ALGORITHMA FAST FOURIER TRASFORM (FFT)
UNTUK ANALISIS POLA CURAH HUJAN DI KALIMANTAN BARAT Andi Ihwan
Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Tanjungpura, Pontianak,
e-mail: iwankonjo@yahoo.com
Abstrak
Secara garis besar curah hujan bulanan di Indonesia dapat membentuk suatu pola yang menyebabkan terjadinya dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau. Namun faktor lain yang mempengaruhi iklim seperti letak geografis, bentuk permukaan bumi, faktor gejala alam seperti El Nino, La Nina. Faktor-faktor tersebut membuat pola iklim berbeda-beda dan unik untuk setiap daerah. Hasil analisis periodic dan frekuensi dari data time series curah hujan bulanan beberapa Kota di Klimantan Barat menggunakan metode FFT menunjukkan Pola curah hujan bulanan yang paling dominan di beberapa stasiun pengamatan adalah 12 bulanan, kecuali untuk Kota Pontianak periode yang paling tinggi adalah enam bulanan. Selain pola yang disebutkan sebelumnya, terdapat juga pola-pola lainnya yang bervariasi antara lokasi satu dengan yang lainnya. Hasil perhitungan FFT tidak menunjukkan nilai magnitude yang dominan terhadap periodic dan frekuensi bulanan dari semua stasiun pengamatan, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pola yang kuat, gejala ini diindikasikan karena letak geografis Kalimantan Barat yang berada di garis equator dimana pola Monsun dan pola Zenithal saling mempengaruhi.
Kata kunci : iklim, monsun, equator, transformasi fourier
1. PENDAHULUAN
Fenomena iklim/cuaca di Indonesia sangat kompleks dimana banyak parameter yang dapat mempengaruhi iklim tersebut baik jangka pendek maupun panjang diantaranya adalah fenomena El Nino, La Nina di Samudera Pasifik Equator, Dipole Mode di Samudera Hindia, serta aktivitas matahari [1],[2]. Oleh karena itu tidaklah mudah membuat prediksi iklim/cuaca terutama untuk jangka waktu yang panjang. Untuk dapat memprediksi iklim/cuaca dengan presisi yang sangat tinggi maka diperluka analisis awal yang berkaitan dengan factor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan iklim/cuaca, yakni dengan cara mempelajari historis parameter iklim
tersebut untuk jangka waktu yang panjang (puluhan tahun kebelakang), serta sifat kedinamisan perubahan yang terjadi hingga akhirnya menemukan faktor – faktor penyebab perubahan tersebut. Dalam makalah ini akan dipelajari frekuensi-frekuensi yang dominan pada data time series iklim serta menginterpretasi gejala alam yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya pola iklim/cuaca berdasarkan pada frekuensi dominan data iklim tersebut. Metode Fast Fourier Transporm
Transformasi Fourier merupakan suatu proses yang banyak digunakan untuk memindahkan domain dari suatu fungsi atau obyek ke dalam domain frekwensi. Di dalam
pengolahan citra digital, transformasi fourier digunakan untuk mengubah domain spasial pada citra menjadi domain frekwensi. Analisa-analisa dalam domain frekwensi banyak digunakan seperti filtering. Dengan menggunakan transformasi fourier, sinyal atau citra dapat dilihat sebagai suatu obyek dalam domain frekwensi [3],[4].
Transformasi Fourier kontinu 1D dari suatu fungsi waktu f(t) didefinisikan dengan:
( ) ( ). j t (1) F f t e dt
dimana F(ω) adalah fungsi dalam domain frekwensi (ω = 2πf)
Transformasi fourier diskrit atau disebut dengan Discrete Fourier Transform (DFT) adalah model transformasi fourier yang dikenakan pada fungsi diskrit, dan hasilnya juga diskrit. DFT satu dimensi didefinisikan dengan : 2 / 1 ( ) ( ). (2) N j knT N n F k f n e
FFT (Fast Fourier Transform) adalah teknik perhitungan cepat dari DFT. FFT adalah DFT dengan teknik perhitungan yang cepat dengan memanfaatkan sifat periodikal dari transformasi fourier. Perhatikan definisi dari DFT [3]: 2 / 1 ( ) ( ). (3) N j knT N n F k f n e
Atau dapat dituliskan dengan :
1 1 ( ) ( )cos(2 / ) ( )sin(2 / ) (4) N n N n F k f n nkT N j f n nkT N
1. METODOLOGIData yang digunakan dalam makalah ini adalah data sekunder curah hujan bulanan selama 10 tahun (2002 – 2011). Data time
series tersebut di transformasikan ke dalam bentuk domain frekuensi menggunakan algorithma FFT. Pola curah hujan dapat dianalisis berdasarkan frekuensi dan periode yang dominan untuk setiap stasiun pengamatan. Dalam hal ini frekuensi dan periode yang dianalisis 5 ferkuensi dan periode yang tertinggi.
Gambar 1. Contoh data curah hujan dalam domain waktu.
2. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pola curah hujan dalam satu tahunnya di suatu wilayah dapat dilihat dari nilai periode bulanannya. Periode dari data time series akan mudah di analisis jika domain waktunya di transformasikan ke domain frekuensi. Gambar 2 - 8 menunjukkan grafik intensitas curah hujan berdasarkan periode bulanan pada stasiun pengamatan yang berbeda. Pada umumnya magnitude maksimum berada pada periode yang relatif sama , yaitu 11,90 ≈ 12 bulan kecuali untuk Kota Pontianak yakni 5,9 ≈ 6 bulan. Jika dilihat dari Pola curah hujan bulanan ini maka pola tersebut sangat dipengaruhi oleh peredaran bumi mengelilingi matahari dimana sudut deklinasi bumi 23,50 yang meyebabkan terjadinya perubahan posisi semu tahunan matahari, yakni terkadang berada di belahan bumi selatan dan terkadang berada di belahan bumi utara. Perbedaan karakteristik kedua belahan bumi tersebut yang menyebabkan wilayah Indonesia secara umum mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 200 400 600 800 rain Data month C H ( m m )
kemarau yang lebih dikenal sebagai pola monsun. Sedangkan untuk Kota Pontianak sangat dipengaruhi oleh paparan radiasi matahari yang besar pada saat posisi matahari tepat berada di equator dimana terjadi dua kali dalam setahun (bulan Maret dan September), pola tesebut lebih dikenal dengan pola zenital. Selain periode tersebut terdapat pula periode-periode kuat yang diindikasikan akibat kondisi local setiap wilayah dan kejadian-kejadian alam lainnya yang dapat mempengaruhi tingkat curah hujan di masing-masing wilayah, diantanya akibat kejadian El-Nino dan La-Nina.
Gambar 2. Grafik periodic bulanan untuk Kota Pontianak
Gambar 3. Grafik periodic bulanan untuk Kota Ketapang
Gambar 4. Grafik periodic bulanan untuk Kota Sambas
Gambar 5. Grafik periodic bulanan untuk Kota Putusibau
Gambar 6. Grafik periodic bulanan untuk Kota Sekadau 0 20 40 60 80 100 120 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5x 10 7 m a g n it u d e Period month/Cycle) Period = 5.9688 Frekuensi = 0.16754 0 20 40 60 80 100 120 0 1 2 3 4 5 6x 10 7 m a g n it u d e Period month/Cycle) Period = 11.5625 Frekuensi = 0.086486 0 20 40 60 80 100 120 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4x 10 7 m a g n it u d e Period month/Cycle) Period = 11.9333 Frekuensi = 0.083799 0 20 40 60 80 100 120 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5x 10 7 m a g n it u d e Period month/Cycle) Period = 11.9375 Frekuensi = 0.08377 0 20 40 60 80 100 120 0 0.5 1 1.5 2 2.5x 10 7 m a g n it u d e Period month/Cycle) Period = 11.9375 Frekuensi = 0.08377
Gambar 7. Grafik periodic bulanan untuk Kota Sintang
Gambar 8. Grafik periodic bulanan untuk Kota Balai karangan
Nilai keperiodikan dan frekuensi setiap stasiun pengamatan untuk lima nilai magnitude terbesar dapat dilihat pada Table 1. berikut :
Tabel 1. Periode pada setiap stasiun pengamatan Stasiun Magnitud (107) Period (bln) Frek. (1/bln) Persentase (%) Pontianak 3.33 6 0.17 37.83 2.04 12 0.08 23.25 1.16 2 0.41 13.19 0.96 21 0.05 10.90 0.82 17 0.06 9.28 0.49 64 0.02 5.55 Ketapang 5.60 12 0.09 37.82 4.69 6 0.17 31.71 1.37 21 0.05 9.28 1.27 3 0.29 8.55 1.22 14 0.07 8.24 0.65 37 0.03 4.39 Sambas 3.79 12 0.08 42.27 1.33 36 0.03 14.90 1.10 60 0.02 12.33 1.06 2 0.43 11.78 0.92 6 0.17 10.31 0.75 20 0.05 8.42 Putusibau 5.24 12 0.08 42.63 2.82 7 0.14 22.99 1.24 48 0.02 10.10 1.06 5 0.21 8.66 1.04 16 0.06 8.50 0.87 21 0.05 7.11 Sekadau 2.21 12 0.08 41.13 1.01 3 0.36 18.74 0.89 6 0.17 16.52 0.74 96 0.01 13.79 0.29 21 0.05 5.45 0.24 27 0.04 4.37 Sintang 1.76 12 0.08 29.25 1.01 4 0.25 16.89 0.94 7 0.15 15.69 0.84 61 0.02 13.99 0.74 31 0.03 12.39 0.71 20 0.05 11.80 Balai Karangan 2.31 12 0.08 39.66 1.20 3 0.29 20.59 0.72 6 0.17 12.33 0.67 27 0.04 11.43 0.55 64 0.02 9.46 0.38 38 0.03 6.53
Sebaran pola curah hujan pada ke-7 stasiun pengamatan tersebut tidak ada yang dominan pengaruhnya, terlihat pada
0 20 40 60 80 100 120 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2x 10 7 m a g n it u d e Period month/Cycle) Period = 12.2 Frekuensi = 0.081967 0 20 40 60 80 100 120 0 0.5 1 1.5 2 2.5x 10 7 m a g n it u d e Period month/Cycle) Period = 11.9375 Frekuensi = 0.08377
persentase magnitude maksimumnya kurang dari 50%. Hal ini diindikasikan bahwa wilayah Kalimantan Barat berada di garis Equator sehingga pola curah hujannya tidak sekuat dengan di daerah Jawa. Pola curah hujan Kalimantan Barat merupakan pola transisi antara pola monsoon dan Zenital. Periode-periode dominan yang lain secara umum dapat pula terlihat pada 2 – 3 bulanan, Pola ini menunjukkan bahwa curah hujan yang tinggi akan senantiasa terjadi 2 atau 3 bulan sepanjang tahun, pola tersebut bersesuaian dengan rata-rata curah hujan tahunan di Kalimantan Barat di atas rata-rata. Periode yang lain terjadi pada 30 dan 60 bulanan (2,5 dan 5 tahunan) pola ini diindikasikan akibat pengaruh El-Nino dan La-Nina, dimana rata-rata periode El-Nino dan La-Nina adalah 2 - 5 tahunan.
3. KESIMPULAN
1. Pola curah hujan bulanan yang paling dominan di beberapa stasiun pengamatan adalah 12 bulanan, yakni dalam satu tahun terdapat satu puncak maksimum curah hujan. Periode ini sesuai dengan pola monsoon.
2. Untuk Kota Pontianak periode yang paling tinggi adalah enam bulanan, terdapat dua puncak maksimum curah hujan dalam satu tahunnya. Periode ini bersesuaian dengan posisi matahari yang berada di equator sebayak dua kali yakni setiap pada bulan Maret dan September yang dikenal sebagai pola zenithal. 3. Terdapat juga pola-pola lainnya yang
bervariasi antara stasiun pengamatan satu dengan yang lainnya. Pola-pola tersebut bergantung pada kondisi alam di stasiun pengamatan tersebut dan juga diindikasikan akibat kejadian El-Nino dan La-Nina.
4. Hasil perhitungan FFT tidak menunjukkan nilai magnitude yang dominan terhadap periodic dan frekuensi bulanan dari semua stasiun pengamatan,
hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pola yang sangat kuat, gejala ini diindikasikan karena letak geografis Kalimantan Barat yang berada di garis equator dimana pola Monsun dan pola Zenithal saling mempengaruhi.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Ramage, C.S., 1971, Monsoon Meteorology, Academic Press Inc., International Geophysics Series, Vol. 15. [2]. Tjasjono, B, 2004, Klimatologi, Edisi
kedua, Penerbit ITB, Bandung.
[3]. MathWork Group, 2007, MatlabR 7th Documentation- Data Analisys, Mathwork, Inc.
[4]. Susilawati I,. 2009, Sistem Pengolahan Sinyal : Transformasi Fourier Cepat, Universitas Mercubuana.
[5]. Wirjohamidjaja S, 2006, Meteorologi Praktik, Badan Meteorologi dan Geofisika.