 𝑡)²−(∑ log 𝑡 )² (11)
𝑛 = ∑ 𝑙𝑜𝑔 𝐼 ∑ log 𝑡− 𝑁 ∑(log 𝑡.log 𝐼)
𝑁 ∑(log 𝑡)2−(∑ log 𝑡)² (12)
keterangan:
I : intensitas hujan (mm/jam) t : lamanya hujan (jam) a dan n : konstanta
N : jumlah data Jenis Distribusi Persamaan Garis Teoritik
Normal Log Normal
Log Pearson type III Gumbel
𝑋𝑇= 𝑥̅ 𝐾𝑇 𝑠 𝑋𝑇= 𝑥̅ 𝐾𝑇 𝑠
𝑋𝑇= 𝑥̅ 𝑠
𝜎𝑛 𝑌 𝑌𝑛 𝑋𝑇= log𝑋 𝐾. 𝑠
4 d. Metode Ishiguro
Rumus Ishiguro dikemukakan oleh Dr.Ishiguro pada tahun 1953 dengan persamaan sebagai berikut [5]
𝐼 =
𝑎√𝑡+𝑏 (13)
𝑎 = ∑ 𝐼√𝑡 ∑ 𝐼2− ∑(𝐼2.√𝑡).∑ 𝐼
𝑁 ∑ 𝐼2−(∑ 𝐼)2 (14)
𝑏 = ∑ 𝐼 ∑ 𝐼.√𝑡− 𝑁 ∑(𝐼².√𝑡)
𝑁 ∑ 𝐼2−(∑ 𝐼)2 (15)
keterangan:
I : intensitas hujan (mm/jam) t : lamanya hujan (jam) a dan b : konstanta
N : jumlah data E. Kurva IDF
Kurva IDF merupakan kurva yang menggambarkan hubungan antara frekuensi, intensitas dan durasi hujan yang dinyatakan dalam bentuk lengkung intensitas hujan dengan periode tertentu. Kurva IDF dapat dibuat dengan menggunakan hasil analisis frekuensi data hujan otomatis (durasi menit dan jam). Apabila tidak terdapat data otomatis, maka kurva IDF dapat dibuat dengan menggunakan data hujan harian dan didukung menggunakan rumus pendekatan[7].
3. Hasil dan Pembahasan A. Analisis Data Hujan
Data curah hujan harian yang didapatkan pada setiap stasiun pengamatan memiliki ketersediaan yang bervariasi dari masing-masing stasiun curah hujan. Data curah hujan stasiun Maritim yang digunakan adalah 13 tahun data yaitu dari tahun 2008 s.d 2020, hal ini dikarenakan data yang tersedia di stasiun dimulai sejak akhir 2007. Data curah hujan harian dari setiap stasiun kemudian dipilih data curah hujan harian maksimum untuk masing masing tahun kejadian di delapan stasiun yang berbeda.
B. Analisis Frekuensi Hujan
Data yang digunakan dalam analisis frekuensi merupakan data curah hujan harian maksimum (Xi) tahunan. Data curah hujan maksimum ini kemudian diurutkan dari yang terkecil sampai dengan terbesar. Sebagai contoh hasil data curah hujan harian maksimum ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Curah hujan harian maksimum di stasiun Kapuas Hulu
N
o Tahu
n Xi
(mm) N
o Tahu
n Xi
(mm) 1 2005 85 14 2003 144 2 2002 94 15 1999 145 3 2008 100 16 2011 147 4 2000 103 17 1998 149 5 2007 110 18 1997 150 6 2014 111 19 2018 151 7 2020 115,4 20 2017 152,7 8 1996 120 21 2009 157 9 2012 124 22 2015 162,8 10 2013 125 23 2016 164 11 2006 130 24 2010 176 12 2001 136 25 2004 207 13 2019 140
Setelah data tersusun dari nilai terkecil ke nilai terbesar, selanjutnya dilakukan perhitungan parameter statistik. Dari hasil perhitungan statistik ini diperoleh dan dipilih jenis distribusi yang sesuai untuk menghitung hujan rancangan dengan periode ulang 2,5,10,25,50 dan 100 tahunan. Untuk menguji kesesuaian distribusi probabilitas yang dipilih, maka dilakukan uji statistik dengan menggunakan metode Smirnov- Kolmogorov. Hasil analisis frekuensi curah hujan harian di stasiun pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil pengujian distribusi probabilitas pada tiap stasiun disajikan pada Tabel 5.
C. Analisis Intensitas dan Durasi Hujan
Secara umum, penentuan intensitas curah hujan dapat didekati dengan menggunakan beberapa metode, diantaranya metode Talbot, metode Sherman dan metode Ishiguro. Namun, karena data yang digunakan bukan merupakan data curah hujan jangka pendek, maka dapat didekati menggunakan pendekatan metode Mononobe. Penggunaan metode Mononobe untuk pendekatan curah hujan jangka pendek karena metode ini tidak memerlukan data hujan jam- jaman dalam menentukan informasi intensitas hujan. Data yang diperlukan pada metode Mononobe hanya data curah hujan maksimum harian.
Hasil analisis intensitas hujan dengan berbagai durasi dari data curah hujan menggunakan metode Mononobe untuk stasiun Kapuas Hulu disajikan pada Tabel 6.
5 Stasiun
Hujan rancangan dengan periode ulang
Distribusi 2
Tahunan (mm)
5 Tahunan
(mm)
10 Tahunan
(mm)
25 Tahunan
(mm)
50 Tahunan
(mm)
100 Tahunan
(mm)
Kapuas Hulu 134,37 159,17 173,04 188,48 198,81 208,28 Log Pearson III Ketapang 139,97 179,69 208,61 248,25 280,05 313,92 Log Pearson III Maritim 114,18 137,42 152,11 170,10 183,18 196,07 Log Pearson III Melawi 134,15 168,69 192,57 223,94 248,90 273,38 Log Pearson III Mempawah 126,30 153,62 171,11 192,70 208,55 224,25 Log Pearson III Sambas 151,01 208,84 249,78 304,50 347,51 392,39 Log Pearson III Sintang 124,66 147,85 160,50 174,28 183,30 191,43 Log Pearson III Supadio 109,39 132,79 148,70 169,40 185,38 201,49 Log Pearson III Tabel 5. Perhitungan uji Smirnov-Kolmogorov pada seluruh stasiun pengamatan
Stasiun variabel uji Smirnov-Kolmogorov Kesimpulan
𝑥̅ S D Dα
Kapuas Hulu 135,96 27,96 0,07 0,26 Distribusi Diterima Ketapang 150,15 45,59 0,13 0,24 Distribusi Diterima Maritim 117,57 25,61 0,09 0,36 Distribusi Diterima Melawi 141,65 38,42 0,16 0,24 Distribusi Diterima Mempawah 130,68 30,23 0,11 0,24 Distribusi Diterima Sambas 164,40 64,19 0,11 0,24 Distribusi Diterima Sintang 125,78 26,53 0,09 0,24 Distribusi Diterima Supadio 114,28 26,45 0,12 0,24 Distribusi Diterima Tabel 6. Hasil analisis intensitas curah hujan dengan metode Mononobe di stasiun Kapuas Hulu
t (menit)
Kala Ulang (Tahunan) 2
(mm/jam) 5
(mm/jam) 10
(mm/jam) 25
(mm/jam) 50
(mm/jam) 100 (mm/jam)
5 244,17 289,24 314,43 342,50 361,26 378,46
10 153,81 182,21 198,08 215,76 227,58 238,42
15 117,38 139,05 151,16 164,65 173,68 181,95
20 96,90 114,78 124,78 135,92 143,37 150,19
25 83,50 98,92 107,53 117,13 123,55 129,43
30 73,95 87,60 95,23 103,73 109,41 114,62
45 56,43 66,85 72,67 79,16 83,49 87,47
60 46,58 55,18 59,99 65,34 68,92 72,21
120 29,35 34,76 37,79 41,16 43,42 45,49
180 22,39 26,53 28,84 31,41 33,13 34,71
240 18,49 21,90 23,81 25,93 27,35 28,65
300 15,93 18,87 20,52 22,35 23,57 24,69
360 14,11 16,71 18,17 19,79 20,87 21,87
6 D. Analisis Kurva IDF
Durasi dan hasil analisis intensitas curah hujan yang telah dilakukan untuk setiap periode ulang dengan pendekatan metode Mononobe selanjutnya dapat digambarkan menggunakan koordinat kartesius. Sumbu X menggambarkan durasi hujan (menit) dan sumbu Y menggambarkan intensitas curah hujan (mm/jam). Hasil dari visualisasi antara durasi dan intensitas hujan selanjutnya disebut dengan kurva IDF.
Dari hasil perhitungan, dihasilkan kurva IDF berbagai periode ulang untuk tiap metode yang berbeda (metode Talbot, Sherman, dan Ishiguro).
Kurva IDF dari hasil analisis dengan menggunakan pendekatan metode Mononobe ditampilkan pada Gambar 2 untuk stasiun Kapuas Hulu. Kurva IDF untuk metode Talbot, Sherman, dan Ishiguro pada stasiun Kapuas Hulu secara berurut ditampilkan pada Gambar 3, Gambar 4, dan Gambar 5.
Gambar 2 Kurva IDF dengan metode Mononobe di stasiun Kapuas Hulu
Gambar 3 Kurva IDF dengan metode Talbot
Gambar 4 Kurva IDF dengan metode Sherman
Gambar 5 Kurva IDF dengan metode Ishiguro Berdasarkan kurva IDF yang ditampilkan terlihat bahwa intensitas curah hujan yang terjadi di Kalimantan Barat memiliki karakteristik hujan yang tinggi berlangsung pada durasi yang singkat, dan intensitas curah hujan rendah terjadi pada durasi yang lama, sehingga kurva yang terbentuk melandai. Hasil seperti ini juga terjadi pada hasil analisis intensitas curah hujan yang dilakukan di beberapa stasiun pengamatan lainnya.
Masing-masing metode perhitungan intensitas curah hujan kemudian dibandingkan dengan metode Mononobe untuk mendapatkan metode yang paling sesuai dengan karakteristik curah hujan di Kalimantan Barat. Pemilihan metode terbaik berdasarkan dengan nilai error yang minimum dan nilai korelasi yang maksimum.
Gambar 6 Perbandingan kurva IDF metode Mononobe dengan metode Talbot
Gambar 7 Perbandingan kurva IDF metode Mononobe dengan metode Sherman
7 Gambar 8 Perbandingan kurva IDF metode
Mononobe dengan metode Ishiguro Pada Gambar 6, Gambar 7, dan Gambar 8 dilakukan perbandingan kurva IDF metode Mononobe dan metode Talbot, Sherman, Ishiguro dengan kala ulang 2 tahunan di stasiun Kapuas Hulu. Dari hasil perbandingan tersebut diperoleh hasil analisis intensitas hujan yang berbeda, hal ini mungkin disebabkan oleh penggunaan tetapan yang berbeda dari setiap metodenya. Hasil dari analisis intensitas curah hujan untuk beberapa metode memiliki nilai selisih yang relatif kecil pada periode ulang 2 tahunan di stasiun Kapuas Hulu. Pada Gambar 7 terlihat bahwa garis kurva metode Sherman berhimpit dengan garis kurva metode Mononobe sehingga memiliki nilai error paling kecil apabila dibandingkan dengan metode Talbot dan Ishiguro. Hasil serupa juga didapatkan untuk stasiun pengamatan lainnya.
Berdasarkan hasil perhitungan nilai error dan korelasi menunjukkan bahwa intensitas curah hujan yang menggambarkan kurva IDF dapat menggunakan metode Sherman sebagai acuan dalam pembuatan kurva IDF, hal ini ditunjukkan dari hasil perhitungan error dan korelasi antara intensitas metode Mononobe dengan persamaan Sherman yang memiliki nilai terkecil dengan nilai error sebesar 0,00 di setiap stasiun penakar curah hujan dan nilai korelasi 1,0 artinya memiliki hubungan yang kuat dengan metode Mononobe sebagai data hasil pendekatan curah hujan observasi.
4. Kesimpulan
Penggambaran kurva IDF di wilayah Kalimantan Barat dengan menggunakan metode Talbot, Sherman, dan Ishiguro telah berhasil dianalisis pada penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hujan dengan intensitas tinggi berlangsung pada durasi yang pendek.
Metode intensitas hujan yang sesuai dengan data curah hujan dan karakteristik hujan di wilayah Kalimantan Barat adalah metode Sherman dengan nilai error sebesar 0,00 dan nilai korelasi sebesar 1,00. Kurva IDF yang dihasilkan dari hasil perhitungan dapat digunakan untuk
mempergunakan metode rasional.
Daftar Pustaka
[1] BMKG, 2020, Probabilitas Curah Hujan 20 mm (Tiap 24 jam), serial online, https://www.bmkg.go.id/cuaca/probabilisti k-curah-hujan.bmkg, (21 Juli 2020)
[2] Daldjoeni, N., 2018, Pokok-Pokok Klimatologi, Penerbit Ombak, Yogyakarta.
[3] Hamid, A., 2020, Drainase Kota Pontianak, IAFT Untan, Pontianak
.
[4] Auliyani, D., 2017. Daerah Banjir di Sub Daerah Aliran Sungai Sepauk dan Tempunak, Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat, Jurnal Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, 1:83-95 [5] Permatasari, M; Nugraha, M.C; Hartati, E.,
2020, Penentuan Metode Intensitas Hujan Berdasarkan Karakteristik Hujan dari Stasiun Pengamat Hujan di Sekitar Kecamatan Karawang Timur, Jurnal Serambi Engineering, 5:768-780
[6] Handayani, Y.L; Andy, H; Hadie, S., 2007, Pemilihan Metode Intensitas Hujan yang Sesuai dengan Karakteristik Stasiun Pekanbaru, Jurnal Teknik Sipil, 8: 1-15 [7] Sofia, D. A. dan Noneng, N., 2019, Analisis
Intensitas, Durasi, dan Frekuensi Kejadian Hujan di Wilayah Sukabumi, Jurnal Teknologi Rekayasa, 4:85-92
[8] Triatmodjo, B., 2008, Hidrologi Terapan, Penerbit Beta Offset, Yogyakarta
[9] Juleha; Rismalinda; Rahmi, A., 2016. Analisa Metode Intensitas Hujan pada Stasiun Hujan Rokan IV Koto, Ujung Batu, dan Tandun Mewakili Ketersediaan Air di Sungai Rokan, Jurnal UPP, 1:1-8