• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN. Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODE PENELITIAN. Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif."

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Pendekatan Penelitian

Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif dengan pertimbangan:

- Penyesuaian metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda.

- Metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden.

- Metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan penajaman-penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

Data yang dikumpulkan dengan metode kualitatif melalui pendekatan deskriptif adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif, selain itu semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang diteliti (Moleong, 2001: 5-6).

Dalam penelitian secara deskriptif, data yang dikumpulkan bukanlah angka-angka, namun dapat berupa kata-kata atau gambaran sesuatu. Data yang terkumpul mungkin berasal dari naskah, wawancara, catatan lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, dsb (Djajasudarma, 1993: 15). Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data-data yang berupa kalimat-kalimat dalam kolom jokes dan anecdotes yang terdapat dalam majalah Hello edisi Januari-Desember 2006.

(2)

2. Metode Pengumpulan Data

Penulis menggunakan metode kepustakaan dalam metode pengumpulan data, yakni dengan menggunakan sumber tertulis untuk memperoleh data dimana sumber tersebut berupa kalimat-kalimat dalam kolom jokes dan anecdotes dalam majalah Hello edisi Januari-Desember 2006.

Selain dengan menggunakan metode kepustakaan, penulis juga menggunakan teknik menyimak dan mencatat. Tahap-tahap pengumpulan data tersebut adalah sebagai berikut:

1. Data dikumpulkan dari cerita-cerita lucu atau jokes dan anekdotes yang terdapat dalam majalah Hello edisi Januari-Desember 2006.

2. Dari kumpulan jokes-jokes itu dipilih beberapa yang memenuhi kriteria dalam penelitian yaitu kalimat-kalimat yang mengandung ketaksaan makna.

3. Setelah jokes-jokes itu dipilih, kemudian dikumpulkan dan dipisahkan berdasarkan jenis ketaksaannya.

4. Setelah dipisahkan berdasarkan jenis ketaksaannya kemudian diambil sebagian sebagai sample.

5. Kemudian sampel yang terkumpul dianalisis berdasarkan jenis-jenis ketaksaannya dan penyebab ketaksaannya.

3. Sumber Data

Sumber data yang digunakan oleh penulis adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Adapun pengertian sumber data primer dan sumber data sekunder adalah sebagai berikut:

(3)

a. Sumber data primer

Sumber data primer yaitu sumber data yang penulis peroleh langsung dari hasil pengumpulan data oleh penulis sendiri yaitu yang berupa kalimat-kalimat yang mengalami ketaksaan makna, khususnya ketaksaan leksikal dan gramatikal yang terdapat dalam artikel pada kolom jokes dan anecdotes pada majalah Hello edisi bulan Januari 2006 –Desember 2006.

b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder yaitu sumber data yang penulis peroleh dari study pustaka melalui buku-buku yang isinya membahas tentang masalah yang bersangkutan dengan penelitian yang dikaji oleh penulis yakni yang bersangkutan dengan masalah ketaksaan makna yang dapat mendukung data primer.

4. Populasi dan Sampel

Di dalam suatu penelitian, populasi dan sampel adalah sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan penelitian tersebut. Dengan adanya hal tersebut kita harus mengetahui terlebih dahulu apakah pengertian populasi dan sample.

Menurut Wasito, populasi dapat dikatakan sebagai sekumpulan unsur atau elemen yang menjadi objek penelitian dan elemen populasi itu merupakan satuan analisis, atau sekelompok objek, baik manusia, gejala, nilai tes, benda atau peristiwa (Pengantar Metodologi Penelitian, 1993: 49).

Jadi dapat disimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, benda, hewan, tumbuhan, gejala, nilai tes, atau peristiwa, sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam suatu penelitian (Nawawi, 1983). Dalam hal ini populasi data yang digunakan penulis adalah semua

(4)

kalimat jokes dan anecdotes pada majalah Hello Edisi bulan Januari 2006- Desember 2006.

Wasito mengatakan bahwa sampel adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diteliti (Pengantar Metodologi Penelitian, 1993: 52). Dalam mengambil sampel, metode yang digunakan penulis adalah Purposive Sample yaitu penentuan sampel berdasarkan pada kriteria-kriteria atau tujuan-tujuan tertentu (Hadi, 1982:82). Dalam purposive sampel, ukuran sampel tidak dipersoalkan sebagaimana dalam accidental sampling. Perbedaanya terletak pada pembatasan sampel dengan hanya mengambil unit sampling yang sesuai dengan tujuan penelitian, unit sampel tersebut disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian (Nawawi, 1993: 157). Dalam hal ini, kriteria yang dimaksud adalah kalimat-kalimat yang mengandung ketaksaan makna, khususnya ketaksaan leksikal dan gramatikal yang terdapat dalam majalah Hello Edisi bulan Januari 2006 – Desember 2006. Penulis mengambil sampel kalimat-kalimat yang mengandung ketaksaan makna yaitu sebanyak 17 sampel kalimat. Pada majalah Hello tersebut penulis menemukan kalimat yang mengandung ketaksaan leksikal sebanyak 12 kalimat, dan kalimat-kalimat yang mengandung ketaksaan gramatikal sebanyak 5 kalimat-kalimat.

5. Teknik Analisis Data

Ketaksaan atau ambiguitas dalam suatu wacana atau artikel dapat menimbulkan interpretasi makna yang berbeda-beda bagi setiap pembaca, maka ketaksaan seharusnya dapat dipahami dengan baik. Untuk memahami ketaksaan dalam kalimat, diperlukan adanya teknik-teknik khusus. Teknik memahami kalimat-kalimat taksa adalah sebagai berikut:

(5)

a. Teknik Memahami Ketaksaan Leksikal:

¾ Memahami kataksaan makna leksikal karena peristiwa polisemi:

• Membedakan makna-makna dalam sebuah kata dengan artikel penunjuk genus. Seperti dalam bahasa Perancis artikel penunjuk genus dapat dipakai untuk membedakan makna-makna dalam sebuah kata. Misalnya kata le pendule bermakna ’pendulum’ dan la pendule bermakna ’jam’ (Ullmann, 1977:216). Teknik membedakan makna seperti ini dapat digunakan apabila terdapat ketaksaan leksikal karena polisemi yang disebabkan oleh penggunaan bahasa lain selain bahasa Inggris yang maknanya diartikan dengan bahasa Inggris. Seperti di dalam jokes dan anecdotes yang terkadang menggunakan bahasa lain selain bahasa Inggris.

• Makna dapat dipahami dengan melihat makna konotatif, denotatif , referensial, atau konseptual yang dimiliki oleh kata yang taksa tersebut.

Contohnya kata flower jika digunakan dalam suatu kalimat puisi, jokes, ataupun anecdotes, dapat mengacu pada makna denotatif ’bunga’ dan dapat mengacu pada makna konotatif ’gadis’.

• Membedakan makna-makna dalam sebuah kata dengan modifikasi kecil dalam bentuknya.

Modifikasi ini dapat bersifat fonetis, grafis (huruf), atau keduanya. Modifikasi fonetis dan grafis terdapat pada kata-kata human ’manusia’ –humane

(6)

’perikemanusiaan’; urban ’(bersifat) kota; perkotaan, urbane ’sopan’. (Ullman, 1977: 217).

• Perbedaan makna dapat ditandai oleh perbedaan infleksinya.

Seperti dalam bahasa Inggris kata ’brother’ saudara (laki-laki) mempunyai dua bentuk jamak dengan perbedaan makna, yaitu brothers dan brethren. Paradigma verba juga bisa mengalami hal seperti itu, contohnya kata hang mempunyai dua bentuk kala lampau yang sekaligus membedakan maknanya, yaitu hung ’bergantung’ dan hanged ’menggantung’. (Ullmann, 1977: 216).

• Urutan kata dapat juga membantu membeda-bedakan makna sebuah kata.

Dala bahasa Inggris yang adjektivanya biasanya mempunyai tempat yang pasti, perabot ini ternyata tak bisa ditinggalkan dalam sejumlah frasa: ambassador extraordinary tidak sama dengan extraordinary ambassador, begitu juga fee simple tidak sama dengan simple fee. (Ullmann,1977: 217).

• Menambahkan kata-kata lain untuk memperjelas maknanya.

Misalnya kata Inggris fair mempunyai sejumlah makna yang berbeda-beda dan mempunyai potensi konflik antarmakna, akan menjadi jelas dan tidak bermakna taksa dalam kelompok kata seperti fair sized, fair-minded, dan fair-haired (Ullmann, 1977: 217).

¾ Memahami ketaksaan leksikal karena peristiwa homonim:

• Membedakan fungsi kata dalam kalimat tersebut yakni sebagai verba atau nomina.

(7)

Robert Bridges dalam Ulmann (1977:232) mengatakan verba to know “membikin susah” karena melibatkan tiga homonimi, yaitu antara: know ‘mengetahui’, -no ‘tidak’; knew ‘mengetahui(lampau)’; new ‘baru’; knows ‘mengetahui’(kini tunggal) atau –nose ‘hidung’. Pasangan-pasangan kata tersebu adalah homonim karena lafalnya sama. Tetapi membedakan maknanya tidak sulit karena yang sebelah kiri adalah verba, sedangkan yang lain bukan.

• Homonim-homonim yang termasuk dalam jenis kata yang sama kadang dapat dibedakan oleh infleksi.Dalam bahasa yang mempunyai tulisan non-fonetis, ejaan sering dapat menolong membedakan kata-kata yang bunyinya identik.

Misalnya dalam bahasa Inggris: to ring bermakna ‘membuat lingkaran atau cincin’ yang bentuk jamak ringed dengan to ring yang bermakna ‘menelepon; membunyikan bel’ yang bentuk jamaknya rang (Ullmann,1977: 233).

• Dalam beberapa hal suatu kesulitan dapat dipecahkan dengan mengubah bentuk kata yang berhomonimi.

Contoh persoalan dalam bahasa Inggris antara gate ’jalan atau pintu masuk; gerbang’ dengan gate ’jalan’. Dalam bahasa Inggris baku, dan dalam beberapa dialek, homonimi itu hilang karena kata kedua lenyap. Dalam dialek-dialek yang mempertahankan kedua homonimi itu, bentu kata yang mempunyai makna ’pintu masuk’ diubah menjadi seperti yate, yett dan sebagainya yang serupa dengan suatu perbedaan prototipe bahasa Inggris kuna ketimbang bentuk bahasa Inggris baku gate. (Ullmann,1977:236)

(8)

1. Penambahan kata atau frase untuk memperjelas makna

Penambahan frase dapat menyebabkan makna ujaran taksa menjadi jelas (Chaer, 2003: 288).

Contoh : “We now have dress shirts on sale for men with 16 necks” Kalimat tersebut dapat diartikan:

a) Sekarang kita menjual pakaian untuk lelaki dengan 16 leher, atau

b) Sekarang kita menjual pakaian untuk lelaki dengan ukuran leher 16 inch. Untuk memahami kalimat tersebut, dapat di tambahkan kata “-inch” setelah angka 16, sehingga kalimat itu dapat dipahami maknanya.

2. Sesuaikan makna dengan konteks kalimat atau konteks situasi

Selain dengan konteks kalimat, konteks situasi juga dapat menghilangkan ketaksaan (Chaer, 2003: 288).

Contoh : We don’t just serve hamburgers, we serve people.

Kalimat tersebut terdapat di sebuah restorant di Nashville. Kalimat tersebut taksa karena kalimat ‘we serve people’ di sini mempunyai dua pengertian yang berbeda, kalimat tersebut dapat bermakna ‘kita melayani orang (untuk menyajikan hamburger itu)’ atau ‘kita melayani orang (mengacu kepada hal negatif yaitu menjual tubuh)’, untuk memahami kalimat tersebut, adalah dengan menyesuaikan konteks kalimat tersebut, dengan makna dari kalimat pertama, jadi makna kalimat tersebut adalah ‘melayani pembeli hamburger’.

(9)

3. Memberikan penanda batas antara fungsi subjek dan fungsi predikat dalam struktur kalimat

Untuk menghilangkan ketaksaan dapat juga dengan memberi penanda batas antara fungsi subjek dan fungsi predikat (Chaer, 2003: 290).

Contoh : ”Ice Cream Souvenirs”

Kalimat tersebut taksa, karena dapat mengacu pada dua pengertian yang berbeda. Kalimat tersebut dapat ditemukan di sebuah toko di Murfreesboro, Nashville. Kalimat tersebut dapat bermakna ’toko yang menjual souvenir berupa es krim’ atau ’toko souvenir yang sengaja membekukan barang-barang souvenirnya agar tidak membusuk atau mencair.’

Kalimat tersebut kekurangan konjungsi ’and’, untuk memahaminya adalah dengan menambahkan konjungsi ’and’ antara kata ’ice cream’ dan kata ’souvenirs’ sehingga maknanya menjadi jelas.

4. Tidak menggunakan kata yang menyebabkan taksa tersebut atau mengubah struktur kalimat pada wacana tersebut.

Untuk mengatasi ketaksaan dapat juga dengan tidak meggunakan kata yang menyebabkan taksa tersebut atau mengubah struktur kalimat pada wacana tersebut (Chaer, 2003: 290).

Contoh 1: The police shoot the rioters with guns. Kalimat tersebut dapat diartikan:

a) Polisi menembak pengacau itu dengan pistol, atau b) Polisi menembak pengacau yang membawa senapan itu.

(10)

Untuk memahami kalimat tersebut agar tidak terdengar taksa, adalah dengan mengubah struktur kalimat tersebut menjadi ’The police shoot the rioters who bring guns’. Sehingga makna kalimat tersebut dapat menjadi jelas, yaitu ’polisi menembak pengacau yang membawa senapan itu’.

Referensi

Dokumen terkait

Partisipan sudah memiliki kesadaran akan timbulnya perilaku konsumtif yang ditimbulkan oleh pemakaian dompet digital, namun belum melakukan tindakan untuk mengurangi

Untuk ekstraksi fitur tekstur akan didapatkan nilai dari histogram fitur yang dihasilkan dan akan dilakukan pengujian dengan kuantisasi panjang histogram, sedangkan

Dalam Gujarati, 2008 dijelaskan bahwa penggunaan model logit seringkali digunakan dalam data klasifikasi, dalam penelitian ini kategori yang digunakan adalah kategori

Berdasarkan Sobar, nama “Kampung Gerabah” diperoleh dari pemerintah sehingga desa Anjun Gempol tersebut mulai dikenal dengan nama Kampung Gerabah, namun Kampung

Dari wawancara yang penulis lakukan, dapat disimpulkan persepsi wisatawan mancanegara yang menjadi narasumber terhadap Tanjung Kelayang adalah destinasi wisata

42 memang mendapatkan namun mereka tidak diberika buku panduan sebagai sarana bantuan pembelajaran suling sunda sehingga mereka hanya sekedar bisa saja dan mengerti tentang dasar

Sebagai perbandingan bangunan fasilitas cottage, ada beberapa kawasan wisata dengan fasilitas akomodasinya yang memanfaatkan lingkungan sekitarnya sehingga fasilitas wisata

Metode yang digunakan untuk steganografi dalam penelitian adalah Low Bit Encoding dengan enkripsi